GENETIKA DASAR
GENETIKA POPULASI
Oleh :
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Genetika yang sesungguhnya baru dimulai pada decade kedua dari abad
ke-19 setelah mendel menyajikan secara hati-hati hasil analisis beberapa
percobaan persilangan yang dibuatnya pada tamanan ercis/kapri (Pisum
sativum). (Suryo, 1990). Prinsip hukum Hardy Weinburg menyatakan bahwa
frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan,
yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali
apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan
tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak
acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen.
Adalah penting untuk dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih
pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg
sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan genetik adalah suatu
keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur
perubahan genetic (irawan, 2021).
Frekuensi alel yang statis dalam suatu populasi dari generasi ke generasi
mengasumsikan adanya perkawinan acak, tidak adanya mutasi, tidak adanya
migrasi ataupun emigrasi, populasi yang besarnya tak terhingga, dan ketiadaan
tekanan seleksi terhadap sifat-sifat tertentu.
Contoh paling sederhana dapat terlihat pada suatu lokus tunggal beralel
ganda: alel yang dominan ditandai A dan yang resesif ditandai a. Kedua frekuensi
3
alel tersebut ditandai p dan q secara berurutan; freq (A) = p; freq (a) = q; p + q =
1. Apabila populasi berada dalam kesetimbangan, maka freq (AA) = p2 untuk
homoszigot AA dalam populasi, freq(aa) = q2 untuk homozigot aa, dan freq (Aa)
= 2pq untuk heterozigot.
4
1. Seleksi
Seleksi merupakan suatau proses yang melibatkan kekuatan – kekuatan
untuk menentukan ternak mana yang boleh berkembang biak pada generasi
selanjutnya. Kekuatan – kekuatan itu bisa di kontrol sepenuhnya oleh alam yang
disebut seleksi alam. Jika kekuatan itu di kontrol oleh manusia maka prosesnya
disebut seleksi buatan kedua macam seleksi itu akan merubah frekuensi gen yang
sat relatif terhadap alelnya. Laju perubahan frekuensi pada seleksi buatan jika
dibandingkan dengan seleksi alam.
Untuk mendemonstrasikan peran seleksi dalam mengubah frekuesni gen,
diambil suatu contoh populasi yang terdiri dari beberapa ribu sap yang bertanduk
dan yang tidak bertanduk. Jika diasunsikan bahwa frekuensi gen yang bertanduk
dan yang tidak bertandu pada populasi tersebut masing– masing 0,5 ( bila terjadi
kawin acak) maka sekitar 75% dari total sapi yang ada tidak bertanduk dan 25%
bertanduk. Dari 75% sapi yang tidak bertanduk sebanyak 1/3 bergenotip
hemozigot dan 2/3 bergenotip heterozigot
2. Mutasi
Mutasi adalah suatu perubahan kimia gen yang berakibat berubahnya fungsi
gen. Jika gen mengalami mutasi dengan kecepatan tetap maka frekuensi gen akan
sedikit menurun, sedangkan frekuensi alel akan meningkat. Laju mutasi bervariasi
dari suatu kejadian mutasi ke kejadian mutasi lain. Namun, laju relatif rendah
( kira – kira satu dalam satu juta pengandaan ge) sebagai gambaran, diambil
contoh frekuensi gen merah pada sapi angus, yaitu antara 0.05-0.08. jika terjadi
kawin acak maka akan dijumpai 25-64 ekor sapi merh dari setiap 10.000
kelahiran. Anak sapi yang berwarna merah dan juga tetua yang heterozigot akan
dikeluarkan dari peternakan. Secara teoritis frekuensi gen merah akan menurun
mendekati angkan nol, namun kenyataan frekuensi gen merah tetap anata 0.05-
0.08 dari suatu generasi ke generasi berikutnya hal itu bisa dijalaskan dengan
mengunakkan teori mutasi. Diduga bahwa laju mutasi gen hitam menjadi gen
merah sama dengan laju seleksi terhadaap gen merah sehingga tercapai suatu
keseimbangan.
5
3. Pencampuran populasi
Percampuran dua populasi yang frekuensi gennya berbeda dapat mengubah
frekuensi gen tertentu. Frekuenssi gen ini merupakan rataan dari frekuensi gen
dari dua populasi yang bercampur.
Jika seorang peternak memiliki 150 ekor sapi dengan frekuensi bertanduk
dengan = 0.95 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 90% dari sapi – sapinya
akan bertanduk. Selanjutnya, jika diasumsikan bahwa ada enam pejatan baru yang
diamsukkan ke peternakan utnuk memperbaiki mutu geneteik terna – ternak yang
ada. Dari enam pejantan dimasukkan terdapat satu ekor yang bertanduk, dua ekor
yang tidak bertanduk heterozigot dan tiga ekor yang tidak bertanduk homozigot.
Frekuensi gen bertanduk pada kelompok pejantan = 1/6 = 0.033. dengan asumsi
bahwa tidak ada sapi lain yang masuk kedalam peternakan maka frekuensi gen
bertanduk pada populasi itu setelah terjadi kawin acak, selama satu generasi
( 0.950 + 0.333) / 2 = 0.064.
5. Genetic drift
Genetic drift merupakan perubahan frekuensi gen yang mendadak.
Perubahan frekuensi gen yang mendadak biasanya terjadi pada kelompok kecil
ternak yang di pindahkan untuk tujuan pemulian ternak atau dibiakan. Jika
kelompok ternak diisolasi dari kelompok ternak asalnya maka frekuensi gen yang
6
terbentuk pada populasi baru dapat berubah. Perubahan frekuensi gen yang
mendadak dapat pula disebabkan oleh bencana alam, misal matinya sebagian
besar ternak yang memiliki gen tertentu (Ronny Rachman Noor, 2008).
Perubahan Perbandingan Frekuensi Gen (Genotip) pada Populasi Hukum
Hardy-Weinberg tidak berlaku untuk proses evolusi karena hukum Hardy-
Weinberg tidak selalu menghasilkan angka perbandingan yang tetap dari generasi
ke generasi. Kenyataannya, frekuensi gen dalam suatu populasi selalu mengalami
perubahan atau menyimpang dari hukum Hardy-Weinberg. Beberapa faktor yang
menyebabkan perubahan keseimbangan hukum Hardy-weinberg dalam populasi
yaitu adanya:
1. Hanyutan genetik (genetic drift),
2. Arus gen (gene flow),
3. Mutasi,
4. Perkawinan tidak acak, dan
5. Seleksi alam.
Masing-masing penyebab perubahan kesetimbangan hukum Hardy-
Weinberg atau perubahan frekuensi genetik populasi merupakan kondisi
kebalikan yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan Hardy-weinberg.
Hukum ini menyatakan bahwa dalam suatu kondisi tertentu yang stabil, frekuensi
gen dan frekuensi genotif akan tetap konstan dari satu generasi ke generasi dalam
suatu populasi yang berbiak seksual, bila syarat berikut dipenuhi:
1. Genotif yang ada memiliki viabilitas (kemampuan hidup) dan fertilitas
(kesuburan) yang sama
2. Perkawinan yang terjadi berlangsung secara acak
3. Tidak ada mutasi gen
4. Tidak terjadi migrasi
5. Tidak terjadi seleksi
Hukum Hardy-Weinberg ini berfungsi sebagai parameter evolusi dalam
suatu populasi. Bila frekuensi gen dalam suatu populasi selalu konstan dari
generasi ke generasi, maka populasi tersebut tidak mengalami evolusi. Bila salah
satu saja syarat tidak dipenuhi maka frekuensi gen berubah, artinya populasi
tersebut telah dan sedang mengalami evolusi.(Anonim,2012)
7
Penerapan dan Teori Evolusi Hukum Hardy–Weinberg bila frekuensi gen
yang satu dinyatakan dengan simbol p dan alelnya dengan simbol q, maka secara
matematis hukum tersebut dapat ditulis misalnya bila dalam suatu populasi
masyarakat terdapat perasa kertas PTC 64% sedangkan bukan perasa PTC (tt)
36%. Berapa frekuensi gen perasa (T) dan gen bukan perasa (t) dalam populasi
tersebut dan berapakah rasio genotifnya.
Populasi mendelian yang berukuran besar sangat memungkinkan
terjadinya kawin acak (panmiksia) di antara individu-individu anggotanya.
Artinya, tiap individu memiliki peluang yang sama untuk bertemu dengan
individu lain, baik dengan genotipe yang sama maupun berbeda dengannya.
Dengan adanya sistem kawin acak ini, frekuensi alel akan senantiasa konstan dari
generasi ke generasi. Prinsip ini dirumuskan oleh G.H. Hardy, ahli matematika
dari Inggris, dan W.Weinberg, dokter dari Jerman,. sehingga selanjutnya dikenal
sebagai hukum keseimbangan Hardy-Weinberg.
Di samping kawin acak, ada persyaratan lain yang harus dipenuhi bagi
berlakunya hukum keseimbangan Hardy-Weinberg, yaitu tidak terjadi migrasi,
mutasi, dan seleksi. Dengan perkatan lain, terjadinya peristiwa-peristiwa ini serta
sistem kawin yang tidak acak akan mengakibatkan perubahan frekuensi alel.
Deduksi terhadap hukum keseimbangan Hardy-Weinberg meliputi tiga langkah,
yaitu :
1) Dari tetua kepada gamet-gamet yang dihasilkannya
2) Dari penggabungan gamet-gamet kepada genotipe zigot yang dibentuk
3) Dari genotipe zigot kepada frekuensi alel pada generasi keturunan.
Secara lebih rinci ketiga langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Kembali kita misalkan bahwa pada generasi tetua terdapat genotipe AA, Aa, dan
aa, masing-masing dengan frekuensi P, H, dan Q. Sementara itu, frekuensi alel A
adalah p, sedang frekuensi alel a adalah q. Dari populasi generasi tetua ini akan
dihasilkan dua macam gamet, yaitu A dan a. Frekuensi gamet A sama dengan
frekuensi alel A (p). Begitu juga, frekuensi gamet a sama dengan frekuensi alel a
(q). Dengan berlangsungnya kawin acak, maka terjadi penggabungan gamet A dan
a secara acak pula. Oleh karena itu, zigot-zigot yang terbentuk akan memilki
frekuensi genotipe sebagai hasil kali frekuensi gamet yang bergabung.
8
Kita ketahui bahwa frekuensi gene pool dari generasi ke generasi pada
waktu ini (populasi hipotesis) adalah 0,9 dan 0,1; dan perbandingan genotip
adalah 0,81; 0,81; dan 0,01. Dengan angka – angka ini kita akan mendapatkan
harga yang sama pada generasi berikutnya. Hasil yang sama ini akan kita jumpai
pada generasi seterusnya, frekuensi genetis dan perbandingan genotip tidak
berubah. Dapat kita simpulkan bahwa perubahan evolusi tidak terjadi. Hal ini
dapat diketahui oleh Hardy (1908) dari Cambrige University dan Weinberg dari
jerman yang bekerja secara terpisah. Secara singkat dikatakan di dalam rumus
Hardy-Weinberg
“Di bawah suatu kondisi yang stabil, baik frekuensi gen maupun perbandingan
genotip akan tetap (konstan) dari generasi ke generasi pada populasi yang berbiak
secara seksual” (Irawan, 2023)
9
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Alat & Bahan
a) Alat tulis
b) Kalkulator
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dari kegiatan pratikum yang telah dilakuakan
ialah:
4.2. Pembahasan
Berikut akan diuraikan pembahasan tentang hasil percobaan yang telah di
terapkan pada pratikum genetika dasar yang berjudul GENETIKA POPULASI.
11
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
Snustad, D. P., Simmons, M. J., Relichová, J., Doškař, J., Fajkus, J., Hořín, P., ...
& Relichová, J. (2019). Genetika. Masarykova univerzita.
13