Anda di halaman 1dari 1

Sumber daya logam tanah jarang (LTJ) merupakan material kritis dunia karena dinilai memiliki

prospek strategis di masa depan. Proyeksi kebutuhan akan LTJ di dunia meningkat seiring dengan
pengembangan energi hijau atau energi yang bersifat lebih ramah lingkungan. Dalam pemenuhan
kebutuhan teknologi tinggi tersebut, keterdapatan LTJ berpotensi menjadi mineral kritis dunia.
Mineral didefinisikan sebagai kritis jika memiliki kepentingan ekonomi yang tinggi dan pasokannya
dikaitkan dengan risiko yang signifikan. Pada dasarnya, LTJ merupakan kumpulan dari 17 unsur kimia
pada tabel periodik yang terdiri dari 15 unsur kelompok lanthanida ditambah dengan yttrium dan
scandium. Istilah “jarang” pada logam tanah jarang mengacu pada kehadiran yang “tidak umum
dijumpai” karena jumlahnya yang terbatas. Dalam periode 2011-2019, beberapa negara termasuk
Indonesia berhasil mengidentifikasi keberadaan sumber daya LTJ. BATAN (Badan Tenaga Nuklir
Nasional) memperkirakan terdapat potensi 1,5 miliar ton bijih cadangan LTJ yang tersebar di
Indonesia, meliputi: Bangka Belitung, Kalimantan, Kepulauan Riau, Sulawesi, Jawa Barat, dan Papua.
Namun pada realisasinya, Indonesia belum menetapkan definisi dan daftar mineral kritis sebagai
sumber daya strategisnya, termasuk LTJ. Sehingga membuat negara Indonesia belum diakui memiliki
komoditas mineral kritis yang berpotensi ekonomis untuk dikembangkan. Hal tersebut dikarenakan
belum adanya eksplorasi yang sistematis untuk keterdapatan LTJ di Indonesia. Sejalan dengan UU
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang pengembangan dan peningkatan nilai tambah
kegiatan usaha pertambangan, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi keterdapatan LTJ
serta menentukan arah strategi kebijakannya.

Anda mungkin juga menyukai