Anda di halaman 1dari 23

DETEKSI KERAGAMAN GENETIK MENGGUNAKAN

PE N A N D A M O L E K U L E R I S S R ( Inter-Simple Sequence Repeat)


PA D A A N G G R E K D E N D R O B I U M S p . H A S IL I N D U K S I
K O L K I S I N S E C A RA I N V I T R O

PROPOSAL TESIS

Oleh:

Nila Durrotun Nasihah


NIM 201520101022

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang banyak disukai
masyarakat Indonesia maupun Internasional. Tanaman anggrek memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (2020) produksi tanaman
anggrek di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2018 sebesar 24.717.840,
tahun 2019 sebesar 18.608.657 dan tahun 2020 sebesar 11.683.333. Genus
anggrek di Indonesia sangat banyak, salah satunya adalah Dendrobium. Anggrek
Dendrobium memiliki banyak keunggulan, diantaranya: 1) Sebagai bunga potong
karena kesegaran tanaman lebih tahan lama. 2) Sebagai tanaman pot didalam
maupun diluar ruangan. 3) Sebagai obat tradisional mengatasi sakit perut, hal ini
sudah dilakukan pengobatan oleh masyarakat Sumatra Utara (Silalahi dan
Nisyawati, 2015; Natasaputra, 2016; Palupi, 2017).
Berdasarkan manfaat anggrek Dendrobium tersebut, maka dibutuhkan
produksi tanaman dan jumlah keragaman yang lebih banyak. Peningkatan
keragaman dapat dilakukan dengan beberapa teknik, diantaranya: introduksi gen,
seleksi, hibridisasi, dan mutasi (Damayanti, 2021). Persilangan konvensional juga
mampu meningkatkan keragaman, namun membutuhkan waktu 3-5 tahun karena
lamanya masa juvenil yaitu antara 2-5 tahun (Burhan, 2016). Menurut penelitian
Nengsih dkk (2022) menunjukkan bahwa pemuliaan dengan cara mutasi
menggunakan kolkisin dapat meningkatkan keragaman anggrek dendrobium
karena terjadi perubahan dalam pembelahan sel dengan waktu yang singkat.
Mutasi adalah perubahan materi genetik berupa DNA maupun RNA yang
terjadi baik pada urutan gen, jenis basa nukleotidanya ataupun perubahan pada
segmen yang lebih besar yaitu pada kromosom. Mutasi buatan dilakukan dengan
dua cara yaitu kimia dan fisik. Mutasi kimia menggunakan mutagen kimia yaitu
kolkisin dan zat digitonin, sedangkan mutasi fisik menggunakan mutagen fisik
seperti sinar ultraviolet, sinar radioaktif, dan sinar gamma (Arumingtyas, 2019).
Penerapan teknik mutagenesis fisika dan kimia dalam pemuliaan mutasi terdiri
dari tiga langkah. Langkah 1 adalah induksi mutasi acak pada genom tanaman,

2
langkah 2 adalah penyaringan mutan yang diperoleh untuk mengidentifikasi
fenotipe yang diinginkan, dan terakhir, langkah 3 adalah pemilihan karakteristik
yang diinginkan (Jankowicz-Cieslak et al., 2017).
Kolkisin adalah mutagen yang bekerja dengan mencegah pembentukan
mikrotubulus dan menggandakan jumlah kromosom. Kelebihan mutasi kimia
dengan kolkisin adalah menginduksi mutasi pada tanaman dan menginduksi
poliploidi dengan mencegah pemisahan kromosom selama meiosis yang
menghasilkan setengah dari gamet (sel kelamin) yang mengandung dua kali lipat
jumlah kromosom dari biasanya (Manzoor et al., 2019). Dalam penelitian Atichart
(2013) menyatakan bahwa perlakuan induksi kolkisin yang paling efektif pada
konsentrasi 0,04% dengan durasi perendaman selama 24 jam, pada konsentrasi
dan durasi perendaman tersebut menghasilkan 84% plant like body (PLB) yang
bertahan dengan 47% anggrek tetraploid.
Identifikasi mutasi yang menyebabkan perubahan fenotipe dapat dibantu
dengan metode molekuler, seperti penanda berbasis polymerase chain reaction
(PCR) (Mullins et al., 2021). Analisis keragaman tanaman mutan yang dihasilkan
dapat dilakukan dengan menggunakan analisis molekuler. Beberapa primer yang
dapat digunakan sebagai penanda pada tanaman anggrek adalah RAPD (random
amplified polymorphic DNA), ISSR (inter-simple sequence repeat), SSR (simple
sequence repeats), dan AFLP (amplified fragment length polmorphism) (Kumar et
al., 2018).
Untuk memperkirakan variabilitas genetik di antara tanaman mutan dan
kontrol non-mutagen dapat dilakukan dengan menggunakan analisis inter-simple
sequence repeat (ISSR). Tantasawat (2017) menyatakan bahwa analisis ISSR
efisien untuk identifikasi mutan dan karakterisasi pada tanaman anggrek
Dendrobium. Tanaman mutan yang diinduksi menggunakan mutagen kimia
memiliki perbedaan secara genetik dibandingkan dengan tanaman kontrol.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan mutasi kimia menggunakan
kolkisin pada tanaman anggrek dendrobium secara in vitro kemudian hasil
keragaman genetik dianalisis menggunakan penanda ISSR.

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Berapa konsentrasi dan lama perendaman kolkisin yang optimum terhadap
pertumbuhan anggrek Dendrobium sp?
2. Bagaimana identifikasi keragaman genetik mutan anggrek Dendrobium sp.
menggunakan marker ISSR?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui konsentrasi dan lama perendaman kolkisin yang optimum
terhadap pertumbuhan anggrek Dendrobium sp.
2. Mengidentifkasi keragaman genetik mutan anggrek Dendrobium sp.
menggunakan marker ISSR.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait
keragaman genetik pada tanaman anggrek Dendrobium yang diinduksi mutasi
menggunakan kolkisin melalui analisia molekuler menggunakan marker ISSR
(inter-simple sequence repeat).

4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anggrek Dendrobium sp.


Natasaputra (2016), Tanaman anggrek Dendrobium dalam taksonomi
tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Sub Famili : Epidendroideae
Genus : Dendrobium
Berdasarkan Redaksi Agromedia (2007) dan Natasaputra (2016), Morfologi
organ tanaman anggrek dendrobium dari akar, batang, daun, bunga dan buah
adalah sebagai berikut.

2.1.1 Akar
Tanaman anggrek dendrobium memiliki dua macam akar, yaitu akar lekat
dan akar udara. Akar lekat berfungsi sebagai jangkar pada media agar tanaman
tetap pada posisinya. Sedangkan akar udara cenderung tumbuh ke segala arah
yang dapat menyerap air dan unsur hara dari udara. Akar udara pada anggrek
dendrobium memiliki klorofil pada bagian ujung atau daerah meristem sehingga
dapat berfotosintesis dan membantu mempercepat pertumbuhan anggrek
dendrobium. Selain itu, pada bagian luar akar terdapat bagian berwarna putih yang
disebut jaringan velamen, yang berfungsi sebagai kulit luar dan pelindung akar.
Velamen ini bersifat semipermeabel karena dapat menyerap dan menahan air.
Pada bagian ini juga dapat dijumpai jamur Mikoriza yang bersimbiosis dengan
tanaman anggrek dendrobium. Sebagian anggrek memiliki umbi semu pada
batang atau pangkal daun (pseudobulb). Akar anggrek dendrobium bersifat pejal,

5
sedikit berambut, dan berbentuk bulat agak pipih, lunak, mudah patah, ujungnya
meruncing, lengket, dan licin jika dipegang.
2.1.2 Batang
Morfologi batang anggrek dendrobium termasuk batang simpodial, yaitu
batang yang pertumbuhannya terbatas dan tidak memiliki batang utama. Bunga
anggrek dendrobium tipe simpodial keluar dari ujung batang dan berbunga
kembali dari anakan yang tumbuh. Batang anggrek dendrobium mengeluarkan
tangkai bunga baru dari sisi-sisi batangnya.

Gambar 2.1 Bentuk batang pada tanaman anggrek (Sumber : Purwanto, 2016)

2.1.3 Daun
Morfologi daun pada anggrek dendrobium memiliki bentuk daun yang
lebar. Bentuk daun yang lebar membuat proses fotosintesis dan transpirasi
semakin cepat. Kondisi ini membuat anggrek dendrobium menjadi lebih cepat
berbunga dibandingkan dengan anggrek yang berdaun sempit. Bentuk daun lanset
sempit/ramping dan lanset membulat. Ukuran dan ketebalan daunnya bervariasi.
Daun keluar melalui ruas-ruas batang. Pada umumnya setiap ruas terdapat satu
sampai dua helai daun. Lebar daun 2-6 cm dan panjang sekitar 12 cm. Posisi daun
berhadapan dan berpasangan.

2.1.4 Bunga
Bunga anggrek dendrobium memiliki sepal (kelopak) bunga yang terdiri
atas tiga helai, sepal dorsal (satu helai), dan sepal lateral (dua helai) yang mana

6
berbentuk segitiga, meruncing, bulat, atau lanset dengan ukuran dan warna
bervariasi. Petal (mahkota) bunga dendrobium berada didepan sepal lateral
biasanya lebih tipis dari kelopaknya dan bibirnya terbelah. Column (alat kelamin)
pada bagian ini terdapat alat kelamin jantan (pollen) dan betina (gymnostenum).
Kemudian terdapat ovari atau bakal buah. Bagian dasar bunga dendrobium bersatu
membentuk taji sebagai tempat bersatunya pangkal sepal lateral dan pangkal
column. Dendrobium memiliki kuntum bunga berjumlah banyak dalam satu
tangkai. Bunga dendrobium dapat mekar selama sekitar dua minggu hingga dua
bulan. Berikut adalah bagian-bagian bunga dan variasi bunga Dendrobium.

Gambar 2.2 Bagian-bagian Bunga anggrek Dendrobium sp. (sumber:


www.staugorchidsociety.org)

(a) (b)
Gambar 2.3 Variasi Bunga Dendrobium sp. (a) Bunga Bulat (b) Bunga Keriting
(sumber: www.erakini.com )

2.1.5 Buah
Buah anggrek dendrobium berbentuk bulat memanjang dengan bagian
tengah menggembung, panjang 3-6 cm, dan diameter 1-2 cm. Alur lekukan
memanjang (3 lekukan) dengan bagian dalam membentuk 6 bagian. Permukaan
kulit buah sebagian besar halus tanoa bulu, akan tetapi ada beberapa spesies yang

7
berbulu halus. Buah anggrek dendrobium berbentuk kapsul dan akan matang
dalam waktu 3-4 bulan setelah dibuahi. Ketika matang, bagian tengah buah
anggrek akan pecah. Buah yang dihasilkan dari perkawinan menghasilkan benih.
Benih anggrek tidak memilki cadangan makanan (endosperm), hanya terdapat
kulit benih (testa) dan embrio. Akibatnya umur hidup benih setelah terlepas dari
buah hanya sekitar 24 jam.
Perbanyakan tanaman anggrek dendrobium dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu konvensional dan kultur jaringan (in vitro). Perbanyakan konvensional
meliputi perbanyakan vegetatif dan generatif. Perbanyakan vegetatif melalui
pemisahan rumpun, pemotongan anak tanaman yang keluar dari batang, yang
kemudian ditanam pada media seperti pakis, mos serabut kelapa, arang, dan
serutan kayu yang dicampur dengan pecahan genting atau batu bata. Sedangkan
perbanyakan generatif dilakukan dengan biji. Biji anggrek dendrobium ini sangat
sulit apabila tumbuh sendiri dialam tanpa bantuan jamur yang bersimbiosis. Selain
itu, metode kultur jaringan dapat menumbuhkan jaringan-jaringan vegetatif (akar,
daun, batang, mata tunas) dan jaringan generatif (ovule, embrio, dan biji) pada
media buatan berupa cairan atau padatan secara aseptik (Azis, 2019).

2.2 Induksi Mutasi Menggunakan Kolkisin


Mutagenesis adalah induksi mutasi dengan menggunakan mutagen kimia
ataupun fisika, dilanjutkan dengan pemeliharaan sel-sel mutan dan/atau regenerasi
tanaman mutan (Zulkarnain, 2011). Menurut Durland,. et al (2021) Mutagenesis
adalah proses mengubah asam deoksiribonukleat (DNA) pada organisme dan
menyebabkan mutasi genetik. Mutasi adalah perubahan materi genetik yang
bersifat permanen dan dapat diwariskan yang menyebabkan perubahan fungsi dan
fenotipe protein. DNA terdiri dari nukleotida yang mengandung gugus fosfat, gula
deoksiribosa, dan salah satu dari empat basa nitrogen (adenin [A], guanin [G],
sitosin [C], dan timin [T]). Mutagenesis DNA terjadi secara spontan di alam atau
sebagai akibat dari mutagen (agen yang memiliki kecenderungan untuk mengubah
DNA). Selain itu, teknik genetik molekuler, seperti reaksi berantai polimerase

8
(PCR) telah merevolusi bagaimana mutasi diperoleh yang kemudian dapat
dipelajari.
Mutagenesis yang disebabkan mutagen buatan terdiri dari 2 macam yaitu
mutagen fisik dan mutagen kimia. Mutagen fisik diantaranya sinar-x, sinar
gamma, radiasi UV, partikel beta, dan neutron. Sedangkan mutagen kimia
diantaranya analog basa [5-bromo-dioksiuridin], alkilator [Etam metil sulfonat
(EMS), metan metil sulfonat (MMS), dietilsulfonat (DES)], azida, hidroksil amina
(Yadav,. et al, 2021), deaminator oksidatif [asam nitrit], dan kolkisin (Susrama,
2017).
Kolkisin adalah turunan alkaloid asam amino fenilalanin dan tirosin dari hasil
ekstraksi biji tanaman Colchicum autumnale (Le,. et al, 2020). Rumus molekul
kolkisin yaitu C22H25NO6 mempunyai berat molekul 399,437 gram/mol.

Gambar 2.4 Rumus Bangun Kolkisin (Sumber: Eigsti dan Dustin, 1957)

Penggunaan kolkisin dalam pemuliaan mutasi yaitu menggandakan jumlah


kromosom pada sel tanaman diikuti dengan pembelahan mitosis dan pembentukan
jaringan poliploidi dengan cara pasta kolkisin dioleskan pada titik tumbuh bibit,
atau dengan cara perendaman bibit pada larutan kolkisin dalam periode waktu
tertentu secara in vivo maupun in vitro. Kolkisin mengganggu pembentukan
serabut gelondong dan pemisahan kromosom pada anafase dari mitosis
menyebabkan penggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel, sehingga
jumlah kromosom meningkat (Crowder, 2015).
Menurut Hailu et al (2021) Kolkisin mengganggu proses pembelahan sel,
sehingga terjadi penggandaan kromosom pada sel mitosis dengan mengikat kedua
mikrotubulus ke ujung yang menyebabkan gangguan polimerisasi mikrotubulus.

9
Benang spindel yang digunakan untuk menarik kromatid sister ke kutub sel yang
berlawanan tidak bekerja, sehingga proses mitosis terganggu. Gangguan ini
mengakibatkan replikasi DNA tanpa pembelahan sel.
Pada penelitian induksi mutasi, kultur in vitro sangat diperlukan untuk
penyediaan eksplan seperti kalus, tunas pucuk atau embrio somatic serta untuk
skrining atau seleksi dan memperbanyak materi hasil mutasi. Keberhasilan
pemuliaan melalui mutasi tergantung pada kemampuan regenerasi tanaman serta
efisiensi dalam seleksi hasil mutasi. Induksi mutasi dikombinasikan dengan kultur
in vitro terbukti efektif dan memberikan keuntungan untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang terjadi pada pemuliaan secara konvensioanal (Lestari dan
Gati, 2016).
Pemuliaan tanaman dengan induksi mutasi secara in vitro mempunyai
kelebihan yaitu untuk mendapatkan penggandaan kromosom dengan bahan kimia
kemudian diregenerasikan (Dewanti, 2018).

(a) (b)
Gambar 2.5 Perbedaan antara (a) planlet kontrol dengan (b) planlet perlakuan
kolkisin (sumber: Bawonoadi, 2016)

Hasil penelitian Rahmah dkk (2016) menyatakan bahwa induksi mutasi


menggunakan kolkisin berhasil menghasilkan keragaman tanaman anggrek
Dendrobium dari tingkat morfologi, anatomi stomata, dan sitologi kloroplas yaitu
36 mutan D. mannii dan 39 mutan D. Mirbelianum.

10
2.3 Analisis Molekuler
Analisis molekuler dapat dilakukan dengan teknologi PCR (Polymerase
Chain Reaction). PCR adalah teknik yang digunakan untuk mengamplifikasi
fragmen DNA secara eksponensial. Sensitivitasnya terbatas pada satu molekul,
menjadikan PCR sebagai alat kualitatif yang sangat baik untuk mendeteksi
sekuens spesifik pada DNA langka.

Sejak tahun 1985, PCR telah berkembang menjadi berbagai metode yang
digunakan hampir secara universal dalam penelitian biologi dasar, bioteknologi,
penelitian klinis, diagnostik klinis, forensik, teknologi pangan, pengujian
lingkungan, arkeologi, dan antropologi (Wages et al., 2005). Tahapan dalam PCR
ada tiga yaitu denaturation, annealing and extension (Borah, 2011). Primer
merupakan potongan pendek DNA untai tunggal yang komplemen dengan urutan
gen target (Purwakasih, 2021). Beberapa primer yang dapat digunakan sebagai
penanda pada tanaman anggrek antara lain:

1) RAPD (random amplified polymorphic DNA), dalam primer ini Polimorfisme


dideteksi hanya sebagai ada atau tidak adanya pita dengan berat molekul
tertentu, tanpa informasi tentang heterozigositas.

2) ISSR (inter-simple sequence repeat), penanda ini biasanya menunjukkan


polimorfisme yang tinggi, meskipun tingkat polimorfisme telah terbukti
bervariasi dengan metode deteksi yang digunakan.

3) SSR (simple sequence repeats), teknik ini dapat digunakan untuk pembuatan
profil DNA dan analisis keragaman.

4) AFLP (amplified fragment length polmorphism), merupakan sistem berbasis


PCR multipleks tinggi yang memiliki potensi untuk menghasilkan sejumlah
besar lokus polimorfik (Kumar et al., 2018).
Diantara penanda diatas, penanda ISSR merupakan metode untuk identifikasi
polimorfisme DNA pada genom dengan lebih cepat dan efisien, serta metode ini
cocok untuk analisis keanekaragaman genetic. Penanda ISSR (inter-simple
sequence repeat polymorphic DNA) dikembangkan dari penanda SSR, dan

11
menggunakan primer dari wilayah SSR terdekat untuk mengamplifikasi sekuens
tunggal yang disalin antar wilayah, diikuti dengan deteksi polimorfisme dengan
elektroforesis. Primer penanda ISSR adalah primer acak, yang bergantung pada
motif dua, tiga, atau empat nukleotida dengan waktu ulangan yang berbeda dan
beberapa nukleotida membentuk jangkar yang tidak berulang. Primer ISSR bisa
seperti (AC)nX, (TG)nX, (ATG)nX, (CTC)nX, atau (GAA)nX, di mana X adalah
singkatan dari nukleotida berbentuk jangkar yang tidak berulang. Hal ini
menggunakan teknik dan teknologi yang sederhana dan tidak ada pelabelan
isotop. ISSR dapat digunakan pada spesies yang banyak pengulangan (Tian et al.,
2015).
Hasil penelitian Damarathna et al., (2018) menunjukkan bahwa penanda
ISSR telah berhasil digunakan untuk sidik jari dan menilai sejauh mana variasi
genetik antara kultivar Dendrobium. Kelebihan penanda ISSR adalah alat
molekuler yang berguna, cepat dan murah untuk memecahkan masalah
identifikasi morfologi dan karakterisasi kultivar genus Dendrobium.

2.4 Hipotesis
1 Diperoleh nilai konsentrasi dan lama perendaman kolkisin yang terbaik
terhadap pertumbuhan anggrek Dendrobium sp.
2 Terdapat keragaman genetik mutan anggrek Dendrobium sp. dengan
menggunakan marker ISSR.

12
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi
Teknologi-CDAST Universitas Jember. Penelitian dilaksanakan dimulai pada
bulan Januari hingga Mei 2022.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, karet gelang,
plastik, tisu, hand sprayer, hotplate stirrer, petridish, beaker glass, tissue, plastik
wrap, timbangan analitik, labu ukur, botol kultur, cawan petri, pinset, skalpel,
mata pisau, bunsen, autoclave, laminar air flow (LAF), kertas pH, ATK, kamera,
dan seperangkat alat PCR.

3.2.2 Bahan
Bahan tanaman (eksplan) yang digunakan adalah PLB (Protocorm Like
Bodies) anggrek Dendrobium sp,. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan
stok sesuai komposisi media dasar Murashige dan Skoog (MS), NAA (1-
Naphtaleneacetic acid) dan BA (Benzyl Adenin), sukrosa, air kelapa, pemadat
media (agar-agar), akuades, alkohol 70%, spritus, kertas saring, tisu, kertas label,
karet gelang, alumunium foil, plastik 0,8 mm, Primer ISSR, Kolkisin,

3.3 Rancangan Percobaan


Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Faktorial terdiri dari 2 faktor perlakuan dengan 4 taraf perlakuan untuk faktor 1
dan 3 taraf untuk faktor 2. Berikut perlakuan dalam penelitian ini :
Faktor Pertama adalah Konsentrasi Kolkisin
K0 = 0% K2 = 0,04%
K1 = 0,02% K3 = 0,06%

13
Faktor Kedua adalah Durasi Perendaman Kolkisin
T1 = 12 Jam
T2 = 24 Jam
T3 = 36 Jam
Pada perlakuan ini terdapat 12 kombinasi perlakuan dan masing masing
diulang sebanyak 3 kali. Jumlah keseluruhan percobaan terdiri dari 12 x 3 = 36
percobaan dengan denah pengacakan yang dilakukan adalah sebagai berikut

K1T1U3 K0T2U3 K1T2U3


K0T1U3 K0T2U2 K0T3U2
K3T3U2 K0T1U2 K3T2U3
K1T3U2 K2T1U3 K0T2U1
K3T1U1 K3T1U3 K2T2U3
K1T1U1 K1T2U2 K3T3U1
K2T2U1 K3T2U1 K2T1U2
K1T1U2 K2T3U2 K2T1U1
K0T3U3 K1T3U3 K2T3U3
K3T3U3 K3T1U2 K1T3U1
K2T3U1 K2T2U2 K0T3U1
K0T1U1 K1T2U1 K3T2U2

3.4 Pelaksanaan Penelitian


3.4.1 Sterilisasi

Sterilisasi alat seperti cawan petri, botol kultur, pinset, gunting, scalpel, mata
pisau dan peralatan lainnya di sterilkan dengan autoclave pada suhu 121º C
dengan tekanan 17,5 psi selama 2,5 jam, Botol kultur berisi media perlakuan
disterilkan dengan autoclave suhu 121º C dengan tekanan 17,5 psi selama 2,5 jam.
LAF (Laminar Air Flaw) sebelum digunakan dinyalkan sinar UV selama 90 menit
agar mikroorganisme mati untuk menghindari kontaminasi.

14
3.4.2 Pembuatan Media Pembesaran eksplan PLB
Media ½ MS yang telah dibuat diambil sejumlah volume yang sudah di
tentukan dan dimasukkan ke labu ukur. Menambahkan larutan stok zat pengatur
tumbuhan (ZPT) sebanyak 0.5 mgL -1 NAA (1- Naphtaleneacetic acid) dan 2
mgL -1 BA (Benzyl Adenin). Menimbang sukrose sebanyak 20 gL-1, kemudian
penambahan 150 mlL -1 air kelapa, semua dilarutkan dan dimasukkan ke dalam
beaker glass. Aquadest ditambahkan sampai garis tera pada beaker glass.
Kemasaman media diukur menggunakan pH meter hingga menunjukkan pada
angka 5,8. Larutan media ditambahkan gelrite sebanyak 2 gL-1 dan dimasukkan
microwave sampai mendidih. Media yang sudah mendidih di tuang ke dalam
botol kultur steril dan ditutup serta diberi label perlakuan. Kemudian disterilkan
menggunakan autoclave.

3.4.3 Induksi Mutasi


Induksi mutasi dilakukan dengan merendam PLB dalam larutan kolkisin +
aquadest sesuai perlakuan. Kolkisin disterilkan dengan srynge filter berdiameter
0,20 µm. PLB diinkubasi pada 25° C dengan pengocokan pada 80 rpm dengan
waktu perendaman sesuai perlakuan (dimodifikasi dari Atichart dan Bunnag,
2007).

3.4.4 Ekstraksi DNA


Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggerus sampel daun sebanyak 0,2 gr
dengan Nitrogen Cair (N2). Setelah itu memindahkan daun yang telah hancur ke
dalam mikrotube dan ditambahkan 500 µl buffer CTAB (1M Tris-Cl pH 8.0,
0,5M EDTA pH 8.0, 5M NaCl, 2 gr CTAB, dan 10% PVP (polivinil pirolidon ),
lalu melakukan inkubasi pada suhu 55oC selama 15 menit. Mensentrifugasi
dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit dengan suhu 4oC. Memindahkan
supernatan ke dalam tabung baru dan menambahkan 250 µl (kloroform : Iso Amyl
Alcohol = 24:1), selanjutnya dikocok perlahan, lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 13.000 rpm selama 1 menit, lalu pindahkan supernatan atau air pada
bagian atas (DNA) ke tabung bersih. Setiap tabung ditambahkan 50l 7,5M

15
ammonium acetate dan 500 l cairan etanol dingin (20oC). Mengendapkan DNA
dengan membalik tabung secara perlahan atau tabung diletakkan pada -20oC
selama 1 jam setelah penambahan etanol. Setelah pengendapan, DNA dipipet
secara perlahan dalam larutan dingin. DNA yang diendapkan menempel pada
pipet berbentuk endapan kental dan bening. Untuk mencuci DNA, memindahkan
endapan ke dalam tabung yang berisi 500l etanol 70% dingin dan membalikkan
tabung secara perlahan. Selain itu, endapan dapat diisolasi dengan memutar
tabung pada 13.000 rpm selama 1 menit untuk membentuk pelet. Pindahkan
supernatan dan cuci pelet DNA dengan menambahkan etanol 70%. Setelah dicuci,
putar DNA pada pelet dengan mengsentrifugasi pada 13.000 rpm selama 1 menit.
Pindahkan semua supernatant dan biarkan pelet mengering  15 menit. Buka
kembali DNA dalam akuades 50-400 l H2O (sesuai jumlah isolasi). Sebelumnya
menambahkan RnaseA (10 g/ml) pada akuades sebelum melarutkan DNA untuk
menghilangkan RNA (10 l dalam 10 ml akuades). Setelah itu. DNA diinkubasi
pada suhu 65oC selama 20 menit untuk menghancurkan DNA apapun yang
mungkin ada dan disimpan pada suhu 4oC

3.4.5 Pengenceran Konsentrasi DNA


Hasil ekstrasi DNA yang telah diukur kemurnian dan konsentrasinya,
selanjutnya dilakukan proses pengenceran agar didapatkan konsentrasi yang
seragam untuk selanjutnya digunakan untuk PCR (Polymerase Chain Reaction).
Konsentrasi yang digunakan adalah 300 ng/µl. Adapun rumus yang digunakan
untuk membuat konsentrasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

Pengenceran = X Volume yang dibutuhkan

3.4.6 PCR-ISSR
Pelet genom yang telah didapatkan selanjutnya dilakukan proses PCR.
Metode ini menggunakan 10 µl campuran PCR mix (5µl Master Mix, DNA
template sebanyak 2 µL, 0.5 µL primer) dan 2,5 µl ddH2O. Proses PCR terdiri
dari lima tahapan yang meliputi pra-Denaturasi dengan suhu 95oC selama 3 menit,

16
dilanjutkan dengan denaturasi dengan suhu 95oC selama 60 detik, Annealing
selama 30 detik dengan suhu yang disesuaikan dengan masing-masing primer,
extension dengan suhu 72oC selama 1 menit, dan tahapan final extension dengan
suhu 72oC dengan waktu selama 5 menit. Tahapan PCR ini dilakukan sebanyak
35 siklus dan dilajutkan dengan proses elektroforesis untuk melihat pita DNA
yang terbentuk.
Tabel 3.1 Karakteristik primer ISSR yang digunakan untuk analisis molekuler
mutan anggrek Dendrobium sp.
Annealing
Primer Total Polimorphic
No Primer Primer sequence GC% temperature
Name bands percentage
(0C)

1. 12 (AC)8AT ACACACACACACACACAT 44,44 51,6 8 100

2. 155 (TG)8GG TGTGTGTGTGTGTGTGGG 55,56 56,1 8 100

UBC
3. (AG)8T AGAGAGAGAGAGAGAGT 47,06 50,0 7 85,71
807
UBC
4. (GA)8A GAGAGAGAGAGAGAGAA 47,06 50,0 7 85,71
812
UBC
5. (AC)8C ACACACACACACACACC 52,94 52,4 7 100
826
UBC
6. (AG)8TC AGAGAGAGAGAGAGAGTC 50 53,9 3 100
835
UBC
7. (GA)8TC GAGAGAGAGAGAGAGATC 50 53,9 8 100
841
UBC
8. (GA)8CG GAGAGAGAGAGAGAGACG 55,56 56,1 7 100
842

Sumber: Dharmarathna et al (2018)

3.4.7 Elektroforesis
Hasil dari PCR selanjutnya dilakukan proses elektroforesis dengan
konsentrasi agarose 1% (1 gram agarose yang dilarutkan pada 100
ml buffer TAE 1x) dalam microwave selama  2 menit dan menggunakan EtBr
(Ethidium Bromide) 2,5 l, aduk hingga tecampur. Kemudian mencetak gel
selama 20 menit pada suhu ruangan dan permukaan yang datar. Memasukkan
beberapa bahan dalam lubang terpisah diantaranya 10 l 1kb ladder, 5 l sample
+ 5l air + 2l 6x muatan buffer. Proses dilanjutkan dengan running yang

17
dilakukan dengan menggunakan aliran listrik 100V selama 30 menit.
Visualisasikan gel dibawah sinar UV menggunakan Gel
Documentation System (Mayor Science Co.Ltd USA).

3.5 Variabel Pengamatan


Penelitian kali ini memiliki variabel pengamatan untuk mengetahui
konsentrasi dan lama perendaman kolkisin yang telah diaplikasikan untuk
menginduksi mutasi Anggrek Dendrobium sp. Variabel pengamatan pada induksi
mutasi yang menggunakan kolkisin yaitu sebagai berikut :

1. Persentase hidup anggrek mutan Dendrobium sp.


Pengamatan dilakukan secara berkala 1 minggu sekali setelah
melakukan aplikasi perlakuan pada eksplan dan pada akhir pengamatan.
Persentase hidup dapat dihitung menggunakan rumus:

Persentase hidup (%) =

2. Lethal Day 50 (LD50)

Penentuan dosis LD50 menggunakan perangkat lunak Curve Fit


Expert Analysis yang mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Rahman dan Aisyah (2018). Nilai LD50 ditentukan berdasarkan persentasi
tanaman hidup pada tiap taraf dosis iradiasi.

3. Jumlah Daun
Pengamatan ini dilakukan pada akhir kegiatan pengamatan setelah
melakukan aplikasi perlakuan pada eksplan. Pengamatan ini dilakukan dengan
cara menghitung jumlah daun yang tumbuh pada setiap perlakuannya.

4. Panjang Tunas
Pengamatan ini dilakukan pada akhir kegiatan pengamatan setelah
melakukan aplikasi perlakuan pada eksplan. Pengamatan ini dilakukan dengan

18
cara mengukur panjang tunas menggunakan penggaris pada setiap
perlakuannya.

5. Panjang Akar
Pengamatan ini dilakukan pada akhir kegiatan pengamatan setelah
melakukan aplikasi perlakuan pada eksplan. Pengamatan ini dilakukan dengan
cara mengukur panjang akar menggunakan penggaris pada setiap
perlakuannya.

6. Keragaman Genetik menggunakan marker ISSR


Pengamatan ini dilakukan pada akhir kegiatan pengamatan setelah
melakukan aplikasi perlakuan pada eksplan. Pengamatan ini dilakukan dengan
mengambil setiap daun pada tanaman mutan yang hidup, kemudian dianalisa
menggunakan PCR dengan marker ISSR sesuai prosedur yang telah dijelaskan.

3.6 Analisis Data


Analisis yang digunakan untuk parameter morfologi menggunakan
Analysis of Variant (ANOVA) sehingga dapat diketahui perbedaan rata rata antar
populasi secara keseluruhan. Perbedaan dapat dilihat pada F hitung dan F tabel.
Ketika uji ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan, akan diuji lanjut
dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf
kepercayaan P < 0,05. Analisis lanjutan dengan menggunakan DMRT bertujuan
untuk mengetahui interaksi pada seluruh kombinasi perlakuan.
Sedangkan analisis molekuler adalah nalisis data
deskriptif kualitatif berupa data skor hasil dari visualisasi DNA di bawah sinar
UV-Transluminator. Setiap fragmen DNA dianalisis berdasarkan ada tidaknya
pita pada posisi fragmen tertentu pada gel. Fragmen DNA dianalisis dengan skor
1 jika terdapat pita dan diberi skor 0 jika tidak terdapat pita DNA. Selanjutnya
cluster DNA dianalisis dengan menggunakan program NTSYSpc (Numerical
Taxonomi and Multivariate Analisis System) dengan metode UPGMA (Unweght
Pair Group method Arithmetic) fungsi SIMQUAL (Similarity Qunatitative

19
Jaccard’s Index). Hasil akhir analisis adalah berupa dendogram dan nilai
kemiripan genetik..

20
DAFTAR PUSTAKA

Arumingtyas, E.L., (2019). Mutasi, Prinsip Dasar, dan Konsekuensi. Malang: UB


Press.
Atichart, P., (2013). Polyploidi Induction by Colchicine Trearments and Plant
Regeneration of Dendrobium chrysotoxum. Thai Journal of Agricultural
Science. 46(1): 59-63.
Badan Pusat Statistik., (2020). Produksi Tanaman Florikultura (Hias).
https://www.bps.go.id/indicator/55/64/1/produksi-tanaman-florikultura-
hias-.html diakses [12 Januari 2022].
Bawonoadi, G., Wiendi, N.M.A., dan Krisantini., (2017). In Vitro Proliferation of
Cholchicine Induced Plb Mutant of Dendrobium lasianthera by Benzyl
Adenin Addition. Bul. Agrohorti. 5(2): 146-156..
Borah, P. 2011. Primer Designing for PCR. Science Vision. 11(3): 134-136.
Burhan, B., (2016). Pengaruh Jenis Pupuk dan Konsentrasi Benzyladenin (BA)
Terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Anggrek Dendrobium Hibrida.
Terapan. 16(3): 194-204.
Crowder, L.V., (2015). Genetika Tumbuhan. Penerjemah: Kusdiarti, L.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Damayanti, F., (2021). Potensi Pemuliaan Mutasi Radiasi sebagai Upaya
Peningkatan Variasi Genetik pada Tanaman Hias. Edubiologia 1(2): 78-
84.
Dewanti, P., (2018). Teknik Kultur Jaringan Tanaman: Prinsip Umum dan
Metode Aplikasi di Bidang Bioteknologi Pertanian. Jember: UNEJ Press.
Dewanti, P., Usmadi., Magfiroh, I.S., Sugiharto, B., dan Widuri, L.I., (2022).
Training of Orchid Cultivation for Enhancing The Entrepreneurial Spirit of
Orchid Lovers Community in Jember Regency. Jurnal Panrita Abdi. 6(1):
71-80
Dharmarathna, T.T.D., Herath, H.M.D.A.K., Weerasinghe, P.A., Herath,
H.M.V.G., (2018). Inter Simple Sequence Repeat Markers for Analysis of
Molecular Diversity and Genetic Structure of Eighteen Dendrobium
Cultivars in Sri Lanka. International Journal for Innovation Education and
Research. 6(03): 91-102.
Dharmarathna, T.T.D., Herath, H.M.D.A.K., Weerasinghe, P.A., Herath,
H.M.V.G., (2018). Inter Simple Sequence Repeat Markers for Analysis of
Molecular Diversity and Genetic Structure of Eighteen Dendrobium
Cultivars in Sri Lanka. International Journal for Innovation Education and
Research. 6(03): 91-102.
Durland, J and Moghadam, H.A., (2021). Genetics Mutagenesis.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560519/ [diakses pada 26
Januari 2022].
Hailu, M.G., Mawcha, K.T., Nshimiyimana, S., Suharsono, A., (2021). Garlic
Micro-propagation and Polyploidy Induction In Vitro by Colchicine. Plant
Breed Biotech. 9(1). 1-19.

21
Handini, E., Aprilianti, P., dan Widiarsih, S., (2020). Peningkatan Keragaman
Grammatophyllum scriptum (L.) Blume Asal Sulawesi dengan Iridiasi
Sinar Gamma. Buletin Kebun Raya. 23(2): 136-145.
Jankowicz-Cieslak, J., Mba, C., Till, BJ., (2017). Mutagenesis for crop breeding
and functional genomics. Biotechnologies for Plant Mutation Breeding.
pp. 3–18.
Kumar, M., Chaudhary, V., Sharma, V.R., Sirohi, U., and Singh, J., (2018).
Advances in biochemical and molecular marker techniques and their
applications in genetic studies of orchid: A review. International Journal
of Chemical Studies. 6(6): 806-822.
Le, K.C., Ho, T.T., Lee, J.D., Paek, K.Y., and Park, S.Y., (2020). Cochicine
Mutagenesis from Long-term Cultured Adventitious Roots Increases
Biomass and Ginsenoside Production in Wild Ginseng (Panax ginseng
Mayer). Agronomy. 10(785): 1-16.
Lestari, E.G., (2016). Pemuliaan Tanaman Melalui Induksi Mutasi dan Kultur In
Vitro. Jakarta: IAARD Press.
Manzoor, A., Ahmad, T., Bashir, M.A., Hafiz, I.A., and Slivestri, C., (2019).
Studies on Colchicine Induced Chromosome Doubling for Enhancement of
Quality Traits in Ornamental Plants. Plants. 8:194.
Mullins, E., Bresson, J., Dalmay, T., Dewhurst, I.C., Epstein, M.M., Firbanl, L.G.,
Guerche, P., Hejatko, J., Moreno, F.J., Naegeli, H., Nogue, F., Serrano,
J.J.S., Savoini, G., Veromann, E., Veronesi, F., Casacuberta, J., Lenzi, P.,
Guajardo, I.M., Raffaello, T., and Rostoks, N., (2021). In Vivo and In
Vitro Random Mutagenesis Techniques in Plants. EFSA Journal. 19(11):
6611.
Natasaputra, L., (2016). Budi Daya Anggrek Dendrobium. Jakarta: PT Sunda
Kelapa Pustaka.
Nengsih, W.W., Syafii, M., Saputro, N.W., Sandra, E., (2022). Studi Pengaruh
Berbagai Konsentrasi Mutagen Kimia (Kolkisin) Terhadap Penampilan
Morfologi Tanaman Anggrek Kribo (Dendrobium spectible) Secara in
Vitro. Agrohita.7(1): 91-96.
Palupi, A., (2016). Morfologi dan Anatomi Tiga Varietas Bunga Anggrek
Dendrobium. Skripsi. Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Purwakasih, D.B dan Achyar, A. 2021. Primer Design and in Silico PCR for
Detection Shigella Sp. on Refilled Water Samples. Serambi Biologi. 6(1):
1-6.
Purwanto, A.W., (2016). Anggrek Budi Daya dan Perbanyakan. Yogyakarta:
LPPM UPN Veteran Yogyakarta.
Rahmah, S., Krisantini., Suwarno, W.B., (2016). Induksi Keragaman Genetik
dengan Kolkisin dan Proliferasi dengan Kitosan pada Dendrobium manni
(Ridl) dan Dendrobium mirbelianum (Gaudich). Scientific Repository.
Restanto, D. P., Santoso, B., Kriswanto, B., Supardjono, S., (2016). The
Application of Chitosan for Protocorm Like Bodies (PLB) Induction of
Orchid (Dendrobium sp) Invitro. Agriculture and agricultural science
procedia, 9: 462-468.

22
Silalahi, M dan Nisyawati., (2015). Pemanfaatan Anggrek sebagai Bahan Obat
Tradisional pada Etnis Batak Sumatera Utara. Berita Biologi. 14(2): 187-
193.
Srivastava, D., Gayatri, M.C., and Sarangi, S.K., (2018). In Vitro Mutagenesis
and Characterization of Mutants Through Morphological and Genetic
Analysis in Orchid Aerides crispa Lindl. Indian Journal of Exeperimental
Biology. 56: 385-394.
Susrama, I.G.K and Wirawan, I.G.P., (2017). Crop Improvement Through
Inducing Mutagenesis In Vivo Using Colchicine on Cowpea (Vigna
unguiculata L. Walp). International Journal of Biosciences and
Biotechnology. 4(2): 85-91.
Tantasawat, T.P., Khairum, A., Tharapreuksapong, A., Poolsawat., O and
Tantasawat, P.A., (2017). Molecular Characterization of Dendrobium
‘Earskul’ Mutants from In Vitro Selection for Black Rot Resistance.
Journal of Applied Horticulture. 19(2):130-134.
Tian, J., Chen, J., Chen, G., Wu, P., Zhang, H., & Zhao, Y. (2015). Exploration of
Molecular Markers and Creation of Molecular Breeding Elements. Genetic
Analyses of Wheat and Molecular Marker-Assisted Breeding.2:187–225.
Wages, J.M. 2005. Polymerase Chain Reaction. USA: Palmetto Consulting &
Research.
Wannajindaporn, A., Chitpan, K., and Tantasawat, P.A. (2016). Mutation
Induction of Dendrobium ‘Earskul’ Using Sodium Azide. HortScience.
51(11): 1363-1370.
Yadav, R., Gorathoki, S., Dhakal, S., Purnima, B.C., Shah, A., and Poudel, S.,
(2021). A Review On Overview Role Of Mutation in Plant Breeding.
Reviews in Food And Agriculture. 2(1): 39-42.

23

Anda mungkin juga menyukai