Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

SCABIES

Pendamping:
dr. Nenden Evi Wulandari

Disusun Oleh:
dr. Mai Sara Sulvana

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER UMUM


INDONESIA ANGKATAN DUA
PUSKESMAS KARANGTEGAH
KABUPATEN CIANJUR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul
“Scabies”. Laporan kasus ini ditulis dengan tujuan untuk mempelajari lebih
dalam teori lalu dapat diterapkan dalam pelayanan dan Laporan kasus ini juga
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti program intership dokter umum
Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak puskesmas. Penulis juga ingin berterimakasih kepada dokter pendamping
internship, dr. Nenden Evi Wulandari yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan pengetahuan dalam penyusunan laporan kasus ini
dari awal hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan kasus ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan
yang membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Cianjur, 13 Maret 2024


BAB I

PENDAHULUAN

Skabies dari bahasa latin scabere, yang artinya to scratch, dulu dikenal
sebagai gatal 7 tahun, yaitu penyakit kulit menular yang menyerang manusia dan
binatang. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei, yaitu kutu parasit yang mampu
menggali terowongan di kulit dan menyebabkan rasa gatal.1 Menurut WHO
(World Health Organization) terdapat sekitar 300 juta kasus skabies di dunia
setiap tahunnya.2 Skabies termasuk penyakit kulit yang endemis di wilayah
beriklim tropis dan subtropis, seperti Afrika, Mesir, Amerika tengah, Amerika
selatan, Australia utara, Australia tengah, Kepulauan karabia, India, dan Asia
tenggara.2

Skabies dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras, dan tingkat
ekonomi sosial.3 Menurut Depkes RI, berdasarkan data dari puskesmas seluruh
Indonesia pada tahun 2008, angka kejadian skabies adalah 5,6%-12,95%. Skabies
di Indonesia menduduki urutan ke tiga dari dua belas penyakit kulit tersering.3

Banyak faktor yang menunjang perkembangan skabies, antara lain keadaan


sosial ekonomi yang rendah, kebersihan yang buruk, kesalahan diagnosis, dan
perkembangan demografik seperti keadaan penduduk dan ekologi. Keadaan
tersebut memudahkan transmisi dan infestasi Sarcoptes scabiei. Oleh karena itu,
prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan
kepadatan penghuni dan kontak interpersonal yang tinggi seperti asrama, panti
asuhan, dan penjara.3

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangatlah


beragam.4 Terdapat 4 tanda utama atau tanda cardinal pada infestasi skabies. 4
Empat tanda tersebut antara lain: pruritus nocturna, menyerang sekelompok
manusia, adanya terowongan dan ditemukan parasit.4 Diagnosis dari skabies yaitu
dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.4

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : An. N
Umur : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Ds Bojong
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : Belum menikah
Suku Bangsa : Indonesia
Hobi :-

2.2. Anamnesis
A. Keluhan Utama:
Terdapat bintil-bintil kemerahan yang terasa gatal pada tungkai kaki
kanan bagian depan, tungkai kaki kiri bagian depan, lengan kanan bagian
depan, lengan kiri bagian depan sejak ± 2 minggu yang lalu.

B. Keluhan Tambahan:
Tidak ada

C. Riwayat Perjalanan Penyakit:


An. A datang ke Poli BP Puskesmas KarangTengah dengan keluhan
terdapat bintil-bintil kemerahan yang terasa gatal tungkai kaki kanan bagian
depan, tungkai kaki kiri bagian depan, lengan kanan bagian depan, lengan
kiri bagian depan ± 2 minggu yang lalu.

3
Pasien mengatakan keluhan bermula saat pasien berada di pondok
pesantren tempat pasien tinggal. Awalnya bintil muncul pada daerah kaki
kiri pasien. Beberapa minggu setelahnya, bintil menjalar ke kaki kanan,
kedua tangan, bintil dirasakan sangat gatal. Pasien mengatakan gatal lebih
terasa memberat pada malam hari hingga pasien sulit untuk tidur serta gatal
juga dirasakan pada saat pasien berkeringat.

Pasien mengatakan bahwa ini adalah ketiga kalinya pasien mengalami


hal yang sama. Sebelumnya pasien sudah berobat kedokter umum dekat
rumahnya dan diberi obat tablet dan salep. Beberapa minggu setelahnya,
pasien sembuh dan pasien kembali kepondok pesantrennya, namun setiap
kali pasien kembali kepondok, pasien selalu mengalami hal yang sama.
Selain pasien, dan teman-teman yang satu kamar dengan pasien dipondok
pesantren juga memiliki gejala yang sama, dengan gatal yang terdapat di
lipatan siku, ketiak dan leher.

D. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat keluhan yang sama (+)
- Riwayat penyakit kulit lainnya (-)
- Riwayat alergi (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga:


- Orangtua pasien memiliki keluhan yang sama (-)
- Riwayat alergi (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien merupakan seorang pelajar yang tinggal dipondok pesantren.

2.3. Pemeriksaan Fisik

3
A. Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Tanda vital :
Kesadaran : Compos mentis RR : 22 x/menit

3
TD : 110/70 mmHg Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,4oC
3. Kepala :
Bentuk : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Otorrhea (-/-), rhinorrhea (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (/-)
4. Thoraks :
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
5. Abdomen : Supel, nyeri tekan (+), Lesi (+)
6. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Ekstremitas :
a. Superior : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), lesi (+)
b. Inferior : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), lesi (+)

B. Status Dermatologi
Lesi Gambar
Regio Dorsum Manus Dextra
 Lesi : vesikel
 bentuk : regular
 ukuran : milier
 jumlah : multiple
 batas : sirkumskripta
 warna : eritema
 tepi : tidak aktif
 distribusi : regional
 permukaan : menonjol
 konsistensi : padat
 sekitar : terdapat skuama

4
4
Regio Antebrachii Manus Dextra

 Lesi : vesikel
 Bentuk : regular
 ukuran : milier
 jumlah : multiple
 batas : sirkumskripta
 warna : eritema
 tepi : tidak aktif
 distribusi : regional
 permukaan : menonjol
 konsistensi : padat
 sekitar : terdapat skuama

Regio Antebrachii Manus Sinistra


 Lesi : vesikel
 bentuk : regular
 ukuran : milier
 jumlah : multiple
 batas : sirkumskripta
 warna : eritema
 tepi : tidak aktif
 distribusi : regional
 permukaan : menonjol
 konsistensi : padat
 sekitar: terdapat skuama dan
makula

5
Regio Cruris Dextra
 Lesi : papul
 Bentuk : regular
 Ukuran : milier
 jumlah : multiple
 batas : sirkumskripta
 warna : eritema
 tepi : tidak aktif
 distribusi : regional
 permukaan : menonjol
 konsistensi : padat
 sekitar : terdapat skuama
dan ekskoriasi

6
Regio Cruris Sinistra
 Lesi : papul
 bentuk : regular
 ukuran : milier
 jumlah : multiple
 batas : sirkumskripta
 warna : eritema
 tepi : tidak aktif
 distribusi : regional
 permukaan : menonjol
 konsistensi : padat
 sekitar : terdapat skuama dan Makula

7
Regio Antebrachii Dextra

Regio Antebrachii Dextra


Regio Genitalia
Regio Manus Dextra

Regio Cruris dextra Regio Manus Sinistra

Regio Cruris dextra

8
9
10
C. Status Venerologi: Tidak dilakukan pemeriksaan

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini

Periksaan penunjang yang dilakukan untuk menemukan tungau dengan


beberapa cara, yaitu :
1. Kerokan kulit
2. Mengambil tungau dengan jarum
3. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
4. Tes tinta (Burrow ink test)

DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies
Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei
tungau (mite) berukuran kecil yang hidup didalam kulit penderita.
Skabies didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang
lain yang menderita penyakit ini. Penularan penyakit ini seringkali
terjadi saat berpegangan tangan dalam waktu yang lama dan dapat
di katakan penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini.
Penyakit ini dapat ditegakkan dengan menemukan dua dari empat
tanda kardinal, yaitu gatal pada tempat predileksi terutama di
malam hari, mengenai sekelompok orang, terdapat lesi terowongan
pada kulit dan ditemukan tungau pada kerokan kulit.
2. Insect bite
Anamnesis : Pasien mengeluhkan rasa gatal yang disertai dengan
nyeri,dan sedikit bengkak. Pasien mengaku sebelumnya tersengat
serangga, lalu muncul gatal disekitar sengatan serangga.

Pada reaksi lokal, pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman,


gatal,nyeri sedang maupun berat, eritema, panas, dan edema pada

12
jaringan sekitar gigitan. Pada reaksi lokal berat, keluhan terdiri
dari eritema yang luas, urtikaria, dan edema pruritis. Reaksi local
yang berat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi
sitemik serius pada paparan berikutnya.
Diagnosis skabies dapat dipertimbangkan apabila ada riwayat
banyak anggota keluarga yang mengalaminya. Pruritus
nokturnal merupakan keluhan utama yang khas pada skabies.
Lesi primer skabies berbentuk liang, pustul, nodul,
biasanyapapul dan plak urtikaria yang bertempat di sela-sela jari,
area fleksor pergelangantangan, axilla, area antecubiti, umbilicus,
area genital dan gluteal, serta kaki. Lesisekunder skabies
berbentuk urtikaria, impetigo, dan plak eksematous
3. Prurigo nodularis
Anamnesis : Pasien mengeluhkan adanya bintil di sekitar perut,
bintil dirasakan sangat gatal. Gatal dirasakan hilang timbul dan
bertambah berat jika ia berkeringat dan stress. Hal ini sudah
dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu. Karena gatal yang
semakin memberat, pasien menggaruk bagian yang gatal hingga
timbul beberapa luka. Pasien mengaku tidak terdapat riwayat
alergi(-), sengatan binatang (-)

Prurigo nodularis adalah lesi pada kulit akibat dari garukan


berulang karena rasa gatal yang dipicu oleh berbagai rangsang
pruritogenik. Penyebanya masih belum diketahui, kelainan-kelainan
tubuh yang menimbulkan rasa gatal seperti riwayat atopik, kelainan
sistemik dan faktor lingkungan.
Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptes
scabiei tungau (mite) berukuran kecil yang hidup didalam kulit
penderita. Diagnosis skabies dapat dipertimbangkan apabila
ada riwayat banyak anggota keluarga yang mengalaminya.
Pruritus nokturnal merupakan keluhan utama yang khas

12
pada skabies. Lesi primer skabies berbentuk liang, pustul,
nodul, biasanyapapul dan plak urtikaria yang bertempat di sela-
sela jari, area fleksor pergelangantangan, axilla, area antecubiti,
umbilicus, area genital dan gluteal, serta kaki. Lesisekunder
skabies berbentuk urtikaria, impetigo, dan plak eksematous.

4. Pedikulosis korporis
Anamnesis : Pasien datang dengan keluhan bintik merah dan
terasa gatal pada daerah bekas luka di punggung, diketahui
pasien adalah seorang penggembala dan jarang mengganti baju.
Pasien mengatakan teman pasien juga mengeluhkan keluhan
serupa.

Pedikulosis merupakan infestasi ektoparasit berupa kutu pada


kulit atau rambut. Ettiologi penyakit ini adalah Pediculus
humanus corporis (kutu badan). Gatal adalah gejala yang paling
sering ditemukan, tetapi pasien juga bisa datang dengan
ekskoriasi, limfadenopati leher, konjungtivitis, dan ruam
hipersensitivitas. Diagnosis pedikulosis dapat ditegakkan
melalui penemuan kutu secara langsung pada daerah badan.
Penatalaksanaan pedikulosis umumnya menggunakan zat yang
menyebabkan neurotoksisitas dan asfiksia pada kutu, misalnya
permetrin dan lindane.
Skabies (Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal)
disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes
scabiei) dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan
orang lain yang menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat
ditegakkan dengan menemukan dua dari empat tanda kardinal,
yaitu gatal pada tempat predileksi terutama di malam hari,
mengenai sekelompok orang, terdapat lesi terowongan pada
kulit dan ditemukan tungau pada kerokan kulit.

12
2.5 DIAGNOSIS KERJA
Skabies

2.6 TERAPI
Non Medikamentosa:
 Menerapkan gaya hidup bersih dan sehat terutama mandi dua kali sehari
memakai sabun
 Memotong kuku tangan dan kaki secara teratur serta menjaganya tetap
pendek dan bersih.
 Dekontaminasi lingkungan dapat menggunakan penyedot debu.
 Karpet, kasur, batal, guling, sofa, furnitur dan barang-barang berbulu
lainnya perlu dijemur di bawah terik sinar matahari setelah dilakukan
penyedotan debu
 Pakaian, seprai, sarung bantal dan sarung guling harus dicuci dengan air
panas
 Setelah didekontaminasi, barang-barang tersebut sebaiknya tidak
langsung digunakan kembali, barang-barang yang telah
didekontaminasi sebaiknya baru digunakan kembali dalam 2 hari
hingga 3 minggu setelah dekontaminasi.
 Menjaga sirkulasi udara dirumah seperti ventilasi tetap baik untuk
mengurangi kelembaban.
 Skabisida harus dioleskan pada seluruh tubuh, apabila terhapus sebelum
waktunya (8-12 jam) misalnya karena berwudhu/mencuci tangan maka
obat harus dioleskan lagi.
 Setelah mencapai waktunya, obat dibersihkan dari seluruh tubuh dengan
mandi memakai sabun, lalu badan dikeringkan dengan handuk bersih dan
kering, lalu handuk dijemur dibawah terik matahari.
 Terapi medikamamentosa juga berlaku bersamaan pada anggota keluarga
yang kontak erat dengan pasien karena scabies terdapat periode laten
klinis

12
hingga 6 minggu.

Medikamentosa:
1. Cetirizine tablet 10 mg, diminum 1x sehari 1 tablet
2. Betametason 0.1% krim 5gr, dioleskan pada bagian yang sakit 3-4x sehari
3. Permetherine 5% krim, dioleskan pada seluruh badan selama 8 jam
sekali seminggu.

12
2.7 PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Scabies  kerokan kulit, mengambil tungau dengan jarum, membuat
biopsy irisan (epidermal shave biopsy), tes tinta (burrow ink test)
2. Insect bite  cek suhu bila demam, dan tes darah rutin
3. Prurigo nodularis  gambaran hispatologik : penebalan epidermis
sehingga tampak keratosis, penebalan stratum papilaris dermis
4. Pedikulosis korporis  menemukan kutu dan telur pada area lesi

a. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad Fungtionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Skabies


Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiel var, hominis, dan produknya.
Ditandai dengan gatal dimalam hari, mengenai sekelompok orang, dengan
tempat predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala
klinis dapat terlihat polimorfi tersebar di seluruh tubuh.1
3.2. Epidemiologi
Penyakit skabies diperkirakan mencapai sekitar 300 juta kasus per
tahunnya di seluruh dunia dan menyerang semua umur, jenis kelamin, ras,
dan tingkat sosioekonomi. Tingkat kejadian skabies dalam literatur terbaru
mencapai sekitar dari 0,3% sampai 46%, namun anak-anak paling rentan
terjangkit skabies. Masyarakat dengan sumber daya yang rendah sangat
rentan terjangkit penyakit skabies.5
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang penyakit ini, antara lain sosial ekonomi
yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual bersifat promiskuitas,
kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik.
Penyakit ini dapat dimasukkan kedalam infeksi menular seksual.1
Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian skabies
pada tahun 2014 sebanyak 130 juta orang didunia. Menurut data Depkes
RI prevalensi penyakit kulit diseluruh Indonesia ditahun 2012 adalah
8,46% kemudian meningkat ditahun 2013 sebesar 9% dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit yang tersering.5
Skabies dapat ditularkan melalui cara:
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan secara kontak langsung adalah kulit penderita skabies
berkontak langsung dengan kulit individu lainnya baik dengan cara
berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual.1

14
2. Kontak tidak langsung
Penularan secara tidak langsung adalah penularan melalui benda.
Misalnya penderita skabies menggunakan handuk, pakaian, sprei,
bantal, dll secara bergantian dengan individu lainnya.1
3.3. Etiologi dan Patogenesis
Sarcoptes scabiei termasuk dalam filum Arthropoda kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes, penemunya adalah seorang ahli
biologi Diacinto Cestoni (1637-1718). Pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei var.hominis. Selain itu, terdapat S. Scabiei yang lain misalnya pada
kambing dan babi. Secara morfologi, sarcoptes scabiei merupakan tungau
kecil, berbentuk oval, punggung cembung, bagian perut rata, dan
mempunyai 8 kaki. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukuran yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kceil, yakni 200-240 mikron x 150-
200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki
didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga
berakhir dengan rambut dan kaki keempat berakhir dengan alat perekat.1
Tungau betina yang mengandung membuat terowongan pada lapisan
tanduk kulit dan meletakkan telur di dalamnya. Setelah kopulasi yang
terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina.
Tungau betina yang telah dibuahi, menggali terowongan dalam stratum
korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk
betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan pendek yang
digalinya (moulting pouches), tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari
larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina
dengan 4 pasang kaki.

15
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari.1,6

Gambar 3.1 Siklus hidup Sarcoptes scabiei

Walaupun siklus dari telur hingga menjadi betina dewasa pada tungau
berlangsung sekitar 2 minggu, terdapat penelitian yang menyatakan hanya
kurang dari 1% telur yang diletakkan berkembang menjadi tungau dewasa
dan berdasarkan percobaan yang dilakukan, dibutuhkan waktu sekitar 3-4
minggu untuk menghadirkan tungau betina dewasa yang baru. Pada inang
yang normal, rata-rata tungau yang berkembang berkisar anatar 10 hingga
12 tungau, dan setelah 3 bulan, biasanya jumlah tungau akan berkurang.6
Baik dari segi terapi maupun pertahanan tubuh inang, berpengaruh
terhadap pengontrolan populasi tungau. Aktivitas S. scabiei didalam kulit
menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan respon imunitas selular dan
humoral serta mampu meingkatkan IgE baik di serum maupun di kulit.
Masa inkubasi berlangsung selama 4 sampai 6 minggu. Skabies sangat
menular,

16
transmisi melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak lansung
melalui berbagai benda terkontaminasi seperti seprei, sarung bantal,
handuk, dan sebagainya. Tungau skabies dapat hidup di luar tubuh
manusia selama 24-36 jam.
Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi akibat
sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu
kira-kira sebulan setelah investasi. Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain
sebagainya. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan
infeksi sekunder.1,3

3.4. Gambaran Klinis


Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes
scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan
gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik.
Dikenal ada 4 tanda utama atau tanda kardinal pada infestasi skabies,
antara 1,3,7
lain:
1. Pruritus nocturnal
Pruritus nokturnal adalah rasa gatal terasa lebih hebat pada malam
hari karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih
lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu
tidur dan penderita menjadi gelisah. Pada infeksi inisial, gatal timbul
setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa
gatal hanya dalam waktu beberapa jam. Studi lain menunjukkan pada
infestasi rekuren, gejala dapat timbul dalam 4-6 hari karena telah ada
reaksi sensitisasi sebelumnya.
2. Sekelompok Orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga
biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam
sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular
hampir ke

17
seluruh penduduk. Di dalam kelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit
sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi
pembawa (carier) bagi individu lain.
3. Adanya Terowongan (Kunikulus)
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva, dan nimfa di dalam stratum
korneum. Oleh karena itu, tungau ini sangat menyukai bagian kulit
yang memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis,
seperti sela-sela jari tangan, telapak tangan bagian lateral, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria). Lesi
yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi, papul, dan nodul.
Erupsi eritem atous dapat tersebar di bagian badan sebagai reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen tungau. Bila ada infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).

Gambar 3.2 Lesi skabies pada sela jari-jari tangan, punggung, penis, dan mammae

18
Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil
seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1-10 mm, berwarna
putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel
yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum
korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari,
pergelangan tangan, dan daerah siku. Akan tetapi, terowongan tersebut
sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien
yang hebat.
4. Menemukan Sarcoptesscabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva,
nimfa, maupun skibala (fecal pellet) yang merupakan poin diagnosis
pasti. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan
karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan
lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. Pada kasus skabies yang
klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi
kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator
pemeriksaan, sehingga kegagalan menemukan tungau sering terjadi
namun tidak menyingkirkan diagnosis skabies.

3.5. Variasi Skabies


1. Skabies pada orang bersih.
Gejala minimal dan terowongan nya sukar ditemukan. Terdapat
pada orang dengan tingkat kebersihan yang tinggi dan kutu dapat
hilang akibat mandi yang teratur.8
2. Skabies inkognito.
Pemakaian kortikosteroid topikal atau sistemik dapat
memperbaiki gejala dan tanda klinis skabies, tetapi infestasi kutu dan
kemungkinan penularan nya tetap ada.8

19
Gambar 3.3 Skabies incognito

3. Skabies nodular.
Manifestasi yang unik pada bayi dan anak-anak. Lesi berupa
nodus warna coklat kemerahan dan gatal yang terdapat pada daerah
tertutup, terutama genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Tungau
jarang ditemukan pada nodus. Nodulus dan noduli mungkin timbul
akibat reaksi hipersensitivitas, lesi ini dapat bertahan beberapa bulan
hingga satu tahun walaupun penderita telah diberikan obat
antiskabies.8
4. Skabies dishidrosiform.
Ditandai kelompok vesikel dan pustul pada tangan dan kaki yang
sering berulang dan selalu sembuh dengan obat antiskabies topikal.
Tidak dapat ditemukan tungau pada lesi dan dapat sembuh sendiri
secara bertahap dalam beberapa bulan sampai lebih dan satu tahun.
Skabies jenis ini umumnya ditemukan pada anak-anak yang diadopsi
di negara-negara Asia (Vietnam dan Korea).8
5. Skabies krustosa (skabies Norwegia).
Pertama kali ditemukan di Norwegia pada tahun 1848. Kasus
skabies jenis ini jarang ditemukan. Biasanya terjadi pada mereka
dengan respons imun abnormal atau keadaan imunosupresi, kelainan
atau gangguan susunan saraf pusat, gangguan sensisitasi dan
malnutrisi. Skabies Norwegia ditandai dengan lesi yang luas,
eritematosa, dengan krusta tebal disertai daerah hiperkeratotik pada
skalp, telinga, siku,

20
lutut, telapak tangan dan kaki, serta bokong, dan benskuama. Dapat
disertai distrofi kuku dan menjadi genenalisata. Pruritus tidak
menonjol tetapi sangat menular karena populasi tungau pada kulit
sangat banyak (ribuan), baik dalam bentuk tungau dewasa, telur,
maupun larva. Jumlah tungau yang terdapat di dalam lesi dapat
mencapai 2 juta pada seorang pasien (sangat kontagius dan merupakan
sumber epidemi). Jenis ini juga dapat ditemukan pada orang tua serta
pasien dengan sensasi kulit yang rendah, pasien imunokompromais,
dan bayi, yang menmpunyai respons imunologis tidak memadai.8

Gambar 3.4 Lesi dan fissura skabies Norrwegia

3.6. Diagnosa
3.6.1. Anamnesis
Skabies sebaiknya dicurigai pada pasien yang mengeluhkan
timbulnya gatal dan bintik kemerahan pada kulit. Riwayat adanya
kontak dengan penderita skabies atau adanya anggota keluarga
yang menderita skabies dapat memperkuat arahan diagnosis
skabies. Gatal yang semakin memburuk di malam hari juga dapat
memperkuat diagnosis.1
Dari anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan munculnya
gatal yang hebat terutama pada malam hari atau pada saat
berkeringat. Pasien juga dapat mengeluhkan timbulnya ruam pada
kulit sela jari

21
tangan, pergelangan tangan, pergelangan kaki, ketiak, pusat, puting
susu dan pada bagian bawah payudara serta pada alat kelamin. Dari
anamnesa pada pasien juga perlu diteliti mengenai faktor risiko
infeksi skabies pada pasien yang meliputi:1
a. Masyarakat yang hidup dalam kelompok yang padat seperti
tinggal di asrama atau pesantren.
b. Higiene yang buruk
c. Sosial ekonomi yang rendah seperti panti asuhan dan sebagainya.
d. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas.

3.6.2. Pemeriksaan Fisik


Pada skabies, lesi di kulit dapat ditemukan berupa terowongan
(kanalikuli) berwarna putih atau abu-abu dengan panjang rata-rata
1 cm. Ujung terowongan terdapat papul, vesikel, dan bila terjadi
infeksi sekunder, maka akan terbentuk pustul, ataupun ekskoriasi.
Pada anak-anak, lesi lebih sering berupa vesikel disertai infeksi
sekunder akibat garukan sehingga lesi menjadi bernanah.6

3.6.3. Pemeriksaan Penunjang


Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah
ditegakkan. Tetapi penderita sering datang dengan lesi yang
bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada
umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari
empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menemukan tungau dan produknya yaitu:8
1. Kerokan kulit.
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi
dengan minyak mineral atau KOH 10%, kemudian dikerok
dengan skalpel steril nomor 15 untuk mengangkat atap papul
atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan pada gelas obyek
dan ditutup dengan kaca tutup, lalu diperiksa di bawah

22
mikroskop dengan pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat
tungau dan telur.
2. Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang
gelap, lalu digerakkan secara tangensial. Tungau akan
memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari
antara ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris
pada puncak lesi dengan skalpel no. 16 yang dilakukan sejajar
dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial
sehingga tidak terjadi pendarahan dan tidak memerlukan
anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu
ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop.
4. Tes tinta (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan 20-30
menit, kemudian dihapus dengan kapas alkohol, maka jejak
terowongan akan terlihat sebagai garis gelap yang
karakteristik, berbelok-belok, karena akumulasi tinta di dalam
terowongan. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak
dan pada penderita yang nonkooperatif.

Gambar 3.5 Hasil pemeriksaan burrow ink test positif


5. Uji tetrasiklin topical.

23
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang
dicurigai. Setelah dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus
larutan tersebut dengan isopropyl-alkohol. Tetrasiklin akan
berpenetrasi ke dalam melalui stratum korneum dan
terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu wood,
sebagai garis linier berwarna kuning keemasan sehingga
tungau dapat ditemukan.

3.7. Diagnosis Banding


Skabies adalah penyakit kulit yang disebut dengan the great imitator
dari kelainan kulit dengan keluhan gatal, karena hampir semua dermatosis
dengan keluhan pruritus dapat menjadi diagnosis banding skabies, yaitu
dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria papular, pioderma,
pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken planus,
gigitan serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis eksematoid infeksiosa,
pruritis karena penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada kehamilan,
sifilis, dan vaskulitis.3

3.8. Penatalaksanaan
3.8.1. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan pada penderita skabies adalah dengan
mengupayakan edukasi yang efektif sehingga rantai penularan
skabies dapat diputuskan. Berikut adalah beberapa edukasi yang
dapat diberikan pada pasien skabies:3,9
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan skabisid topikal yang diberikan dioleskan di seluruh
kulit, kecuali wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari
sebelum tidur.
c. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.

24
d. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci
dengan teratur dan bila perlu direndam dengan air panas.
Tungau akan mati pada suhu 130˚C.
e. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota
keluarga serumah.
f. Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan
skabisid. Tidak boleh mengulangi penggunaan skabisid yang
berlebihan setelah seminggu walaupun gatal masih dirasakan
sampai 4 minggu kemudian.
g. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan
pengobatan yang sama dan ikut menjaga kebersihan.

3.8.2. Penatalaksanaan Khusus


Terapi pada skabies tidak dapat dilakukan secara individual
melainkan harus serentak dan menyeluruh pada seluruh kelompok
orang yang ada disekitar penderita, termasuk orang yang
hiposensitisasi. Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau
dewasa, telur dan produknya. Berikut adalah syarat obat yang ideal
dalam terapi skabies:1,3
a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
b. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksis.
c. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai
pakaian.
d. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Produk yang digunakan untuk membunuh tungau disebut
skabisid. Permetrin krim 5%, Krotamiton losio 10% dan
Krotamiton krim 10%, Sulfur presipitatum 5%-10%, Benzyl
Benzoat Losio 25%, Gamma benzene hexachloride 1% krim
(Lindane losio 1%), dan Ivermektin.3
a. Permetrin krim 5%

25
Permethrin krim 5% telah disetujui oleh United States Food
and Drug Administration (FDA). Aman dan efektif bila
digunakan pada anak-anak berusia 2 bulan atau lebih, dan
merupakan obat pilihan pertama untuk pengobatan skabies.
Permetrin dapat membunuh tungau dan telur. Aplikasinya hanya
sekali dan dibersihkan pada saat mandi setelah 8-10 jam. Bila
belum sembuh diulangi setelah seminggu.1,3
b. Krotamiton krim
Tersedia dalam bentuk krim atau lotion 10%. Bersifat
skabisid, tetapi tidak mempunyai efektivitas yang tinggi
terhadap skabies, tidak mempunyai efek sistemik, serta aman
digunakan pada wanita hamil, bayi, dan anak-anak. Cara
pemakaian dengan dioleskan dan digosok (massage) ke seluruh
tubuh selama 2 malam kemudian dicuci bersih setelah aplikasi
kedua. Pakaian, terutama pakaian dalam dan alat tidur diganti
dengan yang bersih. Efek samping berupa iritasi bila digunakan
dalam jangka waktu lama. Untuk memperoleh hasil yang lebih
efektif. Penggunaan dilanjutkan sampai 5 hari, terutama pada
bayi dan anak.8
c. Sulfur presipitatum 5-10%.
Aman dan efektif sehingga dapat dipakai pada bayi, anak--
anak, serta wanita hamil dan menyusui dengan konsentrasi 2-4%
(anak), 6-8% (wanita) dan 10% (laki-laki). Cara pemakaian
dengan dioleskan pada badan dan seluruh ekstremitas selama 3
hari berturut-turut, kemudian mandi dan cuci bersih setelah
aplikasi terakhir. Dapat diulangi penggunaannya setelah 1
minggu kemudian. Kerugian pemakaian obat ini berupa bau
tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan
iritasi.8
d. Benzil benzoat.
Tersedia dalam bentuk emulsi atau lotion dengan konsentrasi
25 – 30%. Pada anak-anak dilakukan pengenceran dengan 2 atau

26
3 bagian air. Cara pemakaian dengan dioleskan dan dibiarkan
pada kulit selama 24 jam, setiap 2-3 hari berturut-turut dengan
interval 1 minggu. Obat ini efektif dan secara kosmetik dapat
diterima, walaupun dapat menimbulkan gatal dan iritasi.8
e. Gamma benzene hexachloride 1% krim (Lindane losio 1%)
Termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium,
mudah digunakan dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak
dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan ibu hamil karena
toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali,
kecuali jika masih ada gejala, diulangi seminggu kemudian.1
f. Ivermektin.
Ivermektin merupakan agen antiparasit oral yang yang
digunakan untuk infeksi cacing. Bukti menunjukkan bahwa
ivermektin oral dapat menjadi pengobatan yang aman dan
efektif untuk skabies. Tapi, ivermektin tidak termasuk obat yang
disetujui FDA. Ivermektin oral digunakan untuk pasien yang
mengalami gagal pengobatan atau tidak dapat mentoleransi obat
topikal. Dosis yang digunakan untuk skabies klasik adalah 2
dosis (200µg/kgBB/ dosis) diminum bersamaan dengan makan,
sekitar satu minggu terpisah.3

3.9. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain hygiene,
serta semua orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka
penyakit ini dapat diberantas dan prognosis baik.1

3.10. Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-
orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi
dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk
mencegah
27
penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung
tungau skabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci
bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat
hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya juga harus
dibersihkan (vacuum cleaner). 1

28
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien atas nama an. N bersama ayahnya datang ke poliklinik BP


Puskesmas KarangTengah, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien
didiagnosa Skabies.
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 4 tanda
kardinal kriteria diagnosis pada skabies, antara lain pruritus nokturna, community
infection, menemukan terowongan (kanalikuli), dan menemukan tungau Sarcoptes
scabiei. Pasien ini sudah dapat didiagnosis dengan skabies karena memenuhi dua
kriteria, yaitu pruritus nokturna dan community infection. Diagnosis diperkuat
dengan pemeriksaan fisik yaitu ditemukannya lesi pada tempat predileksi, yaitu
sela jari pada tangan kanan dan kiri, paha kanan dan kiri, lutut kanan dan kiri,
serta perut. Hal ini sesuai untuk diagnosis skabies, dimana di dalam teori
dikatakan bahwa predileksi terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang
tipis, yaitu sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,
lipat ketiak bagian depan, areola mame, umbilikus, bokong, dan genitalia eksterna
pada laki-laki.
Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding berupa prurigo, yaitu penyakit
kulit kronis dimulai sejak usia anak-anak, sering terdapat pada anak dengan
tingkat sosial ekonomi dan kebersihan rendah. Penyebab pasti belum diketahui,
diduga sebagai penyakit herediter, akibat kepekaan kulit terhadap gigitan
serangga. Tanda khasnya adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna,
berbentuk kubah, sangat gatal. Tempat predileksinya di ekstremitas bagian
ekstensor dan simetris. Diagnosis ini dapat disingkirkan karena tidak
ditemukannya papul miliar dan pasien tidak peka terhadap gigitan serangga dan
pasien belum pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Selain itu diagnosis
bandingnya adalah pedikulosis korporis, yaitu infeksi rambut/kulit yang
disebabkan oleh Pediculus (parasit obligat atau menghisap darah manusia untuk
hidup). Gejala klinis umumnya berupa bekas garukan yang dominan untuk
menghilangkan rasa gatal, kadang timbul pembesaran

29
KGB regional sebagai tanda infeksi sekunder, dan juga ditemukannya kutu dan
telur kutu pada pasien. Pada pasien ini tidak ditemukannya tanda tersebut.
Penatalaksanaan pada kasus skabies dapat dilakukan baik dengan non
medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa, yaitu
dengan memberikan edukasi seperti rajin melakukan pengobatan dan seluruh
anggota keluarga harus diobati, menjaga kebersihan pasien dan keluarga, seluruh
pakaian di rumah dicuci dengan menggunakan air panas, serta menjemur kasur
dan bantal. Mengontrol seminggu kemudian untuk melihat hasil terapi dan
perkembangan penyakit. Hal ini harus diberitahu untuk mencegah dan memutus
penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau
skabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.
Pada pasien ini penatalaksanaan dilakukan dengan memberikan obat secara
topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah permetrin 5% krim
dioleskan pada seluruh badan pada malam hari selama 8-10 jam, satu kali dalam
seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa obat topikal yang paling
baik diberikan berupa permetrin 5% karena efektif pada semua stadium skabies
dan toksisitasnya rendah, serta penggunaannya mudah dan dapat diperoleh dengan
mudah di apotek. Selain itu pemberian obat sistemik untuk mengurangi gatal yang
dialami pasien terutama pada malam hari juga diberikan obat antihistamin, yaitu
Cetirizine tablet 10mg diminum satu kali sehari satu tablet. Dimana obat
antihistamin H1 generasi kedua ini lebih aman dan memiliki efek sedatif lebih
minimal dibandingkan generasi pertama dimana obat-obat tersebut menembus
sawar darah otak dan berikatan dengan reseptor H1 pada sistem saraf pusat dan
mengganggu efek neurotransmiter histamin.
Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati
dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian
juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan pada orang di
lingkungan sekitar yang memiliki keluhan yang sama, khususnya pada teman
sekamarnya. Bila dalam perjalanannya skabies tidak diobati dengan baik dan
adekuat, maka tungau akan tetap hidup dalam tubuh manusia karena manusia
merupakan host definitive dari tungau tersebut.

30
BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus skabies pada seorang anak laki-laki usia 15 tahun
yang datang ke poliklinik BP Puskesmas KarangTengah dengan keluhan terdapat
bintinl-bintil kemerahan pada seluruh tubuh yang terasa gatal terutama pada
malam hari. Pasien merupakan seorang pelajar yang tinggal dipondok pesantren,
dan teman-teman satu kamarnya memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang dilakukan secara
alloanamnesis. Didukung dengan hasil pemeriksaan fisik ditemukan lesi pada
tempat predileksi skabies pada daerah dengan stratum korneum yang tipis.
Diagnosis yang tepat pada kasus ini dan pemilihan terapi yang tepat dapat
memberikan keberhasilan yang baik untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


Edisi ketu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2018. 137–
138 p.

2. M SY, Gustia R, Anas E. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Skabies di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang
Tahun 2015. J Kesehat Andalas. 2018;7(1):51.

3. Mutiara H, Syailindra F. Skabies. Majority. 2016;5(April):37–42.

4. Abdillah KY. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Skabies di


Pondok Pesantren. J Med Hutama. 2020;02(01):261–5.

5. Bancin MM, Martafari CA, Rizky K. Prevalensi Penderita Skabies di Poli


Kulit dan Kelamin RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh Periode Tahun 2016-
2018. Kandidat. 2020;2(1):20–8.

6. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, All E. Fitzpatrick’s


Dermatology. 9th ed. USA: McGraw Hill; 2019.

7. Murlistyarini S, Prawitasari S, Setyowatie L. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit


dan Kelamin. Malang: UB Press; 2018. 217–222 p.

8. Nurainiwati SA. Skabies. Staff Pengajar Pada Fak Kedokt Univ


Muhammadiyah Malang. 2011;7(15):68–72.

9. Romani L, Whitfeld MJ, Koroivueta J, Kama M, All E. Mass Drug


Administration for Scabies Control in a Population with Endemic Disease.
N Engl J Med. 2015;373(24):2306–13.

32

Anda mungkin juga menyukai