Anda di halaman 1dari 13

TOPONOMI DESA DAN KELURAHAN DI KECAMATAN CURUP TENGAH

KABUPATEN REJANG LEBONG

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH

KENI LAVIRGO ABIMAYU

A1A017105

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nama tempat merupakan identitas yang dapat berfungsi sebagai rujukan yang dapat

memudahkan kita ntuk menunjuk dan memberi konsep ruang. Oleh karena itu, manusia pada

umumnya memberi nama unsur-unsur lingkungannya ketika mereka menetap di suatu tempat di

muka bumi1 . Selain itu, manusia juga memiliki kecenderungan untuk melakukan kategorisasi.

Hal ini dibuktikan dengan 1 Jacub Rais dkk., Toponimi Indonesia: Sejarah Budaya Bangsa yang

Panjang dari Permukiman Manusia dan Tertib Administrasi (Jakarta: Pradnya Paramita, 2008),

xi. Muhammad Edy Thoyib 2 JALIE, Volume 05, Nomor 01, Maret 2021 cara manusia

mengidentifikasi banyak hal, termasuk tempat, dengan cara memberinya label atau nama. Latar

belakang penamaan pun berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lain karena

masing-masing orang atau kelompok memiliki alasan dan sebab dalam memberi nama benda

atau tempat. Dalam ilmu linguistik, nama dan latar belakang penamaan tempat disebut dengan

toponimi.

Pemberian nama pada suatu tempat biasanya mengandung sebab atau maksud tententu

seperti nama tempat berdasarkan topografi atau keadaan alam tersebut. Wikipedia

menerjemahkan “Toponimi” sebagai suatu nama dari tempat, wilayah, atau suatu bagian lain dari

permukaan bumi, termasuk yang bersifat alami (seperti sungai) dan yang buatan (seperti kota).

Dalam etnologi, suatu toponimi adalah sebuah nama yang diturunkan dari suatu tempat atau

wilayah. Sedangkan menurut Suwardono, toponim adalah nama-nama desa kuno yang secara

tekstual masih tersisa dari cerita masyarakat setempat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah
Indonesia terdapat banyak lokasi yang berasal dari asal-usul tertentu, misalnya adalah

pengelompokan sosial berdasarkan etnis sebagai contoh adalah terbentuknya diversifikasi

kampungkampung Tionghoa, Arab, India, Jawa, Sunda, Bali dan lain-lain yang dipimpin oleh

masing-masing pemimpin

Toponimi adalah salah satu cabang Onomastik. Onomastik sendiri merupakan salah satu

cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang asal usul nama. Onomastik memiliki dua cabang

yaitu antroponomastik dan toponomastik. Antroponomastik adalah ilmu yang mempelajari asal

usul nama orang sedangkan toponomastik adalah ilmu yang mempelajari nama tempat3 . Istilah

toponomastik ini relatif baru digunakan oleh para pakar yang tergabung dalam International

Congress of Onomastic Science (ICOS). Sebelumnya dan sampai sekarang, istilah toponimi

lebih dikenal sebagai ilmu tentang nama tempat meskipun secara etimologi kata toponimi sendiri

hanya berarti nama tempat, yaitu berasal dari bahasa Latin yaitu topos (tempat) dan nomos

(nama). Namun demikian, selain diartikan sebagain nama tempat, toponimi juga didefinisikan

sebagai studi nama tempat atau pemberian tanda atau identitas terhadap suatu tempat atau

daerah. Pemberian nama tempat dipengaruhi oleh pengalaman budaya manusia yang memberi

nama sehingga toponimi bisa disebut sebagai produk hasil budaya manusia. Hal ini sejalan

dengan pendapat Kosasih yang mengatakan bahwa toponimi sebuah tempat atau wilayah tidak

hanya dipengaruhi oleh faktor geografis namun juga dilatarbelakangi oleh kondisi sosial budaya

serta agama masyarakatnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalam sistem kebudayaan yang

dimiliki oleh masyarakat tersebut (Thoyib, Muhammad Edy (2021) Toponimi desa-desa di

Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. JALIE: Journal of Applied Linguistics and Islamic

Education, 5 (1). pp. 1-24.)


Kabupaten Rejang Lebong adalah kabupaten di provinsi Bengkulu, Indonesia. Kabupaten

ini memiliki luas wilayah 1.515,76 km² dan populasi sekitar 257.498 jiwa (2016). Ibu

kotanya adalah Kecamatan Curup Kota yang berada pada ketinggian 600-700 mdpl.[4] Kabupaten

ini terletak di luak Ulu Musi, sebuah lembah di tengah rangkaian Bukit Barisan dan berjarak

85 km dari Kota Bengkulu yang merupakan ibu kota provinsi.

Penduduk asli terdiri dari 2 suku utama yaitu suku Rejang dan Melayu. Suku Rejang mendiami

tanah atas yaitu kecamatan Curup, Curup Utara, Curup Timur, Curup Selatan, Curup Tengah,

Bermani Ulu, Bermani Ulu Raya, dan sebagian Selupu Rejang. Suku Lembak mendiami tanah

bawah yaitu kecamatan Kota Padang, Padang Ulak Tanding, Binduriang, Sindang Dataran,

Sindang Beliti Ulu, Sindang Beliti Ilir, dan Sindang Kelingi.

Kabupaten Rejang Lebong memiliki 15 kecamatan, 34 kelurahan, dan 122 desa. Luas

wilayahnya mencapai 1.639,98 km² dan penduduk 275.640 jiwa (2017) dengan sebaran 168

jiwa/km² Batas-batas wilayah Kabupaten Rejang Lebong. Sebelah utara berbatasan dengan

kabupaten Lebong dan Musi Rawas, sebelah timur Kota Lubuklinggau dan Musi Rawas, sebelah

selatan Kepahiang dan Empat Lawang, sebelah barat Bengkulu Tengah dan Bengkulu Utara.

Kecamatat Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong terdapat 9 kelurahan dan 1 desa.

Terdapat juga beberap sumber yang relevan untuk di tinjau dari penelitian ini yatu

(Eka Putriani1 dan Eli Rustinar2,2022) yang berjudul “Toponimi Kelurahan Sumur Meleleh Dan

Kelurahan Malabero’’. Berdasrarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mendorong peneliti

menyimpulkan beberapa hal penting tentang toponimi di Kelurahan Sumur Meleleh dan

Kelurahan Malabero. Kedua nama kelurahan ini pada dasarnya dipengaruhi oleh aspek
perwujudan, karena berdasarkan lingkungan di sekitar daerah tersebut. Di satu sisi, keberadaan

sumur yang selalu mengalirkan air yang akhirnya menjadikan nama Kelurahan Sumur Meleleh,

sedangkan Kelurahan Malabero ditandai dengan keberadaan Benteng Marlborough. Berikutnya

nama kedua kelurahan dikaji dari struktur bahasanya dengan menggunakan pendekatan

morfologis, karena kedua nama tersebut masuk ke dalam tingkat kata dalam morfologi. Dalam

hal ini, Sumur Meleleh terdiri dari dua kata, di mana ‘Sumur’ merupakan kata tunggal yang

bersuku dua sehingga kata ini tidak mengalami afiksasi. Sedangkan kata ‘Meleleh’ termasuk kata

bersuku tiga dan majemuk berafiks yang mengalami proses afiksasi. Intinya nama ‘Sumur

Meleleh’ tidak mengalami reduplikasi, abreviasi, dan komposisi. Maka dapat disimpulkan bahwa

Sumur Meleleh merupakan kata majemuk. Di sisi lainnya, kata ‘Malabero’ merupakan kata

bersuku empat dan bersifat tunggal serta bebas. Kata ini hanya mengalami proses pembentukan

kata berupa derivasi kosong. Maka dapat disimpulkan bahwa Malabero merupakan kata tunggal.

Penelitian

Penelitian (Julisah Izar1; Ade Kusmana2; Anggi Triandana3,2021) yang berjudul

“Toponimi Dan Aspek Penamaan Desa-Desa Di Kabupaten Muaro Jambi” Berdasrarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan Toponimi 28 Nama Desa pada 2 Kecamatan yang ada di

Kabupaten Muaro Jambi diantaranya Kecamatan Kumpeh Ulu dan Kecamatan Taman Rajo.

Secara asal usul penamaannya, terdapat beberapa unsur asal usul yang terkandung dalam nama

desa di 2 Kecamatan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi diantaranya unsur latar rupa bumi

/Geomorfologis, Flora, dan (folklor), pola pemukiman masyarakat, interaksi sosial masyarakat

dan ada pula ditemukan akronim dan masih termasuk kedalam unsur Flora (Tumbuhtumbuhan).

Berdasarkan aspeknya penamaan desa-desa di Kecamatan Kumpeh Ulu dan Kecamatan Taman

Rajo tergolong dalam aspek perwujudan, aspek kemasyarakatan dan aspek kebudayaan, aspek
yang paling dominan pada penamaan desa di dua Kecamatan Tersebut yaitu aspek Perwujudan

yang tergolong dalam unsur Flora (Tumbuhtumbuhan).

Penelitian (L. Prima Pandu Pertiwi,2020) yang berjudul “Toponimi Nama-Nama Desa di

Kabupaten Ponorogo” Hasil penlitian menunjukkan bahwa ada tiga kategori nama desa yang

sesuai dengan aspek penamaan di Kabupaten Ponorogo. Tiga kategori tersebut adalah aspek

perwujudan, aspek kemasyarakatan, dan aspek kebudayaan. Terdapat 34 nama desa yang

tergolong dalam aspek perwujudan. Dalam aspek perwujudan, penamaan akan dibagi lagi

menjadi tiga yaitu latar perairan, latar rupa bumi, dan latar lingkungan alam. Toponimi desa di

Kabupaten Ponorogo yang termasuk dalam aspek perwujudan meliputi 33 nama desa. Kategori

toponimi latar perairan meliputi 3 desa. Kategori toponimi latar rupa bumi meliputi 6 nama desa.

Nama desa yang termasuk dalam kategori toponimi latar lingkungan alam berjumlah 22 nama

desa. Toponimi latar lingkungan alam dibagi menjadi latar lingkungan alam flora berjumlah 22

desa. Sedangkan nama desa berlatar lingkungan alam fauna berjumlah 2 desa. Toponimi desa

berdasarkan aspek kemasyarakatan berjumlah 39 desa. Sebagian besar nama desa berasal dari

nama pendiri atau tokoh masyarakat daerah. Nama desa yang berasal dari nama tokoh

masyarakat berjumlah 15 nama. Aspek kemasyarakatan yang berkaitan dengan nama dan bentuk

suatu tempat meliputi 7 nama desa dan yang berasal dari tempat interaksi dan interaksi sosial

termasuk 3 nama. Nama desa yang berasal dari kedudukan, gelar, dan profesi meliputi 6 desa.

Terdapat 10 nama desa yang berasal dari nama alat, tradisi, ekonomi, dan harapan, sedangkan

nama desa yang berasal dari suatu peristiwa ada 3 desa. Toponimi desa berdasarkan aspek

kebudayaan berjumlah 11 desa. Sebagian besar nama desa berasal dari cerita rakyat yang ada di

daerah setempat. Nama desa yang berasal dari cerita rakyat berjumlah 7 desa sedangkan nama
desa yang berasal dari legenda hanya ada 1 yaitu Desa Ngindeng. Terakhir, terdapat 2 nama desa

yang berasal dari kepercayaan atau mitologi.

Penelitian (Rahmat Muhidin1 , Ratu Wardarita2, 2021) yang berjudul “Village Naming

History In Lahat Regency, South Sumatera Province In The Framework Of Land Toponyms”

Hasil kajian menunjukkan bahwa pemberian nama desa atau kampung di Kabupaten Lahat

mengacu pada sumber daya alam daratan serta sumber daya maritim. Penamaan desa dengan

menggunakan kedua sumber daya tersebut meliputi: a) nama desa yang menggunakan kata

bandar; pemberian nama desa yang menggunakan kata gunung; c) penggunaan nama desa

dengan kata karang; d) pemberian nama desa dengan kata keban; e) pemberian nama desa

dengan kata kota; f) pemberian nama desa dengan kata lahat; g) pemberian nama dengan kata

lawang; h) pemberian nama dengan kata muara; i) pemberian nama desa dengan kata padang; j)

pemberian nama desa dengan kata pagar; k) penamaan desa dengan nama pajar; l) penamaan

desa dengan kata pasar; m) pemberian nama desa dengan kata pulau; n) pemberian nama desa

dengan kata talang; o) penamaan desa dengan kata tanjung; dan p) penamaan desa dengan kata

lubuk; q) di samping itu terdapat desa-desa yang diberi nama yang mengandung makna harapan,

seperti: Suka Merindu, Marga Mulya, Padu Raksa, Purwa Raja, Suko Harjo, Suka Raja, Suka

Rami (Suka Rame), Mangun Sari, Suka Nanti, Mekar Jaya, Purnama Sari, Sido Makmur, Suka

Bakti, Purwo Rejo, Wana Raya, Wono Rejo, Ngalam Baru, Sugih Waras. Suka Makmur, Suka

Bumi, Suka Jadi, Suka Raja, dan Banyu Mas.

Penelitian (Winda Nurghaida,2022) yang berjudul “Toponimi Desa di Kabupaten

Batang”

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat tiga kategori nama desa di Kabupaten Batang yang

sesuai dengan sistem penamaan, yaitu aspek perwujudan, aspek kemasyarakatan, dan aspek
kebudayaan. Selanjutnya pada aspek perwujudan dispesifikasikan lagi menjadi tiga Pada

toponimi aspek kemasyarakatan, terdapat 23 desa yang memenuhi aspek atau berkaitan dengan

tokoh masyarakat, perekonomian, tempat berinteraksi sosial, kedudukan seseorang, adat dan

tradisi, mata pencaharian, serta peristiwa atau interaksi masyarakat lainnya. Terakhir, kategori

toponimi desa berdasarkan aspek kebudayaan berjumlah 23 desa. Toponimi desa tersebut

mengandung banyak unsur sejarah, mitos, folklore, serta legenda yang dipercaya adanya oleh

masyarakat Kabupaten Batang. Berikutnya, toponimi desa di Kabupaten Batang juga memuat

makna yang sejalan dengan filosofi masyarakat Jawa. Dideskripsikan 15 desa yang memuat

makna yaitu latar perairan, latar rupa bumi, dan latar lingkungan alam. Penelitian menunjukkan,

dari 76 data desa terdapat 30 desa yang memenuhi sistem penamaan aspek perwujudan. Di

antaranya kategori toponimi berlatarkan perairan sejumlah 5 desa, latar rupa bumi sejumlah 7

desa, latar lingkungan berupa flora sejumlah 16 desa dan fauna sejumlah 2 desa. seperti pola

pikir, nasihat mengenai cara bersikap, tirakat, hingga petuah untuk mencapai kebermanfaatan

hidup yang berkaitan dengan budaya Jawa yang diturunkan oleh masyarakat Kabupaten Batang.

Selain makna, hal yang melatarbelakangi penamaan desa juga mengandung nilai-nilai budaya.

Nilai budaya dibagi menjadi dua, yaitu nilai budaya kedamaian dan nilai budaya kesejahteraan.

Nilai budaya kedamaian yang terkandung dalam toponimi desa di Kabupaten Batang yaitu nilai

kejujuran, nilai kerukunan dan penyelesaian konflik, nilai komitmen, dan nilai pikiran positif.

Sedangkan nilai budaya kesejahteraan yang terkandung adalah nilai kerja keras, nilai pendidikan,

nilai kesehatan, nilai gotong royong, nilai pengelolaan gender, nilai pelestarian dan kreativitas

budaya, dan nilai peduli lingkungan. Nilai-nilai tersebut menjadi cerminan bahwa banyak hal

baik di balik penamaan desa-desa di Kabupaten Batang. Secara keseluruhan, mayoritas toponimi

desa di Kabupaten Batang terdiri dari aspek lingkungan flora dan aspek kebudayaan. Hal tersebut
dilatarbelakangi oleh fakta bahwa wilayah Kabupaten Batang dulunya merupakan tempat yang

ideal untuk sebuah kerajaan berdiri atau bersinggah. Sebuah kerajaan akan didirikan apabila

wilayah tersebut memiliki sumber daya alam, kondisi rupa bumi, dan sanitasi yang potensial.

Sejarah Kerajaan Mataram dan peninggalan Wangsa Syailendra secara tidak langsung menjadi

latar belakang toponimi nama-nama desa di Kabupaten Batang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana toponimi desa-desa di Kecamatan Curup Tengah Kabupaten Rejang

Lebong

Berdasarkan kategori aspek penamaan (aspek perwujudan, aspek kemasyarakatan, dan

Aspek kebudayaan).

2. Bagaimana sejararah dan budaya penamaan desa-desa di Kecamatan Curup Tengah

Kabupaten Rejang Lebong.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini yaitu hanya menelii 3 aspek kategorisasi (aspek

perwujudan, aspek kemasyarakatan, dan aspek kebudayaan) dalam toponimi desa-desa yang ada

di Kecamatan Curup Tengah.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu :

1. Mendeskripsikan toponimi desa-desa di Kecamatan Curup Tengah Kabupaten Rejang

Lebong berdasarkan kategori aspek penamaan (aspek perwujudan, aspek kemasyarakatan,

dan aspek kebudayaan).

2. Mendeskripsikan sejarah penamaan desa-desa di kecamatan Curup Tengah Kabupaten

Rejang Lebong.

1.5 Manfaat Penelitian

(1) Manfaat Teoretis

Pada penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian tentang toponimi, khususnya

toponimi di Provinsi Bengkulu

Toponimi desa berdasarkan kategori aspek penamaan (aspek perwujudan, aspek

kemasyarakatan, dan aspek kebudayaan).Serta menjadi bahan bacaan mengenai bahasa

dan ilmu geografi.

(2) Manfaat Praktis

(a) Bagi penulis dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman langsung dalam

Menganalisis sejarah dan budaya penamaan desa-desa di Kecamatan Curup Tengah

Kabupaten Rejang Lebong.

(b) Bagi pemerintah sebagai kebijakan untuk mengetahui asal-usul nama tempat, sejarah,
Serta Budaya untuk memperhatikan berbagai bahasa yang ada pada penamaan tempat

(c) Bagi guru penelitian ini dapat diharapkan dapat digunakan sebagai salahsatu pendukung

Dalam pembelajaran bagi siswa

(d) bagi siswa diharapkan dapat memberikan pemahaman materi pembelajaran untuk

Meningkatkan minat dalam membaca khususnya cerita rakyat

dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan pembelajaran geografi

(e) Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perbandingan serta

Referensi tentang penamaan desa berdasarkan kategori aspek penamaan

(aspek perwujudan, aspek kemasyarakatan, dan aspek kebudayaan) serta sejarah dan

budaya.

1.6 Definisi istilah

1. Toponimi merupakan suatu ilmu yang mempelajari asal-usul nama tempat. Toponimi

juga dikenal sebagai bidang geografi yang membahas tentang nama tempat, arti, asal-

usul, dan bagian permukaan suatu wilayah

2. Desa merupakan pembagian dari suatu wilayah yang berada di bawah kecamatan dan

dipimpin oleh kepala desa.


3. Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan.

Kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten atau kota.

Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Kelurahan merupakan unit pemerintahan terkecil setingkat dengan desa. Berbeda dengan

desa, kelurahan memiliki hak mengatur wilayahnya lebih terbatas. Dalam

perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan, atau

sebaliknya.

4. Kecamatan Curup Tengah merupakan Kecamatan yang ada di Kabupaten Rejang

Lebong, Provinsi Bengkulu.

5. Kabupaten Rejang Lebong merupakan sebuah Kabupaten di Provinsi Bengkulu,

Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai