Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tanaman Anggrek

Tanaman Anggrek Merupakan famili dari Orchidaceae yang memiliki kurang

lebih 25000 – 30000 spesies (Tuhuteru et al., 2012). Tanaman Angggrek memiliki

bentuk dan warna khas dan unik. Dikarenakan hal tersebut menjadikan tanaman

Anggrek sebagai salah satu tumbuhan bunga populer yang banyak berasal dari

Indonesia (Wulanesa, 2017) dan peminat tanaman anggrek pun sangat banyak karena

bentuk, warna bunga yang beragam (Darmono, 2007).

Tanaman Anggrek sendiri mempunyai cara tumbuh, bentuknya, ukurannya,

warna bunga berbeda antargenus, antarspesies, serta antarvarietas. Variasi tersebut

timbul karena adanya perbedaan tempat asal tumbuhnya. Anggrek sering bergantung

pada tanaman lain untuk hidup dan berkembang. Lebih dari 70% dari semua spesies

anggrek adalah epifit. Sebagian besar keragamannya terpusat di kawasan tropis dan

subtropis (Isnaini et al., 2015).

7
8

2.2 Tinjauan Tanaman Dendrobium anosmum var gigantea

2.2.1 Morfologi Dendrobium anosmum var gigantea

Dendrobium anosmum Lindl. merupakan jenis Dendrobium dengan salah satu

ciri umbi semu berdaging dan bunganya muncul dari batang yang tua dan tidak

berdaun. Dendrobium anosmum ditinjau dari nama jenisnya ”anosmum” yang berarti

harum menunjukkan bahwa anggrek ini memiliki bunga yang beraroma. Dendrobium

anosmum adalah epifit yang menempel pada batang atau cabang batang. Bunganya

tersusun dalam tandan dengan kuntum bunga mencapai puluhan dan menjuntai ke

bawah. Bunga pada anggrek jenis ini berukuran 8-10 cm, kelopak bunga berwarna

merah muda hingga berwarna ungu. Bunganya memiliki aroma yang sangat kuat,

buahnya seperti buah strawberi (Yulia, 2008).

2.2.2 Persebaran Dendrobium anosmum var gigantea

Persebaran anggrek ini meliputi India, Semenanjung Malaya, Indochina,

Indonesia, Piliphina dan Papua Nugini. Di Indonesia, koleksi anggrek Dendrobium

anosmum terdapat di Kebun Raya Purwodadi yaitu Jawa Timur, Kalimantan Timur,

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua (Tuhuteru et al., 2012).
9

2.2.3 Klasifikasi Dendrobium anosmum gigantea

Kedudukan anggrek Dendrobium dalam klasifikasi tumbuhan menurut Mahyar

dan Asep (2003) sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Orchidales

Family : Orchidaceae

Genus : Dendrobium

Spesies : Dendrobium anosmum

Gambar 2.1 Dendrobium anosmum gigantea (Darmono, 2007)


10

2.2.4 Kandungan serta Manfaat dari Dendrobium anosmum gigantea

China menggunakan jenis Dendrobium sebagai obat herbal (Zhao et al., 2007).

Lebih dari 60 spesies Dendrobium digunakan sebagai antioksidan, stimulasi imun, dan

antitumor di China (Zhao et al., 2007). Dendrobium sudah banyak tersebar di

Indonesia, salah satunya di Sumatera yang digunakan sebagian masyarakat sebagai

obat (Silalahi dan Nisyawati, 2015). Tanaman Anggrek juga memiliki senyawa bioaktif

berupa metabolit sekunder di antaranya flavonoid, glikosida sianogenik, tannin,

karbohidrat, dan terpenoid (Maridass et. al., 2008). Adapun senyawa metabolit yang

memberikan warna ungu terhadap tanaman ini sehingga tampak menarik yaitu senyawa

anthosianin yang merupakan senyawa dari golongan flavonoid (Mastuti, 2016)

2.3 Kultur Jaringan Tanaman

2.3.1 Defenisi Kultur Jaringan

Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi

bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril,

ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam

kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi suatu tanaman yang lengkap (Indrianto, 2002).

Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat

bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh

(sempurna) dikondisi in vitro (didalam gelas). Jadi Kultur in vitro dapat diartikan
11

sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari

kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis teknik kultur jaringan dapat

dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia,

karena berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel

memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan

berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di

mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel

tersebut, setiap sel berasal dari satu sel (Harianto, 2009).

Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai

bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu

jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya

(Pramono, 2007)

Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama

harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman

tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama

dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan

dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan

dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada

waktu dikulturkan secara in vitro (Andini, 2001).

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur

jaringan yaitu sebagai berikut yang dimulai dari Pembuatan media, Inisiasi, Sterilisasi,
12

Multiplikasi, Pengakaran, Aklimatisasi (Harianto, 2009). Adapun jenis kultur jaringan

antara lain kultur meristem, kultur protoplasma, kultur kalus, Kultur suspense, kultur

Haploid, kultur Kloroplas, kultur embrio, dan kultur polen.

2.3.2 Manfaat Kultur Jaringan Tanaman

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak

tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.

Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara

lain:

1. Mempunyai sifat yang identik dengan induknya.

2. Dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan

tempat yang luas.

3. Mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat,

kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin.

4. kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan

konvensional (Widianti, 2003).

2.3.3 Kultur Kalus

Kalus dapat diinduksi dari bermacam-macam eksplan yang mengandung sel-sel

aktif membelah (Lestari, 2011). Inisiasi pembentukan kalus dimulai dari hasil
13

pembelahan sel pada jaringan induk. Pertumbuhan kalus sendiri merupakan hasil

interaksi yang sangat komplek antara eksplan, ZPT, komposisi suatu medium dan

kondisi lingkungan yang terkontrol selama periode inkubasi. Kandungan hormone

auksin yang lebih tinggi dibandingkan dengan sitokinin akan membuat eksplan

membentuk akar sedangkan hormone sitokinin yang lebih tinggi akan menyebabkan

pembentukan tunas. Kandungan auksin dan sitokinin yang seimbang akan memberikan

eksplan membentuk kalus. Sel-sel pada kalus mengalami peningkatan aktivitas

sitoplasmik yang biasanya ditandai dengan meningkatnya respirasi dan jaringan akan

kembali ke dalam meristemik (dediferensiasi). Selama pertumbuhan kalus dapat

mengalami lignifikasi yang cukup kuat hingga menyebabkan kalus bertekstur keras dan

kompak, ada juga yang friable dan lunak sehingga mudah terpecah-pecahmenjadi

serpihan-serpihan kecil. Kalus dapat berwarna kekuningan, putih dan hijau (Lestari,

2011).

Adapun kelebihan dari kultur kalus sendiri. Kelebihan kultur kalus adalah sel-sel

kalus dapat dipisahkan dengan mudah dan diinduksi lagi untuk berdiferensiasi menjadi

embrio somatic sehingga mampu menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dan

identik seperti tanaman induknya karena kalus secara genetik memebrikan sifat

indentik dengan tanaman tetua (Lukman, 2012).


14

2.3.4 Kultur Suspensi

Kultur suspensi sel merupakan kultur yang menggunakan media cair dengan

pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau

agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus

atau jaringan meristem. Kultur suspensi sel tanaman pada umumnya digunakan untuk

penelitian biokimia dari fisiologi sel, pertumbuhan, metabolisme, fusi protoplas,

transformasi dan pada skala besar yang digunakan untuk produksi metabolit sekunder.

Untuk mendapat metabolit seskunder kultur suspensi biasanya ditumbuhkan dalam

tabung erlenmeyer yang selalu digogjok dengan mesin shaker dan dilakukan subkultur

secara teratur dengan interval waktu yang cukup pendek (antara 1-2 minggu) (Hutami,

2009).

Kultur suspensi diambil dari kalus yang telah ditumbuhkan, tetapi tidak selalu

dari kultur kalus, kultur suspense juga bias diambil dari beberapa eksplan.

Pertumbuhan dalam kultur suspensi sel lebih cepat daripada kultur kalus dan juga lebih

mudah dikontrol dengan pergantian maupun penambahan media. Adapun tujuan dari

kultur suspense antara lain adalah mikropropagasi, multiplikasi akan lebih cepat terjadi

dalam kultur suspense (Hutami, 2009).

2.4 Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang dihasilkan tumbuhan yang

tidak memiliki fungsi langsung pada fotosintesis, pertumbuhan atau respirasi, transport
15

solut, translokasi, sintesis protein, asimilasi nutrien, diferensiasi, pembentukan

karbohidrat, protein dan lipid. Metabolit sekunder yang seringkali hanya dijumpai pada

satu spesies atau sekelompok spesies berbeda dari metabolit primer (asam amino,

nukelotida, gula, lipid) yang dijumpai hampir di semua kingdom tumbuhan. (Mastuti,

2016).

Metabolit sekunder memiliki banyak manfaat dan terus menjadi kajian penelitian.

Metabolit sekunder dapat dimanfaatkan dalam bidang farmakologi (Mustarichie et al.,

2013) anatara lain sebagai antibiotik, antikanker, antioksidan, antikoagulan darah,

menghambat efek karsinogenik, selain itu metabolit sekunder juga dapat dimanfaatkan

sebagai antiagen pengendali hama yang ramah lingkungan (Samsudin & Khoiruddin,

2009).

Klasifikasi sederhana yang bias kita temukan dari metabolit sekunder meliputi

kelompok utaama antara lain, terpene (semacamnya sebagai volatil, glikosida jantung,

karotenoid dan sterol), fenolik (seperti fenolik asam, kumarin, lignan, stilbena,

flavonoid, tanin dan lignin) dan mengandung senyawa nitrogen (seperti alkaloid dan

glukosinolat).

Sejumlah pemisahan tradisional teknik dengan berbagai sistem pelarut dan Spray

reagen, telah diteliti bahwa memiliki kemampuan untuk memisahkan dan

mengidentifikasi metabolit sekunder. Struktur dan fungsi kimia yang berbeda disaring,

dipisahkan, difraksinasi, dimurnikan Kromatografi dan Penerapannya atau dianalisis


16

biasanya menggunakan berbagai adsorben dan eluen melalui kromatografi kolom (CC)

dan kromatografi lapis tipis (KLT) (Agostini-Costa et al., 2012)

2.5 Terpenoid

Terpenoid adalah keluarga produk alami terbesar dan paling beragam, mulai dari

strukturnya dari linear ke molekul polikliklik dan dalam ukuran dari hemiterpen lima

karbon ke alamikaret, yang terdiri dari ribuan unit isoprena. Semua terpen disusun oleh

unit isopren ber-C5(Mahmoud et al. 2002).

Banyak molekul yang memberikan rasa dan mengeluarkan bau aromatik, seperti

mentol, linalool, geraniol dan caryophyllene dibentuk oleh monoterpene (C10),dengan

dua unit isoprena, dan sesquiterpen (C15), dengan tiga unit isoprena. Adapaun bioaktif

lainnya berupa senyawa, seperti diterpen (C20), triterpen (C30) dan tetraterpen (C40)

menunjukkan bentuk-bentuk khusus (Agostini-Costa et al., 2012).

2.5.1 Saponin

Saponin adalah steroid dan glikosida triterpen. Keberadaan kedua elemen yaitu

larut lemak (steroid atau terpen) dan larut air (gula) di satu molekul membuat saponin

bersifat seperti sabun (berbuih setelah dikocok dengan air). Toksisitas saponin

disebabkan karena kemampuannya membentuk kompleks dengan sterol. Saponin dapat

menggangu sistem pencernaan atau merusak membran sel setelah diabsorbsi ke dalam

aliran darah (Mastuti, 2016).


17

2.6 Fenolik

Senyawa fenolik tersebar luas di alam. Struktur kimianya dapat sangat bervariasi,

termasuk fenol sederhana (C6), seperti turunan asam hidrobenzoat dan katekol, serta

polimer rantai panjang dengan berat molekul tinggi, seperti katekol melanin (C6)6,

lignin (C6-C3) dan tanin terkondensasi (C6-C3-C6) n. Stilbenes (C6-C2-C6) dan

flavonoid (C6-C3-C6) adalah senyawa fenolik dengan berat molekul menengah yang

memberikan banyak aktivitas farmakologis dan biologis. Yang termasuk dalam

flavonoid anatara lain, anthocyanin, flavonol (seperti quercetin dan myricetin),

isoflavon (seperti daidzein dan genistein) dan lainnya dibentuk oleh beberapa cabang

biosintesis yang berasal dari chalcone (Agostini-Costa et al., 2012).

2.6.1 Beberapa Fenolik Sederhana Diaktivasi Cahaya UV

Beberapa senyawa fenolik sederhana adalah (1) phenylpropanoid sederhana

seperti: trans cinnamin acid, p-coumaric acid dan derivatnya seperti cafeic acid, (2)

phenylpropanoid lactone disebut cumarin, (3) derivat asam benzoat. Salah satu

senyawa fenol sederhana adalah furanocoumarin dimana senyawa ini tosisitasnya

diaktivasi oleh cahaya. Cahaya UV A pada daerah 320 – 400 nm mengaktifkan

furanocoumarin elektron berenergi tinggi. Furanocoumarin aktif akan menyisipkan

dirinya ke ikatan gadan DNA dan terikat pada basa pirimidin siton dan timin, memblok

transkripsi selanjutnya mengarah pada kematian sel (Mastuti, 2016).


18

2.6.2 Senyawa Fenolik yang Menghambat Pertumbuhan Tumbuhan Lain

Dari bagian tumbuhan yang terurai akan mengeluarkan berbagai metabolit primer

dan sekunder ke lingkungan. Jika suatu tumbuhan dapat mereduksi pertumbuhan

tumbuhan yang ada di dekatnya maka dapat meningkatkan aksesnya terhadap cahaya,

air dan nutrien. Senyawa alelopati adalah senyawa yang dikeluarkan tumbuhan yang

berpengaruh toksik pada tumbuhan lain di sekitarnya (Mastuti, 2016).

2.6.3 Lignin

Lignin adalah bahan organik terbanyak kedua di tumbuhan setelah selulosa.

Lignin terikat secara kovalen dengan selulosa dan polisakarida lain di dinding sel

sehingga sulit diekstraksi. Lignin umumnya dibentuk dari tiga phenylpropanoid

alkohol yang berbeda, yaitu: coniferyl, coumaryl, dan sinapyl alkohol yang disintesis

dari phenylalanin melalui berbagai derivat asam sinamat. Lignin dijumpai di dinding

sel berbagai tipe jaringan pendukung yaitu trakeid dan elemen pembuluh di xilem,

terdapat pada penebalan dinding sekunder tetapi juga ada di dinding primer dan lamela

tengah berdekatan dengan selulosa dan hemiselulosa. Rigiditas lignin memperkuat

batang dan jaringan pembuluh, memungkinkan pertumbuhan ke atas dan membawa air

dan minreral di dalam jaringan xilem dibawah tekanan negatif. Selain berperan dalam

suport mekanik lignin juga berfungsi sebagai pelindung yang signifikan pada

tumbuhan. Struktur lignin yang kaku dan kuat menyebabakan lignin tidak mudah

dicerna oleh herbivora atau pathogen (Mastuti, 2016).


19

2.6.4 Flavonoid

Flavonoid adalah kelompok metabolit sekunder polifenol tumbuhan yang

menunjukkan tiga cincin umum struktur kimia (C6 – C3 – C6). Kelas utama flavonoid

adalah anthocyanin (merah menjadi ungu) pigmen, flavonol (pigmen kuning tidak

pucat), flavanol (pigmen tidak berwarna yang menjadi coklat setelah oksidasi), dan

proanthocyanidins (PAs) atau tanin terkondensasi. Senyawa ini adalah didistribusikan

secara luas dalam jumlah yang berbeda, sesuai dengan spesies tanaman, organ, tahap

perkembangan dan kondisi pertumbuhan (Debeaujon et al., 2001).

Flavonoid sendiri memiliki aktivitas farmakologi dan biologi seperti aktivitas

antioksidan, melindungi kulit dari sinar UV dan pertahanan terhadap fitopatogen

(Kitamura, 2006).

2.6.4.1 Anthosianin

Secara kimia antosianin merupakan turunan struktur aromatik tunggal, yaitu

sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin dengan penambahan atau

pengurangan gugus hidroksil, metilasi dan glikosilasi (Harborne, 2005)

Adanya berbagi faktor yang mempengaruhi warna antosianin dan kemungkinan

keberadaan karotenoid maka dapat dipahami banyaknya variasi warna bunga dan buah

yang dapat dilihat di alam. Evolusi warna bunga ini dapat disebabkan karena

terseleksinya polinator berdasarkan warna bunga yang disukai. Selain warna sebagai
20

sinyal penarik polinator bunga senyawa volatil khusunya monoterpen seringkali

menghasilkan aroma yang atraktif (Mastuti, 2016).

2.6.4.3 Flavon dan Flavonol

Dua kelompok utama flavonoid yang dijumpai di bunga adalah flavon dan

flavonol. Flavonoid jenis ini mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang yang lebih

pendek daripada yang diserap antosianin. Namun hal ini menguntungkan lebah

untukmengetahui posisi madu di bunga. Flavon dan flavonol tidak terbatas di bunga;

senyawa ini juga terdapat di daun semua tumbuhan hijau. Dua jenis flavonoid ini

melindungi sel dari radiasi UV-B yang berlebih karena senyawa ini terakumulasi di

lapisan epidermal daun dan batang dan mengabsorbsi daerah UV-B sementara panjang

gelombang yang dibutuhkan untuk fotosintesis tetap tidak terganggu (Mastuti, 2016).

2.6.4.3 Isoflavonoid

sofalvonoid adalah kelompok flavonoid dengan posisi satu cincin aromatik B

berubah. Isoflavon banyak dijumpai di legume. Isoflavon juga dikenal sebagai senyawa

fitoaleksin, senyawa antimicrobial yang disintesis sebagai respon terhadap infeksi

bakteri atau fungal untuk memcegah perluasan invasi pathogen (Mastuti, 2016).
21

2.6.5 Tanin

Polimer fenol tumbuhan yang bersifat pertahanan selain lignin adalah tanin.

Tanin dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan

tanin terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis merupakan polimer gallic dan

ellagic acid yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula, sedangkan tanin

terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon

berupa cathecin dan gallocathecin (Patra dan Saxena, 2010)

Tanin adalah toksin yang meredukasi pertumbuhan dan ketahanan herbivora.

Buah muda seringkali mengandung tanin dalam jumlah banyak yang terkonsentrasi di

lapisan sel sebelah luar (Mastuti, 2016).

2.7 Senyawa Sekunder yang Mengandung Nitrogen

2.7.1 Alkaloid

Alkaloid adalah family metabolit sekunder mengandung nitrogen yang berjumlah

lebih dari 15.000 dan dijumpai di sekitar 20% spesies tumbuhan berpembuluh. Atom

nitrogen biasanya bagian dari cincin heterosiklik, cincin yang mengandung atom

nitrogen dan karbon. Alkaloid adalah kelompok yang memiliki efek farmakologis pada

hewan vertebrata. Sebagaimana namanya, alkaloid adalah alkalin. Pada nilai pH yang

umum dijumpai di sitosol (pH 7.2) atau vakuola (pH 5-6) atom nitrogen bersifat proton,

alkaloid bermuatan positif dan umumnya larut dalam air.


22

Alkaloid disintesis dari asam amino, khususnya lisin, tirosin dan triptofan. Tetapi

kerangka karbon beberapa alkaloid mengandung komponen yang diperoleh dari

lintasan terpen. Beberapa tipe berbeda termasuk nikotin dan derivatnya diperoleh dari

ornitin, intermediet biosintesis arginin. Vitamin B12 Metabolit Sekunder dan

Pertahanan Tumbuhan nicotinic acid (niacin) adalah prekursor cincin pyridine

alkaloid; cincin pyrolidon nikotin muncul dari ornitin. Nicotinic acid juga konstituen

NAD+ dan NADP+ yang merupakan carrier electron pada metabolism (Mastuti, 2016).

2.7.2 Sianogenik Glikosida

Berbagai senyawa protektif bernitrogen selain alkaloid juga dijumpai di

tumbuhan. Dua kelompok grup ini adalah sianogenik glikosida dan glukosinolat, tidak

bersifat toksik tetapi ketika tanaman hancur akan dirombak menghasilkan racun

volatile. Sianogenik glikosida terkenal dengan gas beracun yang disebut hydrogen

sianinda (HCN). Umbi ketela pohon (manihot esculenta) mengandung sianogenik

glikosida tinggi (Mastuti, 2016).

2.8 Ekstraksi Ultrasonik

Ekstraksi merupakan suatu praktek atau kegiatan menarik kandungan kimia yang

dapat larut agar terpisah dari bahan yang tidak larut berupa pelarut cair (Depkes, 2000).

Adapun tujuan ekstrak ultrasonic ini yaitu mencari komponen kimia atau zat aktif dari
23

tanaman obat, hewan yang umumnya mengandung senyawa yang mudah larut dalam

pelarut organic (Adrian, 2000). Prinsip ekstraksi yaitu melarutkan senyawa polar pada

pelarut polar sedangkan senyawa nonpolar dengan pelarut nonpolar. Pemilihan pelarut

harus dipertimbangkan berdasarkan beberapa hal antara lain, titik didih, sifat

toksiknya, mudah tidaknya terbakar, dan mudah ditemukan (Khopkar, 2008).

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut

organic menembus dinding sel lalu masuk ke rongga sel yang mengandung zat aktif.

Zak aktif tersebut larut dalam pelarut organik di luar sel, kemudian larutan terpekat

akan berdifusi keluar sel dan proses ini diulangi sampai terjadi keseimbangan

konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel (Adrian, 2000). Difusi adalah proses

terbawanya senyawa oleh solven keluar sel (Saifudin, 2014).

Ekstraksi non konvensional yang banyak digunakan saat ini yaitu ekstraksi

dengan ultrasonic. Ultrasonik merupakan metode yang memanfaatkan efek gelombang

ultrasonic untuk mempengaruhi perubahan yang terjadi pada proses kimia. Proses

ekstraksi ultrasonic dibantu oleh getaran ultrasonic yang menghasilkan energi untuk

menumbuk dinding sel jaringan pada bahan yang diekstrak. Pori-pori tumbuhan akan

terbuka karena tumbukan tersebut sehingga komponen senyawa pada bahan akan larut

ke dalam pelarut akibat proses difusi (Novak et al., 2008). Firdaus et al (2010)

menyatakan ekstraksi sonikasi menigkatkan efektifitas ekstraksi senyawa metabolit

sekunder seperti alkaloid, flavonoid, dan polisakarida dari berbagai tanaman.


24

Ekstraksi pada penelitian ini menggunakan pelarut etanol. Penggunaan etanol

karena mempunyai titik didih yang rendah yaitu 79ºC sehingga proses pemekatan

memerlukan panas yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu beracun sehingga cenderung

aman (Sudarmadji et al., 2003).

2.9 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang belum

tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan cepat memisahkan

antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu dengan bahan alam

yang tidak memiliki kandungan fitokimia tertentu. Skrining fitokimia merupakan tahap

pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan

gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang

diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna

dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang berperan penting dalam

skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Kristianti et al.,

2008). Skrining fitokimia bertujuan memberikan gambaran tentang golongan senyawa

yang terkandung dalam tanaman daun gatal meliputi pemeriksaan alkaloid, glikosida,

steroid/triterpenoid, saponin, flavonoid, polifenol, dan tannin (Simaremare, 2014).

Skrining fitokimia merupakan analisis senyawa secara kualitatif. Analisis

kualitatif menghasilkan data kualitatif, seperti terbentuknya endapan, warna, gas

maupun non numerik lainnya. Tujuan utama analisis kualitatif adalah mengidentifikasi
25

komponen dalam zat kimia. Umumnya analisis kualitatif hanya dapat diperoleh

indikasi kasar dari komponen penyusun suatu analit. Analisis kualitatif biasanya

digunakan sebagai langkah awal untuk analisis kuantitatif. Pada berbagai cara analisis

modern, seperti cara-cara analisis spektroskopi dapat dilakukan analisis kualitatif dan

kuantitatif secara bersamaan, sehingga waktu dan biaya analisis dapat ditekan

seminimal mungkin dan perolehan hasilnya lebih akurat (Ibnu, 2004).

2.9.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk

memisahkan campuran komponen berdasarkan distribusi komponen tersebut diantara

dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak (Deisntrop, 2007). Kromatografi lapis tipis

disebut juga kromatografi planar (Day et al., 2001).

Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode analisis yang akurat, cepat dan

murah (Deinstrop, 2007). Kromatografi lapis tipis dapat memisahkan senyawa-

senyawa non polar dan konstituen yang sulit menguap selain itu dapat mendeteksi

hampir semua senyawa termasuk senyawa anorganik (Watson, 2009). Dalam

kromatografi lapis tipis (KLT), sistem pengembangan yang digunakan berdasarkan

prinsip adsorpsi desorpsi. Kromatografi adsorpsi didasarkan pada retensi zat terlarut

oleh adsorpsi permukaan.

Fase diam pada kromatografi lapis tipis (KLT) berupa padatan penyerap yang

dihasilkan pada sebuah plat datar dari gelas, plastik atau alumina sehingga membentuk
26

lapisan tipis dengan ketebalan tertentu. Fase diam atau penyerap yang bisa digunakan

sebagai pelapis plat adalah silika gel (SiO2), selulosa, alumina (Al2O3) (Day et al.,

2001) dan kieselguhr (Watson,2009). Kebanyakan penyerap yang digunakan adalah

silika gel, dimana telah tersedia plat yang siap pakai. Fase diam yang biasanya

digunakan yaitu silica gel GF 254. Maksud angka 254 ini yaitu plat akan menampakkan

noda atau bercak saat disinari dengan UV 254 nm. Silika gel GF254 artinya silica gel

yang terdapat pada plat kromatografi lapis tipis (KLT) yaitu gypsum dengan

fluoresensi pada panjang gelombang 254 nm karena adanya gugus kromofor dan

bercak atau noda akan tampak berwarna gelap sehingga dapat dihitung jarak nodanya

(Gandjar dan Rohman, 2007).

2.10 Spektrofotometri

2.10.1 Defenisi Spektrofotometri

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum

dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas

cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk

mengukur energy relatif jika energy tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau

diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan

fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara ini

diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada fotometer
27

filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek pada

panjang gelombang tertentu (Gandjar,2007).

2.10.2 Prinsip Kerja Spektrofotmetri

Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu daerah

akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya yang

diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa yang diteliti. Spektrum

elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar gamma

gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang mikro (Marzuki

Asnah, 2012)

Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar tampak umumnya

terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang lebar, semua molekul 4 dapat

menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak. Oleh karena itu mereka mengandung

electron, baik yang dipakai bersama atau tidak, yang dapat dieksitasi ke tingkat yang

lebih tinggi. Panjang gelombang pada waktu absorbsi terjadi tergantung pada

bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul. Elektron dalam satu ikatan kovalen

tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan energy tinggi, atau panjang gelombang

pendek, diperlukan eksitasinya (Wunas,2011).

Prinsip spektrofotmetri dijabarkan dalam hokum Beer-Lambert, yang

menghubungkan antara absrobansi cahaya dengan konsentrasi pada suatu bahan yang

mengabsorpsi, berdasarkan persamaan berikut: A = log (IinIout) = a x b x c. keterangan:


28

A (aborbansi), Iin(intensitas cahaya yang masuk), Iout(intensitas cahaya yang keluar),

a(tetapan absorpsivitas molar), b (tebal kuvet), c(konsentrasi pada suatu bahan yang

mengabsorpsi) (Lestari, 2010).

Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang berwarna

maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara selektif dan

radiasi sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi maksimum dari larutan berwarna

terjadi pada daerah warna yang berlawanan dengan warna yang diamati, misalnya

larutan berwarna merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah warna hijau.

Dengan kata lain warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang

diamati (Suharta, 2005).

Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini

memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Selain

itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung dicatat

oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah

diregresikan (Yahya S,2013).


29

Tabel 2.1 Spektrum Cahaya Tampak Dan Warna-warna Komplementer


Panjang Gelombang (nm) Warna Warna Komplementer
400-435 Violet Kuning-hijau
435-480 Biru Kuning
480-490 Hijau-biru Orangye
490-500 Biru-hijau Merah
500-560 Hijau Ungu
560-580 Kuning-hijau Violet
580-595 Kuning Biru
595-610 Oranye Hijau-biru
610-750 Merah Biru-hijau
(Day, dan AL. Underwood, 2002)

2.10.3 Penentuan Baku Kuersetin

Pemilihan baku kuersetin untuk menentukan kadar total flavonoid dikarenakan

kuersetin merupakan senyawa flavonoid golongan aglikon flavonol. Kuersetin

mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, antiinflamasi, antiplatelet, antineoplastic,

antiviral, dan antihistamin (Susan, 2003).

Sutrktur Flavonol Struktur Kuersetin


Gambar 2.2 Struktur Senyawa Flavonol dan kuersetin

Anda mungkin juga menyukai