Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kanker Kolorektal

a. Pengertian

Kanker kolorektal adalah kanker yang terjadi pada caecum, kolon ascenden,

tranversum descenden, sigmoid dan rektum, di mana 95% adalah

adenocarsinoma sedangkan sisanya berupa tumor karsinoid, limfoma dan

sarcoma, kanker pada colon yang lebih sering ditemukan (72%)

dibandingkan kanker rektum sebanyak 28% (Askandar, dkk, 2015).

Kanker kolorektal adalah suatu tumor maligna yang muncul pada jaringan

epitel dari kolon/rektum. Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma

yang berkembang dari polip, Wijaya dan Putri, 2013.

Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal merupakan kanker

yang dimulai dari bagian kolon atau rectum dan merupakan kanker ketiga

terbanyak serta sebagai penyebab kematian ketiga terbanyak pada pria dan

wanita di Amerika Serikat. Pertumbuhan awal jaringan tumor terjadi dalam

bentuk non polip kanker sebelum berkembang menjadi kanker pada lapisan

dalam kolon dan rektum.

Jadi kanker kolorektal dapat diartikan sebabagi suatu keganasan atau kanker

yang menyerang sebagian besar usus, baik usus besar maupun rektum, dan

merupakan kanker ketiga terbanyak sebagai penyebab kematian.

9
10

b. Manifestasi Klinik

1. Karsinoma saecum

- Tanpa ada keluhan dalam jangka waktu yang lama

- Rasa tidak nyaman di perut bagian kanan bawah untuk jangka waktu

lama.

- Tanpa disadari penderita menjadi anemia, BB menurundan ada masa

di perut kanan bawah.

2. Karsinoma di kolon asenden

- Sindrome dyspepsis

- Rasa nyeri di perut pada perut kanan atas diserai rasa penuh diperut,

- Anoreksia, mual, Badan lemas,

- Tumor semakin jelas dan nyata

- BB turun

- Anemia, disebabkan perdarahan yang bercampur dengan isi kolon.

3. Karsinoma pada kolon transversum

- Jarang memberi keluhan, demikian pula fungsi kolon tidak terganggu,

walaupun ada melena yang periodic.

- JIka ada keluhan biasanya sudah mengalami metastase, misalnya

metastase ke paru – paru, hepar.

4. Karsinoma kolon desendens

- Nyeri perut sering dikeluhkan

- Adanya perubahan polabuang air besar, seperti konstipasi atau diare

atau dengan keduanya

- Buang air besar disertai darah.

- Obstruksi komplit sering terjadi atau adanya penyempitan.


11

5. Karsinoma dari kolon sigmoid

- Perubahan defekasi, konstipasi atau diare

- Perdarahan segar dan sering bercampur dengan lendir.

- Berat Badan menurun.

- Tenesmi kadang timbul dan sering juga sebagai gejala utama.

Secara umum, individu diprediksi beresiko kanker kolorektal jika ditemukan

keluhan utama dan pemeriksaan klinis:

1. Diare selam 6 minggu disertai dengan pedarahan per-anal (semua umur)

2. Perdarahan perianal tanpa gejala anal (diatas 60 tahun)

3. Teraba massa pada fossa iliaka dekstra (semua umur)

4. Terdapat massa intra-luminaldidalam rektum

5. Terdapat tanda tanda obstruksi mekanik usus,

6. Klasifikasi Kanker kolorektal

Stadium 1 : Neoplasma masih terbatas pada dinding rektum dan kolon

Stadium II : Terdapat penyebaran keluar dinding kolon tapi belum terjadi

metastase ke kelenjar limfe

Stadium III : Sudah terjadi metastase ke kelenjar limfe regional

Stadium IV : Terdapat metastase ke kelenjar limfe yang agak berjauhan

atau pleksus limfatikus dan ke lain organ misalnya ke hepar,

pulmo.

c. Faktor Risiko Kanker kolorektal

1. Usia

Lebih dari 90% kasus kanker kolorektal terjadi padapasien yang berusia

di atas 50 tahun. Seiring dengan bertambahnya usia, semakin besar


12

risiko seseorang terkena kanker kolorektal. Sekitar 50% Pasien yang

terdiagnosa kanker kolorektal ditemukan pada pasien yang berusia 60-

79 tahun.

2. Jenis kelamin

Kasus kanker kolorektal pada pria lebih tinggi 30%-40% dibandingkan

pada wanita (American Cancer Society, 2014:3). Tetapi menurut

Center et al (2009:368), kasus tertinggi pada wanita juga terdapat di

beberapa negara, seperti New Zealand, Australia, dan Israel. Hal ini

disebabkan karena kurangnya pengetahuan wanita di Israel tentang

kanker kolorektal, yang menyebabkan rendahnya penggunaan alat

deteksi dini kanker kolorektal. Sedangkan tingginya kasus kanker

kolorektal pada wanita di New Zealand dan Australia dikarenakan

peningkatan banyak wanita muda yang merokok.

3. Genetik atau Riwayat keluarga.

Bila ada salah satu anggota keluarga yang pernah menderita satu jenis

kanker, risiko seseorang terkena kanker kolorektal semakin besar

(Bosteanet al, 2013:1494).

4. Riwayat mengidap kanker sebelumnya.

Wanita yang pernah mengidap kanker ovarium, kanker uterus, dan

kanker payudara, atau polip maka akan memiliki risiko yang lebih besar

untuk terkena kanker kolorektal.

5. Etnis

Kasus kanker kolorektal dan tingkat kematian tertinggi didapati pada

etnis Afrika-Amerika dibandingkan etnis kulit putih dan Asia. Dalam

tahun 2006-2010 kasus kejadian kanker kolorektal pada etnis Afrika-


13

Amerika 25% lebih tinggi dan tingkat kematian 50% lebih tinggi

dibandingkan dengan etnis kulit putih dan Asia (American Cancer

Society, 2014:5).

6. Radang usus besar.

Radang usus seperti colitis ulcerative atau penyakit crohn yang mana

usus mengalami inflamasi atau peradangan untuk jangka waktu lama,

hal ini akan meningkatkan risiko kanker kolorektal.

7. Merokok & alkohol

Merokok dalam jangka waktu lama lebih dari 20 tahun akan

meningkatkan risiko kanker kolorektal hingga 26% dibandingkan

dengan orang yang tidak pernah merokok. Sedangkan perokok yang

mengkonsumsi 20 gram tembakau per hari atau lebih akan berisiko

30% terkena kanker kolorektal. Merokok lebih dari 30 tahun atau

lebih dari 20 gram per hari berhubungan dengan peningkatan

risikokanker kolorektal sebesar 48% (Hansenet al, 2013:415).

Individu yang konsumsi alkohol kurang dari satu porsi alkohol per

hari mempunyai resiko terkena kanker kolorektal lebih rendah 23%

dibandingkan dengan individu yang mengkonsumsi alkohol rata-rata

2-4 porsi alkohol per hari selama hidupnya.

8. Diit/Makanan

Makanan yang dapat meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal

antara lain makanan yang mengandung lemak tinggi (khususnya lemak

hewani), rendah kalsium dan folat, rendah serat, jarang memakan

sayuran dan buah-buahan, dan sering mengkonsumsi alkohol.


14

Resiko tinggi penyebab kanker kolorektal ditemukan pada individu

yang mengkonsumsi daging merah yang dimasak pada suhu yang tinggi

dan dengan waktu masak yang cukup lama. Resiko tinggi juga

ditemukan pada individu yang mengkonsumsi sedikit buah dan sayur.

9. Obesitas dan Keterbatasan Aktivitas

Tidak adanya aktivitas fisik dan kelebihan berat badan merupakan salah

satu faktor yang paling sering dilaporkan sebagai salah satu faktor

risiko penyebab kanker kolorektal.

American Cancer Society menyarankan untuk melakukan aktifitas fisik

sedang seperti jalan cepat secara baik dan teratur setiap hari atau lima

hari setiap minggu selama 30 menit dapat sebagai upaya pencegahan

dan dapat menurunkan risiko kanker kolorektal sampai 50%.

10. Suplemen Kalsium

Cara menurunkan resiko adenoma dengan cara suplementasi kalsium

lebih dari 1.200 mg, hal ini menurut penelitian meta-analysis

randomized controlled trials. Tetapi cara kerja kalsium dalam

menurunkan risiko kanker kolorektal belum diketahui kepastiannya

karena belum didukung dengan data yang cukup.

11. Vitamin D

Belum diketahui secara pasti, hubungan antara Vitamin D dengan

kanker kolorektal. Namun beberapa penelitian mengatakan jika

individu yang dengan kadar vitamin D yang cukup dalam darah

mempunyai risiko kanker kolorektal yang rendah dibandingkan

dengan individu dengan kadar Vitamin D dalam darah kurang.

12 Obat-obatan dan Hormon


15

Penggunaan secara teratur dalam dalam jangka waktu lama pada obat

aspirin dan NSAID dapat menurunkan risiko kanker kolorektal, ini

telah didukung oleh beberapa penelitian. Tetapi American Cancer

Society belum merekomendasikan obat-obat atau suplemen apapun

untuk mencegah kanker kolorektal karena efektivitas, dosis yang tepat

dan potensi toksik yang belum diketahui secara pasti.

d. Pemeriksaan Penunjang

1. Endoskopi, kolonoskopi

Endoskopi adalah tindakan pemeriksaan diagnostik yang utama dan

jika >35% tumor pada di rektosigmoid, dapat dilakukan sigmoidoskopi

atau dengan kolonoskopi.

Kolonoskopi adalah prosedur atau tindakan yang dilakukan untuk

memeriksa kondisi usus besar. Diagnostik dengan biopsi dan terapi

(polipektomi) bisa dilakukan dengan tindakan kolonoskopi, dimana

kolonoskopi mampu mengidentifikasi dan melakukan reseksi

synchronous polyp dengan tidak ada paparan radiasi.

Keuntungan kolonoskopi yaitu tingkat sensitivitas atau keakuratan tinggi

yaitu sebesar 95% dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip

kolorektal, sedangkan kelemahan dari tindakan kolonoskopi adalah pada

5-30% pemeriksaan tidak dapat mencapai sekum, sedasi intravena selalu

diperlukan, lokalisasi tumor dapat tidak akurat dan tingkat mortalitasnya

adalah 1 : 5.000 kolonoskopi.

Pada semua kasus yang dicurigai kanker kolorektal dianjurkan untuk

dilakukan kolonoskopi, sigmoidoskopi, jika tidak dapat dilakukan dengan


16

tindakan tersebut dapat dilakukan pemeriksaan barium enema dengan

kontras ganda.

2. Barium Enema dengan Kontras Ganda

Keuntungan dari tindakan ini adalah dengan kontras ganda sensitifitas

untuk mendiagnosis kanker kolorektal65 -95% aman, dan sedasi tidak

diperlukan dalam tindakan ini serta barium telah tersedia dihampir seluruh

rumah sakit, dan tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi

Sedangkan kelemahan dari pemeriksaan barium enema, yaitu pada lesi T1

sering tak terdeteksi, untuk mendiagnosis lesi tipe datar dan lesi di rekto-

sigmoid, diverticulosis di sekum kurang akurat, tingkat sensitivitas rendah

(70-95%) untuk mendiagnosis polip <1 cm dan terdapat paparan radiasi.

3. CT Colonography (Pneumocolon CT)

Keunggulan pemeriksaan ini adalah sensitivitas tinggi di dalam

mendiagnosis kanker kolorektal, toleransi pasien baik, level of evidence

1C, dan mampu mendeteksi kondisi di luar usus besar, dan termasuk

dalam menentukan stadium melalui penilaian invasi lokal, kelenjar getah

bening dan metastasis hepar. CT Colonography juga dapat digunakan

sebagai skrining setiap 5 tahun sekali.

Adapun kelemahannya CT colonograpy adalah tidak mampu

mendiagnosis polip <10 mm, dan tidak dapat menetapkan adanya

metastasis pada kelenjar getah bening apabila kelenjar getah bening tidak

mengalami pembesaran, diperlukan radiasi yang lebih tinggi, Masih

terbatasnya modalitas CT scan dengan software yang mumpuni, hasil

tidak dapat diinterpretasi jika persiapan pasien kurang baik.


17

Pemeriksaan Ct Scan atau MRI lebih sensitif daripada Ultrasonografi

trans-abdomen untuk pemeriksaan ada atau tidaknya metastasis ke hepar.

e. Penatalaksanan

1. Pembedahan

- Kolektomi/hemikolektomi adalah tindakan pembedahan untuk

mengangkat semua atau sebagain usus besar, pengangkatan dilakukan

pada kelenjar getah bening terdekat. Jika hanya sebagian usus besar

yang diangkat disebut hemikolektomi.

- Kolostomi adalah sebuah tindakan pembedahan untuk membuat

pembukaan atau jalan antara usus besar dan bagian luar perut untuk

memungkinkan pengosongan tinja ke dalam kantung penampung,

meskipun rektum telah dibuang. Ketika bagian dari usus besar atau

rektum dioperasi, ahli bedah biasanya dapat menghubungkan bagian-

bagian yang sehat, yang memungkinkan pasien untuk mengeliminasi

limbah secara normal. (American Cancer Society, 2014).

2. Radiasi

Setelah dilakukan pembedahan, dipertimbangkan untuk melakukan radiasi

dengan dosis adeuat. Radiasi juga dapat dilakukan sebelum tindakan

operasi, terutama pada karsinoma di rektum dan sigmoid yang inoperable.

3. Kemotherapi

Dapat diberikan beberapa sitostatika misalnya 5 Fluro Urasil (5 F.U). Thio

Tepa. Mitomycin C. Tapi yang paling tepat adalah pemberian 5 Flurosil.

2.1.2 Kualitas Hidup


18

a. Definisi

Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individual terhadap posisinya

dalam kehidupan, dalam konteks budaya, sistem nilai dimana mereka

berada dan hubungannya terhadap tujuan hidup, harapan, standar, dan

lainnya yang terkait, mencakup masalah kesehatan baik fisik, psikologik,

spiritual, hubungan sosial dan lingkungan di mana mereka tinggal. (World

Health Organization, 2012).

Kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan

seseorang yang dapat dinilai dari kehidupan mereka, pada umumnya

keunggulan individu tersebut dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol

pribadinya, hubungan interpersonal dan kebermaknaan spiritual. (Cohan &

Lazarus dalam Handini, 2011).

Secara konseptual kualitas hidup dapat digunakan untuk berbagai populasi,

baik yang normal maupun abnormal dan berkaitan dengan mutu hidup. Oleh

karena itu kualitas hidup dimaknai sebagai kriteria keberhasilan hidup yang

cukup sehingga menimbulkan perasaan puas dan bahagia dalam memaknai

peluang yang dipilih baik secara pribadi maupun sosial. Kualitas hidup setiap

individu berbeda-beda tergantung dari masing-masing individu dalam

menyikapi permasalahan yang terjadi. Jika menghadapinya dengan positif

maka akan baik kualitas hidupnya, sebaliknya jika menghadapi dengan

negatif maka akan buruk kualitas hidupnya.

b. Aspek Kualitas Hidup

Beberapa aspek kualitas hidup menurut WHO, 2012

1. Kesehatan fisik
19

Aspek kesehatan fisik terdiri dari nyeri dan ketidak nyamanan, tidur,

dan istirahat, tingkat energy dan kelelahan, mobilitas, aktifitas sehari-

hari, kapasitas dalam bekerja, ketergantungan pada obat dan perawatan

medis. Kesehatan fisik juga mempengaruhi kemampuan individu untuk

melakukan akitifitas.

2. Kesehatan Psikologis

Aspek kesehatan psikologis terdiri aatas berfikir, belajar, mengingat

dan konsentrasi, harga diri, penampilan dan citra tubuh, perasaan

negative, perasaan postif dan spiritual. Kesehatan psikologis juga

dikaitkan dengan kesehatan mental individu, keadaan mental mengarah

pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap

berbagai tuntutan dan perkembangan sesuai dengan kemampuannya,

baik tuntutan dari dalam diri maupun luar dirinya.

3. Hubungan Sosial

Aspek hubungan sosial terdiri dari hubungan pribadi, aktifitas seksual

dan dukungan sosial. Aspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua

orang atau lebih dimana tingkah laku tersebut akan saling

mempengaruhi. Manusia merupakan makluk sosial, maka dalam

hubungan sosial ini manuasia dapat merealisasikan kehidupan serta

dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya.

4. Lingkungan

Lingungan, seperti kebebasan, keselamatan fisik dan keamanan,

lingkungan rumah, sumber keuangan, kesehataan dan kepedulian sosial,

peluang untuk memperoleh ketrampilan dan informasi baru,

keikutsertaan dan peluang untuk berekreasi, aktifitas di lingkungan dan


20

transportasi. Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu, termasuk

di dalammnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan

segala aktifitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah sarana dan

prasarana yang dapat menunjang kehidupan.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

Menurut WHOQOL (dalam nofitri, 2009) cara pandang individu mengenai

kualitas hidupnya dipengaruhi oleh kontek budaya dan system nilai dimana

individu itu tinggal. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Fadda dan Jiron

(1999) bahwa kualitas hidup individu sangat bervariasi tergantung dari

budaya, system, wilayah tempat tinggal satu dengan yang lain, dan berbagai

kondisi yang berlaku di wilayah tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup menurut para peneliti

adalah:

1. Jenis kelamin

Moons, dkk (2004) dalam nofitri (2009), mengatakan bahwa jenis

kelamin adalah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup. Laki-laki beresiko memiliki 1,3 kali lebih besar untuk

memiliki kualitas hdiup yang rendah jika dibandingkan perempuan. Hal

ini disebabkan karena perempuan lebih matang secara emosi dan lebih

tahan ketika menghadapi tekanan/permasalahan (Santrock, 2009).

2. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup,

Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002). Berdasarkan penelitian Ryff

dan Singer (1998), dalam Papila, dkk (2007) individu yang dewasa
21

mengekspresikan kesejahteraan yang lebih baik daripada usia dewasa

madya.

3. Tingkat Pendidikan

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang adalah

tingkat pendidikan, Moons, dkk (2004) dan Baxter (1998) dalam nofitri

(2009).

Notoatmojo (2012), menjelaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang

dapat meningkatkan pengetahuan seseorang tersebut tentang kesehatan

maupun pengetahuan yang lainnya. Semakin banyak informasi yang

didapat, maka akan semakin baik pengetahuan seseorang tentang

kesehatan. Dengan pendidikan yang tinggi akan meningkatkan

pengetahuan seseorang, sehingga orang tersebut dapat mengambil

keputusan dengan benar. Barbareschi, dkk (2011) mengatakan bahwa

tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yangn dapat mempengaruhi

kualitas hidup, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya

signifikan perbandingan dari pasien yang perpendidikan tinggi

meningkat dalam keterbatasan fusngisonal yang berkaitan dengan

masalah emosional dari waktu ke waktu dibandingkan dengan pasien

yang berpendidikan rendah, serta menemukan kualitas hidup yang lebih

baik bagi pasien berpendidikan tinggi dalam domain fisik dan

fungsional.

4. Pekerjaan

Moons dkk (2004) dalam nofitri (2009) mengatakan bahwa terdapat

perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus pelajar,

pekerja, tidak bekerja, dan penduduk yang tidak mampu bekerja. Wahl,
22

dkk (2004) menemukan bahwa status pekerjaan behubungan dengan

kualitas hidup baik pria/wanita.

5. Status Pernikahan.

Laki-laki dan wanita yang sudah menikah karena mempunyai kualitas

hidup yang lebih baik karena adanya dukungan sosial dari pasangannya

(Chan et al, 2005)

6. Derajat Penyakit (Severyti deasseas)

Derajat penyakit atau beratnya penyakit merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi kualitas hidup. Respon emosi dari penderita

terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antara

keluarga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada pasien

kanker, untuk mempertahankan status kesehatan dan mempertahankan

fungsi kemampuan fisiknya seoptimal mungkin, diperlukan kualitas

hidup yang baik, (Rochmayanti,2011)

7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada pasien kanker mempunyai dampak baik

fisik maupun psikologis (Santi dan Sulastri, 2010).

8. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan oleh individu

untuk menghadapi perubahan yang diterima. Jika mekanisme berhasil,

maka individu tersebut mampu beradaptasi dengan perubahan yang

terjadi, (Carlson, 1994).

Setiap ada stressor penyebab individu mengalami kecemasan, maka

secara otomatis muncul upaya untuk mengatasinya yaitu dengan

berbagai mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping menjadi


23

efektif jika didukung oleh kekuatan lain dan adanya keyakinan pada

individu tersebut bahwa mekanisme koping yang digunakan dapat

mengatasi kecemasan.

Koping yang efektif menempati tempat yang paling penting terhadap

daya tahan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan suatu

penyakit baik bersifat fisik, psikologis maupun sosial dan spiritual.

Terbentuknya mekanisme koping bisa diperoleh dari proses belajar.

Mekanisme koping yang efektif yang dimiliki seseorang dalam

menghadapi stressor, maka stressor tidak akan menimbulkan stress

yang berakibat kesakitan (disease), tetapi stressor justru mendatangkan

stimulant yang mendatangkan wellness dan prestasi.

Cara Penyelesaian Masalah (strategi Koping)

Berbagai strategi diperlukan untuk beradaptasi terhadap suatu penyakit,

tergantung ketrampilan koping yang bisa digunakan dalam menghadapi

situasi yang sulit.

Lazarus dan Folkman menjelaskan terdapat dua strategi dalam

melakukan koping, yaitu

a. Emosional focus coping. Digunakan untuk mengatur respon

emosional terhadap stress. Pengaturan ini melalui perilaku

individu, seperti penggunaan alcohol, bagaimana meniadakan

fakta-fakta yang tidak menyenangkan melalui strategi koping.

Jika individu tidak mampu merubah kondisi yang penuh dengan

stress, maka individu akan cenderung untuk mengatur emosinya.


24

b. Problem focus coping. Digunakan untuk mengurangi stressor atau

mengatasi stress dengan cara mempelajari cara-cara atau

ketrampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan

strategi ini bila dirinya yain dapat merubah situasi yang

mendatangkan stress, Metode ini lebih sering digunakan oleh

orang dewasa.

Mengatasi stres yang diarahkan pada masalah yang mendatangkan stres

(problem focused coping) bertujuan utnuk mengurangi tuntutan hal,

peristiwa, orang, keadaan yang mendatangkan stres atau memperbesar

sumber daya untuk menghadapinya. Metode yang digunakan adalah

tindakan langsung. Sedangkan mengatasi stres yang diarahkan pada

pengendalian emosi (emotional focused coping) bertujuan untuk

menguasai, mengatur, dan mengarahkan tanggapan emosional terhadap

situasi stres

Dari bentuk-bentuk tingkah laku dalam mengahadapi stres tersebut,

Taylor mengembangkan teori coping dari Folkman dan Lazarus

menjadin8 macam indikator streategi koping, yaitu

a. Problem focused coping, yang terdiri dari 3 macam yaitu

1. Konfrontasi, individu berpegang teguh pada pendiriannya

dan mempertahankan apa yang diinginkannya, mengubah

situasi secara agresif dan adanya keberanian mengambil

resiko.

2. Mencari dukungan sosial, individu berusaha untuk

mendapatkan bantuan dari orang lain.


25

3. Merencanakan pemecahan permasalahan, individu

memikirkan, membuat dan menyusun rencana pemecahan

masalah agar dapat terselesaikan.

b. Emosional focused coping, yang gerdiri dari 5 macam, yaitu:

1. Kontrol diri, menjaga keseimbangan dan menahan

emosidalam dirinya.

2. Membuat jarak, menjauhkan diri dari teman teman dan

lingkungan sekitar

3. Penilaian kembali secara positif, dapat menerima masalah

yang sedang terjadi dengan berfikir secara positif dlaam

mengatasi masalah.

4. Menerima tanggung jawab, menerima tugas dalam keadaan

apapun saat menghadapi masalah dan bisa menanggung

segala sesuatunya.

1. Lari atau penghindaran, menjauh dan menghindar dari masalah

yang dihadapinya.

Teknik Koping

a. Pemberdayaan sumber daya Psikologis (Potensi diri)

1) Potensi yang positif tentang dirinya (harga diri)

Rasa percaya diri dan kemampuan dalam mengatasi

masalah sangat bermanfaat dalam mengatasi situasi stress.

Sesuai dengan teori dari Colley’s looking-glass self.

2) Mengontrol diri sendiri

Keyakinan dan kemampuan yang dimiliki individu untuk

mengontrol tentang diri sendiri dan situasi internal dan


26

eksternal, sehingga individu akan mampu mengambil

hikmah dari sakitnya. Kemampuan mengontrol diri akan

memperkuat koping pasien.

b. Rasionalisasi (Teknik kognitif)

Upaya memahami dan menginterprestasikan secara spesifik

terhadap stress dalam mencari arti dan makna stress.

c. Teknik perilaku

Teknik ini dapat digunakan untuk membantu individu dalam

mengatasi stress. Kegiatan yang bermanfaat dapat dilakukan untuk

dapat menunjang kesembuhannya.

c. Instrumen atau alat ukur untuk mengukur kualitas hidup seseorang dari

berbagai aspek kehidupan manusia:

1. WHOQOL-100

World Health Organization Quality Of Life 100 (WHOQOL-100)

serta versi pendeknya yaitu World Health Organization Quality Of

Life-BREF (WHOQOL-BREF), adalah alat ukur yang dikeluarkan

oleh WHO untuk mengukur kualitas hidup manusia. Instrumen ini

digunakan untuk menilai kualitas hidup seseorang dari beberapa

aspek baik, fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan dan

Instrumen ini telah digunakan secara luas, terutama untuk menilai

kualitas hidup seseorang dengan beberapa penyakit tertentu.

2. FACT-C

Selain WHOQOL-BREF, terdapat suatu instrument yang secara

komprehensif dan luas untuk menilai kualitas hidup pasien dengan

kanker kolorektal atau penyakit kronik lainnya. Ada versi umum


27

dari kuisioner (FACT-G 12) yang diberikan untuk semua pasien

dengan kanker, selain versi umum ini, dapat dikombinasikan dengan

skala yang spesifik untuk penyakit atau masalah tertentu. FACT-C

adalah instrument untuk mengukur masalah yang spesifik terkait

kualitas hidup pasien dengan kanker kolorektal.

Disini peneliti menggunakan alat ukur FACT-C karena alat ukur ini

khusus untuk pasien kanker kolorektal.

2.1.3 Dukungan Sosial

a. Pengertian Social Support (Dukungan sosial)

Dukungan sosial adalah suatu pertukaran interpersonal yang dicirikan oleh

perhatian emosi, bantuan instrumental, penyedia informasi, atau

pertolongan lainnya, Taylor, Peplau dan Sears (dalam Ping, 2016).

Sarafino dan Timothy (2011) juga mengartikan bahwa dukungan sosial

merupakan ungkapan rasa nyaman seseorang, dapat berupa bantuan dan

penghargaan serta perhatian yang didapat dari kelompok lain. Memiliki

keyakinan bahwa individu tersebut bernilai, dicintai, dan merupakan bagian

dari kelompok yang dapat memberikan bantuan kepada mereka yang

membutuhkan adalah contoh orang-orang yang menerima dukungan sosial.

Menurut King 2012 (dalam Maziyah), dukungan sosial diartikan sebagai

adanya komunikasi yang timbul akibat adanya umpan balik antara individu,

dimana individu merasa diperhatikan, dicintai, dihormati dan dihargai oleh

orang lain.

Dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat

diakses/diadakan untuk keluarga. Membantu menguatkan seseorang dalam

menghadapi masalah akibat stress dan meningkatkan kesehatan fisik dapat


28

dibantu dengan adanya dukungan sosial. Dengan adanya dukungan sosial

kepada kita, kita jadi tahu bahwa mereka mencintai, peduli, dan menghargai

kita. Individu yang menghadapi berbagai masalah dan tekanan hidup

memerlukan bantuan langsung, dorongan, saran, dan ungkapan kasih

sayang dari keluarga maupun sahabat atau orang-orang sekitar yang itu juga

merupakan dukungan sosial.

Sumber-sumber yang disediakan orang lain terhadap individu yang dapat

mempengaruhi kesejahteraan individu lain merupakan pengertian dukungan

sosial menurut Cohen dan Syme (dalam appolo & Cahyadi, 2012).

Dapat disimpulkan, bahwa dukungan sosial merupakan bentuk perhatian

yang diterima oleh individu dari orang lain saat mereka berada dalam

masalah dapat berupa motivasi, dan perhatian yang sifatnya menolong

sehingga individu tersebut merasa dicintai, dihargai, disayangi dan

diperhatikan.

Dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, dimana anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Menurut Friedman (dalam

Komariyah, 2014) dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial

kelurga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dari saudara

kandung dan dukungan sosial keluarga eksternal.

b. Aspek – aspek Dukungan Sosial.

Sarafino, 2011, mengatakan ada empat bentuk dasar yang dapat diberikan dan

diterima oleh individu dari lingkungan sosial:

a) Emotional support
29

Dapat diberikan dalam bentuk penyampaian perhatian, rasa empati,

kepedulian, penghargaan yang positif, dan keyakinan kepada orang

lain. Hal ini dapat memberikan ketentraman dan kenyamanan hati

dengan rasa dicintai dan memiliki pada saat merasakan stress. Ini dapat

diterima dari keluarga atupun teman dekat.

b) Tangible or instrumental support

Merupakan bantuan secara langsung, dapat berupa menolong dengan

melakukan suatu pekerjaan atau memberikan pinjaman uang.

c) Informational support

Pemberian nasehat, informasi, sugesti, maupun umpan balik mengenai

apa yang sebaiknya dilakukan untuk orang lain yang sedang

membutuhkan.

d) Companionship support

Dukungan kebersamaan yang diberikan kepada individu sehingga

individu tersebut merasa sebagai bagian dari kelompok.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa aspek-

aspek dukungan sosial terdiri dari 4 bentuk yaitu emotinal support,

tangible support, informasional support, dan companionship support.

c. Enam Komponen dukungan sosial atau “The social Provision scale” menurut

Weiss (dalam Yoswijaya 2009) adalah:

a) Instrumental support

1) Reliable alliance (ketergantungan yang dapat diandalkan)


30

Dalam hal ini, bantuan sifatnya nyata dan langsung. Disini

individu merasa tenang karena ada orang lain yang dapat

diandalkan dan memberikan jaminan. Individu menyadari

bahwa jika ia dalam kesulitan maka aka nada orang lain

yang akan menolongnya.

2) Guidance (bimbingan)

Dukungan sosial dapat berupa feedback (umpan balik) atas

sesuatu yang telah dilakukan individu. Dukungan sosial ini

berupa nasehat, saran, dan informasi yang diperlukan

individu dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dan

untuk memenuhi kebutuhan.

b) Emotional support

1) Pengakuan positif (Reasurance of worth)

Berupa pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan

atau kualitas individu. Sehingga dengan dukungan ini akan

membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai.

2) Kedekatan emosional (Emotional attachment)

Berupa pemberian rasa nyaman kepada individu dengan

cara pengekspresian rasa cinta, kasih sayang, perhatian, dan

kepercayaan yang diterima.

3) Integrasi sosial (Sosial integration)

Dalam hal ini memungkinkan individu untuk memperoleh

perasaan memiliki suatu kelompok yang

memungkinkannya untuk saling berbagi perhatian, hobby

serta melakukan kegiatan secara bersama. Mendapatkan


31

rasa aman, nyaman serta memiliki dapat dirasakan oleh

individu.

4) Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity to provide

nurturance)

Perasaan dibutuhkan oleh orang lain merupakan aspek

penting dalam hubungan interpersonal. Dalam hal ini

memungkinkan individu merasa bahwa orang lain

bergantung dirinya untuk mendapatkan kesejahteraan dan

kebahagiaan.

Dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen dukungan sosial adalah

instrumental support yang reliable alliance dan guidance, selanjutnya

emotional support yang dibagi menjadi reasurance of worth, emotional

attachment, Sosial integration, dan Opportunity to provide nurturance.

Dimana setiap komponen dapat berdiri sendiri namun masih saling

berhubungan.

d. Manfaat Dukungan Sosial

Manfaat dukungan sosial menurut Sarafino (dalam Zuliantina 2014):

1. Akan meningkatkan kreatifitas jika dihubungkan dengan pekerjaan.

2. Meningkatkan kesejahteraan psikologi dan penyesuaian diri dengan

memperjelas identitas diri, memberikan rasa memilki, menambah

harga diri, dan mengurangi stres.


32

3. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik, yang dibutuhkan

untuk menghadapi stress dan tekanan adalah ia sebagai sumber

informasi dan umpan balik.

e. Sumber-sumber Dukungan Sosial menurut Sarafino (dalam Carolina 2016).

Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, pasangan hidup, pacar, teman,

rekan kerja, dan organisasi komunitas. Ganster, dalam Carolina 2016, juga

mengatakan beberapa sumber dari dukungan sosial, meliputi:

1. Dukungan keluarga.

Keluarga merupakan kelompok terdekat dari individu dan merupakan

tempat perkembangan dan pertumbuhan seseorang. Lingkungan

keluarga juga dapat memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis.

2. Dukungan teman bergaul.

Orang yang bergaul membutuhkan dorongan moral dari temannya.

Bentuk kualitas kerja sama, kehangatan berteman, dan rasa saling

membutuhkan, dan mempercayai serta kebanggaan menjadi anggota

kelompok.

3. Dukungan masyarakat atau lingkungan sekitar.

Masyarakat yang mendukung, menerima, dan menyukai serta mengerti

kelebihan dan kekurangan individu. Biasanya akan memberikan dalam

pemenuhan.

Pengertian Dukungan Keluarga (Family Support)


33

Sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya merupakan

pengertian dari dukungan keluarga. Bagian yang tidak terpisahkan dalam

lingkungan keluarga adalah anggota keluarga. Friedman dkk, 2014,

mengatakan bahwa bantuan dan pertolongan akan selalu siap diberikan oleh

anggota keluarga sebagai bentuk dukungan keluarga.

Segala bantuan yang diterima dari anggota keluarga kepada anggota keluarga

lain dalam menjalankan fungsi–fungsi yang terdapat di dalam sebuah

keluarga, yaitu dukungan instrumental, informatif, emosional dan penilaian

adalah pengertian dukungan keluarga menurut Ayuningtyas, 2014.

Sementara itu, Maksud (2015) mengatakan bahwa salah satu dari bentuk

terapi keluarga adalah dukungan keluarga, dimana dari keluarga berbagai

masalah kesehatan bisa muncul dan sekaligus bisa diatasi.

Ambari (2010) mengatakan bahwa dukungan keluarga merupakan suatu

persepsi mengenai bantuan yang dapat diberikan berupa perhatian,

penghargaan, informasi, nasehat maupun materi.

Salah satu faktor yang paling kuat terkait dengan hasil akhir anak yang positif

adalah dukungan dari orang tua, menurut Friedman dkk, 2014.

Dukungan keluarga dapat berupa informasi verbal, sasaran, bantuan yang

nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan

subjek didalam lingkungan sosialnya dapat berupa kehadiran atau hal yang

dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku

penerimaannya

Fungsi Dukungan Keluarga Friedman, Komariyah, 2014, yaitu

1. Dukungan informasional Keluarga.


34

Disini fungsi dukungan keluarga sebagai sebuah kolektor dan

pemberi atau penyebar informasi tentang dunia. Menjelaskan

dan menyampaikan saran, sugesti, serta memberikan

informasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu

masalah yang sedang terjadi. Dengan dukungan keluarga

diharapkan memberikan sugesti pada individu sehingga

bermanfaat untuk menekan munculnya suatu stressor karena

informasi yang diberikan. Nasehat, usulan, saran, petunjuk,

dan pemberian informasi adalah aspek-aspek dalam dukungan

keluarga. Dukungan ini juga dapat berupa bantuan langsung

seperti pemberian barang, pemberian uang, makanan serta

pelayanan lainnya. Individu mampu langsung memecahkan

masalah yang berhubungan dengan materi karena dukungan

keluarga ini dapat mengurangi stress yang dialami. Selain itu

dukungan instrumental sangat diperlukan saat mengatasi

masalah yang dianggap dapat dikontrol.

2. Dukungan penilaian Keluarga

Disini keluarga bertindak dan diharapkan mampu memberikan

sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi

pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas

anggota keluarga diantaranya memberikan support,

penghargaan, dan perhatian. Pemberiaan informasi, saran atau

umpan balik tentang situasi dan kondisi individu, merupakan

bentuk dari dukungan penilaian keluarga, sehingga jenis


35

informasi seperti ini dapat membantu individu untuk

mengatasi dan mengenali masalah dengan mudah.

3. Dukungan instrumental Keluarga

Merupakan dukungan berupa pertolongan praktis dan nyata,

untuk meningkatkan kesehatan penderita seperti kebutuhan

makan dan minum, istirahat, dan kelelahan yang terhindar dari

penderita.

4. Dukungan emosional Keluarga

Keluarga merupakan pilihan tempat yang tepat dan aman serta

nyaman, memberikan rasa damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Mendengarkan dan didengarkan, memberikan kepercayaan,

perhatian, merupakan salah satu bentuk dukungan emosional

yang dapat diberikan oleh keluarga. Dukungan emosional ini

membuat individu memiliki perasaan yakin, nyaman, merasa

diperdulikan dan dicintai oleh keluarga sehingga individu

dapat menghadapi masalah dengan baik. Saat keadaan tidak

terkontrol dukungan ini dianggap sangat membantu.

a. Alat ukur dukungan sosial.

Skala dukungan sosial ini berfungsi untuk menggambarkan

bagaimana dukungan sosial yang dimiliki pasien kanker kolorektal.

Skala yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial dalam

penelitian ini adalah The Multidimensional scale of Perceived

Social Support (MSPSS). MSPSS merupakan alat ukur yang


36

dikembangkan oleh Zimet dkk (1986) yang meliputi dukungan

keluarga (family support), dukungan teman (friend support) dan

dukungan dari orang-orang terdekat (significant other support).

1.2.4 Kesejahteraan Spiritual (spiritual well being)

a. Pengertian Kesejahteraan spiritual

Kesejahteraan spiritual adalah proses menjabarkan sifat ikatan yang

dinamis dan harmonis antara individu dengan pencipta. Hubungan yang

cukup harmonis, sebagai dasar keselarasan antara pengalaman hidup yang

berarti dan memiliki tujuan tergantung pada pengembangan diri yang

dilakukan secara sengaja. Pengembangan diri juga dijadikan sebagai

tantangan, dilakukan dengan cara meditasi atau perenungan yang mengarah

pada keadaan bahagia yang dirasakan secara internal menurut Ellison, 1983.

Keadaan sejahtera dapat di gambarkan dalam UU No. 6 tahun 1974 yaitu

suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang

diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin dan

yang memungkinkan individu mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri,

keluarga serta masyarakat.

Spiritual menempati tempat penting dalam kehidupan manusia dimana

sebagai motivasi dan kekuatan harmonisasi. Di mana spiritual adalah

struktur multidimensional dan telah dimanfaatkan dalam berbagai konteks

seperti kebaikan spiritual dan kesejahteraan spiritual (Eksi dan Kardas,

2017). Spiritual dipahami sebagai hubungan seseorang denga Tuhannya,


37

yang diekspresikan melalui sikap, kebiasaan dan praktik. Spiritulitas dapat

mempengaruhi seseorang dalam bersikap saat menghadapi masalah,

bagaimana seseorang mengatasi pengalaman terdiagnosa penyakit kanker,

menemukan makna dan kedamaian selama perawatan kanker dan

menemukan kedamaian ditengah tengah penyakit yang diderita

(Puchalski,2012)

Kesejahteraan Spiritual merupakan inti dari kesehatan manusia dan yang

mendasari dimensi fisik, psikologis dan dimensi sosial serta kesejahteraan

seseorang. Kesejahteraan spiritual juga diidentifikasikan melalui

karakteristisk seperti stabilitas dalam kehidupan, kedamaian, rasa hubungan

dekat dengan diri sendiri, Tuhan, Orang lain dan lingkungan, makna hidup

serta tujuan hidup. (Mansori, dkk, 2017).

Paloutzian dan Ellison 1982 (dalam Giacalone dan Jurkiewicz, 2015) juga

mengatakan bahwa kesejahteraan Spiritual merupakan keadaan yang

dirasakan seseorang di mana orang tersebut merasakan adanya kepuasan

yang berkaitan dengan Tuhan atau tujuan dan makna hidup.

Kesejahteraan spiritual merupakan perspektif yang dirasakan dalan kualitas

hubungan yang dimiliki seseorang pada empat wilayah, yaitu hubungan

antara Tuhan, orang lain, alam dan diri sendiri (Fisher dan Ng, 2017)

Kozier (2010) juga mengemukakan bahwa setiap orang memiliki dimensi

spiritual dan memiliki kebutuhan yang mencerminkan spiritualitas mereka,

beberapa contoh kebutuhan spiritual yaitu seperti, kebutuhan akan cinta,

harapan, kepercayaan, memaafkan dan dimaafkan, dihormati dan dihargai,


38

kebutuhan akan martabat, makna hidup secara utuh, kebutuhan akan nilai,

kreativitas, berhubungan dengan Tuhan, dan menjadi anggota komunitas.

Fisher (2010) juga menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual

menggambarkan harmonisasi individu dalam kehidupannya berkaitan

dengan makna, dan tujuan serta nilai-nilai kehidupan. Di dalamnya terdapat

makna pemeliharaan mengenai dunia fisik, biologis, psikologis dan

kesatuan dengan lingkungan. Kesemuanya mengindikasikan kualitas hidup.

b. Dimensi Kesejahteraan Spiritual

Menurut Paloutzian dan Ellison (1982 dalam Cobb dkk, 2012) Kesejahteraan

spiritual memiliki 2 dimensi, yaitu

1. Dimensi Vertikal/religius

Dimensi ini berfokus hubungan seseorang dengan Tuhannya. Menilai

hubungan seseorang dengan Tuhan seperti berdoa, percaya bahwa Tuhan

peduli, dan mencintai, hubugan dengan Tuhan bermakna, memiliki

hubungan yang memuaskan dengan Tuhan.

2. Dimensi Horisontal/eksistensial

Dimensi ini menekankan pada makna dan tujuan hidup. Penilaian diri

terhadap tujuan dan kepuasan hidup seseorang, seperti pengalaman yang

positif, puas dengan kehidupan dan menikmati kehidupan, serta memiliki

tujuan dan makna hidup.

c. Manfaat Kesejahteraan Spiritual

Manfaat kesejahteraan spiritual dalam kehidupan seseorang yaitu memiliki

rasa kepuasan terhadap kehidupan, menjaaga keseimbangan dan kontrol


39

hidup, membangun hubungan yang positif, memiliki makna dan tujuan dalam

kehidupan, memiliki kemampuan yang bersumber pada diri sendiri dengan

kekuatan yang lebih tinggi dari individu tersebut dan menerima adanya

tantangan dan perubahan dalam kehidupan, Priastana, dkk, 2016.

Oleh karena itu sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan spiritual

seseorang akan memberikan manfaat seperti berkurangnya rasa sakit,

meningkatkan koping, meninglatkan kualitas hidup seseorang/pasien, Wei

dkk, 2016)

d. Domain Kesejahteraan Spiritual

Domain kesejahteraan spiritual sangat penting untuk menilai perkembangan

spiritual well being individu. Menurut Fisher domain-domain tersebut yang

memengaruhi kesejahteraan spiritual pada pengembangan beberapa

hubungan dengan kesesuaian daerah keberadaan individu (Firmansyah, 2018

: 5).

Berikut merupakan domain kesejahteraan spiritual, antara lain:

1. Hubungan dengan diri sendiri (domain personal)

Domain ini berkaitan dengan individu, pencarian makna diri sendiri,

pencarian tujuan dan nilai-nilai kehidupan individu tersebut. Hal ini

berkaitan dengan kesadaran diri, yaitu kekuatan untuk mencapai

identitas dan harga diri, aspeknya: makna, tujuan, nilai-nilai, kesadaran

diri, kegembiraan, perdamaian, kesabaran, identitas, dan nilai diri.

2. Hubungan dengan orang lain (domain communal)

Domain ini berupa kualitas dan kemampuan berinteraksi atau

berhubungan dengan tingkat kualitas lebih mendalam, menjalin interaksi


40

dengan orang lain, berkaitan dengan budaya dan moralitas. Adanya

pengampunan, kasih sayang, kepercayaan, dan harapan serta

kemampuan dalam mengaktualisasikan iman terhadap sesama,

aspeknya: moral, kebudayaan, agama, kedalaman hubungan antar

personal, pemaaf, keadilan, cinta dan kepercayaan.

3. Hubungan dengan lingkungan (domain environmental).

Domain ini menggambarkan keterikatan atau hubungan terhadap

lingkungan secara alami, kepuasan saat menikmati keindahan alam, serta

mampu memelihara lingkungan dengan baik sehingga dapat bermanfaat

terhadap lingkingan sekitar, aspeknya: mempedulikan, pekerjaan

(mengurus), hubungan dengan alam, dan puncak pengalaman yang

menimbulkan kekaguman.

4. Hubungan dengan transenden (domain transcendental)

Merupakan domain yang menggambarkan kemampuan individu dalam

menjalin hubungan dengan penciptanya yang melibatkan iman,

kepercayaan, pemujaan dan penyembahan terhadap realitas transenden

yaitu Tuhan. Adanya kepercayaan (faith) terhadap Tuhan aspeknya:

kepentingan yang sangat pada transenden, kekuatan alam yang mengacu

pada rasa yang melampaui ruang dan waktu, kekhawatiran yang sangat,

keyakinan, penyembahan, dan ibadah (Kurniawati, 2015 : 143).

e. Faktor Yang mempengaruhi Kesejahteraan Spiritual

1. Usia
41

Caldera, dkk, 2017 mengatakan bahwa faktor usia akan mempengaruhi

kesejahteraan spiritual pada pasien kanker, hal tersebut ditunjukan

dengan spiritualitas seseorang cenderung meningkat seiring dengan

bertambahnya usia, semakian tua usia pasien semakin mementingkan

dimensi transenden (hubungan dengan pencipta).

2. Jenis kelamin

Kesejahteraan spiritual antara pria dan wanita tidak ada perbedaan yang

signifikan, tetapi skor kesejahteraan spiritual wanita lebih tinggi dari

pada skor kesejahteraan pria, dalam penelitian yang dilakukan oleh

Lewis, dkk, 2014

3. Dukungan sosial

Dukungan yang diberikan dari keluarga terhadap pasien kanker

mempengaruhi pasien tersebut dalam menghadapi penyakitnya dan

mendorong utnuk selalu pasrah dan meningkatkan ibadah serta

mendekatkan diri kepada Tuhan (Itsna, 2015)

4. Kecemasan.

Tingkat kecemasan pasien berbeda beda. Hal tersebut disebabkan

adanya rasa takut akan kematian atau pengobatan (Skukla dan Rishi,

2014). Cara yang mudah untuk mengatasi kecemasan adalah dengan

mencari bantuan spiritual , Oladipo dan Balogun (2010 dalam Istna,

2015)

5. Jangka waktu rawat inap.

Wei, dkk, 2016 mengatakan bahwa peningkatan kesejahteraan spiritual

akan mengakibatkan pengurangan kecemasan dan memperpendek

jangka waktu rawat inap.


42

f. Pengukuran Kesejahteraan Spiritual

1. The Spirituality Assesment Scale (SAS)

Alat ukur ini dikembangkan dari persepektif keperawatan yang dipandu

oleh empat komponen kerangka spiritualitas termasuk keterkaitan

sumber kekuatan, tujuan, dan makna hidup serta transendensi. SAS

terdiri dari 28 item pertanyyan dengan menggunakan skala Linkert,

dimulai dari pernyataan sangat tidak setuju sampai setuju (LOU, 2015)

2. The Functional Assesment of Chronic Illness Therapy-Spiritual Well

Being Scale (FACIT –SP)

Alat ukur yang paling sering digunakan untuk kesejahteraan spiritual

dalam penilaian yang menilai orang orang dengan penyakit kronik.

FACIT-SP mengukur subyek keseluruhan kesejahteraan spiritual dan

mencakup dua subskala yaitu makna dan iman. Instrumen ini terdiri

dari 12 item pertanyaan dengan skor 0-44 (Hasegawa, 2017)

3. Spiritual Well Being Scale (SWBS)

SWBS telah digunakan dalam penilaian untuk mengeksplorasi dimensi

spiritual dan keseluruhan kesehatan individu dalam berbagai konteks,

seperti mental, psikologis, perawatan kesehatan fisik, praktek klinis,

universitas dan konggregasi (You dan Yoo, 2015).

Skala penilaian SWBS terdiri dari dua subskala, yaitu mengukur

kesejahteraan religious (RWB) dan kesejahteraan eksistensial (EWB).

Skala RWB menghasilkan penilaian diri terhadap hubungan seseorang

dengan Tuhan sedangkan skala EWB menghasilkan penilaian diri


43

terhadap tujuan Hidup dan kepuasan hidup secara keseluruhan.

(Chaiviboonthan dkk, 2016)

Skala SWBS terdiri dari 20 item, yang mana terbagi atas 10 item

menilai RWB dan 10 item menilai EWB.

Skala SWBS menggunakan 6 point skala Linkert, dimulai dari

pernyataan “sangat tidak setuju” sampai “sangat setuju” dengan skor

tertinggi adalah 120. Klasifikasi menurut Abbasi, dkk (2014) adalah:

Skor 20-40 = Kesejahteraan spiritual rendah,

Skor 41 - 99 = Kesejahteraan spiritual sedang,

Skor 100-120 = Kesejahteraan spiritual Tinggi

Dari tiga alat ukur diatas, peneliti menggunakan alat ukur FACIT SP 12 untuk

mengukur tingkat kesejahteraan spiritual pasien kanker kolorektal di RSUD

Tarakan Jakarta. Alasan penulis menggunakan alat ukur FACIT SP 12,

karena alat ukur ini cocok untuk menilai individu dengan penyakit kronik.
44

2.2. Kerangka Teori

Faktor Resiko
Penyakit kanker Kualitas Hidup
Kanker Kolorektal Dampak yang terjadi
Colorektal
1. Faktor 1. Dampak fisik
Genetik 2. Dampak
Psikologis
2. Keterbatasan
3. Dampak sosial Kesejahteraan
aktifitas dan Penatalaksanaan
Kanker kolorektal spiritual
obsitas.
3. Diet 1. Pembedahan Faktor yang
4. Suplemen 2. Kemoterapi mempengaruhi
Kalsium 3. Radio terapi Kesejahteraan
5. Vitamin D (Kemenkes , 2018) SUPPORT system spiritual :
6. Merokok dan 1. Usia
Dukungan sosial
Alkohol Dukungan Keluarga 2. Jenis kelamim
7. Konsumsi 1. Emosional support 3. Kecemasan
1. Informasional
Hormon 2. Nstrumental 4. Jangka waktu
2. Penilian
support ranap
3. Instrumenta
Kemenkes ,2018 3. Informasional
4. emosional (Calders, dkk,
suppot
2017,Lewis,dkk,2014
(Friedman, Komariyah 4. Companionship
,Istna, 2015,wei,
2014) support
2015)
(Friedman, Komariyah
2014, Sarafino, 2011)

Anda mungkin juga menyukai