Anda di halaman 1dari 3

Asal usul Alam Pikiran Cina, Membaca

Akar Tradisi Filsafat Cina


December 28, 2016 admin Penulis, Sastra 0

Asal usul Alam Pikiran Cina, Membaca Akar Tradisi


Filsafat Cina
Kedudukan filsafat dalam peradaban Cina bisa disamakan dengan kedudukan agama pada
peradaban-peradaban lain. Di Cina, filsafat selalu menjadi perhatian bagi setiap orang yang
berpendidikan. Pada masa lalu, jika seseorang merupakan orang yang berpendidikan, maka
pendidikan pertama yang ia terima adalah filsafat. Ketika anak-anak masuk sekolah, maka
Buku Yang Empat (The Four Book) adalah pegangan wajib, yang terdiri dari Untaian Ajaran
Confucius (Confucius Analects), Buku Mencius (Book of Mencius), Pelajaran Agung ( The
Great Learning), dan Doktrin Jalan Tengah (The Doctrine of the Mean).

Dari tradisinya ini, filsafat Cina bertolak dari agama Confucianisme, Taoisme, dan
Buddhisme. Sebagian orang mangatakan bahwa Confucianisme adalah agama, bukan filsafat.
Tetapi sesungguhnya Confucianisme itu bukanlah agama, sama halnya dengan Platonisme
atau Aristotelianisme. Memang, benar dalam Buku Yang Empat yang menjadi Bibel bagi
orang Cina seakan-akan Confucianisme adalah agama. Tetapi di buku tersebut tidak terdapat
kisah tentang penciptaan dan tidak menyebutkan tentang surga atau neraka.

Istilah filsafat dan agama keduanya bersifat ambigu. Tetapi bagi orang Cina filsafat dan
agama adalah satu-kesatuan yang utuh, yang tak dapat dipisahkan karena kehidupan adalah
perjalan reflektif. Orang Cina percaya dari alam semesta pikiran mampu melahirkan konsep
tentang kehidupan, konsep tentang alam semesta, dan konsep tentang pengetahuan melalui
pemikiran reflektif tersebut.

Agama juga mempunyai hubungan dengan kehidupan. Dalam inti setiap agama besar ada
suatu filsafat, kenyataanya, setiap agama besar adalah suatu filsafat dengan superstruktur
tertentu, yang terdiri dari tahayul-tahayul, dogma-dogma, ritual-ritual, dan institusi-institusi.
Jika orang memahami agama sebagai pengertian ini, yang sesungguhnya tak berbeda dengan
penggunaan secara umum, maka orang melihat bahwa Confucianisme tidak bisa dimengerti
sebagai sebuah agama.

Tentang Taoisme, terdapat perbedaan Taoisme sebagai filsafat, yang disebut dengan Tao chia
(mahzab Tao) dengan Tao sebagai agama (Tao chiao). Ajarannya tidak hanya berbeda, tetapi
bahkan kontradiktif. Taoisme sebagai filsafat mengajarkan doktrin agar manusia mengikuti
alam, sedangkan Taoisme sebagai agama mengajarkan doktrin agar manusia menentang alam.
Misalnya, menurut Lao Tzu dan Chuang Tzu, kehidupan yang diikuti oleh kematian adalah
jalan alam, dan manusia harus mengikuti jalan alam ini dengan tenang. Tetapi ajaran utama
Tao adalah prinsip dan teknik bagaimana cara menghindari kematian, yang jelas merupakan
usaha menentang alam. Agama Tao memiliki jiwa ilmu pengetahuan, yang berusaha
menaklukkan alam.

Ada juga perbedaan Buddhisme sebagai sebuah filsafat yang disebut Fo hsueh (Ajaran
Budha) dan Buddhisme sebagai agama, yang disebut Fo chiao (agama Budha). Bagi orang
Cina yang terpelajar, filsafat Budha lebih menarik daripada agama Budha. Sering sekali kita
melihat rahib Budha dan rahib Tao sama-sama ikut serta dalam upacara kebaktian
pemakaman Cina. Orang-orang bahkan memahami agama mereka sebagai kefilsafatan.

Menurut tradisi filsafat Cina, fungsi filsafat bukan untuk menambah pengetahuan positif
(informasi yang sesuai dengan kenyataan), tetapi untuk meningkatkan taraf jiwa; suatu upaya
untuk mencapai apa yang berada di luar dunia nyata saat ini, dan untuk mencapai nilai-nilai
yang lebih tinggi daripada nilai-nilai moral. Sehingga seorang peneliti filsafat, yakni Charles
Morris pernah menyatakan bahwa filsafat Cina adalah filsafat dunia ini. Tetapi filsafat Cina
tidak dapat dipahami dari hal yang bersifat lahiriah saja. Sejauh yang terkait dengan ajaran
utama tradisi filsafat Cina, jika kita memahaminya dengan benar, tentu tidak dapat dikatakan
bersifat dunia ini, juga tidak dapat dikatakan sepenuhnya bersifat dunia lain. Filsafat Cina
adalah kedua-duanya.

Dalam buku ini, Fung Yu-Lan sebagai penulisnya mengurai dengan jelas sejarah tradisi
filsafat Cina klasik hingga tradisi filsafat Cina Modern. Ia memulai pembahasannya pada
masa dinasti Cina pertama Hsia (2205-1766 SM) hingga dinasti Ch’ing (1644-1911 M) di
mana filsafat Cina mengalami pertumbuhan dan perkembangannya, dalam persentuhannya
dengan politik, ekonomi, dan budaya.

Buku ini merupakan kajian yang komprehensif atas filsafat Cina karena dengan membacanya
kita akan melihat bahwa filsafat Cina itu jauh lebih luas cakupannya daripada sekedar
Confucius atau Lao Tzu, atau bahkan sekedar madzhab Confucianisme atau Taoisme yang
kepadanya kedua tokoh tersebut dipertalikan.

Selama kira-kira dua puluh lima abad, para pemikir Cina telah menyentuh hampir semua
pokok bahasan utama yang menjadi perhatian para filsuf Barat, dan meskipun madzhab yang
sudah menjadi bagian dari mereka sering melahirkan nama yang sama, hingga beberapa abad
lamanya, namun isi ideologi aktual mereka sudah sangat berubah dari satu masa ke masa
yang lain. Cina adalah sebuah negeri dengan rentetan sejarah filsafatnya yang amat panjang.
Tak aneh jika teks agama, Islam misalnya, terdapat hadist, “carilah ilmu meski ke negeri
Cina” itu karena pada hadist itu diturunkan bahkan jauh sebelumnya telah terjadi sebuah
dialektika dan kemajuan yang mencengangkan di negeri tersebut.

https://www.sastrawan.web.id/asal-usul-alam-pikiran-cina-membaca-akar-tradisi-filsafat-
cina/

Anda mungkin juga menyukai