Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Organogenesis

Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh kembangkan


bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ tanaman dalam kondisi
aseptis secara invitro. Ciri teknik ini adalah kondisi kultur yang aseptis,
penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi yang lengkap, dan
kondisi lingkungan yang sesuai (Pierick 1987).

Organogenasis merupakan contoh dari aplikasi kultur jaringan.


Organogenesis merupakan proses yang menginduksi pembentukan sel, jaringan
atau kalus menjadi tunas dan tanaman sempurna. Proses ini diawali oleh hormon
pertumbuhan, Kartha dalam penelitian (Astutik, 2007) . Zat pengatur tumbuh
berbeda yang diberikan pada media kultur dapat memberikan pengaruh yang juga
berbeda pada eksplan yang ditanam. Organogenesis tejadi dipacu oleh adanya
komponen-komponen seperti medium, komponen endogen selama eksplan mulai
dikultur. Organogenesis ini bisa ditumbuhkan dari biji, daun atau bagian tanaman
lain yang akan tumbuh menjadi tanaman sempurna (Syara 2006).

Organogenesis merupakan proses terbentuknya organ seperti tunas, akar,


baik secara langsung atau secara tidak langsung melalui pembentukan kalus
ataupun tidak. Sifat kompeten, dediferensiasi dan determinasi sel atau jaringan
sangat penting agar tejadi organogenesis pada eksplan. Suatu sel dikatakn
kompeten jika sel atau jaringan tersebut mampu memberikan tanggapan terhadap
signal lingkungan atau signal hormon. Membentuk eksplan yang kompeten dapat
dilakukan dengan memberikan perlakuan zat pengatur tumbuh yang cocok atau
disebut dengan induksi ZPT (Syara. 2006).

1.2 Tipe Organogenesis

Purnamaningsih, (2002) menyatakan Embrio somatik dapat terben-tuk


melalui dua jalur, yaitu secara langsung maupun tidak langsung (melewati fase
kalus). Prinsip dari organogenesis yaitu menumbuhkan sel atau jaringan
meristematik tanaman pada medium tertentu untuk menginduksi terbentuknya
meristem unipolar. Meristem unipolar yang dimaksud yaitu tumbuhnya primordia
tunas atau primordia akar, yang dipengaruhi oleh hormon auksin dan sitokinin
baik endogen maupun eksogen. Teknik organogenesis terbagi menjadi
organogenesis langsung dan organogenesis tidak langsung. Pada organogenesis
langsung, jaringan yang diinduksi langsung membentuk tunas atau akar. Apabila
terbentuk tunas, kemudian dapat diinduksi perakarannya ketika proses
pendewasaan. Sedangkan apabila akar yang tumbuh, tunas akan sulit untuk
diinduksi. Pada organogenesis tidak langsung, prosesnya melalui tahapan
pembentukan kalus terlebih dahulu, yang kemudian diinduksi untuk membentuk
tunas (Rizka Tamania Saptari, 2017).

1.3 Faktor yang mempengaruhi Organogenesis

Organogenesis dapat dilakukan pada sel-sel yang bersifat meristematik


dan kompeten, yaitu sel-sel yang mampu memberikan tanggapan terhadap sinyal
lingkungan atau hormonal sehingga berakhir dengan terbentuknya organ. Respon
tersebut bergantung pada fase dari siklus sel tersebut yaitu fase G1 Trigiano &
Gray, dalam penelitian Kartika, dkk (2015). Gahan (2007) menyebutkan bahwa
terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemampuan sel untuk melakukan
organogenesis dalam penelitian Kartika, dkk (2015) yaitu
a) Tingkat diferensiasi dan spesialisasi
b) Pengaruh jaringan di dekatnya terhadap ekspresi gen pada sel tersebut dan
c) Zat pengatur tumbuh.

1.4 Zat pengatur taumbuh Organogenesis

Auksin dan sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang sering


ditambahkan dalam media untuk induksi organogenesis. Auksin dalam
pertumbuhan tanaman berperan antara lain dalam inisiasi akar, pertumbuhan
batang, diferensiasi jaringan vaskuler dan menghambat proses senesen pada daun
(Srivastava, dalam penelitian Kartika, dkk (2015). Sitokinin berperan antara lain
dalam pembentukan tunas adventif, multiplikasi tunas aksiler dan penghilang
pengaruh dominasi apikal. Nisbah auksin sitokinin yang tinggi akan merangsang

2
pembentukan akar adventif, pada nisbah sedang akan menginduksi pembentukan
akar adventif dari kalus dan inisiasi kalus pada tumbuhan dikotil, sedangkan
nisbah yang rendah akan menginduksi pembentukan tunas adventif dan produksi
tunas aksiler pada kultur tunas (Gaba, dalam penelitian Kartika, dkk (2015).).
1.4.1 Tunas
Saptowo dkk, menyatakan dalam penelitiaanya tentang Organogenesis
dan Embriogenesis Somatik Kedelai secara In Vitro bahwa Kecambah kedelai
dikeluarkan dari botol dan diletakkan pada petridish ber-alaskan kertas saring
steril di ruang laminar. Bagian kotiledon dipotong dari ke-cambah dengan pisau
steril, lalu dihilangkan bagian aksisnya (calon tunas). Eksplan kotiledon
selanjutnya dikulturkan pada medium regenerasi dengan bagian abaksial
menyentuh media. Setiap botol ditanami sebanyak 5 eksplan. Medium
regenerasi/organogenesis yang digunakan terdiri dari dua komposisi/ perlakuan,
yaitu MBTN (MS + B5 vitamin + thidiazuron 0,05 mg/l + NAA 0,01 mg/l) dan
MBTD (MS + B5 vitamin + thidiazuron 0,05 mg/l + 2,4-D 0,01 mg/l).
1.4.2 Akar
Setelah tiga minggu, eksplan yang mengalami perbanyakan tunas segera
dipindahkan ke media MS + B5 vitamin + IAA 100 mg/l + GA3 0,5 mg/l untuk
proses pemanjangan tunas. Tunas yang telah berukuran 2-3 cm dipisahkan dan
dipindahkan ke media ½ MS + B5 vitamin + IBA 1 mg/l untuk merangsang per-
akaran (Saptowo, dkk.)

1.5 Pengertian Embriogenesis

Embryogenesis adalah proses pembentukan embrio tanpa melalui fusi


gamet, tetapi berkembang dari sel somatic. Golongan sitokinin berperan untuk
menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk.
(Sulistiami dkk., 2012).

Md. Amzad Hossain et,all. (2003) mengatakan kultur embrio dapat


digunakan untuk mengatasi hambatan ketidak cocokan interpesifik dan digunakan
untuk pemuliaan tanaman.

3
Kultur embrio berguna dalam menolong embrio hasil persilangan seksual
antara spesies atau genera yang berkerabat jauh yang sering kali gagal karena
embrio hibridanya mengalami keguguran. Kultur embrio telah digunakan untuk
menghasilkan hibrida untuk beberapa spesies tanaman. Media kultur embrio
mencakup garam-garam anorganik, sukrosa, vitamin, asam amino, hormon, dan
substansi yang secara nutrisi tidak terjelaskan seperti santan kelapa. Embrio yang
lebih muda membutuhkan media yang lebih kompleks dibandingkan dengan
embrio yang lebih tua. Perpindahan embrio dari lingkungan normal dalam biji
akan mengatasi hambatan yang ditimbulkan oleh kulit biji yang sulit ditembus
(Nasir, 2002).

1.6 Eksplan yang digunakan

a) Kultur Embrio Muda (Immature Embryo Culture)

Tujuan mengkulturkan embrio muda ini adalah menanam embrio yang


terdapat pada buah muda sebelum buah tersebut gugur (mencegah kerusakan
embrio akibat buah gugur) sehingga teknik ini disebut sebagai Embryo Rescue
(Penyelamatan Embrio). Kondisi seperti ini biasanya sering dijumpai pada buah
hasil persilangan, di mana absisi buah kerap kali dijumpai setelah penyerbukan
dan pembuahan.

b) Kultur Embrio Dewasa (Mature Embryo Culture)

Kultur embrio dewasa dilakukan dengan membudidayakan embrio yang


telah dewasa. Embrio ini diambil dari buah yang telah masak penuh dengan tujuan
merangsang perkecambahan dan menumbuhkan embrio tersebut secara in-vitro.
Teknik kultur ini umumnya dikenal dengan sebutan Kultur Embrio (Embryo
Culture). Kultur embrio lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
penyelamatan embrio. Hal ini disebabkan karena embrio yang ditanam adalah
embrio yang telah berkembang sempurna sehingga media tanaman yang
digunakan juga sangat sederhana.

Saptowo dkk, (2000) menyatakan dalam penelitiaanya tentang


Organogenesis dan Embriogenesis Somatik Kedelai secara In Vitro bahwa Polong
muda yang berumur 14-15 hari dipanen, lalu dicuci dengan air sabun dan dibilas

4
dengan air ledeng. Selanjutnya polong disterilisasi dengan larutan clorox 30%
selama 15 menit, lalu dibilas 3-4 kali dengan air suling steril. Eksplan embrio dan
kotiledon muda dipisahkan dari biji muda secara steril di ruang laminar, lalu
dikulturkan pada medium embriogenesis, yaitu MS + B5 vitamin + L-glutamin 30
mg/l + L-asparagin 30 mg/l + L-arginin 30 mg/ + sukrosa 30 g/l + 2,4-D 2 mg/l.
Untuk varietas Tidar digunakan kadar 2,4-D 1; 1,5; dan 2 mg/l.

1.7 Tahapan Embriogenesis

Purnamaningsih, (2002) menyatakan Embriogenesis mempunyai be-berapa


tahap spesifik, yaitu
a) in-duksi sel dan kalus embriogenik
b) pendewasan,
c) perkecam-bahan, dan
d) hardening.
Pada tahap induksi kalus embriogenik di-lakukan isolasi eksplan dan pena-
naman pada media tumbuh. Untuk induksi kalus embriogenik kultur umumnya
ditumbuhkan pada me-dia yang mengandung auksin yang mempunyai daya
aktivitas kuat atau dengan konsentrasi tinggi. Dari ber-bagai hasil penelitian
menunjukkan bahwa 2,4-D merupakan auksin yang efektif untuk induksi kalus
embriogenik. Zat pengatur tumbuh tersebut merupakan auksin sintetis yang cukup
kuat dan tahan terha-dap degradasi karena reaksi enzi-matik dan fotooksidasi. Di
samping auksin, sering pula diberikan sitoki-nin seperti benzil adedin (BA) atau
kinetin secara bersamaan.
Tahap pendewasaan adalah tahap perkembangan dari struktur globular
membentuk kotiledon dan primordia akar. Beberapa hasil pe-nelitian
menunjukkan bahwa tahap pendewasaan adalah tahap yang paling sulit. Pada
tahap ini sering digunakan auksin pada konsentrasi rendah.
Tahap perkecambahan adalah fase di mana embrio somatik mem-bentuk
tunas dan akar. Pada media perkecambahan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
digunakan sangat rendah atau bahkan tidak di-berikan sama sekali.
Tahap hardening, yaitu tahap aklimatisasi bibit embrio somatik dari
kondisi in vitro ke lingkungan baru di rumah kaca dengan penu-runan kelembaban
dan peningkat-an intensitas cahaya.

5
1.8 Faktor yang mempengarui Embriogenesis

Beberapa faktor yang mempe-ngaruhi pembentukan embrio so-matik


adalah jenis eksplan, sumber nitrogen dan gula, serta zat peng-atur tumbuh.
Menurut Purnamaningsih, (2002).

a) Jenis eksplan
Penggunaan eksplan yang ber-sifat meristematik umumnya mem-berikan
keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi. Eksplan yang
digunakan dapat berupa aksis embrio zigotik muda dan dewasa, kotiledon, mata
tunas, epikotil maupun hipokotil.
b) Sumber nitrogen dan gula
Embriogenesis somatik meng-alami proses perkembangan morfo-logi
seperti yang terjadi pada em-brio zigotik. Faktor yang penting da-lam induksi dan
perkembangan embriogenesis somatik adalah komposisi nutrisi pada media kul-
tur. Nitrogen merupakan faktor uta-ma dalam memacu morfogenesis secara in
vitro. ben-tuk nitrogen reduksi dan beberapa asam amino seperti glutamin dan
casein hidrolisat, sangat penting un-tuk inisiasi dan perkembangan em-brio
somatik.

c) Zat pengatur tumbuh

Zat pengatur tumbuh merupa-kan senyawa organik yang berpe-ran dalam


pertumbuhan dan per-kembangan kultur. Promotor yang digunakan antara lain
auksin (2,4-D, 3,5-T, picloram, dan NAA), sitokinin (BA, kinetin, dan adenin
sulfat), GA3, dan inhibitor ABA. Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diguna-
kan tergantung pada tahap perkem-bangan yang terjadi.

1.9 Zat pengatur tumbuh induksi Embriogenesis

Saptowo dkk, (2000) menyatakan dalam penelitiaanya tentang


Organogenesis dan Embriogenesis Somatik Kedelai secara In Vitro bahwa
Eksplan embrio dan kotiledon muda dipisahkan dari biji muda secara steril di

6
ruang laminar, lalu dikulturkan pada medium embriogenesis, yaitu MS + B5
vitamin + L-glutamin 30 mg/l + L-asparagin 30 mg/l + L-arginin 30 mg/ +
sukrosa 30 g/l + 2,4-D 2 mg/l. Untuk varietas Tidar digunakan kadar 2,4-D 1;
1,5; dan 2 mg/l.
Setelah 4-6 minggu, kalus embriogenik yang dihasilkan dipindahkan ke
medium yang sama dengan kadar 2,4-D lebih rendah (0,5 mg/l) dan ditambah
dengan NH4Cl 0,5 mg/l untuk memacu pendewasaan embrioid. Embrio somatik
yang telah berkembang dipisahkan dari eksplan, lalu dikecambahkan pada
medium MS + B5 vitamin+ GA3 0,1 mg/l. Selanjutnya planlet dipindahkan lagi
ke medium ½ MS + B5 vitamin + IBA 1 mg/l untuk memacu pertumbuhan akar
yang lebih baik.

7
II. HASIL KAJIAN EMBRIOGENESIS

2.1. Embrio tumbuh


Tunas dan embrio somatik ini berhasil membentuk planlet
(tanaman regenerasi) dan beberapa di antaranya berhasil diaklimatisasi ke
media pot/tanah serta dapat tumbuh hingga dewasa/ber-polong di rumah
kaca. (Saptowo dkk, 2000)

2.2. Factor yang mempengaruhi regenerasi embrio

Proses embriogenesis somatik dikendalikan oleh beberapa gen,


yaitu CHB3, CHB4, CHB5, dan CHB6, di mana ekspresi masing-masing
gen menentukan terjadinya tahap perkembangan embrio hing-ga terbentuk
bibit somatik. (Purnamaningsih, 2002).

8
DAFTAR PUSTAKA

Astutik, 2007. Kajian Zat Pengatur Tumbuh dalam Perkembangan Kultur Jaringan
Krisan. Universitas tribhuawana Tunggadewi Malang.
Kartika, Dkk, 2015. Organogenesis Tunas Secara Langsung Pada Pamelo (Citrus
maxima (Burm.) Merr.) Kampus IPB Darmaga Bogor 16680.
Md. Amzad Hossain et,all. (2003) Immature Embryo culture and interpecific
hybridization between capsicum annum L. and C. frutescens L. via
Embryo Rescue. The Graduate school Of Agriculture, Shinshu
University Minamiminowa Nagano Japan.
Syara. 2006. Penggunaan IAA dan BAP untuk menstimulasi organogenesis
tanaman dalam kultur in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Sulistiami, A., Waeniati., Muslimin dan N. Suwastika. 2012. Pertumbuhan Organ
Tanaman Buah Naga(Hylocerus undatus) Pada Medium Ms Dengan
Penambahan Bap Dan Sukrosa. Natural Science, 1.(1) 27-33.
Rizka Tamania Saptari, 2017. Organogenesis untuk perbanyakan tanaman hias
Indonesian reseach institute for biotechnology and bioindustry
http://iribb.org/index.php?option=com_content&view=article&id=325:org
anogenesis-untuk-perbanyakan-tanaman-hias&catid=9:artikel&Itemid=58
Trigiano, R.N. & D.J. Gray. 2005. A brief introduction to plant anatomy. In:
Trigiano, R.N. & D.J. Gray (eds.) Plant development and biotechnology.
CRC Press. New York. P. 87–99.
Gahan, P.B. 2007. Totipotency and the cell cycle. In Jain, S.M. & H. Häggman
(eds.). Protocols for micropropagation of woody trees and fruits.
Springer. The Netherlands. P. 3–14.
Saptowo dkk,. Organogenesis dan Embriogenesis Somatik Kedelai secara In
Vitro
Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ragapadmi Purnamaningsih, 2002. Regenerasi Tanaman melalui Embriogenesis
Somatik dan Beberapa Gen yang Mengendalikannya. Balai Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Anda mungkin juga menyukai