Anda di halaman 1dari 3

Legenda bukiti kampung Batu

Bagi kamu para petualang yang menyukai tantangan dan legenda di suatu daerah, tak ada salahnya
untuk berkunjung ke Desa Pakumbang yang berada di Kecamatan Sompak, Kabupaten Landak,
Kalimantan Barat. Meski belum banyak diketahui masyarakat luas, rupanya di desa tersebut memiliki
salah satu destinasi wisata bersejarah yang disebut Bukit Kampung Batu.

Konon katanya, zaman dulu terdapat perkampungan di bukit itu. Di sana tinggal lah nenek bernama Nek
Patah bersama seorang cucunya, Banti'ang. Lalu suatu hari di perkampungan tersebut diadakanlah acara
adat dan tetangga saling gotong-royong membantu. Namun, lantaran sang nenek tak sanggup
membantu acara itu, cucunya lah yang menggantikan.

Rupanya, Banti'ang membuat warga yang ada di acara tersebut jengkel lantaran makan terlalu banyak.
Mereka berpikir anak itu rakus dan tidak memikirkan si nenek yang ada di rumah.

Akhirnya, warga setempat langsung menyiapkan makanan dari sejenis karet yang bentuknya
menyerupai daging. Anak itu lalu pulang dan menyantapnya di rumah tanpa berbagi ke si nenek.Akan
tetapi, karet yang menyerupai daging itu tidak habis-habis dimakan Banti'ang. Nek Patah yang melihat
itu langsung berpikir bahwa warga setempat jahat kepada cucunya dengan memberikan makanan karet.

"Terus zaman dulu kan mistisnya luar biasa, ya. Setelah itu dia (Nek Patah) berpikir untuk mengirim
binatang anjing ke lokasi acara tersebut. Terus anjing itu dihias dan beri lonceng agar semenarik
mungkin," ujar salah satu tokoh pemuda bernama Ganesha, saat ditemui kumparan di kediaman Kepala
Desa Pakumbang, baru-baru ini.

Semua orang yang di pesta itu tertawa melihat anjing ini. Terus dia (Nek Patah) lari lewat gua bersama
cucunya, yang katanya menembus Gunung Samabue. Dia bawa ayamnya satu, telur satu," sambungnya.

Singkat cerita, tiba-tiba cuaca berubah dan muncul angin kencang yang membuat suasana
perkampungan itu porak-poranda. Lalu, warga setempat pun berubah menjadi batu.Menurut Ganesha,
warga di Desa Pakumbang itu dulu percaya bahwa siapa saja yang menertawakan atau merendahkan
binatang, akan berubah menjadi batu.

Hingga saat ini, jejak-jejak peninggalan kisah itu, mulai dari rumah yang berbentuk batu, hingga gua
tempat Nek Patah dan Banti'ang melarikan diri, masih berdiri kokoh di Bukit Kampung Batu.
"Sampai sekarang kita belum tahu Nek Patah dan cucunya masih hidup apa enggak. Tapi kata warga di
sekitar daerah Samabue, masih suka terdengar suara ayam gitu," katanya.Setelah duduk sebentar
sembari menyeruput es teh dan mendengarkan kisah tentang Bukit Kampung Batu itu, kumparan dan
rombongan langsung bergegas ke bukit tersebut.

Perjalanan dari rumah kades ke pintu masuk Bukit Kampung Batu memakan waktu kurang lebih 30
menit menggunakan mobil Toyota Hilux. Jalan yang sempit, agak berlumpur, dan bergelombang,
menjadi tantangan untuk bisa sampai ke sana.Namun, bagi kendaraan sedan atau jenis mobil yang tidak
mampu melewati medan rusak, sebaiknya menitipkan kendaraannya di tempat kepala desa setempat.
Sebab, kendaran tersebut akan sulit melintasi jalan menuju Bukit Kampung Batu.

Setelah sampai, kumparan langsung jalan menuju puncak Bukit Kampung Batu dengan mengikuti jalan
setapak yang telah dibuat warga setempat. Suasana ketika mulai memasuki kawasan hutan, terasa
begitu sejuk.Pohon bambu dan beberapa tumbuhan liar lainnya, menjadi pemandangan yang masih
begitu hijau. Gemericik suara air sungai yang begitu jernih, menambah suasana terasa sangat alami.
Pengunjung pun harus berhati-hati ketika jalan mulai menanjak, karena cukup licin.Beberapa ratus
meter dari lokasi pintu masuk bukit, kumparan melihat batu yang menyerupai bangunan rumah, berdiri
begitu tegak. Batu yang sudah mulai berlumut hijau tersebut berdiri di sekitar tumbuhan bambu.

"Batu ini yang katanya dulu tempat tinggal si nenek dan cucunya. Di situ juga batu yang dulu jadi tempat
lumbung padi," ujar Ganesha seraya menunjuk ke arah batu itu.

Setelah melihat dan mengabadikan beberapa foto di batu tersebut, kumparan kembali melanjutkan
perjalanan menuju puncak Bukit Kampung Batu. Tidak ada lagi jalan setapak yang terlihat saat jalur
mulai menanjak.kumparan hanya mengikuti jalan yang dibuat warga setempat. Di tengah perjalanan,
ditemukan pula akar tumbuhan Bajakah. Dari akar yang dipotong tersebut, menghasilkan tetesan-
tetesan air untuk diminum.Tetesan air Bajakah tersebut, kabarnya bisa menyembuhkan penyakit kanker.
Kabar itu sempat tersiar ketika ada pelajar di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, melakukan penelitian
terhadap air Bajakah itu. Namun hingga kini, belum ada penelitian resmi dari dinas kesehatan atau
pemerintah terkait soal khasiat air Bajakah.

kumparan sempat mencoba air dari batang Bajakah tersebut. Airnya pun terasa cukup dingin, dan tawar.
Akar Bajakah yang tebal, akan mengeluarkan tetesan air cukup banyak.
Perjalanan pun berlanjut. Setelah kurang lebih dua jam berjalan, akhirnya kumparan dan rombongan
tiba di puncak Bukit Kampung Batu. Batu besar yang membentuk bangunan rumah juga berdiri kokoh di
atas situ. Batu itu juga dapat digunakan tempat berteduh dan ibadah bagi kepercayaan warga setempat,
karena tempatnya cukup luas dan bagian atas yang miring seperti atap.Rasa lelah usai menempuh
perjalanan yang cukup jauh, akan terbayarkan saat melihat pemandangan hijau di depan mata.
Perkebunan, gunung, langit luas, serta udara yang sejuk, mampu menghipnotis dan membuat takjub
pengunjung yang datang di puncak Bukit Kampung Batu.Hujan pun sempat turun saat kami tiba di atas
puncak Bukit Kampung Batu. Kami tidak kebasahan lantaran berteduh di bawah bangunan batu
tersebut. Namun sayang, bangunan batu bersejarah itu harus kotor lantaran banyak coretan-coretan
yang dibuat tangan jahil para pengunjung.

Di sekitar puncak Bukit Kampung Batu, terdapat pula tumbuhan jelatang. Namun, pengunjung mesti
berhati-hati dan jangan sampai tubuh tersentuh daun jelatang sebab apabila tersentuh, kulit akan
berdampak gatal-gatal.Setelah rehat sejenak, kumparan dan rombongan kembali meniti jalan menanjak
beberapa meter untuk melihat gua atau lorong tempat si nenek dan cucunya melarikan diri. Pintu gua
sangat sempit lantaran terhalang batu di bibir goa tersebut.Ketika memasuki gua, terdapat kelelawar
yang terbang berlalu-lalang di dalam dan sangat gelap. Gua itu yang kabarnya dapat menembus ke
Gunung Samabue.

Untuk menempuh lokasi Bukit Kampung Batu, di Desa Pakumbang, pengujung bisa menyewa kendaraan
pribadi di pusat kota Kabupaten Landak. Sebab, hingga saat ini belum ada transportasi umum yang
langsung mengantarkan pengujung menuju Desa Pakumbang.Warga di Desa Pakumbang pun masih
terus berbenah diri untuk meningkatkan potensi pariwisata setempat. Sehingga, belum ada tarif khusus
jika ingin berkunjung ke Bukit Kampung Batu di Desa Pakumbang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.

Namun sebaiknya, bagi kamu yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Kalimantan Barat, khususnya
mau berkunjung ke Desa Pakumbang, Kabupaten Landak, bisa datang ke rumah Kades atau tokoh
pemuda setempat, untuk minta pendampingan.

Anda mungkin juga menyukai