Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRATIKUM

GENETIKA DASAR
GENETIKA POPULASI

Oleh :

Zhuan Anses Armytha (2205901020018)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
2023

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Latar belakang dilakukannya praktikum genetika populasi adalah untuk


memahami lebih dalam tentang genetika populasi dan fungsi sebenarnya dari
penggunaan genetika populasi. Genetika populasi adalah cabang ilmu genetika
yang mempelajari komposisi gen pada kelompok suatu individu dan perubahan
komposisi gen yang diakibatkan oleh waktu (Pierce 2004: 670). Genetika
populasi berfungsi sebagai model matematika untuk menghitung perkiraan
frekuensi gen pada suatu populasi (King dkk. 2006: 349). Prinsip keseimbangan
genetik Hardy-Weinberg mengatakan, frekuensi alel pada suatu generasi akan
tetap sama pada generasi setelahnya pada keadaan populasi yang seimbang
(Passarge 2007: 164).

1.2 Tujuan Pratikum


Tujuan dari pratikum ini ialah Untuk mempelajari dan memahami Hukum
Kesetimbangan HardyWeinberg, serta menguji Kesetimbanag Hardy-Weinberg
dengan menghitung frekuensi alel dan frekuansi genotipe

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Genetika sebagai ilmu yang mempelajari segala hal yang mengenai


keturunan dimulai sejak purbakala, ketika para petani mengetahui bahwa hasil
pertaniannya dan ternaknya dapat ditingkatkan melalui persilangan. Meskipun
pengetahuan mereka masih sangat primitif namun mereka menyadari bahwa
beberapa sifat yang baik pada tumbuhan dan hewan dapat diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Mereka menjalankan berbagai persilangan tanpa
disadari pengetahuan karena belum di kenal adanya gen, apalagi hukum-hukum
keturunan. (Suryo, 1990).

Genetika yang sesungguhnya baru dimulai pada decade kedua dari abad
ke-19 setelah mendel menyajikan secara hati-hati hasil analisis beberapa
percobaan persilangan yang dibuatnya pada tamanan ercis/kapri (Pisum
sativum). (Suryo, 1990). Prinsip hukum Hardy Weinburg menyatakan bahwa
frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan,
yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali
apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan
tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak
acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen.
Adalah penting untuk dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih
pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg
sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan genetik adalah suatu
keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur
perubahan genetik.
Frekuensi alel yang statis dalam suatu populasi dari generasi ke generasi
mengasumsikan adanya perkawinan acak, tidak adanya mutasi, tidak adanya
migrasi ataupun emigrasi, populasi yang besarnya tak terhingga, dan ketiadaan
tekanan seleksi terhadap sifat-sifat tertentu.
Contoh paling sederhana dapat terlihat pada suatu lokus tunggal beralel
ganda: alel yang dominan ditandai A dan yang resesif ditandai a. Kedua frekuensi
alel tersebut ditandai p dan q secara berurutan; freq (A) = p; freq (a) = q; p + q =
1. Apabila populasi berada dalam kesetimbangan, maka freq (AA) = p2 untuk
homoszigot AA dalam populasi, freq(aa) = q2 untuk homozigot aa, dan freq (Aa)
= 2pq untuk heterozigot.
Konsep ini juga dikenal dalam berbagai nama: Kesetimbangan Hardy-
Weinberg, Teorema Hardy-Weinberg, ataupun Hukum Hardy-Weinberg. Asas ini
dinamakan dari G.H. Hardy dan Wilhelm heinberg. Syarat-syarat berlakunya
hukum hardy weinberg.
1. Ukuran populasi yang cukup besar.
Populasi dengan jumlah besar dapat dengan mudah memenuhi syarat hukum
kesetimbangan frekuensi gen. Karena populasi yang besar dapat
mempertemukan jodoh dari tiap-tiap pasangan alel secara acak.
2. Populasi tersebut terisolasi.

3
Bila populasi kecil dan tidak terisolasi maka dapat dengan mudah kita memahami
adanya perubahan frekuensi gen bila ada anggota yang berpindah tempat.
3. Jumlah mutasi setimbang.
Mutasi yang setimbang tidak mengubah kesetimbangan anggun gen. jika mutasi
gen tidak setimbang maka akan mengakibatkan berubahnya frekuensi gen
dalam mutasi
4. Perkawinan terjadi secara acak.
5. Kemampuan reproduksi antar individu.
Terus kenapa kok terjadi evolusi padahal kata hadi weinberg evolusi tidak
terjadi, hal ini disebabkan karena evolusi biologi (yaitu perubahan frekuensi gen
di dalam populasi) terjadi karena syarat syarat berlakunya hukum hardy-weinberg
diatas tidak berlaku dalam kejadian alam. Perubahan anggun gen karena
kebetulan, hal ini dapat terjadi terutama jika populasi tersebut berukuran kecil.
Terjadi arus gen perpindahan penduduk yang tidak seimbang. Mutasi tidak
berlangsung seimbang, mengakibatkan munculnya alel baru. Perkawinan yang
tidak acak.. ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah frekuensi gen, yaitu :
1. Seleksi
Seleksi merupakan suatau proses yang melibatkan kekuatan – kekuatan untuk
menentukan ternak mana yang boleh berkembang biak pada generasi
selanjutnya. Kekuatan – kekuatan itu bisa di kontrol sepenuhnya oleh alam
yang disebut seleksi alam. Jika kekuatan itu di kontrol oleh manusia maka
prosesnya disebut seleksi buatan kedua macam seleksi itu akan merubah
frekuensi gen yang sat relatif terhadap alelnya. Laju perubahan frekuensi
pada seleksi buatan jika dibandingkan dengan seleksi alam.
Untuk mendemonstrasikan peran seleksi dalam mengubah frekuesni gen, diambil
suatu contoh populasi yang terdiri dari beberapa ribu sap yang bertanduk
dan yang tidak bertanduk. Jika diasunsikan bahwa frekuensi gen yang
bertanduk dan yang tidak bertandu pada populasi tersebut masing– masing
0,5 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 75% dari total sapi yang ada tidak
bertanduk dan 25% bertanduk. Dari 75% sapi yang tidak bertanduk
sebanyak 1/3 bergenotip hemozigot dan 2/3 bergenotip heterozigot
2. Mutasi
Mutasi adalah suatu perubahan kimia gen yang berakibat berubahnya fungsi gen.
Jika gen mengalami mutasi dengan kecepatan tetap maka frekuensi gen akan
sedikit menurun, sedangkan frekuensi alel akan meningkat. Laju mutasi
bervariasi dari suatu kejadian mutasi ke kejadian mutasi lain. Namun, laju
relatif rendah ( kira – kira satu dalam satu juta pengandaan ge) sebagai
gambaran, diambil contoh frekuensi gen merah pada sapi angus, yaitu antara
0.05-0.08. jika terjadi kawin acak maka akan dijumpai 25-64 ekor sapi merh
dari setiap 10.000 kelahiran. Anak sapi yang berwarna merah dan juga tetua
yang heterozigot akan dikeluarkan dari peternakan. Secara teoritis frekuensi
gen merah akan menurun mendekati angkan nol, namun kenyataan
frekuensi gen merah tetap anata 0.05-0.08 dari suatu generasi ke generasi
berikutnya hal itu bisa dijalaskan dengan mengunakkan teori mutasi. Diduga

4
bahwa laju mutasi gen hitam menjadi gen merah sama dengan laju seleksi
terhadaap gen merah sehingga tercapai suatu keseimbangan.
3. Pencampuran populasi
Percampuran dua populasi yang frekuensi gennya berbeda dapat mengubah
frekuensi gen tertentu. Frekuenssi gen ini merupakan rataan dari frekuensi
gen dari dua populasi yang bercampur.
Jika seorang peternak memiliki 150 ekor sapi dengan frekuensi bertanduk dengan
= 0.95 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 90% dari sapi – sapinya akan
bertanduk. Selanjutnya, jika diasumsikan bahwa ada enam pejatan baru
yang diamsukkan ke peternakan utnuk memperbaiki mutu geneteik terna –
ternak yang ada. Dari enam pejantan dimasukkan terdapat satu ekor yang
bertanduk, dua ekor yang tidak bertanduk heterozigot dan tiga ekor yang
tidak bertanduk homozigot. Frekuensi gen bertanduk pada kelompok
pejantan = 1/6 = 0.033. dengan asumsi bahwa tidak ada sapi lain yang
masuk kedalam peternakan maka frekuensi gen bertanduk pada populasi itu
setelah terjadi kawin acak, selama satu generasi ( 0.950 + 0.333) / 2 = 0.064
4. Silang dalam (inbreeding ) dan sialng luar (outbreeding)
Silang dalam merupakan salah satu bentuk isolasi secara genetik. Jika suatu
populais terisolasi, silang dalam cenderung terjadi karena adanya
keterbatasan pilihan dalam proses perkawinan. Jika silang dalam terjadi
anatara grup ternak yang tidak terisolasi secara geografis maka pengaruhnya
juga yang sama. Oleh sebab itu, silang dalam merupakan suatu isolasi
buatan. Sebenarnya silang dalam tidak merubah frekuensi gen awal pada
saat proses silang dalam dimulai. Jika terjadi perubahan frekuensi gen maka
perubahan itu disebabkan oleh adanya seleksi, mutasi dan pengaruh sampel
acak. Jika silang luar dilakukan pada suatu populasi yang memilik rasio
jenis kelamin yang sama dengan frekuensi gen pada suatu lokus yang sama
pada kedua jenis kelamin maka frekuensi gen tidak akan berubah akibat
pengaruh langsung silang luar.
5. Genetic drift
Genetic drift merupakan perubahan frekuensi gen yang mendadak. Perubahan
frekuensi gen yang mendadak biasanya terjadi pada kelompok kecil ternak
yang di pindahkan untuk tujuan pemulian ternak atau dibiakan. Jika
kelompok ternak diisolasi dari kelompok ternak asalnya maka frekuensi gen
yang terbentuk pada populasi baru dapat berubah. Perubahan frekuensi gen
yang mendadak dapat pula disebabkan oleh bencana alam, misal matinya
sebagian besar ternak yang memiliki gen tertentu (Ronny Rachman Noor,
2008).
Perubahan Perbandingan Frekuensi Gen (Genotip) pada Populasi Hukum Hardy-
Weinberg tidak berlaku untuk proses evolusi karena hukum Hardy-
Weinberg tidak selalu menghasilkan angka perbandingan yang tetap dari
generasi ke generasi. Kenyataannya, frekuensi gen dalam suatu populasi
selalu mengalami perubahan atau menyimpang dari hukum Hardy-
Weinberg. Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan keseimbangan
hukum Hardy-weinberg dalam populasi yaitu adanya:

5
1. Hanyutan genetik (genetic drift),
2. Arus gen (gene flow),
3. Mutasi,
4. Perkawinan tidak acak, dan
5. Seleksi alam.
Masing-masing penyebab perubahan kesetimbangan hukum Hardy-Weinberg atau
perubahan frekuensi genetik populasi merupakan kondisi kebalikan yang
dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan Hardy-weinberg. Hukum ini
menyatakan bahwa dalam suatu kondisi tertentu yang stabil, frekuensi gen
dan frekuensi genotif akan tetap konstan dari satu generasi ke generasi
dalam suatu populasi yang berbiak seksual, bila syarat berikut dipenuhi:
1. Genotif yang ada memiliki viabilitas (kemampuan hidup) dan fertilitas
(kesuburan) yang sama
2. Perkawinan yang terjadi berlangsung secara acak
3. Tidak ada mutasi gen
4. Tidak terjadi migrasi
5. Tidak terjadi seleksi
Hukum Hardy-Weinberg ini berfungsi sebagai parameter evolusi dalam
suatu populasi. Bila frekuensi gen dalam suatu populasi selalu konstan dari
generasi ke generasi, maka populasi tersebut tidak mengalami evolusi. Bila salah
satu saja syarat tidak dipenuhi maka frekuensi gen berubah, artinya populasi
tersebut telah dan sedang mengalami evolusi.(Anonim,2012)
Penerapan dan Teori Evolusi Hukum Hardy–Weinberg bila frekuensi gen
yang satu dinyatakan dengan simbol p dan alelnya dengan simbol q, maka secara
matematis hukum tersebut dapat ditulis misalnya bila dalam suatu populasi
masyarakat terdapat perasa kertas PTC 64% sedangkan bukan perasa PTC (tt)
36%. Berapa frekuensi gen perasa (T) dan gen bukan perasa (t) dalam populasi
tersebut dan berapakah rasio genotifnya.
Populasi mendelian yang berukuran besar sangat memungkinkan
terjadinya kawin acak (panmiksia) di antara individu-individu anggotanya.
Artinya, tiap individu memiliki peluang yang sama untuk bertemu dengan
individu lain, baik dengan genotipe yang sama maupun berbeda dengannya.
Dengan adanya sistem kawin acak ini, frekuensi alel akan senantiasa konstan dari
generasi ke generasi. Prinsip ini dirumuskan oleh G.H. Hardy, ahli matematika
dari Inggris, dan W.Weinberg, dokter dari Jerman,. sehingga selanjutnya dikenal
sebagai hukum keseimbangan Hardy-Weinberg.
Di samping kawin acak, ada persyaratan lain yang harus dipenuhi bagi
berlakunya hukum keseimbangan Hardy-Weinberg, yaitu tidak terjadi migrasi,
mutasi, dan seleksi. Dengan perkatan lain, terjadinya peristiwa-peristiwa ini serta
sistem kawin yang tidak acak akan mengakibatkan perubahan frekuensi alel.
Deduksi terhadap hukum keseimbangan Hardy-Weinberg meliputi tiga langkah,
yaitu :
1) Dari tetua kepada gamet-gamet yang dihasilkannya
2) Dari penggabungan gamet-gamet kepada genotipe zigot yang dibentuk
3) Dari genotipe zigot kepada frekuensi alel pada generasi keturunan.

6
Secara lebih rinci ketiga langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Kembali kita misalkan bahwa pada generasi tetua terdapat genotipe AA, Aa, dan
aa, masing-masing dengan frekuensi P, H, dan Q. Sementara itu, frekuensi alel A
adalah p, sedang frekuensi alel a adalah q. Dari populasi generasi tetua ini akan
dihasilkan dua macam gamet, yaitu A dan a. Frekuensi gamet A sama dengan
frekuensi alel A (p). Begitu juga, frekuensi gamet a sama dengan frekuensi alel a
(q). Dengan berlangsungnya kawin acak, maka terjadi penggabungan gamet A dan
a secara acak pula. Oleh karena itu, zigot-zigot yang terbentuk akan memilki
frekuensi genotipe sebagai hasil kali frekuensi gamet yang bergabung.
Kita ketahui bahwa frekuensi gene pool dari generasi ke generasi pada
waktu ini (populasi hipotesis) adalah 0,9 dan 0,1; dan perbandingan genotip
adalah 0,81; 0,81; dan 0,01. Dengan angka – angka ini kita akan mendapatkan
harga yang sama pada generasi berikutnya. Hasil yang sama ini akan kita jumpai
pada generasi seterusnya, frekuensi genetis dan perbandingan genotip tidak
berubah. Dapat kita simpulkan bahwa perubahan evolusi tidak terjadi. Hal ini
dapat diketahui oleh Hardy (1908) dari Cambrige University dan Weinberg dari
jerman yang bekerja secara terpisah. Secara singkat dikatakan di dalam rumus
Hardy-Weinberg
“Di bawah suatu kondisi yang stabil, baik frekuensi gen maupun perbandingan
genotip akan tetap (konstan) dari generasi ke generasi pada populasi yang berbiak
secara seksual”

7
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Alat & Bahan
a) Alat tulis
b) Kalkulator

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dari kegiatan pratikum yang telah dilakuakan
ialah:
DIK : BB : 2.000
Bb : 1.800
Bb : .200 +
4.000
4.2. Pembahasan
Berikut akan diuraikan pembahasan tentang hasil percobaan yang telah di
terapkan pada pratikum genetika dasar yang berjudul GENETIKA POPULASI.

Setelah dilakukan pengamatan didapatkan hasil sebagai berikut :


Dengan rumus perhitungan , sebagai berikut :

FA = A = 0,5 + 0,45 / 2 = 0,725

Jadi, hasil perhitungan sesuai dengan perbandingan.

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang kami lakukan dapat kami simpulkan bahwa:


 Probabilitas atau peluang adalah suatu nilai diantara 0 dan 1 yang
menggambarkan besarnya kesempatan akan muncul suatu hal atau kejadian
pada kondisi tertentu.
 Rumus probabilitas adalah:
X
 P(x )=
X +Y
oDimana, P = probabiltas

9
oX = peristiwa yang diharapkan
oY = peristiwa yang tidak diharapkan
oP(x) = probabilitas dalam kejadian

Percobaan pertama dilakukan dengan melemparkan sebuah koin sebanyak


50 kali. Sebuah koin ini memiliki 2 kemungkinan yaitu kemungkinan muncul
angka (A) dan kemungkinan muncul gambar (G). Jadi peluang untuk masing-
masing kemungkinan itu adalah setengah ( ½ ). Berdasarkan data hasil praktikum
diperoleh hasil untuk gambar (G) muncul sebanyak 25 kali dan angka (A) muncul
sebanyak 25 kali dari total 50 kali pelemparan.

Dari hasil pengamatan Hasil pelemparan koin mata uang logam dengan
kejadian muncul angka (A) pada percobaan pertama ini adalah sebanyak 31 kali
dan muncul gambar (G) sebanyak 19 kali dengan total pelemparan sebanyak 50
kali.

Dengan rumus perhitungan , sebagai berikut :

2 2
x H < x T atau 2 , 88<11,0705.

Jadi, hasil perhitungan sesuai dengan perbandingan.


Percobaan kedua dilakukan dengan melemparkan 2 buah koin sebanyak
50 kali. Sebuah koin ini memiliki 3 kemungkinan yaitu kemungkinan muncul
angka, angka (AA), Angka, Gambar (AG) dan kemungkinan muncul gambar,
gambar (GG).

Jadi peluang untuk masing-masing kemungkinan itu adalah setengah ( ½ ).


aBerdasarkan data hasil praktikum diperoleh hasil untuk angka, angka (AA)
sebanyak 16.6 kali, angka gambar (AG) muncul sebanyak 16,6 kali dan gambar,
gambar muncul sebanyak 16,6 kali dari total 50 kali pelemparan.

Dari hasil pengamatan, hasil pelemparan koin mata uang logam dengan
kejadian muncul angka, angka (AA) pada percobaan kedua adalah sebanyak 16
kali, muncul angka, gambar sebanyak 19 kali, dan muncul gambar, gambar
sebanyak 15 kali dengan total pelemparan sebanyak 50 kali.

10
Dengan rumus perhitungan , sebagai berikut :

2 2
x H < x T atau 0 , 45< 11,0705.

Jadi, hasil perhitungan sesuai dengan perbandingan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Reece. 2018. Biologi.Gramedia. Jakarta.

D. Agus W., Rusli H., M. Hasan.2019. Penerapan Model Persamaan Diferensi


dalam Penentuan Probabilitas Genotip Keturunan dengan Dua Sifat
Beda. Jurnal ILMU DASAR, Vol. 14 No. 2, Halaman:79-84

Ernawati, E., & Purwadi, J. (2011). Program Pendeteksian Distribusi Pewarisan


Genotip Suatu Populasi Untuk Tipe Pewarisan Autosomal Dengan
Metode Qr. Jurnal Informatika, 5(1).

Nur, A., N.R. Iriany, A. Takdir M. 2017. Variabilitas genetik dan heritabilitas
agronomis galur jagung dengan tester MR 14. J. Agroteknos 3 (1):34-
40

Nurmia, N. (2017). Penerapan Diagonalisasi Matriks untuk Menyelidiki


Pewarisan Genotip pada generasi ke-n dalam Genetika (Doctoral
dissertation, FMIPA).

Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, K. Nida. 2018. Pendugaan komponen


ragam, heritabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria seleksi
cabai. J. Jort. Indonesia 1(2):74:80

Wijayanto, D. A., & Rusli Hidayat, M. H. (2013). Penerapan Model Persamaan


Diferensi dalam Penentuan Probabilitas Genotip Keturunan dengan
Dua Sifat Beda Application of Difference Equations Model in
Determining Genotype Probability Offspring with Two Different
Characteristic. Jurnal ILMU DASAR, 14(2), 79-84.

Wahyuningrum, S. R. (2020). Statistika pendidikan (konsep data dan peluang).


Jakad Media Publishing.

12

Anda mungkin juga menyukai