SCABIES
Pendamping:
dr. Nenden Evi Wulandari
Disusun Oleh:
dr. Mai Sara Sulvana
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul
“Scabies”. Laporan kasus ini ditulis dengan tujuan untuk mempelajari lebih
dalam teori lalu dapat diterapkan dalam pelayanan dan Laporan kasus ini juga
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti program intership dokter umum
Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak puskesmas. Penulis juga ingin berterimakasih kepada dokter pendamping
internship, dr. Nenden Evi Wulandari yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan pengetahuan dalam penyusunan laporan kasus ini
dari awal hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan kasus ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan
yang membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
PENDAHULUAN
Skabies dari bahasa latin scabere, yang artinya to scratch, dulu dikenal
sebagai gatal 7 tahun, yaitu penyakit kulit menular yang menyerang manusia dan
binatang. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei, yaitu kutu parasit yang mampu
menggali terowongan di kulit dan menyebabkan rasa gatal.1 Menurut WHO
(World Health Organization) terdapat sekitar 300 juta kasus skabies di dunia
setiap tahunnya.2 Skabies termasuk penyakit kulit yang endemis di wilayah
beriklim tropis dan subtropis, seperti Afrika, Mesir, Amerika tengah, Amerika
selatan, Australia utara, Australia tengah, Kepulauan karabia, India, dan Asia
tenggara.2
Skabies dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras, dan tingkat
ekonomi sosial.3 Menurut Depkes RI, berdasarkan data dari puskesmas seluruh
Indonesia pada tahun 2008, angka kejadian skabies adalah 5,6%-12,95%. Skabies
di Indonesia menduduki urutan ke tiga dari dua belas penyakit kulit tersering.3
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2. Anamnesis
A. Keluhan Utama:
Terdapat bintil-bintil kemerahan yang terasa gatal pada tungkai kaki
kanan bagian depan, tungkai kaki kiri bagian depan, lengan kanan bagian
depan, lengan kiri bagian depan sejak ± 2 minggu yang lalu.
B. Keluhan Tambahan:
Tidak ada
3
Pasien mengatakan keluhan bermula saat pasien berada di pondok
pesantren tempat pasien tinggal. Awalnya bintil muncul pada daerah kaki
kiri pasien. Beberapa minggu setelahnya, bintil menjalar ke kaki kanan,
kedua tangan, bintil dirasakan sangat gatal. Pasien mengatakan gatal lebih
terasa memberat pada malam hari hingga pasien sulit untuk tidur serta gatal
juga dirasakan pada saat pasien berkeringat.
3
A. Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Tanda vital :
Kesadaran : Compos mentis RR : 22 x/menit
3
TD : 110/70 mmHg Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,4oC
3. Kepala :
Bentuk : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Otorrhea (-/-), rhinorrhea (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (/-)
4. Thoraks :
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
5. Abdomen : Supel, nyeri tekan (+), Lesi (+)
6. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Ekstremitas :
a. Superior : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), lesi (+)
b. Inferior : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), lesi (+)
B. Status Dermatologi
Lesi Gambar
Regio Dorsum Manus Dextra
Lesi : vesikel
bentuk : regular
ukuran : milier
jumlah : multiple
batas : sirkumskripta
warna : eritema
tepi : tidak aktif
distribusi : regional
permukaan : menonjol
konsistensi : padat
sekitar : terdapat skuama
4
4
Regio Antebrachii Manus Dextra
Lesi : vesikel
Bentuk : regular
ukuran : milier
jumlah : multiple
batas : sirkumskripta
warna : eritema
tepi : tidak aktif
distribusi : regional
permukaan : menonjol
konsistensi : padat
sekitar : terdapat skuama
5
Regio Cruris Dextra
Lesi : papul
Bentuk : regular
Ukuran : milier
jumlah : multiple
batas : sirkumskripta
warna : eritema
tepi : tidak aktif
distribusi : regional
permukaan : menonjol
konsistensi : padat
sekitar : terdapat skuama
dan ekskoriasi
6
Regio Cruris Sinistra
Lesi : papul
bentuk : regular
ukuran : milier
jumlah : multiple
batas : sirkumskripta
warna : eritema
tepi : tidak aktif
distribusi : regional
permukaan : menonjol
konsistensi : padat
sekitar : terdapat skuama dan Makula
7
Regio Antebrachii Dextra
8
9
10
C. Status Venerologi: Tidak dilakukan pemeriksaan
DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies
Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei
tungau (mite) berukuran kecil yang hidup didalam kulit penderita.
Skabies didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang
lain yang menderita penyakit ini. Penularan penyakit ini seringkali
terjadi saat berpegangan tangan dalam waktu yang lama dan dapat
di katakan penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini.
Penyakit ini dapat ditegakkan dengan menemukan dua dari empat
tanda kardinal, yaitu gatal pada tempat predileksi terutama di
malam hari, mengenai sekelompok orang, terdapat lesi terowongan
pada kulit dan ditemukan tungau pada kerokan kulit.
2. Insect bite
Anamnesis : Pasien mengeluhkan rasa gatal yang disertai dengan
nyeri,dan sedikit bengkak. Pasien mengaku sebelumnya tersengat
serangga, lalu muncul gatal disekitar sengatan serangga.
12
jaringan sekitar gigitan. Pada reaksi lokal berat, keluhan terdiri
dari eritema yang luas, urtikaria, dan edema pruritis. Reaksi local
yang berat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi
sitemik serius pada paparan berikutnya.
Diagnosis skabies dapat dipertimbangkan apabila ada riwayat
banyak anggota keluarga yang mengalaminya. Pruritus
nokturnal merupakan keluhan utama yang khas pada skabies.
Lesi primer skabies berbentuk liang, pustul, nodul,
biasanyapapul dan plak urtikaria yang bertempat di sela-sela jari,
area fleksor pergelangantangan, axilla, area antecubiti, umbilicus,
area genital dan gluteal, serta kaki. Lesisekunder skabies
berbentuk urtikaria, impetigo, dan plak eksematous
3. Prurigo nodularis
Anamnesis : Pasien mengeluhkan adanya bintil di sekitar perut,
bintil dirasakan sangat gatal. Gatal dirasakan hilang timbul dan
bertambah berat jika ia berkeringat dan stress. Hal ini sudah
dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu. Karena gatal yang
semakin memberat, pasien menggaruk bagian yang gatal hingga
timbul beberapa luka. Pasien mengaku tidak terdapat riwayat
alergi(-), sengatan binatang (-)
12
pada skabies. Lesi primer skabies berbentuk liang, pustul,
nodul, biasanyapapul dan plak urtikaria yang bertempat di sela-
sela jari, area fleksor pergelangantangan, axilla, area antecubiti,
umbilicus, area genital dan gluteal, serta kaki. Lesisekunder
skabies berbentuk urtikaria, impetigo, dan plak eksematous.
4. Pedikulosis korporis
Anamnesis : Pasien datang dengan keluhan bintik merah dan
terasa gatal pada daerah bekas luka di punggung, diketahui
pasien adalah seorang penggembala dan jarang mengganti baju.
Pasien mengatakan teman pasien juga mengeluhkan keluhan
serupa.
12
2.5 DIAGNOSIS KERJA
Skabies
2.6 TERAPI
Non Medikamentosa:
Menerapkan gaya hidup bersih dan sehat terutama mandi dua kali sehari
memakai sabun
Memotong kuku tangan dan kaki secara teratur serta menjaganya tetap
pendek dan bersih.
Dekontaminasi lingkungan dapat menggunakan penyedot debu.
Karpet, kasur, batal, guling, sofa, furnitur dan barang-barang berbulu
lainnya perlu dijemur di bawah terik sinar matahari setelah dilakukan
penyedotan debu
Pakaian, seprai, sarung bantal dan sarung guling harus dicuci dengan air
panas
Setelah didekontaminasi, barang-barang tersebut sebaiknya tidak
langsung digunakan kembali, barang-barang yang telah
didekontaminasi sebaiknya baru digunakan kembali dalam 2 hari
hingga 3 minggu setelah dekontaminasi.
Menjaga sirkulasi udara dirumah seperti ventilasi tetap baik untuk
mengurangi kelembaban.
Skabisida harus dioleskan pada seluruh tubuh, apabila terhapus sebelum
waktunya (8-12 jam) misalnya karena berwudhu/mencuci tangan maka
obat harus dioleskan lagi.
Setelah mencapai waktunya, obat dibersihkan dari seluruh tubuh dengan
mandi memakai sabun, lalu badan dikeringkan dengan handuk bersih dan
kering, lalu handuk dijemur dibawah terik matahari.
Terapi medikamamentosa juga berlaku bersamaan pada anggota keluarga
yang kontak erat dengan pasien karena scabies terdapat periode laten
klinis
12
hingga 6 minggu.
Medikamentosa:
1. Cetirizine tablet 10 mg, diminum 1x sehari 1 tablet
2. Betametason 0.1% krim 5gr, dioleskan pada bagian yang sakit 3-4x sehari
3. Permetherine 5% krim, dioleskan pada seluruh badan selama 8 jam
sekali seminggu.
12
2.7 PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Scabies kerokan kulit, mengambil tungau dengan jarum, membuat
biopsy irisan (epidermal shave biopsy), tes tinta (burrow ink test)
2. Insect bite cek suhu bila demam, dan tes darah rutin
3. Prurigo nodularis gambaran hispatologik : penebalan epidermis
sehingga tampak keratosis, penebalan stratum papilaris dermis
4. Pedikulosis korporis menemukan kutu dan telur pada area lesi
a. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad Fungtionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
14
2. Kontak tidak langsung
Penularan secara tidak langsung adalah penularan melalui benda.
Misalnya penderita skabies menggunakan handuk, pakaian, sprei,
bantal, dll secara bergantian dengan individu lainnya.1
3.3. Etiologi dan Patogenesis
Sarcoptes scabiei termasuk dalam filum Arthropoda kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes, penemunya adalah seorang ahli
biologi Diacinto Cestoni (1637-1718). Pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei var.hominis. Selain itu, terdapat S. Scabiei yang lain misalnya pada
kambing dan babi. Secara morfologi, sarcoptes scabiei merupakan tungau
kecil, berbentuk oval, punggung cembung, bagian perut rata, dan
mempunyai 8 kaki. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukuran yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kceil, yakni 200-240 mikron x 150-
200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki
didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga
berakhir dengan rambut dan kaki keempat berakhir dengan alat perekat.1
Tungau betina yang mengandung membuat terowongan pada lapisan
tanduk kulit dan meletakkan telur di dalamnya. Setelah kopulasi yang
terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina.
Tungau betina yang telah dibuahi, menggali terowongan dalam stratum
korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk
betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan pendek yang
digalinya (moulting pouches), tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari
larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina
dengan 4 pasang kaki.
15
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari.1,6
Walaupun siklus dari telur hingga menjadi betina dewasa pada tungau
berlangsung sekitar 2 minggu, terdapat penelitian yang menyatakan hanya
kurang dari 1% telur yang diletakkan berkembang menjadi tungau dewasa
dan berdasarkan percobaan yang dilakukan, dibutuhkan waktu sekitar 3-4
minggu untuk menghadirkan tungau betina dewasa yang baru. Pada inang
yang normal, rata-rata tungau yang berkembang berkisar anatar 10 hingga
12 tungau, dan setelah 3 bulan, biasanya jumlah tungau akan berkurang.6
Baik dari segi terapi maupun pertahanan tubuh inang, berpengaruh
terhadap pengontrolan populasi tungau. Aktivitas S. scabiei didalam kulit
menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan respon imunitas selular dan
humoral serta mampu meingkatkan IgE baik di serum maupun di kulit.
Masa inkubasi berlangsung selama 4 sampai 6 minggu. Skabies sangat
menular,
16
transmisi melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak lansung
melalui berbagai benda terkontaminasi seperti seprei, sarung bantal,
handuk, dan sebagainya. Tungau skabies dapat hidup di luar tubuh
manusia selama 24-36 jam.
Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi akibat
sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu
kira-kira sebulan setelah investasi. Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain
sebagainya. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan
infeksi sekunder.1,3
17
seluruh penduduk. Di dalam kelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit
sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi
pembawa (carier) bagi individu lain.
3. Adanya Terowongan (Kunikulus)
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva, dan nimfa di dalam stratum
korneum. Oleh karena itu, tungau ini sangat menyukai bagian kulit
yang memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis,
seperti sela-sela jari tangan, telapak tangan bagian lateral, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria). Lesi
yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi, papul, dan nodul.
Erupsi eritem atous dapat tersebar di bagian badan sebagai reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen tungau. Bila ada infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).
Gambar 3.2 Lesi skabies pada sela jari-jari tangan, punggung, penis, dan mammae
18
Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil
seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1-10 mm, berwarna
putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel
yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum
korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari,
pergelangan tangan, dan daerah siku. Akan tetapi, terowongan tersebut
sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien
yang hebat.
4. Menemukan Sarcoptesscabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva,
nimfa, maupun skibala (fecal pellet) yang merupakan poin diagnosis
pasti. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan
karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan
lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. Pada kasus skabies yang
klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi
kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator
pemeriksaan, sehingga kegagalan menemukan tungau sering terjadi
namun tidak menyingkirkan diagnosis skabies.
19
Gambar 3.3 Skabies incognito
3. Skabies nodular.
Manifestasi yang unik pada bayi dan anak-anak. Lesi berupa
nodus warna coklat kemerahan dan gatal yang terdapat pada daerah
tertutup, terutama genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Tungau
jarang ditemukan pada nodus. Nodulus dan noduli mungkin timbul
akibat reaksi hipersensitivitas, lesi ini dapat bertahan beberapa bulan
hingga satu tahun walaupun penderita telah diberikan obat
antiskabies.8
4. Skabies dishidrosiform.
Ditandai kelompok vesikel dan pustul pada tangan dan kaki yang
sering berulang dan selalu sembuh dengan obat antiskabies topikal.
Tidak dapat ditemukan tungau pada lesi dan dapat sembuh sendiri
secara bertahap dalam beberapa bulan sampai lebih dan satu tahun.
Skabies jenis ini umumnya ditemukan pada anak-anak yang diadopsi
di negara-negara Asia (Vietnam dan Korea).8
5. Skabies krustosa (skabies Norwegia).
Pertama kali ditemukan di Norwegia pada tahun 1848. Kasus
skabies jenis ini jarang ditemukan. Biasanya terjadi pada mereka
dengan respons imun abnormal atau keadaan imunosupresi, kelainan
atau gangguan susunan saraf pusat, gangguan sensisitasi dan
malnutrisi. Skabies Norwegia ditandai dengan lesi yang luas,
eritematosa, dengan krusta tebal disertai daerah hiperkeratotik pada
skalp, telinga, siku,
20
lutut, telapak tangan dan kaki, serta bokong, dan benskuama. Dapat
disertai distrofi kuku dan menjadi genenalisata. Pruritus tidak
menonjol tetapi sangat menular karena populasi tungau pada kulit
sangat banyak (ribuan), baik dalam bentuk tungau dewasa, telur,
maupun larva. Jumlah tungau yang terdapat di dalam lesi dapat
mencapai 2 juta pada seorang pasien (sangat kontagius dan merupakan
sumber epidemi). Jenis ini juga dapat ditemukan pada orang tua serta
pasien dengan sensasi kulit yang rendah, pasien imunokompromais,
dan bayi, yang menmpunyai respons imunologis tidak memadai.8
3.6. Diagnosa
3.6.1. Anamnesis
Skabies sebaiknya dicurigai pada pasien yang mengeluhkan
timbulnya gatal dan bintik kemerahan pada kulit. Riwayat adanya
kontak dengan penderita skabies atau adanya anggota keluarga
yang menderita skabies dapat memperkuat arahan diagnosis
skabies. Gatal yang semakin memburuk di malam hari juga dapat
memperkuat diagnosis.1
Dari anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan munculnya
gatal yang hebat terutama pada malam hari atau pada saat
berkeringat. Pasien juga dapat mengeluhkan timbulnya ruam pada
kulit sela jari
21
tangan, pergelangan tangan, pergelangan kaki, ketiak, pusat, puting
susu dan pada bagian bawah payudara serta pada alat kelamin. Dari
anamnesa pada pasien juga perlu diteliti mengenai faktor risiko
infeksi skabies pada pasien yang meliputi:1
a. Masyarakat yang hidup dalam kelompok yang padat seperti
tinggal di asrama atau pesantren.
b. Higiene yang buruk
c. Sosial ekonomi yang rendah seperti panti asuhan dan sebagainya.
d. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas.
22
mikroskop dengan pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat
tungau dan telur.
2. Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang
gelap, lalu digerakkan secara tangensial. Tungau akan
memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari
antara ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris
pada puncak lesi dengan skalpel no. 16 yang dilakukan sejajar
dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial
sehingga tidak terjadi pendarahan dan tidak memerlukan
anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu
ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop.
4. Tes tinta (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan 20-30
menit, kemudian dihapus dengan kapas alkohol, maka jejak
terowongan akan terlihat sebagai garis gelap yang
karakteristik, berbelok-belok, karena akumulasi tinta di dalam
terowongan. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak
dan pada penderita yang nonkooperatif.
23
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang
dicurigai. Setelah dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus
larutan tersebut dengan isopropyl-alkohol. Tetrasiklin akan
berpenetrasi ke dalam melalui stratum korneum dan
terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu wood,
sebagai garis linier berwarna kuning keemasan sehingga
tungau dapat ditemukan.
3.8. Penatalaksanaan
3.8.1. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan pada penderita skabies adalah dengan
mengupayakan edukasi yang efektif sehingga rantai penularan
skabies dapat diputuskan. Berikut adalah beberapa edukasi yang
dapat diberikan pada pasien skabies:3,9
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan skabisid topikal yang diberikan dioleskan di seluruh
kulit, kecuali wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari
sebelum tidur.
c. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
24
d. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci
dengan teratur dan bila perlu direndam dengan air panas.
Tungau akan mati pada suhu 130˚C.
e. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota
keluarga serumah.
f. Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan
skabisid. Tidak boleh mengulangi penggunaan skabisid yang
berlebihan setelah seminggu walaupun gatal masih dirasakan
sampai 4 minggu kemudian.
g. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan
pengobatan yang sama dan ikut menjaga kebersihan.
25
Permethrin krim 5% telah disetujui oleh United States Food
and Drug Administration (FDA). Aman dan efektif bila
digunakan pada anak-anak berusia 2 bulan atau lebih, dan
merupakan obat pilihan pertama untuk pengobatan skabies.
Permetrin dapat membunuh tungau dan telur. Aplikasinya hanya
sekali dan dibersihkan pada saat mandi setelah 8-10 jam. Bila
belum sembuh diulangi setelah seminggu.1,3
b. Krotamiton krim
Tersedia dalam bentuk krim atau lotion 10%. Bersifat
skabisid, tetapi tidak mempunyai efektivitas yang tinggi
terhadap skabies, tidak mempunyai efek sistemik, serta aman
digunakan pada wanita hamil, bayi, dan anak-anak. Cara
pemakaian dengan dioleskan dan digosok (massage) ke seluruh
tubuh selama 2 malam kemudian dicuci bersih setelah aplikasi
kedua. Pakaian, terutama pakaian dalam dan alat tidur diganti
dengan yang bersih. Efek samping berupa iritasi bila digunakan
dalam jangka waktu lama. Untuk memperoleh hasil yang lebih
efektif. Penggunaan dilanjutkan sampai 5 hari, terutama pada
bayi dan anak.8
c. Sulfur presipitatum 5-10%.
Aman dan efektif sehingga dapat dipakai pada bayi, anak--
anak, serta wanita hamil dan menyusui dengan konsentrasi 2-4%
(anak), 6-8% (wanita) dan 10% (laki-laki). Cara pemakaian
dengan dioleskan pada badan dan seluruh ekstremitas selama 3
hari berturut-turut, kemudian mandi dan cuci bersih setelah
aplikasi terakhir. Dapat diulangi penggunaannya setelah 1
minggu kemudian. Kerugian pemakaian obat ini berupa bau
tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan
iritasi.8
d. Benzil benzoat.
Tersedia dalam bentuk emulsi atau lotion dengan konsentrasi
25 – 30%. Pada anak-anak dilakukan pengenceran dengan 2 atau
26
3 bagian air. Cara pemakaian dengan dioleskan dan dibiarkan
pada kulit selama 24 jam, setiap 2-3 hari berturut-turut dengan
interval 1 minggu. Obat ini efektif dan secara kosmetik dapat
diterima, walaupun dapat menimbulkan gatal dan iritasi.8
e. Gamma benzene hexachloride 1% krim (Lindane losio 1%)
Termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium,
mudah digunakan dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak
dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan ibu hamil karena
toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali,
kecuali jika masih ada gejala, diulangi seminggu kemudian.1
f. Ivermektin.
Ivermektin merupakan agen antiparasit oral yang yang
digunakan untuk infeksi cacing. Bukti menunjukkan bahwa
ivermektin oral dapat menjadi pengobatan yang aman dan
efektif untuk skabies. Tapi, ivermektin tidak termasuk obat yang
disetujui FDA. Ivermektin oral digunakan untuk pasien yang
mengalami gagal pengobatan atau tidak dapat mentoleransi obat
topikal. Dosis yang digunakan untuk skabies klasik adalah 2
dosis (200µg/kgBB/ dosis) diminum bersamaan dengan makan,
sekitar satu minggu terpisah.3
3.9. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain hygiene,
serta semua orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka
penyakit ini dapat diberantas dan prognosis baik.1
3.10. Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-
orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi
dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk
mencegah
27
penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung
tungau skabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci
bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat
hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya juga harus
dibersihkan (vacuum cleaner). 1
28
BAB IV
ANALISA KASUS
29
KGB regional sebagai tanda infeksi sekunder, dan juga ditemukannya kutu dan
telur kutu pada pasien. Pada pasien ini tidak ditemukannya tanda tersebut.
Penatalaksanaan pada kasus skabies dapat dilakukan baik dengan non
medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa, yaitu
dengan memberikan edukasi seperti rajin melakukan pengobatan dan seluruh
anggota keluarga harus diobati, menjaga kebersihan pasien dan keluarga, seluruh
pakaian di rumah dicuci dengan menggunakan air panas, serta menjemur kasur
dan bantal. Mengontrol seminggu kemudian untuk melihat hasil terapi dan
perkembangan penyakit. Hal ini harus diberitahu untuk mencegah dan memutus
penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau
skabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.
Pada pasien ini penatalaksanaan dilakukan dengan memberikan obat secara
topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah permetrin 5% krim
dioleskan pada seluruh badan pada malam hari selama 8-10 jam, satu kali dalam
seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa obat topikal yang paling
baik diberikan berupa permetrin 5% karena efektif pada semua stadium skabies
dan toksisitasnya rendah, serta penggunaannya mudah dan dapat diperoleh dengan
mudah di apotek. Selain itu pemberian obat sistemik untuk mengurangi gatal yang
dialami pasien terutama pada malam hari juga diberikan obat antihistamin, yaitu
Cetirizine tablet 10mg diminum satu kali sehari satu tablet. Dimana obat
antihistamin H1 generasi kedua ini lebih aman dan memiliki efek sedatif lebih
minimal dibandingkan generasi pertama dimana obat-obat tersebut menembus
sawar darah otak dan berikatan dengan reseptor H1 pada sistem saraf pusat dan
mengganggu efek neurotransmiter histamin.
Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati
dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian
juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan pada orang di
lingkungan sekitar yang memiliki keluhan yang sama, khususnya pada teman
sekamarnya. Bila dalam perjalanannya skabies tidak diobati dengan baik dan
adekuat, maka tungau akan tetap hidup dalam tubuh manusia karena manusia
merupakan host definitive dari tungau tersebut.
30
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus skabies pada seorang anak laki-laki usia 15 tahun
yang datang ke poliklinik BP Puskesmas KarangTengah dengan keluhan terdapat
bintinl-bintil kemerahan pada seluruh tubuh yang terasa gatal terutama pada
malam hari. Pasien merupakan seorang pelajar yang tinggal dipondok pesantren,
dan teman-teman satu kamarnya memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang dilakukan secara
alloanamnesis. Didukung dengan hasil pemeriksaan fisik ditemukan lesi pada
tempat predileksi skabies pada daerah dengan stratum korneum yang tipis.
Diagnosis yang tepat pada kasus ini dan pemilihan terapi yang tepat dapat
memberikan keberhasilan yang baik untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
31
DAFTAR PUSTAKA
32