Anda di halaman 1dari 20

KARASMIN SEI CREATIVE TOUR

BANJARMASIN WISATA MAKNA


MENELISIK FOKLOR DAN SEJARAH KOTA SERIBU SUNGAI

Karasmin berasal dari bahasa Banjar yang memiliki arti keramaian atau hiburan dengan
berbagai macam bentuk kegiatan perayaan. Sedangkan Sei merupakan singkatan dari sungai.
Maka KaraminSei memiliki makna perayaan sungai. Kota Banjarmasin selalu dijuluki dengan
kota seribu sungai karena memiliki anak-anak sungai yang banyak. Sehingga, hal itulah yang
menjadikan masyarakat nya tidak terlepas dengan budaya sungai bahkan perekonomian selalu
erat kaitannya dengan sungai.

ASAL MUASAL BANJARMASIN


Kota Banjarmasin berawal dari sebuah kampung yang terletak di pertemuan antara 5
aliran sungai (Sungai Sipandai, Sigaling, Keramat, Jagabaya, Pangeran) yaitu sekitaran
Kelurahan Kuin Utara & Alalak Selatan. Sebelumnya bernama Bandarmasih, bukti otentik nya
terdapat pada kontrak dengan VOC pada tahun 1663. Kata Bandar sendiri karena saat itu daerah
tersebut merupakan pusat perdagangan yang cukup terkenal dan Masih merupakan nama seorang
Patih / Pemimpin daerah tersebut pada masa itu. Kemudian berubah menjadi Banjarmasih
dimana Banjar artinya Kampung Berderet-deret sepanjang tepian sungai hingga kemudian
berubah menjadi Banjarmasin. Awalnya Banjarmasin hanyalah sebuah desa berpenduduk sedikit
dan tepat pada 24 September 1526 Pangeran Samudera yang saat itu memimpin Kerajaan Banjar
berhasil memenangkan peperangan dan Masuk Islam sesuai dengan perjanjian dengan kerajaan
Demak pada masa itu.

SUKU BANJAR DI SUMATRA DAN MALAYSIA


Pada tahun 1780 terjadi hijrah besar besaran orang Banjar ke daerah Sumatra saat terjadi
perang saudara di Kesultanan Banjar. Kemudian pada tahun 1862 terjadi lagi hijrah besar
besaran karena Perang Banjar, dan yang terakhir pada tahun 1905 dikarenakan Sultan
Muhammad Seman yang merupakan raja saat itu terbunuh di tangan Belanda. Sehingga tidak
heran jika di beberapa daerah memiliki bahasa maupun logat yang mirip dengan Banjar seperti di
daerah Jambi, Indragiri Ilir, Malaysia serta berbagai wilayah Sumatra dan sekitarnya.
AKAD JUAL BELI
Hal menarik yang ada di Banjar adalah dalam setiap terjadi transkasi pada masyarakat
banjar, maka akan secara spontan terucap Jual artinya dengan penuh hati berterima kasih telah
membeli barang yang dijajakan. Dan dibalas tukar oleh sang pembeli. Budaya ini sudah sangat
melekat hingga sekarang karena sejak setengah abad yang lalu Banjar telah memeluk agama
Islam dimana terdapat akad jual beli dalam islam.

SURGI MUFTI
Syeikh Jamaluddin Al Banjari, Datu Surgi Mufti. Dari Syekh Arsyad Al Banjari / datu
kelampaian kemudian bermunculan tokoh regenerasi berikutnya Syekh Muhammad Nafis Al
Banjari, Syekh Jamaluddin Al Banjari. Mufti berasal dari lembaga Mahkamah Syariah digagas
oleh Sykeh Muhammad Arsyad berfungsi mengawasi pengadilan umum yang kemudian menjadi
cikal bakal peradilan agama pada 1937 surgi mufti merupakan hakim tertinggi, mengawasi
pengadilan umum bidang syariah. Ulama Ahli Falak, bisa memutuskan awal dan akhir
Ramadhan berdasarkan perhitungan hilal yang diketahuinya

RAMADHAN
Ramadhan menjadi momentum jihad pangeran antasari ketika perang banjar meletus pada
kamis 28 April 1859 bertepatan bulan suci islam 24 Ramadhan 1275 H. Dari sini narasi sejarah
banjar tertulis bahwa panji yang dikibarkan pangeran antasari untuk mengusir penjajah adalah
jihad fi sabilillah.

BERHAJI DI BANJAR
Abad ke 16 orang banjar berhaji menggunakan kapal layar dimulai dari pelabuhan Tatas
kemudian singgah di pelabuhan sunda kelapa Jakarta kemudian terus ke Aceh menuju kapal dari
india yang akan berlayar ke hadralmaut atau ke Jeddah. +-6 Bulan. Ketika berstatus haji maka
status sosial akan meningkat dan diperhitungkan di kehidupan sosial. Sultan menyediakan dana
tak terbatas bagi penuntut ilmu untuk berhaji dan memperdalam ilmu di mekah dan Madinah.
MAHKOTA BANJAR
Laung merupakan penutup kepala yang dipakai kaum laki-laki suku banjar. Mahkota
Kesultanan Banjar merupakan Mahkota dari Laung (Ikat Kepala) yang datang dari langit. Terdiri
dari 2 model yaitu takup dan tinggi. Takup artinya penutup kepala yang tertutup. Sementara
tinggi bagian depannya berbentuk segitiga dan bagian atasnya tidak tertutup. Mirip dengan
tanjak khas melayu. Laung bisa jadi pengobatan dibentuk dari kain sasirangan atau pamintan.

17 MEI 1949
Tanggal 17 Mei merupakan angka keramat bagi warga banua, Tugu Pancasila di KM 17
nama stadion Banjarmasin juga. 17 Mei adalah Proklamasi di Kalimantan menyatakan bahwa
Kalimantan bagian yang tak terpisahkan dari RI sebagai reaksi perjanjian linggarjati yang
menyatakan hanya pulau jawa yang merupakan wilayah RI

BAGANDANG NYIRU
Apabila telah sampai waktu senja anak anak akan pulang kerumah masing-masing.
Kadang ditemui beberapa kejadian anak yang bermain kelaur rumah tidak kembali sampai hari
gelap. Apabila belum kembali telah ditunggu beberapa lama tidak ditemukan maka masyarakat
banjar mempunyai keyakinan bahwa anak tersebut hilang disembunyikan hantu karena itulah
muncul tradisi mencari anak hilang dengan begandang nyiru.

KITAB SABILAL MUHTADIN


Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari adalah ulama fiqih mazhab Syafi’i yang berasal
dari kesultanan banjar. Dibiayai dan diperintahkan menuntut ilmu di mekah oleh sultan banjar
agar menjadi ulama di kesultanan banjar saat itu. Salah satu karya besar dalam bidang fikih
utama mashab syafii adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang menjadi rujukan Islam di Tanah Air,
bahkan diajarkan di berbagai belahan dunia.

KERAJAAN NEGARA DIPA


Kerajaan ini menjadi cikal bakal lahirnya kesultanan banjar dimana didirikan oleh Ampu
Jatmika pada 1380/1387 (Perantau dari Negeri Keling) beliau memiliki anak 2 orang Mandastana
& Lambung Mangkurat berada di daerah candi laras kemudian ke candi agung amuntai.
BAAYUN MAULID
Mengayun bayi/anak sambal membaca syair maulid (12 Rabiul Awal) Rasa syukur
kelahiran nabi Muhammad. Perpaduan budaya islam dan nenek moyang (kaharingan) bermula di
Tapin Banua Halat, kemudian menyebar se Kalimantan selatan.

LAMBUNG MANGKURAT (Pemangku Kerajaan Negara Dipa)


Lambung Mangkurat merupakan putra ke 2 dari raja Negara Dipa yang pertama “Ampu
Jatmika”. Dari cerita lambung mangkurat ini lah lahirnya kain sasirangan dimana pada saat itu
Putra ke 1 bernama Mandastana dan Putra ke 2 Bernama Lambung Mangkurat diperintahkan
oleh Raja untuk segera mencari raja pengganti setelahnya. Mandastana bertapa di Pegunungan
Meratus dan Lambung Mangkurat di Pinggiran Sungai. Dalam pertapaan itu Lambung
Mangkurat menemukan buih besar bercahaya dan bersuara untuk meminta kain yang ditenun
oleh 40 orang gadis serta sebuah perahu indah untuk membawanya ke istana. Dari sana muncul
seorang wanita yang kemudian diberi nama Putri Junjung Buih dan dinobatkan sebagai Ratu
Junjung Buih menggantikan Ampu Jatmika pada Kerajaan Negara Dipa.

KAIN LAGUNDI
Kain lagundi diwariskan turun temurun sejak abad XII saat lambung mangkurat menjadi
patih Negara Dipa. Kain ini dibuat berdasarkan permintaan Putri Junjung Buih yang muncul
dalam pertapaan Patih Lambung Mangkurat ditepi sungai kemudian meminta sebuah kain
sebagai syarat menjadi Ratu di Negara Dipa. Putri Junjung Buih meminta Kain Lagundi
Berwarna Kuning, yang ditenun dan diwarna oleh 40 wanita perawan dengan cara
dijelujur/disirang. Sejak saat itu kain lagundi menjadi sakral dan kemudian berkembang menjadi
kain Pamintan atau kain permintaan dimana terdapat ritual tersendiri dalam mengolahnya
sehingga bisa menjadi obat berbagai macam penyakit hingga kemudian berkembang menjadi
Sasirangan yang dikenal sampai sekarang.

SEI JINGAH
Sungai jingah tak hanya dikenal sebagai kampung juragan, namun juga dikenal kampung
Qodi. Terdapat beberapa tokoh masyarakat yang pernah menjabat sebagai Qodi diantaranya H
Busran Kasim, H Asnawi. (Qadi = penasihat raja)
Nama Kampung Sungai Jingah berasal dari nama sungai kecil bernama Sungai Jingah.
Penamaan Sungai Jingah sendiri karena dahulu di sepanjang sungai kecil ini terdapat banyak
pohon jingah. Jingah adalah vegetasi khas tanaman rawa di wilayah Banjarmasin dan sekitarnya.
Sungai Jingah merupakan salah satu kampung tertua di Banjarmasin dan masyarakat didalamnya
asli dari suku Banjar atau urang Banjar tetapi ada sebagian memiliki suku luar Banjar.
Kawasan Sungai Jingah dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata karena didalamnya
terdapat berbagai macam wisata, seperti wisata religi melakukan ziarah ke makam ulama besar
bernama Syekh Jamaluddin Al Banjari atau yang dikenal dengan sebutan Tuan Guru Surgi
Mufti. Beliau hidup di masa penjajahan Belanda, merupakan cicit (buyut) Datu Kalampaian
(Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari). Makam Syekh Jamaluddin ini dikenal sebagai Kubah
Sungai Jingah atau Makam Datu Surgi Mufti Jamaludin. Terdapat juga disepanjang jalan
jenama-jenama lokal sasirangan yang diproduksi langsung oleh masyarakat Sungai Jingah dan
satu museum Wasaka yang didalamnya terdapat peninggalan-peninggalan terdahulu.

PATIH MASIH
Patih masih merupakan sebuah nama jabatan sedangkan nama aslinya adalah Kiai
Pangeran Djagabaya. Beliau adalah seorang pemimpin Dayak melayu yang arif. Terkenal
pemberani dan sakti mandraguna, bahkan seorang saudagar kaya yang dermawan. Beliau konon
memiliki berbagai kesaktian salah satunya melemahkan semangat dan mengendalikan pikiran
buaya untuk tunduk di bawah perintah beliau. Patih masih adalah seorang pemimpin kampung
banjar yang menjadi cikal bakal Banjarmasin.

SUKU BANJAR
Suku banjar itu ternyata bermacam macam, ada banjar hulu, banjar hilir dan banjar kuala.
Banjar hulu itu seperti daerah kandangan, barabai amuntai dan sebagainya, banjar hilir seperti
Banjarmasin, Banjarbaru dan Martapura serta Banjar Kuala seperti di daerah Marabahan. Setiap
daerah memiliki cara bicara yang berbeda, di Martapura ketika berbicara lebih keras dan cepat,
di Kandangan lebih keras, di Tabalong lebih halus dan berbagai keunikan logat didalamnya.
TINGKATAN BAHASA BAHASA BANJAR
Sekarang bahasa banjar memliki tingkatan seperti halus, sedang dan sedikit kasar.
Seperti: Ulun Pian untuk bahasa Halus, Aku Ikam untuk bahasa sedang, dan Unda Nyawa untuk
bahasa sedikit Kasar. Jika ditelisik sejarah, orang Banjarmasin khususnya pada wilayah
kesultanan banjar itu bahasa aslinya menggunakan bahasa Unda Nyawa, namun seiring
berjalannya waktu hadir orang banjar pehuluan yang lebih halus tutur bahasa nya dan akhirnya
menghasilkan keberagaman dan tingkatan bahasa tersebut.

BAHASA BANJAR SEHARI-HARI


Uyuh = Capek Ulun, Pian = Saya, Kamu Dulak = Bosan
Tilam = Kasur Ampih = Berhenti Langgar = Surau
Supan = Malu Bungas = Cantik Ketuju = Suka
Sangit = Marah Bungul = Bodoh Liwar = Sangat

PASAR TERAPUNG
Saat ini pasar terapung terbagi menjadi 3 titik yaitu Lok Baintan, Muara Kuin dan Siring
Banjarmasin. Pasar terapung Kuin merupakan asal muasal adanya pasar terapung karena dari
sanalah pusat perdagangan dan kerajaan banjar. Transaksi jual beli dilaksanakan diatas
jukung/perahu dimana pada mulanya transaksi disana sifatnya barter dan pasar ini terus
berkembang hingga sekarang menjadi objek wisata. Kalau dihubungkan dengan hancurnya pusat
kerajaan banjar di kuin saat oleh belanda dan kemudian pusat kerajaan berpindah ke Martapura,
maka ini juga berhubungan dengan lahirnya pasar terapung di daerah Lok Baintan Kabupaten
Banjar. Setelah daerah siring atau dulu dikenal pantai jodoh telah desiring/dirapikan lalu
kemudian lahir pasar terapung di tengah kota yaitu di Siring Piere Tendean. Pasar terapung ini
hanya buka pada saat jam setelah selesai sholat subuh sampai dengan jam 8 pagi.

TANGGUI
Tanggui merupakan penutup kepala perempuan khas Banjar yang berbentuk setengah
bola besar biasanya terbuat dari daun pandan, nipah, atau rumbia. Tanggui biasanya dipakai saat
berdagang di pasar terapung atau saat behuma/petani di sawah. Fungsi utamanya untuk
melindungi kepala dari sengatan matahari maupun guyuran air hujan.
BATURAI PANTUN
Masyarakat Banjar identik dengan orang yang pandai berbicara. Sahut-menyahut dalam
kebiasaannya tertuang dalam sebuah sastra lisan. Baturai pantun disebutnya, kebiasaan
masyarakat Banjar untuk menyampaikan pesan-pesan kepada orang lain. Pantun merupakan
bentuk puisi dalam kesusastraan Melayu yang paling luas dikenal. Pada masa lalu pantun
digunakan untuk melengkapi pembicaraan sehari-hari. Sekarang pun sebagian besar masyarakat
Melayu di pedesaan masih menggunakannya. Pantun dipakai oleh para pemuka adat dan tokoh
masyarakat dalam pidato, oleh para pedagang, acara pernikahn dan lain sebagainya. Dalam
kegiatan tersebut dibalut dengan celetukan pantun-pantun yang akan memeriahkan suasana.

Pantun yang terucap dari mulut sebagai bentuk pemikiran masyarakat Banjar dalam
melihat kehidupan. Ekspresi dan rasa akan diri semuanya tertuang dalam pantun-pantung yang
terucap. Petuah pun bisa disampaikan melalui kata kata dalam pantun yang diucapkan. Pantun
seakan-akan dalam masyarakat Banjar menjelma sebagai bahasa untuk berkomunikasi mereka.
Komunikasi dengan gaya sastra lisan yang mengandung banyak pesan-pesan baik di dalamnya.
Baturai pantun bagian dari kehidupan masa lampau yang diturunkan hingga masa kini sebagai
bentuk kebudayaan masyarakat Banjar. Interaksi antar sesama insan terbangun melalui ucap dan
balas akan pantun-pantun mereka. Kelekatan di antara masyarakat Banjar juga dapat terlihat
melalui baturai pantun. Pantun bagi masyarakat Banjar sebagai bentuk ekspresi mereka dalam
menyampaikan pesan dalam berkehidupan.

KAMPUNG MELAYU
Uniknya di Banjarmasin tempo dulu memberi nama suatu kampung berdasarkan apa
yang mayoritas terdapat di satu tempat tersebut hingga dikenal sebagai sebuah kampung dengan
identitas seperti Kampung Melayu, Kampung Arab, Kampung Pecinan, Kampung Ketupat,
Kampung Biuku, Kampung Gadang, dan berbagai nama kampung lainnya.

PUPUR DINGIN (SKINCARE LOKAL)


Kearifan lokal di Banjarmasin yang terkait kecantikan ini disebut dengan tradisi bapupur.
Bapupur adalah mengoleskan bedak yang dibasahi atau dicapur dengan air
kemudian dioleskan di seluruh wajah dengan tujuan melindungi wajah dari terik matahari
supaya tidak terasa panas dan tidak menjadikan kulit wajah hitam akibat paparan sinar
matahari. Hal ini banyak dilakukan oleh perempuan Kalimantan Selatan, biasanya sering dilihat
pada saat mereka lagi berdagang untuk mengurangi sengatan sinar matahari. Namun, bapupur
ini juga digunakan oleh lelaki Banjar yang biasanya melakukan aktivitas maujun atau
memancing.
Proses pembuatan bedak dingin ini sangat sederhana. Setelah beras direndam dan
dilumatkan, kemudian ditambahkan dengan bahan-bahan herbal alami seperti bengkoang, daun
rambai, daun bangkal, daun kademba dan daun seleskop atau selikiki. Lalu diaduk-aduk sampai
menjadi adonan, selanjutnya dibentuk bulat–bulat kecil baru dijemur.

SURUNG SINTAK
Surung sintak kalau dalam bahasa Indonesia Pramusaji biasanya sering dilihat dalam
acara perkawinan yang dikerjakan oleh beberapa orang. Surung memiliki arti memberikan
sedangkan sintak yaitu menerima. Dalam surung sintak terdapat nilai gotong royong yang
dilakukan yaitu saling membantu satu sama lain agar pekerjaan yang dilakukan terasa mudah.
Namun surung sintak tidak hanya ada di acara perkawinan melainkan semua acara yang
diadakan oleh masyarakat Kalimantan Selatan

WADAI 41 MACAM
Wadai banjar yairu dengan 41 macam merupakan kuliner atau santapan khas urang banjar
terutama di Kabupaten Banjar umumnya di Kalimantan Selatan, pada zaman dahulu wadai 41
macam atau ragam ini di hidangkan untuk memenuhi syarat atau biasa urang banjar menyebut
sebagai papikat suatu acara seperti upacara adat, pernikahan, atau acara penting lainnya. yang
memiliki tujuan agar acara yang berupa hajatan dapat dilaksanakan dan dijauhkan dari
gangguan makhluk halus atau gaib. Wadai Banjar 41 macam memiliki sejarah dibelakangnya
yaitu pada masa kerajaan, ketika ada sebuah perayaan di kerajaan semua masyarakat
Kalimantan Selatan membawakan wadai (kue) dari khas dari daerahnya masing-masing
sehingga tersuguhlah 41 macam jenis wadai.
Namun, makanan ini juga berfungsi sebagai makanan sasala (selingan), seperti halnya
pada waktu pagi hari setelah sholat subuh dan waktu sore hari diiringi dengan bercengkrama
bersama keluarga maupun kerabat.
KAMPUNG SASIRANGAN
Banjarmasin memiliki 2 titik Kampung Sasirangan yaitu di daerah Seberang Masjid dan
Sungai Jingah. Kampung pengrajin sasirangan ini berawal dari Seberang Masjid kemudian yang
sebelumnya berada di Seberang Masjid membawa keahlian tersebut ke Sungai Jingah hingga
akhirnya tercipta lah Kampung Sasirangan yang kedua. Namun secara historis dan Sejarah,
Kampung Sasirangan Sungai jingah lebih kental dengan Banjar sejak masa kerajaan. Karena
sejak Zaman dahulu mereka adalah kampung jurangan, budaya itu terus berjalan hingga banyak
tercipta pengusaha sasirangan dari sana.

BAYI LAHIR
Ketika seorang bayi baru lahir di tanah banjar, banyak sekali tradisi yang dilaksanakan
seperti Mencelupkan kaki sang bayi ke sungai beberapa waktu sebagai wujud penghormatan
kepada sungai bahwa telah lahir seorang bayi di Kota Seribu Sungai ini. Kemudian mereka akan
melalui proses Batapung Tawar, Bapiduduk, Bepapai dan Betasmiah untuk memberi nama
kepada anak tersebut.

KOPI ARANIO
Kopi Aranio disebutnya, kopi yang istimewa berasal dari lereng pegunungan meratus,
Desa Tiwingan Baru, Kec. Aranio, Kab. Banjar, Kalimantan Selatan. Hadirnya kopi aranio
menjadi suatu hal yang menarik perhatian masyarakat. Permintaan dari dalam hingga luar
daerah tidak segan-segan meningkat akan peminatnya. Kopi aranio termasuk ke dalam jenis
kopi robusta. Aromanya yang kuat dan masih bersahabat dengan lambung menjadi khas kopi
aranio.
Tidak hanya itu, banyak tangan-tangan dibalik hadirnya kembali kopi aranio. Usaha, rasa,
dan jejaring semua menyatu hingga lahirlah kopi aranio. Kopi yang telah ada nan tenggelam
dalam ruang hampa lambat laun kembali terang yang diinginkan berbagai peminat.
Pemanfaatan peluang yang handal dan jejaring antara masyarakat dari dalam hingga luar Desa
Tiwingan menjadi titik balik kembalinya si spesial dari pegunungan meratus, kopi aranio.

KESENIAN MUSIK KHAS BANJAR


Yang paling terkenal adalah Musik Panting dimana alat utamanya adalah Panting yang
berbentuk seperti naga dan menggunakan tali nilon dimana alat ini sejak zaman dahulu dijadikan
sebagai hiburan bagi masyarakat banjar. Panting dipadukan dengan Babun, Gong dan berbagai
alat musik lainnya. Selain itu ada juga Gamelan Banjar dan Kuriding dimana kuriding ini konon
dulu digunakan untuk mengusir hama dan harimau ketika dibunyikan.

KESENIAN PITUTUR BANJAR


Banjar memiliki 2 kesenian pitutur dan yang masih sangat eksis saat ini adalah Madihin
yang kembali dipopulerkan oleh Alm Jhon Tralala hingga ke TV TV Nasional yang membuat
Madihin tetap bertahan hingga sekarang. Madihin berasal kata dari Madah atau memberikan
Nasihat kepada para pendengar, pada zaman dahulu setiap syairnya terkesan serius dengan larik
berujung sama seperti a a a a a dan seterusnya. Seiring berjalan waktu madihin diselipi dengan
lawakan yang membuatnya tetap bertahan dan disukai masyarakat. Adapun satunya adalah
Balamut, dimana alat utama nya sama gendang seperti madihin dan menggunakan syair. Hanya
saja pembawaan dan isi nya berbeda. Lamut lebih kepada cerita rakyat atau kerajaan yang
disyairkan dan madihin lebih kepada spontanitas menyampaikan tiap kata dengan nada yang
berbeda pula.

RUMAH BANJAR
Rumah banjar memiliki banyak jenis seperti Rumah Bubungan Tinggi, Rumah Gajah
Baliku, Rumah Gajah Manyusu, Rumah Balai Laki, Rumah Balai Bini, Rumah Palimasan,
Rumah Palimbangan, Rumah Anjung Surung, Rumah Tadah Alas dan Rumah Joglo. Yang
menjadi ikon dan sering disebut adalah Bubungan Tinggi. Dalam setiap arsitektur rumah banjar
memiliki nilai filosifis yang unik jika dijabarkan satu persatu.

JENIS IKAN
Ikan yang menjadi ciri khas daerah banjarmasin seperti Haruan (Ikan Gabus), Sepat,
Papuyu, dan Ikan Lais serta ikan yang sekarang mulai langka dan menjadi ikon Kota
Banjarmasin adalah Ikan Kelabau.

BANJAR KOTA TUA 497


Usia Kota Banjarmasin hanya beda 1 tahun dengan Jakarta, sehingga Banjarmasin bisa
dikatakan sebagai salah satu Kota Tertua di Indonesia yang kaya akan sejarah dan historis
menarik untuk di ulik.

PELATARAN MENGHADAP SUNGAI


Orang banjar zaman dahulu menganggap sungai sebagai sebuah jalan seperti kita saat ini
sehingga daratan dianggap sebagai belakang rumah. Beberapa rumah Banjar memiliki
pelataran/teras yang menghadap sungai bahkan ada yang berjualan dipinggir sungai. Hal tersebut
karena dulu transportasi utamanya adalah sungai dan masyarakat bercengkrama berdiskusi dan
beraktivitas di pinggiran sungai. Lahirnya Kampung Hijau dan Kampung Biru adalah sebagai
salah satu upaya untuk menghidupkan kembali budaya masyarakat sungai yang menganggap
bahwa sungai adalah pelataran dan jalanan mereka.

PANTAI JODOH
Beberapa tahun sebelum di siring (dibangun pembatas) seperti saat ini, kawasan siring
dikenal dengan pantai jodoh, karena kawasan tersebut berbentuk seperti pantai tapi berupa
sungai dan menjadi tempat bersantai pada sore hari bagi masyarakat. Tidak jarang juga terjadi
pertemuan dua insan yang akhirnya saling mencintai disini sehingga warga menyebut daerah ini
sebagai pantai jodoh.

RUMAH ANNO
Pemilihan arsitektur bangunan mengandalkan interaksi terhadap alam dan budaya
manusianya. Salah satunya seperti masyarakat Banjar yang erat kaitan hidupnya dengan Sungai.
Maka dari itu, bangunan atau tempat untuk bernaung di daerah Banjar bernuansakan sungai.
Rumah Anno merupakan rumah Palimasan khas Suku Banjar berbahan dasar kayu ulin
dan perpaduan dengan arsitektur belanda yang masih bisa ditemui hingga sekarang di tengah
kota Banjarmasin samping Menara Pandang. Rumah Anno 1925 dimanfaatkan sebagai destinasi
wisata dan pusat kerajinan daerah oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota
Banjarmasin.
RUMAH LANTING
Salah satu ikon unik dari Kota Banjarmasin lainnya adalah Rumah Lanting atau rumah
yang terapung diatas air

JAMBAN
Sebagai kota seribu sungai, maka aktivitas masyarakat tidak lepas dengan sungai bahkan
untuk kegiatan MCK pun dilakukan di sungai. Tempat untuk buang air kecil dan air besar
masyarakat zaman dahulu adalah menggunakan Jamban di pinggiran sungai. Sampai sekarang
beberapa masyarakat masih ada yang menggunakan ini

JEMBATAN BENTUK LENGKUNG


Karena alat transportasi utama masyarakat pada saat itu adalah sungai sehingga jembatan
dibuat melengkung agar memudahkan masyarakat lewat

JUKUNG TAMBANGAN
Alat transportasi legendaris masyarakat banjar

MASJID SABILAL MUHTADIN


Masuk dalam nominasi 50 masjid terbesar di Dunia yang mampu menampung puluhan
ribu orang didalamnya. Nama tersebut diambil dari kitab terkenal Sabilal Muhtadin karangan
Syeikh Arsyad Al Banjari.

ISTILAH PAL
Merupakan hitungan belanda untuk panjang jalan dimana 1 pal sama dengan 1,5
kilometer. Kata ini masih sering digunakan oleh masyarakat banjar.

JUKUNG
Alat atau sarana transportasi di sungai yang masih cukup banyak digunakan masyarakat
Banjar adalah jukung. Jukung terbuat dari kayu ulin, yaitu kayu yang tahan air dan dapat
bertahan lama. Dengan menggunakan jukung ini, masyarakat beraktivitas di sungai untuk
berbagai keperluan, seperti membawa barang dagangan bagi pedagang pasar terapung,
mengangkut hasil pertanian, dan sebagainya. Selain itu, ada juga kelotok yang masih digunakan
masyarakat dalam kegiatan sehari-hari khususnya seperti yang ada di kawasan wisata Menara
Pandang dimanfaatkan sebagai kegiatan wisata sekaligus mempertahankan budaya sungai di
Banjarmasin.

LANGGAR HINDUAN
Peninggalan zaman dahulu dan menjadi tempat bersejarah dimana muktamar

PELABUHAN MARTAPURA LAMA


SUNGAI MARTAPURA
JUMLAH SUNGAI
KAMPUNG KETUPAT
HUTAN KOTA
CAR FREE DAY
TITIK 0KM & TUGU
BERAGAM KAMPUNG ETNIK
SETIAP ADA TEMPAT IBADAH ADA JEMBATAN
SERING MENGGUNAKAN WARNA NGE JRENG
MASKOT KOTA DAN PROVINSI
3 PAHLAWAN NASIONAL
ISTILAH SEI DAN SUNGAI
SOTO BANJAR
Ikan Kelabau – Kota
Bekantan dan Kasturi - Provinsi
KOTA LAMA

MITOS BUAYA KUNING BUAYA PUTIH

MENARA PANDANG
Menara Pandang Banjarmasin adalah tempat wisata untuk melihat Kota Banjarmasin dari
ketinggian. Pemandangan Sungai Martapura, Kubah Masjid Raya Sabilal Muhtadin dan
pemandangan lainnya dapat dinikmati wisatawan dari menara ini. Menara pandang memiliki 4
lantai dan menjadi salah satu titik destinasi wisata wajib dikunjungi saat ke Banjarmasin.

TAPUNG TAWAR
Salah satu tradisi setelah melahirkan seorang Bayi adalah melakukan Batapung Tawar
yang mengandung do’a do’a terhadap keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan. Tapung tawar
juga kerap dijadikan pengobatan baik ketika sedang menagalami gangguan oleh makhluk lain
kemudian ditandai dengan kapur dan janar atau kerap dikenal dengan Bepidara maupun
pengobatan lainnya. Alat memercikan adalah potongan dan anyaman daun pisang atau daun
kelapa. Dulunya tradisi ini berasal dari Dayak kaharingan yang di isi dengan mantra mantra
namun sejak masuknya Islam menjadi menggunakan ayat-ayat Al Qur’an dan Do’a.

BARAS KUNING
Masyarakat Banjar kerap melakukan ritual-ritual dalam kehidupan mereka, salah satu
dari ritual yang mereka lakukan ialah menyambur baras kuning. Ritual akan rasa ucap syukur,
mengharapkan keberkahan yang mengiringi, dan sebagai bentuk penolakan bala semua tertuang
semburan beras kuning. Dalam ritual tersebut rasa akan kasih, diberkahi, dan kesucian hati
diharap bisa selalu menyelimuti diri. Menyambur baras kuning dilakukan pada saat
penyambutan tamu dan lain sebagainya. Rangkaian ritual tersebut melambangkan agar hidup
orang tersebut akan baik. Rangkaian demi rangkaian yang dilakukan selalu mempunyai maksud
baik yang akan mendatangkan keberkahan. Umumnya baras kuning ini diterapkan pada saat
prosesi pernikahan, maulid, menyabut tamu dan upacara adat lainnya

CARA MEMANCING
Orang banjar, punya banyak cara dalam menangkap ikan baik yang menggunakan tangan
sampai menggunakan peralatan tradisional. Diantaranya adalah:
Bekacal : Menangkap Ikan dengan Tangan untuk daerah yang tidak terlalu dalam
Melokah : Menggunakan alat tabung panjang untuk menjebak ikan
Tampirai : Menggunakan alat seperti jebakan tabung
Marengge : Menggunakan jarring kecil kecil yang membuat ikan tersangkut
Mahancau : Menggunakan jarring besar seperti tangguk
Membandan : Menggunakan anak bebek sebagai pancingan
Membanjur : Mendiamkan pancing beberapa jam
Memair : Menggunakan Bambu panjang dan Katak yang digerakkan seolah hidup
Manoba : Menangkap Ikan dengan Racun

BEKUNYUNG
Sungai sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Banjarmasin, sehingga sampai
sekarang pun masih banyak masyarakat yang bekunyun (berenang) di sungai, hal tersebut dapat
dilihat ketika melakukan susur sungai ke kampung hijau di sore hari, akan ada banyak anak-anak
yang bekunyun di sungai bahkan menangkap kemudian menaiki kelotok yang sedang lewat.
Seperti hal yang wajib sekali bisa bekunyung terkhusus orang yang tinggal di tepian sungai.

SIMBOL NANAS
Ornament nanas sering ditemukan di setiap pagar jembatan yang menghubungkan sungai-
sungai kecil di Banjarmasin, hal tersebut karena dalam sejarah banjar, nanas/kanas merupakan
simbol dari kerajaan banjar, yang berarti kesejahteraan. Nanas juga menjadi hasil bumi
masyarakat banjar pada saat itu, setiap memasak daging ada acar berbahan nanas. Nanas juga
dipercaya membersihkan wasi yang berkarat. Adapun rumah yang pada pagar atau bagian
rumahnya terdapat nanas filosifinya adalah bisa membuat hati menjadi baik dan bersih layaknya
nanas membersihkan tagar/KARAT pada wasi. Pada zaman dulu disetiap pagar, rumah dan
jembatan diletakkan ukiran nanas diatasnya. Sampai sekarang masih ada beberapa arsitektur
yang meletakkan symbol nanas.

WARNA KUNING
Kain kuning adalah warna kebesaran seorang Raja Banjar dan menjadi warna bendera
kerajaan banjar, Masyarakat Kalimantan Selatan menganggap warna kuning sebagai warna suci
dan sakral. Kain warna kuning yang identik dengan kuning kunyit dipakai dalam berbagai
pakaian adat atau hiasan kepala seperti pada kain sasirangan ataupun laung.

SETELAH JEMBATAN ADA RUMAH IBADAH


Tanpa kita sadari dalam setiap adanya jembatan di sekitaran wilayah Kota Banjarmasin,
aka nada rumah ibadah setelahnya baik itu langgar, mushala, masjid dan sejenisnya. Dan ternyata
hal tersebut bukan ada tanpa sebab, melainkan sebuah budaya yang turun temurun dari zaman
dahulu dimana ketika ada jembatan tidak lama ada rumah ibadah. Orang banjar sangat filosofis,
dimana makna fenomena tersebut orang banjar menganggap jembatan sebagai sebuah jalan
menuju kebaikan seperti halnya jembatan siratal mustaqim sehingga diujungnya dibuat sebuah
rumah ibadah yang menjadi tempat kita untuk bersuci, beribadah, beramal dan menuju jalan
kebenaran.

GALERI TERAPUNG
Galeri ini bertunjuan sebagai sarana promosi produk hasil buatan masyarakat dan
memperkuat wisata sungai serta menghidupkan budaya sungai di Banjarmasin. Terletak di
Kampung Sasirangan Sungai Jingah yang juga menjadi spot daya tarik wisata Kota Banjarmasin.

SULTAN SURYANSYAH
Beliau merupakan Raja Islam pertama di tanah Banjar dan sepertinya bahkan di lingkup
Kalimantan. Beliau mulanya lahir di Kerajaan Negara Dipa dank arena terjadi perbutan
kekuasaan di kerajaan, maka dihanyutkan lah sepanjang sungai martapura hingga besar dan
dipertemukan dengan Patih Masih (pemimpin daerah kuin/banjar saat itu) dimana beliau dapat
mengenali bahwa anak tersebut adalah Pangeran Samudera. Hingga kemudian deklarasi dan
berdirilah sebuah kerajaan kecil yaitu kerajaan banjar di daerah Kuin, Dibawah kepemimpina
beliau, kerajaan banjar berkembang pesat terutama ketika berhasil menang perang banjar pada
1526 hingga menjadi pusat perdagangan di Kalimantan Selatan. Banjarmasin terus bertumbuh
hingga pernah menjadi Ibukota Pulau Kalimantan yang kala itu disebut sebagai Borneo.
Peninggalan bersejarah beliau adalah Masjid Sultan Suryansyah dan Makam Beliau di daerah
Kuin.

SASIRANGAN
Kain sasirangan umumnya digunakan sebagai kain adat yang biasa digunakan pada
acara adat suku banjar. Kata sasirangan berasal dari kata menyirang yang berarti
menjelujur, karena di kerjakan dengan cara menjelujur kemudian diikat dengan tali rafia
seanjutnya di celup, hingga kini sasirangan masih dibuat secara manual. Menurut
sejarahnya, sasirangan merupakan kain sakral warisan abad XII saat Lambung Mangkurat
menjadi Patih negara Diva. Awalnya sasirangan dikenal sebagai kain untuk “batatamba”
atau penyembuhan orang sakit yang harus dipesan khusus terlebih dahulu (pamintaan)
sehingga pembuatan kain sasirangan sering kali menyebut sasirangan kain pamintaan
yang artinya permintaan. Selain untuk kesembuhan orang yang tertimpa penyakit, kain ini
juga merupakan kain sakral yang biasa dipakai pada upacara-upacara adat. Pada zaman
dahulu kata kain sasirangan diberi warna sesuai dengan tujuan pembuatannya, yakni
sebagai sarana pelengkap dalam terapi pengobatan suatu jenis penyakit tertentu yang
diderita oleh seseorang.
Motif asli sasirangan makin menarik dan kelihatan modern. Selain itu motif-motif
tersebut dimodifikasi sehingga menciptakan motif-motif yang sangat indah namun tidak
meninhgalkan ciri khasnya. Adapun corak atau motif yang dikenal antara lain Kembang
Kacang, Ombak Sinapur Karang, Bintang Bahambur, Turun Dayang, Daun Jaruju, Kangkung
Kaombakan, Kulit Kayu, Sarigading, Parada dll.
Upaya untuk melindungi budaya Banjar ini, telah diakui oleh pemerintah melalui
Dirjen HAKI Departemen Hukum Dan HAM RI beberapa motif sasirangan berikut:
1. Iris pudak
2. Kambang Raja
3. Bayang Raja
4. Kulit Kurikit
5. Ombak Sinapur Karang
6. Bintang Bahambur
7. Sari Gading
8. Kulit kayu
9. Naga Balimbur
10. Jajumputan
11. Turun Dayang
12. Kambang Tampuk Manggis
Sumber: Good News from Indonesia

Proses pembuatan sasirangan, sebagai berikut:

1. Persiapan Kain
Pertama yang harus disiapkan adalah kain, kain di ukur menggunakan penggaris agar
mempermudah proses pengukuran dan pemotongan sesuai dengan apa yang
dibutuhkan, panjang dari kain disesuaikan dengan kebutuhan. Kain yang digunakan
antara lain katun prima, satin, sutra ATBM, sutra ATM, dan sutra grand. Berbagai jenis
kain digunakan agar pembeli bisa memilih secara langsung jenis kain apa yang hendak
dibeli sesuai motif yang diinginkan.

Source: fitinline
2. Pembuatan Pola
Proses pembuatan pola pada kain membutuhkan ketelitian yang baik yaitu, sebelum
membuat pola pengrajin terlebih dahulu mengukur jarak pola pada kain yang akan
digambar. Pengukuran jarak tersebut menggunakan penggaris kecil. Pengukuran jarak
dari satu motif ke motif lain berdasarkan ukuran pola yang di buat. Pengukuran jarak
dilakukan agar gambar pola pada kain rapi dan sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Source: fitinline
3. Penjahitan/Menyirang
Proses selanjutnya adalah penjahitan/menyirangyaitu menjahit pola yang digambar
menggunakan benang dan jarum tangan dengan teknik jelujur (jahitan sementara),
cara menjahit/menyirangnya adalah dengan mengikuti motif yang telah dibuat, ketika
proses menyirangtelah selesai benang harus disisakan sediki dibagian kedua ujungnya,
hal ini karena dalam proses menyirangbenang akan ditarik kuat sampai kain mengerut,
agar nantinya dalam proses pencelupan, pewarna tidak masuk kedalam kain yang
disirang. Proses ini membutuhkan kesabaran dan ketelitian yang cukup ekstra. Pada
saat menyirang inilah yan menjadi ciri khas terbentuknya kata sasirangan yang diambil
dari proses menyirang kain, kata sasirangan sendiri diambil dari kata sirang yang
artinya menjahit kain dengan menggunakan tangan.

Source: fitinline

4. Pewarnaan
Terdapat tig acara pewarnaan kain sasirangan, diantaranya pencepulan, pencoltean
serta kombinasi keduanya. Teknik pencepulan digunakan untuk memperoleh satu
warna saja, yaitu dengan vara mencelupkam kain ke dalam larutan zat pewarna, kecuali
pada bagian kain yang dijelujur. Bagian yang dijelujur akan tetap berwarna putih.
Pewarna dengan cara dicolet biasanya dilakukan apabila motif yang dibuat
memerlukan lebih dari satu warna. Sedangkan pada teknik pencepulan dan pencoletan
untuk memperoleh warna dasar yang bagus kain dicelup terlebih dahulu kemudian
dicolet dengan variasi warna sebagaimana telah direncanakan.

5. Pelepasan Jahitan Jelujur


untuk melepas benang (jahitan jelujur) dilakukan dengan perlahan dengan
menggunakan tangan, dan pendedel agar saat proses pelepasan benang, kain tidak
rusak.

Source: fitinline

6. Pencucian dan pengeringan

Source: fitinline

Anda mungkin juga menyukai