PROPOSAL TESIS
Oleh:
2
langkah 2 adalah penyaringan mutan yang diperoleh untuk mengidentifikasi
fenotipe yang diinginkan, dan terakhir, langkah 3 adalah pemilihan karakteristik
yang diinginkan (Jankowicz-Cieslak et al., 2017).
Kolkisin adalah mutagen yang bekerja dengan mencegah pembentukan
mikrotubulus dan menggandakan jumlah kromosom. Kelebihan mutasi kimia
dengan kolkisin adalah menginduksi mutasi pada tanaman dan menginduksi
poliploidi dengan mencegah pemisahan kromosom selama meiosis yang
menghasilkan setengah dari gamet (sel kelamin) yang mengandung dua kali lipat
jumlah kromosom dari biasanya (Manzoor et al., 2019). Dalam penelitian Atichart
(2013) menyatakan bahwa perlakuan induksi kolkisin yang paling efektif pada
konsentrasi 0,04% dengan durasi perendaman selama 24 jam, pada konsentrasi
dan durasi perendaman tersebut menghasilkan 84% plant like body (PLB) yang
bertahan dengan 47% anggrek tetraploid.
Identifikasi mutasi yang menyebabkan perubahan fenotipe dapat dibantu
dengan metode molekuler, seperti penanda berbasis polymerase chain reaction
(PCR) (Mullins et al., 2021). Analisis keragaman tanaman mutan yang dihasilkan
dapat dilakukan dengan menggunakan analisis molekuler. Beberapa primer yang
dapat digunakan sebagai penanda pada tanaman anggrek adalah RAPD (random
amplified polymorphic DNA), ISSR (inter-simple sequence repeat), SSR (simple
sequence repeats), dan AFLP (amplified fragment length polmorphism) (Kumar et
al., 2018).
Untuk memperkirakan variabilitas genetik di antara tanaman mutan dan
kontrol non-mutagen dapat dilakukan dengan menggunakan analisis inter-simple
sequence repeat (ISSR). Tantasawat (2017) menyatakan bahwa analisis ISSR
efisien untuk identifikasi mutan dan karakterisasi pada tanaman anggrek
Dendrobium. Tanaman mutan yang diinduksi menggunakan mutagen kimia
memiliki perbedaan secara genetik dibandingkan dengan tanaman kontrol.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan mutasi kimia menggunakan
kolkisin pada tanaman anggrek dendrobium secara in vitro kemudian hasil
keragaman genetik dianalisis menggunakan penanda ISSR.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Berapa konsentrasi dan lama perendaman kolkisin yang optimum terhadap
pertumbuhan anggrek Dendrobium sp?
2. Bagaimana identifikasi keragaman genetik mutan anggrek Dendrobium sp.
menggunakan marker ISSR?
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Akar
Tanaman anggrek dendrobium memiliki dua macam akar, yaitu akar lekat
dan akar udara. Akar lekat berfungsi sebagai jangkar pada media agar tanaman
tetap pada posisinya. Sedangkan akar udara cenderung tumbuh ke segala arah
yang dapat menyerap air dan unsur hara dari udara. Akar udara pada anggrek
dendrobium memiliki klorofil pada bagian ujung atau daerah meristem sehingga
dapat berfotosintesis dan membantu mempercepat pertumbuhan anggrek
dendrobium. Selain itu, pada bagian luar akar terdapat bagian berwarna putih yang
disebut jaringan velamen, yang berfungsi sebagai kulit luar dan pelindung akar.
Velamen ini bersifat semipermeabel karena dapat menyerap dan menahan air.
Pada bagian ini juga dapat dijumpai jamur Mikoriza yang bersimbiosis dengan
tanaman anggrek dendrobium. Sebagian anggrek memiliki umbi semu pada
batang atau pangkal daun (pseudobulb). Akar anggrek dendrobium bersifat pejal,
5
sedikit berambut, dan berbentuk bulat agak pipih, lunak, mudah patah, ujungnya
meruncing, lengket, dan licin jika dipegang.
2.1.2 Batang
Morfologi batang anggrek dendrobium termasuk batang simpodial, yaitu
batang yang pertumbuhannya terbatas dan tidak memiliki batang utama. Bunga
anggrek dendrobium tipe simpodial keluar dari ujung batang dan berbunga
kembali dari anakan yang tumbuh. Batang anggrek dendrobium mengeluarkan
tangkai bunga baru dari sisi-sisi batangnya.
Gambar 2.1 Bentuk batang pada tanaman anggrek (Sumber : Purwanto, 2016)
2.1.3 Daun
Morfologi daun pada anggrek dendrobium memiliki bentuk daun yang
lebar. Bentuk daun yang lebar membuat proses fotosintesis dan transpirasi
semakin cepat. Kondisi ini membuat anggrek dendrobium menjadi lebih cepat
berbunga dibandingkan dengan anggrek yang berdaun sempit. Bentuk daun lanset
sempit/ramping dan lanset membulat. Ukuran dan ketebalan daunnya bervariasi.
Daun keluar melalui ruas-ruas batang. Pada umumnya setiap ruas terdapat satu
sampai dua helai daun. Lebar daun 2-6 cm dan panjang sekitar 12 cm. Posisi daun
berhadapan dan berpasangan.
2.1.4 Bunga
Bunga anggrek dendrobium memiliki sepal (kelopak) bunga yang terdiri
atas tiga helai, sepal dorsal (satu helai), dan sepal lateral (dua helai) yang mana
6
berbentuk segitiga, meruncing, bulat, atau lanset dengan ukuran dan warna
bervariasi. Petal (mahkota) bunga dendrobium berada didepan sepal lateral
biasanya lebih tipis dari kelopaknya dan bibirnya terbelah. Column (alat kelamin)
pada bagian ini terdapat alat kelamin jantan (pollen) dan betina (gymnostenum).
Kemudian terdapat ovari atau bakal buah. Bagian dasar bunga dendrobium bersatu
membentuk taji sebagai tempat bersatunya pangkal sepal lateral dan pangkal
column. Dendrobium memiliki kuntum bunga berjumlah banyak dalam satu
tangkai. Bunga dendrobium dapat mekar selama sekitar dua minggu hingga dua
bulan. Berikut adalah bagian-bagian bunga dan variasi bunga Dendrobium.
(a) (b)
Gambar 2.3 Variasi Bunga Dendrobium sp. (a) Bunga Bulat (b) Bunga Keriting
(sumber: www.erakini.com )
2.1.5 Buah
Buah anggrek dendrobium berbentuk bulat memanjang dengan bagian
tengah menggembung, panjang 3-6 cm, dan diameter 1-2 cm. Alur lekukan
memanjang (3 lekukan) dengan bagian dalam membentuk 6 bagian. Permukaan
kulit buah sebagian besar halus tanoa bulu, akan tetapi ada beberapa spesies yang
7
berbulu halus. Buah anggrek dendrobium berbentuk kapsul dan akan matang
dalam waktu 3-4 bulan setelah dibuahi. Ketika matang, bagian tengah buah
anggrek akan pecah. Buah yang dihasilkan dari perkawinan menghasilkan benih.
Benih anggrek tidak memilki cadangan makanan (endosperm), hanya terdapat
kulit benih (testa) dan embrio. Akibatnya umur hidup benih setelah terlepas dari
buah hanya sekitar 24 jam.
Perbanyakan tanaman anggrek dendrobium dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu konvensional dan kultur jaringan (in vitro). Perbanyakan konvensional
meliputi perbanyakan vegetatif dan generatif. Perbanyakan vegetatif melalui
pemisahan rumpun, pemotongan anak tanaman yang keluar dari batang, yang
kemudian ditanam pada media seperti pakis, mos serabut kelapa, arang, dan
serutan kayu yang dicampur dengan pecahan genting atau batu bata. Sedangkan
perbanyakan generatif dilakukan dengan biji. Biji anggrek dendrobium ini sangat
sulit apabila tumbuh sendiri dialam tanpa bantuan jamur yang bersimbiosis. Selain
itu, metode kultur jaringan dapat menumbuhkan jaringan-jaringan vegetatif (akar,
daun, batang, mata tunas) dan jaringan generatif (ovule, embrio, dan biji) pada
media buatan berupa cairan atau padatan secara aseptik (Azis, 2019).
8
(PCR) telah merevolusi bagaimana mutasi diperoleh yang kemudian dapat
dipelajari.
Mutagenesis yang disebabkan mutagen buatan terdiri dari 2 macam yaitu
mutagen fisik dan mutagen kimia. Mutagen fisik diantaranya sinar-x, sinar
gamma, radiasi UV, partikel beta, dan neutron. Sedangkan mutagen kimia
diantaranya analog basa [5-bromo-dioksiuridin], alkilator [Etam metil sulfonat
(EMS), metan metil sulfonat (MMS), dietilsulfonat (DES)], azida, hidroksil amina
(Yadav,. et al, 2021), deaminator oksidatif [asam nitrit], dan kolkisin (Susrama,
2017).
Kolkisin adalah turunan alkaloid asam amino fenilalanin dan tirosin dari hasil
ekstraksi biji tanaman Colchicum autumnale (Le,. et al, 2020). Rumus molekul
kolkisin yaitu C22H25NO6 mempunyai berat molekul 399,437 gram/mol.
Gambar 2.4 Rumus Bangun Kolkisin (Sumber: Eigsti dan Dustin, 1957)
9
Benang spindel yang digunakan untuk menarik kromatid sister ke kutub sel yang
berlawanan tidak bekerja, sehingga proses mitosis terganggu. Gangguan ini
mengakibatkan replikasi DNA tanpa pembelahan sel.
Pada penelitian induksi mutasi, kultur in vitro sangat diperlukan untuk
penyediaan eksplan seperti kalus, tunas pucuk atau embrio somatic serta untuk
skrining atau seleksi dan memperbanyak materi hasil mutasi. Keberhasilan
pemuliaan melalui mutasi tergantung pada kemampuan regenerasi tanaman serta
efisiensi dalam seleksi hasil mutasi. Induksi mutasi dikombinasikan dengan kultur
in vitro terbukti efektif dan memberikan keuntungan untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang terjadi pada pemuliaan secara konvensioanal (Lestari dan
Gati, 2016).
Pemuliaan tanaman dengan induksi mutasi secara in vitro mempunyai
kelebihan yaitu untuk mendapatkan penggandaan kromosom dengan bahan kimia
kemudian diregenerasikan (Dewanti, 2018).
(a) (b)
Gambar 2.5 Perbedaan antara (a) planlet kontrol dengan (b) planlet perlakuan
kolkisin (sumber: Bawonoadi, 2016)
10
2.3 Analisis Molekuler
Analisis molekuler dapat dilakukan dengan teknologi PCR (Polymerase
Chain Reaction). PCR adalah teknik yang digunakan untuk mengamplifikasi
fragmen DNA secara eksponensial. Sensitivitasnya terbatas pada satu molekul,
menjadikan PCR sebagai alat kualitatif yang sangat baik untuk mendeteksi
sekuens spesifik pada DNA langka.
Sejak tahun 1985, PCR telah berkembang menjadi berbagai metode yang
digunakan hampir secara universal dalam penelitian biologi dasar, bioteknologi,
penelitian klinis, diagnostik klinis, forensik, teknologi pangan, pengujian
lingkungan, arkeologi, dan antropologi (Wages et al., 2005). Tahapan dalam PCR
ada tiga yaitu denaturation, annealing and extension (Borah, 2011). Primer
merupakan potongan pendek DNA untai tunggal yang komplemen dengan urutan
gen target (Purwakasih, 2021). Beberapa primer yang dapat digunakan sebagai
penanda pada tanaman anggrek antara lain:
3) SSR (simple sequence repeats), teknik ini dapat digunakan untuk pembuatan
profil DNA dan analisis keragaman.
11
menggunakan primer dari wilayah SSR terdekat untuk mengamplifikasi sekuens
tunggal yang disalin antar wilayah, diikuti dengan deteksi polimorfisme dengan
elektroforesis. Primer penanda ISSR adalah primer acak, yang bergantung pada
motif dua, tiga, atau empat nukleotida dengan waktu ulangan yang berbeda dan
beberapa nukleotida membentuk jangkar yang tidak berulang. Primer ISSR bisa
seperti (AC)nX, (TG)nX, (ATG)nX, (CTC)nX, atau (GAA)nX, di mana X adalah
singkatan dari nukleotida berbentuk jangkar yang tidak berulang. Hal ini
menggunakan teknik dan teknologi yang sederhana dan tidak ada pelabelan
isotop. ISSR dapat digunakan pada spesies yang banyak pengulangan (Tian et al.,
2015).
Hasil penelitian Damarathna et al., (2018) menunjukkan bahwa penanda
ISSR telah berhasil digunakan untuk sidik jari dan menilai sejauh mana variasi
genetik antara kultivar Dendrobium. Kelebihan penanda ISSR adalah alat
molekuler yang berguna, cepat dan murah untuk memecahkan masalah
identifikasi morfologi dan karakterisasi kultivar genus Dendrobium.
2.4 Hipotesis
1 Diperoleh nilai konsentrasi dan lama perendaman kolkisin yang terbaik
terhadap pertumbuhan anggrek Dendrobium sp.
2 Terdapat keragaman genetik mutan anggrek Dendrobium sp. dengan
menggunakan marker ISSR.
12
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.2.2 Bahan
Bahan tanaman (eksplan) yang digunakan adalah PLB (Protocorm Like
Bodies) anggrek Dendrobium sp,. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan
stok sesuai komposisi media dasar Murashige dan Skoog (MS), NAA (1-
Naphtaleneacetic acid) dan BA (Benzyl Adenin), sukrosa, air kelapa, pemadat
media (agar-agar), akuades, alkohol 70%, spritus, kertas saring, tisu, kertas label,
karet gelang, alumunium foil, plastik 0,8 mm, Primer ISSR, Kolkisin,
13
Faktor Kedua adalah Durasi Perendaman Kolkisin
T1 = 12 Jam
T2 = 24 Jam
T3 = 36 Jam
Pada perlakuan ini terdapat 12 kombinasi perlakuan dan masing masing
diulang sebanyak 3 kali. Jumlah keseluruhan percobaan terdiri dari 12 x 3 = 36
percobaan dengan denah pengacakan yang dilakukan adalah sebagai berikut
Sterilisasi alat seperti cawan petri, botol kultur, pinset, gunting, scalpel, mata
pisau dan peralatan lainnya di sterilkan dengan autoclave pada suhu 121º C
dengan tekanan 17,5 psi selama 2,5 jam, Botol kultur berisi media perlakuan
disterilkan dengan autoclave suhu 121º C dengan tekanan 17,5 psi selama 2,5 jam.
LAF (Laminar Air Flaw) sebelum digunakan dinyalkan sinar UV selama 90 menit
agar mikroorganisme mati untuk menghindari kontaminasi.
14
3.4.2 Pembuatan Media Pembesaran eksplan PLB
Media ½ MS yang telah dibuat diambil sejumlah volume yang sudah di
tentukan dan dimasukkan ke labu ukur. Menambahkan larutan stok zat pengatur
tumbuhan (ZPT) sebanyak 0.5 mgL -1 NAA (1- Naphtaleneacetic acid) dan 2
mgL -1 BA (Benzyl Adenin). Menimbang sukrose sebanyak 20 gL-1, kemudian
penambahan 150 mlL -1 air kelapa, semua dilarutkan dan dimasukkan ke dalam
beaker glass. Aquadest ditambahkan sampai garis tera pada beaker glass.
Kemasaman media diukur menggunakan pH meter hingga menunjukkan pada
angka 5,8. Larutan media ditambahkan gelrite sebanyak 2 gL-1 dan dimasukkan
microwave sampai mendidih. Media yang sudah mendidih di tuang ke dalam
botol kultur steril dan ditutup serta diberi label perlakuan. Kemudian disterilkan
menggunakan autoclave.
15
ammonium acetate dan 500 l cairan etanol dingin (20oC). Mengendapkan DNA
dengan membalik tabung secara perlahan atau tabung diletakkan pada -20oC
selama 1 jam setelah penambahan etanol. Setelah pengendapan, DNA dipipet
secara perlahan dalam larutan dingin. DNA yang diendapkan menempel pada
pipet berbentuk endapan kental dan bening. Untuk mencuci DNA, memindahkan
endapan ke dalam tabung yang berisi 500l etanol 70% dingin dan membalikkan
tabung secara perlahan. Selain itu, endapan dapat diisolasi dengan memutar
tabung pada 13.000 rpm selama 1 menit untuk membentuk pelet. Pindahkan
supernatan dan cuci pelet DNA dengan menambahkan etanol 70%. Setelah dicuci,
putar DNA pada pelet dengan mengsentrifugasi pada 13.000 rpm selama 1 menit.
Pindahkan semua supernatant dan biarkan pelet mengering 15 menit. Buka
kembali DNA dalam akuades 50-400 l H2O (sesuai jumlah isolasi). Sebelumnya
menambahkan RnaseA (10 g/ml) pada akuades sebelum melarutkan DNA untuk
menghilangkan RNA (10 l dalam 10 ml akuades). Setelah itu. DNA diinkubasi
pada suhu 65oC selama 20 menit untuk menghancurkan DNA apapun yang
mungkin ada dan disimpan pada suhu 4oC
3.4.6 PCR-ISSR
Pelet genom yang telah didapatkan selanjutnya dilakukan proses PCR.
Metode ini menggunakan 10 µl campuran PCR mix (5µl Master Mix, DNA
template sebanyak 2 µL, 0.5 µL primer) dan 2,5 µl ddH2O. Proses PCR terdiri
dari lima tahapan yang meliputi pra-Denaturasi dengan suhu 95oC selama 3 menit,
16
dilanjutkan dengan denaturasi dengan suhu 95oC selama 60 detik, Annealing
selama 30 detik dengan suhu yang disesuaikan dengan masing-masing primer,
extension dengan suhu 72oC selama 1 menit, dan tahapan final extension dengan
suhu 72oC dengan waktu selama 5 menit. Tahapan PCR ini dilakukan sebanyak
35 siklus dan dilajutkan dengan proses elektroforesis untuk melihat pita DNA
yang terbentuk.
Tabel 3.1 Karakteristik primer ISSR yang digunakan untuk analisis molekuler
mutan anggrek Dendrobium sp.
Annealing
Primer Total Polimorphic
No Primer Primer sequence GC% temperature
Name bands percentage
(0C)
UBC
3. (AG)8T AGAGAGAGAGAGAGAGT 47,06 50,0 7 85,71
807
UBC
4. (GA)8A GAGAGAGAGAGAGAGAA 47,06 50,0 7 85,71
812
UBC
5. (AC)8C ACACACACACACACACC 52,94 52,4 7 100
826
UBC
6. (AG)8TC AGAGAGAGAGAGAGAGTC 50 53,9 3 100
835
UBC
7. (GA)8TC GAGAGAGAGAGAGAGATC 50 53,9 8 100
841
UBC
8. (GA)8CG GAGAGAGAGAGAGAGACG 55,56 56,1 7 100
842
3.4.7 Elektroforesis
Hasil dari PCR selanjutnya dilakukan proses elektroforesis dengan
konsentrasi agarose 1% (1 gram agarose yang dilarutkan pada 100
ml buffer TAE 1x) dalam microwave selama 2 menit dan menggunakan EtBr
(Ethidium Bromide) 2,5 l, aduk hingga tecampur. Kemudian mencetak gel
selama 20 menit pada suhu ruangan dan permukaan yang datar. Memasukkan
beberapa bahan dalam lubang terpisah diantaranya 10 l 1kb ladder, 5 l sample
+ 5l air + 2l 6x muatan buffer. Proses dilanjutkan dengan running yang
17
dilakukan dengan menggunakan aliran listrik 100V selama 30 menit.
Visualisasikan gel dibawah sinar UV menggunakan Gel
Documentation System (Mayor Science Co.Ltd USA).
3. Jumlah Daun
Pengamatan ini dilakukan pada akhir kegiatan pengamatan setelah
melakukan aplikasi perlakuan pada eksplan. Pengamatan ini dilakukan dengan
cara menghitung jumlah daun yang tumbuh pada setiap perlakuannya.
4. Panjang Tunas
Pengamatan ini dilakukan pada akhir kegiatan pengamatan setelah
melakukan aplikasi perlakuan pada eksplan. Pengamatan ini dilakukan dengan
18
cara mengukur panjang tunas menggunakan penggaris pada setiap
perlakuannya.
5. Panjang Akar
Pengamatan ini dilakukan pada akhir kegiatan pengamatan setelah
melakukan aplikasi perlakuan pada eksplan. Pengamatan ini dilakukan dengan
cara mengukur panjang akar menggunakan penggaris pada setiap
perlakuannya.
19
Jaccard’s Index). Hasil akhir analisis adalah berupa dendogram dan nilai
kemiripan genetik..
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Handini, E., Aprilianti, P., dan Widiarsih, S., (2020). Peningkatan Keragaman
Grammatophyllum scriptum (L.) Blume Asal Sulawesi dengan Iridiasi
Sinar Gamma. Buletin Kebun Raya. 23(2): 136-145.
Jankowicz-Cieslak, J., Mba, C., Till, BJ., (2017). Mutagenesis for crop breeding
and functional genomics. Biotechnologies for Plant Mutation Breeding.
pp. 3–18.
Kumar, M., Chaudhary, V., Sharma, V.R., Sirohi, U., and Singh, J., (2018).
Advances in biochemical and molecular marker techniques and their
applications in genetic studies of orchid: A review. International Journal
of Chemical Studies. 6(6): 806-822.
Le, K.C., Ho, T.T., Lee, J.D., Paek, K.Y., and Park, S.Y., (2020). Cochicine
Mutagenesis from Long-term Cultured Adventitious Roots Increases
Biomass and Ginsenoside Production in Wild Ginseng (Panax ginseng
Mayer). Agronomy. 10(785): 1-16.
Lestari, E.G., (2016). Pemuliaan Tanaman Melalui Induksi Mutasi dan Kultur In
Vitro. Jakarta: IAARD Press.
Manzoor, A., Ahmad, T., Bashir, M.A., Hafiz, I.A., and Slivestri, C., (2019).
Studies on Colchicine Induced Chromosome Doubling for Enhancement of
Quality Traits in Ornamental Plants. Plants. 8:194.
Mullins, E., Bresson, J., Dalmay, T., Dewhurst, I.C., Epstein, M.M., Firbanl, L.G.,
Guerche, P., Hejatko, J., Moreno, F.J., Naegeli, H., Nogue, F., Serrano,
J.J.S., Savoini, G., Veromann, E., Veronesi, F., Casacuberta, J., Lenzi, P.,
Guajardo, I.M., Raffaello, T., and Rostoks, N., (2021). In Vivo and In
Vitro Random Mutagenesis Techniques in Plants. EFSA Journal. 19(11):
6611.
Natasaputra, L., (2016). Budi Daya Anggrek Dendrobium. Jakarta: PT Sunda
Kelapa Pustaka.
Nengsih, W.W., Syafii, M., Saputro, N.W., Sandra, E., (2022). Studi Pengaruh
Berbagai Konsentrasi Mutagen Kimia (Kolkisin) Terhadap Penampilan
Morfologi Tanaman Anggrek Kribo (Dendrobium spectible) Secara in
Vitro. Agrohita.7(1): 91-96.
Palupi, A., (2016). Morfologi dan Anatomi Tiga Varietas Bunga Anggrek
Dendrobium. Skripsi. Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Purwakasih, D.B dan Achyar, A. 2021. Primer Design and in Silico PCR for
Detection Shigella Sp. on Refilled Water Samples. Serambi Biologi. 6(1):
1-6.
Purwanto, A.W., (2016). Anggrek Budi Daya dan Perbanyakan. Yogyakarta:
LPPM UPN Veteran Yogyakarta.
Rahmah, S., Krisantini., Suwarno, W.B., (2016). Induksi Keragaman Genetik
dengan Kolkisin dan Proliferasi dengan Kitosan pada Dendrobium manni
(Ridl) dan Dendrobium mirbelianum (Gaudich). Scientific Repository.
Restanto, D. P., Santoso, B., Kriswanto, B., Supardjono, S., (2016). The
Application of Chitosan for Protocorm Like Bodies (PLB) Induction of
Orchid (Dendrobium sp) Invitro. Agriculture and agricultural science
procedia, 9: 462-468.
22
Silalahi, M dan Nisyawati., (2015). Pemanfaatan Anggrek sebagai Bahan Obat
Tradisional pada Etnis Batak Sumatera Utara. Berita Biologi. 14(2): 187-
193.
Srivastava, D., Gayatri, M.C., and Sarangi, S.K., (2018). In Vitro Mutagenesis
and Characterization of Mutants Through Morphological and Genetic
Analysis in Orchid Aerides crispa Lindl. Indian Journal of Exeperimental
Biology. 56: 385-394.
Susrama, I.G.K and Wirawan, I.G.P., (2017). Crop Improvement Through
Inducing Mutagenesis In Vivo Using Colchicine on Cowpea (Vigna
unguiculata L. Walp). International Journal of Biosciences and
Biotechnology. 4(2): 85-91.
Tantasawat, T.P., Khairum, A., Tharapreuksapong, A., Poolsawat., O and
Tantasawat, P.A., (2017). Molecular Characterization of Dendrobium
‘Earskul’ Mutants from In Vitro Selection for Black Rot Resistance.
Journal of Applied Horticulture. 19(2):130-134.
Tian, J., Chen, J., Chen, G., Wu, P., Zhang, H., & Zhao, Y. (2015). Exploration of
Molecular Markers and Creation of Molecular Breeding Elements. Genetic
Analyses of Wheat and Molecular Marker-Assisted Breeding.2:187–225.
Wages, J.M. 2005. Polymerase Chain Reaction. USA: Palmetto Consulting &
Research.
Wannajindaporn, A., Chitpan, K., and Tantasawat, P.A. (2016). Mutation
Induction of Dendrobium ‘Earskul’ Using Sodium Azide. HortScience.
51(11): 1363-1370.
Yadav, R., Gorathoki, S., Dhakal, S., Purnima, B.C., Shah, A., and Poudel, S.,
(2021). A Review On Overview Role Of Mutation in Plant Breeding.
Reviews in Food And Agriculture. 2(1): 39-42.
23