Anda di halaman 1dari 29

TUGAS AKHIR

Periode 158

Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur

Sriwijaya Cultural Center dengan Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana


Arsitektur

Oleh:
Annisa Nur Afifah

NIM. 21020120130092

PROGRAM STUDI SARJANA ARSITEKTUR

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................... 2

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ 4

BAB I .......................................................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 5

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

1.3 Tujuan dan Sasaran ...................................................................................... 7

1.3.1 Tujuan..................................................................................................... 7

1.3.2 Sasaran .................................................................................................. 7

1.4 Manfaat ......................................................................................................... 7

1.4.1 Subjektif .................................................................................................. 7

1.4.2 Objektif ................................................................................................... 7

1.5 Ruang Lingkup .............................................................................................. 8

1.5.1 Ruang Lingkup Substansial .................................................................... 8

1.5.2 Ruang Lingkup Spasial ........................................................................... 8

1.6 Metode Pembahasan .................................................................................... 8

1.7 Sistematika Pembahasan ............................................................................. 8

1.8 Alur Pikir ...................................................................................................... 10

BAB II ....................................................................................................................... 12

2.1 Tinjauan Cultural Center ............................................................................. 12

2.1.1 Definisi Cultural Center ......................................................................... 12

2.1.2 Fungsi Cultural Center .......................................................................... 13

2.1.3 Ekspresi-dasar Arsitektural pada Bangunan Cultural Center................ 14

2.1.4 Perbedaan Cultural Center dan Museum ............................................. 15

2.2 Tinjauan Seni dan Kebudayaan di Palembang ........................................... 17

2.2.1 Definisi Kesenian dan Kebudayaan ...................................................... 17

2
2.2.2 Kesenian dan Kebudayaan di Palembang ............................................ 18

2.2.3 Komunitas Kesenian dan Kebudayaan di Palembang .......................... 21

2.2.4 Event-event Kesenian dan Kebudayaan di Palembang ........................ 21

2.3 Tinjauan Arsitektur Neo-Vernakular ............................................................ 22

2.3.1 Definisi Arsitektur Neo-Vernakular ........................................................ 22

2.3.2 Karakteristik Arsitektur Neo-Vernakular ................................................ 23

2.3.3 Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular .................................................. 23

2.4 Studi Banding .............................................................................................. 24

2.4.1 Taman Ismail Marzuki........................................................................... 24

2.4.2 Radjawali Semarang Cultural Center ................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 27

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Empat Dimensi Pembentuk Cultural Center ............................................ 13


Tabel 2. 2 Acuan ekspresi-dasar arsitektural pada bangunan pusat kebudayaan ... 15
Tabel 2. 3 Perbedaan Cultural Center dan Museum ................................................ 16
Tabel 2. 4 Keragaman Seni Budaya Khas Palembang ............................................ 18
Tabel 2. 5 Warisan Budaya Sumatera Selatan Yang Sudah Disertifikasi................. 20
Tabel 2. 6 Jumlah Fesetival Seni dan Budaya yang diselenggarakan Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2018.......................................................... 22

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di


wilayah selatan pulau Sumatera dengan ibukota Palembang. Seperti kebudayaan di
provinsi lain, sebagian besar Sumatera Selatan terpengaruh oleh budaya Melayu,
beberapa juga ada yang terpengaruh oleh Islam, dan ada pula yang dipengaruhi oleh
kebesaran dari kerajaan Sriwijaya.
Kota Palembang merupakan kota tertua di Indonesia yang berumur setidaknya
1340 tahun jika berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti
Kedukan Bukit (dibangun 17 Juni 683). Lahir dan berkembangnya kota Palembang
sejalan dengan lahir dan berkembangnya Kerajaan Sriwijaya. Hal ini dikarenakan
samanya lokasi kota Sriwijaya dan kota Palembang. Dengan rentang usia yang
demikian panjang makan Kota Palembang memiliki peninggalan-peninggalan sejarah
seperti, kemegahan kerajaan Sriwijaya sebagai kerjaan Hindu terbesar di Indonesia
hingga kearifan hasil akulturasi budaya lokal dan Kesultanan Palembang Darussalam.
Berbagai peninggalan sejarah inilah yang menjadikan Kota Palembang memiliki
berbagai daya tarik wisata sejarah yang potensial.
Pada tanggal 25 Oktober 2018, Kota Palembang telah masuk dalam Jaringan
Kota Pusaka Indonesia (JKPI) yang berarti Kota Palembang memiliki kekentalan
sejarah yang di dalamnya terdapat pusaka alam dan budaya sebagai aset pusaka
yang menjadi bagian kota yang hidup, berkembang, dan dikelola secara efektif
(Ernawi, 2012). Namun peninggalan objek budaya sejarah yang ada di Kota
Palembang, seperti Jembatan Ampera, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, dan
Benteng Kuto Besak belum sepenuhnya dimanfaatkan dan dilestarikan secara
optimal. Wisatawan yang berkunjung pun didominasi oleh wisatawan lokal dan
nusantara, padahal peninggalan bersejarah mempunyai daya tarik yang besar yang
juga dapat menarik wisatawan mancanegara.
Palembang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Selatan turut melakukan upaya-
upaya dalam melestarikan kebudayaan lokal. Upaya-upaya tersebut didasari oleh isu-
isu strategis yang menjadi acuan dalam perumusan Visi misi, tujuan dan sasaran
program dan kegiatan yang diprioritaskan selama lima tahun ke depan berdasarkan
Rencana Kerja Dinas Kebudayaan Kota Palembang Tahun 2023, yaitu:

5
1. Masih banyak benda bernilai sejarah, benda/bangunan/kawasan cagar budaya
dan seni budaya yang tidak terpelihara/dilestarikan.
2. Kualitas penyelenggaraan festival budaya belum sesuai harapan masyarakat
yang berkunjung.
3. Belum tersedianya data yang valid terhadap perkembangan dan kemajuan
kebudayaan di Kota Palembang.
4. SDM sektor kebudayaan yang masih rendah beik dari susu jumlahnya dan
kualitasnya.
5. Keterbatasan infrastruktur (sarana dan prasarana) yang berdampak pada
minimnya atraksi yang dapat ditampilkan.
6. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap
pengelolaan museum dan cagar budaya.
Kota Palembang dibelah oleh Sungai Musi yang aliran airnya berasal dari seluruh
singai yang ada di Provinsi Sumatera Selatan dan kemudian diteruskan langsung ke
laut. Keberadaan Sungai Musi ini membelah Kota Palembang menjadi dua bagian
yaitu Seberang Ulu yang terdapat di sisi selatan Sungai Musi dan Seberang Ilir yang
terdapat di sisi utara Sungai Musi. Seberang Ilir memiliki bentuk permukaan yang
berbukit-bukit dengan ketinggian rata-rata 8 meter di atas permukaan laut. Sementara
itu, bentuk permukaan lahan di Seberang Ulu relatif lebih landai dan memiliki
ketinggian rata-rata kurang dari 1 meter di titik ketinggian pasang maksimum Sungai
Musi (RPJMD Provinsi Sumsel Tahun 2019-2023). Hal ini mengakibatkan Seberang
Ulu kerap tergenang air pasang setiap tahunnya. Kondisi ini dianggap sebagai salah
satu penyebab tidak meratanya pembangunan. Di Kota Palembang, Seberang Ilir
berkembang lebih cepat daripada Seberang Ulu.
Dengan demikian, penyediaan fasilitas pusat kebudayaan di Kota Palembang
khususnya di Kawasan Jakabaring ini dibutuhkan sebagai tempat pelestarian budaya
lokal yang dapat meningkatkan apresiasi dan edukasi masyarakat terhadap seni dan
budaya serta dapat meningkatkan perekonomian lokal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan di atas dapat diidentifikasikan


beberapa permasalahan yang dapat diteliti, yakni sebagai berikut:

6
1. Peninggalan objek budaya sejarah yang ada di Kota Palembang belum
sepenuhnya dimanfaatkan dan dilestarikan secara optimal. Oleh karena itu
perlu adanya wadah atau tempat yang dapat melestarikan budaya tersebut.
2. Perlu adanya wadah pengembangan seni dan budaya Kota Palembang untuk
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan lokal.
3. Menjadikan daya tarik wisata budaya dan hiburan yang baru bagi warga lokal
maupun luar Kota Palembang.
1.3 Tujuan dan Sasaran
1.3.1 Tujuan

Tujuan dari pembuatan LP3A ini adalah memperoleh suatu Judul Tugas
Akhir yang jelas dan layak, dengan merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan
Cultural Center di Kota Palembang baik potensi pengembangan hingga potensi
kendala, serta memberikan alternative pemecahan secara arsitektural.

1.3.2 Sasaran

Sasaran dari tersusunnya LP3A ini adalah sebagai langkah dasar


proses perencanaan dan perancangan Sriwijaya Cultural Center dengan
Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular berdasarkan analisa dan pendekatan
terhadap aspek-aspek panduan perencanaan dan perancangan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Subjektif

Manfaat dari LP3A ini secara subjektif adalah untuk mementuhi salah
satu persyaratan dalam menempuh Tugas Akhir sebagai syarat kelulusan
Sarjana Strata 1 (S-1) pada Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro.

1.4.2 Objektif

Manfaat dari LP3A ini secara objektif adalah untuk memberi tambahan
pengetahuan dan perkembangan ilmu di bidang arsitektur, baik bagi
mahasiswa yang bersangkutan maupun mahasiswa lain, dan masyarakat
umum, mengenai bangunan seni dan kebudayaan, khususnya yang berkaitan
dengan standar yang telah diterapkan tanpa meninggalkan aspek arsitektural.

7
1.5 Ruang Lingkup
1.5.1 Ruang Lingkup Substansial

Ruang lingkup secara substansial menitikberatkan pada berbagai hal


yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan Sriwijaya Cultural
Center dengan Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular.

1.5.2 Ruang Lingkup Spasial

Ruang lingkup spasial dari perancangan ini berada di Kota Palembang,


Provinsi Sumatera Selatan.

1.6 Metode Pembahasan

Metode pembahasan yang digunakan dalam penyusunan LP3A ini adalah dengan
metode deskriptif, dimana penyusunan dilakukan dengan mengumpulkan data,
menjelaskan, dan menjabarkan informasi terkait perencanaan dan perancangan
Cultural Center di Kota Palembang dengan Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular
yang kemudian dianalisa untuk memperoleh suatu kesimpulan. Pengumpulan data
diperoleh dengan cara:
1. Studi Literatur, dilakukan untuk mencarai data mengenai standar kebutuhan,
regulasi, dan kebutuhan yang mendukung fungsi bangunan.
2. Studi Preseden terhadap objek yang serupa dan sudah terbangun untuk
dilakukan identifikasi serta analisis sebagai bahan pembanding untuk
menemukan solusi dan inovasi baru perancangan yang optimal.
3. Survey Lapangan, dilakukan terhadap tapak yang telah dipilih untuk
mendapatkan data-data berupa foto, ukuran, serta konteks lingkungan dan
pengaruhnya terhadap tapak dan bangunan.

1.7 Sistematika Pembahasan

LP3A ini disusun secara sistematik kedalam beberapa bab, yang masing-masing
membahas aspek tertentu dari konten laporan sesuai dengan jenis materi yang
relevan. Sistematika pembahasan dan penyusunan LP3A ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Berisi mengenai latar belakang, tujuan dan sasaran, manfaat, ruang lingkup,
metode pembahasan, sistematika pembahasan, dan alur pikir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

8
Berisi mengenai literature tentang tinjauan umum Cultural Center, tinjauan umum
tentang kesenian dan kebudayaan Sumatera Selatan, serta tinjauan umum
tentang Arsitektur Neo-Vernakular
BAB III TINJAUAN LOKASI
Berisi mengenai tinjauan kota Palembang, kebijakan rencana tata ruang wilayah,
serta tinjauan umum wilayah yang dipilih sebagai lokasi, serta data tapak dan
analisisnya.
BAB IV PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Berisi mengenai pendekatan terhadap aspek-aspek perencanaan dan
perancangan arsitektur, yaitu aspek fungsional, aspek kontekstual, aspek kinerja,
aspek teknis, dan aspek arsitektural berapa konsep desain, analisa ruang,
building data dan analisis edge, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai landasan
program perencanaan dan perancangan.
BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Berisi mengenai hasil akhir dari proses pendekatan program perencanaan dan
perancangan, yaitu aspek perencanaan yang terdiri dari aspek fungsional dan
kontekstual serta aspek perancangan yang terdiri dari aspek kinerja, aspek teknis,
dan aspek arsitektural.

9
1.8 Alur Pikir

Aktualita
 Kota Palembang memiliki peninggalan-peninggalan sejarah seperti,
kemegahan kerajaan Sriwijaya sebagai kerjaan Hindu terbesar di Indonesia
hingga kearifan hasil akulturasi budaya lokal dan Kesultanan Palembang
Darussalam.
 Pada tanggal 25 Oktober 2018, Kota Palembang telah masuk dalam Jaringan
Kota Pusaka Indonesia (JKPI).
Urgensi
 Peninggalan objek budaya sejarah yang ada di Kota Palembang belum
sepenuhnya dimanfaatkan dan dilestarikan secara optimal.
 Perlu adanya wadah pengembangan seni dan budaya Kota Palembang
untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan lokal.
 Menjadikan daya tarik wisata budaya dan hiburan yang baru bagi warga lokal
maupun luar Kota Palembang.
Originalitas
Merencanakan dan merancang suatu pusat kebudayaan yang mampu
melestarikan, memproduksi seni dan kebudayaan sejarah serta meningkatkan
apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan lokal dengan menggunakan konsep
Arsitektur Neo-Vernakular.

Tujuan:
Memperoleh suatu judul Tugas Akhir yang jelas dan layak, dengan merumuskan
hal-hal yang berkaitan dengan Cultural Center di Kota Palembang baik potensi
pengembangan hingga potensi kendala, serta memberikan alternative pemecahan
secara arsitektural.

Studi Pustaka Studi Lapangan Studi Preseden


a. Landasan Teori a. Tinjauan Lokasi a. Taman Ismail
b. Standar dan Tapak Marzuki
perencanaan b. Semarang
dan Radjawali
perancangan Cultural Center

10
Kompilasi data dengan studi pustaka sehingga didapat permasalahan serta masukan dari
studi banding

Konsep Dasar dan Program Perencanaan dan Perancangan Sriwijaya Cultural


Center dengan Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular

Gambar 1. 1 Diagram Alur Pikir

Sumber: Analisa Penulis

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan membahas mengenai tinjauan atau studi pustaka yang meliputi
definisi dan fungsi cultural center, macam-macam kesenian dan kebudayaan di
Palembang, komunitas kesenian dan kebudayaan di Palembang, definisi dan
penerapan Arsitektur Neo-Vernakular, serta studi banding yang dilakukan untuk
mengetahui macam dan fungsi serta kelebihan dan kekurangan dari cultural center
yang sudah ada.

2.1 Tinjauan Cultural Center


2.1.1 Definisi Cultural Center

Cultural Center atau pusat kebudayaan adalah sebuah tempat yang


bertujuan untuk memfasilitasi pengunjung dalam memahami kebudayaan
terutama budaya lokal dengan berbagai aktivitas seperti menikmati
pertunjukan, memperlajari sejarah dan tradisi yang ada, mengapresiasi seni,
serta memungkinkan pengunjung untuk berinteraksi, bersantai, dan terhibur
oleh suasana kebudayaan (Afrin, 2018) ;(Hu, 1991) ;(Van, 2016).
Pusat Kebudayaan selain sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan
seni dan budaya, umumnya juga berfungsi sebagai pusat komunitas dan pusat
kegiatan, dimiliki oleh pemerintah kota dan memiliki fungsi seperti ruang
pertemuan, workshops, teater, bioskop, ruang pameran, book café, dan ruang
musik. Seiring berjalannya waktu, pusat kebudayaan telah menjadi lebih
seperti tempat pertemuan sosial dimana sinergi antara fungsi dan lembaga
digabungkan menjadi pusat kebudayaan yang lebih modern (Den Store
Danske, 2016).
Menurut Stenlund, pusat budaya terdiri dari gedung konser,
perpustakaan, teater, galeri seni, serta restoran dan kafe yang menjadi tempat
berkumpulnya orang-orang. Pusat budaya adalah sebuah platform public bagi
masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan budaya dan memberikan mereka
pengalaman budaya.
Sebagai rangkuman dari beberapa definisi oleh para ahli, terdapat
konsensus yang luas di antara para peneliti mengenai tiga aspek dari defines
pusat budaya, yaitu:

12
1. Pusat budaya adalah lembaga budaya yang memiliki tempat dan
peralatan teknis sesuai untuk kegiatan budaya.
2. Multidisiplinitas dari sebuah pusat budaya (terkait fungsi, kegiatan,
dan acara).
3. Dimensi sosial-budaya dari sebuah pusat budaya dengan fokus yang
kuat pada komunitas lokal sebagai target audiens utamanya.

2.1.2 Fungsi Cultural Center

Secara historis, pusat kebudayaan telah menggabungkan banyak


objektif ke dalam aktivitasnya, sehingga fungsi yang hasilkan sangat luas.
Namun, menurut Pfeifere (2022) dalam jurnal yang berjudul “The Issues of
Defining and Classifying Cultural Centres” dijabarkan bahwa pusat kebudayaan
secara umum dibentuk oleh empat dimensi utama yaitu seni budaya, edukasi,
rekreasi dan sosial.
Melalui beberapa teori, dapat disimpulkan bahwa fungsi dari masing-
masing aspek pembentuk Cultural Center sebagai berikut (Kerenhapukh,
2023):
Tabel 2. 1 Empat Dimensi Pembentuk Cultural Center

Dimensi Fungsi
Seni/Budaya 1. Menyediakan akses untuk seni dan
kebudayaan
2. Memproduksi dan menyebarluaskan produk
seni dan kebudayaan berupa pameran,
penampilan, konser, dll)
3. Memberi kesempatan bagi komunitas untuk
berpartisipasi
4. Menjaga dan melestarikan budaya
local/tradisional
5. Mengumpulkan dan mendistribusikan
informasi mengenai seni dan budaya
Edukasi 1. Menyediakan edukasi seni dan budaya/
edukasi informal

13
2. Menawarkan edukasi artistic pada anak-anak
dan generasi muda
3. Menawarkan edukasi dan partisipasi dalam
aktivitas seperti workshops, kelas, debat dan
pembelajaran teori.
Rekreasi 1. Menyediakan akses atau tempat untuk
rekreasi
2. Merencanakan acara hiburan
Sosial 1. Merangkul komunitas untuk berpartisipasi,
bekerja, dan volunteering.
2. Mempromosikan kebudayaan dan seni
kepada masyarakat melalui berbagai
aktivitas.
Sumber: Pfeifere (2022)

2.1.3 Ekspresi-dasar Arsitektural pada Bangunan Cultural Center

Menurut Subroto (2019), setiap benda memiliki pesan yang ingin


disampaikan kepada pengguna benda atau pengamat benda tersebut. Pesan
ini membentuk sebuah ekspresi pada objek, termasuk arsitektur. Dalam
konteks arsitektur, tatanan bentuk massa, struktur, material, dan fasad adalah
salah satu elemen yang dapat menyampaikan pesan tersebut. (Muchamad dan
Ikaputra, 2010); (Salura, 2010)
Setiap objek arsitektur selalu dipengaruhi kebutuhan dan keinginan
perancang atau penggunanya. Hal ini yang melatarbelakangi kebutuhan suatu
objek arsitektur yang kemudian dapat disebut sebagai ekspresi-dasar. Ekspresi
yang paling mendasar dari suatu objek arsitektur adalah menaungi aktivitas
yang ada di dalam sehingga terlindungi dari gangguan-gangguan yang berasal
dari luar, seperti cuaca, manusia, hewan, dan lain-lain. Menurut Statman dan
Sagi (dalam Sukada, N., dkk, 2020), ekspresi arsitektural harus mampu
menyediakan tempat untuk aktivitas manusia dan menjelaskan tradisi serta
budaya di tempat aktivitas tersebut berlangsung.
Berdasarkan uraian singkat di atas, disimpulkan bahwa aspek-aspek
yang perlu diperhatikan pada ekspresi dasar bangunan pusat kebudayaan,
yaitu:

14
Tabel 2. 2 Acuan ekspresi-dasar arsitektural pada bangunan pusat kebudayaan

Aspek Definisi
Melindungi (Protecting) Cultural Center berfungsi untuk menaungi
kebudayaan yang berlangsung di dalam agar
tidak terganggu dengan konteks ruang luar. Oleh
karena itu diperlukan ekspresi bangunan sebagai
barrier yang jelas untuk melindungi aktivitas yang
ada didalamnya.
Mengundang (Inviting) Cultural Center yang ideal adalah yang memiliki
ruang dengan derajat keterbukaan yang tinggi
pada area penerima.
Memusat (Centralized) Cultural Center yang ideal adalah yang
menempatkan hierarki tertinggi di bagian
tengah/pusat tapak sebagai fungsi utama.
Fleksibilitas (Flexibility) Cultural Center yang ideal adalah yang sifatnya
terbuka dan mudah diakses oleh seluruh
kalangan masyarakat.
Keakraban (Familiarity) Cultural Center yang ideal adalah yang
bangunannya mengekspresikan ikon arsitektur-
lokal dengan penggunaan material lokal sebagai
representasi budaya setempat.
Sumber: Sukada, N., dkk. (2020)

2.1.4 Perbedaan Cultural Center dan Museum

Pusat kebudayaan dan museum merupakan institusi yang penting


dalam melestarikan dan memamerkan keberagaman peradaban manusia,
namun keduanya memiliki tujuan yang berbeda. Definisi museum telah
berkembang seiring berjalannya waktu. Sesuai dengan Statue ICOM, yang
diadopsi pada Konferensi Umum XXII yang diselenggarakan di Wina pada
tahun 2007, museum didefinisikan sebagai lembaga permanen yang tidak
mencari keuntungan dan melayanai masyarakat dan terbuka untuk umum,
yang memperoleh, melestarikan, mempelajari, memamerkan, dan
menyebarluaskan warisan baik yang berwujud maupun tidak berwujud untuk
tujuan studi, pendidikan, dan rekreasi. Sebelum tahun 2007, definisi museum

15
mengacu pada bukti material, bukan pada warisan manusia yang berwujud dan
tidak berwujud. Perubahan ini memperluas konsep koleksi menjadi warisan,
dan lembaga budaya tidak lagi berpusat pada koleksi, tetapi pada warisan.
Berikut beberapa perbedaan dari Cultural Center dan Museum
berdasarkan tujuan, struktur dan aktivitas di dalamnya:
Tabel 2. 3 Perbedaan Cultural Center dan Museum

Cultural Center Museum


Tujuan Untuk mempromosikan nilai- Untuk memamerkan warisan
nilai budaya di antara budaya dan alam yang
anggota komunitasnya serta berwujud dari umat manusia.
masyarakat.
Aktivitas-aktivitas yang
dilakukan secara paralel
dengan pameran permanen
atau temporer di sebuah
museum tidak mengubahnya
menjadi sebuah pusat budaya,
melainkan tetap sebuah
museum yang dinamis, kreatif,
dan hidup.
Aktivitas/ Bangunan yang pada Untuk mencapai tujuannya,
Fungsi umumnya memiliki museum harus mencakup
auditorium dengan beberapa fungsi, yaitu
panggung untuk pertunjukan pelestarian, penelitian, dan
teater atau pemutaran film; komunikasi.
perpustakaan; aula untuk
kegiatan akademis atau
workshops; galeri dan
tempat pameran permanen.
Sumber: DeCarli, dkk. (2012) diolah kembali oleh penulis (2024)

16
2.2 Tinjauan Seni dan Kebudayaan di Palembang
2.2.1 Definisi Kesenian dan Kebudayaan

Pengertian kesenian secara umum adalah ekspresi kreatif dari imajinasi


dan eksekusi manusia yang menghasilkan karya-karya seni, seperti lukisan,
musik, tari, teater, dan sastra. Kesenian memberikan cara bagi manusia untuk
menyampaikan ide, emosi, dan pengalaman melalui berbagai teknik dan
media. Sedangkan kebudayaan merujuk pada pola-pola yang kompleks dari
perilaku, kepercayaan, nilai, tradisi, dan norma yang dimiliki oleh suatu
kelompok atau masyarakat. Kebudayaan mencakup segala aspek kehidupan
manusia, seperti bahasa, agama, seni, teknologi, dan sistem sosial.
Kesenian adalah bagian dari budaya. Sebagai salah satu bagian yang
penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreatifitas dari
kebudayaan itu sendiri. Oleh karena itu, kesenian tidak pernah lepas dari
masyarakat.

“A culture is the configuration of learned behavior and results of behavior


whose component elements are shared and transmitted by the members of a
particular society” (Linton, 1945).

Kebudayaan utamanya dihubungkan dengan kegiatan manusia yang


bekerja, memikirkan, merasakan, memprakarsai, dan menciptakan. Dalam
pengertian tersebut, kebudayaan dapat dipahami sebagai “hasil dari proses-
proses rasa, karsa dan cipta manusia” (van Peursen, 1976: 11). Pemahaman
terhadap kebudayaan meliputi pengertian “sempit” dan “luas”. Menurut
Koentjaraningrat (1983), kebudayaan mempunyai dua pengertian, yaitu dalam
pengertian sehari-hari atau disebut juga pengertian sempit dan pengertian luas.
- Dalam pengertian sempit atau pengertian sehari-hari, kebudayaan
adalah hal-hal indah dalam bentuk seni sebagai hasil ciptaan manusia,
seperti bangunan, seni rupa, seni suara, seni music, kesusasteraan
dan lain-lain.
- Dalam pengertian luas, menurut defines antropologi maka kebudayaan
diartikan sebagai: “Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang menjadikan
milik diri manusia dengan belajar”.

17
2.2.2 Kesenian dan Kebudayaan di Palembang

Kota Palembang merupakan ibukota provinsi Sumatera Selatan yang


memiliki beragam seni dan kebudayaan yang khas. Dilansir melalui website
resminya (https://balitbangnovdasumsel.com/warisanbudaya/), terdapat
beberapa kesenian dan kebudayaan Palembang, diantaranya:

Tabel 2. 4 Keragaman Seni Budaya Khas Palembang

Seni/Budaya Gambar Keterangan


Dulmuluk Dulmuluk adalah salah satu
pertunjukkan rakyat di
Sumatera Selatan
khususnya Palembang,
yang berasal dari
pembacaan syair Abdul
Muluk lalu menjadi sebuah
seni sastra tutur berbentuk
teater tradisi.
Tari Tanggai Pada abad ke-5 Masehi, tari
tanggai merupakan tari
persembahan terhadap
dewa siwa dengan
membawa sesajian berisi
buah dan bunga dan
dikategorikan tarian yang
sacral.
Tari Gending Tari Gending Sriwijaya
Sriwijaya merupakan tari yang
melukiskan kegembiraan
gadis-gadis Palembang
saat menerima tamu yang
diagungkan. Tari ini memiliki
kesamaan dengan Tari

18
Tanggai. Perbedaannya
terletak pada jumlah penari.
Tradisi Merupakan warisan budaya
Rumpak- yang sudah berusia raturan
Rumpak tahun. Tradisi ini dilakukan
saat perayaan Idul Fitri atau
1 Syawal yang dilakukan
warga keturunan Arab di
Palembang.
Tembang Batanghari Sembilan adalah
Batanghari istilah untuk irama musik
Sembilan dengan petikan gitar tunggal
yang berkembang di
Wilayah Sumatera Bagian
Selatan. Musik yang
diekspresikan dari budaya
ini bernuansa romantik,
melonkolik, dan naturalistic.
Tari Pagar Tari Pagar Pengantin
Pengantin adalah tarian adat
Palembang yang biasanya
ditampilkan saat resepsi
pernikahan. Tarian ini
bukanlah sekadar tarian
penghibur, melainkan ada
sebuah makna.
Kain tenun Songket Palembang
Songket merupakan kain tenun yang
tidak hanya sekadar
pelindung tubuh melainkan
memiliki makna
kemakmuran, kejayaan, dan
keberanian. Hal ini

19
dikarenakan pada sejak
masa Kesultanan
Palembang Darussalam,
orang-orang yang
menggunakan songket
sudah pasti seorang
keturunan raja, sultan atau
kerabat keratin.
Sumber: Penulis (2024)

Ragam budaya di Provinsi Sumatera Selatan ini secara umum terbagi dalam
jenis, rumah adat, pakaian, tarian, dan juga kuliner. Berikut ini merupakan warisan
budaya Sumatera Selatan yang sudah disertifikasi Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia:

Tabel 2. 5 Warisan Budaya Sumatera Selatan Yang Sudah Disertifikasi

Tahun Nama Karya Budaya Asal Daerah Domian


2013 Dulmuluk Sumatera Selatan Seni Pertunjukan
Songket Palembang Sumatera Selatan Kemahiran dan
Kerajinan
Tradisional
2014 Tari Gending Sriwijaya Sumatera Selatan Seni Pertunjukan
Tembang Batanghari Sembilan Sumatera Selatan Seni Pertunjukan
Pempek Sumatera Selatan Kemahiran dan
Kerajinan
Tradisional
Buritan Basemah Sumatera Selatan Seni Pertunjukan
Rumah Ulu Sumatera Selatan Kemahiran dan
Kerajinan
Tradisional
Limas Palembang Sumatera Selatan Kemahiran dan
Kerajinan
Tradisional
2015 Kue Lapan Jam Sumatera Selatan Kemahiran dan
Kerajinan
Tradisional

20
Senjang Sumatera Selatan Tradisi dan Ekspresi
Lisan
2016 Ande-ande Sumatera Selatan Tradisi dan Ekspresi
Lisan
Rejung Sumatera Selatan Sumatera Selatan Tradisi dan Ekspresi
Lisan
Warahan Sumatera Selatan Sumatera Selatan Tradisi dan Ekspresi
Lisan
Bidar Sumatera Selatan Adat Istiadat
Masyarakat, Ritus
dan Perayaan
2017 Tari Penguton Sumatera Selatan Seni Pertunjukan
Kerajinan Lak Palembang Sumatera Selatan Kemahiran dan
Kerajinan
Tradisional
Rumah Baghi Sumatera Selatan Arsitektur
Sumber: RPJMD Prov. Sumsel 2019-2023

2.2.3 Komunitas Kesenian dan Kebudayaan di Palembang

Persebaran komunitas seni dan budaya di Kota Palembang cukup luas.


Berdasarkan RPJMD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019-2023, terdapat
57 sanggar seni di Kota Palembang dari total 505 sanggar seni di Provinsi
Sumatera Selatan.

2.2.4 Event-event Kesenian dan Kebudayaan di Palembang

Festival seni dan budaya yang diselenggarakan pemerintah merupakan


salah satu cara mempromosikan atau memperkenalkan destinasi pariwisata di
Sumatera Selatan khususnya Palembang yang berujung untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Salah satu festival yang rutin diselenggarakan
setiap tahun oleh Pemprov Sumsel adalah Festival Sriwijaya.

21
Gambar 2. 1 Festival Sriwijaya Tahun 2019
Sumber: google.com
Festival Sriwijaya diselenggarakan Pemerintah Provinsi Sumatera
Selatan dalam rangka mengangkat kembali nilai-nilai tradisional dalam bingkai
kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Festival ini menjadi wadah bagi semua pekerja
seni yang berasal dari 17 kabupaten dan kota yang berada di Sumatera
Selatan.

Tabel 2. 6 Jumlah Fesetival Seni dan Budaya yang diselenggarakan Pemerintah


Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2018

Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 2018


Jumlah 11 10 11 19 2 1
Penyelenggaraan
Festival Seni dan
Budaya
Sumber: RPJMD Prov. Sumsel 2019-2023

2.3 Tinjauan Arsitektur Neo-Vernakular


2.3.1 Definisi Arsitektur Neo-Vernakular

Arsitektur Neo-Vernakular adalah suatu gaya arsitektur asli dari daerah


lokal atau setempat yang mengalami perkembangan ke dalam bentuk yang
baru dan lebih modern mengikuti perkembangan zaman (Zita, dkk., 2021).
Menurut Wehelmina (dalam Zahrah, dkk., 2019), Arsitektur Neo-vernakular
akrab dengan Arsitektur post-modern yang lahir sebagai respon dan kritik
terhadap modernism yang mengedepankan nilai-nilai rasionalisme dan
fungsionalisme yang mempengaruhi perkembangan industri teknologi.
Arsitektur Neo-Vernakular adalah konsep arsitektur yang pada prinsipnya
mempertimbangkan norma, peran normative, kosmologis, dan budaya lokal

22
dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam, dan
lingkungan.

2.3.2 Karakteristik Arsitektur Neo-Vernakular

Menurut Jencks (dalam Millak 2018), Arsitektur Neo Vernakular memiliki


kriteria sebagai berikut:
- Atap yang diibaratkan sebagai elemen penyambut dan pelindung yang
memiliki luas yang besar daripada tembok sebagai elemen pertahanan.
- Konstruksi bangunan menggunakan bata-bata seperti gaya arsitektur
Victorian abad ke-19.
- Tampilan bangunan menggunakan warna yang kontras dan kuat.
- Bangunan menggunakan bentuk vernakular dengan proporsi vertikal
dan ramah terhadap lingkungan.
- Interior bangunan memiliki bentuk modern dan memiliki kesatuan
dengan lingkungan luar bangunan.
- Masa bangunan merupakan gabungan bentuk antara unsur lama
dengan teknologi modern namun tidak meninggalkan makna unsur
lama.
2.3.3 Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular

Beberapa contoh karya arsitektur yang menggunakan prinsip desain


arsitektur neo vernakular yaitu Bandara Soekarno-Hatta yang berada di daerah
sub urban Kota Jakarta. Unit-unit dalam terminal dihubungkan dengan selasar
terbuka yang sangat tropikal sehingga pengunjungnya merasakan udara alami
dan sinar matahari. Unit ruang tunggunya menggunakan arsitektur Joglo dalam
dimensi yang lebih besar. Penggunaan material modern namun memiliki
tampilan seperti kayu yang diterapkan pada kolom-kolom di ruang tunggu
memberikan kesan yang modern dan natural.

23
Gambar 2. 2 Bandara Soekarno-Hatta
Sumber: arsitur.com

2.4 Studi Banding


2.4.1 Taman Ismail Marzuki

Taman Ismail Marzuki adalah pusat kesenian dan kebudayaan yang


terletak di Jakarta tepatnya di Jalan Cikini Raya No. 73, Jakarta Pusat. TIM
yang memiliki luas sebesar 72.551 m2 ini telah mengalami revitalisasi yang
didasarkan pada tiga prinsip utama, yaitu laboratorium seni, etalase seni, dan
barometer seni.

Gambar 2. 3 Halaman depan Taman Ismail Marzuki


Sumber: google.com

Taman Ismail Marzuki dibangun pada tahun 1968 dan secara resmi
dibuka pada 10 November 1968 dan diresmikan langsung oleh Gubernur DKI
Jakarta saat itu, Ali Sadikin. Awalnya kawasan TIM merupakan ruang rekreasi
umum Taman Raden Saleh, serta kebun binatang Jakarta. Kemudian, Ali
Sadikin mengubah kawasan tersebut menjadi pusat kesenian agar para
seniman Jakarta dapat berkarya.

24
Gambar 2. 4 Perpustakaan Jakarta Cikini
Sumber: google.com

Taman Ismail Marzuki memiliki 9 zoning fungsi yang 5 diantaranya


merupakan fungsi utama dan 4 lainnya sebagai fungsi pendukung. 5 fungsi
utama tersebut adalah perpustakaan, HB Jassin & wisma TIM, planetarium &
galeri cipta, pusat perfilman & teater arena, teater Jakarta, dan Graha Bhakti
Budaya. Sedangkan 4 fungsi pendukung dari TIM adalah parkir taman &
damkar, Masjid Amir Hamzah, asrama seni budaya, dan kawasan IKJ.
2.4.2 Radjawali Semarang Cultural Center

Radjawali Semarang Cultural Center merupakan gedung pusat seni


budaya dan pertunjukan di Semarang, Jawa Tengah, yang resmi dibuka pada
tanggal 15 Mei 2023. Gedung pertunjukan ini dibangun berdasarkan kolaborasi
seni dan budaya warisan nenek moyang dengan karya seni modern. Gedung
ini menggunakan unsur-unsur budaya Indonesia dari sisi desain bangunannya
dan menggunakan standar internasional dalam sisi fasilitasnya.

Gambar 2. 5 Tampak Depan Radjawali SCC


Sumber: google.com

25
Radjawali SCC bukan hanya menjadi wadah untuk menghibur, tetapi
juga untuk menginspirasi dan melestarikan seni budaya Indonesia agar dapat
terus berkembang mengikuti zaman. Gedung ini memiliki 3 bagian utama,
antara lain:

1. Outdoor Plaza, yang merupakan ruang terbuka dan berfungsi


sebagai sarana pagelaran outdoor, sarana olahraga, sarana
berkumpul komunitas, sekaligus sebagai area parkir.
2. Multifuction Hall, merupakan ruangan berukuran 400 meter persegi
yang didesain untuk memamerkan karya seni, pertunjukan seni,
acara pribadi, serta kegiatan seminar atau workshop.
3. Performance Hall, terletak di lantai 2 dan 3 yang berisi 279 kursi
penonton, dengan panggung berukuran 16x7 meter, yang dilengkapi
LED Videotron P4 berukuran 12x6 meter, ruang FOH beserta sound
engineering, operator lighting, dan operator multimedia.

Gambar 2. 6 Performance Hall Radjawali SCC


Sumber: google.com

26
DAFTAR PUSTAKA

A, Z. A. D., Yuliarso, H., & P, D. S. P. (2021). Konsep Arsitektur Neo Vernakular Pada
Perancangan Pusat Kerajinan Tenun Lurik Di Kabupaten Klaten. Senthong:
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Arsitektur, 4(1), 228–239.
https://jurnal.ft.uns.ac.id/index.php/senthong/article/view/1266/644

Afrin, S. (2018). ScholarWorks @ UMass Amherst Bangladeshi Cultural Center : for


the Bangladeshi Population Living in New York City Submitted to the Graduate
School of the. July.

DeCarli, Georgina, & Luckner, C. (2012). Museum, Cultural Center or Both? Culture
and Development, 8, 16–19.
http://www.unesco.org/new/fileadmin/MULTIMEDIA/HQ/BSP/pdf/Culture_and_D
evelopment_8_Museums_and_Heritage.pdf

Hu, B. (1991). The Chinese Cultural Center at Greenwood Park (Des Moines, Iowa)
Integrated into a Landscape Design: A reflection of Chinese culture in
contemporary western architecture.

Jenck, A., & Revivalism, S. (1988). Latar Belakang Munculnya Arsitektur Neo-
Vernacular. Arsitektur, 5–29.

Kenny, S. F. (1994). Cultural Influences on Architecture. Texas Tech University.

Kerenhapukh, Y. (2023). Perancangan Cultural Center di Kawasan Bubakan,


Semarang [Universitas Multimedia Nusantara].
https://kc.umn.ac.id/id/eprint/26130

Koentjaraningrat. (1983). Pengantar Ilmu Antropolgi. Aksara Baru Jakarta.

Linton, R. (1945). The Cultural Background of Personality. D. Appleton-Century


Company.

Millak, C. (2018). Penerapan Konsep Neo-Vernacular Budaya Betawi pada Resort


Hotel di Jakarta. chrome-
extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/http://library.binus.ac.id/eColls/eT
hesisdoc/Bab2/2014-2-01245-AR Bab2001.pdf

Muchamad, Noor, B., & Ikaputra. (2010). Model Ekspresi Arsitektur. Menuju

27
Pendidikan Arsitektur Indonesia Berbasis Riset.

Murphy, B. (2009). Centre Culturel Tjibaou: A Museum and Arts Redefining New
Caledonia’s Cultural Future. Humanities Research, IX(1), 77–90.
https://doi.org/10.22459/hr.ix.01.2002.08

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2019-2023.

Peursen, C. A. Van. (1976). Strategi Kebudayaan. Kanisius.

Pfeifere, D. (2022). The Issues of Defining and Classifying Cultural Centres.


Economics and Culture, 19(2), 28–37. https://doi.org/10.2478/jec-2022-0013

Planning Department HKSARG. (1999). Cultural Facilities: A Study on Their


Requirements and the Formulation of New Planning Standards and Guidelines.
December.
https://www.pland.gov.hk/pland_en/p_study/comp_s/cultural/eng/content.htm

Saidi, A. W., Putu, N., Suma, A., & Prayoga, K. A. (2019). Penerapan Tema Neo
Vernakular pada Wajah Bangunan Gedung Utama Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Bali. Gradien, 11(2), 136–145.

Salura, P. (2018). The philosophy of architectural ordering principles. International


Journal of Engineering and Technology(UAE), 7(2), 52–55.

Subroto, T. Y. W. (2019). Koeksistensi Alam dan Budaya dalam Arsitektur. ARTEKS:


Jurnal Teknik Arsitektur 3.

Sukada, n. Q., & Salura, P. (2020). Ekspresi-dasar Arsitektural Pada Bangunan Pusat
Kebudayaan. Jurnal Arteks: Jurnal Teknik Arsitektur, , 5(1), 17–26.

Sukada, N. Q., & Salura, P. (2020). Ekspresi-dasar arsitektural pada bangunan pusat
kebudayaan Objek studi : Volkstheater Sobokartti di Semarang, Indonesia.
ARTEKS Jurnal Teknik Arsitektur, 5(1), 17–26.

Van, A. (2016). Sustainable Valby Culture Center. 115.


https://projekter.aau.dk/projekter/files/239451536/Sustainable_Valby_Culture_C
enter_Anna_Van.pdf

28
Zahrah, W., & Rahmadani, M. Y. (2019). The Design Karo Cultural Centre with Neo-
Vernacular Architecture Approach. International Journal of Architecture and
Urbanism, 03(03), 252–261.

29

Anda mungkin juga menyukai