PENYELESAIAN KASUS
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS JAMBI
2024
Kasus minggu sebelumnya
Pembelian tlg 28 Des 2022 syarat fob destination senilai Rp. 50 juta 2/10,n/30 telah dicatat
sebagai pembelian oleh PT A. Barang sampai ke Gudang PT A tanggal 5/1 2023.
Jawaban
Persediaan 50 juta
Kasus 1
1. PT. Gentala Arasy adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan perangkat keras
komputer. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan telah mengalami peningkatan
penjualan yang signifikan. Dalam rangka untuk terus memperkuat posisi pasar, perusahaan
telah memperluas jaringan distribusinya ke beberapa kota besar di Indonesia.
Lakukan telaah:
1. Potensi risiko terjadinya Fraud
2. Prosedur audit yang relevan
3. Potensi temuan audit
Jawaban
Kasus 2
2. PT. Aur Duri telah mengalami peningkatan penjualan secara signifikan sebesar Rp 500
miliar pada tahun berjalan. Dengan ekspansi pasar yang agresif, perusahaan
memperkenalkan kebijakan kredit yang lebih fleksibel untuk menarik pelanggan baru.
Namun, proses penilaian kredit tidak diperketat sesuai dengan kebijakan baru.
Jawaban
1. Analisis Identifikasi
• Temuan: Peningkatan penjualan Rp 500 miliar, kebijakan kredit fleksibel, tetapi
penilaian kredit tidak diperketat.
• Identifikasi: Kebijakan baru belum sepenuhnya terimplementasi.
2. Analisis Potensi Penyebab
• Potensi Penyebab: Kurangnya penekanan pada penilaian kredit akibat fokus pada
ekspansi dan penarikan pelanggan baru.
• Implikasi: Risiko peningkatan pembayaran tunggakan atau pelanggan yang kurang
kreditworthy.
3. Dampak
• Dampak Positif: Peningkatan penjualan dan daya tarik pelanggan baru.
• Dampak Negatif: Potensi risiko kredit yang tidak terkendali, mungkin meningkatnya
tunggakan pembayaran.
4. Prosedur Audit yang Relevan
• Audit Penilaian Kredit dengan pelaksanaan ulang: Meninjau proses penilaian kredit
untuk memastikan kepatuhan dengan kebijakan baru.
• Audit Implementasi Kebijakan dengan pengamatan: Memeriksa sejauh mana kebijakan
baru diterapkan dan dipatuhi di semua lapisan perusahaan.
5. Rekomendasi
• Memperketat Penilaian Kredit: Memastikan bahwa proses penilaian kredit tetap ketat
sesuai dengan standar yang ditetapkan.
• Pelatihan Karyawan: Memberikan pelatihan kepada staf terkait untuk memastikan
pemahaman yang baik terkait kebijakan kredit yang baru diterapkan.
• Pemantauan Kontinu: Mengadopsi pemantauan kontinu terhadap kinerja penjualan dan
risiko kredit untuk mengidentifikasi perubahan secepat mungkin.
Kasus 3
3. PT. Mutiara Hijau adalah distributor besar produk elektronik yang menjual barang kepada
ritel besar dan kecil di seluruh Indonesia. Perusahaan melakukan penjualan baik secara
kredit maupun tunai dan sering kali menangani pengiriman barang yang rumit, termasuk
penjualan konsinyasi. Dalam tahun berjalan, PT. Mutiara Hijau melaporkan peningkatan
penjualan sebesar Rp 800 miliar.
Jawaban
Kasus 4
• Pembelian Barang Tidak Resmi: Pembelian material konstruksi senilai Rp 500 juta
dilakukan tanpa melalui proses pengadaan resmi, mengakibatkan pembayaran untuk
barang yang harga dan kualitasnya tidak sesuai dengan kebutuhan proyek.
• Pengeluaran kas senilai Rp 200 juta untuk perawatan peralatan dilakukan tanpa dokumen
pendukung yang memadai, menyebabkan kekurangan bukti atas pengeluaran tersebut.
• Pembelian jasa konsultasi senilai Rp 300 juta dilakukan dari perusahaan yang memiliki
hubungan dekat dengan salah satu manajer senior, tanpa proses tender yang transparan.
• Biaya pembangunan proyek senilai Rp 1 miliar diakui sepenuhnya pada awal proyek,
bukan berdasarkan persentase penyelesaian pekerjaan.
• Persediaan material konstruksi senilai Rp 400 juta tidak dicatat dengan benar dalam
sistem akuntansi, mengakibatkan perbedaan signifikan antara catatan buku dan jumlah
fisik.
• Sistem pencatatan yang lemah, terjadi pembayaran ganda untuk satu faktur pembelian
material senilai Rp 150 juta.
a. Dampak
• Pembelian barang tanpa proses pengadaan resmi dapat mengakibatkan pemborosan dana
perusahaan, ketidaksesuaian barang dengan kebutuhan proyek, dan potensi kualitas hasil
kerja yang buruk.
• Pengeluaran kas tanpa dokumen pendukung memunculkan risiko penggelapan dana,
kesulitan dalam pencatatan, dan potensi peningkatan biaya yang tidak terkontrol.
• Pembelian jasa konsultasi tanpa proses tender yang transparan dapat mengakibatkan
kerugian finansial, serta menurunkan kepercayaan dan reputasi perusahaan.
• Pengakuan biaya proyek secara penuh di awal proyek dapat menyebabkan penilaian
kinerja proyek yang tidak akurat dan meningkatkan risiko kelebihan biaya.
• Persediaan material konstruksi yang tidak dicatat dengan benar dapat mengakibatkan
ketidakmampuan untuk memantau stok dengan tepat, yang dapat mengganggu
kelancaran proyek.
• Sistem pencatatan yang lemah dapat menyebabkan kesalahan dalam mengelola keuangan
perusahaan, termasuk pembayaran ganda yang merugikan.
b. Analisis
• Kelemahan dalam pengendalian pembelian dan pengeluaran kas menunjukkan
kurangnya pengawasan, ketidaktransparanan, dan potensi penyalahgunaan kepercayaan
dalam pengelolaan keuangan perusahaan.
• Pembelian tanpa proses pengadaan resmi dan tanpa proses tender yang transparan
menunjukkan kurangnya pengendalian yang kuat dalam menjaga integritas dalam
pengelolaan aset perusahaan.
• Pengakuan biaya proyek secara penuh di awal proyek menunjukkan kurangnya
pengelolaan risiko dan kurangnya pemahaman tentang pengeluaran yang sesuai dengan
kemajuan proyek.
• Persediaan yang tidak dicatat dengan benar menunjukkan kurangnya kedisiplinan dalam
pencatatan dan pengelolaan persediaan, yang dapat mengakibatkan kerugian finansial
dan operasional.
• Sistem pencatatan yang lemah menunjukkan kekurangan dalam infrastruktur akuntansi
dan keuangan, yang dapat mengakibatkan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan.
c. Rekomendasi
• Memperkuat kontrol internal dengan menerapkan prosedur pengadaan yang jelas dan
transparan, serta memastikan bahwa semua pembelian melalui proses tender yang sesuai.
• Meningkatkan pengawasan dan verifikasi dokumen untuk setiap pengeluaran kas, serta
memperketat kontrol akses terhadap dana perusahaan.
• Mengembangkan kebijakan yang mengatur konflik kepentingan dan memastikan bahwa
setiap transaksi melalui proses evaluasi dan persetujuan yang ketat.
• Menerapkan metode pengakuan biaya proyek berbasis persentase penyelesaian pekerjaan
untuk memastikan pengakuan biaya yang lebih akurat.
• Memperbaiki sistem pencatatan persediaan dengan memperkenalkan kontrol yang lebih
ketat dan prosedur rekonsiliasi yang teratur.
• Memperkuat sistem pencatatan keuangan dan pengelolaan risiko untuk memastikan
keakuratan dan keandalan informasi keuangan perusahaan.
Kasus 5
5. Kasus Audit siklus pengeluaran pada PT. Fulan, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
distribusi dan logistik. Perusahaan ini mengelola operasi yang luas, termasuk pengiriman
barang secara nasional dan internasional, serta menyediakan jasa gudang. Dalam
menjalankan operasinya, PT. Fulan melakukan pembelian baik secara kredit maupun tunai
untuk berbagai kebutuhan, termasuk bahan bakar, suku cadang, dan jasa pihak ketiga.
Temuan Audit sebagai berikut:
• Pembayaran biaya angkut senilai Rp 500 juta kepada pemasok yang berlebihan karena
tidak memperhitungkan kontrak tarif yang telah dinegosiasikan, mengakibatkan
overpayment.
• Potongan pembelian senilai Rp 100 juta dari pemasok karena pembelian dalam jumlah
besar tidak dicatat, mengakibatkan biaya pembelian yang overstated.
• Barang senilai Rp 200 juta diterima dan dibayarkan tanpa memenuhi persyaratan
penerimaan barang yang telah ditetapkan, termasuk inspeksi kualitas dan kuantitas.
• Barang konsinyasi senilai Rp 150 juta yang diterima dari pemasok tidak tercatat dalam
sistem akuntansi, menyebabkan ketidakakuratan laporan persediaan.
• Pengeluaran kas senilai Rp 250 juta untuk pembelian bahan bakar yang dilakukan tanpa
melalui prosedur pembelian resmi, termasuk tanpa Purchase Order (PO).
Jawaban
a. Dampak
1. Overpayment pada Biaya Angkut (Rp 500 juta)
• Dampak: Menyebabkan peningkatan biaya operasional yang seharusnya tidak terjadi,
merugikan keuangan perusahaan.
2. Potongan Pembelian Tidak Dicatat (Rp 100 juta)
• Dampak: Biaya pembelian tercatat lebih tinggi dari yang seharusnya, dapat
menghasilkan laporan keuangan yang tidak akurat.
3. Penerimaan Barang Tanpa Persyaratan (Rp 200 juta)
• Dampak: Meningkatkan risiko menerima barang cacat atau tidak sesuai dengan standar
kualitas, dan dapat merugikan operasional perusahaan.
4. Barang Konsinyasi Tidak Tercatat (Rp 150 juta)
• Dampak: Menyebabkan ketidakakuratan laporan persediaan, yang dapat
mempengaruhi keputusan manajemen terkait pengelolaan persediaan.
5. Pengeluaran Tanpa Proses Pembelian Resmi (Rp 250 juta)
• Dampak: Meningkatkan risiko penyalahgunaan dana dan mengurangi kontrol terhadap
pembelian, dapat merugikan keuangan perusahaan dan menyebabkan ketidakpatuhan
terhadap kebijakan internal.
b. Analisis
1. Overpayment pada Biaya Angkut
• Penyebab: Kurangnya pemantauan terhadap kontrak tarif yang telah dinegosiasikan
dengan pemasok.
2. Potongan Pembelian Tidak Dicatat
• Penyebab: Kelalaian dalam pencatatan pembelian besar-besaran yang memenuhi syarat
potongan.
3. Penerimaan Barang Tanpa Persyaratan
• Penyebab: Kelalaian dalam mengikuti prosedur penerimaan barang yang telah
ditetapkan.
4. Barang Konsinyasi Tidak Tercatat
• Penyebab: Kekurangan kontrol dalam mencatat barang konsinyasi yang diterima dari
pemasok.
5. Pengeluaran Tanpa Proses Pembelian Resmi
• Penyebab: Kekurangan pengawasan terhadap proses pembelian dan pelanggaran
prosedur pembelian.
c. Rekomendasi
1. Overpayment pada Biaya Angkut (Rp 500 juta)
• Rekomendasi: Meningkatkan pemantauan terhadap kontrak tarif, melakukan audit
reguler terhadap pembayaran biaya angkut.
2. Potongan Pembelian Tidak Dicatat (Rp 100 juta)
• Rekomendasi: Memperkuat kontrol internal terkait pencatatan pembelian, memastikan
potongan yang seharusnya dicatat.
3. Penerimaan Barang Tanpa Persyaratan (Rp 200 juta)
• Rekomendasi: Memperbarui dan menegakkan prosedur penerimaan barang, termasuk
inspeksi kualitas dan kuantitas.
4. Barang Konsinyasi Tidak Tercatat (Rp 150 juta)
• Rekomendasi: Meningkatkan pengawasan terhadap barang konsinyasi, memastikan
pencatatan yang akurat.
5. Pengeluaran Tanpa Proses Pembelian Resmi (Rp 250 juta)
• Rekomendasi: Peningkatan pengawasan internal, penerapan prosedur pembelian yang
ketat, termasuk penggunaan Purchase Order (PO) untuk setiap transaksi pembelian.
Kasus 6
6. Kasus siklus pengeluaran perusahaan dagang - PT. Batanghari, perusahaan yang bergerak
dalam distribusi berbagai produk konsumen, dari makanan dan minuman hingga kebutuhan
sehari-hari. Perusahaan ini memiliki jaringan distribusi yang luas ke berbagai ritel dan toko
di seluruh negeri. Temuan Audit:
• PT. Batanghari membayar Rp 750 juta untuk pembelian produk yang seharusnya hanya
senilai Rp 700 juta, karena tidak memperhitungkan diskon pembelian sebesar 7% yang
telah dinegosiasikan dengan pemasok.
• Pengeluaran kas senilai Rp 300 juta dilakukan untuk pembayaran invoice dari pemasok
tanpa bukti penerimaan barang yang memadai, mengakibatkan ketidakpastian atas
keberadaan barang tersebut.
• Barang senilai Rp 200 juta yang diterima dalam basis konsinyasi tercatat sebagai
pembelian reguler, menyebabkan biaya pembelian dan hutang usaha overstated.
• Biaya angkut pembelian senilai Rp 100 juta tidak dialokasikan ke biaya pembelian
barang, melainkan dicatat sebagai biaya operasional terpisah.
• Pembelian tunai senilai Rp 150 juta untuk kebutuhan mendadak tidak terdokumentasi
dengan baik, tanpa rincian barang yang dibeli atau bukti penerimaan yang memadai.
Jawaban
Kas Rp 1 miliar
• Biaya angkut untuk pengiriman bahan baku senilai Rp 50 juta dicatat sebagai
pengeluaran operasional, bukan ditambahkan ke biaya bahan baku. Perusahaan telah
mencatat sebagai berikut:
Kas Rp 50 juta
• Barang senilai Rp 200 juta yang diterima dalam basis konsinyasi tercatat sebagai
pembelian, padahal seharusnya tidak diakui sebagai hutang sampai barang tersebut
terjual. Perusahaan telah mencatat sebagai berikut:
Jawaban
Buat jurnal koreksi untuk memindahkan biaya angkut ke biaya bahan baku: