Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Wisata
Wisata merupakan pergerakan orang sementara menuju tempat tujuan
yang berada di luar tempat biasa mereka bekerja dan tinggal, aktivitas yang
dilakukan selama mereka tinggal ditempat tujuan dan fasilitas yang diciptakan
untuk melayani kebutuhan mereka (Gunn, 1994). Holden (2000) menambahkan
bahwa pembangunan wisata ditempat tujuan meliputi penggunaan sumberdaya
fisik dan alam yang kemudian akan berdampak terhadap ekonomi, budaya dan
ekologi di tempat tujuan wisata yang sedang berkembang. Wisata adalah sebuah
sistem, tidak hanya bertemunya bisnis pengunjung, tetapi juga masyarakat dan
lingkungan.
Sumberdaya untuk kegiatan wisata menurut Gold (1980) adalah tempat
tujuan bagi orang yang melakukan wisata yang merupakan suatu kesatuan ruang
tertentu dan dapat menarik keinginan untuk berwisata. Ketersediaan sumberdaya
untuk berwisata dapat dilihat dari jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang
tersedia serta dapat digunakan pada waktu tertentu. Untuk mengetahui
sumberdaya yang tersedia dapat dilakukan identifikasi dan inventarisasi kemudian
dianalisis potensi dan kendalanya.
Sumberdaya wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan
wisata yang merupakan daya tarik bagi pengunjung, diantaranya adalah sebagai
berikut: (1) Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang dalam
istilah wisata disebut dengan natural amenities seperti iklim, bentuk tanah dan
pemandangan, hutan, flora dan fauna serta pusat-pusat kesehatan yang termasuk
dalam kelompok ini; (2) Hasil ciptaan manusia antara lain benda-benda yang
memiliki nilai sejarah, keagaman dan kebudayaan; (3) Tata cara hidup masyarakat
setempat. Merencanakan suatu kawasan wisata merupakan upaya untuk menata
dan memanfaatkan sumberdaya wisata untuk mendukung kegiatan wisata yang
akan dikembangkan dan meminimalkan kerusakannya (Sachmud, 2008).

4
2.2. Daya Tarik Wisata
Menurut Damanik (2006) potensi wisata adalah semua objek (alam,
budaya, buatan) yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan
nilai daya tarik bagi wisatawan karena memiliki peluang untuk dijadikan sebagai
daya tarik wisata. Semua potensi wisata masih tergolong embrio obyek dan daya
tarik wisata. Setelah unsur-unsur aksesibilitas, amenitas, dan hospitality menyatu
dengan potensi obyek tersebut maka ia merupakan produk wisata yang siap
dikonsumsi oleh wisatawan.
Objek wisata merupakan andalan utama bagi pengembangan kawasan
wisata, dan didefinisikan sebagai suatu keadan alam dan perwujudan ciptaan
manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah dan tempat yang memiliki daya
tarik untuk dikunjungi wisatawan (Nurisjah (2004) lihat Sachmud (2008).
Sedangkan atraksi wisata diartikan sebagai segala perwujudan dan sajian alam
serta kebudayaan, yang secara nyata dapat dikunjungi, disaksikan serta dinikmati
wisatawan di suatu kawasan wisata. Daya tarik wisata atau objek wisata
merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu darah
tujuan wisata (Suwantoro,1997).
Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasar pada adanya sumberdaya
yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih, adanya
aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya, adanya ciri khusus atau
spesifikasi yang bersifat langka, sarana dan prasarana penunjang untuk melayani
para wisatawan yang hadir, serta memiliki daya tarik yang tinggi terhadap
keindahan alamnya ataupun nilai khusus suatu objek buah karya manusia pada
masa lampau. Yoeti (1997) menambahkan bahwa, atraksi wisata merupakan
sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatu pertunjukkan (shows)
yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan. Sedangkan objek wisata
dapat dilihat atau disaksikan tanpa membayar. Dalam atraksi wisata untuk
menyaksikannya harus dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan objek wisata
dapat dilihat tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Objek dan segala atraksi wisata
yang diperlihatkan merupakan daya tarik utama, mengapa seseorang datang
berkunjung ke suatu tempat dan keasliannya harus dipertahankan, sehingga
wisatawan hanya dapat melihat dan menyaksikan objek serta atraksi wisata hanya

5
di tempat tersebut. Objek wisata khususnya agrowisata tidak hanya terbatas
kepada objek dengan skala hamparan yang luas seperti areal perkebunan, namun
juga skala kecil yang karena keunikannya dapat menjadi objek wisata yang
menarik.
Pada dekade terakhir, pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di
mancanegara menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Komoditas pertanian
di daerah perdesaan (mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
kehutanan, peternakan dan perikanan) dengan keragaman dan keunikannya yang
bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang sangat beragam
merupakan potensi besar untuk pengembangan pariwisata dengan bentuk
agrowisata yang diharapkan dapat menjadi alternatif pemanfaatan sumberdaya
sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan tanpa merusak
lingkungan untuk kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan (Amalya, 2010).
Aktivitas pertanian dalam sebuah kawasan agrowisata memacu minat pengunjung
karena keunikannya baik dalam pola tanam dan kalender tanam yang dilakukan
oleh masyarakat (petani) ataupun kegiatan pertanian dalam arti yang luas, yaitu
semua aktivitas untuk kelangsungan hidup manusia yang terkait dengan
pemanenan energi matahari dari tingkat yang primitif (pemburu dan pengumpul)
sampai model pertanian yang efisien dan canggih antara lain adalah aktivitas
pertanian lahan kering, sawah, lahan palawija, perkebunan, kehutanan,
pekarangan, tegalan, ladang dan lain-lain. Aktivitas pertanian ini mencakup
persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan
hasil, dan juga pasar hasil pertanian (Nurisjah 2001) lihat Amalya (2010).
Daya tarik wisata yang mampu mendukung keberadaan kawasan wisata
yang lain adalah dengan memperkenalkan budaya masyarakat lokal. Menurut
Saadah (2012) Budaya adalah pengalaman dengan pendukungnya yaitu manusia
dan wilayah. Wisatawan dengan minat budaya, memilih untuk tinggal lebih lama
dengan maksud untuk dapat menikmati budaya yang berbeda. Berbeda sekali
dengan mereka yang hanya ingin menikmati budaya sebagai tontonan yang
menarik semata. Maka pelestarian budaya memberi pencerahan bagi wisatawan
yang ingin belajar lebih banyak lagi tentang budaya. Dalam Bab Sosial dan
Budaya, mengenai Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata dinyatakan bahwa

6
menjadikan kesenian dan kebudayaan tradisional Indonesia sebagai wahana bagi
pengembangan pariwisata nasional dan mempromosikannya keluar negeri secara
konsisten sehingga dapat menjadi wahana persahabatan bangsa.
Dalam penilaian suatu lanskap dapat diperoleh melalui analisis persepsi
dan preferensi dari pengguna terhadap suatu eksisting lanskap. Keindahan suatu
lanskap dapat dinikmati dengan mengamati pemandangannya melalui indra
penglihatan. Menurut Khakhim (2008) mengamati suatu lanskap dapat
memberikan persepsi dan perasaan psikologis yang berbeda-beda serta
menghadirkan nilai simbolik.
Menurut Falero dan Alonzo (1995) lihat Khakhim (2008) perhatian
terhadap aspek visual lanskap yang berkaitan dengan persepsi manusia merupakan
salah satu pendekatan dalam perencanaan lanskap, pendekatan lainnya adalah
melalui studi lingkungan dan studi lanskap secara keseluruhan. Fungsi visual
dapat memberikan arti mengenai bagaimana suatu lanskap dapat memberikan
reaksi bagi yang mengamatinya. Fungsi ini dipengaruhi oleh banyaknya variasi
visual yang ada dalam suatu lanskap. Porteus (1977) menambahkan bahwa
persepsi merupakan proses secara sadar dari stimulus. Lebih lanjut diungkapkan
bahwa persepsi kita tergantung dari kemampuan psikologis serta kekuatan
melihat, merasakan, mencium, mendengar dan meraba. Persepsi masyarakat
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah nilai-nilai
dalam diri yang dipadukan dengan hal-hal yang ditangkap panca indera pada
proses melihat, meraba, mencium, mendengar dan merasakan. Faktor tersebut
kemudian dikombinasikan dengan faktor eksternal yaitu keadaan lingkungan fisik
dan sosial yang kemudian menjadi respon dalam bentuk tindakan.
Menurut Effendy (1984) persepsi adalah penginderaan terhadap kesan
yang timbul dari lingkungannya. Daya persepsi seseorang dapat diperkuat oleh
adanya pengetahuan dan pengalaman. Semakin sering seseorang menempatkan
diri dalam komunikasi, akan semakin kuat daya persepsinya. Siagian (1989)
menyatakan bahwa secara umum persepsi seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu, (1) diri orang yang bersangkutan (sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman
dan harapan); (2) sasaran persepsi (orang, benda atau peristiwa); (3) situasi
(keadaan lingkungan).

7
Preferensi adalah kecenderungan untuk memilih sesuatu yang lebih
disukai daripada yang lain. Preferensi juga merupakan hak untuk didahulukan atau
diutamakan dari pada yang lain; prioritas; pilihan, kecenderungan; kesukaan
(Maryati, 2009). Sedangkan Sumarwan (2012) mengatakan bahwa preferensi
didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk
(barang dan jasa) yang dikonsumsi. Preferensi konsumen/user menunjukkan
kesukaan dari berbagai pilihan produk yang ada.
Lebih jauh Porteus (1977) mengemukakan bahwa studi perilaku individu
dapat digunakan oleh ahli lingkungan dan para desainer untuk menilai keinginan
pengguna (user) terhadap suatu objek yang akan direncanakan. Dengan melihat
preferensi dapat memberikan masukan bagi bentuk partisipasi dalam proses
perencanaan.
Didalam pasar wisata banyak pelaku yang terlibat. Meskipun peran mereka
berbeda-beda, tetapi mutlak harus diperhitungkan dalam perencanaan agrowisata.
Damanik (2006) mengemukakan bahwa pelakuwisata terdiri dari :
1. Wisatawan
Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan.
2. Industri Pariwisata
Industri pariwisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan
jasa bagi pariwisata.
3. Pendukung Jasa Wisata
Kelompok ini adalah usaha yang tidak secara khusus menawarkan produk
dan jasa wisata tetapi seringkali bergantung pada wisatawan sebagai
pengguna jasa dan produk tersebut.
4. Pemerintah
Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan
peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan
pariwisata.
5. Masyarakat Lokal
Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan
wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena

8
sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi
sekaligus menentukan kualitas produk wisata.
6. Lembaga Swadaya Masyarakat
Organisasi non-pemerintah yang melakukan aktivitasnya di kawasan
wisata baik secara partikuler maupun bekerjasama dengan masyarakat.

2.3. Agrowisata
Secara umum objek wisata merupakan suatu keadan alam dan perwujudan
ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah dan tempat yang memiliki
daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Nurisjah (2004) lihat Sachmud (2008).
Sementara Agrowisata merupakan bagian dari obyek wisata diartikan sebagai
suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan aktivitas pertanian sebagai obyek
wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan
hubungan usaha di bidang pertanian (Tirtawinata dan Fachrudin 1996).
Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang
mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung ditempat wisata yang
diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah
keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor
kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada
wilayah - wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari
pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat/petani setempat perlu
diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya
(Subowo 2002).
Beberapa manfaat agrowisata menurut Tirtawinata dan Fachrudin (1996)
antara lain: 1) meningkatkan konservasi lingkungan, 2) meningkatkan nilai
estetika dan keindahan alam, 3) memberikan nilai rekreasi, 4) meningkatkan
kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan 5) meningkatkan
keuntungan ekonomi.
Adapun kriteria sebuah kawasan dapat disebut kawasan agrowisata
menurut Bappenas (2004) yaitu: yang pertama kawasan tersebut harus memiliki
potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian, hortikultura, maupun
perikanan; kedua adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan
pertanian dan wisata dengan keterkaitan dan kebergantungan yang cukup tinggi,

9
dan terakhir adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung antara kegiatan
pertanian dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan. Sehingga dalam
menggembangkan kawasan agrowisata hal-hal tersebut harus diperhatikan.
Sastrayuda (2010) menambahkan bahwa, pola aktivitas pengunjung di
lokasi agrowisata, sangat bervariasi, dan memiliki kekhususan tergantung dari
jenis lokasi dan karakter dari agrowisata itu sendiri. Aktivitas pengunjung dengan
karakter agrowisata yang berada di perbukitan dapat memadukan berbagai
kegiatan, seperti :
1) Menikmati pemandangan/fotografi
2) Jalan-jalan, jogging, bersepeda
3) Bermain/rekreasi keluarga
4) Memetik buah-buahan, sayur mayur, menikmati keindahan taman bunga
5) Menanam bibit
6) Berkemah
7) Kegiatan outbond
8) Mengamati lokasi flora
9) Membeli hasil agro wisata
Upaya pengembangan agrowisata secara garis besar mencakup aspek
pengembangan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, promosi, dukungan
sarana dan kelembagaan (Deptan 2008). Menurut (Nurisjah (2001) lihat Amalya
(2010), kawasan agrowisata dapat ditata dan dikembangkan dengan menggunakan
lima konsep sebagai berikut: 1) mengakomodasi kepentingan dan keinginan serta
kepuasan wisatawan, 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan wilayah
yang terkait dengan kegiatan agrowisata yang akan dikembangkan, 3)
melestarikan budaya pertanian tradisional dan juga lingkungan alaminya, 4)
diarahkan untuk suatu kegiatan rekonstruksi dan penataan suatu kawasan sebagai
suatu aset budaya pertanian wilayah, dan 5) sebagai sarana introduksi dan pasar
dari teknologi dan produk pertanian unggulan daerah.
Dalam RPJMD Kabupaten Temanggung (2013-2018) menyatakan bahwa
penetapan kawasan peruntukan pariwisata di Kabupaten Temanggung meliputi
kawasan pendakian Gunung Sindoro, kawasan pendakian Gunung Sumbing,
kawasan Kledung. Jumlah wisatawan di Kabupaten Temanggung selam enam

10
tahun terakhir mengalami peningkatan, hal ini karena adanya beberapa tempat
wisata baru yang mulai tumbuh. Seturut dengan sasaran urusan pariwisata di
Kabupaten Temanggung yaitu meningkatkan pengembangan potensi
parieisatadaerah baik wisata alam, agrowisata, maupun wisata buah.
RPJMD Kabupaten Temanggung (2013-2018) menambahkan bahwa
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah Kabupaten Temanggung
dilakukan dalam Misi Daerah yang pertama, yaitu :Mewujudkan Peningkatan
Pertanian Modern yang Berwawasan Lingkungan; salah satunya dengan
pengembangan Agrowisata yang merupakan upaya pengembangan pariwisata
yang berbasis pertanian. Untuk melaksanakan Visi-Misi Pembangunan Daerah
Tahun 2013-2018 maka disusun tujuan yaitu dengan meningkatkan peran sektor
pendukung pengembangan agribisnis, agroindustri, dan agrowisata. Disusul
dengan sektor pariwisata dengan arah kebijakan mengembangkan kawasan
agrowisata.

2.4. Perencanaan Tapak Agrowisata


Tapak (site), secara fisik merupakan bagian dari suatu lanskap, berbentuk
alami atau buatan, statis atau dinamis, dengan ukuran serta karakter yang
beragam. Secara teknis, tapak didefinisikan sebagai suatu areal yang digunakan
untuk melaksanakan suatu kegiatan yang akan direncanakan atau dirancang
dengan tujuan dan manfaat tertentu. Tapak merupakan suatu sistem (fisik dan
sosial) yang dibentuk dan dipengaruhi keberadaan serta kelestariannya oleh
berbagai elemen pembentuk lanskap (tanah, air, vegetasi, iklim, ekonomi, politik
dan budaya manusia yang mendiaminya. Setiap tapak juga memiliki bentuk fisik
(forms, features, forces) dengan karakter tertentu (statis, dinamis, ramah, gagah,
meluas, dan lainnya) yang mempengaruhi tujuan dan pembentukan dan
penataannya (Nurisjah, 2004) lihat Schamud (2008).
Peletakan dan penataan zonasi yang berkaitan dengan rencana
pengembangan perlu dilaksanakan dengan mengkombinasikan keindahan sumber
daya alam dengan potensi sumber daya pertanian. Penataan zonasi amatlah
penting agar wisatawan memperoleh pengalaman yang berkesan, sebagaimana
dikemukakan Wallace (1995) lihat Khakim (2008) bahwa suatu sistem zonasi
yang terencana dengan baik akan memberikan kualitas yang tinggi terhadap

11
pengalaman pengunjung dan memberikan lebih banyak pilihan yang akan
mempermudah pengelola untuk beradaptasi, terhadap perubahan pasar.
Menurut Sulistyantara dan Pratiwi (2011) berdasarkan konsep perencanaan
lanskap kawasan wisata Grama Tirta Jatiluhur (GTJ) di bagi menjadi lima ruang
utama yaitu:
1. Ruang penerimaan, merupakan pintu masuk utama bagi para wisatawan untuk
memasuki Kawasan Wisata.
2. Ruang pelayanan dan penunjang wisata, direncanakan agar para wisatawan
mendapatkan informasi sekilas mengenai lokasi dan pelayanan yang
disediakan pihak pengelola.
3. Ruang wisata inti, merupakan ruang wisata utama yang dikembangkan.
4. Ruang wisata penunjang.
5. Ruang penyangga, merupakan ruang yang berfungsi menyangga ruang-ruang
wisata di dalam kawasan.
Sastrayuda (2010) menjelaskan bahwa, pada umumnya fasilitas agrowisata
belum memiliki standar yang dapat dijadikan dasar untuk membangun fasilitas
yang dibutuhkan wisatawan. Namun dalam beberapa hal perencanaan fasilitas
dapat mengacu kepada kebutuhan pengunjung tersedia dan berdasarkan kepada
pelayanan pengunjung yang disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia. Adapun
untuk mendapatkan fasilitas yang dapat memenuhi pelayanan pada agrowisata
dapat mempelajari karakteristik, seperti karakteristik wisatawan yaitu pola
aktivitas wisatawan di agrowisata. Pola aktivitas wisatawan pada umumnya
memiliki kegiatan:
a. Berwisata bersama keluarga
b. Berwisata secara rombongan
c. Berwisata dengan membawa makanan sendiri/piknik
d. Berwisata memakai kendaraan sendiri
Nurisjah (2001) lihat Amalya (2010) berpendapat bahwa dalam aktivitas
agrowisata ini wisatawan diajak berjalan-jalan untuk menikmati dan
mengapresiasi kegiatan pertanian dan kekhasan serta keindahan alam binaannya,
sehingga daya apresiasi dan kesadaran untuk semakin mencintai budaya dan
melestarikan alam semakin meningkat. Dalam aktivitas agrowisata ini, petani

12
yang berada dalam kawasan wisata agro, dapat menjadi obyek atau bagian dari
sistem pertanian yang ditawarkan pada aktivitas wisata tetapi juga dapat bertindak
sebagai pemilik atau pengelola kawasan wisata ini.
Menurut Sulistyantara dan Pratiwi (2011) konsep akses dan sirkulasi di
kawasan wisata Grama Tirta Jatiluhur (GTJ) terbagi menjadi tiga, yaitu jalur
sirkulasi primer, sekunder, dan tersier.
1. Jalur sirkulasi primer merupakan jalur yang menghubungkan antara ruang satu
dengan ruang lainnya dalam tapak. Jalur ini dikembangkan dari jalan lokal
yang dapat diakses oleh kendaraan roda dua, kendaraan roda empat, dan lajur
khusus untuk pejalan kaki.
2. Jalur sirkulasi sekunder merupakan jalur antara obyek agrowisata dengan area
transisi, yang menghubungkan antara kelompok atraksi satu dengan kelompok
atraksi lainnya. Jalur ini dikembangkan dari kebutuhan ruang-ruang yang ada.
3. Jalur sirkulasi tersier merupakan jalan didaerah pemukiman yang digunakan
masyarakat dalam melaksanakan kegiatan bertani, sosial ataupun
perekonomiannya sehari-hari. Jalur ini dapat berupa jalan setapak atau deck
yang hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki.
Menurut Crompton dan Fesenmaier dalam Gunn (1994), terdapat lima tipe
zona wisata yang menentukan tipe sirkulasi di dalam kawasan wisata, yaitu:
1. Single destination, yaitu sebagian besar aktivitas terletak di satu lokasi.
2. En route, yaitu beberapa tujuan dapat dikunjungi dalam perjalanan, pada
lokasi yang berbeda-beda.
3. Base camp, yaitu beberapa tujuan wisata dapat dikunjungi ketika berada di
lokasi utama.
4. Regional tour, yaitu beberapa tujuan wisata dapat dikunjungi pada suatu area.
5. Trip chaining, yaitu beberapa tujuan wisata dapat dikunjungi dengan
mengelilingi suatu wilayah dan berakhir di titik awal. Kelima tipe sirkulasi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

13
Gambar 1. Tipe Sirkulasi Wisata

Sumber: Crompton dan Fesenmaier dalam Gunn (1994)


Hal-hal yang juga harus diperhatikan dalam perencanaan tapak kawasan
agrowisata menurut Tirtawinata dan Fachrudin (1996) antara lain: harus sesuai
dengan rencana pengembangan wilayah tempat agrowisata itu berada,
perencanaan harus dibuat secara lengkap tetapi sesederhana mungkin, harus
mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi sosial masyarakat disekitarnya,
harus selaras dengan sumberdaya (alam, tenaga kerja, dana) dan teknik-teknik
yang ada, dan yang terakhir perlunya evaluasi sesuai dengan perkembangan yang
ada. Lebih lanjut dalam mengidentifikasi suatu wilayah pertanian sebagai wilayah
kegiatan agrowisata perlu mempertimbangkan kemudahan aksesibilitas, karakter
alam, sentra produksi pertanian, dan adanya kegiatan agroindustri.
Pemilihan lokasi berdasarkan karakteristik alam pada karakteristik dataran
tinggi biasanya memiliki topografi yang berbukit-bukit atau berupa wilayah
pegunungan beruntai yang dilatar belakangi alam kehijauan yang indah, sejuk dan
nyaman. Dataran tinggi pada umumnya memiliki suhu yang nyaman, tanah yang
subur, terutama pada lereng gunung berapi, pada karakteristik dataran tinggi dapat
ditanami berbagai komoditi seperti bunga, sayuran, perkebunan teh, tembakau,
kopi dan lain-lain. Komoditas pertanian tersebut, banyak memikat wisatawan
untuk datang ke agrowisata seperti kawasan pertanian bunga hias, bunga potong,
tanaman sayuran, ataupun hanya untuk menikmati keindahan alam yang disajikan
(Sastrayuda, 2010).

14
Klasifikasi kelas lereng pada suatu tapak menurut Keppres No.32 (1990)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Kelas Lereng
Kelas Lereng Kelerengan Keterangan
1 0–8% Datar
2 8 – 15 % Landai
3 15 – 25 % Agak Curam
4 25 – 45 % Curam
5 45 % atau lebih Sangat Curam
Sumber: Keppres No. 32/1990
Menurut Halida (2006), ketinggian yang bervariasi pada tapak agrowisata
memberikan kesan dinamis serta memberikan potensi view menarik bagi
wisatawan. Pertanian lahan kering yang berada di lokasi agrowisata memiliki
karakteristik khas karena letaknya yang mempunyai topografi berbukit dan
bergunung. Kondisi lahan yang cenderung terbuka serta curah hujan tinggi dapat
mengakibatkan erosi tanah.
Halida (2006) menambahkan bahwa, bahaya erosi ini dapat diatasi melalui
metode konservasi tanah dan air yang dapat dilakukan melalui dua cara yaitu
metode vegetatif dan metode mekanik. Metode vegetatif dilakukan dengan
menggunakan tanaman untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh,
mengurangi jumlah dan daya rusak air permukaan dan erosi. Metode ini dapat
dilakukan melalui penanaman tanaman yang menutupi tanah secara terus-
menerus, penanaman dalam strip atau dengan melakukan pergiliran tanaman.
Sedangkan metode mekanik berfungsi untuk memperlambat aliran permukaan,
memperbesar infiltrasi ke dalam tanah dan penyediaan air bagi tanaman. Teknik
yang dilakukan dapat berupa pengolahan tanah menurut garis kontur, pembuatan
teras yang baik serta perbaikan drainase dan irigasi. Beberapa upaya diantaranya
telah dilakukan pada sistem pertanian kawasan agrowisata, seperti pengaturan
pola tanam, penyediaan sistem drainase serta pembuatan teras. Penanaman dengan
menggunakan sistem teras pada kawasan selain dapat memperlambat aliran
permukaan juga memberikan potensi visual yang menarik.

15
Faktor lain yang menentukan keberhasilan perencanaan kawasan
agrowisata adalah kejelian dalam menggali dan memanfaatkan sumberdaya wisata
yang berada di tapak. Sumberdaya wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di
daerah tujuan wisata yang dapat menjadi daya tarik bagi pengunjung. Sumberdaya
wisata dapat berupa: benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta
yang dalam istilah wisata disebut dengan natural amenities (iklim, bentuk tanah
dan pemandangan, hutan belukar, flora dan fauna serta pusat-pusat kesehatan
yang termasuk dalam kelompok ini); hasil ciptaan manusia yang memiliki nilai
sejarah, keagamaan dan kebudayaan tata cara hidup masyarakat setempat
(kearifan lokal, budaya, kepercayaan, seni, dll). Untuk itu inventarisasi
sumberdaya wisata yang ditindaklanjuti dengan analisis potensi dan kendala pada
setiap sumberdaya wisata perlu dilakukan (Sachmud, 2008).
Daya dukung rekreasi sebagai kemampuan suatu area rekreasi secara
alami, segi fisik, dan sosial untuk dapat mendukung atau menampung penggunaan
aktivitas rekreasi dan memberikan suatu kualitas pengalaman rekreasi yang
diinginkan atau jumlah penggunaan aktivitas yang dapat diberikan suatu
sumberdaya yang paling sesuai terhadap perlindungan rekreasi tersebut dan
kepuasaan yang didapat oleh pengguna (Gold,1980).

2.5. Perencanaan Lanskap Agrowisata


Menurut Booth dan Hiss (2005), lanskap yang mengelilingi suatu kawasan
merupakan lingkungan yang paling penting. Lanskap ini menyediakan berbagai
kebutuhan, estetika, dan kegunaan fungsi psikologi bagi yang pengunjung,
pengelola, dan orang-orang yang melintasinya.
Knudson (1980) menyatakan, bahwa perencanaan lanskap adalah
kemampuan untuk mengumpulkan dan mengintrepertasikan data,
memproyeksikan ke masa depan, mengidentifikasikan masalah dan memberikan
pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.
Perencanaan lanskap adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan
dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur.
Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang saling berhubungan
dan berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila
terjadi perubahan pada suatu bagian, maka akan mempengaruhi bagian lainnya

16
(Simonds, 1983). Menurut Laurie (1994) perencanaan lanskap adalah suatu proses
ketika persyaratan-persyaratan program dilengkapi, ditempatkan, dihubungkan
satu sama lain, dengan menghindari kerusakan pada tapak dan diikuti oleh proses
imajinasi serta kepekaan terhadap analisis tapak. Tahap ini adalah tahap awal
terjadinya proses pemahaman dan pengaturan ruang, sirkulasi, sarana dan
prasarana. Nilai-nilai keindahan, air dan perlindungan tanah serta keadaan di
atasnya pada suatau tapak. Hubungan timbal balik antara tapak dengan program
menghasilkan tata guna lahan.
Ditinjau dari segi fisik, suatu kawasan agrowisata harus memiliki sarana
dan prasarana yang memadai dan membuat wisatawan nyaman. Menurut
Tirtawinata dan Fachrudin (1996) sarana dan fasilitas utama yang dibutuhkan
untuk suatu agrowisata antara lain: jalan menuju lokasi, pintu gerbang, area
parkir, pusat informasi, Sign board (papan informasi), jalan (sirkulasi) dalam
kawasan agrowisata, toilet, tempat makan, tempat sampah.
Menurut Suharto (1994) lansekap mencakup semua elemen pada tapak,
baik elemen alami (natural landscape), elemen buatan (artificial landscape) dan
penghuni atau makhluk hidup yang ada di dalamnya. Eckbo, (1964) lihat (Mamiri,
2008) menambahkan bahwa elemen lanskap meliputi tanaman atau vegetasi,
segala sesuatu di atas permukaan tanah maupun air, serta konstruksi baik
bangunan maupun elemen taman.
Menurut (Hakim, 2012) elemen atau material lansekap digolongkan
menjadi dua jenis yaitu softscape dan hardscape. Softscape adalah istilah yang
digunakan untuk unsur-unsur material yang berasal dari alam. Elemen softscape
merupakan elemen yang dominan, terdiri dari tanaman atau pepohonan dan air,
sedangkan hardscape adalah unsur-unsur material buatan atau elemen selain
vegetasi yang dimaksudkan adalah benda-benda pembentuk taman, terdiri dari
bangunan, gazebo, kursi taman, kolam ikan, pagar, pergola, air mancur, lampu
taman, batu, kayu, dan lain sebagainya.

17
2.6 Tahapan Perencanaan

Persiapan Konsep Ruang:


1. Ruang Penerimaan: Loket masuk dan gerbang utama.
2. Ruang Pelayanan: Rest area; touris center; ruang informasi dan pos jaga
3. Ruang Inti: Agrowisata Sayur
Perumusan Konsep Dasar 4. Ruang Penunjang: Agrowisata peternakan; Outbond; Penjualan Makanan dan Souvenir; Gardu Pandang; Toilet.
5. Ruang Penyangga: Home stay; amphitheater; Gazebo.

Konsep aktivitas: (Swafoto, Agrowisata, Menikmati pemandangan dan Outbond)

Inventarisasi Hasil

1. Biofisik 1. Biofisik
Inventarisasi mengenai  Lokasi; Topografi; Tanah; Iklim;  Peta dan data inventarisasi
Hidrologi; Aksesbilitas dan Sistem
Eksisting Lanskap Desa Tlahab Transportasi; Tata Guna Lahan; Vegetasi
dan Satwa
2. Sosial-Budaya 2. Sosial Budaya
 Kependudukan  Data Kependudukan (profesi dan budaya)
 Pola Tanam dan Presepsi-Preferensi  Data Kuisioner Presepsi-Preferensi dan Data Kalender Tanam
3. Estetika 3. Estetika
 View  Dokumentasi pemandangan Agrowisata
Analisis
1. Analisis Fisik – biofisik Produk
1. Tabel Potensi dan Kendala Fisik biofisik
2. Analisis Sosial Budaya 2. Tabel Potensi dan Kendala Sosial budaya
3. Analisis Presepsi-Preferensi 3. Data deskriptif persepsi preferensi penduduk, pengelola, dan pengunjung terhadap konsep ruang, aktifitas,
4. Analisis Estetika dan fasilitas
4. Data deskriptif kuantitatif view/ pemandangan kawasan

1. Alternatif Konsep Ruang


Sintesis
2. Alternatif Konsep Aktivitas

Produk
Perencanaan Tapak Site plan Keterangan:
(Rencana Ruang, Aktivitas, Sirkulasi, dan Drainase)
Proses
= Proses Selanjutnya
Produk
Landscape Plan Selanjutnya
Perencanaan Lanskap = Hasil ProsesHasil Tahapan
(Rencana fasilitas menurut aktivitas yang dikehendaki dan elemennya)

18 Produk Akhir
= Produk Akhir
19

Anda mungkin juga menyukai