Abstrak:
Kecamatan Kuta Alam, di Kota Banda Aceh, rawan terhadap bencana laut seperti gelombang pasang,
angin kencang, dan tsunami. Tsunami pada 26 Desember 2004 merenggut 8.227 nyawa atau 14,95%
dari penduduk 55.030 jiwa saat itu dan merusak infrastruktur di radius 2 km dari pantai. Redesain
Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin diperlukan sebagai tempat evakuasi tsunami yang aman dan
berkelanjutan. Namun, regulasi Tata Ruang Kota Banda Aceh belum sepenuhnya menjamin
keselamatan. Redesain meliputi perencanaan struktural, peraturan keselamatan, penggunaan lahan, dan
integrasi komunitas. Langkah ini memperlihatkan bagaimana inovasi dan keberlanjutan dapat
diterapkan dalam mitigasi bencana di wilayah rawan. Pentingnya mempertimbangkan ulang peran
bangunan seperti Pondok Pesantren Inshafuddin dalam upaya mitigasi tsunami tidak boleh diabaikan
demi keselamatan dan kesiapsiagaan masyarakat.
Kata kunci: Kecamatan Kuta Alam, Bencana tsunami dan Redesain Pondok Pesantren Terpadu
Inshafuddin
PENDAHULUAN
Kecamatan Kuta Alam termasuk salah satu kawasan rawan bencana dalam wilayah Kota Banda Aceh,
terutama yang bersumber dari laut seperti halnya gelombang pasang, angin kencang dan bahkan
tsunami. Bencana tsunami pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan sejumlah korban jiwa yang
mencapai 8.227 jiwa atau 14,95 % dari total penduduknya yang pada saat itu berjumlah 55.030 jiwa
(GTZ-SLGSR, 2007). Tidak saja korban jiwa, bahkan bencana tersebut telah menghancurkan berbagai
fasilitas infrastruktur sebagai situs peradaban manusia. Pada umumnya bangunanbangunan yang hancur
berada dalam radius 2 km dari bibir pantai.
Sebagai wilayah yang rawan bencana diperlukan redesain bangunan Pondok Pesantren Terpadu
Inshafuddin sebagai tempat evakuasi sementara bencana tsunami memegang peranan vital. Qanun
Qanun Pemerintah Kota Banda Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Banda
Aceh mengarahkan pengembangan ruang ke depan harus mampu memberikan keamanan dan
kenyamanan kepada masyarakat, namun pada kenyataannya belum sepenuhnya dapat diwujudkan.
Sebagai contoh banyak bangunan yang ada saat ini tidak menjamin keselamatan penghuninya.
Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin agar dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi sementara yang
aman dan berkelanjutan ketika bencana tsunami mengancam. Redesain ini akan mencakup aspek-aspek
seperti perencanaan struktural, peraturan keselamatan, penggunaan lahan, serta integrasi dengan
komunitas setempat. Dengan melakukan hal ini, Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin dapat menjadi
contoh bagaimana pendekatan inovatif dan berkelanjutan dapat diterapkan dalam mitigasi bencana di
daerah-daerah yang rawan bencana.
Pentingnya mempertimbangkan ulang peran bangunan-bangunan seperti Pondok Pesantren Terpadu
Inshafuddin dalam upaya mitigasi bencana tsunami tidak dapat diabaikan. Keselamatan dan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman alam harus menjadi prioritas utama, dan
redesain bangunan ini menjadi langkah konkret dalam mencapai tujuan tersebut.
Evakuasi Vertikal
Evakuasi adalah tindakan pemindahan dan penyelamatan penduduk dari tempat bahaya ke tempatyang
lebih aman.Evakuasi vertikal dilakukan dengan cara memindahkan penduduk ke bangunan evakuasi
alternatif. Evakuasi vertikal dilakukan jika penduduk tersebut berada di zona dengan tingkat kerawanan
tinggi, dan proses evakuasi horizontal memakan waktu yang lama. Umumnya proses evakuasi vertikal
dilakukan dengan berjalan kaki menuju bangunan evakuasi yang berada di sekitar .
Evakuasi vertikal sangat di sarankan untuk wilayah yang dekat dengan pantai dan berpenduduk padat,
memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap tsunami, waktu untuk evakuasi pada daerah tersebut sangat
terbatas, serta memiliki jaringan jalan yang p adat dan kapasitas jalan yang rendah. Metode evakuasi
vertikal yang dilakukan dengan berjalan kaki dapat mengurangi kepadatan volume jalan dan kemacetan
pada saat evakuasi. Dalam perencanaan evakuasi vertikal, dua komponen yang paling utama adalah
ketersediaan bangunan evakuasi dan jaringan jalan yang akan digunakan untuk mengakses bangunan
tersebut sebagai jalur evakuasi.
Bangunan TES.
Menentukan lokasi Tempat Evakuasi Sementara (TES) adalah kunci dalam mitigasi bencana tsunami.
Keberhasilan evakuasi tergantung pada lokasi TES yang dekat dengan pemukiman masyarakat di
daerah rawan tsunami, meningkatkan potensi penyelamatan nyawa. Waktu evakuasi dipengaruhi oleh
kapasitas evakuasi dan waktu yang tersedia, dikenal sebagai expected time for evacuation. Sistem
peringatan dini sangat penting untuk memberikan peringatan segera, terutama pada wilayah dekat
sumber tsunami. Ina TEWS dan evaluasi risiko tsunami berperan penting dalam menentukan lokasi
TES. BMKG bertanggung jawab memberikan peringatan dini tsunami. Peringatan BMKG umumnya
diberikan dalam waktu 5 menit setelah gempa. Tanda-tanda awal tsunami seperti guncangan gempa
atau perubahan permukaan laut bisa menjadi peringatan, tetapi tidak selalu ada. Jarak maksimum TES
harus mempertimbangkan waktu peringatan, kemampuan berjalan masyarakat, dan kapasitas rute
evakuasi. FEMA P-646 memberikan pedoman untuk menentukan jarak maksimum berdasarkan
kecepatan berjalan masyarakat. Pendekatan kedua adalah evaluasi kondisi fisik di lapangan. Dengan
asumsi waktu peringatan 30 menit, TES ditempatkan pada jarak maksimum sekitar 1,61 km dari titik
awal evakuasi, dengan jarak 1,61 km antara dua TES. Jarak maksimum bervariasi berdasarkan waktu
peringatan yang lebih lama memerlukan jarak yang lebih jauh. Berikut adalah tabel contohnya:
Tabel 1. Jarak maksimum TES berdasarkan waktu peringatan
Ilustrasi pentingnya jarak lokasi TES dengan menggunakan cara 2 telah dibahas secara detail, dimana
memperhitungkan tidak hanya berdasarkan kapasitas berlari orang tetapi juga memperhitungkan aspek-
aspek lain seperti kondisi kapasitas infrastruktur jalan untuk evakuasi, dan jumlah populasi yang perlu
di evakuasi.
a. Kriteria KhususPemilihan Lokasi TES
Lokasi TES harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
- Waktu evakuasi yang cukup harus dipertimbangkan, termasuk masuk dan bergerak di
dalam TES yang di atas elevasi rendaman tsunami.
- Ketinggian TES harus sesuai dengan peta rendaman tsunami di wilayah tersebut.
- Jauh dari sumber Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan bahan radioaktif.
- Jauh dari potensi sumber debris besar yang membahayakan, kecuali tidak ada alternatif
lokasi lain.
- Jauh dari lokasi yang berpotensi runtuhan batu atau struktur yang tidak aman.
- Mudah dilihat dari berbagai arah, jauh dari kemacetan lalu lintas, atau dengan jalur pejalan
kaki yang lebar jika diperlukan.
- Dapat dijangkau oleh semua orang, termasuk mereka dengan keterbatasan fisik.
- Mempertimbangkan kearifan lokal dan melibatkan tokoh masyarakat.
- Tanah harus dimiliki oleh pemerintah.
- Perlu menghindari lokasi dekat dengan sumber debris, pompa bensin, dan sebaiknya berada
di dekat pemadam kebakaran atau bukit alami.
TES berfungsi sebagai tempat evakuasi sementara selama tsunami atau bencana lain. Kapasitas
TES dipengaruhi oleh jumlah orang, durasi evakuasi, tipe penggunaan, dan kebutuhan khusus
masyarakat. Dalam kejadian tsunami besar, TES multifungsi diperlukan untuk waktu evakuasi
yang lebih lama. Aksesibilitas bagi orang dengan keterbatasan fisik juga harus
dipertimbangkan.
Gambar 2. Ukuran kursi roda dan tubuh orang dewasa.
Situasi Sementara Evakuasi dalam Hitungan Jam Standar Ruang per Orang (m2)
(maksimum 24 jam)
Berdiri atau duduk 0,5
Kursi roda 1
Dengan tempat tidur rawat 2,8
Situasi Tinggal Dalam Evakuasi (dalam hitungan Standar Ruang per Orang (m2)
hari/minggu)
Tinggal jangka pendek (selama beberapa hari) 2
Tinggal jangka panjang (selama berhari-hari sampai 3,7
berminggu-minggu)
Berdasarkan Tabel di atas, standar ruang TES berkisar antara 0,5 hingga 1 m2 per orang,
tergantung pada kondisi yang dipilih. Dalam kondisi berdiri, TES dapat menampung lebih
banyak orang daripada dalam kondisi nyaman. Untuk situasi ekstrim yang memerlukan
tinggal lebih lama, standar ruang TES adalah 2 m2 per orang.
c. Kriteria Khusus Perencanaan Ketinggian TES Tsunami.
Ketinggian bangunan TES di atas tanah harus mempertimbangkan dua faktor: tinggi genangan
tsunami dan ketinggian puncak gelombang tsunami. Ketinggian puncak gelombang ini
bervariasi tergantung pada faktor-faktor geologis dan topografi. Data tinggi genangan tsunami
dapat dilihat pada Peta Tsunami Inundation. Untuk keamanan, ketinggian bangunan TES harus
mencakup freeboard minimal sekitar 3 meter plus 30% dari tinggi genangan. Ini akan
memberikan perlindungan jika kekuatan gelombang tsunami melebihi prediksi awal. Rumus
ketinggian bangunan TES dapat dihitung berdasarkan FEMA P-646, 2012
T = Ti + Freeboard
T = Ti + (3 + 30% Ti) (R.7)
T = tinggi TES dari permukaan tanah (dalam meter)
Ti = tinggi inundation gelombang tsunami (dalam meter)
Freeboard = 3 + 30%Ti
Sebagai contoh, dapat dilihat pada Tabel 3-3 di bawah ini untuk 5 lokasi dari Gambar 1 dengan
perkiraan tinggi inundation yang berbeda.
Tabel 3. Perkiraan tinggi minimum fasilitas TES dari elevasi permukaan tanah.
Tangga menuju TES Gunung Pangilun, Tangga menuju TES Gunung Pangilun,
Padang (Sumber Padang (Sumber
:http://imoe.wordpress.com) :http://imoe.wordpress.com)
Luas bangunan TES sangat tergantung dengan berapa banyak masyarakat yang akan diwadahi.
Bentuk TES harus stabil, tahan gempa bumi dan tsunami, serta sebaiknya simetri, dapat
berbentuk persegi panjang, persegi, segi enam atau lingkaran.
Pengolahan data dimulai dengan penilaian kelayakan lokasi bangunan yang akan
digunakan sebagai jalur evakuasi, dan kelayakan bangunan yang akan digunakan sebagai
bangunan evakuasi alternatif. Yang mana dimulai dari pengumpulan data yang terdiri dari data
spasial dan data nonspasial. Data spasial berupa data peta Kawasan zona merah di banda aceh,
peta jalur evakuasi, batas dan luas desa, area inundation tsunami Banda Aceh dan peta
kerentanan tsunami. Sedangkan data non-spasial berupa data jumlah penduduk per desa tahun
2018. Setelah data diperoleh, dilakukan analisis data yaitu melakukan proses digitasi peta,
melakukan prediksi waktu evakuasi, dan membangun database jaringan.
Gambar. Peta Lokasi Penelitian Gambar. Peta Bahaya Tsunami di Kota Banda Aceh
Pada penelitian ini, lokasi yang dipilih berada pada daerah gampong Lambaro Skep,
kec. Kuta Alam, Banda Aceh. Gampong ini merupakan salah satu yang termasuk daerah rawan
bencana tsunami yang mana juga termasuk gampong yang berada dalam wilayah zona merah.
Berdasarkan tingkat kerawanannya, terdapat 5 gampong yang termasuk ke dalam gampong
yang memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap tsunami, termasuk gampong Lambaro Skep.
Tsunami 2004
Ketika gempa dan tsunami 26 Desember 2004 silam, Gampong Lambaro Skep tidak
luput dari sasaran amuk gelombang tsunami yang terjadi sekitar pukul 07.58 WIB diawali
gempa bumi berkekuatan 9,3 SR. Lebih dari 50 persen bangunan di kawasan yang hanya
berjarak sekitar 3 kilometer dari bibir laut Syiah Kuala itu hilang dan hancur. Menurut data
setidaknya pada pagi hari yang kelam itu, ada 900-1000an korban jiwa dinyatakan hilang dan
meninggal. Baik anak-anak hingga orang dewasa. Gelombang tsunami yang menerjang
Lambaro Skep datang dari berbagai penjuru yang berpusat dari laut Syiah Kuala, Alue Naga,
dan Ulee Leheu. Jarak antara Pantai Alue Naga dan Lambaro Skep sekitar 0,81 km. Ketinggian
gelombang tsunami yang menghantam Lambaro Skep ketika itu diperkirakan 3-6 meter.
Gelombang datang dalam waktu 15-20 menit setelah gempa, sehingga hanya menyisakan
sedikit waktu bagi masyarakat untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi atau daerah yang
aman
Menentukan lokasi atau letak TES merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan
sebelum merencanakan untuk membangun TES Tsunami. Lokasi TES sangat menentukan
keberhasilan orang untuk dapat menyelamatkan diri dari bahaya tsunami. Semakin dekat lokasi
TES dengan pemukiman masyarakat kawasan rawan tsunami, semakin banyak orang yang
dapat diselamatkan.
Gampong Lambaro Skep tidak terdapat bukit yang dapat menjadi Tempat Evakuasi
Sementara (TES). Pada wilayah ini, hanya ada 2 bangunan yang dapat dijadikan sebagai
Tempat Evakuasi Sementara yaitu SDN 45 dan Pondok Pesantren terpadu Inshafuddin.
Lokasi TES
rencana yang
berada pada jalur
evakuasi
Berdasarkan pertimbangan yang ada maka dibuat tiga jalur evakuasi agar dapat
digunakan masyarakat Lambaro Skep untuk evakuasi, yang pertama adalah Jl. Syiah Kuala-T.
Hasan Dek, yang kedua adalah Jl. Mujahiddin-Lr. Beringin-Jl. Kowera I, dan yang ketiga
adalah Jl. Mujahiddin-Jl. Tanggul-Jl. Stadion H. Dimurthala.
Gambar. Jalur Evakuasi menuju Pondok Pesantren Gambar. Jalur Evakuasi Kecamatan Syiah Kuala
Untuk itu, Bangunan Tempat Evakuasi Sementara di Lambaro Skep berada pada
Bangunan Pondok Pesantren terpadu Inshafuddin, dari segi kelayakan dapat dilihat dari kriteria
sebagai berikut:
Tabel. . Paramater Skor yang digunakan untuk menilai kelayakan bangunan Evakuasi Alternatif
Dengan data diatas, Bangunan Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin mendapat skor
13 yang berarti dinilai sangat layak menjadi Tempat Evakuasi Sementara
DATA EKSISTING PONDOK PESANTREN TERPADU INSHAFUDDIN
Bangunan pondok pesantren terpadu inshafuddin memiliki luas lahan sebesar 6.825 m2 dan
luas bangunan sebesar 1.364 m2. , terdiri dari beberapa massa bangunan 3 lantai yang
mencakup ruang – ruang berikut :
▪ Ruang kelas : 13 ruang
▪ Ruang administrasi : 4 ruang
▪ Ruang ibadah : 1 ruang
▪ Asrama pelajar : 16 ruang
▪ Mess guru : 1 unit
▪ Toilet : 33 ruang
▪ Kamar mandi : 7 ruang
▪ Kantin dayah : ada (96 m2)
▪ Perpustakaan : ada (240 m2)
▪ Laboratorium Bahasa : ada (64 m2)
▪ Laboratorium Komputer : ada (64 m2)
▪ Laboratorium MIPA : ada (80 m2)
Gambar : Tampak tangga yang tersedia pada bangunan memiliki lebar yang cukup
Gambar : Bangunan Dayah Inshafuddin memiliki koridor yang cukup luas. Pada lantai 2 terdapat
handrail dengan tinggi yang memadai. Di bagian depan bangunan juga terdapat ramp dengan handrail.
Gambar : Struktur bangunan terbuat dari beton bertulang
Gambar : Tampak bagian dalam bangunan di lantai 3 yang berfungsi sebahai aula dan tempat shalat.
Ruang ini bisa dijadikan titik aman saat proses evakuasi.
Apakah bangunan Dayah Terpadu Inshafuddin memenuhi kriteria secara arsitektural dan
struktural sebagai tempat evakuasi sementara dianalisa pada tabel di bawah ini
Dari tabel di atas didapat bahwa dari 16 poin penilaian, 8 poin sudah memenuhi standar untuk
bangunan TES, dan 3 poin perlu perbaikan dan sisa 5 poin perlu ditambahkan pada bangunan.
Dayah Terpadu Inshafuddin cukup memenuhi kriteria sebagai tempat evakuasi sementara
sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Beberapa aspek yang belum memenuhi
standar dapat dilakukan penambahan atau perbaikan pada bangunan agar bangunan ini benar –
benar menjadi bangunan yang layak sebagai tempat evakuasi sementara.
Beberapa elemen yang akan ditambahkan atau diubah pada bangunan antara lain :
1. Atap perisai pada bangunan diredesain menjadi atap dak
2. Kolom persegi pada bangunan diubah menjadi kolom bulat . Karena bentuk lingkaran
dapat mengalihkan benturan arus yang diakibatkan oleh tsunami
3. Dibuat penanda di luar dan di dalam bangunan untuk mengarahkan masyarakat menuju
tempat evakuasi
Gambar : Contoh penanda pada bangunan
4. Penambahan ramp pada bangunan untuk naik ke lantai 3, dibuat dari luar agar tidak
merusak penataan ruang di dalam bangunan.
KESIMPULAN
1. Kecamatan Kuta Alam yang di dalamnya mencakup kelurahan Lambaro Skep merupakan
kawasan yang berada di zona merah dari peta tsunami Aceh. Lokasi ini membutuhkan
tempat evakuasi sementara untuk menampung masyarakat yang lari dari bencana tsunami
dan Pondok Pesantren Terpadu Inshafuddin berada pada titik yang tepat di jalur evakuasi.
2. Bangunan Pesantren Terpadu Inshafuddin Banda Aceh memiliki aspek yang cukup
memadai untuk di jadikan bangunan tempat evakuasi sementara saat bencana khususnya
tsunami. Bangunan ini dapat menjadi tujuan sementara bagi masyarakat yang berada di
Lambaro skep khususnya Masyarakat yang bertempat tinggal di Jalan Delima, Jalan
Mujahiddin dan Jalan Tanggul.
3. Beberapa elemen yang belum ada pada bangunan dapat ditambahkan agar menjadi tempat
evakuasi sementara yang memenuhi standar internasional.
4. Pemilihan bangunan sekolah sebagai Tempat Evakuasi Sementara didasari oleh
pertimbangan efisiensi bangunan. Banyak bangunan evakuasi khusus yang tidak berfungsi
karena dibangun hanya untuk tujuan evakuasi yang berakhir menjadi bangunan
terbengkalai dan tidak terawat. Selain itu dengan dijadikannya bangunan sekolah sebagai
TES, para siswa juga mendapat informasi dan pendidikan yang cukup tentang bencana
tsunami.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perencanaan Tempat Evakuasi Sementara (tes) Tsunami, Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, 2013.
2. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/cived/index “Perencanaan Tempat Evakuasi
Sementara Untuk Bencana Tsunami di Kelurahan Pasir Nan Tigo Kota Padang”, Raju
arifal, faisal ashar, 2021.
3. Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan (JARSP) : “Analisis Ketersediaan Jalur
Evakuasi Bencana Tsunami Di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh (Studi Kasus
Lampulo, Kampung Mulia, Lamdingin)”, Sahwilliza, Muhammad Isya, Eldina Fatimah,
2018.
4. Jurnal Teknik Sipil Volume 10 No.1, Mei 2021 : Analisis Perencanaan Dan Kelayakan
Evakuasi Vertikal Bencana Tsunamipada Daerah Zona Merah Di Kecamatan Kuta Alam
Kota Banda Aceh”, M. Isya, Azmeri, Enny Irmawati Hasan, 2021.
5. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts, Jurnal Karya Teknik Sipil : “Desain Struktur
Tempat Evakuasi Sementara Tsunami Di Bengkulu”, Alfinsa Bayu Pradana, Riko Pratama
Saputra, Himawan Indarto, Ilham Nurhuda, 2015.