Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

GANGGUAN PERNAPASAN: TUBERKULOSIS PARU

A. Konsep Penyakit
1. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
Menurut Kinarno (2022:217-234), sistem pernapasan berhubungan
dengan kegiatan memasukkan dan mengeluarkan udara ke dalam paru-paru
(respirasi). Ketika tubuh kekurangan oksigen, maka oksigen yang berada di
luar tubuh akan dihirup (inspirasi) melalui organ pernapasan.
Ketika tubuh kelebihan karbon dioksida, maka tubuh akan
mengeluarkannya melalui organ pernapasan (ekspirasi), sehingga tercipta
keseimbangan oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Sistem respirasi
berperan untuk menukar udara dari permukaan ke paru-paru. Udara yang
masuk akan disaring oleh trakea. Trakea akan menyaring, menghangatkan,
melembabkan udara yang masuk, dan melindungi permukaan organ yang
lembut.
Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengalirkan udara ke paru-
paru.Oksigen dari udara berdifusi dari paru-paru ke dalam darah, sedangkan
karbon dioksida berdifusi dari dalam darah ke paru-paru.
Respirasi mencakup proses-proses sebagai berikut :
a. Ventilasi Paru
Ventilasi paru merupakan proses pernapasan inspirasi (menghirup udara)
dan ekspirasi (menghembuskan udara). Inspirasi terjadi ketika diafragma
dan otot interkostalis eksternal berkontraksi. Kontraksi diafragma otot
rangka bawah paru-paru) menyebabkan peningkatan ukuran rongga dada,
sedangkan kontraksi otot interkostalis eksternal mengangkat tulang rusuk
dan tulang dada. Dengan demikian, otot menyebabkan paru-paru untuk
memperluas dan meningkatkan volume saluran udara internal. Sebagai
tanggapan, tekanan udara di dalam paru paru menurun di bawah udara
luar tubuh, karena gas bergerak dari daerah tekanan tinggi ke tekanan
rendah, udara masuk ke paru-paru.
Ekspirasi terjadi ketika otot diafragma dan interkostal eksternal rileks.
Sebagai tanggapan, serat elastis pada jaringan paru-paru menyebabkan
paru-paru untuk menahan diri untuk volume aslinya. Tekanan udara di
dalam paru kemudian meningkat di atas tekanan udara luar tubuh, dan
udara keluar. Selama tingginya tingkat ventilasi, berakhirnya difasilitasi
oleh kontraksi dari otot otot ekspirasi (otot interkostalis dan otot perut).
b. Pernapasan Luar
Pernapasan luar merupakan proses pertukaran gas antara paru-paru
dengan darah. Oksigen berdifusi ke dalam darah, sedangkan karbon
dioksida berdifusi dari darah ke paru-paru.
Dalam campuran gas yang berbeda, masing-masing gas memberikan
kontribusi terhadap tekanan total campuran. Kontribusi masing-masing
gas, disebut tekanan parsial adalah sama dengan tekanan bahwa gas
akan memiliki jika itu sendirian di kandang. Hukum Dalton menyatakan
bahwa jumlah dari tekanan parsial masing-masing gas dalam campuran
adalah sama dengan tekanan total

1
2

c. Transportasi Gas
Transportasi gas dilakukan oleh sistem kardiovaskular. Transportasi gas
merupakan proses mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuhdan
mengumpulkan karbon dioksida untuk dikembalikan ke paru-paru. Oksigen
dalam darah diangkut dengan dua cara:
1) Sejumlah kecil 0, (1,5 persen) dilakukan dalam plasma sebagai
terlarut gas.
2) Sebagian oksigen (98,5 persen) dibawa dalam darah terikat dengan
protein hemoglobin dalam sel darah merah. Sebuah oksihemoglobin
sepenuhnya jenuh (Hb02) memiliki empat 0, molekul terpasang.
Tanpa oksigen, molekul disebut sebagai deoxygemoglobin (Hb).
d. Pernapasan Dalam
Pernapasan dalam merupakan proses pertukaran gas antara darah, cairan
interstisial (cairan yang mengelilingi sel), dan sel-sel. Di dalam sel, terjadi
respirasi sel yang menghasilkan energi (ATP) dan CO, dengan
menggunakan O dan glukosa.
1) Hidung
Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernapasan dan indra penciuman. Dalam keadaan normal, udara
masuk dalam sistem pernapasan melalui rongga hidung. Rongga
hidung berisi serabut-serabut halus yang berfungsi untuk mencegah
masuknya benda-benda asing yang mengganggu proses pernapasan.
Hidung memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a) Menghangatkan udara yang masuk, kurang lebih sekitar 36 °C.
b) Melembabkan udara, kurang lebih 75 °C.
c) Menyaring kotoran yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung.
d) Melakukan penciuman.
Hidung kadang merespon benda dari luar tubuh dengan batuk. Batuk
merupakan cara paru-paru untuk mempertahankan diri dari benda
asing yang masuk ke dalam hidung. Bronkus dan Trakea sangat
sensitif, sehingga setiap benda asing yang menyebabkan iritasi akan
merangsang refleks batuk.
Hidung kadang merespon benda dari luar tubuh dengan batuk. Batuk
merupakancaraparu-paru untukmempertahankan diri dari benda asing
yang masuk ke dalam hidung. Bronkus dan Trakea sangat sensitif,
sehingga setiap benda asing yang menyebabkan iritasi akan
merangsang refleks batuk.
2) Faring
Faring (tekak) adalah saluran otot selaput yang tegak lurus antara
basis kanii dan vertebrate servikalis IV. Faring terdiri atas tiga bagian,
yaitu:

a) Nasofaring
Nasofaring menerimaudara yang masuk dari hidung. Terdapat
saluran eusthacius yang menyamakan tekanan udara ditelinga
tengah. Tonsilfaring (adenoid) terletak dibelakang nasofaring
3

b) Orofaring
Orofaring menerima udara dari nasofaring dan makanan dari
rongga mulut. Palatine dan lingualtonsil terletak di sini.
c) Laringofaring
Laringofaring menyalurkan makanan kekerongkongan dan udara
kelaring. Faring berhubungan dengan suara yang dihasilkan oleh
manusia. Lipatan-lipatan vokal suara manusia mempunyai
elastisitas tinggi dan dapat memproduksi suara dengan bantuan
pita suara. Faktor yang menentukan frekuensi puncak bunyi dan
produksi bergantung pada panjang dan ketegangan regangan
dari pita suara. Regangan pita suara tersebut akan memproduksi
frekuensi dan getaran. Ketegangan pita suara dikontrol oleh otot
kerangka di bawah kontrol
3) Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan yang
dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat, dan ligamentum. Tepi
lubang dari pita suara asli kiri dan kanan membatasi daerah epiglotis.
Bagian atas disebut supraglotis dan bagian bawah disebut subglotis.
Laring menerima udara dari faring. Laring terdiri dari sembilan keping
tulang rawan yang bergabung dengan membran dan ligamen.
Epiglotis merupakan bagian pertama dari tulang rawan laring. Saat
menelan makanan, epiglotis tersebut menutupi pangkal tenggorokan
untuk mencegah masuknya makanan dan saat bernapas, katup
tersebut akan membuka. Tulang rawan tiroid melindungi bagian
depan laring. Tulang rawan yang menonjol membentuk jakun.
Lipatan membran mukosa (supraglottis) menghubungkan sepasang
tulang arytenoid yang berada di belakang dengan tulung rawan tiroid
yang beradadi depan. Lipatan vestibularatas (pita suara palsu)
mengandung serat otot yang memungkinkan untuk bernafas dalam
waktu tertentu saat ada tekanan pada otot rongga dada (misalnya:
tegang saat buang air besar atau mengangkat beban berat). Lipatan
vestibular bawah (kord vokalis superior) mengandung
ligamenyangelastis. Kordvokalis superior bergetar bila otot rangka
menggerakkan mereka ke jalur keluarnya udara. Hal tersebut
mengakibatkan kita dapat berbicara dan menghasilkan berbagai
suara. Kartilago krikoid, kartilago cuneiform, dan kartilago corniculate
merupakan akhir dari laring.
a) Struktur laring
Kerangka laring adalah:
(1) Kartilago tiroidea.
(2) Kartilago krikoidea.
(3) Kartilago aritenoidea.
(4) Os hioid dan kartilaines.
Persendian (artikulasio) yang terdapat pada laring adalah:
(1) Artikulasio krikoitiroidea.
(2) Artikulasio krikoariteniodea.
Pada laring terdapat ligamentum:
4

(1) Ligamentum krikoideum.


(2) Ligamentum krikoaritenoideum.
(3) Ligamentum kornikulofaringikum.
(4) Ligamentum hioitiroideum.
(5) Ligamentum hiotiroidea.
(6) Ligamentum hicepiglotikum
(7) Membrana kuadrangularis.
b) Fungsi Laring
Laring berfungsi dalam vokalisasi manusia. Vokalisasi adalah
berbicara yang melibatkan sistem respirasi. Sistem respirasi
meliputi pusat khusus pengaturan bicara dalam korteks serebri,
pusat respirasi di dalam batang otak, artikulasi, serta struktur
resonansi dari mulut dan rongga hidung.
Berbicara memiliki dua fungsi mekanisme yang terpisah, yaitu:
(1) Fonasi.
Fonasi menyesuaikan dengan vibrator atau pita suara yang
merupakan lipatan-lipatan sepanjang dinding lateral laring
yang diregangkan dan diatur posisinya. Getran pita suara
bergetar ke arah lateral. Penyebab getaran ini adalah udara
yang berhembus diantara pita suara yang berdekatan.
Tekanan udara akan mendorong pita suara untuk
meneruskan pola getaran. Tinggi nada diciptakan oleh laring
dan dapat diubah dengan dua cara, yaitu peregangan dan
pengendoran pita suara.
(2) Artikulasi dan resonansi.
Ada tiga organ utama yang berfungsi dalam artikulasi, yaitu
bibir, lidah, dan palatum. Resonansi terdiri dari mulut, hidung,
faring, dan rongga dada.
4) Trakea
Trakea atau batang tenggorok adalah tabung seperti pipa dan
berbentuk menyerupai huruf C. Trakea dibentuk oleh tulang-tulang
rawan yang disempurnakan oleh selaput. Terletak di antara vertebrae
VI sampai ke tepi bawah kartilago krikoidea vertebra torakalis V.
Memiliki panjang sekitar 13 cm dan diameter 2,5 cm. Dinding trakea
terdiri dari empat lapisan yang terdiri dari:
a) Mukosa
Mukosa merupakan lapisan terdalam trakea. Mukosa
mengandung sel goblet yang dapat memproduksi lendir dan
epitel pseudostratified bersilia. Silia menyapu kotoran, menjauhi
paru-paru dan menuju ke arah faring.
b) Submukosa
Submukosa merupakan lapisan jaringan ikat areolar yang
mengelilingi mukosa.
c) Tulang Rawan Hialin
16-20 cincin tulang rawan hialin berbentuk C membungkus
sekitar submukosa tersebut. Cincin kartilago memberikan bentuk
5

kaku pada trekea, mencegahnya agar tidak kolaps dan membuka


jalan udara..
d) Adventitia
Adventitia merupakan lapisan terluar dari trakea. Lapisan ini
tersusun atas jaringan ikat areolar (longgar).
e) Fungsi Trakea
Trakea memiliki bagian yang mampu berubah menjadi elastis
ketika terjadi proses menelan, sehingga akan membuka jalan
makanan, sehingga makanan akan masuk ke dalam lambung.
Rangsangan saraf simpatis akan memperlebar diameter trakea
dan mengubah besarnya volume saat terjadinya proses
pernapasan.
(1) Proses Pernapasan
Urutan saluran pernapasan berawal dari rongga hidung >
faring > trakea > bronkus > paru-paru (bronkiolus dan
alveolus). Proses pernapasan pada manusia diawali dari
hidung, dengan dihisapnya Udara waktu menarik nafas
(inspirasi). Udara biasanya masuk melalui lubang hidung
(nares) kiri dan kanan selain melalui mulut. Pada saat udara
masuk, udara disaring oleh bulu hidung yang terdapat di
bagian dalam lubang hidung.
Pada saat proses penarikan napas, otot diafragma akan
berkontraksi. Kedudukan awal diafragma adalah melengkung
keatas, ketika proses ini terjadi akan menjadi lurus, sehingga
rongga dada menjadi mengembang. Hal ini disebut
pernapasan perut. Sedangkan pernapasan dada terjadi saat
otot diafragma dan otot-otot tulang rusuk berkontraksi,
sehingga rongga dada mengembang.Rongga dada yang
mengembang akan menyebabkan tekanan dalam rongga dada
menjadi berkurang, sehingga udara dari luar masuk melalui
hidung, dan selanjutnya melalui saluran pernapasan, sampai
pada akhirnya udara masuk ke dalam paru-paru, sehingga
paru-paru mengembang. Setelah melewati rongga hidung,
udara masuk ke kerong kongan bagian atas, lalu masuk
ketenggorokan (laring). Setelah melalui tenggorokan, udara
masuk ke batang tenggorok atau trakea, lantas diteruskan ke
bronkus. Saluran bronkus ini terdiri dari beberapa tingkat
percabangan sampai akhirnya berhubungan dengan paru-
paru. Dalam paru-paru, udara yang diserap melalui alveolidan
akan masuk ke dalam kapiler yang selanjutnya dialirkan ke
vena pulmonalis atau pembuluh balik paru-paru. Lalu gas
oksigen diambil oleh darah dandari sana darah akan dialirkan
ke serambi kiri jantung.
Selanjutnya, udara yang mengandung gas karbon diok sida
akan dikeluarkan melalui hidung. Pengeluaran napas
disebabkan karena melemasnya otot diafragma, melemasnya
otot-otot rusuk, dan berkontraksinya otot perut. Diafragma
menjadi melengkung ke atas, tulang-tulang rusuk turun ke
bawah dan bergerak ke arah dalam, akibatnya rongga dada
mengecil sehingga tekanan dalam rongga dada naik. Dengan
6

naiknya tekanan dalam rongga dada, maka udara dari dalam


paru-paru keluar melewati saluran pernapasan.
5) Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea.
Bronkus memiliki struktur yang sama dengan trakea dan dilapisi oleh
sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan ke bawah menuju
paru-paru.
Di dalam paru-paru, masing-masing bronkus utama bercabang
dengan diameter yang lebih kecil, membentuk bronkus sekunder
(lobar), bronkus tersier (segmental), bronkiolus terminal (0.5 mm
diameter) dan bronkioluspernapasan mikroskopis. Dinding utama
bronkus dibangun seperti trakea, tetapi cabang dari pohon semakin
kecil, cincin tulang rawan dan mukosa yang digantikan oleh otot
polos.
Bronkus terdiri dari dua bagian, yaitu:
a) Bronkus prinsipalis dekstra.
Bronkus ini pada saat masuk ke hilus bercabang menjadi tiga,
yaitu bronkus lobaris medius, bronkus lobaris inferior, dan bronkus
lobaris superior.
b) Bronkus prinsipalis sinistra.
Bronkus ini lebih kecil, lebih sempit, serta lebih panjang dari
bronkus prinsipalis dekstra.
6) Pulmo
Pulmo atau paru adalah orgam sistem pernapasan yang berada
dalam kantong bentukan pleura parietalis dan pleura viselaris. Paru-
paru sangat lunak, elastis, dan berada dalam rongga torak. Paru-paru
memiliki sifat ringan dan mampu terapung dalam air, berwarna biru
keabu-abuan dengan bintik. Bintik-bintik ini antara lain karena partikel
debu yang masuk termakan oleh tagosi.
Paru-paru kanan terdiri atas tiga gelambir (lobus), yaitu:
a) Lobus superior.
b) Lobus medius.
c) Lobus inferior.
Paru-paru kiri teridiri dari dua lobus, yaitu:
a) Lobus superior.
b) Lobus inferior.
Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput paru-paru yang disebut
pleura. Pleura adalah membran seorsa yang halus dan membentuk
suatu kantong. Pleura terdiri atas dua lapisan, yaitu:
a) Lapisan permukaan (parietalis), yakni lapisan yang langsung
berhubungan dengan paru dan memisahkan lobus dengan paru-
paru.
b) Lapisan dalam pleura viseralis, yakni pleura yang berhubungan
dengan fasia endotorasika, yaitu permukaan dalam dari dinding
toraks.
7

Gambar. Trakea, bronkus, dan paru

2. Pengertian
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Micobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensivitas yang diperantarai sel.
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
“Mycobacterium tuberculosis”. Kuman ini dapat menyerang semua bagian
tubuh manusia, dan yang paling sering terkena adalah organ paru (Wahid dan
Suprapto, 2013: 157).
Tuberculosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan dapat hadir dalam bentuk laten maupun aktif.
Penyakit ini menular melalui udara dan terutama memengaruhi orang dewasa
muda yang produktif (Syamsudin dan Keban, 2013: 153).
Tuberculosis adalah penyakit infeksius kronik dan berulang yang
biasanya mengenai paru, meskipun semua organ dapat terkena. Disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis (LeMone, Burke, dan Bauldoff, 2016: 1475).

3. Etiologi
Menurut Danusantoso (2014: 101-102), sebagaimana telah diketahui,
tuberkulosis paru disebab kan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis
humanis). Selanjutnya dalam buku ini, hanya akan dikemukakan beberapa hal
yang prinsip saja. Untuk detail-detailnya pembaca dirujuk ke buku-buku
bakteriologi.
a. M. tuberculosis termasuk famili Mycobacteriaceae yang mempunyai
berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, dan salah satu
speciesnya adalah M. tuberculosis.
b. M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis
(kemungkinan infeksi type bovinus saat ini dapat diabaikan, setelah
higiene peternakan makin ditingkatkan).
c. Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Sifat ini
dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainya secara khusus.
Karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
8

d. Karena pada umumnya Mycobacterium tahan asam, secara teoretis BTA


belum tentu identik dengan basil TB. Namun, karena dalam keadaan
normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain (yaitu M.
atipik) jarang sekali, dalam praktik, BTA dianggap identik dengan basil TB.
Di negara dengan prevalensi AIDS/infeksi HIV yang tinggi, penyakit paru
yang disebabkan M. atipik (=Myco bacteriosis) makin sering ditemukan.
Dalam kondisi seperti ini, perlu sekali diwaspadai bahwa BTA belum tentu
identik dengan basil TB. Mungkin saja, BTA yang ditemukan adalah
Mycobacterium atipik yang menjadi penyebab Mycobacteriosis.
e. Kalau bakteri-bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai 20
menit untuk mitosis, basil TB memerlukan waktu 12 sampai 24 jam. Hal ini
memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2-3 hari sekali).
f. Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, se hingga dalam
beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap
gelombang cahaya ultra-violet. Basil TB juga rentan terhadap panas-
basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TR yang berada dalam
lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100° C. Basil
TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%,
atau lisol 5%.

4. Patofisiologi
Port de entri kuman micobacterium tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan
infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung
tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah
lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus,
dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh foist. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Wahid dan Suprapto, 2013:
159).
Menurut LeMone, Burke, dan Bauldoff (2016: 1475-1476), droplet nuklei
yang sedikit mengandung satu hingga tiga basili yang menghindari sistem
pertahanan jalan napas untuk masuk paru tertanam pada alveolus atau
bronkiolus pernapasan, biasanya pada lobus atas. Karena bakteri
9

memperbanyak diri, mereka menyebabkan respons in flamasi lokal. Respons


inflamasi membawa neutrofil dan makrofag ke tempat tersebut. Sel fagositik
ini mengitari dan menelan basili, mengisolasi mereka dan mencegah
penyebaran. Mycobacterium tuberculosis terus memperbanyak diri secara
lambat; beberapa masuk sistem limfatik untuk menstimulasi res pen- pons
imun yang dimediasi sel. Neutrofil dan makrofag meng isolasi bakteri, tetapi
tidak dapat menghancurkannya. Lesi granulomatosa disebut tuberkel, koloni
basil yang terlindungi, terbentuk. Dalam tuberkel, jaringan terinfeksi mati,
membentuk pusat seperti keju, proses yang disebut nekrosis degenerasi
jaringan mati.
Jika respons imun adekuat, terjadi jaringan parut sekitar tuberkel dan
basili tetap tertutup. Lesi ini pada akhirnya mengalami kalsifikasi dan terlihat
pada sinar-X. Pasien, ketika terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, tidak
terjadi penyakit TB. Jika respons imun tidak adekuat untuk mengandung basili,
penyakit TB dapat terjadi. Terkadang, infeksi dapat memburuk, menyebabkan
dekstruksi jaringan paru yang luas. Pada tuberkulosis primer, jaringan
granulomatosa da pat mengikis kedalam bronkus atau ke dalam pembuluh
darah, memungkinkan penyakit menyebar ke seluruh paru atau organ lain.
Bentuk parah TB ini tidak lazim pada orang dewasa.
Lesi TB yang telah sembuh sebelumnya dapat di aktivasi kembali.
Tuberkulosis reaktivasi terjadi ketika sis tem imun tertekan akibat usia,
penyakit, atau penggunaan obat imunosupresif. Luas penyakit paru dapat
beragam dari lesi kecil hingga kavitasi luas jaringan paru. Tuberkel ruptur,
basili menyebar ke jalan napas untuk membentuk lesi satelit dan
menghasilkan pneumonia tuberkulosis. Tanpa terapi, keterlibatan paru masif
dapat menyebabkan kematian, atau proses yang lebih kronik pembentukan
tuberkel dan kavitasi dapat terjadi. Orang yang mengalami penyakit kronik
terus menyebarkan Mycobacterium tuberculosis ke lingkungan, kemungkinan
menginfeksi orang lain. Gambar Ilustrasi Patofisiologi pada halaman 1478-
1479 mengilustrasikan patogenesis TB.
Pasien yang menderita penyakit HIV berisiko tinggi untuk mengalami TB
aktif, akibat infeksi primer atau reaktivasi. Infeksi HIV menekan imunitas
selular, yang penting untuk membatasi replikasi dan penyebaran
Mycobacterium tuberculosis.

5. Pathway
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 159)

Mycobacterium tuberculosis
10

Saluran pernafasan Saluran perncernaan Luka terbuka pada kulit

Basil tuberkel yang diinhalasi terdiri dari satu Tidak menyebabkan penyakit
sampai tiga basil yang lebih besar terhatahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus
Batuk, sesak nafas, adanya sekret di
Masuk ke dalam ruang alveolus biasanya di saluran nafas
bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di
bagian atas lobus bawah
BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK
EFEKTIF
Membangkitkan reaksi peradangan

Leukosit polimorfonuklear memfagosit


bakteria tetapi tidak membunuh organisme
Alveoli yang terserang mengalami tersebut
konsolidasi

Sembuh dengan sendirinya sehingga tidak


Pneumonia akut ada sisa yang tertinggal

Muncul tanda-tanda infeksi lanjutan Proses berlanjut, bakteri terus difagosit


atau berkembang biak di dalam sel

RISIKO PENYEBARAN INFEKSI Basil menyebar melalui getah bening ke


kelenjar bening regional

Keringat malam, anoreksia, penurunan


berat, malaise, tidak ada nafsu makan, sakit
kepala, meriang, nyeri otot Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu membentuk tuberkel epiteloit (10-
20 hari)
KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI:
KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH
6.

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 166-168), pemeriksaan penunjang
pada pasien dengan TB Paru, antara lain:
11

a. Darah
Pada saat tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meninggi dengan diferensiasi pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit
masih tetap tinggi. Laju endap darah menurun kearah normal lagi.
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif
palsu dan negatif palsunya masih besar.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan, disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada satu
sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif jika sedikitnya 2 dari 3 spesimen BTA
hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu dilakukan
pemeriksaan SPS ulang. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dilakukan
pemeriksaan lain misalnya biakan. Bila ketiga specimen hasilnya negatif
diberikan antibiotic spectrum luas (misalnya kotrimoksasol atau
amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perbaikan gejala klinis tetap
mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan SPS.
1) Hasil pemeriksaan SPS positif didiagnosa TBC BTA positif.
2) Hasil SPS negatif, lakukan pemeriksaan Rontgenthorak:
a) Hasil mendukung TBC, penderita TBC, penderita TBC BTA (-)
rontgen (+).
b) Hasil tidak mendukung TBC bukan penderita TBC.
c. Tes tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai
cara Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified
protein derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (intermediate strength).
Hasil tes mantoux ini dibagi dalam:
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya): mantoux negatif = golongan no
sensitivity, disini peranan antibodi humoral paling menonjol.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan golongan low grade sensitivity,
disini peranan antibodi humoral masih lebih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm: mantoux positif = golongan normal sensitivity,
disini peranan kedua antibody seimbang.
4) Indurasi lebih dari 16 mm: mantoux potif kuat = golongan hyper-
sensitivity, disini peranan antibodi selular paling menonjol.
d. Foto thoraks
Foto thoraks PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan
radiologi standar. Jenis pemeriksaan radiologi lain hanya atas indikasi Top
foto, oblik, tomogram, dan lain-lain.
Karakteristik radiologi yang menunjang diagnostik antara lain:
1) Bayangan lesi radiologi yang terletak di lapangan atas paru.
12

2) Bayangan yang berawan (patchy) atau bercak (noduler).


3) Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru.
4) Bayang yang menetap atau relatif menetap sebelah beberapa minggu.
5) Bayangan bilier.

8. Tanda dan Gejala


Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 163-165), gambaran klinik TB paru
dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
a. Gejala respiratorik, meliputi:
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu.
Keadaan yang lanjut adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat
pembuluh darah yang cepat.
2) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darah,gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Gejala klinis hemoptoe:
Untuk memastikan perdarahan dari nasofaring dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Batuk darah
(1) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan.
(2) Darah berbuih bercampur udara.
(3) Darah segar berwarna merah muda.
(4) Darah bersifat alkalis.
(5) Anemia kadang-kadang terjadi.
(6) Benzidin test negatif.
b) Muntah darah
(1) Darah dimuntahkan dengan rasa mual.
(2) Darah bercampur sisa makanan.
(3) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung.
(4) Darah bersifat asam.
(5) Anemia sering terjadi.
(6) Benzidin test positif.
c) Epistaksis
(1) Darah menetes dari hidung.
(2) Batuk pelan kadang keluar.
(3) Darah berwarna merah segar.
(4) Darah bersifat alkalis.
(5) Anemia jarang terjadi.
3) Sesak nafas
13

Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana


infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini
ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia,
dan lain-lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritic yang ringan. Gejala
ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi:
1) Demam
Biasanya subfebrile menyerupai demam influenza. Tapi kadang-
kadang panas bahkan dapat mencapai 40-410C. Keadaan ini sangat
dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biaanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
2) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, serta malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa: tidak
ada nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). Timbulnya
gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

9. Penatalaksanaan
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 168-174), penatalaksanaan pada
TB paru adalah dengan pengobatan. Tujuan pengobatan pada penderita TB
Parus elain untuk menyembuhkan/ mengobati penderita juga mencegah
kematian mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
a. Tahap intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadi kekebalan terhadap semua
OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.
Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat.
b. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
14

Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin, dan Etambutol. Sedang
jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Makrolide, dan Amoksilin + Asam
Klavulanat, devirat Rifampisin/INH.
Jenis dan dosis OAT:
a. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg, sedangkan untuk
pengibatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg
BB.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persisten)
yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan
sama untuk pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.
c. Pirasinamid (Z)
Bersifat Bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 35 mg/kg BB.
d. Streptomisin (S)
Bersifat Bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan
untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjrukan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis
30 mg/kg BB.

Panduan OAT Indonesia:


a. Kategori I (2HRZE/4H3R3):
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z),
dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2
bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri
dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan 3 kali dalam seminggu
selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
1) Penderita baru TBC paru BTA positif.
2) Penderita TBC paru BTA negatif rontgent positif yang sakit berat, dan
3) Penderita TBC ekstra paru berat.
b. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3):
15

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) dan
disuntikkan Streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkn 1 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutkan selama 5 bulan dengan
HRE yang diberikan 3 kali seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan
Streptomisin diberikan stelah penderita selesai menelan obat. Obat ini
diberikan untuk:
1) Penderita kambuh (relaps).
2) Penderita gagal (Failure).
3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
c. Kategori III (2HRZ/4H3R3):
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu (4 H3R3). Obat ini diberikan untuk:
1) Penderita baru BTA negatif dan rontgent positif sakit ringan.
2) Penderita ekstra paru ringan.
d. Kategori IV: OAT sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan
kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
Tabel Efek Samping dari Obat-obat TBC
Nama Obat Efek Samping
Rifampisin Demam, malaise, muntah, mual, diare, kulit gatal dan
merah, SGOT/SGPT meningkat (gangguan fungsi hati).
INH Nyeri saraf, hepatitis (radang hati), alergi, demam, ruam
kulit.
Pirasinamid Mual, muntah, diare, kulit merah dan gatal, kadar asam
urat meningkat, gangguan fungsi hati.
Streptomisin Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo
(pusing).
Etambutol Gangguan saraf mata.

10. Komplikasi
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 165-166), komplikasi pada TB Paru
berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:
a. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
c. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
16

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal,


dan sebagainya.
f. Insufisiensi kardio pulmoner.
Menurut Syamsudin dan Keban (2013: 156), bakteri penyebab TBC tidak
hanya menyerang paru-paru, namun dapat menyerang berbagai tempat
seperti tulang, otak, hati/ginjal, dan jantung. Komplikasi pada tulang akan
menyebabkan nyeri pada area spinal dan obstruksi pada sendi. TBC yang
menyerang otak dapat menyebabkan meningitis dan pembengkakan yang fatal
pada membran yang menutupi otak atau spinal menyebabkan sakit kepala,
kekakuan pada leher, dan bahkan penurunan kesadaran. Pada hati/ginjal
infeksi bakteri TBC dapat merusak proses filtrasi sampah dan pengeluaran
racun dari dalam darah. Sedangkan infeksi di jantung dapat menyebabkan
inflamasi pada jaringan yang mengelilingi jantung dan penumpukan cairan di
jantung sehingga jantung tidak mampu mempompa darah secara efektif.

B. Nursing Care Plans


1. Pengkajian
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 174-178), data-data yang perlu
dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB Paru, antara lain:
a. Data pasien
Penyakit TB dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai
dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang
tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya
cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim. Tuberculosis pada anak
dapat terjadi di usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-
4 tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru
(ekstrapulmonary) disbanding TB paru-paru dengan perbandingan 3:1.
Tuberculosis luar paru-paru adalah TB berat yang tertama ditemukan pada
usia <3 tahun.
b. Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-410C) hilang timbul
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini terjadi
untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari
batuk kering sampai dengan batuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru-paru.
4) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri dada akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
6) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian
dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong
ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit tampak
bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
17

7) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya


penyakit ini muncul bukan karena penyakit keturunan tetapi merupakan
penyakit infeksi menular.
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur.
4) Riwayat kontak dengan penderita TB Paru.
5) Daya tahan tubuh yang menurun.
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
d. Riwayat pengobatan sebelumnya
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan
sakitnya.
2) Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.
4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
e. Riwayat sosial ekonomi
1) Riwayat pekerjaan: jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
2) Aspek psikososial: merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi
dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang
mampu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk
sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah
tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus
harapan.
f. Faktor pendukung
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat
dan tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
g. Pemeriksaan diagnostik
1) Kultur sputum: mikobakterium tuberkulosis positif pada tahap akhir
penyakit.
2) Tes tuberkulin: mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
3) Poto torak: infiltrasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan denga batas tidak jelas;
pada kavitas bayangan, berupa cincin; pada kalsifikasi tampak
bayangan bercak-bercak padat dengan dentitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
h. Pemerksaan fisik
18

1) Tahap dini sulit diketahui.


2) Ronchi basah, kasar, dan nyaring.
3) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara umforik.
4) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi intercostal, dan fibrosis.
5) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak).
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif: rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak nafas
(nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam
hari.
Objektif: takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap
lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru) demam subfebris (40-
410C) hilang timbul.
2) Pola nutrisi
Subjektif: anoreksia, mual, tidak enak di perut, penurunan berat badan.
Objektif: turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
subkutan.
3) Respirasi
Subjektif: batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit dada.
Objektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mucoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronchi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effuse pleura),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
Subjektif: nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
5) Integritas ego
Subjektif: faktor stres lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif: menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 178-183), diagnosa keperawatan
yang lazim terjadi pada klien denga TB paru adalah sebagai berikut:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan: sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan perasaan mual, batuk produktif.
19

c. Risiko penyebaran infeksi, yang berhubungan dengan tidak adekuatnya


mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktivitas silia/sekret statis,
kerusakan jaringan atau terjadi infeksi lanjutan, malnutrisi, paparan
lingkungan, kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman
pathogen.
d. Risiko gangguan harga diri berhubungan dengan image negative tentang
penyakit, perasaan malu.

3. Perencanaan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017: 18) dari SDKI (Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia), diagnosa yang mungkin muncul meliputi:
a. Diagnosa Keperawatan 1
SDKI: Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
1) Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
2) Penyebab
Fisiologis
a) Spasme jalan napas
b) Hipersekresi jalan napas
c) Disfungsi neuromuskuler
d) Benda asing dalam jalan napas
e) Adanya jalan napas buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hiperplasia dinding jalan napas
h) Proses infeksi
i) Respon alergi
j) Efek agen farmakologi
Situasional
a) Merokok aktif
b) Merokok pasif
c) Terpajan polutan
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(Tidak tersedia)
Objektif
a) Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk
b) Sputum berlebih/obstruksi di jalan napas/mekonium di jalan napas
(pada neonates)
c) Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Dispnea
b) Sulit bicara
c) Ortopnea
Objektif
a) Gelisah
20

b) Sianosis
c) Bunyi napas menurun
d) Frekuensi napas berubah
e) Pola napas berubah
5) Kondisi klinis terkait
a) Gullian barre syndrome
b) Sclerosis multiple
c) Myasthenia gravis
d) Prosedur diagnostik (missal, bronkoskopi, transesophageal
echocardiography (TEE))
e) Depresi system saraf pusat
f) Cedera kepala
g) Stroke
h) Kuadriplegia
i) Sindrom aspirasi mekonium
j) Infeksi saluran napas
k) Asma
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
Menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019: 18), SLKI yang dapat diambil
adalah:
SLKI: Bersihan Jalan Napas
a) Definisi
Kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten.
b) Tujuan
Pasien mampu meningkatkan bersihan jalan napas secara efektif
setelah diberikan tindakan perawatan sampai pada tanggal … dengan
kriteria hasil tertentu.

c) Kriteria hasil
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Batuk efektif
2 Produksi sputum
3 Mengi
4 Wheezing
5 Dispnea

Keterangan:
Untuk indikator 1:
1: Menurun
2: Cukup Menurun
3: Sedang
4: Cukup Meningkat
5: Meningkat
Untuk indikator 2, 3, dan 4
1: Meningkat
2: Cukup Meningkat
21

3: Sedang
4: Cukup Menurun
5: Menurun
Untuk indikator 5:
1: Memburuk
2: Cukup Memburuk
3: Sedang
4: Cukup Membaik
5: Membaik
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018: 142 dan 186), SIKI yang dapat
diambil adalah:
1) SIKI 1: Latihan Batuk Efektif
a) Definisi
Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara
efektif untuk membersihkan laring trakea dan bronkiolus dari sekret
atau benda asing di jalan napas.
b) Tindakan
(1) Identifikasi kemampuan batuk
(2) Monitor adanya retensi sputum
(3) Atur posisi semi-fowler atau fowler
(4) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
(5) Buang sekret pada tempat sputum
(6) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
(7) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mecucu (dibulatkan) selama 8 detik
(8) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
(9) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
dalam yang ketiga
(10) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran
2) SIKI 2: Manajemen Jalan Napas
a) Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.
b) Tindakan
(1) Monitor pola napas
(2) Monitor bunyi napas
(3) Monitor sputum
(4) Posisikan semi-fowler atau fowler
(5) Lakukan fisioterapi dada
(6) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
(7) Berikan oksigen
(8) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
(9) Ajarkan teknik batuk efektif
(10) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
22

Menurut Herdman dan Kamitsuru (2018: 153) dari NANDA diagnosa


yang mungkin muncul yaitu:
a. Diagnosa Keperawatan 2
NANDA: Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
1) Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme,
2) Batasan karakteristik
a) Kram abdomen
b) Nyeri abdomen
c) Gangguan sensasi rasa
d) Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal
e) Kerapuhan kapiler
f) Diare
g) Kehilangan rambut berlebihan
h) Enggan makan
i) Asupan makanan kurang dari RDA
j) Bising usus hiperaktif
k) Kurang informasi
l) Kurang minat pada makanan
m) Tonus otot menurun
n) Kesalahan informasi
o) Kesalahan persepsi
p) Membran mukosa pucat
q) Ketidakmampuan memakan makanan
r) Cepat kenyang setelah makan
s) Sariawan rongga mulut
t) Kelemahan otot pengunyah
u) Kelemahan otot untuk menelan
v) Penurunan berat badan dengan asupan makan adekuat
3) Faktor yang berhubungan
a) Asupan diet kurang
4) Populasi berisiko
a) Faktor biologis
b) Kesulitan ekonomi
5) Kondisi terkait
a) Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
b) Ketidakmampuan mencerna makanan
c) Ketidakmampuan makan
d) Gangguan psikososial
b. NOC (Nursing Outcomes Classification)
Menurut Moorhead, et al (2018: 367), NOC yang dapat diambil adalah:
NOC: Mual dan Muntah: Efek yang Mengganggu
1) Definisi
Keparahan efek yang menganggu dari jual kronis, suara akan muntah
serta muntah yang mengganggu fungsi hidup sehari-hari.
2) Tujuan
23

Pasien mampu menurunkan efek yang menganggu dar mual dan


muntah secara adekuat setelah diberikan tindakan perawatan sampai
pada tanggal … dengan kriteria hasil tertentu.
3) Kriteria hasil
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Asupan makanan berkurang
2 Kehilangan selera makan
3 Perubahan status nutrisi
4 Penurunan berat badan
5 Malaise

Keterangan:
1: Parah
2: Banyak
3: Cukup
4: Sedikit
5: Tidak Ada
c. NIC (Nursing Interventions Classification)
Menurut Butcher, et al (2018: 197 dan 66), NIC yang dapat diambil yaitu:
1) NIC 1: Manajemen Nutrisi
a) Definisi
Menyediakan atau meningkatkan asupan nutrisi yang seimbang.
b) Tindakan
(1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi
(2) Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
dimiliki pasien
(3) Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan gizi
(4) Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut
sebelum makan
(5) Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien
sementara pasien berada di rumah sakit atau fasilitas
perawatan, yang sesuai
(6) Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan
pada suhu yang paling cocok untuk dikonsumsi secara
optimal
(7) Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
(8) Pastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat
untuk mencegah konstipasi
(9) Monitor kalori dan asupan makanan
(10) Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan
berat badan
2) NIC 2: Bantuan Peningkatan Berat Badan
a) Definisi
Memfasilitasi peningkatan berat badan
b) Tindakan
24

(1) Timbang pasien pada jam yang sama setiap hati


(2) Monitor mual muntah
(3) Berikan obat-obatan untuk meredakan mual dan nyeri
sebelum makan
(4) Monitor asupan kalori setiap hari
(5) Bantu pasien untuk makan atau suapi pasien
(6) Berikan makanan yang sesuai dengan instruksi dokter untuk
pasien
(7) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan dan menenangkan
(8) Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai persepsi
atau faktor penghambat kemampuan atau keinginan untuk
makan
(9) Kenali apakah penurunan berat badan yang dialami pasien
merupakan tanda penyakit terminal
(10) Kaji makanan kesukaan pasien, bumbu kesukaan, apakah
pasien suka makanan yang hangat atau dingin

DAFTAR PUSTAKA

Butcher, Howard K., et al. 2018. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi VII.
Alih Bahasa: Intansari Nurjannah. Singapura: Elsevier.

Danusantoso, Halim. 2014. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Edisi II. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Herdman, T. Heather dan Shigemi Kamitsuru. 2018. Nanda-I Diagnosis


Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Edisi IX. Alih Bahasa: Budi
Anna Keliat, Henny Suzana Mediani, dan Teuku Tahlil. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Kirnanoro dan Maryana. 2022. Anatomi Fisiologi. Bantul Yogyakarta. Pustaka Baru
Press.

LeMone, P, Karen M. B dan Gerene Bauldoff. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi V. Jakarta: EGC.
25

Moorhead, Sue., et al. 2018. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi VI. Alih
Bahasa: Intansari Nurjannah. Singapura: Elsevier.

Syamsudin dan Sesilia Andriani Keban. 2013. Buku Ajar Farmakologi Gangguan
Saluran Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi I. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi I. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi I. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

Wahid, Abd dan Imam Suprapto. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan
Sistem Respirasi. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai