A. Konsep Penyakit
1. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
Menurut Kinarno (2022:217-234), sistem pernapasan berhubungan
dengan kegiatan memasukkan dan mengeluarkan udara ke dalam paru-paru
(respirasi). Ketika tubuh kekurangan oksigen, maka oksigen yang berada di
luar tubuh akan dihirup (inspirasi) melalui organ pernapasan.
Ketika tubuh kelebihan karbon dioksida, maka tubuh akan
mengeluarkannya melalui organ pernapasan (ekspirasi), sehingga tercipta
keseimbangan oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Sistem respirasi
berperan untuk menukar udara dari permukaan ke paru-paru. Udara yang
masuk akan disaring oleh trakea. Trakea akan menyaring, menghangatkan,
melembabkan udara yang masuk, dan melindungi permukaan organ yang
lembut.
Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengalirkan udara ke paru-
paru.Oksigen dari udara berdifusi dari paru-paru ke dalam darah, sedangkan
karbon dioksida berdifusi dari dalam darah ke paru-paru.
Respirasi mencakup proses-proses sebagai berikut :
a. Ventilasi Paru
Ventilasi paru merupakan proses pernapasan inspirasi (menghirup udara)
dan ekspirasi (menghembuskan udara). Inspirasi terjadi ketika diafragma
dan otot interkostalis eksternal berkontraksi. Kontraksi diafragma otot
rangka bawah paru-paru) menyebabkan peningkatan ukuran rongga dada,
sedangkan kontraksi otot interkostalis eksternal mengangkat tulang rusuk
dan tulang dada. Dengan demikian, otot menyebabkan paru-paru untuk
memperluas dan meningkatkan volume saluran udara internal. Sebagai
tanggapan, tekanan udara di dalam paru paru menurun di bawah udara
luar tubuh, karena gas bergerak dari daerah tekanan tinggi ke tekanan
rendah, udara masuk ke paru-paru.
Ekspirasi terjadi ketika otot diafragma dan interkostal eksternal rileks.
Sebagai tanggapan, serat elastis pada jaringan paru-paru menyebabkan
paru-paru untuk menahan diri untuk volume aslinya. Tekanan udara di
dalam paru kemudian meningkat di atas tekanan udara luar tubuh, dan
udara keluar. Selama tingginya tingkat ventilasi, berakhirnya difasilitasi
oleh kontraksi dari otot otot ekspirasi (otot interkostalis dan otot perut).
b. Pernapasan Luar
Pernapasan luar merupakan proses pertukaran gas antara paru-paru
dengan darah. Oksigen berdifusi ke dalam darah, sedangkan karbon
dioksida berdifusi dari darah ke paru-paru.
Dalam campuran gas yang berbeda, masing-masing gas memberikan
kontribusi terhadap tekanan total campuran. Kontribusi masing-masing
gas, disebut tekanan parsial adalah sama dengan tekanan bahwa gas
akan memiliki jika itu sendirian di kandang. Hukum Dalton menyatakan
bahwa jumlah dari tekanan parsial masing-masing gas dalam campuran
adalah sama dengan tekanan total
1
2
c. Transportasi Gas
Transportasi gas dilakukan oleh sistem kardiovaskular. Transportasi gas
merupakan proses mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuhdan
mengumpulkan karbon dioksida untuk dikembalikan ke paru-paru. Oksigen
dalam darah diangkut dengan dua cara:
1) Sejumlah kecil 0, (1,5 persen) dilakukan dalam plasma sebagai
terlarut gas.
2) Sebagian oksigen (98,5 persen) dibawa dalam darah terikat dengan
protein hemoglobin dalam sel darah merah. Sebuah oksihemoglobin
sepenuhnya jenuh (Hb02) memiliki empat 0, molekul terpasang.
Tanpa oksigen, molekul disebut sebagai deoxygemoglobin (Hb).
d. Pernapasan Dalam
Pernapasan dalam merupakan proses pertukaran gas antara darah, cairan
interstisial (cairan yang mengelilingi sel), dan sel-sel. Di dalam sel, terjadi
respirasi sel yang menghasilkan energi (ATP) dan CO, dengan
menggunakan O dan glukosa.
1) Hidung
Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernapasan dan indra penciuman. Dalam keadaan normal, udara
masuk dalam sistem pernapasan melalui rongga hidung. Rongga
hidung berisi serabut-serabut halus yang berfungsi untuk mencegah
masuknya benda-benda asing yang mengganggu proses pernapasan.
Hidung memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a) Menghangatkan udara yang masuk, kurang lebih sekitar 36 °C.
b) Melembabkan udara, kurang lebih 75 °C.
c) Menyaring kotoran yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung.
d) Melakukan penciuman.
Hidung kadang merespon benda dari luar tubuh dengan batuk. Batuk
merupakan cara paru-paru untuk mempertahankan diri dari benda
asing yang masuk ke dalam hidung. Bronkus dan Trakea sangat
sensitif, sehingga setiap benda asing yang menyebabkan iritasi akan
merangsang refleks batuk.
Hidung kadang merespon benda dari luar tubuh dengan batuk. Batuk
merupakancaraparu-paru untukmempertahankan diri dari benda asing
yang masuk ke dalam hidung. Bronkus dan Trakea sangat sensitif,
sehingga setiap benda asing yang menyebabkan iritasi akan
merangsang refleks batuk.
2) Faring
Faring (tekak) adalah saluran otot selaput yang tegak lurus antara
basis kanii dan vertebrate servikalis IV. Faring terdiri atas tiga bagian,
yaitu:
a) Nasofaring
Nasofaring menerimaudara yang masuk dari hidung. Terdapat
saluran eusthacius yang menyamakan tekanan udara ditelinga
tengah. Tonsilfaring (adenoid) terletak dibelakang nasofaring
3
b) Orofaring
Orofaring menerima udara dari nasofaring dan makanan dari
rongga mulut. Palatine dan lingualtonsil terletak di sini.
c) Laringofaring
Laringofaring menyalurkan makanan kekerongkongan dan udara
kelaring. Faring berhubungan dengan suara yang dihasilkan oleh
manusia. Lipatan-lipatan vokal suara manusia mempunyai
elastisitas tinggi dan dapat memproduksi suara dengan bantuan
pita suara. Faktor yang menentukan frekuensi puncak bunyi dan
produksi bergantung pada panjang dan ketegangan regangan
dari pita suara. Regangan pita suara tersebut akan memproduksi
frekuensi dan getaran. Ketegangan pita suara dikontrol oleh otot
kerangka di bawah kontrol
3) Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan yang
dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat, dan ligamentum. Tepi
lubang dari pita suara asli kiri dan kanan membatasi daerah epiglotis.
Bagian atas disebut supraglotis dan bagian bawah disebut subglotis.
Laring menerima udara dari faring. Laring terdiri dari sembilan keping
tulang rawan yang bergabung dengan membran dan ligamen.
Epiglotis merupakan bagian pertama dari tulang rawan laring. Saat
menelan makanan, epiglotis tersebut menutupi pangkal tenggorokan
untuk mencegah masuknya makanan dan saat bernapas, katup
tersebut akan membuka. Tulang rawan tiroid melindungi bagian
depan laring. Tulang rawan yang menonjol membentuk jakun.
Lipatan membran mukosa (supraglottis) menghubungkan sepasang
tulang arytenoid yang berada di belakang dengan tulung rawan tiroid
yang beradadi depan. Lipatan vestibularatas (pita suara palsu)
mengandung serat otot yang memungkinkan untuk bernafas dalam
waktu tertentu saat ada tekanan pada otot rongga dada (misalnya:
tegang saat buang air besar atau mengangkat beban berat). Lipatan
vestibular bawah (kord vokalis superior) mengandung
ligamenyangelastis. Kordvokalis superior bergetar bila otot rangka
menggerakkan mereka ke jalur keluarnya udara. Hal tersebut
mengakibatkan kita dapat berbicara dan menghasilkan berbagai
suara. Kartilago krikoid, kartilago cuneiform, dan kartilago corniculate
merupakan akhir dari laring.
a) Struktur laring
Kerangka laring adalah:
(1) Kartilago tiroidea.
(2) Kartilago krikoidea.
(3) Kartilago aritenoidea.
(4) Os hioid dan kartilaines.
Persendian (artikulasio) yang terdapat pada laring adalah:
(1) Artikulasio krikoitiroidea.
(2) Artikulasio krikoariteniodea.
Pada laring terdapat ligamentum:
4
2. Pengertian
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Micobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensivitas yang diperantarai sel.
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
“Mycobacterium tuberculosis”. Kuman ini dapat menyerang semua bagian
tubuh manusia, dan yang paling sering terkena adalah organ paru (Wahid dan
Suprapto, 2013: 157).
Tuberculosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan dapat hadir dalam bentuk laten maupun aktif.
Penyakit ini menular melalui udara dan terutama memengaruhi orang dewasa
muda yang produktif (Syamsudin dan Keban, 2013: 153).
Tuberculosis adalah penyakit infeksius kronik dan berulang yang
biasanya mengenai paru, meskipun semua organ dapat terkena. Disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis (LeMone, Burke, dan Bauldoff, 2016: 1475).
3. Etiologi
Menurut Danusantoso (2014: 101-102), sebagaimana telah diketahui,
tuberkulosis paru disebab kan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis
humanis). Selanjutnya dalam buku ini, hanya akan dikemukakan beberapa hal
yang prinsip saja. Untuk detail-detailnya pembaca dirujuk ke buku-buku
bakteriologi.
a. M. tuberculosis termasuk famili Mycobacteriaceae yang mempunyai
berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, dan salah satu
speciesnya adalah M. tuberculosis.
b. M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis
(kemungkinan infeksi type bovinus saat ini dapat diabaikan, setelah
higiene peternakan makin ditingkatkan).
c. Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Sifat ini
dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainya secara khusus.
Karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
8
4. Patofisiologi
Port de entri kuman micobacterium tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan
infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung
tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah
lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus,
dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh foist. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Wahid dan Suprapto, 2013:
159).
Menurut LeMone, Burke, dan Bauldoff (2016: 1475-1476), droplet nuklei
yang sedikit mengandung satu hingga tiga basili yang menghindari sistem
pertahanan jalan napas untuk masuk paru tertanam pada alveolus atau
bronkiolus pernapasan, biasanya pada lobus atas. Karena bakteri
9
5. Pathway
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 159)
Mycobacterium tuberculosis
10
Basil tuberkel yang diinhalasi terdiri dari satu Tidak menyebabkan penyakit
sampai tiga basil yang lebih besar terhatahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus
Batuk, sesak nafas, adanya sekret di
Masuk ke dalam ruang alveolus biasanya di saluran nafas
bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di
bagian atas lobus bawah
BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK
EFEKTIF
Membangkitkan reaksi peradangan
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 166-168), pemeriksaan penunjang
pada pasien dengan TB Paru, antara lain:
11
a. Darah
Pada saat tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meninggi dengan diferensiasi pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit
masih tetap tinggi. Laju endap darah menurun kearah normal lagi.
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif
palsu dan negatif palsunya masih besar.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan, disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada satu
sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif jika sedikitnya 2 dari 3 spesimen BTA
hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu dilakukan
pemeriksaan SPS ulang. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dilakukan
pemeriksaan lain misalnya biakan. Bila ketiga specimen hasilnya negatif
diberikan antibiotic spectrum luas (misalnya kotrimoksasol atau
amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perbaikan gejala klinis tetap
mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan SPS.
1) Hasil pemeriksaan SPS positif didiagnosa TBC BTA positif.
2) Hasil SPS negatif, lakukan pemeriksaan Rontgenthorak:
a) Hasil mendukung TBC, penderita TBC, penderita TBC BTA (-)
rontgen (+).
b) Hasil tidak mendukung TBC bukan penderita TBC.
c. Tes tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai
cara Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified
protein derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (intermediate strength).
Hasil tes mantoux ini dibagi dalam:
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya): mantoux negatif = golongan no
sensitivity, disini peranan antibodi humoral paling menonjol.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan golongan low grade sensitivity,
disini peranan antibodi humoral masih lebih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm: mantoux positif = golongan normal sensitivity,
disini peranan kedua antibody seimbang.
4) Indurasi lebih dari 16 mm: mantoux potif kuat = golongan hyper-
sensitivity, disini peranan antibodi selular paling menonjol.
d. Foto thoraks
Foto thoraks PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan
radiologi standar. Jenis pemeriksaan radiologi lain hanya atas indikasi Top
foto, oblik, tomogram, dan lain-lain.
Karakteristik radiologi yang menunjang diagnostik antara lain:
1) Bayangan lesi radiologi yang terletak di lapangan atas paru.
12
9. Penatalaksanaan
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 168-174), penatalaksanaan pada
TB paru adalah dengan pengobatan. Tujuan pengobatan pada penderita TB
Parus elain untuk menyembuhkan/ mengobati penderita juga mencegah
kematian mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
a. Tahap intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadi kekebalan terhadap semua
OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.
Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat.
b. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
14
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin, dan Etambutol. Sedang
jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Makrolide, dan Amoksilin + Asam
Klavulanat, devirat Rifampisin/INH.
Jenis dan dosis OAT:
a. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg, sedangkan untuk
pengibatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg
BB.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persisten)
yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan
sama untuk pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.
c. Pirasinamid (Z)
Bersifat Bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 35 mg/kg BB.
d. Streptomisin (S)
Bersifat Bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan
untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjrukan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis
30 mg/kg BB.
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) dan
disuntikkan Streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkn 1 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutkan selama 5 bulan dengan
HRE yang diberikan 3 kali seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan
Streptomisin diberikan stelah penderita selesai menelan obat. Obat ini
diberikan untuk:
1) Penderita kambuh (relaps).
2) Penderita gagal (Failure).
3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
c. Kategori III (2HRZ/4H3R3):
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu (4 H3R3). Obat ini diberikan untuk:
1) Penderita baru BTA negatif dan rontgent positif sakit ringan.
2) Penderita ekstra paru ringan.
d. Kategori IV: OAT sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan
kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
Tabel Efek Samping dari Obat-obat TBC
Nama Obat Efek Samping
Rifampisin Demam, malaise, muntah, mual, diare, kulit gatal dan
merah, SGOT/SGPT meningkat (gangguan fungsi hati).
INH Nyeri saraf, hepatitis (radang hati), alergi, demam, ruam
kulit.
Pirasinamid Mual, muntah, diare, kulit merah dan gatal, kadar asam
urat meningkat, gangguan fungsi hati.
Streptomisin Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo
(pusing).
Etambutol Gangguan saraf mata.
10. Komplikasi
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 165-166), komplikasi pada TB Paru
berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:
a. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
c. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
16
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wahid dan Suprapto (2013: 178-183), diagnosa keperawatan
yang lazim terjadi pada klien denga TB paru adalah sebagai berikut:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan: sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan perasaan mual, batuk produktif.
19
3. Perencanaan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017: 18) dari SDKI (Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia), diagnosa yang mungkin muncul meliputi:
a. Diagnosa Keperawatan 1
SDKI: Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
1) Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
2) Penyebab
Fisiologis
a) Spasme jalan napas
b) Hipersekresi jalan napas
c) Disfungsi neuromuskuler
d) Benda asing dalam jalan napas
e) Adanya jalan napas buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hiperplasia dinding jalan napas
h) Proses infeksi
i) Respon alergi
j) Efek agen farmakologi
Situasional
a) Merokok aktif
b) Merokok pasif
c) Terpajan polutan
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(Tidak tersedia)
Objektif
a) Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk
b) Sputum berlebih/obstruksi di jalan napas/mekonium di jalan napas
(pada neonates)
c) Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Dispnea
b) Sulit bicara
c) Ortopnea
Objektif
a) Gelisah
20
b) Sianosis
c) Bunyi napas menurun
d) Frekuensi napas berubah
e) Pola napas berubah
5) Kondisi klinis terkait
a) Gullian barre syndrome
b) Sclerosis multiple
c) Myasthenia gravis
d) Prosedur diagnostik (missal, bronkoskopi, transesophageal
echocardiography (TEE))
e) Depresi system saraf pusat
f) Cedera kepala
g) Stroke
h) Kuadriplegia
i) Sindrom aspirasi mekonium
j) Infeksi saluran napas
k) Asma
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
Menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019: 18), SLKI yang dapat diambil
adalah:
SLKI: Bersihan Jalan Napas
a) Definisi
Kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten.
b) Tujuan
Pasien mampu meningkatkan bersihan jalan napas secara efektif
setelah diberikan tindakan perawatan sampai pada tanggal … dengan
kriteria hasil tertentu.
c) Kriteria hasil
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Batuk efektif
2 Produksi sputum
3 Mengi
4 Wheezing
5 Dispnea
Keterangan:
Untuk indikator 1:
1: Menurun
2: Cukup Menurun
3: Sedang
4: Cukup Meningkat
5: Meningkat
Untuk indikator 2, 3, dan 4
1: Meningkat
2: Cukup Meningkat
21
3: Sedang
4: Cukup Menurun
5: Menurun
Untuk indikator 5:
1: Memburuk
2: Cukup Memburuk
3: Sedang
4: Cukup Membaik
5: Membaik
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018: 142 dan 186), SIKI yang dapat
diambil adalah:
1) SIKI 1: Latihan Batuk Efektif
a) Definisi
Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara
efektif untuk membersihkan laring trakea dan bronkiolus dari sekret
atau benda asing di jalan napas.
b) Tindakan
(1) Identifikasi kemampuan batuk
(2) Monitor adanya retensi sputum
(3) Atur posisi semi-fowler atau fowler
(4) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
(5) Buang sekret pada tempat sputum
(6) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
(7) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mecucu (dibulatkan) selama 8 detik
(8) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
(9) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
dalam yang ketiga
(10) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran
2) SIKI 2: Manajemen Jalan Napas
a) Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.
b) Tindakan
(1) Monitor pola napas
(2) Monitor bunyi napas
(3) Monitor sputum
(4) Posisikan semi-fowler atau fowler
(5) Lakukan fisioterapi dada
(6) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
(7) Berikan oksigen
(8) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
(9) Ajarkan teknik batuk efektif
(10) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
22
Keterangan:
1: Parah
2: Banyak
3: Cukup
4: Sedikit
5: Tidak Ada
c. NIC (Nursing Interventions Classification)
Menurut Butcher, et al (2018: 197 dan 66), NIC yang dapat diambil yaitu:
1) NIC 1: Manajemen Nutrisi
a) Definisi
Menyediakan atau meningkatkan asupan nutrisi yang seimbang.
b) Tindakan
(1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi
(2) Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
dimiliki pasien
(3) Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan gizi
(4) Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut
sebelum makan
(5) Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien
sementara pasien berada di rumah sakit atau fasilitas
perawatan, yang sesuai
(6) Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan
pada suhu yang paling cocok untuk dikonsumsi secara
optimal
(7) Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
(8) Pastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat
untuk mencegah konstipasi
(9) Monitor kalori dan asupan makanan
(10) Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan
berat badan
2) NIC 2: Bantuan Peningkatan Berat Badan
a) Definisi
Memfasilitasi peningkatan berat badan
b) Tindakan
24
DAFTAR PUSTAKA
Butcher, Howard K., et al. 2018. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi VII.
Alih Bahasa: Intansari Nurjannah. Singapura: Elsevier.
Danusantoso, Halim. 2014. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Edisi II. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Kirnanoro dan Maryana. 2022. Anatomi Fisiologi. Bantul Yogyakarta. Pustaka Baru
Press.
LeMone, P, Karen M. B dan Gerene Bauldoff. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi V. Jakarta: EGC.
25
Moorhead, Sue., et al. 2018. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi VI. Alih
Bahasa: Intansari Nurjannah. Singapura: Elsevier.
Syamsudin dan Sesilia Andriani Keban. 2013. Buku Ajar Farmakologi Gangguan
Saluran Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi I. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi I. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi I. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Wahid, Abd dan Imam Suprapto. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan
Sistem Respirasi. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.