Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Sterilisasi Eksplan dan Kultur Kalus Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) dan
Umbi Wortel (Daucus carota).

B. Latar Belakang
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu spesies
tanaman obat yang digunakan sebagai antibakteri, analgesic, anti-kongestif,
sedative dan aktivitas intektisida (Ika dkk., 2013). Wortel (Daucus carota L.)
mengandung beta karoten yang memiliki manfaat sebagai anti oksidan yang
menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Beta karoten juga dapat
mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak
tidak jenuh ganda dari proses oksidasi (Rusdianto dan Ari, 2012).
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous (tidak berbentuk atau
belum terdiferensiasi) dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus-
menerus secara in vitro (Rusdianto dan Ari, 2012). Kalus dapat terbentuk
melalui eksplan yang diambil dari salah satu bagian tumbuhan yang bersifat
meristematis dan parenkimatis. Kalus mengkudu mengandung lebih banyak
metabolit sekunder dari golongan alkaloid, yang merupakan salah satu
kelompok metabolit sekunder tumbuhan yang diteliti untuk pengadaan bahan
baku obat (Ika dkk., 2013).
Praktikum sterilisasi eksplan dan kultur kalus eksplan daun mengkudu
dan umbi wortel dilakukan dengan sterilisasi terlebih dahulu eksplan yang
akan digunakan kemudian dikultur dengan ditanamkan pada medium MS
(Murashige dan Skoog). Medium MS yang digunakan dengan berbagai
konsentrasi yaitu 1,2,3 dan 4 yang bertujuan untuk melihat pengaruh hormone
bagi pertumbuhan kalus. Kultur kalus dapat dimanfaatkan sebagai langkah
untuk perbanyakan tanaman atau sebagai sumber metaboli sekunder yang
akan dimanfaatkan fungsinya masing-masing.

C. Tujuan
1. Mengetahui adanya sifat totipotensial pada umbi akar dan daun.
2. Mengetahui tahap-tahap yang harus dilakukan pada kultur kalus dengan
eksplan umbi wortel dan daun mengkudu.
3. Mengetahui pengaruh 2,4-D terhadap berat, warna dan tipe kalus serta
presentase kontaminasi dan jenis kontaminan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan merupakan metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman


seperti sel, jaringan atau organ kemudian menumbuhkannya secara aseptis di atas
suatu medium budidaya sehingga tanaman dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman lengkap (Rusdianto dan Ari, 2012). Kultur jaringan
menggunakan prinsip dasar yaitu sifat totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan
sel untuk dapat tumbuh menjadi tanaman yang utuh dan sempurna. Kultur terbagi
menjadi bermacam-macam jenis yang dapat dilakukan seperti kultur kalus, kultur
biji dan kultur tunas (Suryowinoto, 1996). Tanaman dapat diperbanyak secara
vegetatif menggunakan kultur in vitro dengan teknik kultur kalus atau kultur sel.
Jika suatu eksplan ditanam pada medium padat atau cair yang sesuai, dalam
waktu 2-4 minggu, tergantung spesiesnya maka akan terbentuk kalus yang
merupakan massa amorf dan tersusun atas sel-sel parenkim berdinding sel tipis
yang berkembang dari hasil proliferasi sel-sel jaringan induk (Yuwono, 2006).
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous (tidak berbentuk atau belum
terdiferensiasi) dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus
secara in vitro atau di dalam tabung dan tidak terorganisasi sehingga memberikan
penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur. Kalus dapat diperoleh
dari bagian tanaman seperti akar, batang, dan daun. Pembentukan kalus pada
jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin endogen
(Dodds dan Roberts, 1983). Diferensiasi kalus terjadi karena sel-sel tumbuhan
yang secara alamiah bersifat autotroph dikonsidikan menjadi heterotroph dengan
cara memberikan nutrisi yang kompleks di dalam medium kultur sehingga sel
membelah secara tidak terkendali membentuk sel yang tidak terorganisir
(Rusdiato dan Ari, 2012).
Budidaya in vitro dalam menginduksi terbentuknya kalus merupakan salah
satu langkah yang penting yang kemudian akan diusahakan rangsangan agar
berdiferensiasi membentuk tunas dan akar. Proses mulai terjadinya kalus sampai
diferensiasi berbeda-beda, tergantung macam dan bagian tanaman yang dipakai
untuk eksplan, metode budidaya in vitro yang digunakan, dan zat-zat tanaman
yang dicampurkan pada medium dasar (Suryowinoto, 1996). Tujuan kultur kalus
adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan
dalam lingkungan terkendali. Kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang
telah steril, organ tersebut dapat berupa kambium vascular, parenkim cadangan
makanan, periskel, kotiledon, mesofil daun dan jaringan provaskular. Kalus
mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk berkembang
menjadi akar, tunas dan embroid yang nantinya akan dapat membentuk planlet
(Yusnita, 2003).
Manfaat kultur kalus adalah produk yang berupa kalus dari suatu eksplan
dapat ditumbuhkan secara terus-menerus sehingga dapat dimanfaatkan dalam
mempelajari metabolisme dan diferensiasi sel, morfogenesis sel, variasi
somaklonal, transformasi genetik serta produksi metabolit sekunde juga
merupakan beberapa manfaat dari hasil kultur kalus. Jika eksplan yang
tiumbuhkan menghasilkan kalus maka dilakukan pengamatan secara deskriptif
yaitu morfologi kalus. Warna kalus yang terbentuk antara lain kuning, kehijauan,
dan hijau terang sedangkan tekstur kalus yang terbentuk adalah lunak, keras dan
kompak (Ali dkk., 2007).
Metode sterilisasi setiap eksplan berbeda, tergantung pada jenis tanamannya,
bagian tanaman yang digunakan, morfologi permukaannya,umur tanamannya,
kondisi tanamannya (sakit atau sehat pada saat pengambilan), musim saat
pengambilan dan lingkugan tumbuhya. Namun, pada prinsipnya sterilisasi
eksplan adalah mensterilkan dari kontaminasi mikroorganisme, tanpa mematikan
eksplannya (Edhi, 2013). Metode sterilisasi eksplan dengan senyawa antimikrobia
dipandang lebih efektif dibandingkan dengan penyaringan, gas, pemanasan,
radiasi ultraviolet atau gelombang mikro. Senyawa antimikrobia yang efektif
untuk sterilisasi permukaan eksplan adalah senyawa kimia ethanol 70%, sodium
hipoklorit, kalsium hipoklorit, merkuri klorit, dan hidrogen peroksida. Senyawa
kimia tersebut beracun terhadap prtoplasma sel mikrobia sedangkan untuk
kontaminasi laten diperlukan antibiotik yang bersifat inhibitor pada sintesis
dinding sel dengan penicillin dan cephalaporin (Ardiansyah dkk., 2014).
Sterilisasi permukaan eksplan daun ada 2 tahap yaitu sterilisasi tahap I yang
dilakukan di ruang persiapan dan sterilisasi tahap II yang dilakukan di Laminar
Air Flow (LAF). Sterilisasi tahap I, yaitu daun muda (daun kedua sampai ketiga
dari pucuk) diambil dari green house dibilas dengan air mengalir hingga bersih.
Sterilisasi tahap II, yaitu daun mengkudu dimasukkan ke dalam 70% etanol
selama 0,5 menit yang kemudian akan dibilas dengan aquades steril selama 5
menit. Potongan daun disterilisasi dengan 1% sodium hypochlorite selama ± 10
menit. Potongan daun dibilas sebanyak 3 kali dengan akuades steril selama 5
menit sambal digojog, selanjutnyaa eksplan diambil dengan pinset dan ditiriskan
pada kertas saring (Ardiansyah dkk., 2014).
Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus
tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang
tumbuh terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian
dikenal dengan kalus remah (friable) (Dodds dan Roberts, 1983). Perbedaan
struktur kalus menimbulkan adanya perbedaan kemampuan memproduksi
metabolit sekunder (Sugiyarto dan Kuswadi, 2014). Warna kalus dapat
bermacam-macam tergantung dari jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna
kekuning-kuningan, putih, hijau, atau kuning-jingga (Dodds dan Roberts, 1983).
Kalus yang tidak hijau disebabkan oleh hilangnya polarisasi sehingga terjadi
proses dekomposisi klorofil. Peristiwa pencoklatan termasuk peristiwa alamiah,
yang merupakan proses perubahan adaptif bagian tanaman akibat adanya
pengaruh seperti respon dari bekas perlukaan pada eksplan dan juga merupakan
tahapan awal perubahan warna kalus menjadi putih kehijauan. Kalus yang
berwarna coklat juga terdapat kalus remah yang berwarna putih dan massa kalus
semakin bertambah, selain itu juga ada yang tumbuh akar. Perubahan warna juga
diduga karena adanya sintesis senyawa fenolik akibat adanya cekaman berupa
pelukaan pada jaringan (Santosa dan Nursandi, 2002).
Pencoklatan pada jaringan adalah karena aksi polifenol oksidase yang
disintesis akibat dari oksidasi jaringan ketika terluka. Warna coklat berarti
terdapat proses degradasi klorofil karena tidak ada penambahan kinetin dan
konsentrasi kinetin yang rendah. Kinetin berperan dalam pembentuk klorofil,
sehingga menyebabkan warna hijau tidak muncul (Verpoorte dkk., 1993).
Beberapa faktor utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan sistem regenerasi
tanaman pada kultur jaringan kalus adalah komposisi medium, jenis eksplan dan
kultivar atau varietas tanaman. Teknik kultur jaringan dapat berhasil dengan baik
apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi, syarat tersebut meliputi
pemilihan eksplan sebagai bahan daar untuk pembentukan kalus, penggunaan
medium yang cocok, keadaan yang aseptik dengan pengaturan udara yang baik
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Sumber asal eksplan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan potensial
morfogeniknya. Eksplan yang berasal dari satu jenis organ dapat terjadi
keragaman dalam regenerasinya. Ukuran eksplan untuk dikulturkan juga
mempengaruhi kebersihannya. Ukuran yang terlalu kecil akan kurang daya
tahannya bila dikulturkan, sementara bila terlalu besar akan sulit mendapat
eksplan yang steril. Setiap jenis tanaman maupun organ memiliki ukuran eksplan
yang optimum untuk dikulturkan (Arminid kk., 1992).
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan kalus antara lain bahan
steriliasi, hormon yang digunakan, substansi organic yang ditambahkan dan
terang gelapnya saat inkubasi. Kultur kalus sel atau irisan jaringan tanaman yang
disebut eksplan secara aseptic diletakkan dan dipelihara dalam media padat atau
media cair yang cocok dan dalam keadaan steril, dengan demikian sebagian sel
pada permukaan irisan akan mengalami proliferasi dan membentuk klus
(Zulkarnain, 2009). Pertambahan berat kalus tertinggi dipengaruhi oleh 2,4 D
dimana dengan konsentrasi tinggi sangat efektif untuk induksi pertumbuhan
kalus. Penambahan berat kalus mungkin juga disebabkan karena hormon endogen
kalus memiliki interaksi yang sesuai dengan perlakuan seperti yang diberikan
sehingga pertumbuhan kalus menjadi lebih baik. Penambahan ZPT 2,4 D efektif
dalam pembentukan kalus (Kusuawati dkk., 2015).
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu spesies tanaman obat
yang digunakan sebagai antibakteri, analgesik, anti-kongestif, sedatif, dan
aktivitas insektisida serta dapat membantu menyembuhkan peradangan amandel,
meningkatkan daya tahan tubuh, menormalkan tekanan darah dan mengatasi sklus
energi tubuh. Kalus mengkudu mengandung lebih banyak metabolit sekunder
dibandingkan metabolit primer. Metabolit sekunder yang banyak ditemukan
adalah dari golongan alkaloid, yang merupakan salah satu kelompok metabolit
sekunder tumbuhan yang diteliti untuk pengadaan bahan baku obat (Ika dkk.,
2013).
Wortel adalah jenis sayuran yang memiliki kandungan vitamin A yang banyak
dibudidayakan sebagai sumber pangan. Wortel (Daucus carota L.) juga
mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, gula alamiah(fruktosa,
sukrosa, dektrosa, laktosa dan maltose), pektin, glutanion, mineral, vitamin (beta
karoten, B1, dan C) serta asparagine. Beta karoten mempunyai manfaat sebagai
antioksidan yang menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Beta
karoten juga dapat mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta
melindungi asam lemak tidak jenuuh ganda dari proses oksidasi (Rusdianto dan
Ari, 2012).
Pembentukan kalus embriogenik pada hipokotil kecambah wortel dapat dilihat
setelah dikultur selama lima minggu. Kalus mulai tampak pada kedua ujung
eksplan (bagian yang luka akibat pemotongan), setelah diinkubasi selama dua
minggu dan terus bertambah setelah memasuki minggu ke tiga. Warna kalus
umumnya putih being atau putih kekuningan dengan tekstur friable atau remah.
Ciri fisik ini merupakan ciri umum kalus yang bersifat embriogenik yaitu kalus
yang dapat berkembang menjadi embrio somatik jika di sub kultur pada medium
baru yang sesuai (Rusdianto dan Ari, 2012).
Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kultur jairngan adalah
kontaminasi yang dapat terjadi setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat
dari eksplan baik internal maupun eksternal, organisme kecil yang masuk dalam
medium, air yang digunakan, botol kultur atau alat-alat tanaman yang kurang
steril, lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor sehingga sterilisasi
merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan kultur jaringan (Suryowinoto,
1996). Kontaminasi dapat disebabkan oleh jamur dan bakteri, kontaminan tumbuh
pertama kali pada eksplan kemudian menyebar ke dalam medium, menunjukkan
bahwa kontaminasi berasal dari eksplan yang dapat terjadi karena kurangnya
sterilisasi terhadap eksplan.
Kontaminasi oleh jamur ditandai dengan munculnya benang-benang berwarna
putih, yang merupakan miselium jamur. Jamur dapat menginfeksi jaringan secara
sistemik (umum tersebar diseluruh organ) terlihat setelah jaringan tersbeut
dipotong dan akan menyebar sehingga jaringan tersbeut akan mati. Kontaminasi
oleh bakteri ditandai dengan munculnya bercak-bercak putih pada medium
terlihat agak berlendir. Bakteri lebih sulit dideteksi dibanding jamur karena
menginfeksi secara sistemik bakteri dan juga akan masuk kedalam ruang antar sel
(Tuhuteru dkk., 2012).
III. METODE

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum yaitu gelas beker, scalpel, blade,
pinset, cawan petri, kertas saring, alumunium foil, botol kultur, botol jam,
conical tube, timbangan analitik, LAF dan Entkas.
Bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu air filtrasi (pure-it),
akuades, detergen, medium MS (Murashige dan Skoog) dengan hormon 2,4-
D, alkohol 96%, bakteriosida, fungisida, alkohol 70%, chlorox 10%, tween
20, wortel dan daun mengkudu.

B. Cara Kerja
1. Eksplan Umbi Wortel
Percobaan dilakukan dengan melakukan sterilisasi pada ruang penabur
berupa LAF. Wortel dicuci dengan detergen dan dibilas dengan air
filtrasi. Wortel lalu dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditutup
dengan alumunium foil. Gelas beker berisi wortel lalu dimasukkan ke
dalam LAF. Eksplan dicelupkan ke dalam alkohol 96% dan diflaming
diulang sebanyak 3 kali. Eksplan dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm
dan dimasukkan ke dalam botol kultur sebanyak 4 eksplan.
2. Eksplan daun Mengkudu
Percobaan dilakukan melakukan sterilisasi pada ruang penabur berupa
entkas yang dilakukan dengan pada bagian dinding entkas dilap dengan
tisu dan alat serta bahan yang akan digunakan disiapkan serta
dimasukkan ke dalam entkas. Daun mengkudu dicuci dengan air
mengalir dengan dilap menggunakan tangan. Daun mengkudu kemudian
dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil dan dimasukkan ke
dalam gelas beker.
Gelas berisi eksplan daun mengkudu ditambahkan air dan detergen
secukupnya lalu digojog. Eksplan daun mengkudu dibilas kembali
dengan air mengalir sampai bersih, hingga tidak ada busa yang
tertinggal dipermukaan. Eksplan daun mengkudu dibilas kembali
dengan air filtrasi (pure it) setelah itu gelas beker ditutup dengan
alumunium foil dan dimasukkan ke dalam entkas.
Bakteriosida sebanyak 50 mg dan fungisida sebanyak 50 mg
dituangkan ke dalam 100 ml akuades steril dalam botol kultur yang
sudah disiapkan didalam entkas. Larutan dalam botol kultur dituangkan
ke dalam gelas beker berisi eksplan daun mengkudu lalu digojoq selama
10 menit. Setelah digojog dibilas dengan akuades steril, lalu eksplan
dipindahkan ke dalam botol jam dan dibilas kembali dengan akuades.
Botol jam berisi eksplan lalu ditambahkan alkohol 70% lalu digojog
selama 1 menit, setelah itu dibilas kembali dengan akuades steril selama
1 menit.
Chlorox 10% dituangkan ke dalam botol jam dan tween 20 sebanyak
1-2 tetes dan digojog selama 5 menit lalu dibilas kembali dengan
akuades sebanyak 2 kali. Cawan petri steril berisi kertas saring disiapkan
dan eksplan daun mengkudu dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm
dengan scalpel. Eksplan yang sudah dipotong dimasukkan dengan
bagian sisi berbeda (abaksial dan adaksial) ke dalam botol kultur
sebanyak 4 eksplan lalu ditutup dengan alumunium foil dan di wrap
kembali. Botol kultur yang telah berisi eksplan lalu ditimbang.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultur jaringan merupakan metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman


seperti sel, jaringan atau organ kemudian menumbuhkannya secara aseptis di atas
suatu medium budidaya sehingga tanaman dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman lengkap (Rusdianto dan Ari, 2012). Kalus adalah
suatu kumpulan sel amorphous (tidak berbentuk atau belum terdiferensiasi) dari
sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus secara in vitro atau di
dalam tabung dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai
massa sel yang bentuknya tidak teratur. Kalus dapat diperoleh dari bagian
tanaman seperti akar, batang, dan daun. Pembentukan kalus pada jaringan luka
dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin endogen (Dodds dan
Roberts, 1983).
Beberapa kalus ada yang mengalami pembentuka lignifikasi sehingga kalus
tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang
tumbuh terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian
dikenal dengan kalus remah (friable) (Dodds dan Roberts, 1983). Tanaman dapat
diperbanyak secara vegetatif menggunakan kultur in vitro dengan teknik kultur
kalus atau kultur sel. Jika suatu eksplan ditanam pada medium padat atau cair
yang sesuai, dalam waktu 2-4 minggu, tergantung spesiesnya maka akan
terbentuk kalus yang merupakan massa amorf dan tersusun atas sel-sel parenkim
berdinding sel tipis yang berkembang dari hasil proliferasi sel-sel jaringan induk
(Yuwono, 2006).
Wortel adalah jenis sayuran yang memiliki kandungan vitamin A yang banyak
dibudidayakan sebagai sumber pangan. Wortel (Daucus carota L.) juga
mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, gula alamiah(fruktosa,
sukrosa, dektrosa, laktosa dan maltose), pektin, glutanion, mineral, vitamin (beta
karoten, B1, dan C) serta asparagine. Beta karoten mempunyai manfaat sebagai
antioksidan yang menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Beta
karoten juga dapat mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta
melindungi asam lemak tidak jenuuh ganda dari proses oksidasi (Rusdianto dan
Ari, 2012). Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu spesies
tanaman obat yang digunakan sebagai antibakteri, analgesik, anti-kongestif,
sedatif, dan aktivitas insektisida serta dapat membantu menyembuhkan
peradangan amandel, meningkatkan daya tahan tubuh, menormalkan tekanan
darah dan mengatasi sklus energi tubuh (Ika dkk., 2013).
Eksplan dibersihkan dengan air mengalir yang ditambahkan dengan detergen
bertujuan untuk sterilisasi pada permukaan dan menghilagkan kotoran atau debu
pada permukaan yang berpotensi menjadi agen kontaminan. Eksplan dibilas
dengan air filtrasi tujuannya supaya detergen atau sabun tidak ada yang tersisa
lagi dipermukaan. Penggojogan dilakukan supaya sterilisasi merata sehingga
terkena ke seluruh permukaan. Medium MS (Murashige dan Skoog) digunakan
karena medium MS merupakan medium dasar untuk kultur in vitro, sebagai
medium dasar karena mengandung unsur makro, mikro, vitamin yang membantu
pertumbuhan eksplan.
Hormon 2,4 D termasuk golongan auksin, yang membantu induksi
pembentukan kalus pada bekas irisan atau daerah yang di lukai. Keberhasilan
induksi kalus dipengaruhi oleh penggunaan hormon 2,4 D dengan konsentrasi
tertentu. Penggunaan variasi hormone (1-4) bertujuan untuk mengetahui respon
pembentukan kalus pada eksplan dengan berbagai konsentrasi hormon. Botol
kultur ditutup dengan alumunium foil dan plastic wrap supaya terhindar dari
kontaminasi (uap air, udara dan lain-lain).
Penggunaan bakteriodsida dan fungisida untuk sterilisasi eksplan untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan fungi. Gojog dengan menggunakan alkohol
dan chlorox tujuan untuk sterilisasi eksplan hingga jaringan dan menghilangkan
kotoran serta bakteri. Tween20 berperan sebagaui surfaktan dan menurunkan
tegangan permukaan. Penggojogan 1 menit dengan alkohol dan 5 menit chlorox
untuk memastikan kontaminan benar-benar hilang dari eksplan. Pemotongan
dengan menggunakan cawan petri sebagai alas potong dan diberi kertas saring
untuk menyerap air sisa yang ada dieksplan.
Pemotongan eksplan terkena tulang daun karena supaya cepat mengalami
pertumbuhan, pada tulang daun terdapat berkas penganut yang membantu
ngambil nutrisi biar cepet bentuk kalus. Daun dipotong ukuran 1 x 1 cm tujuan
untuk mengurangi resiko kontam dari bagian daun yang diambil (memperluas
permukaan daun). Dipotong dan ditanam abaksial (permukaan daun bawah) dan
adaksial (permukaan daun atas) untuk melihat perbedaan pembentukan kalus dari
2 sisi berbeda.
Bagian yang kecoklatan dihilangkan, karena menunjukkan jaringan nya sudah
mati. Flaming dengan alkohol 96% sebagai tahap sterilisasi lanjutan untuk
memastikan agen kontaminan hilang dari permukaan eksplan yang akan dipakai.
Pemotongan wortel dengan ukuran 1 x 1 cm dan harus terkena pada bagian
empulur (karena bagian meristemastis sehingga beregenerasi cepat dan aktif
membelah).
Rata-rata Perubahan (gram)
0.02

0.01

0 MS
0 1 2 3 4 5 6 7 1
-0.01
MS
2
-0.02
MS
-0.03 3
MS
-0.04 4

-0.05
Pengamatan ke -
Gambar 1. Kurva Penurunan Berat Medium Daun Mengkudu (Morinda
citrifolia) (Dokumentasi pribadi, 2019).

Berdasarkan hasil pada Gambar 1. Penuruan berat medium daun mengkudu


(Morinda citrifolia) diketahui mengalami penurunan dan kenaikan yang tidak
stabil, dimana pada pengamatan ke-1 medium MS 1, 2 dan 4 mengalami
penurunan berat medium sedangkan MS 3 mengalami kenaikan berat medium.
Pengamatan ke-2 medium MS 1, 2 dan 4 mengalami kenaikan pada berat medium
dan pada pengamatan ke-3 medium MS 4 mengalami kenaikan berat medium
sedangkan medium MS 1, 2 dan 3 mengalami penurunan berat medium sampai
pada pengamatan ke 4. Pengamatan ke-5 medium MS 1, 2, 3, dan 4 mengalami
kenaikan berat medium dan pada pengamatan ke-6 medium MS 1, 2, 3, dan 4
mengalami penurunan pada berat medium.
Perubahan Berat Botol Kultur
0.02
Rata - Rata Perubahan (gram) 0.01
0
MS 1
-0.01 0 1 2 3 4 5 6 7
MS 2
-0.02 MS 3
-0.03 MS 4
-0.04
-0.05
-0.06

Pengamatan Ke

Gambar 2. Kurva Penurunan Berat Medium Umbi Wortel (Daucus carota)


(Dokumentasi pribadi 2019).

Berdasarkan hasil pada Gambar 2. Penurunan berat medium Umbi Wortel


(Daucus carota) diketahui mengalami penurunan dan kenaikan berat medium
yang tidak satbil, dimana pada pengamatan ke 1 medium MS 1, 2, 3 dan 4
mengalami kenaikan pada berat medium. Pengamatan ke 2 menunjukkan
penurunan berat medium MS 1, 2, 3 dan 4. Pengamatan ke 3 medium MS 1, 2, 3
dan 4 mengalami sedikit kenaikan berat. Pengamatan ke 4 medium MS 1, 3 dan 4
mengalami penurunan sedangkan MS 2 mengalami kenaikan berat medium.
Pengamatan ke 5 medium MS 1, 3 dan 4 mengalami kenaikan sedangkan MS 2
mengalami penurunan berat medium dan pengamatan ke 6 medium MS 1, 2, 3
dan 4 mengalami penurunan berat medium.
Penurunan berat pada medium MS dapat terjadi karena adanya pertumbuhan
eksplan daun mengkudu dan eksplan umbi wortel. Pertumbuhan yang terjadi
umunya dapat memberikan pertambahan berat tetapi yang terjadi adalah
penurunan pada berat medium, hal ini dapat disebabkan karena besarnya tingkat
pertumbuhan eksplan yang tidak sebanding dengan besar nutrisi yang diambil
oleh eksplan sehingga tidak terjadi penambahan berat pada medium. Penurunan
berat medium juga dapat disebabkan oleh adanyak kontaminasi pada medium
sehingga nutrisi atau komposisi pada medium banyak yang terambil oleh agen
kontaminan.

A B

Gambar 3. Eksplan Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) (A) dan Umbi


Wortel (Daucus carota)(B) (Dokumentasi pribadi, 2019).
Berdasarkan hasil yang didapat pada Gambar 3, diketahui bahwa terjadi
kontaminasi pada eksplan A daun mengkudu yang disebabkan oleh bakteri dan B
umbi wortel yang disebabkan oleh bakteri dan fungi. Kontaminan bakteri dapat
dilihat dengan adanya bercah putih yang muncul pada medium dan terdapat
adanya lendir pada medium. Kontaminan bakteri sesuai dengan teori Tuhuteru
dkk. (2012), kontaminasi oleh bakteri ditandai dengan munculnya bercak-bercak
putih pada medium terlihat agak berlendir. Bakteri lebih sulit dideteksi dibanding
jamur karena menginfeksi secara sistemik bakteri dan juga akan masuk kedalam
ruang antar sel. Kontaminasi oleh jamur ditandai dengan munculnya benang-
benang berwarna putih, yang merupakan miselium jamur. Jamur dapat
menginfeksi jaringan secara sistemik (umum tersebar diseluruh organ) terlihat
setelah jaringan tersbeut dipotong dan akan menyebar sehingga jaringan tersbeut
akan mati.
Kontaminasi yang muncul juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Menurut Suryowinoto (1996), dimana salah satu faktor pembatas dalam
keberhasilan kultur jaringan adalah kontaminasi yang dapat terjadi setiap saat
dalam masa kultur. Kontaminasi dapat dari eksplan baik internal maupun
eksternal, organisme kecil yang masuk dalam medium, air yang digunakan, botol
kultur atau alat-alat tanaman yang kurang steril, lingkungan kerja dan ruang
kultur yang kotor sehingga sterilisasi merupakan hal yang sangat penting dalam
kegiatan kultur jaringan.

a b

Gambar 4. Kalus pada Eksplan (a) Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) dan
(b) Umbi Wortel (Daucus carota) (Dokumentasi pribadi, 2019).

Berdasarkan Gambar 4 (a), dapat diketahui bahwa eksplan daun mengkudu


tidak menghasilkan kalus. Eksplan daun mengkudu mengalami browning atau
kecoklatan hal ini dapat terjadi dimana menurut teori Verpoorte dkk, (1993),
pencoklatan pada jaringan adalah karena aksi polifenol oksidase yang disintesis
akibat dari oksidasi jaringan ketika terluka. Warna coklat berarti terdapat proses
degradasi klorofil karena tidak ada penambahan kinetin dan konsentrasi kinetin
yang rendah. Kinetin berperan dalam pembentuk klorofil, sehingga menyebabkan
warna hijau tidak muncul.
Berdasarkan Gambar 4 (b), dapat diketahui bahwa kalus pada umbi wortel
mulai muncul pada pengamatan ke 3. Kalus umbi wortel dapat dilihat dengan ciri
bentuk meremah dan berwarna putih bening hingga kehijauan. Hasil yang
diperoleh sesuai dengan teori menurut Rusdianto dan Ari (2012), warna kalus
yang terbentuk pada wortel umumnya putih bening atau putih kekuningan dengan
tekstur friable atau remah.
Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994), terdapat beberapa faktor utama
yang berpengaruh terhadap keberhasilan sistem regenerasi tanaman pada kultur
jaringan kalus adalah komposisi medium, jenis eksplan dan kultivar atau varietas
tanaman. Teknik kultur jaringan dapat berhasil dengan baik apabila syarat-syarat
yang diperlukan terpenuhi, syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai
bahan daar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan
yang aseptik dengan pengaturan udara yang baik.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pertumbuhan kalus
dimana menurut teori Kusuawati dkk, (2015), penambahan zat pengatur tumbuh
(ZPT) 2,4 D efektif dalam pembentukan kalus. Terbentuknua kalus juga dapat
disebabkan karena hormon endogen kalus memiliki interaksi yang sesuai dengan
perlakuan pemberian ZPT sehingga pertumbuhan kalus menjadi lebih baik.

V. SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan
bahwa :
1. Totipotensi merupakan kemampuan sel atau jaringan dari tanaman untuk
dapat tumbuh menjadi tanaman yang utuh kembali. Eksplan umbi wortel
mempunyai sifat totipotensi dimana terbentuk kalus pada eksplan,
sedangkan eksplan daun mengkudu tidak menunjukkan sifat totipotensi
karena tidak ada pertumbuhan kalus pada eksplan.
2. Kultur kalus dengan umbi wortel dilakukan dengan wortel dicuci dengan
detergen dan dibilas dengan air filtrasi. Wortel lalu dimasukkan ke dalam
gelas beker dan ditutup dengan alumunium foil. Gelas beker berisi wortel
lalu dimasukkan ke dalam LAF. Eksplan dicelupkan ke dalam alkohol
96% dan diflaming diulang sebanyak 3 kali. Eksplan dipotong dengan
ukuran 1 cm x 1 cm dan dimasukkan ke dalam botol kultur sebanyak 4
eksplan.
Kultur kalus dengan daun mengkudu dilakukan dengan dicuci dengan
air mengalir, kemudian dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil
dan dimasukkan ke dalam gelas beker. Gelas berisi eksplan daun
mengkudu ditambahkan air dan detergen secukupnya lalu digojog.
Eksplan daun mengkudu dibilas kembali dengan air mengalir sampai
bersih dan eksplan daun mengkudu dibilas kembali dengan air filtrasi
(pure it) setelah itu gelas beker ditutup dengan alumunium foil dan
dimasukkan ke dalam entkas. Bakteriosida dan fungisida dituangkan ke
dalam 100 ml akuades steril dalam botol kultur yang sudah disiapkan
didalam entkas. Larutan dalam botol kultur dituangkan ke dalam gelas
beker berisi eksplan daun mengkudu lalu digojoq selama 10 menit. Setelah
digojog dibilas dengan akuades steril, lalu eksplan dipindahkan ke dalam
botol jam dan dibilas kembali dengan akuades. Botol jam berisi eksplan
lalu ditambahkan alkohol 70% lalu digojog selama 1 menit, setelah itu
dibilas kembali dengan akuades steril selama 1 menit. Chlorox 10%
dituangkan ke dalam botol jam dan tween 20 sebanyak 1-2 tetes dan
digojog selama 5 menit lalu dibilas kembali dengan akuades sebanyak 2
kali. Cawan petri steril berisi kertas saring disiapkan dan eksplan daun
mengkudu dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm dengan scalpel. Eksplan
yang sudah dipotong dimasukkan dengan bagian sisi berbeda (abaksial
dan adaksial) ke dalam botol kultur sebanyak 4 eksplan lalu ditutup
dengan alumunium foil dan di wrap kembali. Botol kultur yang telah
berisi eksplan lalu ditimbang.
3. Pengaruh 2,4 D yang terhadap berat, warna dan tipe kalus serta presentase
kontaminasi dan jenis kontaminan dapat dilihat dimana konsentrasi
hormon 2,4 D yang semakin besar digunakan berpengaruh terhadap
kenaikan dan penurunan berat eksplan sehingga menjadi lebih stabil.
Penggunaan konsentrasi hormon 2,4 D yang lebih tinggi juga berpengaruh
dalam warna dan tipe kalus yang dihasilkan , tetapi pada praktikum ini
tidak mempengaruhi pada eksplan daun mengkudu. Penggunaan
konsentrasi hormon 2,4 D yang lebih tinggi juga berpengaruh pada
presentase kontaminasi dimana presentase kontaminasi dan jenis
kontaminan yang ada semakin tinggi dalam kultur.

B. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, disarankan agar dalam
melakukan sterilisasi pada eksplan dilakukan oleh setiap praktikan agar lebih
paham dalam metode yang dilakukan dan diberikan pada eksplan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, N. B.V., Estu R. dan Hendro S. 2007. Wortel dan Lobak. Panebar Swadaya.
Bogor

Ardiansyah, R., Supriyanto, Wulandari, A.S., Subandy, B. dan Fitriani, Y. 2014.


Teknik sterilisasi eksplan dan induksi tunas dalam mikropropagasi tambesi
(Fagraea fragrans Roxb.). Jurnal Silvikultur Tropika. 5 (3):167-173.

Armini, A. N. M., Wattimena dan Gunawan L.W. 1992. Perbanyakan Tanaman


Bioteknologi Tanaman Laboratorium Kultur Jaringan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Dodds, J. H., dan Robert, L. W. 1983. Experiment in Plants Tissue Culture


Cambridge. University Press, London.

Edhi, S. 2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan. IPB Press,
Bogor.

Hendaryono, Daisy, P. S. dan Wijayani, A. 1994. Teknik Kultur Jaringan


(Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern).
Kanisius, Yogyakarta.

Ika, A., Solichatun dan Endang, A. 2003. Pertumbuhan kalus dan produksi
antrakuinon mengkudu (Morinda citrifolia L.) pada media Murashige- Skoog
(MS) dengan penambahan ion ca2' dan cu2. Jurnal Biofarmasi 1(2) : 39-43.

Kusumawati, E., Sari, Y.P. dan Purnaningsih, T. 2015. Pengaruh 2,4 D dan BAr
terhadap pembentukan kalus mengkudu (Morinda citrifolia). Junal Budidaya
Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur. 1(2): 55-62

Rusdianto dan Ari, I. 2012. Induksi kalus embriogenetik pada wortel (Daucus carota
L.) menggunakan 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D). Jurnal Bionature
13 (2): 136-140.

Santosa, U. dan Nursandi, F. 2002. Kultur Jaringan Tanaman. UMM, Malang.

Sugiyarto, L., dan Kuswandi, P. C. 2014. Induksi kalus daun binahong (Anredera
cordifolia L.) dalam upaya pengembangan tanaman obat tradisional. Jurnal
Sains Dasar 3(1): 56-60.

Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Kanisius, Yogyakarta.


Tuhuteru, S., Hehanussa, M. L. dan Rahario, S. H.T. 2012. Pertumbuhan dan
perkembangan anggrek Dendrobium anosmum pada media kultur in vitro
dengan beberapa konsentrasi air kelapa. Jurnal Ilmu Budidaya Tanaman 1 (1)
1-12.

Verpoorte, R., Van der, R. dan Schripsema, J. 1993. Plant biotechnology for the
production of alkaloids; present status and prospect. Journal of Natural
Products 56 (12) :186-207.

Yusnita, 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.


Agromedia Pustaka, Jakarta.

Yuwono, W. N. 2006. Pembuatan Kompos. UGM Press, Yogyakarta.

Zulkarnaen. 2009. Kultur Jaringan Tanaman : Solusi Perbanyakan Tanaman Budi


Daya. Bumi Aksara, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai