Dosen Pembimbing:
Dr. Ars. Ir. Wijayanti, M.Eng.
Disusun Oleh:
Annisa Nur Afifah 21020120130092
Disusun Oleh:
Annisa Nur Afifah – 21020120130092
Septana Bagus Pribadi S.T., M.T. Drs. Ars. Ir. Wijayanti, M.Eng.
NIP. 19760911 200212 1 001 NIP. 19630716 199001 2 001
2
DAFTAR ISI
3
3.3.3 Alat Penelitian .......................................................................................... 36
BAB IV PEMBAHASAN ...............................................................................................37
3.1 Data dan Hasil Penelitian Kawasan Pusat Kota Lama Semarang.................... 37
4.1.1 Gambaran Umum ..................................................................................... 37
4.1.2 Karakteristik Aktivitas di Kawasan Kota Lama Semarang ...................... 40
4.1.3 Analisis Unsur Biofilik pada Kawasan Pusat Kota Lama Semarang ....... 40
3.2 Hasil Data Kuesioner ....................................................................................... 48
4.2.1 Deskripsi Kriteria Responden ................................................................... 48
4.2.2 Pembahasan Hasil Kuesioner ................................................................... 49
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................56
4
DAFTAR GAMBAR
5
Gambar 4. 21 Diagram lingkarang hasil kuesioner mengenai preferensi waktu
berkunjung ke kawasan kota lama Semarang ................................................................. 53
Gambar 4. 22 Diagram lingkaran hasil kuesioner mengenai fasad bangunan di kawasan
kota lama Semarang menimbulkan rasa ketertarikan untuk mengunjungi kawasan ...... 54
6
KERANGKA BERPIKIR
Latar Belakang
Ruang terbuka penting bagi kota yang berkelanjutan karena dapat
mengakomodasi berbagai aktivitas masyarakat di luar ruangan serta
berkontribusi besar terhadap daya huni dan vitalitas perkotaan (Chen & Ng,
2012).
Kota lama
n.
Urgensi
Ruang terbuka publik di perkotaan berperan sebagai tempat interaksi
masyarakat yang memberikan peluang tidak hanya relaksasi tetapi juga
menciptakan peluang untuk revitalisasi psikologis kehidupan sehari-hari (Nasir
et al., 2016).
Rekreasi dan aktivitas fisik yang terdapat di ruang terbuka dapat memberikan
manfaat kesehatan disik dan mental.
Tujuan
Menganalisis elemen-elemen desain biofilik dari urban space pada kawasan
kota lama Semarang.
Mengkaji keterkaitan elemen-elemen desain biofilik dalam mendukung dan
menarik aktivitas pengunjung.
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat sebagai arahan dalam proses desain dan perancangan
kawasan terutama pada ruang terbuka publik serta untuk menambah wawasan
keilmuan di bidang arsitektur, terutama pada perancangan ruang publik
perkotaan.
7
Tinjauan Pustaka Pembahasan Objek Pembahasan
Definisi dan Analisis unsur- Kawasan pusat
Karakteristik unsur biofilik pada Kota Lama
Ruang Terbuka ruang terbuka Semarang.
Publik publik dan Koridor Jalan pada
Hipotesis Biophilia kaitannya terhadap kawasan pusat
Unsur-Unsur daya tarik dan Kota Lama
Desain Biofilik kenyamanan Semarang.
Biophilic Streets pengunjung dalam
Elemen-elemen kawasan.
Koridor kota
8
BAB I
PENDAHULUAN
9
bangunan kuno peninggalan Kolonial Belanda yang eksotis dan megah yang banyak
menyimpan sejarah yang tidak akan pernah habis dikisahkan. Karakter bangunan pada
wilayah ini secara umum mengikuti bangunan-bangunan di benua Eropa sekitar tahun
1700-an. Hal ini bisa dilihat dari detail elemen arsitektural dan ornament-ornamen khas
seperti ukuran pintu dan jendela yang besar, penggunaan kaca-kaca berwarna, bentuk atap
yang unik, dan sebagainya.
Saat ini kawasan Kota Lama merupakan pusat wisata yang cukup popular di kota
Semarang. Memiliki luas sekitar 31 hektar, kawasan ini terdiri dari berbagai macam
tempat dengan berbagai kegiatan seperti Gereja Blenduk, Taman Srigunting, Gedung
Oudetrap, Semarang Art Gallery, De Spiegel, Marba dan masih banyak lagi. Selain
tempat-tempat yang bersifat indoor, kawasan ini juga memiliki area pedestrian yang telah
tertata rapi. Setelah dilakukan revitalisasi yang menghidupkan kembali kawasan Kota
Lama, banyak aktivitas publik yang dapat dilakukan di sepanjang jalan terutama pada Jl.
Letjen Suprapto. Di sepanjang jalan ini selalu ramai wisatawan yang sedang menikmati
suasana kawasan Kota Lama seperti berfoto di setiap sudut kota lama, menikmati jajanan
kuliner yang disajikan, ataupun hanya sekedar jalan-jalan menyusuri sudur-sudut Kota
Lama Semarang.
Maka dari itu, analisis elemen biophilic pada ruang terbuka publik dilakukan
untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan tipologi ruang publik dan penerapan
elemen biophilic pada suatu ruang terbuka publik yang dapat menciptakan daya tarik
masyarakat dan diharapkan mampu menjadi ruang terbuka publik yang rekreatif dan
wadah relaksasi bagi masyarakat kota.
10
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis unsur-unsur biophilic pada ruang
terbuka publik dan kaitannya dengan persepsi dan preferensi individu dalam mengunjungi
suatu tempat.
1.4 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat sebagai arahan dalam proses desain dan perancangan
kawasan terutama pada ruang terbuka publik serta untuk menambah wawasan keilmuan
di bidang arsitektur, terutama pada perancangan ruang publik perkotaan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian terbagi menjadi dua, yaitu lingkup secara substansial
dan lingkup secara spasial. Lingkup substansial berkaitan dengan analisis mengenai
tipologi dan elemen biophilic pada ruang terbuka publik dengan pengambilan studi kasus
yaitu kawasan pusat Kota Lama Seamrang. Sedangkan lingkup spasial dari penelitian ini
adalah kawasan pusat Kota Lama Semarang, Jawa Tengah.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
3. Median ruang (perantara)
4. Keseimbangan ekologis
5. Sebagai penghubung dari berbagai fungsi-fungsi kota yang berbeda, dan;
6. Tempat bersosialisasi.
Ruang terbuka publik merupakan perpaduan antara komponen sosia dan fisik
suatu lingkungan atau kota.
13
Rob Krier (1979) secara garis besar mengklasifikasikan ruang terbuka
menjadi dua jenis:
1. Ruang terbuka yang bentuknya memanjang (koridor) yang pada
umumnya hanya mempunyai batas pada sisi-sisinya. Misalnya, bentuk
ruang terbuka pada jalan atau bentuk ruang terbuka pada sungai.
2. Ruang terbuka yang berbentuk bulat atau square yang pada umumnya
mempunyai batasan di sekelilingnya. Misalnya, lapangan, ruang rekreasi,
dan area untuk olahraga.
2.1.3 Funsi dan Peran Ruang Terbuka Publik
Selain sebagai ruang interaksi dan wadah kegiatan sosial lainnya, ruang
publik dapat memberi keuntungan yang dapat memajukan kualitas hidup
masyarakat atau komunitas yang tinggal di sekitar ruang public tersebut. Jika
sebuah ruang publik dijaga dan dimanfaatkan dengan baik dan kreatif, ruang
public tersebut dapat dijadikan sumber bisnis yang menguntungkan. Karena ruang
public yang berhasil dapat mendorong naik harga sewa bangunan, dan ruang
public yang aktif dan berhasil telah terbukti menaikkan nilai property bagi
bangunan di sekitarnya serta menciptakan efek positif dalam jangka waktu yang
panjang.
Adapula teori-teori mengenai kependudukan (citizenship) yang banyak
berkembang dalam mendefinisikan dan memahami fungsi dan peran sebuah ruang
publik. Graham Murdock (1999) dalam Rights and Representations; public
discourse and cultural citizenship, in J. Gipsrud (ed) Television and Common
Knowledge (London, Routledge, hal. 11-12), mengusulkan sebuah teori dan
mengidentifikasi apa yang ia lihat sebagai empat hak yang timbul dari kehadiran
sebuah ruang publik:
1. Hak mendapatkan informasi; menciptakan kemampuan untuk mengakses
informasi seluas-luasnya mengenai aktivitas akan meluaskan pilihan
dalam berkegiatan. Selain itu juga dapat mendapatkan akses yang mudah
ke berbagai institusi, serta orang-orang yang berhubungan langsung
dengan kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang mempengaruhi
lingkungan kita.
14
2. Hak mendapatkan pengalaman; menyediakan akses untuk
menyampaikan representasi individual maupun pengalaman sosial,
mendengarkan dan berbagi cerita dapat memotivasi sense of self
belonging.
3. Hak mendapatkan pengetahuan; kita sebagai manusia dan masyarakat
membutuhkan lebih banyak informasi dan pengetahuan, kemampuan
untuk dapat mengenali latar belakang sesuatu, memahami dan
mengartikan informasi dan pengalaman ke dalam pengetahuan yang
menghubungkan waktu sekarang dengan masa lalu yang dapat
bermanfaat dalam membangun strategi untuk masa depan.
Hak untuk berpartisipasi; mencakup kemampuan berbicara tentang hidup
dan aspirasi serta didengar oleh orang lain. Aman dalam menunjukkan
perbedaan yang dimiliki dan mengekspresikan ketidaksetujuan.
2.1.4 Tipologi Ruang Terbuka Publik
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12 Tahun 2009, ruang
terbuka publik dapat dibagi manejadi dua tipologi yaitu:
a. Ruang terbuka hijau (RTH), yaitu area atau jalur dalam kota atau wilayah
yang penggunaannya bersifat terbuka dan menjadi tempat tanaman
tumbuh baik secara alami maupun yang sengaja ditanami.
b. Ruang terbuka nonhijau (RTNH), yaitu ruang terbuka di perkotaan berupa
lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi
permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi atau berpori. Pembagian
tipologi untuk RTNH, yaitu plasa, area parkir, lapangan olahraga, tempat
bermain dan rekreasi, pembatas, dan koridor jalan.
15
3 Lapangan Olahraga Pelataran yang berfungsi sebagai tempat
untuk melakukan aktivtias olahraga
4 Tempat rekreasi Pelataran yang dilengkapi wadah aktivitas
bermain atau rekreasi masyarakat
5 Pembatas Median dan buffer, berbentuk jalur
dengan fungsi utama sebagai pembatas
yang menegaskan peralihan antara suatu
fungsi dengan fungsi lainnya
6 Koridor Berbentuk jalur dengan fungsi utama
sebagai sarana pejalan kaki dan bukan
merupakan trotoar
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12 tahun 2009
16
Istilah desain biofilik diusulkan pertama kali oleh Steven Kellert. Istilah ini
bertujuan untuk menerjemahkan pemahaman biofilia ke desain lingkungan
binaan, sehingga hubungan menguntungkan antara manusia dan alam dalam
bangunan dan lanskap modern dapat terwujud (Kellert et al., 2009). Menurut
Kellert, terdapat dua demensi utama pada desain biofilik, yaitu dimensi organik
atau naturalistic dan dimensi berbasis tempat atau vernakular.
Dimensi Organik desain biofilik adalah bentuk-bentuk di dalam linkungan
bangunan yang secara langsung, tidak langsung, atau simbolis merefleksikan
hubungan manusia yang melekat dengan alam (Kellert et al., 2009: 5). Dimensi
organik yang berhubungan langsung dengan alam misalnya sebuah interior atau
ruang dalam yang posisinya langsung terbyka ke lingkungan atau pemandangan
alam. Sebuah interior juga dapat memiliki hubungan yang tidak langsung dengan
alam, misalnya keberadaan tanaman dalam pot, air mancur, batu alam, dan
sebagainya yang ditempatkan di dalam ruang. Sedangkan interior yang
berhubungan dengan alam secara simbolik biasanya diwakili oleh keberadaan
hiasan yang berbentuk alam, misalnya hiasan pohon, tanaman pada jendela,
dinding, dan unsur-unsur interior lainnya.
Dimensi Vernakular desain biofilik adalah bangunan dan lanskap yang
menghubungkan budaya dan ekologi dari lokalitas atau wilayah geografis (Kellert
et al., 2009). Desain vernakular bertujuan untuk menghindari kesan
‘ketidakhadiran tempat’ (placelessness) yang sering dijumpai di lingkungan yang
dibangun pada masa sekarang dengan menciptakan ruang yang mencerminkan
tempat orang tinggal dan bekerja. Menurut Kellert, dimensi vernakular desain
biofilik terbagi menjadi empat jenis, yaitu desain yang berkaitan dengan ekologi,
berkaitan dengan budaya dan sejarah tempat, desain yang memadukan budaya dan
ekologi, dan desain yang menghindari kesan ‘ketidakberadaan tempat’
(placelessness).
2.2.2 Unsur-Unsur Desain Biofilik
Kedua dimensi desain biofilik (organic dan vernacular) mengandung enam
unsur utama yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan biofilia ke dalam
desain. Selanjutnya, enam unsur tersebut berisi 72 atribut desain biofilik yang
17
merupakan contoh praktis bagaimana unsur-unsur lebih besar dinyatakan dalam
lingkungan yang dibangun (Kellert dkk., 2009). Berikut merupakan unsur dan
atribut dari desain biofilik yang dapat diimplementasikan:
Tabel 2. 2 72 atribut desain biofilik
18
2.2.3 Pola Penerapan Desain Biofilik
Pola desain biofilik telah dipisahkan dan dianalisis secara individual untuk
mengungkapkan hubungan emosional, serta hubungan psikofiologis dan kognitif
lainnya dengan lingkungan binaan (Wilson, 1993). Istilah ‘pola’ diusulkan karena
alasan berikut:
a. Guna mengajukan terminologi yang jelas dan dapat dijasikan sebuah
standar untuk desain biofilik.
b. Guna menghindari kebingungan akan banyaknya istilah yang telah
digunakan untuk menjelaskan biophilia dan desan biofilik.
c. Guna memaksimalkan aksesibilitas lintas disiplin ilmu dengan
menjunjung tinggi bahasa yang dikenal akrab.
Pola desain biofilik disusun untuk menjadi sebuah panduan yang mampu
menyediakan informasi serta arahan dalam proses mendesain dan sebaiknya
dianggap sebagai alat lain dalam perangkat desainer (Browning, dkk., 2014).
Berikut penjelasan 14 pola desain biofilik:
1. Hubungan Visual dengan Alam
Desain ini menggunakan elemen-elemen alam yang terlihat oleh mata,
seperti tanaman, air mengalir, dan bentang alam. Pola ini bertujuan untuk
menyajikan lingkungan yang mampu membantu individu untuk
menstimulasi tubuh dan pikiran agar lebih tenang, serta menghilangkan
tekanan dari rasa lelah. Efek yang dirasakan dari campur tangan ini akan
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah serta keragaman
biodiversitas yang dapat dilihat.
2. Hubungan Non-Visual dengan Alam
Merupakan interaksi manusia dan alam dengan menggunakan
pendengaran, penciuman, sentuhan, maupun stimulun dari indra pengecap,
yang menghasilkan ketenangan dengan unsur alam, sistem kehidupan dan
proses alami. Tujuan dari hubungan non-visual dengan alam adalah untuk
menyediakan lingkungan yang menggunakan aroma, sentuhan, suara, dan
bahkan hingga rasa untuk membuat individu mampu mengurangi tekanan,
19
dan meningkatkan kesehatan mental dan fisik. Berbagai indera ini dapat
dialami dengan cara yang terpisah, meskipun pengalamannya akan sangat
meningkat dan efek kesehatannya akan menyampur apabila sejumlah indera
dihadirkan secara bersamaan dan konsisten.
3. Rangsangan Sensorik Non-Ritmik
Rangsangan sensorik non-ritmik bertujuan untuk mendorong
penggunaan rangsangan sensorik alami yang tanpa disadari menarik
perhatian, yang memungkinkan kapasitas individu dalam melakukan
pekerjaan serta tugas-tugasnya dapat pulih kembali dari kelelahan mental
dan tekanan fisiologis.
4. Variabilitas Termal dan Aliran Udara
Aliran angin dan termal yang beragam dapat diartikan sebagai perubahan
halus pada temperature angina, kelembaban, aliran angina pada kulit, dan
temperature permukaan yang mengikuti keadaan lingkungan. Pola ini
bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang mampu memberikan
pengguna mengalami elemen indrawi dari ragam aliran angina dan termal.
Pertimbangan desainnya adalah sebagai berikut:
a. Menggabungkan aliran angina dan kondisi termal ke dalam material,
pencahayaan alami, ventilasi mekanis.
b. Kenyamanan termal adalah penghubung penting pada desain biofilik
dan desain berkelanjutan, terutama dalam menghadapi perubahan
iklim dan peningkatan biaya energi.
5. Kehadiran Air
Pola ini bertujuan untuk memberikan penakanan pada atribut multi-
indera air untuk meningkatkan pengalaman pada suatu tempat dengan cara
yang menenangkan, meningkatkan suasana hati, mendorong kontemplasi,
dan memulihkan kelelahan kognitif.
Kehadiran air dapat dioptimalkan melalui pertimbangan desain sebagai
berikut:
a. Mengutamakan pengalaman multi-sensori air untuk mendapatkan
keuntungan yang maksimal.
20
b. Air yang disediakan harus dalam kondisi volume serta intensitas
suara yang cukup sehingga tidak membuat ketidaknyaman.
c. Mengutamakan aliran yang bergelombang dibanding air yang dapat
diprediksi.
6. Cahaya Dinamis dan Menyebar
Pola ini bertujuan untuk menyajikan pengguna pilihan pencahayaan yang
mampu merangsang mata dan menjaga perhatian pada hal yang
menimbulkan respon positif pada keadaan psikis.
Keseimbangan antara kondisi pencahayaan dinamis dan tersebar dapat
dibangun melalui pertimbangan desain sebagai berikut:
a. Kondisi pencahayaan dinamis mampu menjadi transisi diantara
ruang-ruang indoor dan outdoor.
b. Pencahayaan yang menerus akan penting pada ruang-ruang yang
ditempati oleh orang-orang pada periode waktu yang lama.
7. Hubungan dengan Sistem Alam
Pola ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap kekayaan
alam, dan pengelolaan lingkungan dari ekosistem dimana kekayaan itu ada.
Pertimbangan desainnya adalah sebagai berikut:
a. Mengintegrasi penampungan dan pengolahan air hujan ke dalam
rancangan lanskap yang responsive.
b. Menyediakan desain yang interaktif untuk orang tua, anak-anak, dan
pasien.
8. Bentuk dan Pola Biomorfik
Pola ini bertujuan untuk menggunakan bentuk dan pola biomorfik
dengan cara yang mampu menciptakan lingkungan yang lebih menarik
secara visual yang bisa meningkatkan kinerja kognitif serta membantu
mengurangi stress.
Kondisi biomorfik yang berkualitas dapat dibangun dengan
mempertimbangkan bentuk desain sebagai berikut:
a. Pola ini diterapkan pada dua atau tiga bidang atau dimensi untuk
menciptakan keragaman dan frekuensi paparan yang lebih besar.
21
b. Menghindari penggunaan bentuk dan pola yang berlebihan yang dapat
mengganggu secara visual.
c. Intervensi yang komprehensif mampu menghemat biaya ketika
diterapkan pada awal proses desain.
9. Hubungan Material dengan Alam
Pola ini bertujuan untuk mengeksplorasi karakteristik dan jumlah
material alami yang optimal untuk menghasilkan respon kognitif atau
fisiologis yang positif. Pertimbangan desain yang dapat membantu dalam
menciptakan hubungan material yang berkualitas adalah sebagai berikut:
a. Jumlah material alami dan warna harus ditentukan berdasarkan fungsi
dari ruang yang diinginkan.
b. Material alami lebih diutamakan dibanding material sintesis karena
indera manusia mampu membedakan mana yang alami dan sintesis.
c. Penggunaan warna hijau mampu meningkatkan efektivitas lingkungan
kreatif.
10. Kompleksitas dan Tatanan
Menurut Salingaros (2012), pola ini bertujuan untuk menyediakan
geometri yang simetris dan fractal, dikonfigurasikan dengan hierarki spasial
yang koheren, untuk menciptakan lingkungan yang baik menimbulkan
respon psikologis dan kognitif.
Kempleksitas dan tatanan yang berkualitas dapat diciptakan melalui
pertimbangan desain sebagai berikut:
a. Mengutamakan karya seni dan pemilihan material, ekspresi arsitektur,
lanskap, dan juga skema master plan yang mengungkapkan geometrid
an hierarki fractal.
b. Struktur fractal dengan tiga iterasi lebih berpengaruh dibanding dua
iterasi.
c. Paparan terhadap dimensi fraktal yang tinggi sebaiknya dihindari,
karena mampu menimbulkan ketidaknyamanan dan bahkan ketakutan.
d. Sebuah desain bangunan atau lanskap baru harus memperhatikan
dampaknya terhadap kualitas fraktal dari keadaan kota yang sudah ada.
22
11. Prospek
Pola prospek bertujuan untuk menyediakan kondisi yang nyaman untuk
pengguna melakukan survey visual dan merenungkan lingkungan sekitar
untuk merasakan peluang dan ancaman/bahaya. Pertimbangan desain yang
dapat menciptakan kondisi prospek yang berkualitas adalah:
a. Mengorientasikan bangunan, koridor dan tempat kerja dapat
mengoptimalkan akses visual terhadap pemandangan dalam dan luar
ruangan, pusat aktivitas, dan juga destinasi.
b. Mendesain pada sekitar maupun di dalam kawasan yang kaya akan
ekosistem, badan air, dan merupakan tempat yang dihuni oleh manusia
akan memperkaya informasi dari pandangan prospek.
c. Memberikan panjang focal sejauh 6 meter, ketika ruangan memiliki
kedalaman yang cukup, kekayaan ruang dapat dimanfaatkan utnuk
meningkatkan pengalaman dengan menghilangkan hambatan visual.
d. Menempatkan tangga pada perimeter bangunan dengan fasad kaca dan
interior kaca pada tangga dapat menciptakan kondisi prospek ganda.
e. Plafon tinggi dapat diatur setinggi 3-5 meter untuk meningkatkan
kondisi prospek.
12. Tempat Berlindung (Refuge)
Pola ini bertujuan untuk menyajikan aksesibilitas mudah dan lingkungan
yang protektif kepada pengguna, yang mendukung pemulihan. Tujuan
kedua adalah untuk membatasi akses visual pada ruang tempat berlindung.
Pertimbangan desain untuk menciptakan tempat berlindung yang baik dan
berkualitas adalah:
a. Tempat berlindung indoor biasanya dicirikan dengan plafon yang
direndahkan.
b. Dalam mendesain ruang dengan sejumlah aktivitas, menyediakan
lebih dari satu jenis ruang perlindungan dapat dipenuhi melalui
dimensi ruang yang berbeda, kondisi pencahayaan, dan tingkan
penyembunyian.
23
c. Tingkat pencahayaan dalam ruang perlindungan harus berbeda dari
ruang yang berdekatan.
13. Misteri
Pola ini mencirikan tempat dimana individu merasa terdorong untuk
bergerak maju untuk melihat apa yang akan ada di hadapan mereka, yang
biasanya sudah diperlihatkan sekilas sebelumnya. Pola ini bertujuan untuk
menyajikan lingkungan fungsional yang mendorong eksplorasi yang
mampu mendukung untuk pengurangan tekanan dan pemulihan kognitif.
Kondisi misteri yang berkualitas dapat diciptakan melalui pertimbangan
desain sebagai berikut:
a. Tepi melengkung yang diperlihatkan secara perlahan akan lebih efektif
dibanding sudut menikut untuk menarik perhatian orang terhadap
ruang.
b. Nuansa dramatis dapat meningkatkan pengalaman misteri. Kondisi
misteri yang dapat secara alami berevolusi dapat memberikan
perubahan karakteristik seiring berjalannya waktu. Contohnya adalah
taman dengan jalur yang berliku.
14. Resiko atau Bahaya
Pola ini bertujuan untuk meningkatkan perhatian dan rasa penasaran,
serta menyegarkan kembali memori dan kemampuan pemecahan masalah.
Terdapat beberapa tingkatan resiko yang dapat dimasukan kedalam desain
berdasarkan dengan keinginan pengguna, atau ketersediaan ruang, seperti
lompat batu melalui fitur air yang lembut menghasilkan risiko rendah, yaitu
membuat kaki seseorang basah, lalu melihat binatang buas di kebun
binatang dapat memberikan rasa aman yang lebih baik karena terdapat batas
yang melindungi secara langsung, sedangkan jalan kantilever diatas tebih
terjal adalah contoh yang paling ekstrim.
Kondisi resiko dan bahaya yang berkualitas dapat diciptakan melalui
pertimbangan desain sebagai berikut:
24
a. strategi desain yang mengandalkan kondisi ruang akan lebih mudah
untuk diimplementasi ketika terlibat sejak proses awal mendesain
konsep dan fase skematik.
b. Unsur keselamatan harus melindungi pengguna dari bahaya sambal
tetap memungkingkan untuk mendapatkan pengalaman dari resiko
tersebut.
2.2.4 Biophilic Streets
Para perancang, perencana, dan insinyur sipil kota telah menyusun dan
mengembangkan kerangka kerja peraturan untuk jalan raya agar memungkinkan
efisiensi, keamanan, dan yang terpenting, pengangkutan lalu lintas yang cepat,
baik untuk umum maupun pribadi. Namun, kecenderungan modernin pada abad
ke-20, yang melihat munculnya ketergantungan pada mobil, menciptakan
peraturan kaku yang berfokus pada efiensi dan control lalu lintas yang secara
langsung berkontribusi pada terlepasnya alam dari ekologi perkotaan, bioregion,
dan perubahan iklim.
Perancang kota, seperti Jan Gehl, mengkritik ideology perencanaan modernis
dan bagaimana mereka mengabaikan nilai jalan bersejarah dengan mengizinkan
mobil menginvasi setiap ruang yang tersedia di kota. Gehl menciptakan kerangka
kerja baru mengenai bagaimana jalan seharusnya didesain untuk memfasilitasi
interaksi yang erat antara orang-orang yang memungkinkan berbagai manfaat
ekonomi dan sosial serta mengurangi dampak lingkungan dari mobil. Kerangka
kerja Gehl untuk perencana kota, arsitek dan arsitek lanskap memperkuat
walkability, muka jalan yang aktif dan perabot jalan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan. Hal ini bertujuan untuk memastikan jalanan menjadi ruang yang
ramah dalam pola kegiatan sehari-hari. Tabel di bawah ini menunjukkan 12
kriteria kualitas Gehl sebagai kerangka kerja untuk menunjukkan bagaimana
intervensi desain biofilik dapat memperkaya lanskap dan pengalaman penjalan
kaki.
Tabel 2. 3 Kerangka Kerja untuk Desain Jalan Biofilik
Fungsi dan Tujuan Kerangka Kerja Elemen Desain Biofilik
25
Fungsi Desain Tujuan Desain Fasad Bangunan Cadangan Jalan Taman Kota
yang dipilih
Perencaan lalu Menciptakan Mengintegrasikan Mengintegrasikan Mengintegrasikan
lintas (Traffic ruang untuk tanaman hijau taman asli, taman taman asli, taman
Planning) desain biofilik vertikal ke dalam yang dapat yang dapat
dengan bangunan, seperti dimakan, taman dimakan, taman
mendesain ulang dinding hijau, bermain alam, dan bermain alam,
jalur lalu lintas, balkon hijau, fitur biofilik fitur air, habitat
mengurangi jalur, kotak penanam, lainnya di tepi burung, serangga
memprioritaskan atau atap hijau. jalan, median dan hewan kecil,
pejalan kaki, jalur jalan, putaran, perabot dan
transit dan ‘ramplas’ fasilitas jalan di
sepeda, serta jembatan hijau jalur median,
menyediakan dan jalan laying, ‘ramblas’,
taman-taman penyangga antara bundaran, lahan
kecil. jalan dan jalur kosong, plaza,
bersepeda dan / ruang di antara
jalur pedestrian. bangunan.
Manajemen Mendinginkan Dinding, atap, dan Kanopi pohon Taman-taman
Energi (Energy jalan untuk balkon hijau untuk yang menaungi kecil dapat
Management) berjalan kaki, memberikan pejalan kaki dan dibangun di
mengurangi efek insulasi termal; juga menaungi sekitar ketiga ide
pulau panas pendinginan, bangunan. manajemen
perkotaan dan pemurnian udara; energy tersebut.
menghemat relaksasi.
energy dengan Kombinasi atap
mengisolasi hijau dan panel
bangunan. surya.
Pengelolaan Air Penampungan, Dinding hijau, Pohon jalanan, Tangka air hujan,
Hujan pemurnian, dan atap hijau, balkon lubang pohon, trotoar yang
(Stormwater penggunaan hijau yang taman linier, tembus air.
Management) kembali air. menyaring hujan. bioswales, taman
hujan, sungai yang
disinari matahari.
Pengelolaan Peningkatan Dinding hijau, Pohon, jalan, Tempat tidur
Keanekaragaman keanekaragaman atap hijau, balkon lubang pohon, tanaman, semak
Hayati hayati, restorasi, hijau. taman linier, dan pohon dalam
(Biodiversity penciptaan bioswales, taman pot, dinding hijau,
Management) berbagai ukuran hujan, aliran fitur air.
dan jenis habitat cahaya matahari.
yang
memungkinkan
regenerasi
ekosistem
perkotaan.
Perabot Jalan Memasukkan Seni jalanan yang Parklet. Atap hijau Furnitur perkotaan
(Street Furniture) biofilik ke dalam dikombinasikan diatas halte bus untuk mendukung
setiap fungsi dengan sistem dan angkutan sistem alami. Atap
kecil di jalan, penyaringan untuk umum. Seni hijau di atas halte
termasuk tempat mengalirkan jalanan yang bus dan angkutan
duduk, rambu, limpasan dari atap dipadukan dengan umum. Seni
halte bus, dan hijau. sistem filtrasi. jalanan yang
seni jalanan. Instalasi ‘pohon dipadukan dengan
26
kota’ untuk sistem filtrasi.
memfasilitasi Instalasi ‘phon
pemurnian udara. kota’ untuk
Kebun sayur palet memfasilitasi
vertikal. pemurnian udara.
Kebun sayur palet
vertikal.
Aktivitas dan Memungkinkan Informasi turis Perabot jalan yang Perabot jalan yang
Pendidikan aktivitas yang dan pengunjung di terintegrasi terintegrasi
(Activity and menggunakan jalan-jalan yang dengan fitur-fitur dengan fitur-fitur
Education) fungsi jalan dan menjelaskan fasad ramah lingkungan ramah lingkungan
pemahaman biofilik. dijelaskan. Fitur dijelaskan. Fitur
tentang edukasi – papan edukasi – papan
bagaimana alam informasi, stasiun informasi, stasiun
cocok dengan edukasi; titik edukasi; titik
kota serta nilai aktivitas aktivitas
sosial dan budaya (peralatan bermain (peralatan bermain
jalan. pintar, instalasi pintar, instalasi
seni, fitur air). seni, fitur air).
27
menyebabkan gangguan kesehatan, memudahkan kegiatan berjalan kaki
yang bedampak pada peningkatan ekonomi perkotaan, serta membantu
mendinginkan bangunan yang berada di tepi jalan. Menurut berbagai
penelitian, penghijauan kota telah terbukti dapat mendinginkan wilayah
kota. Misalnya, taman dapat menurunkan suhu udara di dalam wilayahnya,
namun dampaknya terhadap lingkungan terbangun di sekitarnya terbatas.
Kanopi pohon di perkotaan memberikan efek pendinginan di ngarai jalan.
3. Pengelolaan Air Hujan
Kota-kota memiliki permukaan yang sebagian besar kedap air yang
menghasilkan limpasan air yang signifikan yang perlu dikelola.
Infrastruktur hijau telah terbukti dapat menahan sebagian besar limpasan
awal yang tercemar melalui bio-retensi dan bio-filtrasi. Melalui kedua
proses ini, air hujan dapat ditahan secara permanen atau sementara. Air
hujan yang ditampung dapat dimanfaatkan pada pengisian ulang air tanah
dan membantu menjaga keberlangsungan siklus air secara keseluruhan.
Para perancang biofilik dalam beberapa tahun terakhir telah mengubah
salah satu area kedap air seperti atap rumah menjadi taman dan padang
rumput yang intensif dan luas serta menciptakan sistem pengelolaan air
hujan yang efisien. Pengujian retensi air hujan atap hijau yang dilakukan
oleh Stovin menunjukkan bahwa kapasitas retensi rata-rata 34 dan 57% dari
limpasan aliran puncak.
4. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati
Taman kota menawarkan perlindungan bagi biota asli dan jalan-jalan
kota juga memiliki kemampuan untuk mendukung keanekaragaman hayati
dengan mnyediakan makanan, tempat berlindung dan berkembang biak
serta memfasilitasi pergerakan satwa liar. Upaya untuk melestarikan
keanekaragaman hayati global sering kali berpusat pada penyelamatan
habitat alami yang masih tersisa. Struktur jalan biofilik dengan variasi tinggi
yang besar pada berbagai jenis tanaman di berbagai bangunan dan di jalan
itu sendiri, harus mendukung keanekaragaman hayati di kota dalam skala
lanskap. Detail desain jalan biofilik dapat digunakan untuk mencapai
28
berbagai tujuan keanekaragaman hayati, misalnya dengan berperan sebagai
koridor untuk memfasilitasi pergerakan. Pada skala local, sistem
penghijauan vertikal dapat digunakan sebagai sarana untuk memperbaiki
kondisi lingkungan, bahkan dengan tanaman flora sederhana dapat
menyediakan habitat bagi invertebrate, sumber daya sarang, makanan, dan
tempat tinggal bagi burung-burung perkotaan.
5. Perabot Jalan
Perabot jalan perkotaan dirancang dan diintegrasikan ke dalam jalan
untuk berbagai alasan, namun jarang sekali untuk tujuan yang berkaitan
dengan urbanisme biofilik. Halte bus, tempat parkir sepeda, seni jalanan,
tempat bermain dan bangku telah digunakan di beberapa kota besar untuk
mendukung flora dan fauna asli serta menyediakan berbagai layanan
ekosistem lainnya.
Salah satu contoh pengintegrasian desain biofilik pada perabot jalan
adalah pada Maynard Green Street di Seattle, Amerika Serikat. Jalan ini
direnovasi pada tahun 2010 sebagai bagian dari program Jalan Hijau Seattle,
yang bertujuan untuk meningkatkan ruang terbuka dan sirkulasi pejalan
kaki. Proyek Maynard merupakan penggabungan seni publik dengan sistem
penyaringan air. Proyek ini menggabungkan limpasan air dari atap yang
masuk ke dalam tangki sebelum mengalir ke pekebun yang dirancang
khusus.
29
6. Aktivitas dan Pendidikan
Gehl mengidentifikasi tiga jenis aktivitas yang terjadi di lingkungan
perkotaan, yaitu aktivitas yang diperlukan, opsional, dan sosial. Aktivitas
opsional bergantung pada kualitas sebuah tempat. Semakin menarik sebuah
tempat maka semakin sering pejalan kaki memilih untuk berjalan-jalan,
bermain, duduk dan makan di sana. Fitur desain jalan biofilik harus
mendorong kegiatan opsional membawa lebih banyak orang ke luar dan
melakukan aktivitas bersama. Campuran penggunaan yang intens juga
membuat jalan menjadi lebih aman.
Ketika jalan berfungsi dengan baik pada tingkat pengalaman biofilik
sehari-hari, jalan memberikan kesempatan untuk kegiatan seperti
pengajaran, pembelajaran dan hiburan. Jalan-jalan yang lebih lebar, seperti
jalan raya, memberikan kesempatan untuk hiburan seperti perlatan bermain,
instalasi seni, air mancur, permainan, dan fokus lain untuk interaksi sosial.
2.2.5 Biophilic City
Beatley (2011) memperluas konsep desain biofilik ke skala perkotaan,
membayangkan dan mendorong kota biofilik. Urbanisme biofilik dipresentasikan
sebagai pendekatan perencanaan dan desain perkotaan yang bertujuan untuk
mengintegrasikan alam secara sistematis ke dalam struktur kota, memicu potensi
untuk mengubah ruang kota yang tandus menjadi tempat yang restorative dan
kondusif bagi kehidupan. Tujuan utama dari urbanisme biofilik adalah untuk
meningkatkan hubungan antara penduduk kota dana lam kota dan memelihara
pengalaman alam setiap hari sebagai bagian integral dari kehidupan perkotaan.
Kota dan lingkungan perkotaan memiliki berbagai asset ekologis dan hijau,
mulai dari taman, pepohonan, sungai, dan habitat tepi sungai, dan semakin banyak
upaya yang dilakukan untuk lebih meningkatkan elemen dan fitur hijau di
lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja. Menyalurkan air ke sungai di siang
hari (mengeluarkannya dari pipa di bawah tanah dan mengambalikannya ke
permukaan), membuat jalan setapak, menanam pohon dan hutan baru, taman
komunitas, memasang dinding hijau dan taman vertikal, merupakan beberapa dari
30
sekian banyak cara untuk membuat kota dan lingkungan perkotaan menjadi lebih
hijau. Urbanisme biofilik dapat dan harus dilakukan dalam berbagai skala. Tabel
dibawah ini menyajikan beberapa contoh intervensi desain biofilik yang dapat
dilakukan di berbagai skala.
Table 1 Elemen-elemen desain kota biofilik di berbagai skala (Beatley, 2010)
31
Hutan rakyat/kebun masyarakat
Koridor utilitas penghijauan
Sistem sungai/dataran banjir
Sistem riparian
Sistem ruang terbuka hijau regional
Wilayah
Penghijauan koridor transportasi
utama
32
c. Satuan area dalam kota yang dapat diwujudkan dalam sub wilayah kota
yang dipandang mempunyai ciri-ciri atau nilai khas kota atau bahkan
daerah dimana kota itu berada.
Selain aspek visual, fasad bangunan juga bisa memengaruhi kualitas koridor
jalan dari segi fungsionalitas. Misalnya, ventilasi udara, atau aspek keberlanjutan
dapat membantu menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pejalan kaki atau
pengguna jalan lainnya. Fasad bangunan yang dirancang dengan pertimbangan
terhadap aspek lingkungan dan keberlanjutan dapat berdampak positif pada
kualitas udara dan lingkungan sekitarnya.
Namun demikian, ada juga faktor-faktor lain yang turut memengaruhi
kualitas koridor jalan, seperti infrastruktur jalan, lalu lintas, trotoar, pencahayaan
jalan, taman atau area hijau, dan masih banyak lagi. Fasad bangunan hanyalah
salah satu aspek dari berbagai elemen yang berkontribusi terhadap kualitas
keseluruhan suatu koridor jalan.
Koridor terbentuk dari elemen-elemen tertentu, diantaranya adalah wujud
bangunan. Wujud bangunan merupakan tampak keseluruhan dari sebuah koridor.
Pada bagian ini akan memunculkan ciri khas menjadi identitas kawasan berdirinya
koridor tersebut. Elemen selanjutnya adalah figure ground atau pemanfaatan
lahan untuk bangunan dan ruang terbuka. Dengan elemen ini, dapat membentuk
struktur ruang dalam kawasan kota dengan jelas. Ketiga adalah street and
pedestrian ways. Tempat ini meruupakan ruang yang bisa dipergunakan untuk
pejalan kaki, parkir kendaraan, perabot jalan, plang rambu peringatan, hingga
pengaturan terhadap vegetasi yang digunakan.
2.4 Kesimpulan
Kesimpulan dari poin-poin di atas adalah bahwa integrasi prinsip-prinsip
desain biofilik ke dalam ruang terbuka publik, termasuk koridor jalan dan fasad
bangunan dapat meningkatkan kualitas lingkungan kota, menciptakan hubungan
yang lebih baik antara manusia dan alam, serta meperbaiki kesejahteraan dan
kesehatan penghuninya. Konsep ini memainkan peran penting dalam
pengembangan kota yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
33
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
35
Penelitian dilakukan di pusat kawasan Kota Lama Semarang tepatnya di Jalan
Letjen Suprapto No. 32, Tanjung Mas, Kec. Semarang Utara, Kota Semarang,
Jawa Tengah 50174.
3.3.2 Objek Penelitian
Objek yang menjadi bahan penelitian yaitu koridor jalan di sepanjang Jl.
Letjen Suprapto, area taman dan ruang terbuka publik di sekitar Taman Srigunting
dan Jl. Suari.
3.3.3 Alat Penelitian
Alat yang digunakan menjadi bahan penelitian adalah alat tulis, laptop,
kamera, dan telepon seluler untuk mencatat dan merekam data-data yang
diperoleh.
36
BAB IV
PEMBAHASAN
3.1 Data dan Hasil Penelitian Kawasan Pusat Kota Lama Semarang
4.1.1 Gambaran Umum
A. Profil Kawasan
Kawasan Kota Lama Semarang ini merupakan sebuah blok kawasan yang
terletak di tepi Sungai Mberok. Secara administrative, Kota Lama Semarang
terletak di wilayah Tanjung Emas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang.
Kota Lama Semarang adalah sebuah representasi visual kemegahan dan
keindahan arsitektur Eropa pada masa lampau. Dikenal juga sebagai “Little
Netherland” di Indonesia, kota ini memiliki tampilan yang mirip dengan kota-kota
di Eropa dan dikelilingi oleh kanal-kanal air, menciptakan kesan sebagai replica
kecil Negeri Kincir Angin. Kawasan ini memiliki banyak tempat menarik yang
bernuansa vintage yang dapat dijadikan destinasi wisata, seperti Taman Garuda,
persimpangan antara Jalan Garuda, Jalan Gelatik, dan Jalan Jendral Soeprapto,
Gereja Blenduk, dan masih banyak lagi.
Jika kita melihat ke masa lalu, daerah ini adalah titik awal bagi perkembangan
Kota Semarang dan mencakup luas wilayah sekitar ± 31 hektar. Pada
permulaannya, Kota Lama Semarang difungsikan sebagai pusat administrasi, area
perkantoran, dan pusat perdagangan. Kawasan ini memiliki warisan sejarah yang
37
sangat berharga. Taman Srigunting, yang terletak di tengah-tengah Kota Lama
Semarang, dianggap sebagai pusat kawasan ini. Dahulu, taman ini adalah
lapangan yang disebut Parade Plein dan kemungkinan besar digunakan untuk
parade militer karena berdekatan dengan sebuah barak militer. Sebelum menjadi
lapangan, taman ini awalnya digunakan sebagai kerkhof atau pemakaman untuk
warga Eropa, sebelum pemakaman dipindahkan ke Pengapon 1 pada awal abad
ke-19.
Secara umum, karakteristik bangunan di Kota Lama Semarang mengikuti
gaya bangunan di Eropa sekitar tahun 1700-an. Ini terlihat dalam detail bangunan
yang khas dan ornamen yang serupa dengan gaya Eropa, seperti pintu dan jendela
yang sangat besar, penggunaan kaca berwarna, desain atap yang unik, dan adanya
ruang bawah tanah. Di antara bangunan bersejarah yang masih ada hingga saat ini
adalah Gereja Blenduk, Gedung Marba, Pasar Johar, Gedung Marabunta, dan
banyak lainnya.
B. Masterplan Kawasan
Kota Lama meliputi bagian dari tiga kelurahan yaitu Kelurahan Bandarharjo,
Tanjungmas, dan Purwodinatan. Kebijakan mengenai Kawasan Kota Lama
38
Semarang tertuang pada Perda Kota Semarang Nomor 8 Tahun 2003 yang telah
diperbarui melalui Perda Kota Semarang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Lama.
Kawasan Kota Lama Semarang telah mengalami banyak perubahan dari masa
colonial hingga saat ini akibat perkembangan perkotaan. Akibat pertumbuhan dan
perkembangan perkotaan yang pesat berdampak pada meningkatnya penggunaan
lahan tiap tahun. Saat ini, penggunaan lahan pada kawasan Kota Lama Semarang
cukup bervariasi yang terdiri dari permukiman, perdagangan, perkantoran, RTH,
pendidikan, industri, gudang, dan kawasan wisata. Gambar peta diatas
menunjukkan pemanfaatan ruang Kota Lama Semarang setelah revitalisasi.
Berdasarkan hasil observasi, kondisi Kota Lama Semarang Pasca revitalisasi
terbagi menjadi 5 zona terkait pemanfaatan ruang. Hal tersebut dilakukan karena
berkaitan dengan tujuan Kota Lama Semarang sebagai destinasi wisata sejarah.
Zona pemanfaatan ruang Kota Lama Semarang terdiri dari Office & Retail Zone,
Culture Zone, Traditional Trade & Commerce Zone, Recreation Zone, dan
Modern Economy, Education & Servie Zone.
39
4.1.2 Karakteristik Aktivitas di Kawasan Kota Lama Semarang
Aktivitas yang terdapat di kawasan kota lama Semarang sangat beragam
sepergi aktivitas jual beli, bekerja, dan bermukim. Ruang-ruang aktivitas yang
terdapat di Jl. Tawang difungsikan sebagai salah satu pusat transportasi,
khususnya stasiun kereta api di kota Semarang dan area perdagangan dan jasa
dengan adanya warung. Selain itu, adanya polder tawang difungsikan untuk area
rekreasi dengan aktivitas bersantai menikmati suasana, maupun untuk panggung
hiburan.
Jl. Cendrawasih dan Jl. Kedasih lebih banyak aktivitas bermukin, karena
terdapat kawasan perumahan sehingga aktivitas yang ada tidak seramai di
kawasan Jl. Tawang. Perumahan yang ada memiliki pola memanjang dan berjejer
dengan jarak antar bangunan rapat.
Pada jalan utama kawasan kota lama Semarang yaitu Jl. Letjen Suprapto
terdapat ruang aktivitas berupa perkantoran seperti Polsekta Semarang Utara,
Satuan Penyelenggara Administrasi SIM dan gedung Jiwasraya dengan bentuk
bangunan memanjang kesamping, terlihat megah dengan halaman yang luas.
Selain itu, pada jalan ini juga ruang aktivitas peribadatan pada bangunan G.P.I.B.
IMMANUEL dan terdapat pula bangunan yang mencirikan kolonial Belanda
seperti bangunan Marba. Selain itu, di ruas jalan utama ini terdapat pula aktivitas
rekreasi dengan adanya ruang aktivitas berupa Museum “Dream Museum Zone”.
Di Jl. Srigunting terdapat aktivitas jual beli barang antic dengan adanya Pasar
Rantih Art Galeri dan terdapat pula aktivitas rekreasi dengan adanya taman
Srigunting yang banyak pengunjungnya baik untuk beristirahat maupun untuk
foto pre-wedding.
4.1.3 Analisis Unsur Biofilik pada Kawasan Pusat Kota Lama Semarang
Kawasan pusat kota lama Semarang yang dianalisis merupakan kawasan
ruang terbuka publik yang sebagian besar digunakan untuk aktivitas berjalan kaki.
Oleh karena itu, dalam menganalisis unsur-unsur biofilik pada kawasan pusat kota
lama Semarang, digunakan kerangka kerja untuk desain jalan biofilik (biophilic
street) yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Kegiatan observasi dilakukan
40
pada beberapa titik di kawasan kota lama Semarang yang menjadi pusat kegiatan
publik, tepatnya pada sepanjang koridor Jl. Letjen Suprapto dan sekitarnya yang
menjadi pusat wisata kawasan kota lama Semarang.
Pada gambar dibawah terdapat beberapa titik yang menjadi tempat observasi.
Titik yang pertama merupakan ruas Jl. Letjen Suprapto yang merupakan jalan
utama pada kawasan kota lama Semarang. Pada koridor jalan tersebut terdapat
berbagai macam bangunan dengan fungsi yang beragam, yaitu kafe, rumah
makan, hotel, hingga kantor satlantas Semarang. Pada malam hari terutama dihari
libur, ruas jalan ini ditutup bagi kendaraan bermotor sehingga kegiatan yang ada
pada ruas jalan ini hanyalah kegiatan wisata. Pada waktu tersebut, pengunjung
biasanya datang untuk jalan-jalan di sekitar kawasan kota lama, menikmati
kuliner atau jajanan kaki lima, serta berfoto dengan latar bangunan-bangunan tua
yang ada disepanjang koridor Jl. Letjen Suprapto.
Pada titik kedua merupakan Taman Srigunting yang terletak ditengah-tengah
pusat kota lama Semarang dan dikelilingi oleh bangunan komersial seperti kafe,
restoran, gedung umkm, dan hotel.
41
menyediakan taman-taman kecil (Canabek, dkk, 2020). Jalan utama atau Jl. Letjen
Suprapto merupakan jalan satu arah dengan lebar jalan kurang lebih 5 meter dan
lebar jalur pedestrian kurang lebih 2,5 - 3,5 meter.
42
Gambar 4. 6 Tempat parkir sepeda kawasan kota lama Semarang
(sumber: data penulis)
B. Manajemen Energi
Manajemen energi pada desain jalan biofilik bertujuan untuk membantu
mengurangi efek pulau panas dan menurunkan suhu udara suatu wilayah
perkotaan. Pada kawasan kota lama Semarang, terdapat tanaman dan pepohonan
di sepanjang jalannya. Namun pepohonan tersebut tidak cukup rindang untuk
menutupi semua sisi pedestrian yang ada di kawasan kota lama Semarang.
43
Salah satu penerapan aspek manajemen energi adalah struktur biofilik yang
dipasang langsung pada bangunan termasuk dinding dan atap hijau. Pada kawasan
kota lama Semarang tepatnya pada pedestrian sepanjang Jl. Letjen Suprapto,
terdapat satu bidang dinding yang memenuhi kriteria dinding hijau. Di sepanjang
dinding bangunan ini terdapat berbagai macam tanaman hijau mulai dari pohon,
rumput, hingga tanaman pot. Tanaman-tanaman tersebut dapat membantu
mengurangi terpaparnya dinding oleh sinar panas dari matahari. Pohon-pohon
disepanjang sisi ini juga cukup rindang untuk melindungi pejalan kaki dari sinar
matahari.
44
Gambar 4. 9 Saluran Air di kawasan kota lama Semarang
(sumber: data penulis)
45
Gambar 4. 10 Tanaman yang berwarna pada Taman Srigunting
(sumber: data penulis)
E. Perabot Jalan
Perabot jalan sebaiknya dirancang dengan mengintegrasikan pola-pola
biofilik dalam desainnya. Hal ini bertujuan agar desain perabot jalan tersebut juga
dapat bermanfaat bagi seluruh makhluk hidup di alam baik flora dan fauna.
46
Perabot jalan yang ada di kawasan kota lama Semarang sebagian besar berupa
kursi taman, lampu jalan, tempat parkir sepeda, pembatas jalan, dan pot tanaman.
Namun tidak semuanya terintegrasi pola biofilik pada desainnya.
47
Gambar 4. 13 Aktivitas pengunjung pada sore hari
(sumber: data penulis)
Puncak aktivitas sosial yang ada pada kawasan kota lama Semarang adalah
pada malam hari. Terdapat banyak sekali pengunjung yang memadati kawasan
kota lama pada malam hari untuk melakukan berbagai aktivitas seperti jalan-jalan,
berfoto-foto di sekitar kawasan, mengunjungi restoran & pasar, dan lain
sebagainya.
48
Kegiatan penyebaran kuesioner dilakukan kepada kurang lebih 27 orang
responden. Kriteria responden tidak terbatas pada usia, jenis kelamin, pekerjaan,
pendapatan, dan lain-lain sehingga cakupannya dapat cukup luas. Adapun
ketentuan atau kriteria yang dapat menjadi responden adalah pernah mengunjungi
kawasan kota lama Semarang.
4.2.2 Pembahasan Hasil Kuesioner
Terdapat banyak faktor yang meningkatkan daya tarik suatu tempat untuk
dikunjungi banyak orang. Faktor-faktor tersebut dapat meliputi kenyamanan,
kualitas tempat, kelengkapan fasilitas, dan lain sebagainya. Teori desain biofilik
digunakan untuk menganalisis unsur-unsur desain jalan biofilik dan hubungannya
dengan kenyamanan dan ketertarikan individu untuk mengunjungi suatu tempat.
Pada kegiatan penyebaran kuesioner, dilakukan pembagian titik lokasi
menjadi 3 tempat. Tempat tempat tersebut merupakan tempat yang menjadi pusat
keramaian pengunjung dan memiliki karakteristik tersendiri. Tempat-tempat
tersebut yakni, sepanjang koridor Jl. Letjen Suprapto, Taman Srigunting dan
sekitarnya, dan Jl. Suari dan sekitarnya.
Pada tempat pertama yaitu di sepanjang koridor Jl. Letjem Suprapto, 23 dari
27 responden menjawab bahwa perabot jalan merupakan hal yang paling sering
mereka temui di sepanjang jalan tersebut. Jawaban tertinggi kedua adalah
tanaman/unsur hijau disepanjang penglihatan dipilih oleh 13 dari 27 responden.
Dari unsur-unsur yang ada, 15 respoden dari total 27 responden atau sekitar 55.6%
setuju bahwa mereka merasa nyaman ketika berada di wilayah tersebut.
49
Berdasarkan hasil data kuesioner, para pengunjung merasa nyaman berada di
wilayah ini dikarenakan terdapat banyak kursi taman dan tanaman atau unsur hijau
disepanjang koridor seperti pohon-pohon kecil dan pot tanaman. Keberadaan
perabot jalan yang cukup banyak ini membuat para pengunjung dapat duduk
beristirahat dan menikmati suasana jalan namun tetap dapat melihat unsur hijau
disekitarnya.
50
Gambar 4. 17 Diagram batang hasil kuesioner mengenai kehadiran unsur-
unsur desain jalan biofilik pada Taman Srigunting dan sekitarnya
(sumber: Hasil Kuesioner Penelitian)
Pada tempat ketiga yaitu di Jl. Suari dan sekitarnya, 23 dari 27 responden
menjawab bahwa perabot jalan merupakan hal yang paling sering mereka temui
di sepanjang jalan tersebut. Sedangkan unsur lain sangat sedikit mereka rasakan
51
atau temui pada wilayah ini. Dari unsur-unsur yang ada, hanya 8 respoden dari
total 27 responden atau sekitar 29.6% setuju bahwa mereka merasa nyaman ketika
berada di wilayah tersebut.
Berdasarkan hasil data kuesioner, hanya sedikit responden yang setuju bahwa
mereka merasa nyaman berada di wilayah ini. Hal ini dikarenakan pada wilayah
ini hanya terdapat sedikit unsur biofilik seperti pepohonan yang rindang, tanaman-
tanaman hijau, dan lain sebagainya. Pada wilayah ini hanya terdapat perabot jalan
seperti lampu jalan dan kursi taman. Sebagian besar pengunjung hanya berlalu
lalang di area koridor jalan ini karena tidak terlalu banyak pemandangan dan
pepohonan yang rindang pada siang hari.
52
Berdasarkan persepsi pengunjung pada keberadaraan unsur-unsur desain
jalan biofilik, muncul preferensi waktu pengunjung untuk mengunjungi kawasan
kota lama Semarang. Menurut 16 responden dari total 27 responden atau sekitar
59.3% mengunjungi kawasan kota lama Semarang pada waktu sore hari lebih
nyaman dikarenakan udara yang tidak panas dan lebih sejuk. Selain itu lebih
banyak aktivitas yang terjadi di sore hingga malam hari.
53
Gambar 4. 22 Diagram lingkaran hasil kuesioner mengenai fasad bangunan
di kawasan kota lama Semarang menimbulkan rasa ketertarikan untuk
mengunjungi kawasan
(sumber: Hasil Kuesioner Penelitian)
54
BAB V
KESIMPULAN
Kawasan kota lama Semarang merupakan salah satu destinasi wisata di Kota
Semarang dengan banyak aktivitas ruang terbuka. Ruang terbuka publik terdiri dari
berbagai jenis dan karakteristik, misalnya berupa jalan, pedestrian, taman lingkungan,
taman rekreasi, lapangan olahraga, dan plaza (square). Suatu kualitas ruang terbuka
publik dapat dinilai dari beberapa faktor seperti karakteristik dan elemen-elemen yang
ada di dalamnya. Elemen-elemen desain biofilik yang dituang kedalam suatu ruang
terbuka publik dapat menciptakan ruang publik yang nyaman dan berkualitas. Terdapat
enam kategori dalam unsur desain jalan biofilik yaitu, perencanaan mobilitas, manajemen
energi, pengelolaan air hujan, pengelolaan keanekaragaman hayati, perabot jalan, dan
aktivitas jalan. Unsur-unsur tersebut menjadi aspek penilaian pengunjung mengenai
kenyamanan dan daya tarik suatu tempat untuk dikunjungi. Melalui hasil observasi dan
penyebaran kuesioner di kawasan kota lama Semarang, unsur atau elemen desain jalan
biofilik yang paling berpengaruh terhadap kenyamanan pengunjung adalah manajemen
energi. Manajemen energi pada desain jalan biofilik bertujuan untuk membantu
mengurangi efek pulau panas dan menurunkan suhu udara suatu wilayah perkotaan.
Semakin banyak pepohonan yang rindang dan semakin banyak tanaman atau unsur hijau
di suatu wilayah, maka semakin nyaman pengunjung berada di wilayah tersebut. Hal ini
juga berpengaruh pada preferensi waktu pengunjung dalam mengunjungi kawasan kota
lama Semarang. Para pengunjung cenderung memilih waktu sore hingga malam hari
untuk mengunjungi kawasan kota lama Semarang karena suhu udara yang tidak terlalu
panas.
55
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, F., FA, W. F., & Komariah, S. L. (2021). Karakteristik Pengguna Ruang Terbuka
Publik Pada Taman Kota Di Palembang. NALARs, 20(2), 73.
https://doi.org/10.24853/nalars.20.2.73-82
Andriago, L., Apritasari, Y. D., Suryandari, P., Arsitektur, P. S., Podomoro, U. A.,
Arsitektur, P. S., & Luhur, U. B. (2023). Identifikasi Penerapan Pola Biofilik
Terhadap Desain Rumah Sakit. Journal of Architecture Innovation, 6(2), 82–97.
Araminta, D., & Ekasiwi, S. N. N. (2019). Redesain Alun-alun Kota Batu dengan
Pendekatan Biophilic Design. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 7(2), 7–10.
https://doi.org/10.12962/j23373520.v7i2.33811
Browning, W., Ryan, C., & Clancy, J. (2014). 14 Patterns of Biophilic Design: Improving
Health & Well-Being in the Built Environment. Terrapin Bright Green,LLC, 1–60.
https://doi.org/10.1016/j.yebeh.2008.04.024
Cabanek, A., Zingoni de Baro, M. E., & Newman, P. (2020). Biophilic streets: a design
framework for creating multiple urban benefits. Sustainable Earth, 3(1).
https://doi.org/10.1186/s42055-020-00027-0
Firdaussyah, A. G., & Dewi, S. P. (2021). Pengaruh Revitalisasi Terhadap Pola Ruang
Kota Lama Semarang. Jurnal Riptek, 15(1), 17–27.
https://doi.org/10.35475/riptek.v15i1.104
Grinde, B., & Patil, G. G. (2009). Biophilia: Does visual contact with nature impact on
health and well-being? International Journal of Environmental Research and Public
Health, 6(9), 2332–2343. https://doi.org/10.3390/ijerph6092332
56
Huda, I. S., & Pramitasari, D. (2022). Karakter Visual Fasad Bangunan Koridor Jalan
Dr.Rajiman Laweyan, Surakarta. Journal of Architectural Design and Development,
3(2), 118–132. https://doi.org/10.37253/jad.v3i2.7301
Idedhyana, B., Ida Rijasa, M., & Saidi, A. W. (2021). Desain Biofilik pada Gedung
Sekretariat dan Laboratorium Fakultas Sains dan Teknologi. 135 | Arsir, 5(2), 135–
148.
Liu, F., Kang, J., Wu, Y., Yang, D., & Meng, Q. (2022). What do we visually focus on in
a World Heritage Site? A case study in the Historic Centre of Prague. Humanities
and Social Sciences Communications, 9(1), 1–16. https://doi.org/10.1057/s41599-
022-01411-1
Oppong, R. A., Marful, A. B., & Asare, E. S. (2017). Improving urban visibility through
fractal analysis of street edges: The case of John Evans Atta Mills High Street in
Accra, Ghana. Frontiers of Architectural Research, 6(2), 248–260.
https://doi.org/10.1016/j.foar.2017.04.002
Putri, S. M. (2021). Kehidupan Sosial Ekonomi Kawasan Kota Lama Semarang Tahun
2003-2018. Journal Pendidikan Sejarah, 10(3), 14.
Ramadhan, G., Nurzuraida, G., Wibowo, H., & Wijaya, K. (2018). Elemen Pembentuk
Ruang Terbuka Publik Alun-Alun Kota Bandung. Ensains Journal, 1(1), 56–62.
https://doi.org/10.31848/ensains.v1i1.57
Ridani, N. F., & Subki, R. M. (2021). Penerapan Biophilic Design pada Rancangan
57
Attire Public Convention and Exhibition Center. 1–10.
Sugiyanto, E., & Sitohang, C. A. . (2017). Optimalisasi Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Sebagai Ruang Publik Di Taman Ayodia Kota Jakarta Selatan. Jurnal Populis, 2(3),
205–218.
Suri, N. S., & Sugiri, A. (2015). Persepsi Dan Preferensi Masyarakat Terhadap Fasad
Bangunan Di Koridor Jalan Ki Samaun Kota Tangerang. Tataloka, 17(3), 147.
https://doi.org/10.14710/tataloka.17.3.147-160
58
BERITA ACARA
SIDANG LAPORAN RISET DESAIN ARSITEKTUR
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
DIPONEGORO
PERIODE SEMESTER GANJIL TAHUN AJAR 2023
Pada hari ini Jumat, 24 November 2023, telah dilaksanakan sidang laporan Riset Desain
Arsitektur (RDA) dengan judul “Analisis Unsur Biofilik pada Ruang Terbuka Publik
(Studi Kasus: Kawasan Pusat Kota Lama Semarang)”.
Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Periode Semester Genap
Tahun Ajar 2023. Dengan rincian:
Hari/Tanggal : Jumat, 24 November 2023
Waktu : 09.00 – 11.00
Tempat : Ruang Sidang Gedung A Lt.1
Dihadiri Oleh :
Dosen Pembimbing : Dr. Ars. Ir. Wijayanti. M. Eng.
Penyaji : Annisa Nur Afifah (21020120130092)
Pembahas :
1. Faradita Sekar Handayani (21020120130125)
2. Shanty Sri Rahayu (21020120120016)
A. Pelaksanaan Sidang
1. Sidang Riset Desain Arsitektur (RDA) dengan judul Analisis Unsur Biofilik pada
Ruang Terbuka Publik (Studi Kasus: Kawasan Pusat Kota Lama Semarang)
dimulai pukul 09.00 dibuka oleh Dr. Ars. Ir. Wijayanti M. Eng. Dan dihadiri oleh
pembahas.
2. Presentasi dilakukan oleh penyaji dengan pokok materi sebagai berikut:
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Penelitian
59
d. Tinjauan Pustaka
e. Metode Penelitian
f. Hasil Penelitian dan Pembahasan
g. Kesimpulan
3. Setelah presentasi dilakukan, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan
pembahas.
4. Sidang ditutup oleh Dr. Ars. Ir. Wijayanti M. Eng.
60
manajemen energi, pengelolaan air hujan, pengelolaan keanekaragaman hayati,
perabot jalan, dan aktivitas dan pendidikan. Unsur atau aspek tambahan yang
dianalisis adalah fasad bangunan yang berpengaruh terhadap kualitas koridor
jalan. Unsur-unsur tersebut berpengaruh untuk menciptakan daya tarik
pengunjung serta kenyamanan saat berada di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil
penelitian, lebih banyak responden yang setuju bahwa mereka merasa nyaman
ketika berada di wilayah yang terdapat banyak unsur biofiliknya seperti pohon
yang rindang, tanaman hijau dan beraneka ragam, serta perabot jalan yang dapat
memfasilitasi kegiatan mereka di wilayah tersebut.
61
Semarang, 24 November 2023
Penyaji
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
62