Anda di halaman 1dari 3

KISAH TISSA

Suatu saat seorang Bhikkhu bernama Tissa tinggal di Savathi, pada suatu hari ia menerima
seperangkat jubbah yang bagus dan merasa sangat senang.

Bhikkhu Tissa : Hah!... Jubah ini terbuat dari sutera luar biasa indah. Besok pagi kalau kupakai
jubbah ini maka para bikkhu akan kagum denganku.

Tetapi pada malam hari ia (Bhikkhu Tissa) meninggal dunia. Karena melekat pada jubbah
tersebut, Bhikkhu Tissa terlahir kembali sebagai seekor kutu yang tinggal didalam lipatan jubbah
tersebut

Para Bhikkhu : Kawan-kawan, karena tidak ada yang mewarisi barang milik Bhikkhu Tissa,
lebih baik seperangkat jubbah ini kita bagi bersama

Ketika para Bhikkhu sedang bersiap untuk membagi jubbah, si kutu (Bhikku Tissa) sangat marah
dan berteriak, “Mereka sedang merusak Jubahku”.
Teriakan ini didengar oleh Sang Buddha Gotama dengan kemampuan pendengaran luar biasa
beliau.

Buddha : Kasihan Bhikku Tissa, aku harus menolongnya.

Maka Sang Buddha menyuruh seorang Bhikkkhu untuk menghentikan perbuatan para Bhikkhu
yang ingin memindahkan Jubah Bhikkhu Tissa.

Para Bhikkhu : Buddha berpesan pada kita semua untuk membagikan jubbah Bhikkhu Tissa
dihari kedelapan.

Pada hari kedelapan, seperangkat jubbah milik Bhikkhu Tissa dibagi oleh para Bhikkhu. Merasa
aneh dan bingung mengapa jubbah Bhiikhu Tissa dibagikan diar kedelapan, para bhiikhu
mencoba bertanya kepada Buddha.

Para Bhikkhu : Bhante, mengapa bhante menyuruh kami menunggu selama tujuh hari sebelum
melakukan pembagian jubbah milik Bhikkhu Tissa?

Buddha : Murid-muridku, pikiran Tissa melekat pada seperangkat jubbah itu, pada saat
dia meninggal dunia dan karenannya ia terlahir kembali sebagai kutu yang
tinggal didalam lipatan jubbah tersebut. Ketika kalian bersiap untuk membagi
jubbah tersebut, Tissa sikutu sangatlah menderita dan berlarian tak tentu arah
dalam lipatan jubbah tersebut.

Para Bhikkhu : Jika kami membagikan jubbah tersebut dihari pertama apa yang akan terjadi
bhante?

Buddha : Jika engkau mengambil jubbah tersebut, pada saat itu Tissa si kutu akan merasa
sangat membencimu dan ia akan terlahir di alam neraka tetapi, sekarang tissa
telah bertumimbal lahir di alam dewa tusita, dan sebab itu aku memperbolehkan
kalian mengambil jubbah tersebut dihari kedelapan. Sebenarnya, para Bhikkhu
kemelekatan sangatlah berbahaya, seperti karat merusak besi dimana ia
terbentuk. Begitu pula kemelekatan, menghancurkan seseorang dan
mengirimnya ke alam neraka. Seseorang bhikkhu hendaklah tidak melekat
dengan empat kebutuhan pokok.

Para Bhikkhu : Baik, Bhante.

Kemelekatan merupakan sifat diri manusia yang menyukai, tertarik atau berminat pada
suatu benda atau seseorang. Hal ini dapat terjadi apabila seseorang yang memiliki kehendak atau
keinginan untuk memiliki, melindungi dan menyembunyikanya. Setelah mendapatkan apa yang
diingkan timbul kemelekatan yang mendalam. Hal inilah yang menjadi dasar timbulnya
kemelakatan berlebih yang sangat berbahaya. “Bagaikan karat yang timbul dari besi tua, bila
telah timbul akan menghancurkan besi tua itu sendiri. Begitu pula perbuatan-perbuatan sendiri
yanag buruk akan menjurumuskan pelakunya kea lam kehidupan yang menyedihkan” (Dhp :
240).

Buddha telah menjelaskan secara jelas akan sifat kemelekatan yang menjadikan diri
menjadi menderita dan dapat terlahir dialam menderita. Sifat kemelekatan harus dikikis dari diri
agar dapat menjalankan kehidupan dengan berbahagia, karena kemelekatan merupakan sumber
penderitaan. Dengan sering berdana, melakukan perbuatan baik akan mampu menghilangkan
kemelakatan diri. Keinginan yang dapat menyebabkan kemelekatan harus dikikis melalui
berdana dan belajar melepas sesuatu yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Perbuatan ini akan
membawa kebahagiaan dan dapat terlahir dialam yang berbahagia.

Anda mungkin juga menyukai