Anda di halaman 1dari 10

ETIKA LINGKUNGAN

1. Etika lingkungan adalah bagian dari filsafat yang menyoroti hubungan moral
antara manusia dengan lingkungannya. Etika pada umumnya berusaha
membahas nilai-nilai moral secara umum. Oleh karena itu, adalah penting
untuk melihat dari mana asal nilai moral (the source of moral values), hal-hal
mana saja yang menjadi isi (content of values) nilai moral, dan apa peranan
atau fungsi nilai moral? (the role of particular values in moral outlook) 1.
Ketiga pertanyaan ini akan menjadi bagian dari refleksi kita dalam
pembahasan tentang etika lingkungan.

2. Secara umum kita memahami etika sebagai salah satu disiplin filsafat yang
menyelidiki kewajiban moral serta baik buruknya tingkah laku dan perbuatan
manusia. Kewajiban moral dan baik-buruknya tingkah laku manusia di sini
selalu ditemukan dan dinilai dalam situasi konkret di mana manusia berada.
Kita tidak pernah menemukan nilai moral dalam situasi vakum atau dalam
keadaan netral tanpa keterlibatan manusia dengan situasi konkret. Situasi
konkret di mana manusia berada, di sini, kita namakan lingkungan.
3. Dari terminologi yunani ethos, pengertian etika dipikirkan bersamaan dengan
pengertian moral (dari kata bahasa Latin mos), yang sering dimengerti sebagai
pertama, studi teoretis tentang prinsip-prinsip yang mengatur tingkah laku
dan perbuatan manusia (l’action humaine) dalam hubungan dengan konteks
atau situasi. Kedua, etika berkaitan dengan semua prinsip yang mengatur
tingkah laku dan perbuatan individu sesuai dengan ketentuan bersama, baik
dalam hubungan antara sesama manusia maupun dalam hubungan antara
manusia dengan lingkungannya.
4. Mengapa kita sebut etika lingkungan dan bukannya etika lingkungan hidup?
Pembahasan kita tentang etika tidak hanya terbatas pada mahluk biotis, tetapi
menjangkau juga benda-benda a-biotis. Tanggungjawab etik manusia bersifat
menyeluruh, merangkum baik terhadap lingkungan hidup maupun terhadap
lingkungan a-biotis juga.
5. Lingkungan di sini kita mengerti dalam arti yang lebih luas baik sebagai
ekosistim maupun sebagai kosmos. Dalam hubungan dengan kosmos
misalnya, kita mengerti kosmos sebagai semesta alam (universum) yang
mempunyai susunan yang teratur di dalam dirinya (orde natural) dan karena
itu ia mempunyai keindahan estetis di dalam dirinya. Bagi manusia, dunia
atau tata semesta ini merupakan organisme dan ekosistim yang teratur. Di
tengah-tengah keteraturan itu, manusia, semua mahluk biotis dan benda-
benda a-biotis mempunyai arti dan nilainya masing-masing dalam suatu
harmoni dasariah dengan keseluruhan. Adanya harmoni dasariah ini
menyebabkan segala sesuatu secara ontologis adalah baik (to agathon) dan
indah (to kalon).
6. Tugas manusia adalah mewujudkan diri secara ideal serta menciptakan
keharmonisan dengan tata semesta yang sudah baik dan indah itu. Di dalam
keharmonisan tata semesta, manusia tidak boleh menonjolkan diri atau
menciptakan kepentingan diri sambil mengabaikan eksistensi yang lain.

1
Reflection on Nature, 41.

1
7. Karena kosmos di dalam dirinya baik dan indah, maka sikap manusia yang
paling urama adalah mengakui dan menerima eksistensi alam sebagai
eksistensi yang otonom di dalam dirinya. Pengakuan ini membuka kesadaran
baru tentang dirinya sebagai bagian dari kosmos. Manusia adalah bagian dari
alam dunia. Bukan sebaliknya. Sebagai bagian dari alam dunia, maka ada
dua konsekuensi. Pertama, manusia sebagaimana mahluk yang lain adalah
‘earth community of life’ – anggota komunitas dunia kehidupan. Kedua,
manusia, mahluk biotis dan benda-benda a-biotis yang lain sama-sama
memiliki hak ontologis untuk berada sebagaimana adanya. Hak untu berada in
se dan per se.
8. Spesies manusia sebagaimana spesies yang lain dan benda-benda a-biotis
lainnya merupakan bagian integral dalam suatu sistim saling bergantung.
Hubungan itu dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Biotis A-biotis

Eco –organisasi
Fisik-materi Hidup

9. Setiap spesies atau organisme memiliki tujuan yang sama yaitu melanjutkan,
mempertahankan kehidupan masing-masing dengan cara yang berbeda-beda.
Manusia bukan satu-satunya spesies yang lebih dominan dari spesies yang
lain. Manusia dan mahluk hidup yang lain bukan juga satu-satunya mahluk
biotis yang lebih suprim dan mulia dari benda-benda a-biotis lainya.
10. Kalau etika berkenaan dengan nilai, dan segala totalitas biotis dan totalitas a-
biotis memiliki nilai juga, maka pendekatan etika dalam lingkungan harus
dimulai dari lingkungan itu sendiri.
11. Etika pada umumnya berurusan dengan refleksi tentang nilai dalam hubungan
dengan tindakan dan perbuatan manusia. Ada tiga hal yang perlu
diperhitungkan apabila kita berbicara tentang suatu nilai. Pertama, kita akan
bertanya tentang asal suatu nilai (the source of value). Nilai berasal dari
mana? Dari mana datangnya suatu nilai? Kedua, berkaitan dengan isi dari
suatu nilai. (the content of value). Apa-apa saja yang menjadi bagian dari
suatu nilai?. Apa yang terkandung dalam suatu nilai ? Apakah nilai hanya
berada dalam diri manusia, atau berada juga pada mahluk lain? Apakaha
benda-benda a-biotis memiliki nilai di dalam dirinya? Ketiga, berhubungan
dengan fungsi atau peranan nilai. (the role of value) Apakah suatu nilai
berfungsi dan memiliki peranana hanya sejauh mereka memberi kontribusi
bagi manusia, ataukah mereka berfungsi dan berperanan untuk diri mereka
juga? Dalam hubungan dengan pertanyaan ketiga ini, kita kenal nilai
instrumental (instrumental value) dan nilai intrinsik (intrinsic value) .
12. Nilai instrumental berkenaan dengan nilai sesuatu untuk sesuatu yang lain
dari dirinya. Nilai instrumental sering disebut juga nilai ekstrinsik. Value of
things as means to further some other ends, Sedangkan nilai intrinsik
berkenaan dengan nilai di dalam dirinya. (value of things as ends in
themselves). Entakah ia berguna dan bernilai bagi yang lain adalah soal kedua.
Kedua kategori ini memiliki dampak yang bersar dalam hubungan dengan
sikap dan cara pandangan manusia terhadap lingkungan alam.
13. Kita perlu menjawab tiga pertanyaan di atas. Apabila ketiga pertanyaan ini
kita bicarakan dalam konteks ekologi, maka terhadap pertanyaan pertama,

2
yaitu tentang asal usul suatu nilai, kita tidak dapat berkata bahwa asal suatu
nilai hanya bergantung dari cara pandang dan sikap manusia. Semua mahluk
biotis dan benda-benda abiotis lainya mempunyai nilai di dalam dirinya
sendiri (intrinsic value). Terhadap pertanyaan kedua, kita hanya bisa
memberikan jawaban dengan bertolak dari realitas kehidupan yang terkandung
di dalam alam itu sendiri. Tesis utama di sini adalah: nilai intrinsik yang dari
kodratnya bersifat inheren di dalam semua mahluk biotis adalah hidup atau
kehidupan. Sedangkan nilai intrinsik pada semua bentu-benda a-biotis adalah
nilai ontologis untuk berada menurut adanya. Berada sebagaimana ada.
Dalam hubungan dengan pertanyaan ketiga, yaitu tentang fungsi nilai. Kita
tidak dapat memahami semua nilai mahluk biotis dan benda-benda a-biotis
hanya sejauh mereka berfungsi bagi manusia atau tidak. Tesis utama adalah:
segala seuatau (biotis dan a-biotis) memiliki nilai yang otonom di dalam
dirinya sendiri.
14. Semua ini dapat menjadi pegangan bagi kita, dan bisa membantu kita untuk
menghindari kecendrungan untuk kembali jatuh ke dalam cara pandang dan
sikap yang antropsentris dan instrumentalistis.
15. Kalau etika secara umum berhubungan dengan refleksi tentang baik buruknya
tindakan manusia, maka etika lingkungan berkaitan dengan refleksi tentang
baik buruknya sikap manusia terhadap alam. Ada tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam hubungan dengan sikap atau perbuatan manusia terhadap
lingkungan . Pertama, sikap yang paling mendasar adalah respek terhadap
alam (respect for nature). Bahwa alam mempunyai nilai intrinsik di dalam
dirinya, maka manusia berkewajiban memiliki respek atas segala seuatu (biotis
dan abiotis) yang berada di muka bumi ini. Kedua, agar sikap respek
terhadap alam menjadi kenyataan, maka manusia harus merubah pandangan
dan sikapnya, yaitu dari pandangan yang antroposentris menjadi pandangan
dan sikap yang lebih biosentris dan lebih umum lagi yang ekosentris. Ketiga,
apapun penghargaan dan respek terhadap segala sesuatu di muka bumi ini,
tetaplah harus ada norma yang mengikat dan mengatur setiap tindakan dan
perbuatan sikap manusia. Dalam hubungan dengan kehidupan misalnya, tidak
dikenal norma, pandangan etik dan sikap moral yang relatif atau permisif.
Hidup bukan hal yang relatif. Hidup adalah hidup. Persoalan tentang hidup,
bukanlah satu satunya persoalan yang berkaitan dengan interese manusia
belaka. Manusia bukan lagi satu-satunya titik acuan bila kita mau secara nyata
menghargai seluruh bentuk kehidupan yang berada di muka bumi ini.
16. Tugas utama manusia yaitu mewujudkan dirinya secara ideal serta
menciptakan keharmonisan dengan semua tata kehidupan di dalam semesta
ini. Manusia tidak boleh menonjolkan atau mencari kepentingan diri, sambil
tidak mengindahkan eksistensi kehidupan yang lain. Manusia secara kolektif
harus mengakui diri sebagai bagian dari alam. Manusia adalah anggota
Komunitas Dunia Kehidupan (earth community of life). Spesies manusia,
sejauh berada bersama dengan spesies yang lain, dia merupakan bagian
integral dalam suatu sistim tata semesta yang saling membutuhkan. Oleh
karena itu, sikap manusia yang tepat adalah menaruh respek terhadap seluruh
bentuk kehidupan di muka bumi ini. Wujud konkret dari respek adalah sikap
bertanggungjawab. Respek dalam responsibility. Inilah yang menjadi cita-cita
dan ideal bersama. Panggilan manusia adalah panggilan untuk
bertanggungjawab atas setiap bentuk kehidupan di muka bumi ini. Panggilan
ini lahir dari kesadaran utama bahwa, tugas manusia adalah menjaga bumi.

3
Menjaga bumi berarti menjaga kehidupan. Sebaliknya merusakan bumi sama
halnya dengan merusakan kehidupan. Selamatkan bumi kita! Salva il nostro
mondo!

BIOSENTRISME:
BERPUSAT PADA KEHIDUPAN

1. Posisi kita di sini yaitu kita menolak argumentasi antropsentrisme. Tidak


benar bahwa hanya manusia yang mempunyai nilai. Alam dan segala isinya
memiliki nilai pada dirinya. Setiap bentuk kehidupan atau mahluk hidup
mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri dan karena itu, layak
mendapat pertimbangan dan mendapat kepedulian.
2. Dasar pertimbangan kita adalah prinsip bahwa setiap kehidupan di muka
bumi bernilai pada dirinya sendiri, dan karena itu mereka mempunyai hak
untuk dilindungi dan diselamatkan. Untuk hal ini, diperlukan etika yang
berfungsi menuntun manusia untuk bertindak secara baik demi menjaga dan
melindungi kehidupan.
3. Konsekuensi dari petimbangan ini yaitu alam semesta dan segala bentuk
kehidupan di dalamnya adalah bagian dari suatu komunitas biotis di mana
baik manusia maupun segala bentuk kehidupan di dalamnya sama –sama
mempunyai nilai . Pendasarannya yaitu bahwa alam memiliki hak hidup.
Hak ini bersifat asasi. Kita menamainya Hak Asasi Alam. Sudah saatnya kita
memperjuangkan hak asasi alam. Dewasa ini kita lebih cendrung berbicara
tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Kita seharusnya lebih jauh dan bahkan
lebih luas melihat bahwa hak asasi manusia hanya dapat dipahami dalam arti
yang lebih sempurna bila dilihat secara seimbang dengan hak asasi alam,
karena hidup manusia selalu berpautan dengan kehidupan pada umumnya.
4. Pendasaran Hak Asasi Alam adalah : sikap dan rasa hormat sedalam-
dalamnya terhadap realitas biotis dan abiotis. Kehidupan adalah hal yang
luhur dan bahkan sakral. Adalah hal yang luhur kalau kita membela segala
bentuk kehidupan. Sebaliknya buruk, kalau kita menghancurkannya. Orang
yang baik adalah orang yang selalu membela martabat kehidupan.
5. Ada empat keyakinan yang mendasari pertimbangan biosentrisme. Pertama,
manusia adalah anggota komunitas dunia kehidupan di bumi dalam pengertian
yang sama dengan semua bentuk kehidupan lain yang adalah juga sebagai
anggota komuntias dunia kehidupan. Kedua, spesies manusia bersama dengan
spesies yang lain adalah bagian dari suatu sistim tata semesta yang saling
bergantung. Ketiga, semua organisme terarah pada kehidupan dan memiliki
tujuan di dalam dirinya sendiri. Setiap organisme adalah unik sesuai dengan
kepentingan sendiri sesuai dengan caranya sendiri. Keempat, manusia
bukanlah mahluk (spesies) satu-satunya yang lebih unggul dari mahluk hidup
lain2.
6. Keyakinan ini membuka kemungkinan bagi manusia untuk lebih bersikap
netral dalam memandang semua mahluk biotis dan juga benda a-biotis
sesuai dengan kepentingannya. Untuk memahami bisosentrisme, kita perlu
membedakan antara moral agenst (pelaku moral) dan moral subject (subyek
moral). Yang pertama berkaitan dengan kemampuan yang dapat menjadi
dasar dalam hal baik buruk suatu tindakan dan bisa dituntun untuk
bertanggungjawab atas tindakannya. Hanya manusia yang berkesadaran
2
Reflection on nature hal. 86.

4
dapat dikatakan sebagai moral agents. Tapi ada kelompok manusia belum
dapat masuk dalam kelompok ini, yaitu pertama; bayi dan anak-anak, kedua
adalah orang gila dan cacat mental .
7. Yang kedua, semua mahluk hidup yang memiliki martbat kehidupan di
dalam dirinya harus dipandang sebagai subyek moral (moral subject).
Keadaan subyek moral dapat bisa lebih baik atau lebih buruk tergantung dari
moral agent. Suyek moral adalah semua organisme hidup . Bagaimana
dengan benda-benda abiotik yang lain. Apakah mereka dapat dikatakan
sebagai subyek moral? Mereka bukan subyek moral tetapi manusia sebagai
pelaku tetap memperlakukan mereka secara baik dan etis karena keberadaan
benda-benda abiotik menentukan dan mendukung subyek moral. Air harus
dijaga karena di dalamnya ada kehidupan. Kebersihan udara harus
diperhatikan karena semua mahluk hidup bergantung pada udara yang bersih
dan sehat. Semua pelaku moral adalah subyek moral tetapi tidak semua
subyek moral adalah pelaku moral.
8. Jadi manusia sebagai moral agents mempunyai kewajiban dan
tanggungjawab atas kerbeadaan dan keberlangsungan hidup semua
organisme sebagai subyek moral. Bahkan atas dasar pertimbangan ini,
manusia juga dituntut untk bertanggungjawab terhadap semua entitas
termasuk yang abiotik demi keberadaan dan kelangsungnan subyek moral.
9. Sikap dasar manusia sebagai pelaku moral yang harus diperhatikan dalam
hubungan dengan semua organisme hidup sebagai subyek moral juga terhadap
benda-benda abiotis lainnya, adalah sikap respek terhadap alam (respect for
nature). Ada empat hukum yang harus diperhatikan di sini.
10. Pertama; no harm3 : kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu yang
merugikan alam dan segala isinya yang sudah memiliki kebaikan di dalam
dirinya. (the duty not to do harm to any entity in the natural environment that
has a good of its own). Menghindari sikap dan tindakan yang destruktif dan
negatif yang merusakan alam dan segala isinya. Mengurangi kebiasaan memb
uat alam menderita.
11. Kedua, non-interference4: Tidak campur tangan untuk membatasi atau
menghambat kebebasan organisme untuk berkembang dan hidup secara
leluasa di alam sesuatu hakekatnya. Ini termasuk5 1. Hambatan eksternal
posistip (dikurung dan diikat). Hambatan eksternal negatip: tidak tersedia air
atau makanan., 2. Hambatan internal positip: disemprot dengan bahan kimia,
direkayasa secara genetip. 3. Hambatan internal negatip: kelemahan atau
ketidak berdayaan karena kerusakan jaringan organ dalam tubuh. Selain itu,
ada kewajiban membiarkan organisme berkembang sesuai dengan hakikat
mereka. Misalnya tidak memindahkan mereka dari habitatnya yang asli. Kita
tidak boleh memanipulasi, mengontrol dan memodifikasi serta
mengintervensi fungsi-fungsi alamiahnya. Membiarkan segala jenis mahluk
biotis hidup sesuai dengan kodratnya. ‘Let wild creatures live out their lives in
freedom’6. Ada hal penting berkaitan dengan kebebasan segala sesuatu.
‘Freedom for a whole biotic community is the absence of human intervention
of any kind in the natural’7. Kewajiban untuk tidak campur tangan adalah

3
Ibid
4
Ibid
5
Ibid 88
6
Ibid
7
Ibid

5
juga kewajiban untuk respek terhadap kebebasan secara biologis dan
ekologis terhadap semua kelompok biotis dan juga abiotis. Singkatnya sikap
manusia terhadap segala mahluk biotis adalah ‘to respect the their wild
freedom by letting them alone’8. Membiarkan semuanya bertumbuh sesuai
keadaan dan kondisinya. Meskipun resikonya karena seleksi alam, pasti adan
kalah dan punah, ada yang kuat dan bertahan.
12. Ketiga, fidelitiy (kesetiaan). Ada janji untuk tidak mengganggu atau
merusakan organisme. Kita tetap setia dalam melindungi dan menjaga segala
sesuatu. Keempat, keadilan restituitif. Manusia wajib memulihkan kembali
kesalahan yang dibuat terhadap alam. Ada semacara konversi terhadap alam.
Sikap balik membela dan menghormati alam. Terhadap tindakannya yang
merusakkan alam, manusia harus membuat kompensasi atau menggati rugi
dengan cara memulih dan memperbaiki segala yang pernah dirusakannya.

Etika Bumi.
Aldo Leopold pencetus gagasan biosentrisme melontarkan teori etika lingkungan
dengan penyabutan The Land Ethic atau etika bumi. Gagasan dasar dari etika bumi
adalah: ‘sesuatu itu benar kalau ia terarah untuk melindungi integritas, stabilitas dan
keindahan komunitas biotik. ‘ a thing is right when it tends to preserve the integrity ,
stability and beauty of the biotic community” 9. Gagasan ini lahir sebagai reaksi
terhadap cara pandang dan sikap yang memandang alam dan lingkungan sebagai
obyek manipulasi dan eksploitasi demi kepentingan manusia. Bumi dan alam
dipandang sebagai benda mati. Posisi kita yaitu, kita memandang bumi dan segala
isinya sebagai komunitas biotis yang mengandung dan penuh dengan organisme
kehidupan. Ini menjadi pendasaran etika bumi. Bumi sebagai komunitas biotis
mempunyai nilai pada dirinya, terlepas dari apakah ia bernilai bagi manusia atau
tidak. Bumi dan segala isinya adalah subyek moral yang harus dihargai oleh manusia
karena bernilai di dalam dirinya.
Pandangan ini tentu memperluas basis pembicaraan kita tentang etika. Pembicaraan
tentang etika tidak hanya terbatas pada perlakuan di antara sesama manusia. Etika
yang lebih yang komprehensif harus menyangkut juga perlakuan antara manusia
terhadap alam dan segala isinya. Bumi dan segala isinya memilik hak yang harus
dijaga. Hak itu adalah hak bumi . Hak bumi adalah hak untuk berada dan berkembang
sesuai keadaannya. Hak ini harus diperjuangkan dalam etika bumi, sebagai
perwujudan rasa hormat atau respek manusia terhadap alam.
Fokus kepedulian dalam etika bumi bukan lagi manusia satu-satunya, tetapi pada
keseluruhan komunitas biotis termasuk manusia sebagai salah satu anggota
komunitas. Etika bumi mengutamakan nurani ekologis sebagai dasar tanggungjawab
terhadap lingkungan., yang berdasarkan pada kasih, respek dan hormat pada alam.
Bumi dan segala isinya perlu dilestarikan. Manusia memang hidup dari bumi dan
sebagai imbalannya yaitu manusia harus bertanggungjawab terhadap bumi dengan
menjaga integritas, stabilitas dan keindahan komunitas biotis.
Biosentrisme dan etika bumi menuntut perlakuan (equal treatment) yang sama bagi
semua mahluk hidup dengan alasan bahwa semua mahluk memiliki kehidupan.
Gagasan ini pada gilirannya menolak antroposentrisme yang dianggap sebagai
spesiesisme. Sama seperti rasisme yang menganggap ras tertentu lebih unggul dari
ras lain, dan selalu bersikap diskriminatif terhadap ras yang dianggap lebih rendah,
8
Ibid, 89
9
Alfo LEOPOLD, The Land Ethics, dalam a sand country Almanac.............

6
spesiesisme menganggap spesies tertentu (manusia) lebih unggul dari spesies lain.
Konsekuensinya, spesiesisme bersikap diskriminatif terhadap spesies lain.
Antropsenstrisme dianggap sebagai spesiesisme karena menilai spesies manusia
lebih tinggi kedudukannya dati spesies lain.
Dalam biosentrisme kita menerima prinsip antispesiesisme, yaitu prinsip untuk
membela kepentingan dan kelangsungan hidup semua spesies di bumi karena
semunya mempunyai hak hidup. Semua spesies pantas mendapat perhatian dan
perlindungan. Semua mahluk hidup mempunyai kepentingan untuk menuntut
kepedulian, tanggungjawab dan kewajiban dan kewajiban moril. Kepentingan dari
semua mahluk harus diperhitungkan dan diberi bobot sesuai kondisinya.

Ekosentrisme dan Deep Ecology


Sama seperti biosentrisme, ekosentrisme juga melawan cara pandang antropsentrisme
yang membatasi keberlakuan etik hanya pada komunitas manusia. Kalau
biosentrisme memberlakukan etika pada tanggungjawab terhadap seluruh komunitas
biotis, maka ekosentrisme memberlakukan etika pada komunitas ekologis
seluruhnya, baik yang biotis maupun abiotis. Pandangan ini didasarkan pada
pertimbangan utama: mahluk biotis dan benda-benda abiotis saling terkait satu sama
lain, dan oleh karena itu, kewajiban dan tanggungjawab berlaku juga bagi semua
realitas ekologis. Manusia dan seluruh kepentingannya bukan lagi menjadi ukuran
bagi segala yang lain. Manusia bukan lagi pusat dunia. Manusia hanya salah satu
spesies di tengah dunia ini. Salah satu gerakan internasional dewasa ini yang gencar
memperjuangkan tanggungjawab kepada seluruh realitas ekologi dewasa ini adalah
gerakan ‘deep ecology’ atau ekologi dalam.

Gerakan Deep ecology pertama kali diperkenalkan oleh Fisluf Norwegia Arne Naess
tahun 1973. Dasar pemikiran Naess adalah pandangannya yang berpusat pada
kehidupan pada umumnya (bukan hanya pada manusia). Manusia dan
kepentingannya bukan lagi menjadi satu-satunya ukuran segala sesuatu. Deep
ecology memusatkan perhatian pada seluruh biosphere yaitu semua spesies termasuk
spesies manusia. Pandangan ini lebih memperhatikan kepentingan seluruh komunitas
ekologis. Sebagai pandangan, filosofi dasar deep ecology adalah ecosophy. Ekosofi,
sebagai kombinasi antara eco (rumah tangga) dan sophy (kearifan) adalah kearifan
untuk mengatur hidup secara harmonis (selaras) dengan alam sebagai rumah
tangga dalam arti luas. Di sini, ecosophy tidak saja dimengerti sebagai suatu ilmu
(science) tetapi terlebih sebagai suatu kearifan (wisdom). Kearifan disini tidak hanya
terbatas pada cara memandang, tetapi sebuah cara hidup atau pola tingkah laku yang
selaras dengan alam. Cara hidup ini harus menjadi patokan bagi semua penghuni
alam semesta sebagai satu rumah tangga dunia. Ada 8 platform ekologi dalam yang
dilihat sebagai prinsip mendasar.
1. Kesejahteraan dan pertumbuhan kehidupan manusia dan bukan manusia di
bumi mempunyai nilai pada diri sendiri (nilai intrinsik). Nilai-nilai ini
tidak tergantung dari apakah dunia di luar manusia mempunyai kegunaan
atau tidak bagi kehidupan manusia.
2. Kekayaan dan karagaman bentuk-bentuk kehidupan mempunyai kontribusi
bagi perwujudan nilai-nilai dan juga bernilai di dalam diri mereka sendiri
sendiri.
3. Manusia tidak mempunyai hak untuk mereduksi kekayaan dan keragaman
ini kecuali untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang vital.

7
4. Peningkatan kehidupan manusia dan kebudayaannya berjalan seiring
dengan penurunan substansial populasi manusia. Peningkatan kehidupan
yang bukan manusia membutuhkan penurunan jumlah penduduk seperti
itu.
5. Campur tangan manusia dewasa ini sudah sangat berlebihan, dan situasi
ini semakin memburuk.
6. Perlu ada perubahan kebijakan, demi mempengaruhi struktur ekonomi,
teknologi dan ideologi. Hasilnya akan berbeda dari keberadaan sekarang
ini.
7. Perubahan ideologis yang utama adalah menghargai kualitas kehidupan,
dan bukannya bertahan pada standar kehidupan yang semakin meningkat.
8. Orang-orang yang menerima poko-pokok pemikiran ini mempunyai
kewajiban secara langsung atau tidak langsung untuk ikut ambil bagian
untuk mewujudkan perubahan-perubahan yang harus dilakukan.
Tugas: berikan penilain masing-masing. (cfr. Teks Soni Keraf)
Prinsip-prinsip gerakan ekologi dalam.
Ada beberapa prinsip gerakan ekologi dalam yang perlu diperhatikan disini.
- Prinsip biospheric egalitarianism: semua organisme dan mahluk hidup
adalah anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait
sehingga mempunyai martabat yang sama. Hal ini menjadi dasar
penghormatan terhadap semua bentuk kehidupan di alam semesta ini. hak
kehidupan adalah hak universal semau bentuk kehidupan yang tidak dapat
diabaikan.
- Prinsip non-antroposentrisme: manusia merupakan bagian dari alam,
bukan sebaliknya. Manusia bukan satu- satunya spesies yang lebih tinggih
atau lebih mulia dari alam. manusia bukan tuan dan penguasa atas alam.
manusia hanya salah satu spesies di tengah banyak spesies lainnya.
Dominasi manusia perlu digantung dengan sikap kebergantungan manusia
terhadap alam. manusia sebaliknya berpartisipasi terhadap alam.
- Prinsip realisasi diri (self realization): manusia merealisasikan dirinya
dengan mengembangakan potensi diri. Hanya melalui cara ini ia
mempertahankan hidupnya. Realisasi diri adalah bagian dari usaha
pemenuhan dan perwujudan semua kamampuan yang beranekaragam
sebagai mahluk ekologis dalam komunitas ekologois. Manusia
berkembang menjadi manusia yang penuh dan utuh justru dalam realsi
dengan kehidupan semua realitas ekologis. Manusia merealisasi dirinya
melalui proses dimana ia menyadari kesatuan asasi dengan alam dan
melalui interaksi positif dengan alam secara keseluruhan dan dengan
bagian lain dari alam ini.
- Pengakuan dan penghargaan terhadap keanekaragaman komplesitas
ekologis dalam suatu hubungan simbiosis. Hidup bersama secara saling
menguntungkan.
- Perlunya perubahan dalam politik dari politik yang human oriented
menuju ecopolitik. Ada kecendrungan politik dewasa ini yang tidak
bernuansa lingkungan. Politik juga harus memperhatikan kesatuan asasi
dan alamiah antara manusia, binatang, tumbuhan sebagai anggota
komunitas biotik. Politik dan ekonomi harus beralih dari sekedar
paradigma yang memusatkan perhatian pada pembangunan berlanjut
tetapi pada ‘keberlanjutan ekologis’ yang menuntut sikap hormat dan

8
perlindungan kekayaan dan keanekaragaman segala bentuk kehidupan di
bumi ini.

Prinsip-prinsip ini boleh juga dilihat sebagai pendasaran untuk membela


Hak Asasi Alam. Alam mempunyai hak untuk tidak diganggu dan
dirugikan karena berkaitan dengan kehidupan yang terkandung di
dalamnya. Alam mempunyai hak untuk tidak dirusakan atau dicemari.
Alam mempunyai hak untuk tidak dibatasi dan dihambat perkembangan,
pertumbuhan dan kehidupan sesuai kodrat. Manusia mempunyai
kewajiban membiarkan organisme hidup dan berkembang sesuai dengan
hakikatnya. Mahluk hidup selain manusia mempunyai hak asasi atas
ekosistim atau habitatnya. Tanpa ekosistim dan habitat yang nyaman dan
kondusif sesuau hakikatnya, semua mahluk hidup tidak akan bertahan
hidup dan berkembang. Hak asasi alam yang perlu diperhatikan disini
termasuk hak asasi kolektif pada binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai
spesies yang berbeda dengan manusia. Setiap spesies mempunyai hak
utuk hidup dan berkembang seara alamiah dan sama seperti spesies
manusia, mereka mempunyai hak atas habitat alamiahnya.

PRINSIP-PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN HIDUP

Setelah kita melihat pandangan tentang biosentrisme, ekosentrisme dan


Hak Asasi Alam, maka kita dapat merumuskan beberapa prinsip etika
yang menjadi landasan pembicaraan tentang etika lingkungan hidup.
1. Prinsip Respect for Nature (hormat terhadap Alam)
Sebagai bagian dari alam, sebagai anggota komunitas ekologis,
manusia mempunyai kewajiban untuk menghargai setiap bentuk
kehidupan dan spesies di dalamnya. Sikap hormat ini dapat
ditunjukan juga lewat kewajiban menjada integritas komunitas
ekologis. Manusia memiliki kewajiban menjaga alam sebagai sebuah
rumah tangga dunia. Alam mempunyai hak untuk dijaga, karena
secara ontologis, manusia adalah bagian integral dari alam. Manusia
wajib menghargai hak semua mahluk hidup di dalam ekologi seperti
hak untk berada, hidup, tumbuh, berkembang secara alamiah.
2. Prinsip responsability for Nature (tanggungjawab untuk alam)
Akna menjadi semputna kalau setiap sikap respek selayaknya diikuti
oleh sikap tanggungjawab. Perwujudan tanggungjawab terhadap alam
dapat dilakukan baik secara individual maupun secara kolektif melalui
tindakan menjaga atau memelihara alam semesta sebagai rumah
kediaman sendiri.
3. Cosmic Solidarity (solidaritas Kosmik)
Sikap respek dan tanggungjawab terhadap alam adalah penungkapan
dari solidaritas kosmik. Solidaritas ini lahir dari kesadaran diri sebagai
bagian integral dari alam semesta. Manusia harus merasa
sepenanggung dengan alam. Rasa solider dapat terjadi kalau ada
keterlibatan emosional atas tragedi kosmos. Manusia dapat merasakan
apa yang dirasakan oleh mahluk hidup lain karena ia adalah sesama
anggota komunitas biotis. Prinsip solidaritas ini mendorong manusia

9
untuk menyelamatkan lingkungan dan semua bentuk kehiidupan
sebagai bagian dari pro-alam atau pro lingkungan.
4. Prinsip Caring For Nature ( prinsip kasih sayang terhadap alam).
Sebagai sesama anggota komunitas biotis, manusia digugah untuk
mencintai, menyayangi dan peduli akan alam dan seluruh isinya tanpa
diskriminasi dan tanpa dominasi. Semua mahluk hidup mempunyai
hak untuk dilindungi, dilpelihara, tidak disakiti dll. Dengan semakin
mencintai alam dan semua kehidupan di dalamnya, manusia semakin
memperlihatkan dirinya sebagai pribadi yang semakin ekologis. Ia
semakin bertumbuh dan berkembang bersama alam, dengan segala
watak dan kepribadian tenang, damai, penuh kasih, luas wawasan
seluas alam.
5. Prinisp No Harm
Karena manusia memiliki tanggungjawab terhadap alam, maka paling
tidak manusia tidak akan mau merugikan alam. Manusia berkewajiban
melindungi kehidupan alam semesta ini. Sikap solider dan kepedulian
terhadap alam bisa ditunjukan dalam bentuk minimal berupa tidak
melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi
mahluk hidup lain. Misalnya tidak menyakiti binatang, tidak
menyebabkan punahnya spesies tertentu.

10

Anda mungkin juga menyukai