Anda di halaman 1dari 10

KOMUNIKASI ANTARA PETUGAS PEMBINA DAN WARGA BINAAN DALAM

PROSES PEMBINAAN PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KLAS


IIA SEMARANG
Anzilna Mubaroka, Wiwid Noor Rakhmat
Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH Tembalang Semarang Kotak Pos 1269
Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405
Laman : http://www.fisip.undip.ac.id email fisip@undip.ac.id

ABSTRAKSI
Lembaga Pemasyarakatan merupakan institusi yang dihuni oleh pelaku tindak pidana.
Petugas Pembina menjadi keluarga pengganti dan melakukan proses pembinaan pada Warga
Binaan, salah satunya dengan berkomunikasi. Pada kenyataannya, tetap terdapat batas dan jarak
yang tercipta dalam komunikasi antara Petugas Pembina dan Warga Binaan. Penelitian ini
menggunakan paradigma konstruktivisme dengan metode penelitian studi kasus untuk melihat
bagaimana realita yang sebenarnya terjadi di dalam LAPAS. Untuk menjelaskan realita tersebut,
teori komunikasi antarpribadi yaitu Interactional View digunakan. Teori ini menjelaskan mengenai
komunikasi dalam keluarga dan interaksi antar anggota keluarga. Hasil penelitian memperlihatkan,
walaupun pada situasi dan kondisi terbatas, komunikasi tetap dilakukan oleh Warga Binaan di
dalam LAPAS. Terdapat banyak topik yang dibicarakan tetapi kebanyakan hanya seputar proses
pembinaan dan pekerjaan. Komunikasi di dalam LAPAS menggunakan bahasa Indonesia yang
baku selama proses pembinaan, kedekatan antara Petugas dan Warga Binaan tidak memengaruhi
hal tersebut. Kedalaman hubungan yang tercipta antara Warga Binaan dan Petugas Pembina tidak
banyak yang sampai kearah privasi. Warga Binaan dapat membicarakan tentang hal privasi mereka,
namun Petugas Pembina tidak begitu membuka mengenai dirinya. Dan walaupun konteks nya
merupakan komunikasi antarpribadi dan dalam tatanan keluarga, masih terdapat jenjang,
kekuasaan lebih yang dimiliki oleh Petugas Pembina kepada Warga Binaan.
Kata kunci: Komunikasi, Warga Binaan, Petugas Pembina, Lembaga Pemasyarakatan

ABSTRACT
Correctional Institution is place for criminal act. Wanders become a family substitute and
do the assisting process to inmates, one of them is using communication. In fact, there is still border
and distance in their communication created by their job title. This research uses constructivism
with case study method to see how reality were potray the reality inside the Correctional Institution.
Using Interactional View as theorical basis, it will be used to explain family communication and
interaction between persons inside the system. The Result of the research shows, inside the coerced
situation with limited area, individual still communicated with each other. They have various
topics to communicate but mostly about the assisting process and work. Inside the Correctional
Institution, they use Indonesian formal language no matter how close they are as part of daily
communication. Inmates are open to talk about their personal matters while the wanders are not.
The context of this is interpersonal communication in family relation, but there still power control
every communication between them, The Wanders still have more control than the Inmates and it
shows the way the respond to each other.
Key Words: Communication, Inmates, Wanders, Correctional Institution
PENDAHULUAN pembinaan pada Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan perempuan klas IIA Semarang?
merupakan tempat melakukan pembinaan TUJUAN PENELITIAN
Warga Binaan berdasarkan sistem, Tujuan dari penelitian ini adalah
kelembagaan, dan cara pembinaan guna untuk mendeskripsikan komunikasi yang
untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan terjadi antara Petugas Pembina dan Warga
agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, Binaan dalam proses pembinaan pada
dan tidak mengulangi tindak pidana. Sistem Lembaga Pemasyarakatan perempuan klas
pemasyarakatan di Indonesia melibatkan IIA Semarang.
pembina, Warga Binaan, dan masyarakat. KERANGKA BERPIKIR
Warga Binaan dalam LAPAS dibina agar Penelitian ini akan menggunakan
ketika kembali ke masyarakat dapat diterima paradigma konstruksivisme menyatakan
dan dapat menjadi warga Negara yang bahwa realitas ada dalam berbagai macam
bertanggung jawab. Selama proses bentuk konstruksi mental, berdasarkan
pembinaan, komunikasi memiliki peran pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik,
penting. Namun komunikasi yang terjadi di dan tergantung orang yang melakukanya
dalam LAPAS sangat terbatas. Warga Binaan menurut paradigma ini, realitas tidak dapat
hanya dapat melakukan komunikasi pada 3 digeneralisasikan. Realita merupakan hasil
pihak, sesama Warga Binaan, penjenguk perpaduan interaksi antara pengamatan dan
mereka, dan para Petugas Pembina. objek, serta bersifat subjektif (Salim, 2001 :
Komunikasi yang terbatas, belum lagi adanya 41-42).
jarak superior dan inferior antara Petugas Teori Interactional View diprakarsai
Pembina dan Warga Binaan tentunya oleh Paul Watzlawick. Teori ini menekankan
berpengaruh dalam komunikasi yang terjadi pada hubungan yang berlangsung yang
selama proses pembinaan tersebut. Di mana dibentuk dari pertukaran kata - kata pada
pembina memberikan jarak dan batas tertentu interaksi yang spesifik (Littlejohn, 2009a :
terhadap komunikasi yang terjadi di antara 900). Seperti dalam keluarga, di mana
mereka. perilaku setiap orang berpengaruh dan
Berdasarkan permasalahan tersebut, dipengaruhi oleh perilaku orang lainya.
Bagaimana Komunikasi antara Petugas Hubungan juga bukan merupakan suatu
Pembinan dan Warga Binaan dalam proses istilah yang sederhana. Hubungan yang
terjalin juga dipengaruhi berbagai macam 2. Communication = Content +
perilaku, emosi, dan bahkan kodisi fisik Relationship
(Griffin, 2012 : 182). Setiap komunikasi memiliki aspek
Interactional View memiliki konten dan hubungan. Watzlawick
beberapa aksioma untuk menjelaskan mendeskripsikan konten sebagai apa yang
komunikasi yang terjadi dalam hubungan. diungkapkan secara verbal dan hubungan
Empat aksioma ini akan digunakan dalam sebagai mana itu disampaikan secara
penelitian ini untuk melihat interaksi dan nonverbal. Sebagai tambahan, hubungan di
komunikasi yang terjadi antara Petugas sini juga bisa dilihat sebagai metakomunikasi.
Pembina dan Warga Binaan. Pesan - pesan metakomunikasi selalu
1. One Cannot Not Communicate, menjadi elemen terpenting dalam
Komunikasi terjadi pada siapapun, komunikasi (Griffin, 2012 : 184).
kapanpun, dan pada situasi apapun. Ada Metakomunikasi dapat berupa eksplisit
kondisi di mana seseorang harus maupun implisit. Biasanya, metakomunikasi
berkomunikasi dan harus memberikan respon, tidak disampaikan dalam kata - kata namun
dalam hal ini seseorang tidak dapat berisi informasi mengenai arti (Littlejohn,
menghindari komunikasi. Walaupun tidak 2009a : 900).
terjadi percakapan, ataupun kebisuan, 3. The Nature of a Relationship Depends on
komunikasi tetap terjadi, baik itu kebisuan, How Both Parties Punctuate the
ekspersi wajah, dan lain sebagainya. Hal - hal Communication Sequence.
nonverbal tersebut tentu saja memiliki Punctuate disini adalah menginterpretasi
pengaruh terhadap orang lain. Dengan kata sebuah rangkaian kejadian yang sedang
lain, seseorang tidak dapat tidak berlangsung dengan memberi label pada satu
mempengaruhi orang lain. (Griffin, 2012 : kejadian sebagai penyebab dan kejadain lain
183 - 184). Maka dari itu, mustahil seseorang sebagai akibat. Watzlawick menyarankan
tidak berkomunikasi. Bahkan suatu kebisuan bahwa masalah dari punctuation ini adalah
merupakan salah satu bentuk komunikasi individu bahwa dirinya sebagai seseorang
(Littlejohn, 2009a : 900). yang bereaksi tidak sebagai penyebab. Untuk
beberapa hubungan tertentu bagaimana
urutan komunikasi ini saling berpengaruh,
namun setiap individu selalu memberikan
label mengenai komunikasi yang dilakukan yang dapat terjadi, dan ketiga komunikasi ini
orang lain kepada dirinya. (Griffin, 2012 : dapat digunakan sebagai pemberi pesan
185) maupaun pemberi respon, One-up
4. All Communication is Either Symmetrical communication, sebuah komunikasi untuk
or Complementary mendapatkan kontrol dan berusaha menjadi
Aksioma ini cenderung berfokus pada dominan. One-down communication,
metakomunikasi. Di atas disebutkan percakapan yang terjadi untuk menerima
mengenai hubungan yang termasuk adalah hasil yang dipertukarkan, menjadi pihak yang
isu kepemilikan, afeksi, kepercayaan, dan menerima. Dan One-accross communication,
intimasi, teori ini kemudian memberikan pergerakan yang berusaha menetralkan atau
perhatian pada kontrol, status, dan power. mengontrol saat terjadi pertukaran, namun
Menurut Watzlawick (dalam Griffin, 2012 : jika hanya satu partisipan yang menggunakan
186), komunikasi simetris berdasarkan dari disebut oleh transitory (Griffin, 2012 : 186-
kesamaan kekuasaan, sedangkan komunikasi 187). Labelling adalah hal yang biasa
yang cenderung komplementari berasal dari diberikan ketika komunikasi terjadi dalam
perbedaan kekuasaan. Dari keduanya, tidak lembaga. Ada pihak yang memiliki label
ada yang baik maupun buruk, karena superior dan pihak yang memiliki label
komunikasi memiliki dua tipe ini. Pada inferior.
komunikasi simetris, apabila terlalu banyak Teori Interactional View digunakan
kesamaan dapat berubah menjadi kompetisi. dalam penelitian ini karena melihat bahwa
Dan komunikasi komplementari dapat komunikasi yang terjadi antar individu
menjadi destruktif karena besarnya dipengaruhi oleh orang lain. Teori ini akan
kekuasaan satu partisipan dibanding digunakan untuk melihat peran partisipan
partisipan lainya. dalam interaksi yang terjadi selama proses
Interactional View memandang pembinaan di LAPAS Perempuan Klas IIA
bahwa tidak bisa memberikan label kepada Semarang.
hubungan hanya berdasarkan satu keputusan METODOLOGI PENELITIAN
verbal. Entah itu simetris maupun Tipe penelitian yang akan digunakan
komplementer, itu membutuhkan lebih dari dalam menjelaskan komunikasi antara
dua pesan yang ditukarkan. Ada 3 Petugas Pembina dan Warga Binaan adalah
kemungkinan komunikasi dan percakapan tipe penelitian kualitatif dengan metode
penelitian studi kasus Studi kasus memiliki data primer. Selain itu, pengumpulan data
ciri, yaitu unik, kontemporer dan peneliti juga dilakukan dengan teknik obeservasi,
tidak bisa mengintervensi. Keunikan dari teknik obeservasi ini untuk mengamati
penelitian ini adalah, setting di mana keadaan dari sudut pandang orang ketiga
komunikasi ini terjadi adalah pada Lembaga untuk memahami kondisi dalam LAPAS
Pemasyarakatan, di mana tentu saja Perempuan Klas IIA selama proses
komunikasi yang terjadi disini berbeda pembinaan. Data yang dihasilkan dalam
dengan komunikasi yang terjadi di tempat observasi akan digunakan sebagai data
lain. Kontemporer, karena komunikasi ini sekunder.
terjadi pada saat ini, dan pada waktu yang Teknik analisis data dilakukan sesuai
sama. Serta, peneliti sama sekali tidak terlibat dengan konsep Interactional View. Analisis
dalam komunikasi yang terjadi dalam ini dimulai dengan merekam interaksi yang
Lembaga Pemasyarakatan Penelitian ini terjadi antar partisipan dan membuat
merupakan studi kasus tunggal dengan single transkrip dari pembicaraan yang terjadi.
level analysis, di mana yang dilihat adalah Melalui metode studi kasus, teknik analisis
perilaku individu atau kelompok dengan satu data yang akan dilakukan adalah pembuatan
masalah penting. eksplanasi. Analisis pembuatan eksplanasi
Penelitian ini akan dilakukan pada adalah menganalisis data dengan membuat
Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas suatu eksplanasi tentang kasus (Yin,
IIA Semarang 2014:146). Pembuatan eksplanasi mengenai
Subjek penelitian ini adalah Petugas penetapan serangkaian timbal balik atas suatu
Pembina LAPAS Perempuan Klas IIA kejadian. Eksplanasi sering dilakukan dalam
Semarang, Warga Binaan (Tahanan dan bentuk naratif. Sebaiknya, eksplanasi yang
Narapidana) LAPAS Perempuan Klas IIA dilakukan dapat mencerminkan beberapa
Semarang. proposisi yang signifikasn secara teoritis
Teknik pengumpulan data dengan (Yin, 2014:147). Pembuatan eksplanasi juga
cara wawancara dan observasi. Pengumpulan dilakukan pada data – data yang
data melalui teknik wawancara dilakukan dikumpulkan melalui wawancara dan
kepada Petugas Pembina dan Warga Binaan observasi. Pembuatan eksplanasi dilakukan
sebagai 1 unit. Data yang diperoleh melalui setelah analisis data dilakukan. Miles dan
wawancara akan dijadikan acuan sebagai Huberman (1994 : 10 - 12) mendefinisikan
analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan atasan mereka dalam bekerja. Komunikasi
yaitu : reduksi data, penyajian data, dan juga lebih sering dilakukan dalam ranah
penarikan kesimpulan dan verivikasi. Teknik pekerjaan dan dalam ruang kerja.
analisis data pembuatan eksplanasi memiliki Komunikasi yang dilakukan memiliki
tahap. Setelah data di analisis, data tersebut intensitas cukup tinggi, namun komunikasi
dimasukkan dalam analisis pembuatan ini membutuhkan waktu lebih lama untuk
eksplanasi. Hakikat utama dalam analisis ini membentuk suatu hubungan yang lebih.
adalah perulangan dalam pembuatan 2. Konten Komunikasi
eksplanasi. Karakteristik bahwa eksplanasi Konten dalam komunisi terdiri atas topik
akhir tersebut merupakan hasil serangkaian dan bahasa yang digunakan dalam proses
poerulangan. Dalam Yin (2014:147-148), komunikasi, kedua hal itu dipengaruhi
serangkaian perulangan tersebut adalah: bagaimana hubungan yang terbentuk antar
 Membuat pernyataan teoritis awal individu. Pemilihan topik dan penggunaan
 Membandingkan temuan awal dengan bahasa memperlihatkan bagaimana
pernyataan awal tadi hubungan yang dibangun antara warga
 Memperbaiki pernyataan binaan dan Petugas Pembina. Topik yang
HASIL PENELITIAN dipilih untuk berkomunikasi seputar proses
1. Interaksi pembinaan di dalam LAPAS, kegiatan
Teori Interactional View menunjukkan pembinaan, dan persoalan pekerjaan. Selain
bahwa setiap individu tidak bisa tidak itu, bahasa yang digunakan adalah bahasa
berinteraksi, dalam pengalaman warga formal dan cenderung kaku. Masih ada batas
binaan yang terjadi adalah Interaksi - batas yang membatasi bagaimana mereka
komunikasi yang terjalin antara warga binaan berkomunikasi. Warga binaan cenderung
dan petugas pembina telah berjalan dengan tidak memilih topik yang bersifat personal
baik. Walaupun berada di tempat tertutup, kecuali pada petugas yang benar - benar
komunikasi tidak dapat dihindari dan pasti dekat, seperti ibu asuh.
terjadi. Komunikasi yang terjadi di dalam 3. Kedalaman Hubungan
LAPAS berpusat pada area pekerjaan. Salah satu yang bisa dilihat dalam suatu
Sebagian besar waktu mereka dihabiskan hubungan adalah penggunaan panggilan.
dalam tempat kerja sehingga komunikasi Hanya saja, dalam LAPAS Semarang, ada
lebih sering kepada petugas yang menjadi panggilan yang sudah pasti. Petugas Pembina
dipanggil dengan "Ibu" dan Warga Binaan Binaan. tiga Fungsi Petugas Pembina,
dipanggil dengan "Mbak" dan atau nama sebagai teman, sebagai keluarga, dan sebagai
mereka. Panggilan - panggilan khusus pembina. Warga Binaan tidak memiliki
cendrung diberikan karena petugas tersebut kebebasan untuk mengambil keputusan
telah dekat, namun biasanya warga binaan mereka sendiri, sehingga meminta pendapat
menghindari hal tersebut agar tidak terjadi kepada atasan mereka adalah satu - satunya
hal yang tidak diinginkan. Baik Petugas jalan. Komunikasi yang terjadi merupakan
Pembina maupun Warga Binaan mau komunikasi komplementer, satu pihak
bercerita mengenai kehidupan pravasi memiliki kekuasaan lebih. Komunikasi
mereka hanya kepada beberapa pihak. Hal komplementer memiliki arah komunikasi
yang paling diketahui adalah status marital dari atas ke bawah maupun dari bawah ke
seseorang. Ada petugas yang mengetahui atas. Komunikasi atas ke bawah pada LAPAS
tentang keluarga asli Warga Binaan, berupa Petugas Pembina ketika memberikan
kehidupan mereka dan keluarga sebelum arahan, perintah, dan sebagainya. Sedangkan
menghuni, hobi, dan lain sebagainya. dari bawah ke atas seperti ketika Warga
Namun, tidak banyak Warga Binaan yang Binaan bertanya masalah pekerjaan, atau
mengetahui kehidupan Petugas Pembina bercerita kepada Petugas Pembina.
diluar LAPAS. Dengan begitu, keterbukaan Komunikasi yang dilakukan tersebut
yang dilakukan bergantung kepada individu memengaruhi feedback yang diberikan oleh
masing - masing dan orientasi komunikasi individu. Warga Binaan maupun Petugas
tersebut. Pembina memberikan feedback sesuai
4. Kepemilikan Kekuasaan dan feeback dengan apa yang diinginkan oleh individu
Lembaga Pemasyarakatan merupakan lain. Warga Binaan memberikan feedback
sebuah institusi dengan jenjang jabatan terhadap komunikasi dari Petugas Pembina
tertentu. Dengan begitu, terdapat kekuasaan - berupa kepatuhan terhadap aturan dan
kekuasaan tertentu yang dimiliki oleh perintah. Sedangkan feedback yang Petugas
petugas, sejalan dengan jabatan apa yang ia Pembina berikan adalah dengan menjadi
miliki. Sedangkan untuk Warga Binaan, di pendengar dan memberikan masukan kepada
tempat kerja Petugas Pembina merupakan Warga Binaan.
atasan mereka, sehingga kekuasaan yang
mereka miliki lebih besar dibanding Warga
PENUTUP mengenai komunikasi dalam Keluarga. Teori
KESIMPULAN ini dapat digunakan tidak hanya pada
Teori Interactional View keluarga biologis atau keluarga resmi, tetapi
menunjukkan bahwa komunikasi yang juga pada hubungan keluarga yang terbentuk
dilakukan oleh satu individu berpengaruh karena keterpaksaan. Seperti dalam Lembaga
dalam komunikasi yang dilakukan oleh Pemasyarakatan, di mana interaksi yang
individu lain (Griffin, 2012 : 182). terjadi antara Warga Binaan dan Petugas
Komunikasi dan keterbukaan yang dilakukan Pembina seperti dalam keluarga, yaitu orang
oleh warga binaan dipengaruhi oleh petugas tua dan anak. Dengan begitu, pendekatan
pembina. Komunikasi di dalam LAPAS teori ini dapat digunakan dalam instansi yang
Perempuan Semarang memiliki intensitas memiliki interaksi antar individu seperti
tinggi namun sebagian besar hanya mengenai dalam keluarga. Namun, teori ini tidak dapat
pekerjaan dan ditambah dengan adanya digunakan untuk menjelaskan hubungan
kekuasaan yang dimiliki oleh petugas antar individu dalam instansi yang memiliki
membuat kedalaman hubungan mereka tidak tingkat jabatan rigid yang tidak bisa
terlalu dalam. Bagaimana petugas pembina melepaskan title, jabatan, dan kekuasaan nya
melakukan komunikasi kepada warga binaan ketika melakukan komunikasi antar pribadi.
memengaruhi bagaimana warga binaan SARAN PRAKTIS
membuka diri dan berkomunikasi. Sesuai Berdasarkan penelitian ini, warga
dengan teori interactional view, dalam binaan bergantung kepada petugas, baik itu
kondisi apapun, individu tetap masalah pengambilan keputusan. Warga
berkomunikasi, dan dalam sebuah sistem binaan merasa nyaman dan percaya kepada
keluarga, komunikasi yang dapat terjadi petugas sehingga mereka memutuskan untuk
berupa komplementer dan simetris, pada berbagi dengan petugas. Petugas sebaiknya
LAPAS, komunikasi yang terjadi cenderung memberikan feedback yang sesuai dan
komplementer. melakukan komunikasi tepat guna.
SARAN Memberlakukan tidak hanya sebagai atasan
SARAN TEORITIS tetapi sebagai sesama individu. Membuka
Penelitian mengenai komunikasi diri dan menerima kedekatan oleh warga
antara Petugas Pembina dan Warga Binaan binaan agar mereka lebih mudah bercerita
menggunakan Teori Interactional View juga dapat dilakukan oleh petugas.
SARAN SOSIAL Mahwah : Lawrence Erlbaum
Apa yang terjadi di Lembaga Associates.
Pemasyarakatan adalah pembinaan yang Griffin, Em. 2012. A First Look at
memberikan kesempatan kepada pelaku Communication Theory. New York :
pidana dengan memberikan keterampilan, McGraw-Hill.
pekerjaan, kesenian, pendidikan, dan Kansil, C.S.T. 2007. Pengantar Hukum
keagamaan. Masyarakat seharusnya Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
cenderung terbuka dan menerima bahwa Littlejohn, Stephen W. 2009a. Encyclopedia
menghuni Lembaga Pemasyarakatan sudah of Communication. California : SAGE
merupakan suatu bentuk penghukuman bagi Publications
mereka dengan direnggutnya kemerdekaan ------. 2009b. Teori Komunikasi. Jakarta :
mereka. Salemba Humanika.
DAFTAR PUSTAKA Marpaung, Leden. 2008. Asas-Teori-Praktik
Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika.
BUKU
Miles, Matthew B. 1994. Qualitative Data
Aprilianda, Nurini. 2014. Pengkajian Hukum
Analysis. Thousand Oaks : The Sage
Tentang Model Pembinaan Anak
Publications.
Berbasis Pendidikan Layak Anak
Morissan. 2013. Teori Komunikasi. Bogor :
dalam Sistem Pemasyarakatan. Jakarta :
Penerbit Ghalia Indonesia.
Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Newton, Michael. 1951. Prison And The
Bemmelen, J.M. Van. 1987. Hukum Pidana I.
Penal System. New York : Infobase
Bandung : Bimacipta.
Publishing.
Denzin, K. Norman dan Yvonna S. Lincoln.
Lestari, Sri. 2013. Psikologi Keluarga :
2005.The Sage Handbook of
Penanaman Nilai dan Penanganan
Qualitative Research. Thousand Oaks :
Konflik dalam Keluarga. Yogyakarta :
The Sage Publications.
Prenada Media Group.
Devito, Joseph. 1997. Komunikasi
Antarmanusia. Jakarta : Professional Watzlawick, Paul. 2011. Pragmatics of

Books. Human Communication. New York :

Fitch, Kristine L. 2005. Handbook Of Norton & Comapany

Language And Social Interaction.


Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma PP No 31 tahun 1999 Tentang Pembinaan
Penelitian Sosial. Yoyakarta : Tiara dan Pembimbingan Warga Binaan
Wacana Yogya Pemasyarakatan
Samosir, C. Djisman. 2016. Penologi dan PP no 57 Tahun 1999 Tentang Kerjasama
Pemasyarakatan. Bandung : Penerbit Penyelenggaraan Pembinaan dan
Nuansa Aulia. Pembimbingan Warga Binaan
Schement, Jorge Reina. 2002. Encyclopedia Pemasyarakatan
of Communication and Infromation PP No 58 Tahun 1999 Tentang Syarat-Syarat
Volume I. New York : Macmillan Dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang,
Reference USA. Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan
Sunarto. Ishak. 2011. Mix Methodology Tahanan
dalam penelitian komunikasi. jakarta: Peraturan Menteri Nomor 6 tahun 2013
aspikom tentang Tata Tertib Lembaga
Susetyo, Heru. 2012. Pengkajian Hukum Pemasyarakatan Dan Rumah Tahanan
tentang Sistem Pembinaan Narapidana Negara
Berdasarkan Prinsip Restorative RUU KUHAP Tahun 2008
Justice. Jakarta : Badan Pembinaan UU No 12 Tahun 1995 Tentang
Hukum Nasional. Pemasyarakatan
Tracy, Karen. 2007. The Prittier Doll. JURNAL
Alabama : The University of Alabama Jurnal Law Reform Program Studi Magister
Ilmu Hukum. Jurnal Law Reform
Press.
Program Studi Magister Ilmu Hukum.
West, Richard dan Lynn H. Turner. 2010. Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No. 2,
Introduction Communication Theory.
Desember 2013
New York : McGraw-Hill. Jurnal RISALAH Vol. XXIII, Edisi 1, Juni
2013
Yin, Robert K. 2014. Studi Kasus: Desain
Kajian Konsep Pembinaan narapidana studi
dan Metode. Jakarta : RajaGrafindo kasus LPP Semarang. Petrus Soerjowinoto.
VITASPHERE. Semarang. Volume II
Persada.
Agustus 2012
PERUNDANGAN ONLINE
http://www.ditjenpas.go.id/
http://lpwanitasemarang.com

Anda mungkin juga menyukai