Anda di halaman 1dari 25

EVALUASI KELAYAKAN BANGUNAN PONDOK PESANTREN TERPADU

INSHAFUDDIN SEBAGAI TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA BENCANA TSUNAMI DI


GAMPONG LAMBARO SKEP

Jasman¹ Rifar Manani² Nabila Chantika Putri³ Rizky Aulia⁴


Program Studi Magister Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala.

Abstrak:
Kecamatan Kuta Alam, di Kota Banda Aceh, rawan terhadap bencana laut seperti gelombang pasang,
angin kencang, dan tsunami. Tsunami pada 26 Desember 2004 merenggut 8.227 nyawa atau 14,95%
dari penduduk 55.030 jiwa saat itu dan merusak infrastruktur di radius 2 km dari pantai. Redesain
Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin diperlukan sebagai tempat evakuasi tsunami yang aman dan
berkelanjutan. Namun, regulasi Tata Ruang Kota Banda Aceh belum sepenuhnya menjamin
keselamatan. Redesain meliputi perencanaan struktural, peraturan keselamatan, penggunaan lahan, dan
integrasi komunitas. Langkah ini memperlihatkan bagaimana inovasi dan keberlanjutan dapat
diterapkan dalam mitigasi bencana di wilayah rawan. Pentingnya mempertimbangkan ulang peran
bangunan seperti Pondok Pesantren Inshafuddin dalam upaya mitigasi tsunami tidak boleh diabaikan
demi keselamatan dan kesiapsiagaan masyarakat.

Kata kunci: Kecamatan Kuta Alam, Bencana tsunami dan Redesain Pondok Pesantren Terpadu
Inshafuddin

PENDAHULUAN

Kecamatan Kuta Alam termasuk salah satu kawasan rawan bencana dalam wilayah Kota Banda Aceh,
terutama yang bersumber dari laut seperti halnya gelombang pasang, angin kencang dan bahkan
tsunami. Bencana tsunami pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan sejumlah korban jiwa yang
mencapai 8.227 jiwa atau 14,95 % dari total penduduknya yang pada saat itu berjumlah 55.030 jiwa
(GTZ-SLGSR, 2007). Tidak saja korban jiwa, bahkan bencana tersebut telah menghancurkan berbagai
fasilitas infrastruktur sebagai situs peradaban manusia. Pada umumnya bangunanbangunan yang hancur
berada dalam radius 2 km dari bibir pantai.
Sebagai wilayah yang rawan bencana diperlukan redesain bangunan Pondok Pesantren Terpadu
Inshafuddin sebagai tempat evakuasi sementara bencana tsunami memegang peranan vital. Qanun
Qanun Pemerintah Kota Banda Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Banda
Aceh mengarahkan pengembangan ruang ke depan harus mampu memberikan keamanan dan
kenyamanan kepada masyarakat, namun pada kenyataannya belum sepenuhnya dapat diwujudkan.
Sebagai contoh banyak bangunan yang ada saat ini tidak menjamin keselamatan penghuninya.
Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin agar dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi sementara yang
aman dan berkelanjutan ketika bencana tsunami mengancam. Redesain ini akan mencakup aspek-aspek
seperti perencanaan struktural, peraturan keselamatan, penggunaan lahan, serta integrasi dengan
komunitas setempat. Dengan melakukan hal ini, Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin dapat menjadi
contoh bagaimana pendekatan inovatif dan berkelanjutan dapat diterapkan dalam mitigasi bencana di
daerah-daerah yang rawan bencana.
Pentingnya mempertimbangkan ulang peran bangunan-bangunan seperti Pondok Pesantren Terpadu
Inshafuddin dalam upaya mitigasi bencana tsunami tidak dapat diabaikan. Keselamatan dan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman alam harus menjadi prioritas utama, dan
redesain bangunan ini menjadi langkah konkret dalam mencapai tujuan tersebut.
Evakuasi Vertikal
Evakuasi adalah tindakan pemindahan dan penyelamatan penduduk dari tempat bahaya ke tempatyang
lebih aman.Evakuasi vertikal dilakukan dengan cara memindahkan penduduk ke bangunan evakuasi
alternatif. Evakuasi vertikal dilakukan jika penduduk tersebut berada di zona dengan tingkat kerawanan
tinggi, dan proses evakuasi horizontal memakan waktu yang lama. Umumnya proses evakuasi vertikal
dilakukan dengan berjalan kaki menuju bangunan evakuasi yang berada di sekitar .
Evakuasi vertikal sangat di sarankan untuk wilayah yang dekat dengan pantai dan berpenduduk padat,
memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap tsunami, waktu untuk evakuasi pada daerah tersebut sangat
terbatas, serta memiliki jaringan jalan yang p adat dan kapasitas jalan yang rendah. Metode evakuasi
vertikal yang dilakukan dengan berjalan kaki dapat mengurangi kepadatan volume jalan dan kemacetan
pada saat evakuasi. Dalam perencanaan evakuasi vertikal, dua komponen yang paling utama adalah
ketersediaan bangunan evakuasi dan jaringan jalan yang akan digunakan untuk mengakses bangunan
tersebut sebagai jalur evakuasi.
Bangunan TES.
Menentukan lokasi Tempat Evakuasi Sementara (TES) adalah kunci dalam mitigasi bencana tsunami.
Keberhasilan evakuasi tergantung pada lokasi TES yang dekat dengan pemukiman masyarakat di
daerah rawan tsunami, meningkatkan potensi penyelamatan nyawa. Waktu evakuasi dipengaruhi oleh
kapasitas evakuasi dan waktu yang tersedia, dikenal sebagai expected time for evacuation. Sistem
peringatan dini sangat penting untuk memberikan peringatan segera, terutama pada wilayah dekat
sumber tsunami. Ina TEWS dan evaluasi risiko tsunami berperan penting dalam menentukan lokasi
TES. BMKG bertanggung jawab memberikan peringatan dini tsunami. Peringatan BMKG umumnya
diberikan dalam waktu 5 menit setelah gempa. Tanda-tanda awal tsunami seperti guncangan gempa
atau perubahan permukaan laut bisa menjadi peringatan, tetapi tidak selalu ada. Jarak maksimum TES
harus mempertimbangkan waktu peringatan, kemampuan berjalan masyarakat, dan kapasitas rute
evakuasi. FEMA P-646 memberikan pedoman untuk menentukan jarak maksimum berdasarkan
kecepatan berjalan masyarakat. Pendekatan kedua adalah evaluasi kondisi fisik di lapangan. Dengan
asumsi waktu peringatan 30 menit, TES ditempatkan pada jarak maksimum sekitar 1,61 km dari titik
awal evakuasi, dengan jarak 1,61 km antara dua TES. Jarak maksimum bervariasi berdasarkan waktu
peringatan yang lebih lama memerlukan jarak yang lebih jauh. Berikut adalah tabel contohnya:
Tabel 1. Jarak maksimum TES berdasarkan waktu peringatan

Waktu Kedatangan Kecepatan Orang Jarak Perjalanan Jarak Maksimum


Tsunami/Waktu Tiba Berjalan (Lemah) Menuju TES antara 2 Lokasi TES
Tsunami (ETA)
2 jam 3,22 Km/jam 6,44 km 12,87 km
30 menit 3,22 Km/jam 1,61 km 3,22 km
15 menit 3,22 Km/jam 804,5 m 1,61 km

Ilustrasi pentingnya jarak lokasi TES dengan menggunakan cara 2 telah dibahas secara detail, dimana
memperhitungkan tidak hanya berdasarkan kapasitas berlari orang tetapi juga memperhitungkan aspek-
aspek lain seperti kondisi kapasitas infrastruktur jalan untuk evakuasi, dan jumlah populasi yang perlu
di evakuasi.
a. Kriteria KhususPemilihan Lokasi TES
Lokasi TES harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
- Waktu evakuasi yang cukup harus dipertimbangkan, termasuk masuk dan bergerak di
dalam TES yang di atas elevasi rendaman tsunami.
- Ketinggian TES harus sesuai dengan peta rendaman tsunami di wilayah tersebut.
- Jauh dari sumber Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan bahan radioaktif.
- Jauh dari potensi sumber debris besar yang membahayakan, kecuali tidak ada alternatif
lokasi lain.
- Jauh dari lokasi yang berpotensi runtuhan batu atau struktur yang tidak aman.
- Mudah dilihat dari berbagai arah, jauh dari kemacetan lalu lintas, atau dengan jalur pejalan
kaki yang lebar jika diperlukan.
- Dapat dijangkau oleh semua orang, termasuk mereka dengan keterbatasan fisik.
- Mempertimbangkan kearifan lokal dan melibatkan tokoh masyarakat.
- Tanah harus dimiliki oleh pemerintah.
- Perlu menghindari lokasi dekat dengan sumber debris, pompa bensin, dan sebaiknya berada
di dekat pemadam kebakaran atau bukit alami.

Grafis lokasi TES tersedia pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Perencanaan Lokasi TES Tsunami

b. Kriteria Khusus Kapasitas TES Tsunami


Kapasitas TES ditentukan berdasarkan:

- Jumlah penduduk di sekitar area evakuasi.


- Lama tinggal di TES dan jenis penggunaannya (shelter atau multifungsi).
- Kebutuhan khusus seperti barang berharga, kursi roda, dan peralatan bayi.
- Keterbatasan fisik harus diperhatikan dalam perencanaan.

TES berfungsi sebagai tempat evakuasi sementara selama tsunami atau bencana lain. Kapasitas
TES dipengaruhi oleh jumlah orang, durasi evakuasi, tipe penggunaan, dan kebutuhan khusus
masyarakat. Dalam kejadian tsunami besar, TES multifungsi diperlukan untuk waktu evakuasi
yang lebih lama. Aksesibilitas bagi orang dengan keterbatasan fisik juga harus
dipertimbangkan.
Gambar 2. Ukuran kursi roda dan tubuh orang dewasa.

Pembangunan TES harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk upaya penyelamatan,


pemulihan pasca bencana, dan perawatan medis. TES harus mampu menyediakan tempat tidur
dan peralatan medis jika diperlukan. Manajemen tanggap darurat yang baik dengan keterlibatan
pemerintah, masyarakat lokal, perusahaan swasta, dan pemangku kepentingan lainnya penting
dalam pembangunan TES.
Dalam menentukan ukuran bangunan TES untuk menampung pengungsi, pedoman
mempertimbangkan standar internasional untuk pengungsi bencana tornado (FEMA P-646,
2012) karena belum ada standar internasional khusus untuk TES tsunami. TES tsunami adalah
bangunan sementara untuk situasi darurat.
Tabel 2. Rekomendasi luas ruang per orang dalam fasilitas TES.

Situasi Sementara Evakuasi dalam Hitungan Jam Standar Ruang per Orang (m2)
(maksimum 24 jam)
Berdiri atau duduk 0,5
Kursi roda 1
Dengan tempat tidur rawat 2,8
Situasi Tinggal Dalam Evakuasi (dalam hitungan Standar Ruang per Orang (m2)
hari/minggu)
Tinggal jangka pendek (selama beberapa hari) 2
Tinggal jangka panjang (selama berhari-hari sampai 3,7
berminggu-minggu)

Berdasarkan Tabel di atas, standar ruang TES berkisar antara 0,5 hingga 1 m2 per orang,
tergantung pada kondisi yang dipilih. Dalam kondisi berdiri, TES dapat menampung lebih
banyak orang daripada dalam kondisi nyaman. Untuk situasi ekstrim yang memerlukan
tinggal lebih lama, standar ruang TES adalah 2 m2 per orang.
c. Kriteria Khusus Perencanaan Ketinggian TES Tsunami.
Ketinggian bangunan TES di atas tanah harus mempertimbangkan dua faktor: tinggi genangan
tsunami dan ketinggian puncak gelombang tsunami. Ketinggian puncak gelombang ini
bervariasi tergantung pada faktor-faktor geologis dan topografi. Data tinggi genangan tsunami
dapat dilihat pada Peta Tsunami Inundation. Untuk keamanan, ketinggian bangunan TES harus
mencakup freeboard minimal sekitar 3 meter plus 30% dari tinggi genangan. Ini akan
memberikan perlindungan jika kekuatan gelombang tsunami melebihi prediksi awal. Rumus
ketinggian bangunan TES dapat dihitung berdasarkan FEMA P-646, 2012
T = Ti + Freeboard
T = Ti + (3 + 30% Ti) (R.7)
T = tinggi TES dari permukaan tanah (dalam meter)
Ti = tinggi inundation gelombang tsunami (dalam meter)
Freeboard = 3 + 30%Ti
Sebagai contoh, dapat dilihat pada Tabel 3-3 di bawah ini untuk 5 lokasi dari Gambar 1 dengan
perkiraan tinggi inundation yang berbeda.

Gambar 3. Tinggi bangunan TES

Tabel 3. Perkiraan tinggi minimum fasilitas TES dari elevasi permukaan tanah.

Lokasi Prediksi Tinggi Tinggi Freeboard (3 m + Tinggi TES dari


Genangan Tsunami 30% Tinggi Genangan) Elevasi Tanah
Lokasi 1 1m 3 m + 0,3 = 3,3 m 1 m + 3,3 m = 4,3 m
Lokasi 2 2m 3 m + 0,6 = 3,6 m 2 m + 3,6 m = 5,6 m
Lokasi 3 3m 3 m + 0,9 = 3,9 m 3 m + 3,9 m = 6,9 m
Lokasi 4 4m 3 m +1,2 = 4,2 m 4 m + 4,2 m = 8,2 m
Lokasi 5 5m 3 m + 1,5 = 4,5 m 5 m + 4,5 m = 9,5 m

d. Berbagai Tipe TES Tsunami


TES dapat memiliki berbagai tipe fasilitas, ada yang digunakan hanya untuk evakuasi
sementara, dan ada yang memiliki berbagai fungsi sehari-hari. TES bisa berupa bangunan fisik
atau bukit alami. Fasilitas multifungsi TES dapat mencakup kantor pemerintahan, sekolah,
pusat kesehatan masyarakat, gedung olahraga, dan lainnya. Keberagaman tipe TES ini
bertujuan untuk memudahkan evakuasi penduduk di berbagai lokasi pesisir dan menjaga
efisiensi biaya serta manfaat fasilitas, sehingga TES dapat digunakan untuk aktivitas sehari-
hari masyarakat selain sebagai tempat evakuasi.
Gambar 4. Ragam Tipe Tempat Evakuasi Sementara (TES)

Apabila dilihat pada gambar 4, ragam tipe TES ada 4, yaitu:


1. Bukit alami (naturally high ground)
2. Bukit buatan (artificial hill)
3. TES dengan pemanfaatan tunggal
4. TES dengan pemanfaatan multifungsi

e. Pertimbangan Dalam Penentuan Tipe TES Tsunami.


Selain berdasarkan pertimbangan kemudahan evakuasi masyarakat dan efisiensi penggunaan
dan biaya, harus pula mempertimbangkan beberapa aspek untuk menentukan pilihan tipe yang
terbaik untuk TES. Beberapa pertimbangan tersebut memperhatikan keberadaan bukit alami
dan bangunan umum yang kokoh, yang ketinggiannya memenuhi kriteria tinggi TES.

f. Bila Ada Bukit Alami di Kawasan Rawan Tsunami.


Jika ada bukit alami di dekat pantai yang lebih tinggi dari tinggi gelombang tsunami, bukit
tersebut bisa dijadikan TES dengan biaya yang lebih rendah. Hanya perlu membangun akses
seperti tangga, ramp, dan jalan menuju puncak bukit serta fasilitas kamar mandi, toilet, dan
pemeliharaan taman. Ini tidak memerlukan perubahan besar dalam tata letak kawasan. Akses
ke puncak bukit harus dilengkapi dengan rambu evakuasi dan lampu sesuai standar (SNI
7743:2011) untuk keperluan evakuasi tsunami.
Pemandangan TES Bukit Langkisau,
Painan Selatan, Tangga menuju TES Gunung Pangilun,
(Sumber:http//pesonaranahpesisir.blogsp Padang (Sumber
ot.com) :http://imoe.wordpress.com)

Gambar 5. Bukit alami sebagai TES

g. Bila Ada Bangunan Kokoh dengan Ketinggian di Atas RendamanTsunami


Bangunan umum yang sudah ada harus memenuhi tinggi minimum TES dan memiliki struktur
tahan gempa serta tahan tsunami. Jika belum memenuhi syarat, bisa diperbaiki atau dibangun
ramp. Jika perbaikan tidak memungkinkan atau sangat mahal, maka sebaiknya bangunan
tersebut tidak digunakan sebagai TES. Peraturan selengkapnya dapat ditemukan dalam
Pedoman TES.

Tangga menuju TES Gunung Pangilun, Tangga menuju TES Gunung Pangilun,
Padang (Sumber Padang (Sumber
:http://imoe.wordpress.com) :http://imoe.wordpress.com)

Gambar 6. Contoh bangunan umum yang dapat digunakan sebagai TES


h. Bila Tidak Ada Bukit Alami Maupun Bangunan Tinggi yang Kokoh di Kawasan Rawan
Tsunami
Jika tidak ada bukit alami atau bangunan tinggi dekat pantai, pertimbangkan membangun TES
baru. Di kawasan pesisir dan permukiman, pilihan antara TES multifungsi dan tunggal
bergantung pada jumlah penduduk dan kebutuhan:
Jika banyak penduduk, lebih baik membangun TES multifungsi, seperti bukit buatan atau
bangunan yang bersatu dengan layanan umum.
Jika sedikit penduduk, TES tunggal yang berfungsi sebagai menara pandang atau menara
penjaga pantai bisa mencukupi kebutuhan.
i. Sosialisasi Tempat Evakuasi Sementara (TES)
Sosialisasi keberadaan TES sangat penting. Ini dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti
seminar, sarasehan, buletin, media elektronik, pemasangan peta dan rambu evakuasi, serta
simulasi evakuasi. Informasi ini membantu penduduk memahami lokasi TES, jalur evakuasi,
dan fasilitas yang ada untuk penggunaan saat bencana tsunami.

j. TES Tsunami Sebagai Pemanfaatan Tunggal


TES dengan pemanfaatan tunggal berarti fungsi bangunan hanya sebagai tempat evakuasi
sementara. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, tipe ini dapat terdiri dari dua tipe, yaitu
berupa bangunan dan menara penjaga pantai (safety guard tower). Luas bangunan harus
mempertimbangkan jumlah penduduk sekitar yang akan ditampung. Karena hanya berfungsi
tunggal, bangunan TES tidak terlalu besar. Lagipula bangunan ini dapat disebar letaknya di
beberapa tempat untuk kemudahan pencapaian penduduk, tergantung berapa menit waktu untuk
evakuasi yang sudah diprediksi sebelumnya.

Luas bangunan TES sangat tergantung dengan berapa banyak masyarakat yang akan diwadahi.
Bentuk TES harus stabil, tahan gempa bumi dan tsunami, serta sebaiknya simetri, dapat
berbentuk persegi panjang, persegi, segi enam atau lingkaran.

k. Aspek Kebutuhan Ruang


Bangunan TES tunggal memerlukan ruang pendukung yang meliputi ruang tempat evakuasi,
ruang toilet, gudang peralatan darurat, dan air bersih minimal 10 liter per orang per hari.
Gudang dapat digunakan untuk menyimpan peralatan P3K, tempat tidur lipat, peralatan
komunikasi, peralatan kebersihan, dan genset. Ruang toilet harus memenuhi standar tertentu
seperti pemisahan gender dan pipa air tahan gempa bumi. Bangunan penjaga pantai (safety
guard tower) tidak memerlukan ruang tambahan kecuali ruang evakuasi.

l. Aspek Lokasi dan Aksesibilitas


Konsep desain bangunan TES harus memperhatikan lokasi, tinggi, bentuk, fasade, dan struktur
bangunan dengan mempertimbangkan karakteristik setiap lokasi. KEPMEN PU 468 tahun 1998
menguraikan prinsip aksesibilitas, termasuk kemudahan, kegunaan, keselamatan, dan
kemandirian akses ke bangunan umum. Kriteria lokasi TES harus memenuhi persyaratan
ketinggian, keselamatan, jarak dari bahaya Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), serta harus
mudah dicapai oleh semua orang. Akses menuju TES harus lebar, mudah ditemukan, dapat
dilalui oleh mobil ambulans, dengan perkerasan rata dan tidak licin. Rambu penunjuk evakuasi
tsunami harus ditempatkan sepanjang jalur menuju TES, dan pintu masuk harus mudah
ditemukan dan lebih dari satu.
m. Aspek Tinggi Bangunan
Sesuai dengan rumusan tinggi bangunan TES maka tinggi bangunan TES harus lebih tinggi
dari puncak gelombang tsunami (tsunamirun-up level) ditambah freeboard. Oleh karena itu
keberadaan peta genangan tsunami, berikut estimasi tinggi puncak gelombang tsunami
(tsunami run-up level) di suatu kawasan sangat dibutuhkan dalam penentuan tinggi bangunan
TES. Perhitungan tinggi bangunan TES Ruang evakuasi, toilet dan gudang harus berada di atas
freeboard, lihat Gambar 7 di bawah ini. Tergantung dari kondisi bangunan TES, maka ruang
evakuasi dapat berupa ruang evakuasi terbuka dan/atau ruang evakuasi tertutup, dimana dapat
menggunakan atap bangunan yang berupa plat beton bertulang.

Gambar 7. Ketinggian TES sebagai pemanfaatan tunggal

n. Aspek Sirkulasi Vertikal


Sirkulasi vertikal adalah jalur evakuasi ke lantai atas bangunan, termasuk tangga dan ramp.
Tangga harus memenuhi persyaratan lebar, kemiringan maksimal, pegangan rambat, dan
permukaan lantai yang aman. Untuk bangunan TES yang lebih besar, ramp juga harus
memenuhi persyaratan lebar, kemiringan, panjang, pegangan rambatan, dan permukaan yang
tidak licin. Persyaratan ini disesuaikan dengan KEPMEN PU 468 tahun 1998 tentang
aksesibilitas bangunan umum. Ilustrasi ramp dapat ditemukan pada Gambar 8.

Gambar 8. Ilustrasi ramp

o. Aspek Gubahan Massa Bangunan


Bentuk bangunan TES dapat stabil dengan bentuk persegi panjang, bujur sangkar, segi
lima, segi enam, atau lingkaran. Konsep desain massa bangunan mempertimbangkan aspek
seperti fasad yang bisa mengadopsi arsitektur lokal, modern, atau tema desain tertentu. Nama
TES dapat ditambahkan di depan bangunan untuk kemudahan identifikasi. Atap bangunan
direkomendasikan datar untuk efisiensi, tetapi atap miring berarsitektur lokal cocok untuk
bentangan yang sempit. Kaca temperedsesuai untuk jendela demi keamanan evakuasi. Bahan
bangunan harus kokoh dan mudah dirawat, seperti beton bertulang dan baja galvanisir. Rambu
penunjuk arah evakuasi harus dipasang di bangunan. Penerangan menggunakan solar panel
untuk efisiensi energi dan keandalan saat listrik padam. Contoh bentuk TES pemanfaatan
tunggal terlihat pada Gambar 9 dan 10, sementara TES sebagai menara penjaga pantai memiliki
fasad yang lebih terbuka dan sederhana, seperti yang terlihat pada Gambar 11.

Gambar 9. Contoh desain bangunan TES pemanfaatan tunggal

Platform sebagai TES di Okushiri,


Jepang Platform di Shirahama, Jepang
sumber: archive.kaskus.co.id Sumber:www.scielo.d/scielo.php?pid

Gambar 10. Contoh platform sebagai TES pemanfaatan tunggal

Gambar 10. Contoh menara penjaga pantai (safety guard tower)


METODOLOGI PENELITIAN

Pengolahan data dimulai dengan penilaian kelayakan lokasi bangunan yang akan
digunakan sebagai jalur evakuasi, dan kelayakan bangunan yang akan digunakan sebagai
bangunan evakuasi alternatif. Yang mana dimulai dari pengumpulan data yang terdiri dari data
spasial dan data nonspasial. Data spasial berupa data peta Kawasan zona merah di banda aceh,
peta jalur evakuasi, batas dan luas desa, area inundation tsunami Banda Aceh dan peta
kerentanan tsunami. Sedangkan data non-spasial berupa data jumlah penduduk per desa tahun
2018. Setelah data diperoleh, dilakukan analisis data yaitu melakukan proses digitasi peta,
melakukan prediksi waktu evakuasi, dan membangun database jaringan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar. Peta Lokasi Penelitian Gambar. Peta Bahaya Tsunami di Kota Banda Aceh

Pada penelitian ini, lokasi yang dipilih berada pada daerah gampong Lambaro Skep,
kec. Kuta Alam, Banda Aceh. Gampong ini merupakan salah satu yang termasuk daerah rawan
bencana tsunami yang mana juga termasuk gampong yang berada dalam wilayah zona merah.
Berdasarkan tingkat kerawanannya, terdapat 5 gampong yang termasuk ke dalam gampong
yang memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap tsunami, termasuk gampong Lambaro Skep.

Tabel. Jumlah Penduduk di Gampong Lambaro Skep


Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa berdasarkan data BPS 2018, jumlah
penduduk yang berada di Gampong Lambaro Skep berkisar 5.190 jiwa, jumlah penduduk yang
memilih evakuasi horizontal sebanyak 3.529. sedangkan yang memilih evakuasi vertical
sebanyak 1.661 orang.

Tsunami 2004

Ketika gempa dan tsunami 26 Desember 2004 silam, Gampong Lambaro Skep tidak
luput dari sasaran amuk gelombang tsunami yang terjadi sekitar pukul 07.58 WIB diawali
gempa bumi berkekuatan 9,3 SR. Lebih dari 50 persen bangunan di kawasan yang hanya
berjarak sekitar 3 kilometer dari bibir laut Syiah Kuala itu hilang dan hancur. Menurut data
setidaknya pada pagi hari yang kelam itu, ada 900-1000an korban jiwa dinyatakan hilang dan
meninggal. Baik anak-anak hingga orang dewasa. Gelombang tsunami yang menerjang
Lambaro Skep datang dari berbagai penjuru yang berpusat dari laut Syiah Kuala, Alue Naga,
dan Ulee Leheu. Jarak antara Pantai Alue Naga dan Lambaro Skep sekitar 0,81 km. Ketinggian
gelombang tsunami yang menghantam Lambaro Skep ketika itu diperkirakan 3-6 meter.
Gelombang datang dalam waktu 15-20 menit setelah gempa, sehingga hanya menyisakan
sedikit waktu bagi masyarakat untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi atau daerah yang
aman

Bangunan Tempat Evakuasi Sementara Lambaro Skep

Menentukan lokasi atau letak TES merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan
sebelum merencanakan untuk membangun TES Tsunami. Lokasi TES sangat menentukan
keberhasilan orang untuk dapat menyelamatkan diri dari bahaya tsunami. Semakin dekat lokasi
TES dengan pemukiman masyarakat kawasan rawan tsunami, semakin banyak orang yang
dapat diselamatkan.

Gampong Lambaro Skep tidak terdapat bukit yang dapat menjadi Tempat Evakuasi
Sementara (TES). Pada wilayah ini, hanya ada 2 bangunan yang dapat dijadikan sebagai
Tempat Evakuasi Sementara yaitu SDN 45 dan Pondok Pesantren terpadu Inshafuddin.

No Nama gedung Lokasi Kapasitas Parameter


Bangunan
1 SDN 45 Lambaro skep 177 Layak
2 Pesantren terpadu Inshafuddin Lambaro skep 21.228 Sangat Layak

Tabel. Kelayakan Tempat Evakuasi Sementarara di Lambaro Skep


Peta Jalur Evakuasi Lambaro Skep

Lokasi TES
rencana yang
berada pada jalur
evakuasi

Gambar. Peta Jalur Evakuasi


Gambar. Peta Jalur Evakuasi Gambar. Peta Kerentanan Tsunami

Berdasarkan pertimbangan yang ada maka dibuat tiga jalur evakuasi agar dapat
digunakan masyarakat Lambaro Skep untuk evakuasi, yang pertama adalah Jl. Syiah Kuala-T.
Hasan Dek, yang kedua adalah Jl. Mujahiddin-Lr. Beringin-Jl. Kowera I, dan yang ketiga
adalah Jl. Mujahiddin-Jl. Tanggul-Jl. Stadion H. Dimurthala.

Gambar. Jalur Evakuasi menuju Pondok Pesantren Gambar. Jalur Evakuasi Kecamatan Syiah Kuala

No Nama Jalan Prediksi Waktu Kelayakan Nama Kapasitas


jumlah Tempuh Jalur gedung
pengguna (menit)
jalan
1 Jl. Delima 3.186 13,84 Layak Pesantren 1228
2 Jl. mujahidin 2.304 10,19 Layak Inshafuddin
3 Jln tanggul 584 2,58 Layak

Tabel. Matriks Kelayakan Jalur Evakuasi vertikal


Pada Tsunami 2004 silam, diperkirakan gelombang datang dalam waktu 15-20 menit
setelah gempa. Sedangkan jalan yang menuju ke lokasi TES paling lama 14.84 menit. Seperti
dapat dilihat dari table, Jalan tanggul hanya berkisar 2,58 menit ke lokasi TES, Jalan Mujahidin
hanya berkisar 10,19 menit dan jalan Delima 13,84 menit.

Untuk itu, Bangunan Tempat Evakuasi Sementara di Lambaro Skep berada pada
Bangunan Pondok Pesantren terpadu Inshafuddin, dari segi kelayakan dapat dilihat dari kriteria
sebagai berikut:

No Jumlah Skor Kategori


1 3-5 Tidak Layak
2 6-9 Layak
3 10-13 Sangat layak
Tabel. Range skoring untuk Bangunan Layak sebagai TES

Tabel. . Paramater Skor yang digunakan untuk menilai kelayakan bangunan Evakuasi Alternatif

No Gedung TES Lokasi Jumlah Kapasitas Fungsi Total


bangunan Lantai Volume Bangunan Skor
dari jalan Bangunan
1 Pondok Pesantren
terpadu 3 3 4 3 13
Inshafuddin
Tabel. . Penilaian kelayakan terhadap podok pesantren inshafuddin

Dengan data diatas, Bangunan Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin mendapat skor
13 yang berarti dinilai sangat layak menjadi Tempat Evakuasi Sementara
DATA EKSISTING PONDOK PESANTREN TERPADU INSHAFUDDIN
Bangunan pondok pesantren terpadu inshafuddin memiliki luas lahan sebesar 6.825 m2 dan
luas bangunan sebesar 1.364 m2. , terdiri dari beberapa massa bangunan 3 lantai yang
mencakup ruang – ruang berikut :
▪ Ruang kelas : 13 ruang
▪ Ruang administrasi : 4 ruang
▪ Ruang ibadah : 1 ruang
▪ Asrama pelajar : 16 ruang
▪ Mess guru : 1 unit
▪ Toilet : 33 ruang
▪ Kamar mandi : 7 ruang
▪ Kantin dayah : ada (96 m2)
▪ Perpustakaan : ada (240 m2)
▪ Laboratorium Bahasa : ada (64 m2)
▪ Laboratorium Komputer : ada (64 m2)
▪ Laboratorium MIPA : ada (80 m2)

Gambar : Bangunan Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin terdiri atas 3 lantai


Gambar : Tampak bangunan Asrama yang terdiri atas 3 lantai

Gambar : Tampak tangga yang tersedia pada bangunan memiliki lebar yang cukup

Gambar : Bangunan Dayah Inshafuddin memiliki koridor yang cukup luas. Pada lantai 2 terdapat
handrail dengan tinggi yang memadai. Di bagian depan bangunan juga terdapat ramp dengan handrail.
Gambar : Struktur bangunan terbuat dari beton bertulang

Gambar : Tampak bagian dalam bangunan di lantai 3 yang berfungsi sebahai aula dan tempat shalat.
Ruang ini bisa dijadikan titik aman saat proses evakuasi.
Apakah bangunan Dayah Terpadu Inshafuddin memenuhi kriteria secara arsitektural dan
struktural sebagai tempat evakuasi sementara dianalisa pada tabel di bawah ini

No Standar Bangunan TES Bangunan Penilaian


Dayah Inshafuddin
1 Tinggi bangunan lebih tinggi dari puncak Lantai 3 memiliki tinggi Sesuai
gelombang tsunami ditambah freeboard lebih dari 8 meter
minimum 6,9 m [1]
2 Atap berupa plat beton bertulang Atap perisai Tidak sesuai
3 Lebar tangga min 120 cm 150 cm sesuai
4 Memiliki handrail setinggi 65-80 cm 80 cm
5 Lantai tangga tidak licin Tidak terlalu licin tapi Kurang sesuai
kurang bertekstur
6 Kemiringan tangga maksimal 400 Kemiringan 30 Sesuai
7 Lebar minimal ramp 120 - 140 cm Lebar ramp 80 cm Tidak sesuai
8 Kemiringan ramp tidak melebihi 70 di Kemiringan ramp di Kurang sesuai
dalam bangunan dan di luar bangunan, luar bangunan tidak
kemiringannya tidak melebihi 60. mencapai 15. Tidak
terdapat ramp di dalam
bangunan
9 Panjang mendatar suatu ramp tidak boleh Panjang ramp luar 200 Kurang sesuai
melebihi 900 cm. Pada awalan dan cm dengan bordes 80
akhiran suatu ramp harus berupa bordes cm
yang bebas dan datar untuk memudahkan
memutar kursi roda dengan ukuran
panjang minimum 120 cm
10 Ramp harus dilengkapi dengan pegangan Tinggi handrail 80 cm Sesuai
rambatan (handrail) yang dijamin
kekuatannya dengan ketinggian 80-85 cm
dari lantai ramp
11 Lantai ramp tidak licin Tidak Licin Sesuai
12 fasad bangunan dapat berlanggam Arsitektur modern Sesuai
arsitektur lokal, modern, dan tema-tema tropis
desain tertentu yang disepakati
pemerintah dan perencana dengan
melibatkan tokoh tokoh masyarakat
13 Tidak ada kaca – kaca lebar. Lebih baik Kaca jendela berukuran Sesuai
memakai tempered glass standar
14 Material bangunan harus yang kokoh dan Struktur utama seperti Sesuai
tahan lama, serta mudah dalam perawatan balok dan kolom
seperti beton bertulang dan baja merupakan beton
galvanisir (anti karat) bertulang.
15 Rambu-rambu penunjuk arah dari luar Tidak ada Tidak sesuai
bangunan sampai menuju ruang evakuasi
di lantai atas
16 Dilengkapi dengan penerangan yang Belum ada solar panel Tidak Sesuai
menggunakan tenaga matahari atau solar
panel.
[1] Ketinggian gelombang tsunami yang menghantam Lambaro Skep ketika itu diperkirakan 3-6 meter.
Gelombang datang dalam waktu 15-20 menit setelah gempa.

Dari tabel di atas didapat bahwa dari 16 poin penilaian, 8 poin sudah memenuhi standar untuk
bangunan TES, dan 3 poin perlu perbaikan dan sisa 5 poin perlu ditambahkan pada bangunan.
Dayah Terpadu Inshafuddin cukup memenuhi kriteria sebagai tempat evakuasi sementara
sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Beberapa aspek yang belum memenuhi
standar dapat dilakukan penambahan atau perbaikan pada bangunan agar bangunan ini benar –
benar menjadi bangunan yang layak sebagai tempat evakuasi sementara.
Beberapa elemen yang akan ditambahkan atau diubah pada bangunan antara lain :
1. Atap perisai pada bangunan diredesain menjadi atap dak
2. Kolom persegi pada bangunan diubah menjadi kolom bulat . Karena bentuk lingkaran
dapat mengalihkan benturan arus yang diakibatkan oleh tsunami

Gambar : Ilustrasi bentuk massa dan pengalihan arusnya

3. Dibuat penanda di luar dan di dalam bangunan untuk mengarahkan masyarakat menuju
tempat evakuasi
Gambar : Contoh penanda pada bangunan
4. Penambahan ramp pada bangunan untuk naik ke lantai 3, dibuat dari luar agar tidak
merusak penataan ruang di dalam bangunan.

Gambar : Contoh ramp yang akan diterapkan pada bangunan


5. Perbaikan ramp luar bangunan sesuai standar yang ditetapkan
Gambar : Ilustrasi ukuran standar ramp
6. Perbaikan material lantai yang lebih bertekstur pada tangga dengan aplikasi step nosing

Gambar : Contoh aplikasi step nosing pada tangga


7. Pemasangan solar panel pada bagian atap bangunan sebagai sumber energi listrik
berkelanjutan
Gambar : Contoh penempatan solar panel pada atap dak

KESIMPULAN
1. Kecamatan Kuta Alam yang di dalamnya mencakup kelurahan Lambaro Skep merupakan
kawasan yang berada di zona merah dari peta tsunami Aceh. Lokasi ini membutuhkan
tempat evakuasi sementara untuk menampung masyarakat yang lari dari bencana tsunami
dan Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin berada pada titik yang tepat di jalur evakuasi.
2. Bangunan Pesantren Terpadu Inshafuddin Banda Aceh memiliki aspek yang cukup
memadai untuk di jadikan bangunan tempat evakuasi sementara saat bencana khususnya
tsunami. Bangunan ini dapat menjadi tujuan sementara bagi masyarakat yang berada di
Lambaro skep khususnya Masyarakat yang bertempat tinggal di Jalan Delima, Jalan
Mujahiddin dan Jalan Tanggul.
3. Beberapa elemen yang belum ada pada bangunan dapat ditambahkan agar menjadi tempat
evakuasi sementara yang memenuhi standar internasional.
4. Pemilihan bangunan sekolah sebagai Tempat Evakuasi Sementara didasari oleh
pertimbangan efisiensi bangunan. Banyak bangunan evakuasi khusus yang tidak berfungsi
karena dibangun hanya untuk tujuan evakuasi yang berakhir menjadi bangunan
terbengkalai dan tidak terawat. Selain itu dengan dijadikannya bangunan sekolah sebagai
TES, para siswa juga mendapat informasi dan pendidikan yang cukup tentang bencana
tsunami.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perencanaan Tempat Evakuasi Sementara (tes) Tsunami, Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, 2013.
2. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/cived/index “Perencanaan Tempat Evakuasi
Sementara Untuk Bencana Tsunami di Kelurahan Pasir Nan Tigo Kota Padang”, Raju
arifal, faisal ashar, 2021.
3. Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan (JARSP) : “Analisis Ketersediaan Jalur
Evakuasi Bencana Tsunami Di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh (Studi Kasus
Lampulo, Kampung Mulia, Lamdingin)”, Sahwilliza, Muhammad Isya, Eldina Fatimah,
2018.
4. Jurnal Teknik Sipil Volume 10 No.1, Mei 2021 : Analisis Perencanaan Dan Kelayakan
Evakuasi Vertikal Bencana Tsunamipada Daerah Zona Merah Di Kecamatan Kuta Alam
Kota Banda Aceh”, M. Isya, Azmeri, Enny Irmawati Hasan, 2021.
5. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts, Jurnal Karya Teknik Sipil : “Desain Struktur
Tempat Evakuasi Sementara Tsunami Di Bengkulu”, Alfinsa Bayu Pradana, Riko Pratama
Saputra, Himawan Indarto, Ilham Nurhuda, 2015.

Anda mungkin juga menyukai