Anda di halaman 1dari 7

Logam Tanah Jarang (LTJ), nama ini mulai mencuat di kalangan ekspert pertambangan

khususnya kelogaman. Tak lain karena manfaatnya untuk kehidupan sehari-hari manusia.
Meski saat ini sekitar 80 persen kebutuhan bahan LTJ di dunia selama ini dipenuhi oleh
Tiongkok, kabar baiknya, di Indonesia ternyata punya potensi yang besar akan keberadaan
logam limbah ini. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menyebut Indonesia berpeluang
menguasai ekspor Logam Tanah Jarang (LTJ) setelah Tiongkok mengurangi ekspor logam itu.
Indonesia menjadi daya tarik negara lain untuk berburu Logam Tanah Jarang, kata Kepala
Prof Djarot Sulistio Wisnubroto, usai menggelar seminar dengan tema Pengelolaan dan
Pemanfaatan Logam Tanah Jarang (LTJ) di Hotel Grand Zurri, Rabu (21/10/2015)
Dikatakanya, dengan pembatasan itu praktis negara-negara yang membutuhkan logam itu
mengalihkan perhatiannya kepada Indonesia.
Berdasarkan hasil sementara riset yang dilakukan Kementrian ESDM, setidaknya ada 1,5
miliar ton kandungan monasit yang berpotensi dapat diurai menjadi LTJ, terangnya, untuk
penyebaranya sendiri berada di wilayah Provinsi Bangka Belitung dan Kalimantan Barat.
Dijelaskannya, di dunia industri LTJ merupakan merupakan bahan baku utama untuk
pembuatan sejumlah komponen batang elektronik. Seperti, handpone, jam tangan, layar
monitor dan sebagainya. Selain itu, aplikasi lain yang menonjol dari pemanfaatan LTJ
adalah sebagai bahan dasar pembuatan magnet, tukasnya.
Proyek percontohan LTJ Hidroksida masih harus terus dikembangkan dan dibuat studi
kelayakannya mengingat belum mencapai skala industri, untuk itu, PT Timah dipercaya
menjadi pilot pland dalam melakukan pemisahan dari monasit menjadi Logam Tanah Jarang,
Radioaktif, dan sebagainya. Sejauh ini PT Timah sadah memproduksi sekitar 180 ribu ton
LTJ, dan itu cukup untuk 10 tahun produksi, tukasnya.
Potensi pengembangan dan industri LTJ, juga disadari oleh pemerintah dan telah ditungkan
dalam Buku II RPJMN 2015-2019. Ada beberapa kementrian, lembaga dan instutisi yang
meliputi Kemenperin, Kementrian ESDM, Batan, BPPT, dan sejumlah perguruan tinggi.
Semuanya ditugaskan ntuk mengembangkan potensi potensi LTJ dari awal penambangan,
pemurnian, dan litbang aplikasi LTJ
baik dalam bentuk produk magnet permanent maupun untuk aplikasi energi lain. Saat ini
konsorsium LTJ lintas lembaga telah dibentuk untuk menjadi wadah komunikasi para stake
holder dalam pengelolaan dan pemanfaatan LTJ, ungkapnya.
Dengan demmikian, sesuai target yang diusung pada tahun 2018 sejumlah perusahaan swasta
nasional sudah dapat memproduksi LTJ ini dan Indonesia dapat menjadi salah satu
pengekspor LTJ ke pasar internasional. Kita harus memaksimalkan potensi di Indonesia
yang sangat besar ini, tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, BATAN juga melakukan penandatangan kerjasama dengan
Universitas Sriwijaya untuk pengembangan dan penelitian LTJ ini lebih lanjut. Rektor
Universitas Sriwijaya, Prof DR Hj Badia Perizade MBA mengatakan, pihaknya siap untuk
membantu dalam upaya mendukung kemajuan industri nasional. Kami dengan tenaga SDM
yang ada merasa yakin dapat membantu BATAN, pungkasnya.

Author : Budi Utomo


Editor : Riki Okta Putra

Logam tanah jarang (LTJ) berdasarkan definisi International Union of Pure and Applied
Chemistry adalah deret dari tujuh belas unsur kimia dalam tabel periodik. Contoh dari LTJ
adalah Serium (Ce), Disprosium (Dy), Ytterbium (Yb), Neodimium (Nd), Lantanum (La),
dan Gadolinium (Gd).
Logam tanah jarang (kecuali prometium yang bersifat radioaktif) relatif berlimpah di kerak
bumi, contohnya serium yang berada dalam urutan 25 unsur terbanyak di bumi setara dengan
tembaga.
Tetapi karena sifat geokimianya, LTJ umumnya terdispersi dan jarang ditemukan sebagai
mineral terkonsentrasi dalam bentuk deposit bijih yang mudah diolah.
Kita mungkin sekarang sudah familiar dengan kendaraan hibrid, baterai yang dapat diisi
ulang, monitor layar datar, laptop, dan catalyticconverter pada kendaraan, tetapi banyak yang
belum tahu kalau produk-produk ini adalah bergantung dengan sifat khas dari unsur tanah
jarang yang ada di dalamnya.
Unsur-unsur tanah jarang adalah bahan dari magnet permanen yang paling kuat, yang
digunakan di motor listrik untuk menghasilkan tenaga dan torsi yang lebih besar, serta ukuran
yang lebih kecil dan bobot yang lebih ringan.
Magnet dari unsur-unsur tanah jarang juga memungkinkan memperkecil disk drive yang
digunakan dalam banyak alat sehingga ukuran dapat lebih ringkas dan performa menjadi
lebih baik.
Banyak alat-alat elektronik menggunakan baterai yang dapat di isi ulang, salah satu jenis
baterai yang paling efektif adalah NiMH, jenis ini banyak digunakan di mobil hybrid dan alat
elektronik lainnya, 26% berat dari baterai ini berasal dari alloy logam tanah jarang yang
digunakan sebagai anoda, dengan unsur tanah jarang penyusun terbanyak adalah lantanum.
Magnet permanen dari unsur-unsur tanah jarang adalah terobosan bagi teknologi di bidang
kedokteran, seperti untuk MRI, robot-assisted surgeries, laser fasa padat, dan obat untuk
pengobatan kanker.
Contoh untuk logam tertentu adalah Thulium (Tm) untuk mesin sinar-x portabel,
superkonduktor suhu tinggi, Neodimium (Nd) untuk magnet permanen yang sangat kuat,
motor listrik pada mobil hibrid, dan laser, Praseodimium (Pr) untuk google dan laser.
Konsumsi logam tanah jarang meningkat pesat dalam 20 tahun terakhir, penyebabnya adalah
meningkatnya kebutuhan global akan produk dan teknologi baru yang menggunakan unsurunsur tanah jarang, suplai yang tidak pasti, dan tidak adanya substitusi dari logam tanah
jarang, yang tidak dapat digantikan oleh logam lain ataupun bahan sintetis lainnya.

Pada tahun 2013 saja, konsumsi global oksida tanah jarang mencapai sekitar 124.000 ton
dengan nilai lebih dari 3 juta US$. RRC saat ini mengkonsumsi 64% kebutuhan dari semua
LJT, diikuti oleh Jepang 14-16%, AS 9-10%, Uni Eropa 7-9%, dan lainnya sebesar 4%.
Kebutuhan ini terus meningkat dengan kuat, dengan pertumbuhan sebesar 6-7% per tahun
dengan perkiraan sebesar 180.000 ton pada tahun 2020. Pertumbuhan terbesar adalah untuk
produk magnet sebesar 10%, alloy 6%, baterai 7%, dan katalis sebesar 5%.
Tiongkok mendominasi produksi dan dan konsumsi LTJ saat ini, dengan produksi sekitar
94.000 ton pada 2013, dan terus meningkat tanpa sedikitpun berkurang. AS menjadi produsen
kedua dengan kontribusi sebesar 3.6% produksi global, dan mengklaim memiliki 9%
cadangan LTJ dunia, dengan tambang utama di Montain Pass.
India menjadi produsen ketiga dengan kontribusi sebesar 2.6% produksi dunia, dengan
produsen yang dimiliki oleh negara yang berlokasi di Kerala, Tamil Nadu, dan Orissa.
Hal menarik, Vietnam dan Malaysia masuk di jajaran 10 besar produsen LTJ dunia, dengan
produksi Malaysia sebesar 100 Ton pada 2013 dengan estimasi cadangan sebesar 30.000 Ton,
dan Vietnam mampu memproduksi LJT sebesar 220 Ton dan diprediksi akan terus meningkat
setelah adanya kerjasama dengan Jepang dalam hal produksi LTJ.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Potensi logam tanah jarang di Indonesia diperkirakan sangat besar, baik sebagai produk itu
sendiri atau mineral yang tercampur dengan unsur lain di berbagai tambang di Indonesia.

"Potensi logam tanah jarang di Indonesia diperkirakan sangat besar, baik


sebagai produk itu sendiri atau mineral yang tercampur dengan unsur lain di
berbagai tambang di Indonesia"
Tambang yang menghasilkan LTJ tersebar dari Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Bangka
Belitung, Sulawesi Barat dan Papua, tambang tersebut memang produk utamanya bukan
mineral LTJ, tetapi hasil sampingnya menghasilkan mineral ikutan seperti Monazite,
Xenotime, Zircon, dan Ilmenite.
Data dari Badan Geologi pada tahun 2010 menunjukkan sumber daya mineral bijih monasit
sebesar 186.000 ton dan zirkon sebesar 1,19 juta ton, hasil penelitian Badan Geologi
menunjukkan berbagai sebaran LTJ dengan nilai cukup menjanjikan, contohnya di daerah
Aek Manarsar, Sisoding, Kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki sebaran Serium (Ce) yang
hampir merata di beberapa tempat.
Kondisi saat ini, Tiongkok telah membatasi ekspor LJT ke luar negeri sehingga negara-negara
yang membutuhkan bahan tersebut mengalihkan perhatiannya ke Indonesia.
Indonesia saat ini telah memiliki teknologi untuk mengolahnya, contohnya dari mineral jenis
monasit, kita telah mampu memisahkan antara logam tanah jarang, unsur radioaktif, dan
lainnya.

Berita baik untuk BATAN, penelitian yang telah dilakukan ditindaklanjuti oleh PT Timah Tbk
dengan membangun pilot plant logam tanah jarang hidroksida, yang dikerjakan dengan
konsorsium yang dikoordinasikan oleh batan.
Total investasi dari proyek ini adalah sebesar 1,74 juta Dolar AS. Pilot Plant ini dapat
memproduksi 50 kilogram LJT per tahunnya,
Direncanakan untuk dikembangkan sehingga bisa mencapai skala industri dan diekspor ke
pasar global, dengan produk berupa lantanum (La), serium (Ce), praseodinium (Pr), dan
Neodinium (Nd).

"Direncanakan untuk dikembangkan sehingga bisa mencapai skala industri


dan diekspor ke pasar global, dengan produk berupa lantanum (La), serium
(Ce), praseodinium (Pr), dan Neodinium (Nd)"
Hal ini adalah langkah baru bagi pemerintah Indonesia lewat sektor industri yang
memanfaatkan teknologi baru dalam produknya sehingga Indonesia tidak akan ketinggalan
jauh dalam bidang teknologi.
Sektor teknologi tinggi memang sepertinya Indonesia agak tertinggalan untuk terjun di
dalamnya, terlebih melihat kondisi negara ini yang masih repot mengurusi berbagai masalah
mendasar yang seakan tidak ada hentinya, seperti pendidikan, kesehatan, dan pangan.
Bermula dari tren penggunaan logam tanah jarang yang semakin hari semakin berkembang,
dilanjutkan dengan Tiongkok menguasai pasar, kemudian membatasi ekspornya dan
Indonesia dilihat sebagai salah satu negara yang potensial.

"Bermula dari tren penggunaan logam tanah jarang yang semakin hari
semakin berkembang, dilanjutkan dengan Tiongkok menguasai pasar,
kemudian membatasi ekspornya dan Indonesia dilihat sebagai salah satu negara
yang potensial"
Kondisi tersebut disambut dengan baik antara BATAN dan Badan Geologi yang melakukan
penelitian tentang deposit dan metode pengolahan, dilanjutkan dengan pemerintah melalui
PT. Timah Tbk memulai industrialisasi logam tanah jarang melalui pilot project produksi
oksida logam tanah jarang.
Ini adalah contoh langkah konkret bagaimana sinergi antara lembaga penelitian dengan
industri yang dikoordinasikan oleh pemerintah.
Tidak selamanya Indonesia tertinggal, tidak selamanya Indonesia hanya bisa sebagai
konsumen, melalui awal yang baik ini, membuktikan kalau Indonesia juga bisa.

Batan gelar seminar pemanfaatan Logam Tanah Jarang


Selasa, 20 Oktober 2015 18:49 WIB
Palembang (ANTARA Sumsel) - Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju, Badan
Tenaga Nuklir Nasional bekerja sama dengan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya menggelar seminar tentang pengolahan
dan pemanfaatan logam tanah jarang.
"Seminar on Magnetic di Palembang yang dijadwalkan berlangsung pada 21
Oktober 2015, merupakan seminar dua tahunan yang digagas Badan Tenaga
Nuklir Nasional (Batan) sejak tahun 2000 bekerja sama dengan Universitas
Indonesia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang
penyelenggaraannya melibatkan universitas negeri di tempat pelaksanaan acara
seperti dilakuan dengan Unsri," kata Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama
Batan Totti Tjiptosumirat di Palembang, Selasa.
Dia menjelaskan, seminar yang kesembilan itu akan diikuti 250 peserta dari
sejumlah perguruan tinggi, instansi pemerintah, peneliti, pengamat dan industri
terkait bahan magnet.
Dalam seminar itu akan tampil sebagai pembicara Dirjen Logam, Mesin, Alat
Transportasi dan Industri Elektronika dari Kementerian Perindustrian I Pusti Gusti
Wiryawirawan dengan makalah berjudul "Kebijakan Pemerintah Dalam
Pengembangan Program Industri LTJ di Indonesia".
Selain itu juga akan hadir sebagai pembicara Direktur dari Elements Strategy
Initiative Center for Magnetik Materials, National Institute For Materials Science
(NIMS), Jepang Prof Hiroshawa dengan makalah yang berisi isu-isu penting dalam
penelitian dan aplikasi magnet permanen dalam bidang energi, katanya.
Menurut dia, pengolahan dan pemanfaatan Logam Tanah Jarang (LTJ) dipilih
sebagi tema seminar kali ini mengingat pentingnya LTJ dalam pengembangan
berbagai aplikasi bahan khususnya magnet di bidang elektronika, transportasi,
energi, kesehatan dan lainnya.
LTJ saat ini telah menjadi komoditas penting dan isu strategis di seluruh dunia
karena keterbatasan ketersediaannya lebih lagi ketika pemerintah Tiongkok
mengambil kebijakan untuk mengurangi ekspor LTJ sejak 2011.
LTJ terkandung dalam mineral monasit yang tersimpan dalam jumlah cukup
besar sebagai limbah industri tambang timah di Pulau Bangka Belitung dan
belum dikelola serta dimanfaatkan dengan optimal.
Potensi pengembangan dan industri LTJ juga telah disadari oleh pemerintah dan
telah dituangkan dalam buku II Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Berdasarkan RPJMN beberapa kementerian/lembaga dan institusi yang meliputi
Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM), Batan, BPPT, Perguruan Tinggi dan lainnya ditugaskan untuk
mengembangkan potensi LTJ dari awal penambangan, pemurnian dan litbang
aplikasi LTJ baik dalam bentuk produk magnet permanen maupun untuk aplikasi
energi lain.
Saat ini konsorsium LTJ lintas lembaga telah dibentuk untuk menjadi wadah
komunikasi para pemangku kepentingan (stake holder) dalam pengelolaan dan
pemanfaatan LTJ.
Sebelum diselenggarakan seminar, pada 19 Oktober 2015 diadakan pertemuan
konsorsium LTJ dalam bentuk Forum Group Discussion (FGD) yang dihadiri
berbagai pihak terkait di bawah koordinasi Kemenperin.

Dalam forum diskusi tersebut dibahas langkah-langkah strategis untuk


menjalankan amanah yang dimuat dalam RPJMN, kata Totti.

Editor: Yudi Abdullah


COPYRIGHT ANTARA 2015
Logam tanah jarang (LTJ) adalah kumpulan 17 unsur kimia pada tabel periodik, terutama
15 lantanida ditambah skandium dan yttrium. [2] Skandium dan yttrium dianggap sebagai
logam tanah jarang karena sering ditemukan pada deposit-deposit bijih lantanida dan
memiliki karakteristik kimia yang mirip dengan lantanida.
Meskipun namanya logam tanah jarang, tapi logam-logam ini cukup melimpah jumlahnya di
kerak bumi, dengan serium sebagai unsur paling melimpah ke-25 dengan 68 bagian per juta
(mirip tembaga). Meski begitu, karena karakteristik geokimianya, logam tanah jarang
ditemukan pada kondisi sangat tersebar dan sedikit ditemukan dalam jumlah yang banyak,
sehingga nilai ekonominya kecil. Sumber-sumber deposit logam tanah jarang yang banyak
dan bernilai ekonomis biasanya menyatu menjadi mineral tanah jarang.[3] Mineral pertama
yang ditemukan adalah gadolinit, senyawa kimia yang tersusun dari serium, yttrium, besi,
silikon, dan unsur lainnya. Mineral ini diekstrak dari sebuah tambang di desa Ytterby di
Swedia. Beberapa nama logam tanah jarang juga mendapatkan namanya dari lokasi tambang
ini
Logam tanah jarang telah banyak digunakan pada berbagai macam produk. Penggunaan
logam tanah jarang ini memicu berkembangnya material baru. Material baru dengan
menggunakan Logam Tanah Jarang memberikan perkembangan teknologi yang cukup
signifikan dalam ilmu material. Perkembangan material ini banyak diaplikasikan di dalam
industri untuk meningkatkan kualitas produk mereka. Contoh perkembangan yang terjadi
pada magnet. Logam Tanah Jarang mampu menghasilkan neomagnet, yaitu magnet yang
memiliki medan magnet yang lebih baik dari pada magnet biasa. Sehingga memungkinkan
munculnya perkembangan teknologi berupa penurunan berat dan volume speaker yang ada.
Memungkinkan munculnya dinamo yang lebih kuat sehingga mampu mengerakkan mobil.
Sehingga dengan adanya logam tanah jarang, memungkinkan munculnya mobil bertenaga
listrik yang dapat digunakan untuk perjalanan jauh. Oleh karenanya mobil hybrid mulai
marak dikembangkan.
Dalam aplikasi metalurgi, penambahan logam tanah jarang digunakan dalam pembuatan Baja
High Strength, low alloy (HSLA), baja karbon tinggi, superalloy, stainless steel. Karena
logam tanah jarang memiliki kemampuan untuk meningkatkan kemampuan material berupa
kekuatan, kekerasan dan peningkatan ketahanan terhadap panas. Contohnya pada
penambahan logam tanah jarang dalam bentuk additif atau alloy pada paduan magnesiaum
dan alumunium, maka kekuatan dan kekerasan paduan tersebut akan meningkat dengan
signifikan.
Pemanfaatan logam tanah jarang yang lain berupa pelat armor, korek gas otomatis, lampu
keamanan di pertambangan, perhiasan, cat, lem. Untuk instalasi nuklir, logam tanah jarang
digunakan dalam detektor nuklir dan pengkounter, rod kontrol nuklir.

Anda mungkin juga menyukai