Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

KULTUR ORGAN

Disusun Oleh:
Nama

: Yulita Ningtias

NIM

: 115040201111323

Kelompok

: Jumat, 07.30 WIB

Asisten

: Ardiani Husadila

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kultur organ merupakan salah satu cara perbanyakan
dalam ilmu Bioteknologi. kultur organ yang disebut juga dengan
perbanyakan mikro dimulai dengan bagian yang terorganisir dari
suatu tanaman, paling sering digunakan adalah tunas dan proses
pengkulturan ini menjaga keadaan terorganisir sambil
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kearah
perbanyakan dan regenerasi tanaman baru yang lengkap.
Pada praktikum kali ini dilakukan pada tanaman krisan,
dimana pada tanaman krisan diambil 3 bagian yang dapat
ditanama, yaitu bagian atas, cabang dan tunas yang tumbuh
diketiak tanaman. Dengan penanaman dengan kultur jaringan
bias menumbuhkan tanaman secara cepat jika dengan
menggunakan cara yang benar dan tepat.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui isolasi DNA
2. Untuk mengetahui inkubasi eksplan
3. Untuk mengetahui tahap kultur jaringan
4. Untuk mengetahui factor penentu kultur jaringan
5. Untuk mengetahui keberhasilan dalam kultur jaringan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Isolasi Eksplan
1) Isolasi Eksplan adalah perlindungan atau penyekatan yang
dilakukan pada bagian tanaman yang digunakan sebagai
bahan tanam pada sebuah media tanam (planflet).
2) Isolasi Eksplan adalah pemisahan atau pengucilan terhadap
bahan yang akan ditanam pada media kultur.
(Zulkifli, 2008)
2.2 Definisi Inkubasi Eksplan
1) Inkubasi Eksplan adalah masa atau tenggang waktu antara
masuknya kontaminan terhadap bahan tanam yang akan di
tanam.
2) Inkubasi Ekpslan adalah waktu yang digunakan penyebab
penyakit atau kontaminan untuk masuk ke eksplan tanaman.
(Hussey, 1998)
2.3 Tahap Kultur Jaringan
1. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum melakukan kultur
jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan
yang pertama harus dilakukan adalah
memilih bahan induk yang akan
diperbanyak. Tanaman tersebut harus
jelas jenis, spesies, dan varietasnya
serta harus sehat dan bebas dari hama
dan penyakit. Tanaman indukan
sumber
eksplan tersebut
harus
dikondisikan dan dipersiapkan secara
khusus di rumah kaca atau greenhouse
agar eksplan yang akan dikulturkan
sehat dan dapat tumbuh baik serta
bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara invitro.Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih
dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus
dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan
dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga

tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari
kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk
sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti
memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh.
Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman
induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk
mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk
merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan
reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur (Yusnita, 2003).
2. Insiasi Kultur
Tujuan
utama
dari propagasi secara invitro tahap ini adalah
pembuatan kultur dari
eksplan yang bebas
mikroorganisme
serta
inisiasi
pertumbuhan
baru (Wetherell, 1976).
Ditambahkan
pula
menurut Yusnita, 2004,
bahwa pada tahap ini
mengusahakan
kultur
yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari
mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga
diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi
pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk
perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell,
1976).
Untuk mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi,
eksplan harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk
menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang menempel di
permukaan eksplan. beberapa bahan kimia yang dapat digunakan
untuk mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2,
etanol, dan HgCl2.
Kesesuaian bagian tanaman untuk dijadikan eksplan,
dipengaruhi oleh banyak faktor. Tanaman yang memiliki hubungan

kekerabatan dekat pun, belum tentu menunjukkan rspon in-vitro


yang sama (Wetherell, 1976). Penggunaan eksplan yan tepat
merupakan hal penting yang juga harus diperhatikan pada tahap ini.
Umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta ukuran
eksplan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan, merupakan
faktor penting dalam tahap ini. Bagi kebanyakan tanaman, eksplan
yang sering digunakan adalah tunas pucuk (tunas apikal) atau mata
tunas lateral pada potongan batang berbuku. Namun belakangan ini,
eksplan potongan daun yang dulunya hanya digunakan untuk
tanaman-tanaman herba, seperti violces, begonia, petunia dan tomat,
ternyata dapat digunakan juga untuk tanaman-tanaman berkayu
seperti Ficus lyrata, Annona squamosa, dan melinjo. Eksplan yang
dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman Anthurium sendiri
diantaranya adalah tunas pucuk, daun, tangkai daun muda, tangkai
bunga, spate, spandik, biji, ruas batang dan anther.
Umur fisiologis dan umur ontogenetik jaringan tanaman
yang dijadikan eksplan juga berpengaruh terhadap potensi
morfogenetiknya. Umumnya, eksplan yang berasal dari tanaman
juvenile mempunyai daya regenerasi tinggi untuk membentuk tunas
lebih cepat dibandingakan dengan eksplan yang berasal dari tanaman
yang sudah dewasa.
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah
terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan
(browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul
akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu
proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut
bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat
mematikan jaringan eksplan.
3. Multiplikasi atau perbanyakan
propagul
Tahap ini bertujuan untuk
menggandakan
propagul
atau
bahan tanaman yang diperbanyak
seperti tunas atau embrio, serta
memeliharanya dalam keadaan
tertentu sehingga sewaktu-waktu
bisa dilanjutkan untuk tahap
berikutnya (Yusnita, 2004). Pada

tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang


terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau
merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik
secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu.
Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus
terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan
yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang
digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal
dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron
(TDZ).Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari
suatu perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya
suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi (Wetherell, 1976).
Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari
tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang
mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang
kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang
terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan,
seperti terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan
suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya
tanaman off-type sangat besar.
4. Pemanjangan tunas, induksi, dan perkembangan akar
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk
tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat
dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam
tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap
pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan
(Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap
multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas.
Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat
rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara
individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok
lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup
panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan
pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu
setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro
dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran
yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA.
Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang

dihasilkan pada tahap sebelumnya. Disamping itu, beberapa


perlakuan yang disebut hardening in vitro telah dilaporkan dapat
meningkatkan mutu tunas sehingga planlet atau tunas mikro tersebut
dapat diaklimatisasikan dengan persentase yang lebih tinggi.
Beberapa perlakuan yang bisa dilakukan sebagai berikut:
1. Mengondiskan kultur di tempat yang pencahaannya
berintensitas lebih tinggi (contohnya 10000 lux) dan
suhunya lebih tinggi.
2. Pemanjangan dan pemanjangan tnas mikro dilakukan dalam
media kultur dengan hara mineral dan sukrosa lebih rendah
dan konsentrasi agar-agar lebih tinggi (Yusnita, 2004).
5. Aklimatisasi
Dalam
proses
perbanyakan tanaman secara
kultur
jaringan,
tahap
aklimatisasi
planlet
merupakan salah satu tahap
kritis yang sering menjadi
kendala dalam produksi
bibit secara masal. Pada
tahap ini, planlet atau tunas
mikro
dipindahkan
ke
lingkungan di luar botol
seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca
kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah
proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran
dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar
botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat
bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan.
Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan
berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan
keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro
di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah
jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di
luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan

tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam


botol. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena
sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi,
aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa
gejala ketidak normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula
tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna,
morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai
mana mestinya. Strutur mesofil berubah, dan aktifitas fotosintesis
sangat rendah. Dengan karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas
mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan ke kondisi
eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut
diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras.
Dengan kata lain planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasikan
(AnonymousA,2012)
2.4 Faktor Penentu Kultur Jaringan
1. Genotipe Tanaman
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan
dan morfogenesis eksplan dalam kultur invitro adalah genotip
tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan
bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi
tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan
tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti
kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh
karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan
pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman
bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama.
2. Media Kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan
jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.
a. Komposisi Media
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi
garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh
sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan.
Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah

pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media


yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis
eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media
bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan
dan varietas tanaman, seperti media MS. Namun ada juga
beberapa jenis media yang diformulasikan untuk tanamantanaman tertentu misalnya WPM, VW dll. Media-media tersebut
dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti perkecambahan
biji, kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui
organogenesis dan embriogenesis. Media yang dibutuhkan untuk
perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas aksilar umumnya
lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk regenerasi
kalus baik melalui organogenesis maupun embryogenesis.
b. Komposisi hormon pertumbuhan.
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang
ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah
pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang
ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis
eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya.
Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke
dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta
kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada
eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan
melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya
disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon
pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah
pertumbuhan eksplan yang diinginkan. Hormon pertumbuhan
yang digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah
golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardant
c. Keadaan fisik media
Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah
media semi-solid (semi padat) dengan cara menambahkan agar.
Media semi padat ini digunakan karena beberapa alasan antara
lain: eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat,
selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama,
eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak
diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur, orientasi

pertumbuhan tunas dan akar tetap, dan kalus tidak pecah seperti
jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar
dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena:
agar mungkin mengandung senyawa penghambat yang dapat
menghambat morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat
pertumbuhan kultur, eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh
media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan eksplan, agar harus dicuci bersih
dari akar sebelum diaklimatisasi, dan perlu waktu yang lebih
banyak untuk mencuci gelas kultur misalnya botol-botol harus
diautoclave untuk melarutkan agar sebelum dicuci.
3. Lingkungan tumbuh
a. Suhu
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu
yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari
tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup
besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro
dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur, namun
laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang
kultur yang konstant baik pada siang maupun malam hari.
Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur in vitro
lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk
mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.
Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan adalah
konstan, yaitu 25C (kisaran suhu 17-32C)
b. Kelembaban relatif.
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol
yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 8099%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban
relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%.
Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah
sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur berada
dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol
kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering
sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat
kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol kultur
yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh abnormal
yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun

terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi


atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan
planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak longgar,
tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol
kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.
c. Cahaya.
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo,
kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran
dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan
eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ atau jaringan
tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh
cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh
cahaya.Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur
umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan
penyinaran.Tunas-tunas umumnya dirangsang pertumbuhannya
dengan penyinaran, kecuali pada teknik perbanyakan yang
diawali dengan pertumbuhan kalus.
4. Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat
dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai
eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas,
kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik
mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase
fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.
(anonymousB,2012)
2.5 Macam-Macam Kultur Organ
1. Kultur Organ
Sumber eksplan dapat berupa bagian organ tanaman seperti
tunas, akar, batang, biji, umbi, daun, tangkai daun.
2. Kultur Meristem : Meristem dari tunas pucuk atau tunas aksiler,
ruas batang.
3. Kultur Sel yang mempunyai tipe khusus : serbuk sari (sel
haploid), endosperm (triploid).
4. Kultur Antera/Polen Anter atau Kepala sari mengandung polen.
5. Kultur Embrio
Memisahkan embrio yang belum dewasa dan menumbuhkan
secara in-vitro. Tujuan Kultur Embrio: Memperpendek waktu
berkecambah, menguji kecepatan viabilitas biji, memperbanyak

tanaman langka seperti Kelapa kopyor (mempunyai embrio yang


lunak).Memperoleh hibrid yang langka seperti Embrio pada
keadaan
normal
sering
mati
pada
awal
tingkat
perkembangannya.
6. Kultur Protoplas
Protoplas adalah sel hidup yang telah dihilangkan dinding sel
nya (sel telanjang).
Tujuan Kultur Protoplas:
Mempelajari komponen penyusun sel (organela).
Untuk dapat melakukan fusi protoplas.
Mendapatkan tanaman hibrid dan cybrid somatic.
Digunakan dalam trasplantasi dan transformasi genetic.
7. Kultur Biji
Tujuan Kuktur Biji:
Mempercepat waktu kecambah.
Mengatasi masalah tanaman langka.
Mempelajari kecepatan pertumbuhan.
Mendapatkan biji steril untuk mengatasi kontaminasi
pada eksplan yang dibudidayakan.
(AnonymousC, 2012)

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat, Bahan, dan Fungsi
3.1.1 Alat
Pinset
: Untuk mengambil benda berukuran kecil
Skalpel
: Untuk memotong bahan
Petridish
: Sebagai wadah/tempat membuang carrier
LAFC
: Tempat melakukan kuktur
Sprayers
: Untuk menyemprotkan larutan
Mata pisau
: Untuk memotong ujung organ
Gelas Ukur 400 ml: Untuk meletakkan larutan
Botol Kultur : Sebagai tempat media
Saringan
: Untuk menyaring laruta
Bunsen
: Untuk mensterilkan
3.1.2 Bahan
Tunas Krisan : Sebagai tanaman yang akan di kultur
Deterjen
: Untuk sterilisasi bahan
Baylean
: Untuk sterilisasi bahan
Aquades
: Untuk pencampuran bahan
Fungisida
: Untuk sterilisasi bahan
Etanol (C2H5OH) 700%: Untuk sterilisasi bahan
3.2 Cara Kerja
Kultur Tunas Krisan
a. Sterilisasi Awal
Ambil eksplan dari tanaman hidup (krisan)

Gojok dengan detergent 2,5 % selama 5 menit

Bilas dengan air mengalir

Rendam fungisida 0,3 % selama 5 menit

Cuci dengan clorok 30 %/ 50 ml H2O


Aduk dengan spatula

Rendam aquades steril selama 5 menit


b. Penanaman di LAFC
Potong bagian eksplan

Tanam pada media MS

Panaskan pinggir botol dan tutupnya dengan Bunsen

Tutup botol ikat dengan karet

Pengamatan 3 hari sekali selama 2 minggu

Dokumentasi
3.3 Analisa Perlakuan
Digojok dengan detergent 2,5 % selama 5 menit untuk
mensterilkan kultur tunas dari bahan-bahan yang dapat mengganggu
pertumbuhan. Dibilas dengan air mengalir agar tidak ada sisa
detergent yang menempel pada tunas. Setelah itu direndam dengan
fungisida 0,3 % selama 5 menit juga untuk mensterilkan bahan juga.
Kemudian dicuci dengan clorok 30 % 150 ml H 2O agar bahan lebih
steril untuk penanaman yang terakir yaitu direndam dengan aqudes
agar semua pensterilan sebelumnya tidak menempel pada bahan
kultur. Dilakukan dimasukan diaquades dan pembakaran spatula,
pisau, pinset bertujuan untuk pensterilan alat. Pemanasan pinggir
botol dan tutupnya dengan Bunsen agar botol kultur benar-benar
steril.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
1. Pengamatan Ke-1 (Senin, 12 November 2012)

No

Bot
ol
Ke

Kondisi Eksplan
Dokumentasi
pengamatan

Konta
minan

Tidak
Kontamina
n

Keterangan

1. Eksplan yang
ditanam jatuh
1

2. Tidak
terkontaminasi

1. Eksplan yang
ditanam berdiri
2

2. Tidak
terkontaminasi

1. Eksplan yang
ditanam berdiri
3

2. Tidak
terkontaminasi

4
4

1. Eksplan yang
ditanam berdiri
2. Tidak
terkontaminasi

1. Eksplan yang
ditanam jatuh
2. Tidak
terkontaminasi

5
5

Pengamatan Ke-2 14 November 2012


Kondisi Eksplan
Bot
Dokumentasi
No
ol
Konta
Tidak
pengamatan
Ke
minan Kontaminan
1.

Keterangan

1. Tidak
Terkontaminasi
1

2. Eksplan belum
tumbuh

1. Tidak
Terkontaminasi
2

2. Eksplan belum
tumbuh

1. Tidak
Terkontaminasi
3

Pengamatan Ke-3 Senin, 19 November 2012


Kondisi Eksplan
Bot Dokumentas
Tidak
No
ol
i
Kontam
Kontamina
Ke pengamatan
inan
n
1.

Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

2. Eksplan belum
tumbuh

1. Terkontaminasi
jamur
2. Eksplan belum
tumbuh
3. Media Broning

1. Terkontaminasi
jamur dan
bakteri
2. Eksplan belum
tumbuh
3. Media Broning

Keterangan

Sudah
terkontaminasi
jamur dan bakteri,
media broning dan

eksplan dicuci

2
2

Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

1. Sudah
terkontaminasi
jamur dan bakteri,
media broning dan
eksplan dicuci
1. Tidak
Terkontaminasi

4
4

5
5

Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci
Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

Pengamatan Ke-4 Kamis, 22 November 2012


Kondisi Eksplan
Bot Dokumentas
Tidak
No
ol
i
Kontam
Kontamina
Ke pengamatan
inan
n

2. Eksplan belum
tumbuh

Sudah
terkontaminasi
jamur dan bakteri,
media broning dan
eksplan dicuci
Sudah
terkontaminasi
jamur dan bakteri,
media broning dan
eksplan dicuci

Keterangan

1.
1

2
2

Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

Sudah
terkontaminasi
jamur
dan
bakteri, media
broning
dan
eksplan dicuci

Sudah
terkontaminasi
jamur
dan
bakteri, media
broning
dan
eksplan dicuci

Sudah
terkontaminasi
jamur
dan
bakteri, media
broning
dan
eksplan dicuci

Sudah
terkontaminasi
jamur
dan
bakteri, media
broning
dan
eksplan dicuci

Sudah
terkontaminasi
jamur
dan
bakteri, media
broning
dan
eksplan dicuci

3
3

4
4

5
5

Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

Pengamatan Ke-5 Jumat 23 November 2012


No Bot Dokumentas
Kondisi Eksplan

Keterangan

ol
Ke
1.
1

2
2

i
pengamatan
Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

Kontam
inan

Tidak
Kontamina
n

Sudah
terkontaminasi
jamur
dan
bakteri, media
broning
dan
eksplan dicuci

Sudah
terkontaminasi
jamur
dan
bakteri, media
broning
dan
eksplan dicuci

Sudah
terkontaminasi
jamur
dan
bakteri, media
broning
dan
eksplan dicuci

Sudah
terkontaminasi
jamur
dan
bakteri, media
broning
dan
eksplan dicuci

3
3

4
4

Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

Ket : Botol di
ambil,
eksplan
dicuci

Sudah
terkontaminasi
jamur
dan
bakteri, media
broning
dan

eksplan dicuci

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, yaitu penanaman krisan pada media
yang dibuat dengan media MS yang dibuat pada minggu
sebelumnya. Pada praktikum ini sebenarnya menanam 3 bagian
tugas tanaman krisan yang ada dibagian atas, ketiak dan dan bagian
tunas. Tetapi karena masih terlalu kecil sehingga tidak
memungkinkan dalam penanaman sehingga yang ditanam hanya
bagian ketiak saja. Pada praktikum ini dilakukan pengamatan selama
2 minggu yang dilakukan pengamatan selama 3 hari sekali. Dari
pengamatan pertama sudah terlihat pada media no 1 dan 5 eksplan
jatuh hal ini dipengaruhi karena eksplan terlalu kecil, dan kurangnya
pengetahuan yang lebih dalam melakukan eksplan tanaman ini.
Jatuhnya ekspla mempengaruhi pertumbuhan tanaman atau
keberhasilanya. Terbukti pada pengamatan yang kedua botol kultur
no 4 dan 5 terkontaminasi. Dimana botol kultur no 4 terinfeksi jamur
sedangkan pada botol kultur 5 leih parah yaitu terinfeksi bakteri dan
jamur. Pada pengamatan ke-3 hanya tersisa 1 botol kultur no3 hal ini
disebabkan karena botol kultur yang lain sudah terkontaminasi dan
harus dipindahkan dari ruangan. Setelah botol diambil, setiap harinya
hanya mengamati 1 botol kultur yang tersisa yaitu botol kultur no3 ,
tetapi botol kultur juga broning sehingga tanaman hanya bias
bertahan tiddak terkontaminasi, namun tidak ada tunas yang tumbuh.
Pengamatan ini sesuai dengan pernyataan ilmuwan, yaitu
Andria bin Muhayat bahwa eksplan yang terkontaminasi akan
menunjukkan gejala seperti berwarna putih sampai biru (disebabka
njamur) atau busuk (disebabkan bakteri).

BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
Pada praktikum kultur organ pada tanaman krisan yaitu
dengan penanaman tunas krisan yang berada diketiak tanaman. Pada
praktikum ini penanaman dilakukan pada pembuatan media yang
telah dibuat pada sebelumnya. Hasil praktikum menunjukan hingga 2
minggu pengamatan hanya botol kultur no 3 yang tidak
terkontaminasi jamur dan bakteri. Walaupun tidak terkontaminasi
jamur dan bakteri tanaman pada no 3 juga tidak tumbul dikarenakan
media kultur mengalam broning sehingga pertumbuhan tanaman
menjadi terhambat.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Asisten
Untuk mengawasi dan memberi tutor sejelas-jelasnya agar
dalam penanaman benar dan tidak banyak yang
terkontaminasi.
5.2.2 Saran untuk Praktikum
Dalam praktikum sebaikna setiap mahasiwa menanam pada
satu botol kultur agar setiap mahasiswa mengerti dan paham
benar mengenai materi selain itu agar mahasiswa bertanggung
jawab terhadap pengamatanya. Terima kasih. :

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, A2012 http://kultur-jaringan.blogspot.com/2009/08/
tahapan-tahapan-kultur-jaringan.html. Diakses tanggal
17 November 2012.
Anonymous, B2012. http://kultur-jaringan.blogspot.com/2009 /
08/faktor-faktor-penentu-keberhasilan.html.
Diakses
tanggal 17 November 2012.
AnonymousC, 2012. http://www.doctortani.com/2012/07/laporanpraktikum-kultur-organ.html. Diakses tanggal 17
November 2012.
Hussey dan Stacy.1980.Perbanyakan Kultur In Vitro.Erlangga.Bogor.
Wulandari S., Wan Syafii dan Yossilia, 2004. Respon Eksplan Daun
Tanaman Jeruk Manis (Citrus sinensis L.) Secara In
Vitro Akibat Pemberian NAA Dan BA, Jurnal
Biogenesis.
Zulkifli.2008. http://9fly.wordpress.com/2008/12/22/kultur-jaringantumbuhan/.Diakses tanggal 10 November 2012.

Anda mungkin juga menyukai