Anda di halaman 1dari 31

STUDI ISLAM DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGIS

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada
halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Drs. M. Tabah Rosyadi
M.A. sebagai dosen pengampu mata kuliah studi islam yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 1 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

Hlm
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
DAFTAR TABEL (Jika Ada)...................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR (Jika Ada)………………………………………… v
DAFTAR LAMPIRAN (Jika Ada)……………………………………… vi
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………
1.4 Tujuan Penulisan …………………………………………………..........
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Materi Pertama…………………..............................................................
2.1.1 Sub-Materi Pertama…………………………………………………
2.1.2 Sub-Materi Kedua…………………………………………………...
2.2 Materi Kedua……………………………..………………………….......
2.3 Materi Ketiga……………………………………………………………
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
LAMPIRAN (Jika Ada)……………………………………………………

3
DAFTAR TABEL (JIKA ADA)

Hlm
Tabel 1……….…….………………………………………………………
Tabel 2………….………………………………………………………….
Tabel 3……………..………………………………………………………
Dst.

4
DAFTAR GAMBAR (JIKA ADA)

Hlm
Gambar 1………….………………………………………………………
Gambar 2………………………………………………………………….
Gambar 3………….………………………………………………………
Dst.

5
DAFTAR LAMPIRAN (JIKA ADA)

Hlm
Gambar 1………….………………………………………………………
Gambar 2………………………………………………………………….
Gambar 3………….………………………………………………………
Dst.

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Latar belakang memuat alasan logis dan rasional tentang mengapa makalah
dengan tema tersebut diangkat. Alasan ini harus disusun secara sistematis mulai dari
pembahasan yang umum hingga mengarah menjadi pembahasan yang lebih khusus.
Dalam latar belakang makalah dianjurkan untuk menyisipkan kutipan dari referensi
yang telah direkomendasikan oleh dosen pengampu mata kuliah.
Panjang latar belakang makalah maksimal sebanyak 3 (tiga) lembar. Latar
belakang dan seluruh isi BAB I Pendahuluan diketik dengan format margin 4 cm
(kiri), 4 cm (atas), 3 cm (kanan), dan 3 cm (bawah). font yang digunakan adalah
Times New Roman ukuran 12 pt. dengan spasi ukuran 1.5. Judul BAB dan setiap sub-
judul yang ada dalam BAB I Pendahuluan wajib diketik cetak tebal (bold).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah berisi pertanyaan-pertanyaan penting yang terkait dengan
sub-bab yang akan dibahas pada BAB II Pembahasan. Rumusan masalah dituliskan
dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Pertanyaan makalah pertama?
b. Pertanyaan makalah kedua?
c. Dst.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan berisi pernyataan-pernyataan penting yang berisi jawaban
dari rumusan masalah. Tujuan penulisan dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tentang …

7
b. Untuk memahami tentang …
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
a. Pengertian Psikologi dan Studi Islam
Psikologi adalah sebuah istilah yang dipergunakan untuk merujuk bentukan
halus dalam diri manusia yang tidak terlihat dan hanya dapat dirasakan. Sesuatu yang
tidak tampak itu menimbulkan kesulitan tersendiri dalam memberikan definisi yang
tepat. Secara bahasa, psikologi berasal dari bahasa Inggris Psychology yang berasal
dari bahasa Yunani Psyche yang artinya jiwa, dan logos yang berarti ilmu
pengetahuan (Abdul Rahman Shaleh & Muhib Abdul Wahab, 2005: 1). Jadi,
psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam
gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, dengan singkat disebut ilmu jiwa
(Ahmad Fauzi, 1999: 10). Namun psikologi dalam bahasa arab sampai sekarang
masih disebut ilmu nafs yang berarti ilmu jiwa (Diana Mutiah, 2010: 1).
Karena beragamnya para ahli dalam mendefinisikan pengertian psikologi,
maka penulis hanya mengutip dua pakar yang mewakili dalam pendefinisian
psikologi. Menurut Plato dan Aristotes bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Sedangkan
menurut Morgan, C.T. King bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah
laku manusia dan hewan. Berbeda halnya dalam khazanah keilmuan Islam bahwa
psikologi tidak semata sebagai ilmu yang membahas perilaku sebagai fenomena
kejiwaan belaka melainkan dibahas dalam konteks sistem kerohanian yang memiliki
hubungan vertikal dengan Allah Swt.
Sedangkan studi islam atau studi keislaman (islamic studies) merupakan suatu
disiplin ilmu yang membahas Islam, baik sebagai ajaran, kelembagaan, sejarah
maupun kehidupan umatnya. Dimaklumi bahwa Islam sebagai agama dan sistem

8
ajaran telah menjalani proses akulturasi, transmisi dari generasi ke generasi dalam
rentang waktu yang panjang dan dalam ruang budaya yang beragam. Pola kajian yang
dikembangkan dalam studi ini adalah upaya kritis terhadap teks, sejarah, dokrin,
pemikiran dan istitusi keislaman dengan menggunakan pendekatan-pendektan
tertentu, seperti Kalam, Fiqh, fisafat, tasawuf, historis, antropologis, sosiologis,
psikologis, yang secara populer di kalangan akademik dianggap ilmiah.
Dengan pendekatan ini kajian tidak disengajakan untuk menemukan atau
mempertahankan keimanan atas kebenaran suatu konsep atau ajaran tertentu,
melainkan mengkajinya secara ilmiah, yang terbuka ruang di dalamnya untuk ditolak,
diterima, maupun dipercaya kebenarannya. Kajian dengan pendekatan semacam ini
banyak dilakukan oleh para orientalis atau islamis yang memposisikan diri sebagai
outsider (pengkaji islam dari luar) dan insider (pengkaji dari kalangan muslim) dalam
studi keislaman kontemporer.

b. Psikologi dan Studi Islam


Obyek formal telaah psikologi adalah manusia dan obyek materialnya adalah
tingkah laku manusia (Baharuddin, 2004: 287). Keberadaan manusia telah banyak
dibahas dalam al-Qur'an diantaranya adalah tentang sifat-sifat dan potensinya.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dalam bentuk yang paling sempurna
dibanding makhluk lainnya. Kesempurnaan manusia ini dibuktikan dengan pemberian
akal yang dapat digunakan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, benar dan
salah. Manusia dianjurkan mencari kebenaran untuk menjalani hidup di dunia dan di
akhirat kelak karena secara alamiah manusia mempunyai potensi diri.
Proses aktualisasi potensi itu merupakan pencapaian tujuan akhir pendidikan
Islam. Islam dapat dilihat mempunyai dua komponen, yaitu ibadah (aktifitas
penyembahan) dan mu'amalah (interaksi dengan sesama manusia). Keduanya terjalin
secara erat dan saling berkaitan dalam banyak hal. Interaksi dengan sesama dan
keterkaitan atas keduanya yang dipengaruhi oleh perasaan, pikiran dan kemauan yang

9
dimiliki oleh manusia akan menghasilkan pengakuan yaitu pengakuan atas
keberadaan dan tanggung jawabnya sebagai abdullah dan khalifah.
Sedangkan untuk mengaktualisasikan tugas ganda sebagai abdullah dan
khalifah maka Allah Swt telah melengkapi manusia dengan sejumlah potensi dalam
dirinya. Potensi yang dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab adalah al-Nafs,
al-'Al-’Aql, dan al-Al-Qalb. Kata al-Nafs menunjukkan manusia sebagai makhluk
hidup yang asalnya satu, berkembang biak, bekerja dan merasa. Kata nafs juga
kadang menunjukkan watak dan inti manusia (Hasan Langgulung, 2003: 265). Kata
al-'Al-’Aql dalam al-Qur'an dengan berbagai bentuknya sebagai kata kerja yang
semuanya menunjukkan arti pemikiran pada manusia. Dimensi inilah yang
membedakan manusia dengan makhluk lain (Hasan Langgulung, 2003: 267). Arti al-
Al-Qalb kebanyakan berkisar pada arti perasaan dan intelektual manusia. Oleh karena
itu, ia sebagai dasar bagi fitrah yang sehat. Tetapi al-Al-Qalb tidak selalu merupakan
wadah petunjuk dan iman tetapi kadang juga menunjukkan kepada dosa dan maksiat
seperti yang terdapat pada QS. Al-Hijr, 15 : 12, QS. Al-Baqarah, 2: 283 (Hasan
Langgulung, 2003: 266).
Dimensi al-Nafs memiliki dua daya utama yaitu daya ghadab (marah) dan
daya syahwat (senang). Daya ghadab adalah daya untuk menghindari sesuatu yang
membahayakan atau hal yang tidak menyenangkan. Sedangkan daya syahwat adalah
daya untuk merebut dan mendorong kepada hal-hal yang memberikan kenikmatan
(Baharuddin, 2004: 231).
Sementara dimensi Al-’Aql memiliki daya mengetahui dan memahami. Daya
mengetahui itu muncul sebagai akibat adaya daya fikir seperti memikirkan,
memperhatikan, menginterpretasikan. Sedangkan dimensi AlQalb memiliki dua daya
yaitu daya memahami dan daya merasakan. Daya memahami pada Al-Qalb (di
samping menggunakan daya memahami dan merasakan) memiliki daya persepsi
ruhaniah yang sifatnya menerima, yaitu memahami yang haqq dan ilham/ilmu dari

10
Tuhan. Dengan demikian, jiwa manusia mampu menangkap pengetahuan dengan dua
cara, yaitu dengan menggunakan Al-’Aql dan Al-Qalb.
Manusia bebas menentukan tingkah lakunya berdasarkan pikiran, perasaan,
dan kemauannya, namun pada saat yang bersamaan, manusia juga bertanggung jawab
terhadap lingkungan alam, manusia, dan Tuhannya. Tanggung jawabnya terhadap
alam adalah untuk melestarikannya, tanggung jawabnya terhadap sesama manusia
adalah mensejahterakannya, dan tanggung jawab terhadap Tuhan adalah untuk
mencari ridha-Nya.
Islam sebagai petunjuk tentang ketundukan total kepada Allah Swt
dimaksudkan tidak hanya bagi orang-orang tertentu, tetapi bagi seluruh umat
manusia. Universalisme Islam ini berarti bahwa semua manusia, baik sesame
individu, sesama kelompok, maupun sesama bangsa adalah sama dihadapan Allah
Swt. Seseorang atau kelompok tidak dinilai berdasarkan keturunan atau
kesempurnaan fisik seseorang tetapi berdasarkan keimanan, kehidupan yang lebih
baik, dan perhatiannya kepada kesejahteraan orang lain.

c. Pendekatan Psikologi dalam Studi Islam


Manusia adalah makhluk Tuhan yang dalam perkembangan jasmaniah dan
ruhaniahnya selalu memerlukan bimbingan dan pengarahan melalui proses
pendidikan. Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa dan pertumbuhan
jasmani dalam pengertian bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari psikologis
(M. Arifin, 2006: 103).
Psikologi Islami memandang bahwa manusia selalu dalam proses
berhubungan dengan alam, manusia, dan Tuhan. Hubungan manusia dengan alam
sangat diperlukan untuk menghargai dan menghormati terhadap ciptaannya sehingga
manusia mampu menjaga lingkungan yang baik. Sedangkan hubungan manusia
dengan sesamanya yaitu menjaga dan melindungi harga dan martabat sebagai
manusia, karena manusia diciptakan sama, maka sikap dan tindakan jangan sampai

11
mengakibatkan perpecahan dan permusuhan. Sementara manusia dengan Tuhan tiada
lain untuk menciptakan hubungan penghambaan yang baik, karena manusia
diciptakan oleh Allah Swt dengan penuh kasih sayang.
Dalam pandangan psikologis humanistik, manusia mempunyai potensi untuk
berbuat baik dari aspek kemauan, kebebasan, perasaan, dan pikiran untuk
mengungkap makna hidup dengan berdasarkan nilai-nilai ketauhidan sehingga
manusia mampu mengembangkan potensi dan kualitas hidup yang Islami. Oleh
karena itu, konsep tersebut mengintegrasikan hubungan piramida antara nafsu, akal,
dan hati ke dalam konteks psikologis manusia dengan berdasarkan pada ajaran-ajaran
wahyu. Hubungan konsep psikologis humanistik tersebut, akan melahirkan kreatifitas
hidup sebagaimana yang telah dipesankan Tuhan dalam al-Qur'an yaitu semangat
untuk berpikir, kemauan berbuat kebaikan dan menciptakan nilai-nilai spritualitas
yang tinggi demi kualitas hidup manusia secara universal.
Ketika manusia menghadapi alam semesta yang mengagumkan dalam lubuk
hatinya yang terdalam, maka manusia telah dapat mengetahui adanya dzat yang maha
suci lagi maha segalanya. Untuk mengetahui dzat yang Maha Pengasih dan
Penyayang, orang tidak perlu menunggu wahyu turun. Namun, dari pengalaman-
pengalaman yang pernah dia alami dan bahkan dapat dirasakan oleh siapa pun,
merupakan salah satu cara untuk mengenal dzat tersebut. Pengalaman-pengalaman
batin yang mendalam inilah yang dinamakan ilmu al-hudury (M. Amin Abdullah,
2010: 208).
Semua pengalaman tersebut dapat dirasakan oleh semua manusia, apapun
warna kulit dan agamanya, tanpa mengatakan terlebih dahulu siapa dan dari mana
asalnya. Kebenaran epistemologi irfani dapat dirasakan secara langsung. Pemisah
yang berupa formalitas lahiriyah yang dibuat oleh lingkungan dan tradisi,
dikesampingkan oleh berfikir irfani dan menggantikannya dengan nalar epistemologi
irfani.

12
Oleh karena itu, ajaran tauhid yang merupakan ajaran yang paling mendasar
dan penting dari Islam dapat dirasakan oleh siapapun. Dengan demikian, penegasan
terhadap kenyataan diri yang sesungguhnya bahwa penguasa segala sesuatu adalah
satu, namun tidak semata berarti suatu bilangan. Ke-Esa-an Allah Swt di luar
bilangan, ini untuk menjelaskan atas keistimewaan-Nya. Ke-Esa-an Allah Swt akan
terwujud dalam dunia sekeliling manusia, dalam keharmonisan, keteraturan, dan
keindahan ciptaannya tanpa adanya sekat yeng memisahkan. Dengan demikian, yang
terpenting dari segala dasar ini adalah pengakuan dan pengimanan tentang adanya
Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana yang terdapat dalam surah Al-Ikhlas sebagai
berikut:

Arti : Katakanlah, "Dia-lah Allah Swt, yang Maha Esa" (QS. Al-Ikhlas, 112 : 1).
Ayat di atas dipertegas dengan ayat lain yang menunjukkan bahwa
Dialah pencipta segala yang ada, yaitu terdapat pada surah Al-An'am, 102
sebagai berikut :

Arti : Itulah Allah Tuhanmu. Tidak ada tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu.
Maka, sembahlah Dia. Dialah pemelihara segala sesuatu. (QS. Al-An'am: 102).
Pengakuan terhadap Tuhan Esa dapat dirasakan dan dipercayai oleh manusia
ketika ia menggunakan olah pikir hati dan dukungan olah pikir akal. Iman berarti
keselamatan atau keamanan, dan ini melibatkan pengakuan di hati dan perbuatan
anggota badan, yang keduanya diperkuat oleh kemampuan olah pikir. Beriman
kepada Allah Swt dalam hal ini disebutkan untuk menunjukkan bahwa hal itu
memberikan kerangka dasar di mana moralitas harus dilaksanakan. Manusia dapat
memilih moralitas tanpa agama, namun kondisi ini akan membawa manusia kepada
bencana ideologi komunisme.

13
Dasar lain dari pengakuan adalah mengakui atas kerasulan Muhammad,
wahyu, dan kitab suci. Salah satu ajaran dasar lain dalam Islam ialah bahwa manusia
itu berasal dari Allah Swt dan akan kembali kepada-Nya. Islam berpendapat bahwa
hidup manusia di dunia ini tidak bisa terlepas dari hidup manusia di akhirat. Bahwa
lebih dari itu, corak hidup manusia di dunia ini menentukan corak hidupnya di akhirat
kelak. Prinsip-prinsip ajaran tersebut harus dilakukan oleh umat Islam untuk
mengembangkan kesadaran spiritual untuk meningkatkan kualitas dan potensi hidup
secara Islami.
Semangat konsep psikologis humanistik mengisi dan mengembangkan bahkan
mengkritik konsep-konsep barat yang cenderung mengedepankan konsep pemisahan
agama dengan ilmu pengetahuan. Simbol yang mencolok dari arogansi manusia ini
adalah penyombongan terhadap Titanic yang tenggelam ke dalam lautan Allah Swt
pada musim semi tahun 1912. Salah satu bukti kritikan terhadap Barat tentang
perkembangan psikologis yaitu Sigmund Freud dalam teori psikoalisis yang
menyatakan bahwa, anatomi tubuh manusia ada tiga kategori yaitu, id, ego, dan super
ego yang tidak dapat dipisahkan. Menurutnya, yang lebih dominan dalam struktur
psikis manusia bawah sadar adalah id dan memandang manusia sebagai makhluk
yang sangat ditentukan oleh masa lalunya.
Teori ini dipandang sebagai teori yang menyederhanakan kompleksitas
dorongan hidup yang ada dalam diri manusia. Teori ini hanya menjelaskan adanya
kebutuhan manusia yang paling mendasar, yaitu kebutuhan fisiologis. Namun teori
ini belum mampu menjelaskan kebutuhan-kebutuhan luhur (mulia) dari diri manusia.
Sejalan dengan itu, teori ini juga belum mampu menjelaskan tentang kebutuhan
manusia terhadap agama dan adanya dorongan iman sebagai penggerak seseorang
untuk bertingkah laku. Manusia tidak dibebaskan begitu saja tanpa adanya pergerakan
hati mereka untuk memilih.
Setiap manusia dilahirkan sebagai muslim pada saat awal penciptaannya.
Manusia adalah sekumpulan kontradiksi, yaitu diciptakan secara fitrah dalam keadaan

14
beriman tetapi mereka juga memiliki kecenderungan untuk mengikuti al-Nafs atau
keinginan jasmaninya. Keadaan ini justru merupakan kekuatan besar untuk
melaksanakan tugas sebagai hamba dan khalifah karena akan mudah menerima ajaran
agama yaitu Islam, suatu agama yang sesuai dengan fitrah kejadian manusia, agama
yang mengatur hubungan manusia dan Tuhan, manusia dengan sesamannya dan
manusia dengan alam lainnya.

2.2 Tujuan Pendekatan Psikologis dalam Islam


Pendekatan psikologi dalam Islam berguna untuk mengetahui dan
memahami bagaimana tingkat keagamaan yang dipahami, dihayati dan diamalkan
seseorang muslim, seperti halnya dapat mengetahui pengaruh dari ibadah shalat,
puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya dalam kehidupan seseorang.
Pada studi Islam perlu adanya pendekatan-pendekatan yang
diterapkan dalam menjelaskan berbagai permasalahan umat manusia. Manusia hidup
sangat dipengaruhi pada perilaku, dan psikologi mendapatkan porsi lebih
banyak dalam mempengaruhi hampirsemua aspek kehidupan umat. Secara
demikian, psikologi memiliki kapasitas yang kompleks pada masyarakat dalam
memecahkan masalah umat manusia. Pengaruh psikologi dalam kehidupan, seperti
di bidang hukum, pendidikan, diskriminasi, berbagai penyimpangan norma
yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan dengan psikologi dan
sesuai cara kerja pada berbagai ragam masalah.
Pendekatan Psikologi adalah usaha sisi ilmiah dari aspek-aspek batini
pengalaman keagamaan. Suatu esensi pengalaman keagamaan itu benar-benar ada,
dan bahwa dengan suatu esensi pengalaman tersebut dapat diketahui. Perilaku
seseorang yang tampak secara lahiriyah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan
agama yang dianutnya. Seperti halnya seseorang bila berjumpa dengan sesama
muslim yang lain saling mengucapkan salam, menghormati kedua orang tua,

15
menghormati guru, menutup aurat dan lain sebagainya merupakan gejala-gejala
keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama.
Menurut Zakiya Darajat, Pendekatan Psikologi juga dapat digunakan sebagai
alat untuk menanamkan ajaran agama Islam kedalam jiwa seseorang sesuai dengan
tingkatan usianya. Dengan berbekal pengetahuan psikologi, maka dapat disusun
langkah-langkah baru yang lebih efesien dalam menanamkan ajaran agama Islam
baik untuk masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Oleh sebab itu
pendekatan psikologi banyak digunakan sebagai alat untuk dapat menjelaskan sikap
keberagamaan seseorang. Dengan demikian, seseorang akan memiliki tingkat
kepuasan tersendiri dalam agamanya, karena seluruh persoalan hidupnya
mendapat bimbingan dari agamanya.
Pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang bertujuan untuk melihat
keadaan jiwa pribadi-pribadi yang beragama. Dalam pendekatan ini keadaan jiwa
manusia dalam hubungannya dengan agama baik pengaruh maupun akibat.
Pendekatan psikologis bertujuan untuk menjelaskan fenomena keberagamaan
manusia yang dijelaskan dengan mengurai keadaan jiwa manusia.
Terdapat dua obyek utama yang menjadi kajian dalam psikologi Islam atau
psikologi agama yaitu kesadaran beragama (religion counsciousness) dan
pengalaman beragama (religion experience). Kesadaran beragama adalah aspek
mental dari aktivitas agama dan merupakan bagian segi agama yang hadir atau terasa
dalam pikiran serta dapat diuji melalui intropeksi. Sedangkan pengalaman
beragama adalah unsur perasaan dalam kesadaran agama yang membawa
kepada keyakinan dan terlibat dalam tindakan maupun alamiah nyata dalam
kehidupan beragama. Dengan demikian, psikologi agama tidak lagi membahas
tentang pokok-pokok atau dasar ajaran sebuah agama tetapi lebih pada pengaruh
agama terhadap tingkah laku dari orang-orang yang meyakini sebuah agama.
Secara rinci, Zakiah Darajat menyebutkan ruang lingkup yang menjadi
lapangan kajian psikologi Islam meliputi :

16
a. Bermacam-macam emosi yang menjalar diluar kesadaran yang ikut
menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum).
b. Berbagai perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap
Tuhannya.
c. Mempelajari, meneliti serta menganalisis pengaruh kepercayaan akan
adanya hidup sesudah mati pada tiap-tiap orang.
d. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap
kepercayaannya yang berhubungan dengan surga dan neraka serta
dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan
tingkah lakunya dalam kehidupan.
e. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan
seseorang terhadap ayat-ayat suci untuk kelegaan batinnya.
Sedangkan menurut Fuad Nasori, bahwa studi yang dilakukan umat Islam
terhadap psikologi dapat dibagi kepada empat pola yakni :
a. Perumusan psikologi dengan bertitik tolak dari al-Qur’an dan Hadis
b. Perumusan psikologi bertitik tolak dari khazanah keislaman
c. Perumusan psikologi dengan mengambil inspirasi dari khazanah psikologi
modern dan membahasnya dengan pandangan dunia Islam
d. Merumuskan konsep manusia berdasarkan pribadi yang hidup dalam
Islam.
Hanna Djumhana Bastaman juga mengungkapkan bahwa studi terhadap
manusia harus dicari dalam Al-Qur’an karena kitab suci tersebut merupakan
samudera keilmuan maha luas dan kedalaman yang tak terhingga. Abdul
Mujib mengemukakan tiga-tipe studi terhadap kejiwaan dalam Islam yaitu
a. Islam dijadikan pisau analisis bagi pengkajian psikologi
b. Sebaliknya, psikologi dijadikan pisau analisis dalam memecahkan
persoalan psikologis umat Islam
c. Menggali psikologi dari Al-Qur’an dan Hadis

17
2.3 Karakterisik Pendekatan Psikologis dalam Islam
Berbagai macam pendekatan psikologis terhadap agama dikembangkan seara
praktis dan strategis dan ilmiah dalam rangka menelusuri gejala psikologis yang
terjadi pada proses manusia mencari dan menuju keyakinan atau agamanya. Berbagai
gejala yang muncul dianalisis berdasarkan logika yang dekat dengan fenomena
tersebut, sehingga dalam hal ini masih bersifat subyektif sekali dan tidak dapat
digeneralisir. Sangat diperlukan pemakluman jika terjadi perbedaan persepsi dan
wacana terhadap perspektif individu dengan yang lain terhadap aspek keyakinan atau
agamanya. Orang mampu memahami dan meyakini agamanya berbeda-beda cara dan
jalannya tergantung dari mana seseorang tersebut memperoleh dorongan yang paling
kuat yang mudah untuk ditelaah oleh rasionya.
Terdapat beberapa pendekatan agama dalam aspek psikologis yang dapat
diungkapkan dalam artikel ini, antara lain :
a. Pendekatan Struktural
Pendekatan yang bertujuan untuk mempelajari pengalaman seseorang
berdasarkan tingkatan atau kategori tertentu. Struktur pengalaman tersebut
dilakukan dengan menggunakan metode pengalaman dan introspeksi. Tokoh
yang terkenal dalam model pendekatan structural adalah William James.
b. Pendekatan Fungsional
Pendekatan yang dilakukan untuk mempelajari bagaimana agama dapat
berfungsi atau berpengaruh terhadap tingkah laku hidup individu dalam
kehidupannya. Pendekatan ini pertama kali dipergunakan oleh William James
(1910 M), ia adalah penemu laboratorium psikologi pertama di Amerika pada
Universitas Harvard. William mendiksusikan agama sebagai sesuatu yang
muncul dari bagian pengalaman manusia yang paling luas. Karenanya, dia
menyatakan bahwa, perasaan keagamaan adalah hal yang serupa dengan
perasaaan-perasaan yang lain. Dengan demikian maka agama merupakan
bagian ekspresi dari pengalaman psikologi individu.

18
c. Pendekatan Psiko-analisis
Pendekatan yang dilakukan untuk menjelaskan tentang pengaruh agama
dalam kepribadian seseorang dan hubungannya dengan penyakit penyakit
jiwa. Pendekatan ini pertama kali dilakukan oleh Sigmund Freud (Feist&
Feist, 2009)
Sebagai disiplin ilmu yang mandiri, maka psikologi agama juga diyakini
memiliki metode penelitian secara ilmiah. Kajian dilakukan dengan mempelajari
fakta-fakta berdasarkan data yang terkumpul dan dianalisis secara obyektif kualitatif.
Kekuatan analisis peneliti tergantung dari sejauh mana peneliti memiliki data dan
pengalaman empiris yang kuat sehingga menghasilkan analisis yang rasional dan
teruji secara ilmiah. Dalam meneliti ilmu jiwa dalam agama menggunakan sejumlah
metode, yang antara lain adalah metode penelitian dokumen pribadi seseorang.
Metode ini digunakan untuk mempelajari tentang bagaimana pengalaman dan
kehidupan batin seseorang dalam hubungannya dengan agama. Untuk memperoleh
informasi mengenai hal dimaksud maka cara yang ditempuh adalah mengumpulkan
dokumen pribadi orang seorang. Dokumen tersebut mungkin berupa autobiografi,
tulisan ataupun catatancatatan yang dibuatnya. Dalam penerapannya dokumen pribadi
ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu. Di antara yang
digunakan adalah :
a. .Teknik nomotatik
Nomotatik merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk
memahami tabiat atau sifat-sifat dasar manusia dengan cara mencoba
menetapkan ketentuan umum dan hubungan antara sikap dan kondisi-kondisi
yang dianggap sebagai penyebab terjadinya sikap tersebut. Sedangkan sikap
yang terlihat sebagai kecenderungan sikap umum itu dinilai sebagai gabungan
sikap yang terbentuk dari sikap-sikap individu yang ada di dalamnya
(Baharudin, 2005). Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari
perbedaanperbedaan individu. Dalam penerapannya nomotatik ini

19
mengansumsikan bahwa pada diri manusia terdapat suatu lapisan dasar dalam
struktur kepribadian manusia sebagai sifat yang merupakan ciri umum
kepribadian manusia. Dalam kajian ini ditemukann bahwa individu memiliki
sifat dasar yang secara umum sama, perbedaan masing-masing hanya dalam
derajat atau tingkatan saja. Nomotatik yang digunakan dalam studi
kepribadian adalah mengukur perangkat sifat seperti kejujuran, ketekunan dan
kepasrahan sejumlah individu dalam suatu kelompok. Ternyata ditemukan
bahwa sifat-sifat itu ada pada setiap individu, namun jadi berbeda oleh
hubungan antara sifat itu ditampilkan dalam sikap sangat tergantung dari
situasi yang ada.
b. Teknik analisis nilai (value analysis)
Teknik ini digunakan dengan dukunagan analisis statistic. Data yang
terkumpul diklafikasikan menurut statistic dan dianalisis untuk dijadikan
penilaian terhadap individu yang diteliti. Teknik statistik digunakan
berdasarkan pertimbangan bahwa ada sejumlah pengalaman keagamaan yang
dapat dibahas dengan menggunakan bantuan ilmu eksakta, terutama dalam
mencari hubungan antara agama pada diri seseorang dengan sejumlah varibel.
statistik yang digunakan adalah statistic deskriptif.
c. Teknik idiography
Teknik ini juga merupakan pendekatan psikologis yang digunakan
untuk memahami sifat-sifat dasar manusia. Berbeda dengan nomotatik, maka
idiografi lebih dipusatkan pada hubungan antara sifat-sifat yang dimaksud
dengan keadaan tertentu dan aspek-aspak kepribadian yang menjadi ciri khas
masing-masing individu dalam upaya untuk memahami seseorang. Idiografi
sebagai pelengkap dari teknik nomotatik untuk mempelajari sifat-sifat dasar
manusia secara individu yang berbeda dalam suatu kelompok. Teknik ini
banyak digunakan oleh Gordon Allport dalam penelitiannya (Feist &Feist,
2009).

20
d. Teknik penilaian terhadap sikap (evaluation attitudes technique)
Teknik ini digunakan dalam penelitian terhadap biografi, tulisan, atau
dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti.
Berdasarkan dokumen tersebut kemudian ditarik kesimpulan, bagaimana
pendirian seseorang terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam
kaitan hubungannya dengan pengalaman dan kesadaran agama.

2.4 Contoh Studi Islam dengan Metode Pendekatan Psikologis


Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang memfokuskan pencarian terhadap
masalah kejiwaan manusia. Karena itu, psikologi agama mencari tahu masalah
kejiwaan dalam hubungannya dengan agama. Ada beberapa contoh studi Islam yang
dapat didekati dengan pendekatan psikologis, antara lain :
a. Tentang masalah perasaan seorang ahli tasawuf yang merasa bahwa Allah
selalu dekat dengan dan hadir dalam hatinya dan ia melakukan zikir secara
terus menerus dan secara sadar. Masalah pokok dalam kajian ini adalah
perasaan (dekat dengan Allah) manusia (ahli tasawuf) dan bagaimana
perasaan tersebut muncul.
b. Masalah lainnya adalah masalah kepuasan seorang hamba terhadap
kehidupannya. Dimana bisa dibandingkan antara dua gejala yakni seorang
yang sederhana tapi mempunyai tingkat ibadah yang lebih tinggi dengan
seorang yang cukup tapi mempunyai tingkat ibadah yang rendah. Masalah
pokok yang dicari adalah pengaruh tingkat ibadah tersebut terhadap rasa
puas dalam kehidupan

2.4.1 Integrasi Psikoterapi dan Islam


Di kalangan ahli psikologi dan psikiatri hasrat untuk membantu mengatasi
problem kejiwaan kini berkembang sangat pesat seiring banyak berkembangnya
macam-macam teknik psikoterapi. Kelompok lainnya yang bergelut dengan usaha

21
mengatasi gangguan jiwa adalah para agamawan. Sejauh ini kelompok aliran
psikologi/psikiatri dan agamawan belum menyatu di dalam kegiatan mereka. Para
ahli psikologi/psikiatri banyak yang belum mengakui eksistensi agama sebagai salah
satu pendekatan dalam penyembuhan gangguan jiwa. Hal ini disebabkan adanya
pemikiran bahwa agama tidak termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan.
Pembahasan selanjutnya yaitu untuk melihat hubungan antara apa yang diajarkan
oleh agama (Islam) dan ilmu pengetahuan dengan kaitannya dengan kesehatan
jiwa.

2.4.1.1 Apakah gangguan jiwa itu?


Salah satu definisi gangguan jiwa dikemukakan oleh Frederick H. Kanfer dan
Arnold P.Goldstein. Menurut kedua ahli tersebut, gangguan jiwa adalah kesulitan
yang dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan
tentang persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri. Ciri-
cirinya sebagai berikut :
Pertama, hadirnya perasaan cemas (anxiety) dan perasaan tegang (tension) di
dalam diri. Kedua, merasa tidak puas (dalam artian negatif) terhadap diri sendiri.
Ketiga, ketidakmampuan untuk berfungsi secara efektif didalam menghadapi
problem. Keempat, perhatian yang lebih-lebih terhadap probem yang dihadapi.
Terkadang ciri tersebut tidak dirasakan penderita yang merasakan akibat dari
perilaku penderita adalah masyarakat di sekitarnya.

2.4.1.2 Sebab-sebab gangguan jiwa


Penyebab gangguan kejiwaan bermacam-macam, ada yang bersumber dari
hubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan (seperti diperlakukan tidak adil,
semena-mena, cinta tidak terbalas), kehilangan seseorang yang dicintai, pekerjaan dll.
Selain itu ada gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor-faktor organik, kelainan
sistem syaraf dan gangguan otak. Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab-

22
sebab terjadinya gangguan jiwa. Menurut pendapat Sigmund Freud gangguan jiwa
terjadi karena tidak dapat didamaikannya tuntutan Id (dorongan instinktif yang
bersifat seksual) dengan tuntutan super ego (tuntunan norma sosial). Orang ingin
berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, akan tetapi perbuatan tersebut
akan membawa celaan masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan antara keinginan
diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan orang apada gangguan
jiwa.
Ahli lain Henry A.Murray dan Abraham H.Maslow, menurut mereka apabila
manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan mengalami
gangguan jiwa. Ada lima kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow dari tingkatan
yang paling rendah hingga tingkatan yang paling tinggi. Pertama, kebutuhan
fisiologis yaitu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap manusia untuk hidup
seperti makan, minum dan istirahat. Orang tidak akan memikirkan kebutuhan lainnya
sebelum kebutuhan dasar ini terpenuhi. Kedua, kebutuhan akan rasa aman (safety).
Setelah orang dapat memenuhi kebutuhan dasar selanjutnya berkembang untuk
memenuhi rasa aman. Orang ingin bebas dari rasa takut dan cemas. Manifestasi dari
kebutuhan ini antara lain adalah perlunya tempat tinggal yang permanen, pekerjaan
yang permanen. Bila kebutuhan ini telah terpenuhi selanjutnya akan muncul
kebutuhan lain.
Ketiga, kebutuhan akan rasa kaih sayang. Perasaan memiliki dan dimiliki oleh
orang lain atau sekelompok masyarakat adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh
manusia. Kebutuhan akan terpenuhi apabila ada saling perhatian, saling kunjung
mengunjungi sesama anggota masyarakat dan keintiman dalam pergaulan akan
menyuburkan kebutuhan ini. Keempat, kebutuhan akan harga diri. Pada tingkatan ini
manusia ingin dihargai dirinya sebagai manusia dan sebagai warga negara. Kelima,
kebutuhan akan aktualisasi diri. Ini merupakan kebutuhan yang paling tinggi. Pada
tingkatan ini manusia ingin berbuat sesuatu semata-mata keinginan dari dalam
dirinya.

23
Dia tidak lagi menuntut penghargaan dari orang lain apa yang telah dia
perbuat. Sesuatu yang akan dikejar dalam kebutuhan ini adalah keindahan,
kesempurnaan keadilan dan kebermaknaan.
Selain pendapat yang dikemukakan diatas, menurut Alfred Adler gangguan
jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah diri (inferiority complex) yang
berlebih-lebihan. Timbulnya rasa rendah diri adalah kegagalan di dalam mencapai
superioritas di dalam hidup. Kegagalan yang terus menerus akan menyebabkan
kecemasan dan ketegangan emosi. Dari pendapat-pendapat tentang penyebab
terjadinya gangguan jiwa seperti yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa
gangguan jiwa disebabkan oleh ketidakmampuan manusia dalam mengatasi konflik
dalam diri, tidak terpenuhi kebutuhan hidup, perasaan kurang diperhatikan (kurang
dicintai) dan perasaan rendah diri.
Dalam agama islam keterpisahan antara ilmu pengetahuan dan
masalah agama tidaklah terjadi. Agama dan ilmu pengetahuan berjalan seiring
dan tidak terpisahkan. Oleh karena itu untuk membuat pemisahan antara
pendekatan psikologi (yang bebas agama) sebagai ilmu pengetahuan dan
agama sebagai teknik terapi adalah tidak mungkin. Salah satu ayat al-Qur’an
yang berisikan aspek penyembuhan jiwa adalah Surat Yunus ayat 57 :

Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari


Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Ayat diatas menunjukkan bahwa agama itu sendiri berisikan aspek terapi bagi
gangguan jiwa. Bukankah penderita batin biasanya akan menyesakkan dada seperti
yang tersirat dalam ayat tersebut? Banyak sekali ayat yang isinya sejalan dengan ayat
diatas. Misalnya Surat al-Isra’ ayat 82 :

24
Artinya : “Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-
orang yang zalim selain kerugian.
Ayat-ayat diatas memberi petunjuk bahwa agama mempunyai sifat terapeutik
bagi gangguan jiwa. Namun bagaimanakah pelaksanaanya tersebut haruslah dilihat
dari ajaran-ajaran agama islam itu sendiri sebagai contoh adalah ajaran sholat.

2.4.2 Shalat dan Kesehatan Jiwa


Peranan sholat bagi kesehatan jiwa sudah banyak dikupas oleh beberapa
penulis. Ada empat aspek terapeutik yang terdapat dalam sholat yaitu aspek olah
raga, aspek meditasi, aspek auto-sugesti dan aspek sugesti. Sebenarnya rukun Islam
lainnya seperti puasa, haji, zakat, membaca dua kalimat syahadat juga memiliki aspek
terapeutik, namun pada pembahasan ini khusus kegiatan sholat. Aspek terapeutik
meliputi :
a. Aspek olah raga
Sholat adalah proses yang menuntut suatu aktivitas fisik. Konstraksi otak,
tekanan dan message pada bagian otot-otot tertentu dalam pelaksanaan sholat
merupakan suatu proses relaksasi. Eugene Walker melaporkan hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa olah raga dapat mengurangi kecemasan jiwa. Jika
dikaitkan dengan sholat yang penuh dengan aktivitas fisik dan ruhani,
khususnya sholat yang banyak rakaatnya maka tidak dapat dipungkiri bahwa
sholat pun akan dapat menghilangkan kecemasan.
b. Aspek meditasi
Sholat adalah proses yang menuntut konsentrasi yang dalam. Setiap muslim
dituntut untuk melakukan hal tersebut yang dalam bahasa Arabnya disebut

25
dengan khusuk. Kekhusukan di dalam sholat tersebut adalah proses meditasi
sedangkan meditasi dapat menghilangkan kecemasan.
c. Aspek auto-sugesti
Bacaan dalam sholat adalah ucapan yang dipanjatkan pada Allah. Disamping
berisi pujian pada Allah juga berisikan doa dan permohonan kepada Allah
agar selamat dunia dan akhirat. Ditinjau dari teori hipnotis yang menjadi
landasan dari salah satu teknik terapi kejiwaan, pengucapan kata-kata itu
berisikan suatu proses auto-sugesti. Mengatakan hal-hal yang baik terhadap
diri sendiri adalah mensugesti diri sendiri agar memiliki sifat yang baik
tersebut.
d. Aspek kebersamaan,
Dalam melaksanakan sholat, sangat disarankan oleh agama untuk melakukan
secara berjamaan. Ditinjau dari aspek psikologi kebersamaan itu sendiri
memberikan aspek terapeutik. Akhir-akhir ini berkembang terapi yang disebut
terapi kelompok yang bertujuan untuk menimbulkan suasana kebersamaan.
Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa perasaan keterasingan dari orang
lain adalah penyebab utama terjadinya gangguan jiwa. Dengan sholat
berjamaah perasaan terasing dari orang lain akan hilang. Selain memberikan
terapi yang bersifat kuratif, agama juga memiliki aspek preventif terhadap
gangguan jiwa. Adanya perintah Allah untuk menjaga persaudaraan sesama
manusia, saling memenuhi kebutuhan, saling merasakan penderitaan dan
kesenangan orang lain akan menjaga dari terjadinya gangguan jiwa.

2.4.3 Konsep Psikologi Islam Tentang Manusia


Apakah dan siapakah manusia? Pertanyaan klasik ini selalu menarik untuk dijawab
oleh umat manuia sepanjang zaman. Pembahasan ini mencoba menelaah bagaimana
pandangan psikologi modern tentang manusia dan pandangan psikologi islami
tentang manusia.

26
a. Manusia sebagai obyek study
Konsep manusia dalam disiplin-disiplin ilmu pengetahuan modern
adalah konsep sentral. Jika kita masuk dalam kajian-kajian psikologi,
sosiologi, antropologi, ekonomi, hukum, manajemen, sastra, filsafat ilmu
pengetahuan dan teologi, maka konsep-konsep manusia selalu menjadi faktor
utama karena memegang peranan penting dalam mengembangkan suatu teori
atau disiplin ilmu. Konsep manusia ini akan menentukan bagaimana
penelitian terhadap manusia dilakukan dan bagaimana perlakuan terhadap
manusia dilangsungkan.
Begitu juga jika kita menelaah psikologi, maka setiap aliran, teori dan
sistem psikologi senantiasa berakar pada sebuah pendangan filsafat tentang
manusia, apakah manusia itu. Seperti konsep-konsep manusia dalam
pandangan aliran-aliran psikologi modern (psikoanalisis, humanistik dan
behavioristik) yang setelah dilakukan analisis mempunyai kekurangan
masing-masing yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
b. Konsep Psikologi Islam Tentang Ciri-ciri Manusia
Membicarakan manusia adalah membicarakan sesuatu hal yang sulit,
karena banyak persoalan yang terkandung dalam diri manusia itu. Namun
upaya merumuskan pandangan tentang manusia dapat dilakukan dengan
merujuk pada al-Qur’an dan al-Hadits. Menurut Hanna Djumhana Bastaman
dalam al-Qur’an wawasan tentang manusia adalah manusia mempunyai
derajat yang sangat tinggi sebagai Khalifah, manusia tidak menanggung dosa
asal atau dosa turunan, manusia merupakan kesatuan dari empat dimensi;
fisik-biologis, mantalpsikis, sosio-kultur, dan spiritual, dimensi spiritual
(Ruhani, Ruh-ku) memungkinkan manusia mengadakan hubungan dengan
Tuhan melalui cara-cara yang diajarkan-Nya, manusia memiliki kebebasan
berkehendak (freedom of will) yang memungkinkan mengarahkan manusia
kearah keluhuran atau kesesatan.

27
2.4.4 Psikoloagi dan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam disini diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh
mereka yang memiliki tanggungjawab terhadap pembinaan, bimbingan,
pengembangan dan pengarahan potensi yang dimiliki anak agar mereka berfungsi dan
berperan sebagai hakikat kejadiannya. Dalam pelaksanaannya aktivitas pendidikan
seperti diterapkan sejak usia bayi hingga ke akhir hayat, seperti tuntunan Rasul Allah
saw. Dalam kaitan ini pendidikan islam erat dengan psikologi agama. Bahkan
psikologi agam digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan
pendidikan islam.
Rasul Allah saw menganjurkan kepada kita semua agar memberikan
pendidikan harus sesuai dengan kadar kemampuan atau nalar seseorang. Dengan
demikian dalam menghadapi orang yang masih awam terhadap agama berbeda
dengan mereka yang sudah memiliki latar belakang Pendidikan agama. Sehingga
meghadapi orang dewasa harus dibedakan dengan cara menghadapi anak-anak dalam
mengajarkan agama. Didiklah anak-anak dengan cara belajar sambil bermain atau
bergurau pada tujuh tahun pertama dan pada tujuh tahun kedua didiklah mereka
dengan disiplin dan moral,
Menurut Djamaludin, konsep apapun yang ditawarkan orang selalu layak
untuk diperhitungkan, dikritisi dan untuk akhirnya diterima atau ditolak. Adalah hak
sepenuhnya bagi kita semua membangun Psikologi Islam. Dan adalah hak mereka
sepenuhnya untuk melahirkan Psikologi Transpersonal, Psikologi Indonesia,
Psikologi Kristiani, Psikologi Budha dan sejenisnya. Apapun yang dilahirkan orang,
setidaknya akan memperkaya khazanah ilmu dan sejarahlah yang akan membuktikan
ketangguhannya. Semoga Psikologi Islam membawa perubahan bagi peningkatan
kesejahteraan dan kualitas manusia, mampu membuktikanketangguhan dalam arus
gelombang sejarah dan lebih dari semua itu diridhai Allah swt.
Kemudiaan pada tujuh tahun berikutnya didiklah mereka dengan

28
memperlakukan sebagai sahabat. (Muhammad Munir Mursyi, 1989,32). Lebih lanjut
saat anak menginjak usia tujuh tahun, secara fisik mereka dibiasakan untuk
menunaikan sholat (pembiasaan). Kemudian setelah mencapai usia sepuluh tahun
perintah untuk menunaikan sholat secara rutin dan tepat waktu diperketat (disiplin).
Pada jenjang usia inipun anak-anak diperkenankan kepada nilai-nilai ajaran
agamanya. Diajarkan membaca kitab suci, sunnah rasul, maupun cerita-cerita yang
bernilai pendidikan.

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bagian ini berisi ringkasan dan simpulan dari seluruh pembahasan yang telah
dipaparkan di BAB II. Dalam kesimpulan tidak perlu memasukkan kutipan apapun.
Panjang kesimpulan dibatasi maksimal sebanyak 2 lembar. Kesimpulan dan seluruh
isi BAB III Penutup diketik dengan format margin 4 cm (kiri), 4 cm (atas), 3 cm
(kanan), dan 3 cm (bawah). font yang digunakan adalah Times New Roman ukuran 12
pt. dengan spasi ukuran 1.5. Judul BAB dan setiap sub-judul yang ada dalam BAB III
Penutup wajib diketik cetak tebal (bold).

3.2 Saran
Bagian ini berisi saran-saran yang dikemukakan oleh mahasiswa bagi Guru
BK dan Mahasiswa BK sebagai konsekuensi dari membaca isi pembahasan makalah
yang telah dipaparkan sebelumnya. Saran dibuat dalam bentuk poin-poin sebagai
berikut:
3.2.1 Bagi Guru BK
a. Saran pertama
b. Saran kedua
c. Dst.
3.2.2 Bagi Mahasiswa BK
a. Saran pertama
b. Saran kedua
c. Dst.

30
DAFTAR PUSTAKA

 Jurnal Inspirasi – Vol.3, No.1 Januari – Juni 2019 oleh Ayep Rosidi (ISSN
2598-4268)
 Zakiya Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Journal An-nafs: Vol. 2 No. 1 Juni 2017
 Ma’mun Mu’min, Pendekatan Studi Islam (Suatu Tinjauan Lingkup
Perspektif dan Orientasi, Idea Press, Yogyakarta, 2015, hlm.81
 Baharuddin Psikologi Agama dalam Prespektif Islam. Malang: UIN Malang
Press. 2008
 M. Arif Khoiruddin, Pendekatan Psikologi Dalam Studi Islam, Journal An-
nafs: Vol. 2 No. 1 Juni 2017
 Fuad Nashori, Psikologi Islam, Agenda Menuju Aksi. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar). 1997
 Bastaman & Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam. Yogyakarta:
Yayasan Insan Kamil. 2005.
 Mujib, A. Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis.
(Jakarta: Darul Falah)
 Fika Safitri, Makalah Pendekatan Psikologi dalam Studi Islam, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas Pascasarjana, Program
Studi Interdisciplinary Islamic Studies.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-islam-negeri-sunan-
kalijaga-yogyakarta/approach-to-islamic-studies/pendekatan-psikologi-dalam-
pengkajian-islam-studi-islam/39526527

31

Anda mungkin juga menyukai