PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
PRODI S1 PENDIDIKAN
ANTROPOLOGI
Oleh :
Nama Nim
Bernanda Tanjung 3202422001
Grace Meylin Hutauruk 3203122048
Yosie Mutiara Siahaan 3203122023
Negara adalah sebuah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan yang
tertinggi dan ditaati oleh rakyat, atau sekelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah
tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, dan
mempunyai kesatuan politik, yang berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi yang dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintahan, dalam hukum terdapat peraturan undang-undang
yang bertujuan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat yang mengenai segala peristiwa apa
yang telah terjadi sehingga keputusan atau pertimbangan ditetapkan oleh hakim.
Negara Hukum adalah Negara yang memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya
berdasarkan atas keadilan. Menurut Wirdjono Prodjodikoro, Negara hukum dapat diartikan
sebagai suatu negara yang di dalam wilayahnya adalah:
1) Semua alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya perlengkapan dari pemerintah dalam
tindakannya baik terhadap warga Negara maupun dalam saling berhubungan masingmasing,
tidak boleh sewenang-wenang melain kan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum
yang berlaku.
2) Semua orang (penduduk) dalam hubungan masyarakat harus tunduk pada peraturan-peraturan
hukum yang berlaku.
Tokoh yang pertama kali merumuskan ide Negara hukum dalam bentuk teori di belahan negara-
negara Eropa Kontinental (Perancis, Jerman dan Belanda) adalah Imanuel Kant. Dengan ide itu
Imanuel Kant merumuskan dalam teorinya bahwa suatu negara baru dikatakan sebagai negara
hukum adalah apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Pada perkembangan berikutnya Negara hukum Eropa Kontinental banyak dipengaruhi oleh
faham liberal yang menjungjung faham Negara kesejahteraan (warfare state), sehingga konsep
negara hukum Eropa Kontinental bergeser ke arah bentuk Negara hukum kesejahteraan yang
mengupayakan terciptanya kesejahteraan rakyat. Adapun tokoh yang telah merumuskan
bagaimana ciri bentuk dari negara hukum kesejahteraan ini adalah oleh Friedch Julius Stahl
dalam teorinya sebagai berikut:
Konsep negara hukum Anglo Saxon ini berkembang di Inggris dan Amerika Serikat yang
dikenal dengan sebutan rule of law. Menurut A.V. Dicey, di negara penganut konsep rule of law
memiliki ciri tertentu dalam bentuk asas-asas sebagai berikut:
Penegasan Indonesia sebagai negara hukum sudah begitu jelas tampak pada pasal 1 ayat (3)
Amandenen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebut bahwa, “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum”. Jadi dapat dipahami bahwa segala sikap tindak yang dilakukan ataupun
diputuskan oleh alat negara dan masyarakat haruslah berdasarkan kepada hukum. Hal ini telah
menunjukan adanya supremasi hukum atau kekuasaan tertinggi dalam negara hukum.
Untuk prinsip kesamaan di hadapan hukum (equility before the law) dalam konsep negara
hukum juga telah dianuti oleh Indonesia sebagaimana bukti yang dinyatakan oleh pasal 27 ayat
(1) bahwa, “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dari bunyi
pasal tersebut dapat diterjemahkan bahwa dalam negara Republik Indonesia dijamin adanya
kesamaan di hadapan hukum (equility before the law), dan juga ditegaskan bahwa yang berstatus
warga negara Indonesia harus mendukung keberadaan dari hukum Indonesia itu sendiri dan
pemerintahan yang sedang menjalankan hukum Indonesia tersebut. Dengan demikian, maka
diperlukan pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan yang tidak berdasarkan kepada hukum,
selain itu untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga masyarakat terhadap sikap tindak
pemerintah yang melanggar hak asasi dalam lapangan administrasi negara dapat dilakukan oleh
kekuasaan yudikatif melalui badan peradilan khusus, seperti peradilan tata usaha negara.
Dasar peradilan khusus dalam bentuk peradilan administrasi ini dapat ditemukan dalam Pasal 24
ayat (2) Amandemen ketiga UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyebutkan, “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi”. Kemudian badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman ini diatur dalam undang-undang.
Sebagai pelaksanaan Pasal 24 UUD 1945 ini pengaturannya terdapat pada Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan
UndangUndang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Revisi UU No. 14 Tahun 1970. Dalam Pasal 10
ayat (1) disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
1) Peradilan Umum
2) Peradilan Agama
3) Peradilan Militer
4) Peradilan Tata Usaha Negara
Pengakuan untuk Indonesia sebagai negara hukum dengan ciri memberikan jaminan terhadap
perlindungan Hak Asasi Manusia secara utuh dapat terlihat dengan telah semakin kompleksnya
aspek HAM yang dimuat dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagaimana
diatur pada Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28A sampai 28J, Pasal 29 Ayat (2), Pasal 30 Ayat (1), Pasal
33, dan Pasal 34 Ayat (1). Adapun aspek-aspek HAM yang diberikan jaminannya oleh negara
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi:
5) Jaminan terhadap perlindungan HAM dalam kebebasan bersikap, berpendapat, dan berserikat;
7) Jaminan terhadap perlindungan HAM atas rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang
merendahkan derajat dan martabat manusia;
9) HAM yang berkewajiban menghargai hak orang lain dan pihak lain.
HUKUM INDONESIA
Indonesia adalah negara hukum, artinya negara yang semua penyelenggaraan pemerintahan dan
kenegaraan serta kemasyarakatannya berdasarkan atas hukum, bukan didasarkan atas kekuasaan
belaka.
Penegakan hukum dalam arti sempit merupakan kegiatan penindakan terhadap setiap
pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, melalui proses
peradilan pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokad atau pengacara,
dan juga badan-badan peradilan. (Jimly Asshiddiqie, 2006: 386)
Penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas merupakan kegiatan untuk melaksanakan
dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur
arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative desputes or conflicts
resolution). Dalam pengertian yang lebih luas, kegiatan penegakan hukum mencakup pula segala
aktifitas yang dimaksudkan agar hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan
mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-
benar ditaati dan sungguh-sungguh dilaksanakan sebagaimana mestiny
Jadi, negara hukum adalah negara yang setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahannya
didasarkan atas hukum yang berlaku di negara tersebut. Hukum bertujuan untuk mengatur
kehidupan dan ketertiban masyarakat. Untuk mewujudkan masyarakat yang tertib, maka hukum
harus dilaksanakan atau ditegakkan secara konsekuen Gustav Radbruch, seorang ahli filsafat
Jerman (dalam Sudikno Mertokusumo, 1986:130), menyatakan bahwa untuk menegakkan
hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan yaitu:
1) Gerechtigheit / Keadilan. Pelaksanaan hukum yang tidak adil akan mengakibatkan keresahan
masyarakat, sehingga wibawa hukum dan aparatnya akan luntur di masyarakat. Apabila
masyarakat tidak peduli terhadap hukum, maka ketertiban dan ketentraman masyarakat akan
terancam yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas nasional.
3) Sicherheit / Kepastian hukum, artinya penegakan hukum pada hakikatnya adalah perlindungan
hukum terhadap tindakan sewenang-wenang. Adanya kepastian hukum memungkinkan
seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan.
Dalam rangka menegakkan hukum, aparatur penegak hukum harus menunaikan tugas sesuai
dengan tuntutannya yang ada dalam hukum material dan hukum formal. Pertama, hukum
material adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-
kepentingan dan hubungan-hubungan yang berupa perintah-perintah dan larangan. Contohnya:
untuk Hukum Pidana terdapat dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), untuk
Hukum Perdata terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER). Dalam
hukum material telah ditentukan aturan atau ketentuan hukuman bagi orang yang melakukan
tindakan hukum. Dalam hukum material juga dimuat tentang jenis-jenis hukuman dan ancaman
hukuman terhadap tindakan melawan hukum. Kedua, hukum formal atau hukum acara yaitu
peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan
peraturan hukum material. Contohnya: hukum acara pidana yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan hukum acara Perdata. Melalui hukum acara inilah
hukum material dapat dijalankan atau dimanfaatkan. Tanpa adanya hukum acara, maka hukum
material tidak dapat berfungsi.
Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya, maka dibentuk beberapa lembaga aparat
penegak hukum, yaitu :
1. Kepolisian yang berfungsi utama sebagai lembaga penyidik;
2. Lembaga Peradilan
Penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melawan hukum dapat dilakukan dalam berbagai badan
peradilan sesuai dengan masalah dan pelakunya. Dalam bagian pertimbangan Undang-Undang
No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan
yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
di bawahnya yaitu :
4. lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.