PENDAHULUAN
2
pembentukan akar adventif, pada nisbah sedang akan menginduksi pembentukan
akar adventif dari kalus dan inisiasi kalus pada tumbuhan dikotil, sedangkan
nisbah yang rendah akan menginduksi pembentukan tunas adventif dan produksi
tunas aksiler pada kultur tunas (Gaba, dalam penelitian Kartika, dkk (2015).).
1.4.1 Tunas
Saptowo dkk, menyatakan dalam penelitiaanya tentang Organogenesis
dan Embriogenesis Somatik Kedelai secara In Vitro bahwa Kecambah kedelai
dikeluarkan dari botol dan diletakkan pada petridish ber-alaskan kertas saring
steril di ruang laminar. Bagian kotiledon dipotong dari ke-cambah dengan pisau
steril, lalu dihilangkan bagian aksisnya (calon tunas). Eksplan kotiledon
selanjutnya dikulturkan pada medium regenerasi dengan bagian abaksial
menyentuh media. Setiap botol ditanami sebanyak 5 eksplan. Medium
regenerasi/organogenesis yang digunakan terdiri dari dua komposisi/ perlakuan,
yaitu MBTN (MS + B5 vitamin + thidiazuron 0,05 mg/l + NAA 0,01 mg/l) dan
MBTD (MS + B5 vitamin + thidiazuron 0,05 mg/l + 2,4-D 0,01 mg/l).
1.4.2 Akar
Setelah tiga minggu, eksplan yang mengalami perbanyakan tunas segera
dipindahkan ke media MS + B5 vitamin + IAA 100 mg/l + GA3 0,5 mg/l untuk
proses pemanjangan tunas. Tunas yang telah berukuran 2-3 cm dipisahkan dan
dipindahkan ke media ½ MS + B5 vitamin + IBA 1 mg/l untuk merangsang per-
akaran (Saptowo, dkk.)
3
Kultur embrio berguna dalam menolong embrio hasil persilangan seksual
antara spesies atau genera yang berkerabat jauh yang sering kali gagal karena
embrio hibridanya mengalami keguguran. Kultur embrio telah digunakan untuk
menghasilkan hibrida untuk beberapa spesies tanaman. Media kultur embrio
mencakup garam-garam anorganik, sukrosa, vitamin, asam amino, hormon, dan
substansi yang secara nutrisi tidak terjelaskan seperti santan kelapa. Embrio yang
lebih muda membutuhkan media yang lebih kompleks dibandingkan dengan
embrio yang lebih tua. Perpindahan embrio dari lingkungan normal dalam biji
akan mengatasi hambatan yang ditimbulkan oleh kulit biji yang sulit ditembus
(Nasir, 2002).
4
dengan air ledeng. Selanjutnya polong disterilisasi dengan larutan clorox 30%
selama 15 menit, lalu dibilas 3-4 kali dengan air suling steril. Eksplan embrio dan
kotiledon muda dipisahkan dari biji muda secara steril di ruang laminar, lalu
dikulturkan pada medium embriogenesis, yaitu MS + B5 vitamin + L-glutamin 30
mg/l + L-asparagin 30 mg/l + L-arginin 30 mg/ + sukrosa 30 g/l + 2,4-D 2 mg/l.
Untuk varietas Tidar digunakan kadar 2,4-D 1; 1,5; dan 2 mg/l.
5
1.8 Faktor yang mempengarui Embriogenesis
a) Jenis eksplan
Penggunaan eksplan yang ber-sifat meristematik umumnya mem-berikan
keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi. Eksplan yang
digunakan dapat berupa aksis embrio zigotik muda dan dewasa, kotiledon, mata
tunas, epikotil maupun hipokotil.
b) Sumber nitrogen dan gula
Embriogenesis somatik meng-alami proses perkembangan morfo-logi
seperti yang terjadi pada em-brio zigotik. Faktor yang penting da-lam induksi dan
perkembangan embriogenesis somatik adalah komposisi nutrisi pada media kul-
tur. Nitrogen merupakan faktor uta-ma dalam memacu morfogenesis secara in
vitro. ben-tuk nitrogen reduksi dan beberapa asam amino seperti glutamin dan
casein hidrolisat, sangat penting un-tuk inisiasi dan perkembangan em-brio
somatik.
6
ruang laminar, lalu dikulturkan pada medium embriogenesis, yaitu MS + B5
vitamin + L-glutamin 30 mg/l + L-asparagin 30 mg/l + L-arginin 30 mg/ +
sukrosa 30 g/l + 2,4-D 2 mg/l. Untuk varietas Tidar digunakan kadar 2,4-D 1;
1,5; dan 2 mg/l.
Setelah 4-6 minggu, kalus embriogenik yang dihasilkan dipindahkan ke
medium yang sama dengan kadar 2,4-D lebih rendah (0,5 mg/l) dan ditambah
dengan NH4Cl 0,5 mg/l untuk memacu pendewasaan embrioid. Embrio somatik
yang telah berkembang dipisahkan dari eksplan, lalu dikecambahkan pada
medium MS + B5 vitamin+ GA3 0,1 mg/l. Selanjutnya planlet dipindahkan lagi
ke medium ½ MS + B5 vitamin + IBA 1 mg/l untuk memacu pertumbuhan akar
yang lebih baik.
7
II. HASIL KAJIAN EMBRIOGENESIS
8
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, 2007. Kajian Zat Pengatur Tumbuh dalam Perkembangan Kultur Jaringan
Krisan. Universitas tribhuawana Tunggadewi Malang.
Kartika, Dkk, 2015. Organogenesis Tunas Secara Langsung Pada Pamelo (Citrus
maxima (Burm.) Merr.) Kampus IPB Darmaga Bogor 16680.
Md. Amzad Hossain et,all. (2003) Immature Embryo culture and interpecific
hybridization between capsicum annum L. and C. frutescens L. via
Embryo Rescue. The Graduate school Of Agriculture, Shinshu
University Minamiminowa Nagano Japan.
Syara. 2006. Penggunaan IAA dan BAP untuk menstimulasi organogenesis
tanaman dalam kultur in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Sulistiami, A., Waeniati., Muslimin dan N. Suwastika. 2012. Pertumbuhan Organ
Tanaman Buah Naga(Hylocerus undatus) Pada Medium Ms Dengan
Penambahan Bap Dan Sukrosa. Natural Science, 1.(1) 27-33.
Rizka Tamania Saptari, 2017. Organogenesis untuk perbanyakan tanaman hias
Indonesian reseach institute for biotechnology and bioindustry
http://iribb.org/index.php?option=com_content&view=article&id=325:org
anogenesis-untuk-perbanyakan-tanaman-hias&catid=9:artikel&Itemid=58
Trigiano, R.N. & D.J. Gray. 2005. A brief introduction to plant anatomy. In:
Trigiano, R.N. & D.J. Gray (eds.) Plant development and biotechnology.
CRC Press. New York. P. 87–99.
Gahan, P.B. 2007. Totipotency and the cell cycle. In Jain, S.M. & H. Häggman
(eds.). Protocols for micropropagation of woody trees and fruits.
Springer. The Netherlands. P. 3–14.
Saptowo dkk,. Organogenesis dan Embriogenesis Somatik Kedelai secara In
Vitro
Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ragapadmi Purnamaningsih, 2002. Regenerasi Tanaman melalui Embriogenesis
Somatik dan Beberapa Gen yang Mengendalikannya. Balai Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian