Anda di halaman 1dari 5

membiarkan tubuhnya disetir oleh

kedua kaki Ridwan yang selangkah


demi selangkah telah berjalan ke arah
depan.
Mereka berdua terus berjalan sampai
menemukan sebuah makam yang
berada di tanah kosong.

“Itu makamnya, wan?”

“Kayaknya sih itu makamnya,”


Batu nisan yang tertancap di atas
makam tidak bernama. Afif
kebingungan meyakinkan diri bahwa
itu adalah makam yang dimaksud.

“Ini beneran makamnya?” Tanya Afif


sekali lagi

“Aku rasa iya. Soalnya, gaada makam


lagi di tempat ini selain makam tak
bernama ini.”
Afif hanya pasrah. Dia kemudian
terduduk berhadapan dengan Ridwan
yang hanya terpisahkan oleh makam
tak bernama itu.

“Fif, inget ya. Kalo ada suara, gangguan


atau apapun, jangan digubris,”

“Siap, wan, insya allah kuat,”

“Bagus.”
Mereka duduk sila. Kedua tangan di
atas pusar sembari digenggam kuat.
Mata mereka terpejam kuat. Bibir
mulai berkomat-kamit. Ridwan mulai
memimpin untuk memulai
membacakan do’a dan tahlil.
“Laaa ilaaahaaa illallaahhh”

Kalimat itu diikuti oleh Afif,

“Laaa ilaaahaaa illallaahhh”


Dalam khusyu’ mereka melantunkan
bacaan tersebut, terpaan angin yang
begitu halus menyentuh kulit dan
membangunkan hawa merinding yang
syahdu.
Afif tiba-tiba tersentak dengan suara
rintihan tangis wanita dari arah
belakang. Dia sesekali menghentikan
bacaannya sambil menelan ludah
dalam-dalam.
‘’TERUSKAN! JANGAN BERHENTI!’’ Ucap
Ridwan
‘’Laa Ilahaaa Illallah…’’ Ucap Afif dengan
menekan lebih kencang suaranya
Lambat laun, tempat dimana mereka
terduduk yang sunyi dan sepi, kini
ramai dengan kehadiran sosok-sosok
yang terundang karena desakan dari
keduanya yang terus menerus
melantukan kalimat suci.
‘’LAA ILAAHAA ILLALLAHHH….’’
Kedua tangan yang awalnya digenggam,
kini terbuka. Setiap bagiannya di
letakkan di atas tulang kering kaki.
Nafas mereka menjadi lebih kencang.
Bersamaan dengan ditekannya tiap
kalimat yang dibaca, tetesan demi
tetesan keringat perlahan jatuh
membasahi baju yang dikenakannya.
‘’LAA ILAAHAA ILLALLAHHH….’’
Sela-sela jari Afif menangkap tetesan
demi tetesan dari atas. Tetesan itu
tidak dia sadari apa jenisnya. Pikirnya,
itu adalah keringat dingin dari rasa
takut yang menghantui.
Namun, suara aneh yang tiba-tiba
masuk ke telinga Afif, menjadikan rasa
takutnya kembali tercipta secara
spontan.
‘’ASTAGHFIRULLAH…’’ Ucap Afif sambil
menundukkan kepala
Dia kembali menghentikan bacaannya.
Ridwan tidak peduli. Dia terus
menyeimbangkan bacaan dengan terus
menggaungkan kalimat yang sama
secara berulang-ulang.
‘’LAA ILAAHAA ILLALLAHHH….’’
Akan tetapi, saat dimana Afif
mengangkat kepalanya dalam kondisi
mata yang masih terpejam, tetesan
demi tetesan itu kini mengenai

Anda mungkin juga menyukai