PENDAHULUAN
A. Judul
Sterilisasi Eksplan dan Kultur Embrio Zigotik Biji Buah Naga (Hylocereus
costaricensis)
B. Latar Belakang
Kultur biji merupakan teknik penumbuhan biji secara in vitro pada
media buatan (Zulkarnain, 2009). Teknik ini biasanya dilakukan untuk biji
yang tidak mempunyai endosperm atau ukurannya sangat kecil (Suryowinoto,
1996). Kultur biji berguna dalam menyiapkan bibit yang baik berkualitas
tinggi, bibit yang sehat serta bebas hama dan penyakit (Asjayantri dkk., 2014).
Kultur in vitro dianggap efisien dalam menghasilkan bibit dalam jumlah yang
banyak sehingga dapat menjadi alternatif bagi kendala yang dihadapi.
Sterilisasi eksplan biji buah naga dilakukan dengan larutan
desinfektan. Eksplan biji buah naga yang digunakan harus disterilisasi terlebih
dahulu untuk dapat bebas dari segala kontaminan yang ada selama proses
kultur. Sterilisasi eksplan yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan
bibit yang memiliki kualitas baik sebagai calon tanaman.
Proses pertumbuhan biji dapat melalui beberapa fase hingga dapat
membentuk kecambah atau tanaman kecil. Fase pertumbuhan biji buah naga
akan dibuat melalui optilab pada kultur biji buah naga di cawan petri.
Pertumbuhan secara umum diamati dengan terbentuknya kecambah pada
kultur biji buah naga pada botol kultur.
C. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan biji buah naga (Hylocereus costaricensis)
setelah ditanam pada medium in vitro.
2. Mengetahui presentase perkecambahan biji buah naga (Hylocereus
costaricensis).
II. TINJAUAN PUSTAKA
B. Cara Kerja
Ruang penabur berupa LAF dan entkas disterilisasi. Permukaan LAF
dibersihkan dengan kain flannel yang sudah direndam dengan alkohol 70%
serta alat dan bahan yang akan digunakan sebelum dimasukkan ke dalam LAF
disemprot terlebih dahulu dengan alkohol 70%. Biji buah naga sebanyak 40
biji diambil dan lendir pada biji dibersihkan. Biji dibilas dengan air filtrasi
lalu dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditutup dengan alumunium foil.
Gelas beker berisi biji buah naga dimasukkan ke dalam LAF lalu dipindahkan
ke dalam tabung konikel.
Laurtan kloroks 10% ditambahkan kedalam tabung konikel dan
digojog selama 5 menit lalu larutan dibuang. Larutan kloroks 5%
ditambahkan kedalam tabung konikel dan digojog selama 10 menit lalu
larutan dibuang. Biji buah naga dalam tabung konikel dibilas dengan akuades
sebanyak 3 kali. Biji buah naga lalu dikeluarkan dan dikeringkan diatas kertas
saring. Biji buah naga ditanam di satu cawan petri kecil sebanyak 5 biji dan 4
botol kultur dengan jumlah masing-masing 5 biji per botol.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tabel
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil seperti
Tabel 1, sebagai berikut:
Boto Persentase Perkecambahan (%) pada Persentase Penyebab
l ke - pengamatan ke - Kontaminasi Kontaminasi
0 1 2 3 4 5
1 0 20 100 100 100 100 0% -
2 0 0 100 100 100 100 0% -
3 0 0 100 100 100 100 0% -
4 0 20 100 100 100 100 0% -
B. Pembahasan
Kultur biji merupakan teknik penumbuhan biji secara in vitro pada media
buatan. Kultur biji dapat mempercepat proses germinasi untuk beberapa jenis
tanaman yang sulit tumbuh secara in vitro. Berdasarkan sampel bijinya, biji
dibedakan menjadi mature dan immature yang memiliki perbedaan dalam proses
pengkondisian sebelum dan saat kultur (Zulkarnaen, 2009). Kultur biji biasanya
dilakukan untuk biji yang tidak mempunyai endosperm atau biji yang ukurannya
sangat kecil (Suryowinoto, 1996). Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila
menggunakan biji sebagai eksplan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi,
temperature dan dormansi (Daisy, 1994).
Praktikum yang dilakukan diberi dengan beberapa perlakuan. Biji buah naga
dibersihkan lendir yang tersisa pada biji supaya sterilant yang digunakan dapat
membersihkan biji secara maksimal sehingga terjadinya kontaminasi dapat
berkurang. Biji buah naga yang digunakan adalah yang tenggelam pada saat
perendaman karena diharapkan dapat berkecambah dengan baik. Penggunaan
chlorox 10% selama 5 menit kemudian dilanjutkan dengan chlorox 5% selama 10
menit berfungsi untuk sterilisasi, sterilisasi dilakukan dari sterilant tingi ke rendah
untuk meningkatkan efektivits dan tidak meninggalkan sterilan pada eksplan.
Biji buah naga yang digunakan harus dalam keadaan kering atau dikeringkan
terlebih dahulu, karena dalam keadaan basah dapat menyebabkan kontaminasi.
Kultur biji yang dilakukan tidak memerlukan hormon tambahan karena biji sudah
memiliki endosperm, sehingga medium berfungsi untuk memicu germinasi biji.
Biji buah naga ditanam di petri kecil untuk mengetahui fase perkecambahan
dalam biji buah naga, dari biji pecah hingga munculnya kotiledon.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada Tabel 1. diketahui bahwa pada botol
ke-1 pengamatan ke-0 belum terdapat pertumbuhan, pengamatan ke-1 persentase
perkecambahan 20%, pengamatan ke-2 sampai ke-5 persentase perkecambahan
100%, dan persentase kontaminan 0%. Botol ke- 2 pada pemangatan ke 0 belum
terdapat pertumbuhan, pengamatan ke-1 persentase perkecambahan 20%,
pengamatan ke-2 sampai ke-5 persentase perkecambahan 100%, dan persentase
kontaminan 0%. Botol kultur ke-3 belum terdapat pertumbuhan, pengamatan ke-1
persentase perkecambahan 20%, pengamatan ke-2 sampai ke-5 persentase
perkecambahan 100%, dan persentase kontaminan 0%. Botol ke-4 belum terdapat
pertumbuhan, pengamatan ke-1 persentase perkecambahan 20%, pengamatan ke-
2 sampai ke-5 persentase perkecambahan 100%, dan persentase kontaminan 0%.
Berdasarkan hasil yang didapatkan diketahui pada botol 1, 2, 3, dan 4 tidak
ditemukan adanya kontaminasi pada kultur. Kontaminasi pada eksplan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kultur, karena pada
kultur yang dilakukan tidak ditemui kontaminasi sehingga diketahui sterilisasi
yang dilakukan sudah tepat. Hal ini sesuai menurut Santoso dan Nursandi (2003),
Bentuk, konsentrasi dan waktu yang dibutuhkan dalam melakukan sterilisasi
harus ditentukan dengan tepat. Penggunaan chlorox juga membantu dalam
menjaga sterilisasi pada eksplan yang digunakan, menurut Santoso dan Nursandi
(2003), pengaruh pemberian chlorox pada permukaan eksplan yaitu mampu
D E F
pertumbuhan biji buah naga pada Gambar 2, diketahui pada pengamatan ke-5 (D),
biji buah naga sudah pecah dan muncul plumulayang berasal dari pangkal biji
buah naga. Pengamatan ke-6 (E) dan ke-7 (F) , biji buah naga sudah muncul
radikula sebagai calon akar dan pada gambar dapat terlihat plumula semakin
memanjang. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui pada pengamatan
ke-5 termasuk kedalam perkecambahan biji tahap pertama dimana mulai muncul
radikula, hal ini sesuai dengan teori Handayani (2008), dimana pada tahap
pertama ditandai dengan munculnya radikula yang berwarna putih kekuningan
hingga krem dari celah kecil di bagian pangkal biji, pertumbuhan memanjang
hipokotil (akan menjadi plumula) menyebabkan radikula ikut terus memanjang.
Pengamatan ke-6 (E) dan ke-7 (F) termasuk ke dalam perkecambahan biji tahap
kedua dimana mulai muncul plumula dan akar, hal ini sesuai menurut teori
Handayani (2008), dimana hipokotil tumbuh memanjang dengan sedikit
membesar dan berwarna kuning seperti radikula membentuk akar primer.
Faktor pembatas yang mempengaruhi keberhasilan kultur biji tidak hanya
dengan adanya kontaminasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dalam
perkecambahan biji dalam kultur biji. Menurut Wattimena dkk. (1992), faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi kultur bijji dalam kultur jaringan, yaitu Genotip
dari sumber bahan tanam yang digunakan, media kultur yang mencangkup
komponen penyusun media dan zat pengatur tumbuh yang digunakan,
Lingkungan tumbuh yaitu keadaan fisik tempat kultur ditumbuhkan dan fisiologi
jaringan tanaman sebagai eksplan.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
sebagai berikut, bahwa:
1. Perkembangan biji buah naga setelah ditanam dalam kultur in vitro
diketahui pada pengamatan hari ke 0, 1 dan 2 belum terlihat adanya
perkecambahan dimana biji buah naga masih utuh dan belum pecah.
Pengamatan ke-5, biji buah naga sudah pecah dan muncul plumulayang
berasal dari pangkal biji buah naga. Pengamatan ke-6 dan ke-7, biji buah
naga sudah muncul radikula sebagai calon akar dan pada gambar dapat
terlihat plumula semakin memanjang.
2. Persentase perkecambahan diketahui bahwa pada botol ke-1 pengamatan
ke-0 belum terdapat pertumbuhan, pengamatan ke-1 presentase
perkecambahan 20%, pengamatan ke-2 sampai ke-5 presentase
perkecambahan 100%. Botol ke- 2 pada pemangatan ke 0 belum terdapat
pertumbuhan, pengamatan ke-1 presentase perkecambahan 20%,
pengamatan ke-2 sampai ke-5 presentase perkecambahan 100%. Botol
kultur ke-3 belum terdapat pertumbuhan, pengamatan ke-1 presentase
perkecambahan 20%, pengamatan ke-2 sampai ke-5 presentase
perkecambahan 100%. Botol ke-4 belum terdapat pertumbuhan,
pengamatan ke-1 presentase perkecambahan 20%, pengamatan ke-2
sampai ke-5 presentase perkecambahan 100%.
B. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, disarankan dalam
melakukan pengamatan optilab diwajibkan semua praktikan untuk melakukan
pengamatan, agar lebih paham dalam mengamati perkecambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Asjayantri, R., Nopsagiarti, T., dan Rover. 2014. Pemberian berbagai konsentrasi
IAA (Indole Acetic Acid) dan BAP (Benzyl Amino-Purine) pada media
subkultur jaringan tanaman buah naga (Hylocereus undatus). Jurnal Green
Swarnadwipa 5 (1): 147-156.
Edhi, S. 2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan. IPB Press,
Bogor.
Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Wahyuni, F., Basri, Z. dan Bustami, M. 2013. Pertumbuhan tanaman buah naga
merah (Hylocerus polyrhizus) pada berbagai konsentrasi benzilamino purine
dan umur kecambah secara in vitro. Jurnal Agrotekbis 1 (4) : 332- 338.
Wattimena, M., Armini, A. N., dan L.W. Gunawan, 1992. Perbanyakan Tanaman
Bioteknologi Tanaman Laboratorium Kultur Jaringan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut
Pertanian Bogor, Bogor.