Anda di halaman 1dari 5

A.

KULTUR JARINGAN (KULTUR IN VITRO)


1. Pengertian Kultur In Vitro
Kultur jaringan tanaman atau sering disebut juga dengan kultur in vitro merupakan
didefinisikan sebagai suatu metode mengisolasi bagian dari tanaman, seperti protoplasma sel,
jaringan, dan organ serta menumbuhkannya dalam media yang sesuai dan kondisi aseptik,
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman
lengkap. Karena pertumbuhannya memerlukan tempat steril dengan wadah yang biasanya
tembus cahaya, maka disebut kultur in vitro yang berarti kultur di dalam gelas. Secara lebih
rinci, kultur jaringan dapat.
Ada beberapa karakter yang dapat dipakai untuk mencirikan teknik kultur in vitro,
yaitu:
1) Terbebas dari segala mikroorganisme
2) Lingkungan tumbuh optimal
3) Pola perkembangan normal tanaman dapat dimodifikasi
4) Manipulasi jaringan untuk perbaikan tanaman

Perbanyakan tanaman secara in vitro dikembangkan berdasarkan sifat totipotensi sel.


Totipotensi sel dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan sel untuk tumbuh dan
berkembang menjadi individu yang sempurna jika ditempatkan pada suatu lingkungan yang
sesuai untuk pertumbuhannya dan terkendali. Teori totipotensi ini dikemukakan oleh
G.Heberlandt tahun 1898. Dia adalah seorang ahli fisiologi yang berasal dari Jerman. Kultur
jaringan tanaman terdiri atas berbagai tipe berdasarkan penggunaannya. Beberapa tipe kultur
adalah kultur embrio, meristem, kalus, anter, dan protoplas.
(Gunawan, 1987).

2. Faktor yang Dibutuhkan


a) Media tumbuh
Media tumbuh untuk perbanyakan tanaman dengan kultur in vitro mengandung
komposisi bahan organik, anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Media
tersebut berfungsi untuk penyediaan air, hara mineral, vitamin, zat pengatur tumbuh, akses ke
atmosfer untuk pertukaran gas, dan pembuangan sisa metabolisme tanaman pada proses
regenerasi kultur in vitro.

1
Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog
(MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering
digunakan secara luas adalah MS. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau
botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf.
Terdapat dua penggolongan media tumbuh, yaitu media padat dan media cair.
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan
agar (dari rumput laut) atau pengganti agar seperti Gelrite atau Phytagel (bersumber dari
bakteri). Pada media cair nutrisi dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam
kondisi bergerak, tergantung kebutuhan.
b) Zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh merupakan molekul organik yang disintesis di dalam jaringan
tanaman dan diperlukan dalam konsentrasi yang sangat rendah untuk mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kultur in vitro adalah manipulasi pertumbuhan
tanaman di bawah kondisi yang sangat terkendali, dan sitokinin serta auksin merupakan dua
zat pengatur tumbuh utama untuk tujuan manipulasi ini.
Auksin memiliki berbagai peranan yang berbeda dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Senyawa ini merangsang pertumbuhan dan pemanjangan sel,
pembelahan sel, terutama sekali pada pembentukan kalus dan pembentukan akar adventif.
Auksin juga menghambat perkembangan tunas aksilar dan pembentukan embrio somatik dari
kultur kalus. Jenis auksin yang sering digunakan adalah Indole Acetic Acid (IAA), Napthalene
Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA IBA.
Peranan sitokinin dalam kultur jaringan adalah menginduksi perkembangan tunas
aksilar dengan mengurangi dominansi apikal. Sitokinin menyebabkan jaringan mengembang,
menginduksi perkembangan tunas aksilar dan tunas adventif dan meningkatkan pembelahan
sel. Sitokinin bersifat stabil terhadap pemanasan dan karenanya dapat ditambahkan pada
medium sebelum diotoklaf.
c) Eksplan
Eksplan adalah potongan atau bagian jaringan yang diisolasi dari tanaman yang
digunakan untuk inisiasi suatu kultur in vitro. Eksplan merupakan potongan tanaman yang
diisolasi untuk inisiasi kultur. Respon masing-masing eksplan dalam kultur akan berbeda.
Kemampuan regenerasi eksplan dalam kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh tipe eksplan,
varietas eksplan, umur tanaman induk sumber eksplan, kondisi fisiologis, dan ukuran eksplan.

2
Tipe eksplan merupakan faktor yang penting dalam mengoptimalkan pelaksanaan
kultur. Tipe eksplan seperti tunas, tunas ketiak (aksilar), akar, mata tunas, daun, embrio, dan
bakal biji akan memberikan perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan eksplan.
d) Kondisi lingkungan yang mendukung
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengaruhi regenerasi tanaman meliputi pH,
temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
Pada kultur in vitro diperlukan lingkungan aseptik agar bagian yang ditanam tidak
terkontaminasi, karena bagian tersebut sangat rentan dikarenakan sistem pertahanan hasil
kultur belum sempurna (Taji, 2006).
3. Tahapan Kultur In Vitro
Terdapat 4 langkah utama dalam tahapan kultur in vitro, yaitu induksi, multiplikasi,
rooting, dan aklimatisasi.
a) Induksi (Penanaman awal)
Pada tahap induksi terdapat 3 sub tahap, yaitu pembuatan media, sterilisasi, dan
penanaman eksplan.
1) Pembuatan media
Komposisi media tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang
sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol kaca.
2) Sterilisasi eksplan
Sterilisasi adalah proses untuk mematikan atau menonaktifkan spora dan
mikroorganisme sampai ke tingkat yang tidak muemungkinkan lagi berkembang biak
atau menjadi sumber kontaminan selama proses perkembangan berlangsung. Proses
sterilisasi yang tidak sempurna akan menimbulkan adanya kontaminasi.
3) Penanaman eksplan
Setelah disterikan eksplan ditumbuhkan dalam media kultur. Media yang banyak
digunakan adalah media MS. Untuk mengarahkan biakan pada organogenesis yang
diinginkan, ke dalam media ditambahkan zat pengatur tumbuh.

b) Multiplikasi (perbanyakan)
Multiplikasi merupakan proses penggandaan tanaman dimana tanaman dipotog-potong
pada bagian tertentu menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian ditanam kembali ke media agar
yang telah disiapkan.
c) Rooting (Pembentukan akar)

3
Tahap ini merupakan proses induksi (perangsangan) bagi sistem perakaran tanaman.
Hasil dari proses ini adalah tanaman dari kondisi sempurna. Pengakaran adalah fase dimana
planlet akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar biasanya berupa penambahan zat pemacu
pertumbuhan dari golongan auksin.
d) Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian planlet dari kondisi mikro dalam botol
(heterotrof) ke kondisi lingkungan luar (autotrof). Planlet yang dipelihara dalam keadaan steril
dalam lingkungan optimal, sangat rentan terhadap lingkungan luar, sehingga perlu dilakukan
aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan di rumah kaca atau pesemaian. Dalam aklimatisasi,
lingkungan tumbuh (terutama kelembaban) berangsur-angsur disesuaikan dengan kondisi
lapangan. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama
penyakit.

Gambar 2. Tahapan Kultur In Vitro.

4. Manfaat Kultur In Vitro


a. Pengadaan bibit
Kultur in vitro membantu memperbanyak tanaman (menyediakan bibit), khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangkan secara generatif. Keunggulan bibit hasil
kultur jaringan, antara lain sifatnya identik dengan induknya, massal dan hemat
tempat, waktu yang relatif singkat, lebih seragam, mutu bibit lebih terjamin, dan
kecpatan tumbuh bibit lebih cepat.
b. Menyediakan bibit bebas virus/penyakit

4
Kultur in vitro dilakukan pada bagian meristem apikal. Pada bagian ini kandungan
virusnya berada pada tingkat yang paling rendah, bahkan tidak ada. Selain itu, aktivitas
metabolisme yang tinggi pada daerah tersebut tidak mendukung replikasi virus.
Dengan demikian kultur in vitro dapat menyediakan bibit bebas virus atau penyakit.
c. Membantu program pemuliaan tanaman
Kultur in vitro dapat membantu program pemuliaan tanaman untuk menghasilkan
tanaman yang lebih baik melalui keragaman somaklonal, kultur haploid, embryo
rescue, seleksi in vitro, fusi protoplas, transformasi gen/rekayasa genetika.
d. Membantu proses konservasi dan preservasi plasma nutfah, termasuk embryo rescue
Konservasi in vivo dalam bentuk penyimpanan biji dan tanaman hidup. Preservasi in
vivo dengan cara menyimpan biji. Penyimpanan secara kultur in vitro dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik pertumbuhan minimal dan kriopreservasi
e. Produksi senyawa kimia untuk farmasi, industri makanan, dan kosmetik
Sel-sel tanaman yang dapat memproduksi senyawa tertentu, ditumbuhkan dalam
bioreactor besar. Misalnya, untuk produksi senyawa antibiotik dari suatu jenis fungi.
Senyawa hasil tersebut bisa didapatkan dari hasil sintesis lengkap, juga dapat
merupakan hasil transformasi enzim dalam sel tanaman (Gunawan, 1987).

5. Dampak Negatif Kultur In Vitro


a. Bibit yang dihasilkan mempunyai perakaran yang tidak kuat.
b. Mempersempit lapangan kerja pembibitan secara konvensional.
c. Hilangnya plasma nutfah dari tanaman tertentu.
d. Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena memperlukan keahlian
khusus.

Anda mungkin juga menyukai