Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Sterilisasi Eksplan dan Kultur Embrio Zigotik Biji Buah Naga (Hylocereus
costaricensis)

B. Latar Belakang
Kultur biji merupakan teknik penumbuhan biji secara in vitro pada
media buatan (Zulkarnain, 2009). Teknik ini biasanya dilakukan untuk biji
yang tidak mempunyai endosperm atau ukurannya sangat kecil (Suryowinoto,
1996). Kultur biji berguna dalam menyiapkan bibit yang baik berkualitas
tinggi, bibit yang sehat serta bebas hama dan penyakit (Asjayantri dkk., 2014).
Kultur in vitro dianggap efisien dalam menghasilkan bibit dalam jumlah yang
banyak sehingga dapat menjadi alternatif bagi kendala yang dihadapi.
Sterilisasi eksplan biji buah naga dilakukan dengan larutan
desinfektan. Eksplan biji buah naga yang digunakan harus disterilisasi terlebih
dahulu untuk dapat bebas dari segala kontaminan yang ada selama proses
kultur. Sterilisasi eksplan yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan
bibit yang memiliki kualitas baik sebagai calon tanaman.
Proses pertumbuhan biji dapat melalui beberapa fase hingga dapat
membentuk kecambah atau tanaman kecil. Fase pertumbuhan biji buah naga
akan dibuat melalui optilab pada kultur biji buah naga di cawan petri.
Pertumbuhan secara umum diamati dengan terbentuknya kecambah pada
kultur biji buah naga pada botol kultur.

C. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan biji buah naga (Hylocereus costaricensis)
setelah ditanam pada medium in vitro.
2. Mengetahui presentase perkecambahan biji buah naga (Hylocereus
costaricensis).
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan tumbuhan merupakan suatu upaya mengisolasi bagian-bagian


tanaman (protoplas, sel, jaringan dan organ) setelah itu mengkulturkannya pada
nutrisi buatan yang steril pada kondisi lingkungan tertentu sehingga dapat
beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali (Zulkarnaen, 2009). Kultur jaringan
digunakan prinsip dasar, yaitu sifat totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan sel
untuk dapat tumbuh menjadi tanaman yang utuh dan sempurna. Kultur terbagi
menjadi bermacam-macam jenis yang dapat dilakukan seperti kultur kalus, kultur
biji dan kultur tunas (Suryowinoto, 1996).
Kultur biji merupakan teknik penumbuhan biji secara in vitro pada media
buatan. Kultur biji dapat mempercepat proses germinasi untuk beberapa jenis
tanaman yang sulit tumbuh secara in vitro. Berdasarkan sampel bijinya, biji
dibedakan menjadi mature dan immature yang memiliki perbedaan dalam proses
pengkondisian sebelum dan saat kultur (Zulkarnaen, 2009). Kultur biji biasanya
dilakukan untuk biji yang tidak mempunyai endosperm atau biji yang ukurannya
sangat kecil (Suryowinoto, 1996). Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila
menggunakan biji sebagai eksplan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi,
temperature dan dormansi (Daisy, 1994).
Perkecambahan biji secara in vitro dinilai lebih cepat dibandingkan secara in
vivo sehingga kultur bii secara in vitro dipandang sebagai cara yang lebih efisien
dibanding secara in vivo (Wahyu dkk., 2013). Kultur biji berguna dalam
menyiapkan bibit yang baik berkualitas tinggi. Bibit yang sehat serta bebas hama
dan penyakit merupakan beberapa ciri bibit berkualitas tinggi (Asjayantri dkk.,
2014).
Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang dapat dikonsumsi
secara langsung atau dapat pula dikonsumsi sebagai jus, manisan, dan selai. Buah
naga (Hylocereus polyrhizus) berkhasiat sebagai penyeimbang kadar gula darah,
menjaga kesehatan mulut, penurun kolestrol, mencegah pendarahan dan kanker
usus (Kristanto, 2014).
Biji buah naga mengandung asam linoleate yang berfungsi sebagai anti
kanker. Perbanyakan biji buah naga dapat dilakukan dengan menggunakan media
MS (Murashige and Skoog) dengan setengah unsur hara makro dan mikro
(Wahyu dkk., 2013). Menurut Handayani (2008), perkecambahan biji dapat
dibedakan ke dalam lima tahap, sebagai berikut:
1. Tahap pertama
Pertumbuhan awal ditandai dengan munculnya radikula yang berwarna
putih kekuningan hingga krem dari celah kecil di bagian pangkal biji.
Terdapat retakan kulit biji yang akan mempermudah keluarnya calon akar
dari dalam biji. Pertumbuhan memanjang hipokotil menyebabkan radikula
ikut terus memanjang.
2. Tahap kedua
Hipokotil tumbuh memanjang dengan sedikit membesar dan berwarna
kuning seperti radikula membentuk akar primer. Bagian leher akar primer
yang berbatasan dengan hipokotil berwarna putih dengan bagian tengah
berwarna kuning kecoklatan dan bagian ujung berwarna kuning. Kotiledon
masih dalam biji yang menempel diujung hipokotil.
3. Tahap ketiga
Hipokotil yang ujungnya masih tetap membengkok terus tumbuh ke atas
hingga menembus dan melampui permukaan media tumbuh. Warna
bagian hipokotil dalam media putih sedangkan diatas permukaan media
kuning kehijauan. Akar primer terus tumbuh memanjang didalam media
tetapi kecepatan pertumbuhannya lebih lambat dari hipokotil dengan
warna krem.
4. Tahap empat
Akar primer mencapai rata-rata 4 cm sedangkan akkar sekunder mencapai
rata-rata 1-2 cm dengan keduanya berwarna krem. Hipokotil tumbuh tegak
panjang rata-rata 3 cm dengan warna diatas permukaan media berubah
jadi hijau kekunigan. Kotiledon rata-rata 1 cm dengan warna hijau muda.
5. Tahap kelima
Hipokotil masih terus memanjang hingga 4,5 cm diatas permukaan media
menjadi semakin hijau. Kotiledon terbuka membentk dua helaian
kotiledon bertangkai dan terpisah antara satu dengan yang lain.
Sterilisasi adalah suatu proses membunuh segala bentuk kehidupan
mikroorganisme yang ada pada sampel, alat-alat atau lingkungan tertentu
(Gabriel, 1996). Sterilisasi dapat mencegah adanya kontaminasi (Adji dkk.,
2007). Sterilisasi bertujuan untuk mendapatkan suatu produk yang steril setelah
melalui suatu proses sterilisasi dan diharapkan tidak mengalami perubahan
kualitas (Darwis dkk., 2009).
Metode sterilisasi setiap eksplan berbedam tergantung pada jenis tanamannya,
bagian tanaman yang digunakan, morfologi permukaannya, umur tanamannya,
kondisi tanamannya (sakit atau sehat pada saat pengambilan), musim saat
pengambilan, dan lingkungan tumbuhnya. Namun, pada prinsipnya, sterilisasi
eksplan adalah mensterilkan kontaminasi mikroorganisme tanpa mematikan
eksplannya (Edhi, 2013). Metode sterilisasi eksplan dengan senyawa antimikrobia
dipandang lebih efektif dibandingkan dengan penyaringan, gas, pemanasan,
radiasi ultraviolet atau gelombang mikro. Senyawa antimikrobia yang efektif
untuk sterilisasi permukaan eksplan adalah senyawa kimia etanol 70%, sodium
hipoklorit, kalsium hipoklorit, merkuri klorit, dan hidrogen peroksida
(Ardiansyah dkk., 2014).
Chlorox merupakan salah satu bahan sterilant untuk steriliasi permukaan
jaringan tanaman atau eksplan. Bentuk, konsentrasi dan waktu yang dibutuhkan
dalam melakukan sterilisasi harus ditentukan dengan tepat. Pengaruh pemberian
chlorox pada permukaan eksplan yaitu mampu membersihkan mikroorganisme
yang terdapat pada permukaan dan menghilangkan partikel-partikel seperti tanah,
debu dan lain-lain karena chlorox terdiri dari Natrium Hipoklorit (Santoso dan
Nursandi, 2003).
Menurut Wattimena dkk. (1992), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kultur bijji dalam kultur jaringan, yaitu:
1. Genotip dari sumber bahan tanam yang digunakan
2. Media kultur, mencangkup komponen penyusun media dan zat pengatur
tumbuh yang digunakan
3. Lingkungan tumbuh yaitu keadaan fisik tempat kultur ditumbuhkan
4. Fisiologi jaringan tanaman sebagai eksplan
Faktor pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan, salah satunya adalah
kontaminasi yang dapat terjadi setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat
dari eksplan baik internal maupun eksternal, organisme kecil yang masuk dalam
medium, air yang digunakan, botol kultur atau alat-alat tanaman yang kurang
steril, lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor sehingga sterilisasi
merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan kultur jaringan (Suryowinoto,
1996). Kontaminasi dapat disebabkan oleh jamur dan bakteri, kontaminan tumbuh
pertama kali pada eksplan kemudian menyebar ke dalam medium, menunjukkan
bahwa kontaminasi berasal dari eksplan yang dapat terjadi karena kurangnya
sterilisasi terhadap eksplan (Tuhuteru dkk., 2012).
Kontaminasi oleh jamur ditandai dengan munculnya benang-benang yang
berwarna putih, yang merupakan miselium jamur. Jamur dapat menginfeksi
jaringan secara sistemik (umum tersebar diseluruh organ) terlihat setelag jaringan
tersebut dipotong dan akan menyebar sehingga jaringan tersebut akan mati.
Kontaminasi oleh bakteri ditandai dengan munculnya bercak-bercak putih pada
medium terlihat agak berlendir. Bakteri lebih sulit dideteksi dibanding jamur
karena menginfeksi secara sistemik bakteri dan juga akan masuk ke dalam ruang
antar sel (Tuhuteru dkk., 2012).
III. METODE
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu botol kultur, cawan petri kecil, pinset, kain
flannel, alumunium foil, tabung konikel, gelas beker, spatula, plastic wrap,
mikroskop optilab, gelas beker, botol jam, Entkas dan LAF.
Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, medium MS, biji buah
naga (Hylocereus costaricensis), chlorox 10%, chlorox 5%, akuades steril dan
air filtrasi.

B. Cara Kerja
Ruang penabur berupa LAF dan entkas disterilisasi. Permukaan LAF
dibersihkan dengan kain flannel yang sudah direndam dengan alkohol 70%
serta alat dan bahan yang akan digunakan sebelum dimasukkan ke dalam LAF
disemprot terlebih dahulu dengan alkohol 70%. Biji buah naga sebanyak 40
biji diambil dan lendir pada biji dibersihkan. Biji dibilas dengan air filtrasi
lalu dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditutup dengan alumunium foil.
Gelas beker berisi biji buah naga dimasukkan ke dalam LAF lalu dipindahkan
ke dalam tabung konikel.
Laurtan kloroks 10% ditambahkan kedalam tabung konikel dan
digojog selama 5 menit lalu larutan dibuang. Larutan kloroks 5%
ditambahkan kedalam tabung konikel dan digojog selama 10 menit lalu
larutan dibuang. Biji buah naga dalam tabung konikel dibilas dengan akuades
sebanyak 3 kali. Biji buah naga lalu dikeluarkan dan dikeringkan diatas kertas
saring. Biji buah naga ditanam di satu cawan petri kecil sebanyak 5 biji dan 4
botol kultur dengan jumlah masing-masing 5 biji per botol.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tabel
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil seperti
Tabel 1, sebagai berikut:
Boto Persentase Perkecambahan (%) pada Persentase Penyebab
l ke - pengamatan ke - Kontaminasi Kontaminasi
0 1 2 3 4 5
1 0 20 100 100 100 100 0% -
2 0 0 100 100 100 100 0% -
3 0 0 100 100 100 100 0% -
4 0 20 100 100 100 100 0% -

B. Pembahasan
Kultur biji merupakan teknik penumbuhan biji secara in vitro pada media
buatan. Kultur biji dapat mempercepat proses germinasi untuk beberapa jenis
tanaman yang sulit tumbuh secara in vitro. Berdasarkan sampel bijinya, biji
dibedakan menjadi mature dan immature yang memiliki perbedaan dalam proses
pengkondisian sebelum dan saat kultur (Zulkarnaen, 2009). Kultur biji biasanya
dilakukan untuk biji yang tidak mempunyai endosperm atau biji yang ukurannya
sangat kecil (Suryowinoto, 1996). Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila
menggunakan biji sebagai eksplan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi,
temperature dan dormansi (Daisy, 1994).
Praktikum yang dilakukan diberi dengan beberapa perlakuan. Biji buah naga
dibersihkan lendir yang tersisa pada biji supaya sterilant yang digunakan dapat
membersihkan biji secara maksimal sehingga terjadinya kontaminasi dapat
berkurang. Biji buah naga yang digunakan adalah yang tenggelam pada saat
perendaman karena diharapkan dapat berkecambah dengan baik. Penggunaan
chlorox 10% selama 5 menit kemudian dilanjutkan dengan chlorox 5% selama 10
menit berfungsi untuk sterilisasi, sterilisasi dilakukan dari sterilant tingi ke rendah
untuk meningkatkan efektivits dan tidak meninggalkan sterilan pada eksplan.
Biji buah naga yang digunakan harus dalam keadaan kering atau dikeringkan
terlebih dahulu, karena dalam keadaan basah dapat menyebabkan kontaminasi.
Kultur biji yang dilakukan tidak memerlukan hormon tambahan karena biji sudah
memiliki endosperm, sehingga medium berfungsi untuk memicu germinasi biji.
Biji buah naga ditanam di petri kecil untuk mengetahui fase perkecambahan
dalam biji buah naga, dari biji pecah hingga munculnya kotiledon.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada Tabel 1. diketahui bahwa pada botol
ke-1 pengamatan ke-0 belum terdapat pertumbuhan, pengamatan ke-1 persentase
perkecambahan 20%, pengamatan ke-2 sampai ke-5 persentase perkecambahan
100%, dan persentase kontaminan 0%. Botol ke- 2 pada pemangatan ke 0 belum
terdapat pertumbuhan, pengamatan ke-1 persentase perkecambahan 20%,
pengamatan ke-2 sampai ke-5 persentase perkecambahan 100%, dan persentase
kontaminan 0%. Botol kultur ke-3 belum terdapat pertumbuhan, pengamatan ke-1
persentase perkecambahan 20%, pengamatan ke-2 sampai ke-5 persentase
perkecambahan 100%, dan persentase kontaminan 0%. Botol ke-4 belum terdapat
pertumbuhan, pengamatan ke-1 persentase perkecambahan 20%, pengamatan ke-
2 sampai ke-5 persentase perkecambahan 100%, dan persentase kontaminan 0%.
Berdasarkan hasil yang didapatkan diketahui pada botol 1, 2, 3, dan 4 tidak
ditemukan adanya kontaminasi pada kultur. Kontaminasi pada eksplan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kultur, karena pada
kultur yang dilakukan tidak ditemui kontaminasi sehingga diketahui sterilisasi
yang dilakukan sudah tepat. Hal ini sesuai menurut Santoso dan Nursandi (2003),
Bentuk, konsentrasi dan waktu yang dibutuhkan dalam melakukan sterilisasi
harus ditentukan dengan tepat. Penggunaan chlorox juga membantu dalam
menjaga sterilisasi pada eksplan yang digunakan, menurut Santoso dan Nursandi
(2003), pengaruh pemberian chlorox pada permukaan eksplan yaitu mampu

membersihkan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan dan


menghilangkan partikel-partikel seperti tanah, debu dan lain-lain karena chlorox
terdiri dari Natrium Hipoklorit.
Gambar 1. Hasil optilab pertumbuhan biji buah naga (A : Hari ke-0, B : Hari
ke-1, C : Hari ke-2) (Dokumentasi pribadi, 2019).
Gambar 2. Hasil optilab pertumbuhan biji buah naga (D : Hari ke-5, E : Hari
ke-6, F : Hari ke-7) (Dokumentasi pribadi, 2019).
Berdasarkan hasil optilab pertumbuhan biji buah naga pada Gambar 1,
diketahui pada pengamatan hari ke 0 (A), 1 (B) dan 2 (C) belum terlihat adanya
perkecambahan dimana biji buah naga masih utuh dan belum pecah. Hasil optilab

D E F

pertumbuhan biji buah naga pada Gambar 2, diketahui pada pengamatan ke-5 (D),
biji buah naga sudah pecah dan muncul plumulayang berasal dari pangkal biji
buah naga. Pengamatan ke-6 (E) dan ke-7 (F) , biji buah naga sudah muncul
radikula sebagai calon akar dan pada gambar dapat terlihat plumula semakin
memanjang. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui pada pengamatan
ke-5 termasuk kedalam perkecambahan biji tahap pertama dimana mulai muncul
radikula, hal ini sesuai dengan teori Handayani (2008), dimana pada tahap
pertama ditandai dengan munculnya radikula yang berwarna putih kekuningan
hingga krem dari celah kecil di bagian pangkal biji, pertumbuhan memanjang
hipokotil (akan menjadi plumula) menyebabkan radikula ikut terus memanjang.
Pengamatan ke-6 (E) dan ke-7 (F) termasuk ke dalam perkecambahan biji tahap
kedua dimana mulai muncul plumula dan akar, hal ini sesuai menurut teori
Handayani (2008), dimana hipokotil tumbuh memanjang dengan sedikit
membesar dan berwarna kuning seperti radikula membentuk akar primer.
Faktor pembatas yang mempengaruhi keberhasilan kultur biji tidak hanya
dengan adanya kontaminasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dalam
perkecambahan biji dalam kultur biji. Menurut Wattimena dkk. (1992), faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi kultur bijji dalam kultur jaringan, yaitu Genotip
dari sumber bahan tanam yang digunakan, media kultur yang mencangkup
komponen penyusun media dan zat pengatur tumbuh yang digunakan,
Lingkungan tumbuh yaitu keadaan fisik tempat kultur ditumbuhkan dan fisiologi
jaringan tanaman sebagai eksplan.
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
sebagai berikut, bahwa:
1. Perkembangan biji buah naga setelah ditanam dalam kultur in vitro
diketahui pada pengamatan hari ke 0, 1 dan 2 belum terlihat adanya
perkecambahan dimana biji buah naga masih utuh dan belum pecah.
Pengamatan ke-5, biji buah naga sudah pecah dan muncul plumulayang
berasal dari pangkal biji buah naga. Pengamatan ke-6 dan ke-7, biji buah
naga sudah muncul radikula sebagai calon akar dan pada gambar dapat
terlihat plumula semakin memanjang.
2. Persentase perkecambahan diketahui bahwa pada botol ke-1 pengamatan
ke-0 belum terdapat pertumbuhan, pengamatan ke-1 presentase
perkecambahan 20%, pengamatan ke-2 sampai ke-5 presentase
perkecambahan 100%. Botol ke- 2 pada pemangatan ke 0 belum terdapat
pertumbuhan, pengamatan ke-1 presentase perkecambahan 20%,
pengamatan ke-2 sampai ke-5 presentase perkecambahan 100%. Botol
kultur ke-3 belum terdapat pertumbuhan, pengamatan ke-1 presentase
perkecambahan 20%, pengamatan ke-2 sampai ke-5 presentase
perkecambahan 100%. Botol ke-4 belum terdapat pertumbuhan,
pengamatan ke-1 presentase perkecambahan 20%, pengamatan ke-2
sampai ke-5 presentase perkecambahan 100%.

B. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, disarankan dalam
melakukan pengamatan optilab diwajibkan semua praktikan untuk melakukan
pengamatan, agar lebih paham dalam mengamati perkecambahan.

DAFTAR PUSTAKA

Adji, D., Zuliyanti dan Larashanty, H. 2007. Perbandingan efektivitas sterilisasi


alkohol 70%, inframerah, autoklaf dan ozon terhadap pertumbuhan bakteri
Bacillus subtilis. Jurnal Sains Veterinary (25): 17-23.

Ardiansyah, R., Supriyanto, Wulandari, A.S., Subandy, B. dan Fitriani, Y. 2014


Teknik sterilisasi eksplan dan induksi tunas dalam mikropropagasi tambesi
(Fagraea fragrans Roxb.). Jurnal Silvikultur Tropika. 5 (3) : 167- 173.

Asjayantri, R., Nopsagiarti, T., dan Rover. 2014. Pemberian berbagai konsentrasi
IAA (Indole Acetic Acid) dan BAP (Benzyl Amino-Purine) pada media
subkultur jaringan tanaman buah naga (Hylocereus undatus). Jurnal Green
Swarnadwipa 5 (1): 147-156.

Daisy, P. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius, Yogyakarta.

Darwis, Darmawan, Warastuti, Y. dan Hardiningsih, L. 2009. Penentuan dosis


sterilisasi membran selulosa mikroba dengan iradiasi berkas elektron
berdasarkan ISO 11137. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 5(2) 165-
176.

Edhi, S. 2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan. IPB Press,
Bogor.

Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Handayani, T. 2008. Studi perilaku perkecambahan biji dan morfologi pertumbuhan


semai kenanga (Cananga odorata). Buletin Kebun Raya Indonesia 11 (1) : 23-
29.

Kristanto, D. 2014. Berkebun Buah Naga. Penebar Swadaya, Jakarta. Suryowinoto,


M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Kanisius, Yogyakarta.

Santoso, U. dan Nursandi, F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas


Muhammadiyah Malang, Malang.

Tuhuteru, S., Hehanussa, M. L. dan Raharjo, S. H.T. 2012. Pertumbuhan dan


perkembangan anggrek Dendrobium anosmum pada media kultur in vitro
dengan beberapa konsentrasi air kelapa. Jurnal Ilmu Budidaya Tanaman 1 (1):
1-12.

Wahyuni, F., Basri, Z. dan Bustami, M. 2013. Pertumbuhan tanaman buah naga
merah (Hylocerus polyrhizus) pada berbagai konsentrasi benzilamino purine
dan umur kecambah secara in vitro. Jurnal Agrotekbis 1 (4) : 332- 338.

Wattimena, M., Armini, A. N., dan L.W. Gunawan, 1992. Perbanyakan Tanaman
Bioteknologi Tanaman Laboratorium Kultur Jaringan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Zulkarnaen. 2009. Kultur Jaringan Tanaman Solusi Perbanyakan Tanaman Budi


Daya. Bumi Aksara, Jakarta.
.
LAMPIRAN
Perhitungan :
Persentase perkecambahan
1
Pengamatan ke-1 = a. Botol 1 : x 100 %=20 %
5
1
b. Botol 4 : x 100 %=20 %
5
5
Pengamatan ke-2 = a. Botol 1 : x 100 %=100 %
5
5
b. Botol 2 : x 100 %=100 %
5
5
c. Botol 3 : x 100 %=100 %
5
5
d. Botol 4 : x 100 %=100 %
5
5
Pengamatan ke-3 = a. Botol 1 : x 100 %=100 %
5
5
b. Botol 2 : x 100 %=100 %
5
5
c. Botol 3 : x 100 %=100 %
5
5
d. Botol 4 : x 100 %=100 %
5
5
Pengamatan ke-4 = a. Botol 1 : x 100 %=100 %
5
5
b. Botol 2 : x 100 %=100 %
5
5
c. Botol 3 : x 100 %=100 %
5
5
d. Botol 4 : x 100 %=100 %
5
5
Pengamatan ke-5 = a. Botol 1 : x 100 %=100 %
5
5
b. Botol 2 : x 100 %=100 %
5
5
c. Botol 3 : x 100 %=100 %
5
5
d. Botol 4 : x 100 %=100 %
5
Persentase kontaminan :
0
1. Pengamatan ke-1 = Botol 1-4 : x 100 %=100 %
5
0
2. Pengamatan ke-2 = Botol 1-4 : x 100 %=100 %
5
0
3. Pengamatan ke-3 = Botol 1-4 : x 100 %=100 %
5
0
4. Pengamatan ke-4 = Botol 1-4 : x 100 %=100 %
5
0
5. Pengamatan ke-1 = Botol 1-4 : x 100 %=100 %
5

Gambar 3. Pengamatan ke-0 dan ke-1 biji buah naga (Hylocereus


costaricensis) pada botol 2 (Dokumentasi pribasi, 2019).

Gambar 4. Pengamatan ke-2 dan ke-3 biji buah naga (Hylocereus


costaricensis) pada botol 2 (Dokumentasi pribadi, 2019).
Gambar 4. Pengamatan ke-4 dan ke-5 biji buah naga (Hylocereus
costaricensis) pada botol 2 (Dokumentasi pribadi, 2019).

Anda mungkin juga menyukai