Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Sterilisasi Eksplan dan Kultur Embrio Zygotik Biji Buah Naga (Hylocereus
costaricensis).
B. Latar Belakang
Kultur embrio zygotik adalah menumbuhkan embrio zigotik yang
diambil dari biji dan berkembang menjadi kecambah (Mastuti, 2017). Hal yang
harus diperhatikan dalamkultur embrio zigotik adalah kemasakan embrio,
waktu imbibisi, suhu, dormansi dan komposisi medium. Tujuan kultur embrio
zigotik adalah memperbanyak bibit dengan waktu singkat dan dapat melakukan
perkecambahan biji dengan mudah (Nirmala dan Hardiyanto, 2012).
Buah naga (Hylocereus costaricensis) adalah buah yang mempunyai
kandungan gizi cukup lengkap. Biji buah naga mengandung senyawa anti
kanker. Pengembangan buah naga mengalami kendala karena biaya bibit
terlalu mahal sehingga dibutuhkan kultur in vitro (Wahyuni dkk., 2013).
Praktikum kali ini dilakukan sterilisasi biji buah naga (Hylocereus
costaricensis) dan kultur embrio zigotik.
C. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan biji buah naga (Hylocereus costaricensis)
setelah ditanam dalam medium in vitro
2. Mengetahui presentase perkecambahan biji buah naga (Hylocereus
costaricensis).
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kultur embrio zigotik merupakan teknik kultur in vitro yang menggunakan


biji sebagai eksplan (Mastuti, 2017). Kultur embrio zigotik berbeda dengan kultur
embrio berbeda dengan embriogenesis somatik. Faktor yang berperan dalam
kultur embrio zigotik adalah umur embrio yang digunakan sebagai eksplan.
Ukuran embrio jaringan meristematik yang semakin kecil diduga akan semakin
muda, komposisi media dan stimulus fisik (Avivi dkk., 2011).
Kultur embrio zigotik mempunyai banyak manfaat yaitu untuk
menghasilkan perkecambahan biji yang sulit dilakukan secara alami,
menghasilkan bibit banyak dengan waktu yang singkat dan dapat mengamati fase
pertumbuhan (Yuliarti, 2010). Teknik kultur embrio zigotik dikatakan berhasil
jika syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut seperti
pemilihan eksplan sebagai dasar pembentukan kalus, penggunaan medium yang
sesuai, kondisi yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk
kultur cair (Hendaryono dan Wijayani, 2012).
Kultur embrio zigotik harus memperhatikan eksplan biji yang akan
digunakan. Eksplan merupakan bagian tanaman yang digunakan dalam kultur in
vitro. Eksplan yang menggunakan embrio atau biji yang lain harus diperhatikan
dalam kemasakan embrio, waktu imbibisi, suhu dan dormansi pada eksplan
tersebut (Hendaryono dan Wijayani, 2012).
Eksplan yang digunakan harus bebas kontaminan. Sterilisasi dilakukan
agar kultur embrio zomatik dapat tumbuh dengan baik. Sterilisasi dilakukan pada
alat dan bahan yang akan digunakan, pada kultur embrio zomatik yang
menggunakan eksplan biji maka cara sterilisasinya dengan biji buah naga
direndam air filtrasi lalu dimasukkan konikel kemudian digojog dengan klorok.
Biji buah naga dikeringkan diatas kertas saring (Finna dkk., 2015).
Sterilisasi eksplan yang tidak maksimal akan menimbulkan kontaminasi
pada kultur in vitro baik yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri yang akan
menimbulkan kematian sel. Bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi antara
lain Corynebacterium, Staphylococcis, Pseudomonas, Xanthomomas, dan
Bacillus, eksplan yang mengalami kontaminasi bakteri mempunyai ciri berlendir
atau basah karena adanya perlawanan bakteri terhadap jaringan tumbuhan (Leifert
dkk., 1991). Kontaminasi jamur dapat dapat dicirikan konidiospora yang berwarna
hijau kekuningan dan coklat kehitaman, terdapat septa, hifa hialin (Cobrado dan
Fernandez, 2016). Kematian sel pada eksplan dapat disebabkan oleh browning
yang menyebabkan kalus menjadi kehitam-hitaman dan mengurangi berat botol
medium (Mastuti, 2017).
Buah naga (Hylocereus costaricensis) merupakan tanaman yang
dibudidaya di Indonesia. Buahnya dapat dikonsumsi secara langsung dan bijinya
mengandung senyawa anti kanker. Produksi buah naga dalam negeri sangat
terbatas karena biaya pembibitan yang cukup mahal. Biji buah naga dapat
digunakan untuk perbanyakan tanaman namun jarang digunakan (Finna dkk.,
2015).
Menurut Sutopo (2002), perkecambahan pada biji terbagi menjadi 5 tahap.
Tahap pertama yaitu penyerapan air dan pelunakan kulit biji. Tahap kedua yaitu
aktifnya kegiatan enzim dan sel serta naiknya tingkat respirasi. Tahap ketiga
adalah penguraian bahan-bahan kompleks menjadi bahan siap pakai. Tahap
keempat yaitu penghasilan energi untuk membentuk sel-sel baru. Tahap kelima
adalah pertumbuhan kecambah.
Sterilisasi biji dilakukan dengan membersihkan daging dan lendir buah
agar sterilant dapat membersihkan biji secara maksimal serta meminimalkan
kontminasi. Biji yang tenggelam dipilih karena lebih viable dan ada kemungkinan
dapat berkecambah dengan baik (Sarwono, 2002). Chlorox 10% dan 5%
merupakan sterilisasi beringkat karena untuk memaksimalkan proses. Chlorox
dari 10% lalu 5% agar ketika dibilas sterilan yang tersisa di eksplan dapat ditekan
serendah mungkin. Akuades digunakan untuk menghilangkan sterilan
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Biji buah naga dikeringkan dengan kertas saring untuk meminimalisir
kontaminasi. Medium MS (Murashige Skoog) tanpa hormon digunakan karena
eksplan yang digunakan adalah biji yang mempunyai daya tumbuh endospermnya
sehingga tidak digunakan hormon (Hariono dkk., 2017). Biji ditanam pada
medium petri dan diamati dalam jangka waktu seminggu agar tahu fase
perkecambahan biji (Anitasari dkk., 2018).
Optilab merupakan alat yang digunakan untuk mendokumentasikan objek
yang mikroskopis dengan fungsi pengambilan gambar, penghitungan, pengukuran
objek, dan video. Prinsip kerja dari optilab adalah melihat bentuk sel dan
menghitung jumlah sel dengan dimensi sel. Optilab memiliki kelebihan yaitu
dapat mencuplik gambar hingga merekam sel-sel kecil dan memudahkan
menghitung dimensi sel dengan cepat. Optilab memiliki kekurangan yaitu harga
yang mahal dan memerlukan keterampilan terhadap teknik yang canggih (Asri
dkk., 2015
III. METODE
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu gelas beker,
laminar air flow (LAF), entkas, cawan petri, pinset, lampu spiritus, kertas
saring, plastik wrap, aluminium foil, nampan, botol konikel, kain, burner,
botol kultur, gloves dan masker. Bahan-bahan yang digunakan yaitu akuades
steril, air fertilisasi, medium Murashige Skoog (MS), biji buah naga
(Hylocereus costaricensis), klorox 5%, klorox 10%, alkohol 70%, tissue dan
tablet formalin.

B. Cara Kerja
1. Sterilisasi Ruang Penabur
LAF disterilisasi dengan dilap dengan alkohol 70%. Cawan petri,
pinset, lampu spiritus, plastik wrap, tissue, botol konikel, botol kultur,
gelas beker, korek api, dan spatula disemprot alkohol kemudian
dimasukkan dalam LAF. Tombol UV ditekan dan ditunggu 10 menit.
Sterilisasi entkas dilakukan dengan seluruh permukaan disemprot
dengan alkohol 70%. Tablet formalin dijaga agar tidak terkena alkohol
dan tetap berada di dalam entkas. Cawan petri, pinset, lampu spiritus,
plastic wrap, tissue, botol konikel, botol kultur, gelas beker, korek api,
dan spatula disemprot alkohol kemudian dimasukkan dalam entkas.
2. Sterilisasi eksplan dan kultur embryo
Biji buah naga diambil sebanyak 40 biji dan lendir dihilangkan.
Biji dibilas dengan air filtrasi kemudian ditutup dengan alumunium foil.
Biji dimasukkan ke dalam konikel, gojog kloroks 10% selama 5 menit
kemudian gojog kloroks 5% selama 10 menit dan dibilas dengan akuades
3 kali. Biji dikeringkan diatas kertas saring, kemudian biji ditanam pada
1 petri kecil dan 4 botol kultur masing-masing 5 biji.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultur embrio zigotik merupakan teknik kultur in vitro yang menggunakan


biji sebagai eksplan (Mastuti, 2017). Kultur embrio zigotik berbeda dengan kultur
embrio berbeda dengan embriogenesis somatik. Faktor yang berperan dalam
kultur embrio zigotik adalah umur embrio yang digunakan sebagai eksplan.
Ukuran embrio jaringan meristematik yang semakin kecil diduga akan semakin
muda, komposisi media dan stimulus fisik (Avivi dkk., 2011).
Kultur embrio zigotik mempunyai banyak manfaat yaitu untuk
menghasilkan perkecambahan biji yang sulit dilakukan secara alami,
menghasilkan bibit banyak dengan waktu yang singkat dan dapat mengamati fase
pertumbuhan (Yuliarti, 2010). Teknik kultur embrio zigotik dikatakan berhasil
jika syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut seperti
pemilihan eksplan sebagai dasar pembentukan kalus, penggunaan medium yang
sesuai, kondisi yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk
kultur cair (Hendaryono dan Wijayani, 2012).
Buah naga (Hylocereus costaricensis) merupakan tanaman yang
dibudidaya di Indonesia. Buahnya dapat dikonsumsi secara langsung dan bijinya
mengandung senyawa anti kanker. Produksi buah naga dalam negeri sangat
terbatas karena biaya pembibitan yang cukup mahal. Biji buah naga dapat
digunakan untuk perbanyakan tanaman namun jarang digunakan (Finna dkk.,
2015).
Sterilisasi biji dilakukan dengan membersihkan daging dan lendir buah
agar sterilant dapat membersihkan biji secara maksimal serta meminimalkan
konatminasi. Biji yang tenggelam dipilih karena lebih viable dan ada
kemungkinan dapat berkecambah dengan baik (Sarwono, 2002). Chlorox 10%
dan 5% merupakan sterilisasi beringkat karena untuk memaksimalkan proses.
Chlorox dari 10% lalu 5% agar ketika dibilas sterilan yang tersisa di eksplan dapat
ditekan serendah mungkin. Akuades digunakan untuk menghilangkan sterilan
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Biji buah naga dikeringkan dengan kertas saring untuk meminimalisir
kontaminasi. Medium MS (Murashige Skoog) tanpa hormon digunakan karena
eksplan yang digunakan adalah biji yang mempunyai daya tumbuh endospermnya
sehingga tidak digunakan hormon (Hariono dkk., 2017). Biji ditanam pada
medium petri dan diamati dalam jangka waktu seminggu agar tahu fase
perkecambahan biji (Anitasari dkk., 2018). Berdasarkan praktikum yang
dilakukan di dapatkan hasil seperti pada Tabel 1. Pertumbuhan Biji Buah Naga
pada Medium MS di Botol Kultur sebagai berikut:
Tabel 1. Pertumbuhan Biji Buah Naga pada Medium MS di Botol Kultur
Botol Persentasae Perkecambahan pada Persentase Penyebab
ke- Pengamatan ke- kontaminasi kontaminasi
0 1 2 3 4 5
1 0% 40% 80% 80% 100% 100% 0% -
2 0% 0% 100% 100% 100% 100% 0% -
3 0% 0% 80% 100% 100% 100% 0% -
4 0% 0% 80% 80% 100% 100% 0% -
Berdasarkan Tabel 1. Pertumbuhan Biji Buah Naga pada Medium MS di
Botol Kultur pada botol 1, 2, 3 dan 4 pengamatan ke 0 persentase perkecambahan
secara keseluruhan adalah 0%. Botol kultur 1, 2, 3, dan 4 persentase
perkecambahan pada pengamatan ke 1 secara berturut-turut adalah 40%, 0%, 0%,
dan 0%, botol kultur 1, 2, 3, dan 4 persentase perkecambahan pada pengamatan ke
2 secara berturut-turut adalah 80%, 100%, 80%, dan 80%. Botol kultur 1, 2, 3,
dan 4 persentase perkecambahan pada pengamatan ke 3 secara berturut-turut
adalah 80%, 100%, 100%, dan 80%, botol kultur 1, 2, 3, dan 4 persentase
perkecambahan pada pengamatan ke 4 secara berturut-turut adalah 100%, 100%,
100%, dan 100%. Botol kultur 1, 2, 3, dan 4 persentase perkecambahan pada
pengamatan ke 5 secara berturut-turut adalah 100%, 100%, 100%, dan 100%.
Keseluruhan persentase kontaminasi 0% dan tidak ada penyebab kontaminasi.
Tidak terjadi kontaminasi pada ke empat kultur karena sterilisasi yang
dilakukan telah sesuai. Kesesuaian sterilisasi di cirikan dengan tidak ditemukan
hifa yang merupakan kontaminasi dari jamur ataupun lendir yang merupakan
kontaminasi dari bakteri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Finna dkk (2015),
sterilisasi dilakukan agar kultur embrio zomatik dapat tumbuh dengan baik.
Sterilisasi dilakukan pada alat dan bahan yang akan digunakan, pada kultur
embrio zomatik yang menggunakan eksplan biji maka cara sterilisasinya dengan
biji buah naga direndam air filtrasi lalu dimasukkan konikel kemudian digojog
dengan klorok. Biji buah naga dikeringkan diatas kertas saring (Finna dkk., 2015).
Perkecambahan paling cepat terjadi pada botol kultur ke satu dimana pada
pengamtan ke 1 sudah tumbuh sedangkan pada botol kultur 2, 3, dan 4
perkecambahan terjadi pada pengamatan ke 2. Keseluruhan perkecambahan pada
ke 4 botol kultur terjadi pada pengamatan ke 4 dan ke 5. Kecepatan
perkecambahan tersebut dipengaruhi oleh kondisi dari eksplan seperti waktu
dormansi, kemasakan embrio dimana waktu dormansi yang lama akan
memperambat pertumbuhan eksplan dan biji yang belum masak fisiologis tidak
mempunyai daya perkecambahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hendaryono
dan Wijayani (2012), bahwa eksplan yang menggunakan embrio atau biji yang
lain harus diperhatikan dalam kemasakan embrio, waktu imbibisi, suhu dan
dormansi pada eksplan tersebut.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan tahapan perkembangan
biji buah naga yang ditanam pada petridish seperti pada Tabel 2. Hasil
Pengamatan Opti Lab Biji Buah Naga sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Pengamatan Opti Lab Biji Buah Naga.
Pengamatan
No Gambar Keterangan
hari ke-
Fase 0, biji
tidak
berkecambah,
biji mulai
1 1
membengkak
dan masih
Gambar 1. Pengamatan biji buah naga tertutupi oleh
hari ke-1 (Dokumentasi Pribadi, 2019). testa

Fase 2, biji
membesar dan
2 2
testa mulai
pecah
Gambar 2. Pengamatan biji buah naga
hari ke-2 (Dokumentasi Pribadi, 2019).

Fase 3 biji
yang dikultur
akan
3 5
membentuk
protocorm dan
Gambar 3. Pengamatan biji buah naga rhizoid
hari ke-5 (Dokumentasi Pribadi, 2019).

Fase 4,
Pembentukan
daun pertama
4 6
akan terjadi
Gambar 4. Pengamatan biji buah saat memasuki
nagahari ke-6 (Dokumentasi Pribadi, fase keempat
2019).

Fase 5,
pemanjangan
daun pertama,
5 7
serta
pertumbuhan
Gambar 5. Pengamatan biji buah naga yang pesat
hari ke-7 (Dokumentasi Pribadi, 2019).
Berdasarkan Tabel 2 diperoleh hasil gambar 1 mengalami fase ke-0 dengan
keterangan biji tidak berkecambah, biji mulai membengkak da masih tertutupi
testa, gambar 2 mengalami fase ke-2 biji membesar dan testa mulai pecah.
Gambar 3 mengalami fase ke-3 dimana biji yang dikultur membentuk protocorm
dan rhizoid, gambar 4 mengalami fase ke-4 yaitu pembentukan daun pertama dan
gambar ke-5 mengalami fase ke-5 yaitu pemanjangan daun pertama serta
pertumbuhan yang pesat. Hal tersebut sesuai dengan tahap-tahap
Berdasarkan data diatas merupakan fase-fase perkecambahan biji buah naga.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutopo (2012), bahwa proses perkecambahan
biji terbagi menjadi 5 tahap yaitu tahap pertama suatu perkecambahan benih
dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan
hidrasi protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan
enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih dimana testa mulai robek.
Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti
karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk terlarut dan
ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh, biji akan membentu protocorm. Tahap
keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah
meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen
dan sel-sel baru seperti pemebentukan daun baru, tahap kelima adalah
pertumbuhan dengan adanya pemanjangan (Sutopo, 2002).
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Sebanyak 40 biji buah naga (Hylocereus costaricensis) dimasukkan ke
dalam gelas beker yang berisi air, kemudian dipilih biji yang tenggelam di
dasar. Lendir biji buah naga dibersihkan dan dibilas dengan air filtrasi. Biji
buah naga disterilisasi dengan direndan dan digojog chlorox 10% selama 5
menit dan dilanjutkan dengan sterilisasi dengan chlorox 5% selama 10
menit, lalu dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali. Biji buah naga
yang telah steril, dikeringkan di atas kertas saring.
2. Biji buah naga (Hylocereus costaricensis) pada medium MS (Murashige
and Skoog) yang diinkubasi selama 3 minggu, menunjukkan adanya sifat
totipotensi pada biji buah naga melalui perubahan morfologi. Morfologi
biji buah naga setelah diinkubasi selama 3 minggu adalah membentuk
kecambah dan diikuti terbentuknya akar dan tunas.
3. Fase biji buah naga (Hylocereus costaricensis) pada medium MS
(Murashige and Skoog) yang dapat diamati adalah fase embrio dan biji
belum mengalami perkecambahan (fase 0) pada hari ke-1, fase perobekan
testa (fase 2) pada hari ke-2, fase pembentukan akar (fase 3) pada hari ke-
4, fase pembentukan daun pertama (fase 4) pada hari ke-5 dan terjadi
pemanjangan daun pertama serta pertumbuhan yang pesat (fase 5) pada
hari ke-7.
B. Saran
Saran saya untuk percobaan kali ini adalah adanya tindak lanjut setelah
penamaman biji buah naga agar kemudian diaklimatisasi dan mungkin bisa
dibawa oleh setiap praktikan untuk ditanam sendiri.
C.
DAFTAR PUSTAKA

Anitasari, S. D., Sari, D. N. R., Astarini, I. A. dan Defiani, M. R. 2018. Dasar


Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Budi Utama, Yogyakarta.

Asri, A. W., Sulistyaningsih, E., dan Murti, R. H. 2015. Karakter morfologi dan
sitologi tanaman bawang daun (Allium fistulosum L.) hasil induksi kolisina
pada generasi vegetatif kedua. Vegetalika 4(1): 37-45.

Avivi, S., Restanto, D. P. dan Widyastuti, T. 2011. Pengaruh ukuran embriozigot


terhadap regenerasi beberapa klon kakao. Jurnal Natur Indonesia 13(3): 237
– 243.

Finna., Linda, R. dan Mukarlina. 2015. Pertumbuhan in vitro biji buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus Webb. Britton dan Rose) dengan penambahan air
kelapa dan naphthalene acetic acid (NAA). Jurnal Protobiont 4(3): 113-117.

Hariono, E., Novaliza, M. dan Fatonsh, S. 2017. Pembentukan nodul dari biji
manggis (Garcinia mangostana L.) asal bengkalis pda media WPM dengan
penambahan bap dan madu. Journal of Biology 11(1): 16-24.

Hendaryono, D. P. S. dan Wijayani, A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius,


Yogyakarta.

Hendaryono, D. P. S. dan Wijayani, A. 2012. Teknik Kultur Jaringan:


Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-Modern.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Leifert, C., Ritchie, J. Y., dan Waites, W. M. 1991. Contaminants of plant-tissue


and cell cultures. World Journal of Microbiology and Biotechnology 7 (1):
452 – 469. Cobrado, J. S. dan Fernandez, A. M. 2016. Common fungi
contamination affecting tissue-cultured abaca (Musa textiles Nee) during
initial stage of micropropagation. Asian Research Journal of Agriculture 1
(2): 1 – 7.

Mastuti, R. 2017. Dasar-Dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. UB Press, Malang.

Nirmala, D., Fitri, Y. dan Hardiyanto. 2012. Perbanyakan massal embrio


kalamondin melalui teknologi somatic embryogenesis menggunakan
bioreactor. Jurnal Hortikultura 22(1):1-7.

Sarwono, B. 2002. Mengenal dan Membuat Anggrek Hibrida. Agromedia


Pustaka, Jakarta.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.


Wahyuni, F., Basri, Z. dan Bustami, M. U. 2013. Pertumbuhan tanaman buah
naga merah (Hylocerus polyrhizus) pada berbagai konsentrasi benzilamino
purine dan umur kecambah secara in vitro. Jurnal Agrotekbis 1(4): 332-338.

Yuliarti, N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Lily


Publisher, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai