Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

KULTUR JARINGAN TANAMAN

ACARA PRAKTIKUM KE: VI DAN VII


TEKNIK STERILISASI EKSPLAN DAN KULTUR KALUS

Nama : Eva Sundari Febriana


NIM : 24020220120003
Kelompok : 6 (Enam)
Asisten : Rina Sari Asih

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
PS BIOTEKNOLOGI-DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
ACARA VI DAN VII
TEKNIK STERILISASI EKSPLAN DAN KULTUR KALUS

I. KOMPETENSI
Mahasiswa dapat melakukan teknik sterilisasi eksplan, induksi kalus dan mempelajari
respon eksplan yang ditubuhkan dalam medium kultur

II. TUJUAN
2.1 Mempelajari teknik sterilisasi eksplan
2.2 Mempelajari langkah-langkah membuat kultur kalus
2.3 Mengetahui cara mengisolasi eksplan dan merangsang pembentuan kalus
2.4 Mengidentifikasi terbentuknya kalus dari potongan eksplan

III. TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Eksplan
Eksplan merupakan bagian tanaman, jaringan sel, sub selular yang ditanam
secara in vitro untuk tujuan tertentu. Teknik kultur jaringan adalah suatu teknik
untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan dan organ
yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang utuh lagi. Selain
intensitas cahaya, lama penyinaran (photoperiodisitas) juga mempengaruhi
pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai
dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya. Umur eksplan
sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan
beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih
muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan
jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut (Basri, 2016).
Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding
sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur
dibandingkan jaringan tua. Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur.
Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan
ruang serta media yang banyak. Kemampuan eksplan berukuran kecil untuk
beregenerasi juga lebih kecil, sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks
untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka
semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk
disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran
eskplan yang sesuai sangat tergantung pada jenis tanaman yang dikulturkan, teknik,
dan tujuan pengkulturannya (Basri, 2016).

3.1.1 Jenis Eksplan


Eksplan adalah bagian tanaman yang digunakan untuk pengkulturan awal.
Eksplan dapat berupa pucuk tunas, potongan batang satu buku, potongan daun,
potongan akar, kotiledon, aksis embrio pada biji, biji utuh, bagian bunga, dan
sebagainya. Oleh karena itu, salah satu karakteristik kultur jaringan tanaman
yang paling utama adalah kultur harus aseptik. Eksplan yang hendak
dikulturkan atau ditanam di media kultur steril harus dibuat aseptik. Bagian
tanaman untuk eksplan berasal dari tanaman utuh yang tumbuh di alam bebas
atau di rumah kaca. Permukaan terluar tersebut selalu dalam keadaan aseptik,
walaupun sehat dan tidak menunjukkan gejala serangan hama atau penyakit.
Guna menghasilkan kultur yang aseptic, sebelum penanaman eksplan harus
disterilisasi (Ziraluo, 2021).
Ada beberapa tipe jaringan yang digunakan sebagai eksplan dalam
pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum
mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik), sehingga
memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini
ditemukan pada tunas ucros, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun
ucrose batang. Tipe jaringan kedua adalah jaringan parenkim, yaitu jaringan
penyusun tanaman yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan
fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah
berfotosistesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat
cadangan makanan (Ziraluo, 2021).

3.1.2 Sterilisasi Eksplan


Keadaan eksplan yang akan ditanam harus bebas dari hama, penyakit
maupun mikroorganisme lain yang tidak menguntungkan untuk tanaman.
Aseptisitas pekerja atau kebersihan pekerja juga perlu diperhatikan di dalam
perkembangbiakan secara kultur in vitro. Apabila pekerja dalam kondisi yang
aseptis maka akan memperkecil kemungkinan terjadinya kontaminasi. Keadaan
pekerja yang kurang aseptik akan memungkinkan terjadinya kontaminasi. Jadi,
di dalam perkembangbiakan secara kultur in vitro, kesterilan pekerja juga sangat
diperlukan untuk menunjang keberhasilan penanaman (Basri, 2016).
Eksplan yang digunakan pada teknik mikropropagasi harus bebas dari
kontaminan, seperti fungi dan bakteri. Teknik sterilisasi permukaan banyak
digunakan untuk menghilangkan kontaminan yang terdapat pada permukaan
eksplan. Selama proses sterilisasi, eksplan harus tetap hidup dan hanya
kontaminan yang dieliminasi. Oleh karena itu, sterilisasi permukaan dilakukan
dengan merendam eksplan dalam larutan disinfektan dengan konsentrasi
tertentu selama periode tertentu. Sterilan, atau disinfektan, yang biasa
digunakan untuk sterilisasi permukaan eksplan adalah natrium hipoklorit
(NaOCl) atau kalsium hipoklorit Ca(OCl)2. Senyawa hipoklorit sangat efektif
dalam mengurangi kontaminasi pada teknik mikropropagasi. Penggunaan
Ca(OCl)2 atau NaOCl mempunyai kelebihan dan kekurangan dan memberikan
hasil yang berbeda untuk setiap jenis eksplan yang digunakan. Sterilan
Ca(OCl)2 memilki pH yang stabil namun dapat merusak jaringan pada bagian
pomotongan eksplan, sedangkan NaOCl memiliki pH yang tidak stabil, bersifat
toksik, namun tidak merusak jaringan. Sterilan NaOCl digunakan sebagai
sterilan dalam berbagai teknik sterilisasi eksplan dengan konsentrasi dan lama
perendaman yang berbeda (Olowe et al. 2014).

3.2 Kalus
Kalus merupakan sumber bahan tanam yang penting untuk meregenerasi
tanaman baru (Purba, 2017). Kalus dihasilkan melalui proses pembelahan sel
secara terus menerus dari eksplan yang dikultur pada media dengan menggunakan
zat pengatur tumbuh (ZPT) hingga terbentuk massa sel yang selanjutnya
beregenerasi membentuk tanaman yang lengkap atau utuh (Bustami, 2011). Kultur
kalus memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat menghasilkan tanaman yang bebas
dari virus, senyawa metabolit sekunder, serta regenerasi varian genetika.
Munculnya kalus pada eksplan merupakan salah satu indikator adanya
pertumbuhan dalam kultur in vitro. Kalus merupakan kumpulan materi atau zat-zat
amorf terbentuk pada eksplan yang sel-selnya membelah terus-menerus. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi auksin (2,4-D dan NAA) yang
diuji berpengaruh sangat nyata terhadap saat muncul kalus (Setiawati, 2020).
Warna kalus menggambarkan penampilan visual sel-sel kalus, sehingga
dapat diketahui tingkat keaktifan pembelahan sel-selnya. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa semua kalus yang terbentuk mulanya berwarna putih.
Perubahan warna kalus dari putih hingga putih kekuningan merupakan salah satu
ciri kalus yang dapat berkembang menjadi embrionik (Yelnititis, 2012). Kalus
yang berwarna putih merupakan sel embrionik yang belum mengandung kloroplas,
tetapi memiliki kandungan butir pati yang tinggi. Kalus yang berwarna putih
merupakan massa sel yang sedang aktif membelah, sedangkan kalus yang telah
berwarna putih kekuningan merupakan massa sel yang menuju fase akhir
pembelahan aktif; dan sel-sel yang berwarna kecokelatan merupakan massa sel
yang menuju fase penuaan (senescence) (Ariati, 2012).

3.2.1 Induksi Kalus


Induksi kalus merupakan tahap awal dari teknik kultur in vitro. Induksi
kalus bertujuan untuk menghasilkan dan memperbanyak sel kalus secara
massal. Kalus merupakan sumber bahan tanam yang sangat penting dalam
meregenerasi tanaman karena setiap sel tanaman memiliki kemampuan
membentuk individu baru. Oleh karena itu, upaya induksi kalus yang efisien
merupakan tahap penting dalam rangka mendapatkan bibit tanaman yang cepat
dalam jumlah banyak. Strategi kultur jaringan melalui induksi kalus sangat
efektif karena kalus dapat diinisiasi dari bagian tanaman manapun (Rasud,
2021)
Induksi kalus diawali dengan penebalan eksplan pada bagian potongan
dan di daerah yang mengalami pelukaan. Penebalan tersebut merupakan respons
dari eksplan terhadap zat pengatur tumbuh yang diuji. Kalus umumnya muncul
pada bagian sayatan helai daun (tepi daun). Setelah itu, disusul pada bagian
tengah daun. Kalus terbentuk ditandai dengan membengkaknya permukaan
eksplan dan terbentuknya tonjolan-tonjolan putih yang berjejal pada permukaan
eksplan. Munculnya kalus ditandai dengan pembengkakan eksplan disertai
munculnya bercakbercak putih (Rasud, 2021).

3.2.2 Kultur Kalus


Kultur kalus merupakan satu teknik yang digunakan untuk menghasilkan
bibit tanaman bebas penyakit. Pembentukan kalus dapat dipacu dengan
penambahan zpt dari golongan auksin seperti 2.4.D dan penambahan
karbohidrat seperti sukrosa. Kultur kalus merupakan salah satu teknik kultur in
vitro yang banyak digunakan untuk menghasilkan bibit tanaman bebas penyakit.
Terdapat banyak keuntungan dalam penggunaan kultur kalus, diantaranya dapat
diproduksi dalam jumlah banyak dengan kondisi lingkungan yang terkontrol,
tidak memerlukan lahan yang luas, dan dapat menghasilkan metabolit yang
lebih tinggi dari tanaman aslinya. Kalus adalah kumpulan masa sel yang belum
terorganisasi (amorphous) yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri
secara terus menerus. Secara in vitro, kalus dapat terbentuk pada bekas-bekas
luka irisan karena sebagian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami
proliferasi. Adapun tipe-tipe kalus yaitu: kalus embriogenik, kalus proliferatif,
dan kalus sense (Fauziyyah, 2012).
Kelebihan penggunaan kultur jaringan dengan menggunakan kalus adalah
pada kultur kalus penampakan morfologi lebih mudah diamati, terutama warna
sehingga penggunaan kultur dengan kalus sesuai dalam memproduksi zat warna
atau pigmen yang berasal dari tanaman. Kultur kalus juga digunakan untuk
menginisiasi kultur suspensi sel pada media cair. Terdapat tiga tahapan dalam
kultur kalus, yaitu tahapan induksi, proliferasi, dan diferensiasi (Purwaningrum,
2015). Embriogenesis somatik yang terjadi secara tidak langsung diawali
dengan pembentukan kalus dan embrioid dapat dihasilkan melalui kultur kalus
maupun suspensi sel. Kalus embriogenik dapat dihasilkan. dari perlakuan 2,4-D
dan atau dikombinasikan dengan zat pengatur tumbuh lain (Yelnititis, 2012).
IV. PRAKTIKUM
4.1 Alat
4.1.1 Alumunium foil
4.1.2 Bunsen,
4.1.3 Cawan petri
4.1.4 Erlenmeyer
4.1.5 Gelas beker
4.1.6 Gelas ukur
4.1.7 Kuvet gunting,
4.1.8 Label,
4.1.9 Laminar air flow
4.1.10 Masker
4.1.11 Pinset,
4.1.12 Plastic wrap
4.1.13 Sarung tangan
4.1.14 Skalpel
4.1.15 Laptop/handphone
4.1.16 Alat tulis

4.2 Bahan
4.2.1 Akuades steril
4.2.2 Daun cabai dan daun tapak dara.
4.2.3 Fungisida
4.2.4 Larutan Nahipoklorit
4.2.5 Medium MS yang mengandung ZPT
4.2.6 PPT Praktikum Acara VI dan VII
4.2.7 Buku Penuntun Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

4.3 Cara Kerja


4.3.1 Diambil beberapa helai daun tapak dara/ daun cabai, kemudian dicuci
bersih dengan air mengalir selama 3 menit, dilanjut dicuci menggunakan
Bayclin selama 2 menit.
4.3.2 Sisa cairan bayclin dibuang, kemudian dibilas dengan akuades steril
secukupnya dan sebanyak 3 kali.
4.3.3 Daun tapak dara disterilisasi dengan alkohol 70% digojok selama 20-30
detik.
4.3.4 Daun tersebut diletakan di cawan petri dan dipotong dengan ukuran 1x1
cm.
4.3.5 Potongan daun ditanam di dalam medium MS yang mengandung ZPT
(BAP 1mg/L+ NAA 1mg/L dan 2,4-D 1 ppm tunggal) perlu
diperhatikan bagian bawah daun diletakan di atas pada medium.
4.3.6 Botol kultur berisi eksplan ditutup dengan alumunium foil dan dilapisi
dengan plastik wrap.
4.3.7 Botol diberi label sesuai perlakuan dan tanggal penanamannya, dan
jangan lupa agar botol diletakkan di atas rak kultur.
V. HASIL PENGAMATAN
5.1 Sterilisasi Eksplan

Gambar Keterangan

Daun tapak dara/ daun cabai diambil beberapa


helai dengan kondisi segar dan sehat.

(Dok. Pribadi, 2022)

Daun tapak dara yang telah dipilih kemudian


dicuci dengan air mengalir dilanjutkan untuk
direndam menggunakan bayclin selama 2
menit sambil digojok.

(Dok. Pribadi, 2022)

Selanjutnya, dibilas menggunakan akuades


steril sebanyak 3 kali.

(Dok. Pribadi, 2022)


Setelah dibilas dengan akuades steril,
dilanjutkan dengan sterilisasi menggunakan
alcohol 70% selama 2 menit dengan
pengojokan, kemudian sisa alkohol dibuang.

(Dok. Pribadi, 2022)

5.2 Kultur Kalus

Gambar Keterangan

Disiapkan dissection kit (pisau dan scalpel)


untuk memotong daun tapak dara. Sebelum
digunakan, alat tersebut disterilisasi terlebih
dahulu pada lampu spiritus.

(Dok. Pribadi, 2022)

Daun tapak dara yang sudah disterilisasi


dipindahkan ke cawan petri dengan
menggunakan pinset.

(Dok. Pribadi, 2022)


Bagian ujung dan pangal daun dibuang,
kemudian daun dipotong kotak ukuran 1 x 1
cm. Daun yang sudah dipotong kemudian
disayat tipis (dilukai) untuk memicu
pertumbuhan kalus.

(Dok. Pribadi, 2022)

Daun yang telah dipotong kemudian


dipindahkan ke dalam botol media dengan
memposisikan sayatan tadi mengenai
medium.

(Dok. Pribadi, 2022)

Botol kultur ditutup dengan aluminium foil


dan tutup kedua kali dengan plastic warp.
Selanjutnya, botol kultur diberi label dengan
keterangan yang jelas.

(Dok. Pribadi, 2022)


VI. PEMBAHASAN
Praktikum Kultur Jaringan Tanaman Acara ke VI & VII yang berjudul “Teknik
Sterilisasi Eksplan dan Kultur Kalus” yang dilaksanakan pada Selasa, 12 April 2022
yang dilakukan secara daring menggunakan aplikasi Microsoft Teams. Tujuan dari
praktikum ini yaitu mempelajari teknik sterilisasi eksplan, mengetahui langkah-
langkah membuat kultur kalus, mengetahui cara mengisolasi eksplan dan merangsang
pembentuan kalus, serta untuk mengidentifikasi terbentuknya kalus dari potongan
eksplan. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu alumunium
foil, bunsen, cawan petri, Erlenmeyer, gelas beker, gelas ukur, kuvet gunting, label,
laminar air flow, msker, pinset, plastic wrap, sarung tangan, laptop, alat tulis, akuades
steril, daun cabai dan daun tapak dara, fungisida, larutan Natrium hipoklorit, medium
MS yang mengandung ZPT, PPT Praktikum Acara VI dan VII, dan Buku Penuntun
Praktikum Kultur Jaringan Tanaman.

6.1 Sterilisasi Eksplan


Sterilisasi eksplan merupakan proses yang bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi jumlah mikroorganisme yang mungkin terbawa saat
pengambilan eksplan. Setelah dilakukan sterilisasi diharapkan tidak ada kontaminasi
yang dapat menghambat pertumbuhan eksplan. Kontaminasi yang berat dapat
mengakibatkan kegagalan/kematian pada kultur jaringan tanaman yang telah dibuat.
Tahap sterilisasi dalam kultur jaringan tanaman dilakukan yakni meliputi sterilisasi
alat dan bahan yang digunakan, eksplan, serta tangan peneliti juga harus steril dengan
memakai sarung tangan yang disemprot dengan alkohol. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Ardiansyah (2014), bahwa eksplan yang digunakan pada teknik
mikropropagasi harus bebas dari kontaminan, seperti fungi dan bakteri. Teknik
sterilisasi permukaan banyak digunakan untuk menghilangkan kontaminan yang
terdapat pada permukaan eksplan. Selama proses sterilisasi, eksplan harus tetap hidup
dan hanya kontaminan yang tereliminasi.
Kriteria eksplan yang dapat digunakan pada kultur kalus adalah eksplan yang
masih muda (memiliki jaringan meristem), sehat dan segar (tidak ditemukan bitnik-
bintik, bercak kuning, atau sebagainya). Hal ini sesuai dengan pendapat (Ziraluo,
2021) bahwa beberapa tipe jaringan yang digunakan sebagai eksplan dalam
pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami
diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan
regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini ditemukan pada tunas ucros, tunas
aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun ucrose batang. Tipe jaringan kedua
adalah jaringan parenkim, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah
mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah
jaringan daun yang sudah berfotosistesis dan jaringan batangatau akar yang berfungsi
sebagai tempat cadangan makanan.
Langkah-langkah untuk sterilisasi eksplan yaitu daun tapak dara di ambil
beberapa helai dengan kondisi segar dan sehat. Daun tapak dara yang telah dipilih
kemudian dicuci dengan air mengalir dilanjutkan untuk direndam menggunakan
bayclin selama 2 menit sambil digojok. Selanjutnya, dibilas menggunakan akuades
steril sebanyak 3 kali. Setelah dibilas dengan akuades steril, dilanjutkan dengan
sterilisasi menggunakan alkohol 70% selama 2 menit dengan pengojokan, kemudian
sisa alkohol dibuang. Hal ini didukung oleh pendapat dari Ardiansyah (2014) bahwa
sterilisasi dilakukan dengan menggunakan NaOCl 10% (v/v) dengan waktu 5, 10, 15,
dan 20 yang menunjukkan bahwa lama waktu perendaman mempengaruhi persentase
hidup eksplan dan kontaminasi. Eksplan yang disterilisasi dengan waktu 5-10 menit
memiliki nilai 100% terkontaminasi, baik fungi mau pun bakteri. Hal ini dikarenakan
perendaman dengan NaOCl 10% (v/v) selama 5-10 menit masih belum dapat
menghilangkan keberadaan agen kontaminan yang terdapat pada permukaan eksplan.
Penambahan waktu perendaman menjadi 15-20 menit menghasilkan terjadinya
peningkatan jumlah eksplan, menunjukkan bahwa perlakuan perendaman NaOCl
10% (v/v) selama 20 menit merupakan metode sterilisasi paling baik dengan nilai
persentase eksplan aseptik 33.33%.
Fungsi perlakukan pemberian bayclin yaitu sebagai bahan untuk sterilisasi
eksplan, sehingga bisa mengurangi agen kontaminan yang terbawa. Kemudian,
pembilasan dengan air berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa bayclin yang masih
menempel pada eksplan sebelum eksplan diberi alkohol. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Olowe et al. 2014) yang mengatakan bahwa sterilisasi permukaan
dilakukan dengan merendam eksplan dalam larutan disinfektan dengan konsentrasi
tertentu selama periode tertentu. Sterilan, atau disinfektan, yang biasa digunakan
untuk sterilisasi permukaan eksplan adalah natrium hipoklorit (NaOCl) atau kalsium
hipoklorit (Ca(OCl)2). Senyawa hipoklorit sangat efektif dalam mengurangi
kontaminasi pada teknik mikropropagasi. Penggunaan Ca(OCl)2 atau NaOCl
mempunyai kelebihan dan kekurangan dan memberikan hasil yang berbeda untuk
setiap jenis eksplan yang digunakan. Sterilan Ca(OCl)2 memilki pH yang stabil
namun dapat merusak jaringan pada bagian pomotongan eksplan sedangkan NaOCl
memiliki pH yang tidak stabil, bersifat toksik, namun tidak merusak jaringan. Sterilan
NaOCl digunakan sebagai sterilan dalam berbagai teknik sterilisasi eksplan dengan
konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda.

6.2 Kultur Kalus


Induksi kalus diawali dengan penebalan eksplan tapak dara di bagian potongan
dan di daerah yang mengalami dilukai (disayat). Penebalan tersebut merupakan
respons dari eksplan terhadap zat pengatur tumbuh yang diuji. Kalus umumnya
muncul pada bagian sayatan helai daun (tepi daun), lalu disusul pada bagian tengah
daun. Kalus terbentuk ditandai dengan membengkaknya permukaan eksplan dan
terbentuknya seperti tonjolan-tonjolan berwarna putih yang berada pada permukaan
eksplan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Yelnititis (2012), bahwa induksi kalus
diawali dengan penebalan eksplan pada bagian potongan dan di daerah yang
mengalami pelukaan. Penebalan tersebut merupakan hasil interaksi antara eksplan
dengan media tumbuh, zat pengatur tumbuh dan lingkungan tumbuh sehingga eksplan
bertambah besar. Dwi dkk (2016), pun menyatakan bahwa pembengkakan pada
eksplan terjadi karena adanya pengaruh pemberian 2,4-D yang memacu pembelahan
dan perbanyakan sel akibat penyerapan air, nutrisi dan zat pengatur tumbuh dari
media. Kemunculan kalus merupakan respons pada pelukaan serta pengaruh dari
fitohormon dan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke media. Pelukaan pada
eksplan memudahkan difusi 2,4-D atau pun NAA ke dalam jaringan daun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi induksi kalus adalah zat pengatur tumbuh
(ZPT), vitamin, hormon auksin dan sitokinin, dan lain sebagainya yang dapat
membantu pertumbuhan dari kalus. Menurut Karlianda et al. (2012), Banyak faktor
yang mempengaruhi pembentukan tekstur kalus antara lain jenis tanaman yang
digunakan, komposisi nutrisi media, zat pengatur tumbuh, dan kondisi lingkungan.
Kemudian, menurut Purba (2022), kalus tidak tumbuh pada semua perlakuan.induksi
kalus dipengaruhi oleh rasio auksin dan sitokinin yang seimbang sehingga diperlukan
kombinasi yang tepat agar dapat menginduksi pembentukan kalus yang optimal.
Keberhasilan dalam penumbuhan kalus juga dipengaruhi oleh perbandingan zat
pengatur tumbuh yang sesuai sebab dalam tanaman zat pengatur tumbuh dapat
mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Pada
penelitian ini digunakan zat pengatur tumbuh dari golongan auksin yaitu 2,4-D.
Pembentukan kalus dari jaringan eksplan yang dikultur melalui teknik in vitro
melibatkan perkembangan sel yang berlangsung secara acak dan tidak merata. Level
konsentrasi 2,4-D berpengaruh sangat nyata pada variabel persentase eksplan
melengkung.
Parameter yang diamati untuk menentukan kegagalan atau keberhasilan kultur
kalus dapat dilihat di antaranya penampakan tekstur serta warna kalus yang
dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Purba dkk (2017), bahwa salah
satu fase untuk mendapatkan individu baru pada teknik kultur jaringan tanaman
adalah kalogenesis. Kalogenesis merupakan respon awal yang ditandai dengan
terbentuknya kalus pada bagian tepi eksplan (bagian pelukaan) bagian atas maupun
bagian bawah yang bersentuhan dengan media. Kalus akan lebih cepat terbentuk pada
bagian abaksial daun, hal ini berkaitan dengan proses pengambilan nutrisi medium
oleh eksplan. Penyerapan unsur hara akan lebih baik karena terjadi kontak secara
langsung antara media dengan bagian abaksial daun. Kalus yang muncul pada bagian
yang terluka terjadi akibat ransangan dari jaringan pada eksplan untuk menutupi
lukanya. Morfologi kalus merupakan bentuk fisik kalus yang dihasilkan dalam setiap
perlakuan yang diamati berdasarkan bentuk, warna, dan tekstur kalus. Tekstur kalus
dibedakan menjadi tiga macam yaitu kompak (non friable), intermediet, dan remah
(friable). Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan tekstur kalus antara lain
jenis tanaman yang digunakan, komposisi nutrisi media, zat pengatur tumbuh, dan
kondisi lingkungan. Kalus tidak tumbuh pada semua perlakuan. Warna kalus
digunakan sebagai salah satu indikator baik tidaknya kualitas kalus. Kualitas kalus
yang baik memiliki warna yang hijau, sedangkan warna yang terang atau putih dapat
mengindikasi bahwa kondisi kalus masih cukup baik.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa sterilisasi
eksplan dilakukan dengan cara daun yang telah dipilih dicuci dengan air mengalir,
direndam menggunakan bayclin selama 2 menit sambil digojok. Selanjutnya, dibilas
menggunakan akuades steril sebanyak 3 kali, dilanjutkan dengan sterilisasi menggunakan
alkohol 70% selama 2 menit dengan pengojokan, kemudian sisa alkohol dibuang.
Selanjutnya, untuk merangsang pembentukan kalus, maka permukaan daun disayat tipis
atau dilukai. Kalus yang terinduksi akan penebalan eksplan tapak dara di bagian potongan
dan di daerah yang mengalami dilukai (disayat). Kalus yang terbentuk berupa tonjolan-
tonjolan berwarna putih yang berada pada permukaan eksplan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Rhomi., Supriyanto, Arum Sekar Wulandari, Benny Subandy, Yuli Fitriani.
2014. Teknik Sterilisasi Eksplan dan Induksi Tunas. Jurnal Silvikultur Tropika,
05 No. 3, Desember 2014, Hal 167-173.
Ariati S, Niken, Muslimin, Waeniati, Suwastika IN. 2012. Induksi Kalus Kakao (Theobroma
cacao L.) pada Media MS dengan Penambahan 2,4-D, BAP dan Air Kelapa.
Jurnal Natural Science. 1(1): 7478.

Basri, Arie Hapsani Hasan. 2016. Kajian Pemanfaatan Kultur Jaringan dalam Perbanyakan
Tanaman bebas virus. Agrica Ekstensia, 10 (1): 64-73.
Fauziyyah., Dieni., Triani Hardiyati., Kamsinah. 2013. Upaya Memacu Pembentukan Kalus
Eksplan Embrio Kedelai (Glycine max (L.) Merril) dengan Pemberian Kombinasi
2.4-D Dan Sukrosa Secara Kultur In Vitro. Jurnal Pembangunan Pedesaan.
Volume 12 (1): 30 – 37.
Hendriyani, Ema., Tri Warseno, Ni Kadek Erosi Undaharta. 2020. Pengaruh jenis eksplan
dan kombinasi zat pengatur tumbuh (ZPT) terhadap Induksi Kalus Begonia
bimaensis Undaharta & Ardaka secara In Vitro. Buletin Kebun Raya: 23 (1): 82-
90.
Lestari, Endang. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman
melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen, 7(1): 63-68.
Rasud dan Bustaman. 2020. Induksi Kalus secara In Vitro dari Daun Cengkeh (Syizigium
aromaticum L.) dalam Media dengan Berbagai Konsentrasi Auksin. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia (JIPI), 25 (1): 67-72.
Rosita, Emmy., Luthfi A. M. Siregar, Emmy Harso Kardhinata. 2015. Pengaruh Jenis
Eksplan dan Komposisi Media terhadap Pembentukan Tunas Tanaman Karet
(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Secara In Vitro. Jurnal Agroekoteknologi, 4 (1):
1756 – 1761.
Setiawati, Tia., Annisa Nur Arofah, Mohamad Nurzaman. 2020. Induksi Kalus Krisan.
(Chrysanthemum morifolium Ramat var. Tomohon Kuning) dengan 2,4-
Dichlorophenoxyacetic Acid dan (2,4-D) 6-Benzylaminopurine (BAP) Pada
Kondisi Pencahayaan Berbeda. Jurnal Pro-Life, 7 (1): 13-26.
Yelnititis. 2012. Pembentukan Kalus Remah dari Eksplan Daun Ramin (Gonystylus
bancanus (Miq) Kurz.). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 6 (3): 181194.

Ziraluo, Yan Piter. B. 2021. Metode Perbanyakan Tanaman Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas
poiret). Jurnal Inovasi Penelitian. 2 (3): 1037-1045.
LEMBAR PENGESAHAN

Cilacap, 18 April 2022

Asisten, Praktikan,

Rina Sari Asih Eva Sundari Febriana


(24020219140064) (24020220120003)
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai