Anda di halaman 1dari 23

UAS - MANAJEMEN OPERASIONAL RUMAH SAKIT

IMPLEMENTASI ANALISIS LEAN HOSPITAL DI UNIT LAUNDRY

Kelompok VI – 38 C

Efriza Naldi : 236080333


Helwi Nofira : 236080332
Ratna Dian : 236080073
Rio Nugrah Sari : 236080098
Tin Murtini : 236080152

Dosen: Dr. Alih Germas Kodyat, SKM, MARS

Program Studi Magister Administrasi Rumah Sakit


Universitas Respati Indonesia
2023/2024
ABSTRAK

Nama : Efriza1, Helwi1, Ratna1, Rio Nugrah1, Tin Murtini1


Program Studi : Magister Administrasi Rumah Sakit
Judul : Implementasi Analisis Lean Hospital Di Unit Laundry

Unit Laundry merupakan salah satu penunjang non medik dalam


operasionalisasi rumah sakit, hal tersebut berhubungan dengan pengadaan linen,
ruangan pencucian dan pengeringan, ruangan penyetrikaan, pelipatan dan
pendistribusian linen yang masih bergabung dalam satu ruangan, selain itu terdapat
beberapa mesin cuci dan sumber daya manusia sebagai pelaksananya. Linen
merupakan istilah yang mengacu pada semua tekstil yang ada di rumah sakit,
seperti linen ruang rawat dan ruang bedah operasi. Peran manajemen linen di
rumah sakit sangat penting.
Dalam makalah ini penulis bermaksud untuk melakukan suatu kajian yang
intensif pada beberapa penelitian terdahulu guna mengetahui bagaimana
manajemen linen di instalasi laundry rumah sakit yang ada di Indonesia serta
kendala apa saja yang menyebabkan tata kelola linen belum maksimal yang akan
ditinjau dari berbagai aspek dan juga untuk menganalisis penerapan lean hospital
sebagai upaya peningkatan layanan unit laundry di rumah sakit. Penulisan ini
menggunakan pendekatan metode literature review.
Penanganan linen di berbagai rumah sakit di Indonesia umumnya masih
kurang optimal dan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dilihat dari aspek
masukan sarana prasarana yang masih kurang memadai, dari segi SDM kualitas
dan kuantitas masih kurang, penerapan SOP yang belum terlaksana dengan baik
masih ada petugas yang tidak menggunakan APD saat melakukan kegiatan
pengelolaan linen.
Dari aspek proses terlihat perbedaan dari setiap rumah sakit di Indonesia
mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan yang meliputi; pemisahan,
pengangkutan, pencucian dan penyimpanan hingga pada pendistribusian sampai
pada pengendalian. Kurang optimalnya aspek masukan dan proses menyebabkan
pemberian pelayanan terkait linen kurang maksimal, hal ini dapat mempengaruhi
mutu pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit serta berdampak pada
kepuasan pasien.

Kata Kunci: Lean Hospital, unit Laundry


ABSTRAK

Name : Efriza1, Helwi1, Ratna1, Rio Nugrah1, Tin Murtini1


Study Program : Master of Hospital Administration
Title : Implementation of Lean Hospital Analysis in the Laundry
Unit

The Laundry Unit is one of the non-medical supports in the operationalization


of the hospital, it is related to the procurement of linen, washing and drying rooms,
ironing rooms, folding and distributing linen that is still joined in one room, besides
that there are several washing machines and human resources as implementers
Linen is a term that refers to all textiles in the hospital, Such as linen, inpatient
rooms, and operating surgery rooms. The role of linen management in hospitals is
very important.
In this paper the author intends to carry out an intensive study on several
previous studies to find out how linen is managed in hospital laundry installations in
Indonesia and what obstacles cause linen management to not be optimal which will
be reviewed from various aspects and also to analyze implementation of lean
hospital as an effort to improve laundry unit services in hospitals. This writing uses a
literature review method approach.
Linen handling in various hospitals in Indonesia is generally still less than
optimal and does not comply with established standards. Judging from the input
aspect, infrastructure is still inadequate, in terms of human resources, the quality and
quantity is still lacking, the implementation of SOPs has not been implemented
properly, there are still officers who do not use PPE when carrying out linen
management activities.
From the process aspect, the differences between each hospital in Indonesia
can be seen starting from the planning and implementation stages which include;
separation, transportation, washing and storage to distribution to control. Lack of
optimal input and process aspects causes the provision of services related to linen to
be less than optimal, this can affect the quality of service provided by the hospital
and impact patient satisfaction.

Keywords: Lean Hospital, Laundry unit


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam membantu meningkatakan derajat kesehatan masyarakat,
rumah sakit memiliki peran yang penting sebagai salah satu sarana pemberi
pelayanan kesehatan. Rumah sakit merupakan jenis fasilitas kesehatan yang
menawarkan layanan rawat inap, rawat jalan, dan darurat selain perawatan
medis pribadi yang komprehensif. Jika layanan non-medis diberikan selain
layanan medis, rumah sakit dapat berhasil memberikan perawatan medis.
Salah satunya adalah menyiapkan laundry, yang menyediakan seprai rumah
sakit, terutama untuk ruang pasien dan ruang operasi (Dja’afar et al., 2022;
Fitriasari et al., 2016; Maria Rosa & Listiowati, 2018)
Dalam era globalisasi persaingan pelayanan kesehatan semakin tinggi,
untuk itu semua organisasi harus mempunyai strategi agar tetap bisa
bertahan dan maju dalam melaksanakan kepentingan bisnisnya. Begitu pula
dengan rumah sakit, terutama rumah sakit swasta yang dananya tidak
disubsidi pemerintah dituntut untuk harus kreatif mencari solusi agar rumah
sakit tetap eksis.
Untuk mencapai pelayanan yang berkualitas, telah banyak metode
atau prinsip manajemen yang diaplikasikan ke rumah sakit atau pusat
layanan kesehatan. Beberapa di antaranya adalah Total Quality Management
(TQM), Six Sigma dan yang terbaru adalah Konsep Lean (Graban, 2016).
Konsep Lean menitik beratkan pada alur proses atau flow dari suatu industri
atau perusahaan, dimana aplikasinya membutuhkan observasi yang ketat dan
mendetail mengenai setiap langkah pada suatu proses usaha dan mengacu
pada value atau nilai yang ingin dicapai oleh proses tersebut, misalnya nilai
kepuasan pasien (P. Womack, 2003)

Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), diperlukan suatu upaya


untuk melakukan kendali mutu dan kendali biaya, yaitu dengan Lean
management yang merupakan suatu pendekatan operasional dalam
manajemen organisasi. Lean Management digerakkan oleh filosofi respect to
people dan continuous improvement (upaya peningkatan atau perbaikan yang
berkesinambungan). Upaya ini dilakukan secara sistematis dengan sumber
daya yang ada, berfokus pada nilai (value) pelanggan dan membuang
pemborosan (waste) yang ada. Tujuan akhirnya untuk mendapatkan
kecepatan proses, peningkatan kualitas dan efisiensi.
Metode lean berasal dari Toyota Production System (TPS) yang
menciptakan nilai tambah dengan menghilangkan pemborosan dalam
aktivitas produksinya. Lean merupakan upaya berkelanjutan untuk
menghilangkan pemborosan dan meningkatkan nilai tambah produk baik
barang maupun jasa untuk memberikan nilai kepada pelanggan. Lean yang
diterapkan di seluruh perusahaan disebut lean enterprise, lean on
manufacturing disebut lean manufacturing, sedangkan bila diterapkan di
rumah sakit disebut lean Hospital. Rumah sakit yang ramping adalah
menggunakan lebih sedikit waktu, uang, inventaris, dan ruang untuk
meningkatkan nilai dari sudut pandang pasien [ Fourie et al 2017}
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
adalah melalui pelayanan penunjang medik, salah satunya dalam upaya
pengelolaan linen di unit laundry rumah sakit. Linen di rumah sakit
dibutuhkan disetiap ruangan, kebutuhan akan linen di setiap ruangan ini
sangat bervariasi baik jenis, jumlah dan kondisinya. Alur pengelolaan linen
cukup panjang, membutuhkan banyak keterlibatan tenaga kesehatan dengan
bermacam- macam klasifikasi. Untuk mendapatkan kualitas linen yang baik,
nyaman dan siap pakai diperlukan perhatian khusus seperti kemungkinan
terjadinya pencemaran infeksi dan efek penggunaan bahan kimia.
Permasalahan laundry yang terjadi dirumah sakit, dapat disebabkan oleh
beberapa kondisi antara lain sumber daya manusia yang kurang, pelatihan
yang kurang, teknisi yang kurang, mesin yang tidak memadai sehingga
implementasi lean hospital diperlukan dalam pengelolan laundry
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka penulisan
makalah ini bertujuan untuk dapat mengetahui dan memahami peranan dari
lean hospital dalam meningkatkan pelayanan di unit laundry.

1.2 Rumusan Masalah


Rumah sakit adalah institusi yang padat teknologi, padat karya dan
padat modal. Seiring dengan kebutuhan pelayanan dan semakin cepatnya
perkembangan teknologi menambah tingginya tingkat persaingan antar
rumah sakit, sehingga penting untuk terus meningkatkan kualitas dari sistem
pelayanan pasien.
Salah satu masalah yang sering dihadapi rumah sakit saat ini adalah
kurang efisiennya pelayanan yang diberikan dan mengakibatkan kerugian
baik secara financial maupun non financial. Kurang efisiennya pelayan yang
diberikan salah satunya disebabkan oleh adanya pemborosan atau waste
yang sama sekali tidak memberikan nilai tambah bagi perkembangan rumah
sakit.
Permasalahan laundry yang terjadi dirumah sakit, dapat disebabkan
oleh beberapa kondisi antara lain sumber daya manusia yang kurang,
pelatihan yang kurang, teknisi yang kurang, mesin yang tidak memadai, SOP
yang tidak dijalankan dengan semestinya dan pengawasan terhadap
berjalannya proses laundry itu sendiri.
Berhadapan dengan masalah-masalah di atas, semestinya ada sebuah
cara kerja yang mampu memberikan manfaat secara optimal. Salah satu cara
untuk mengeliminasi waste atau aktivitas non-value added ini dan
meningkatkan patien safety adalah dengan mengimplementasikan konsep
lean hospital pada pengelolaan laundry
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lean Hospital


Pada awalnya lean merupakan metode yang dikembangkan oleh
Toyota pada saat perusahaan ini mengalami kondisi keuangan yang
memprihatinkan dan target pasar Jepang yang rendah dalam penjualan
mobil. Kondisi ini memaksa Toyota untuk lebih kreatif dan inovatif untuk
memperbaiki produktivitas dan mengurangi biaya. Kesuksesan penerapan
metode lean oleh Toyota pada awalnya banyak diikuti oleh perusahaan lain
yang juga bergerak dalam bidang otomotif. Tetapi karena setiap tipe
perusahaan termasuk rumah sakit juga berfokus pada alur, kepuasan pasien
dan kualitas, metode lean dan filosofinya banyak digunakan di industri-industri
lainnya seperti bank, airlines, pemerintahan dan kesehatan, khususnya rumah
sakit (Graban, 2016)

Terdapat lima prinsip dari lean thinking (Graban, 2016) (Mc.Manus,


2012) (Nave, 2002), antara lain:

a. Identifikasi value, berdasarkan sudut pandang pasien


b. Identifikasi value stream map, semua langkah value-added digambarkan
dengan menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya (value stream),
mengeliminasi langkah yang tidak menghasilkan value
c. Perbaikan alur, mengeliminasi penyebab delay
d. Pull value, menghindari pemaksaan kerja ke proses atau departemen
berikutnya; membiarkan suatu kegiatan dan supplies ditarik sesuai yang
dibutuhkan
e. Pursue perfection, perbaikan proses yang terus menerus.

Tabel 1 Prinsip Lean

No Prinsip Lean Hospital

1 Value Nilai secara spesifik harus dilihat dari sudut pandang


konsumen akhir (pasien)

2 Value Stream Identifikasi semua tahapan proses yang memberikan


nilai tambah pada semua dan lintas departemen,
hilangkan tahapan-tahapan yang tidak memberikan
nilai

3 Flow Menjaga agar proses berjalan fokus dengan


menghilangkan faktor-faktor penyebab
keterlambatan, misalnya munculnya masalah kualitas
layanan atau pengalokasian sumber daya

4 Pull Hindari mendorong suatu pekerjaan berdasarkan


ketersediaan sumber daya yang ada, biarkan suatu
proses jasa terjadi karena adanya kebutuhan atau
suatu permintaan dari pasien (sehingga efisien dan
sesuai dengan kebutuhan pasien)

5 Perfection Kejar kesempurnaan pelayanan melalui perbaikan


berkelanjutan

Lean merupakan suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan waste


(pemborosan) dan meningkatkan value added (nilai tambah) produk barang
maupun jasa agar memberikan customer value. Tujuan lean adalah untuk
meningkatkan customer value melalui peningkatan terus menerus rasio
antara nilai tambah terhadap waste (Gasperz, 2007)

Lean Healthcare merupakan strategi yang berfokus menghilangkan


tidak efisien sehingga memberikan waktu yang lebih untuk aktivitas
pelayanan pasien (Graban, 2016) dalam “Lean Hospital” mendefinisikan Lean
menjadi dua bagian yang sangat sederhana, yaitu:

1. Total elimination of waste

Pemborosan atau waste merupakan segala aktivitas yang tidak


mencerminkan bantuan dalam proses penyembuhan terhadap pasien. Semua
pemborosan harus dihilangkan atau minimal dikurangi agar dapat menekan
biaya rumah sakit, meningkatkan kepuasan pasien serta meningkatkan
keselamatan pasien dan pegawai.

Contoh pemborosan di rumah sakit ialah: Waktu tungggu pasien untuk


diperiksa dokter, waktu tunggu untuk proses berikutnya, adanya suatu
kesalahan yang sangat membahayakan pasien dan pergerakan yang tidak
perlu, misal letak apotik dan kasir yang berjauhan serta proses persiapan
linen yang tidak tepat waktu.

2. Respect of people

Respect dalam koridor konteks Lean memiliki makna sejumlah cara


untuk mendorong karyawan agar termotivasi dan melakukan pekerjaan lebih
baik dengan cara yang konstruktif. Hal ini bukan berarti meninggalkan segala
hal untuk menyelesaikan masalah dan beban kerja mereka masing-masing.
Akan tetapi, respect for people memiliki makna respect kepada pasien,
karyawan, dokter, komunitas dan semua stakeholders rumah sakit beserta
lingkungannya, sehingga dapat dikatakan jika melakukan hal yang buruk
kepada salah satunya saja merupakan suatu tindakan yang sangat tidak
dapat diterima. Menggambarkan rasa hormat terhadap orang lain adalah ikut
melibatkan orang terebut dan menghargai ide yang diberikan, bukan hanya
mengandalkan segelintir orang saja.

Ketika konsep Lean digunakan dalam industri kesehatan, elimination


of waste dan respect of people adalah respek kepada pasien, karyawan,
dokter, komunitas dan stakeholder rumah sakit serta lingkungannya, sehingga
segala tindakan yang diambil harus dapat diterima oleh semua yang terlibat.
Merumuskan komponen dari situasi ideal berdasarkan prinsip Toyota
Production System yang di adaptasikan untuk pelayanan kesehatan, yaitu
terdiri dari:

a. Memberikan pelayanan yang tepat dan sesuai kebutuhan pasien, bebas


dari kesalahan (defect free)
b. Satu per satu dirancang khusus untuk setiap pasien secara individu.
c. On demand, persis seperti yang diminta
d. Respon langsung terhadap masalah atau perubahan
e. No waste
f. Aman untuk pasien, staf, klinisi: secara fisik, emosional, dan professional.

Metode Lean memiliki aturan yang spesifik untuk menentukan kegiatan


yang menambah value (value added) dan yang tidak bisa menambah value
(non value added). Adapun aturan atau kriteria dari value added activity
adalah sebagai berikut:

a. Pelanggan harus mau membayar untuk semua aktivitas tersebut


b. Aktivitas tersebut haruslah dapat mentransformasi sebuah produk atau
layanan dalam suatu bentuk
c. Aktivitas tersebut haruslah dilakukan dengan benar sejak pertama kali
dilakukan.

Apabila kegiatan tidak memenuhi ketiga kriteria di atas, maka kegiatan


tersebut termasuk non value added activity.

Kebanyakan masalah di rumah sakit dapat ditelusuri dengan mencari


akar masalah yang disebabkan rendahnya standarisasi. Terdapat beberapa
metodologi yang digunakan dalam strategi implementasi lean, antara lain
visual management, 5S dan Kanban. 5S merupakan kepanjangan dari ‘Sort,
Sweep, Simplify, Standardize, Sustain/Self- Discipline’, merupakan suatu
konsep yang membantu organisasi menjadikan tempat kerja bersih dan
terorganisir.

1. Visual Management
Bentuk lain dari visual management ialah standardisasi kerja, yaitu
merupakan seperangkat alat yang dapat membantu memperlihatkan
masalah, peringatan, peraturan dan lainnya dalam waktu yang cepat.
Tujuannya ialah membuat waste, masalah dan kondisi abnormal menjadi
terlihat oleh manajer maupun pegawai sehingga segera dicari solusinya.
Tujuan visual management ialah untuk mengurangi lokus informasi di
tempat kerja. Kelangkaan informasi akan menyebabkan orang banyak
bertanya sehingga menimbulkan banyak pertanyaan yang berulang. Bentuk
dari visual management dapat berupa segala sesuatu yang
terdokumentasikan sehingga siapapun dapat mengakses informasi tanpa
harus mendapat penjelasan dari suatu pihak, misalnya seperti kartu, form,
atau papan pengumuman. Di rumah sakit, bentuk visual management dapat
berupa petunjuk arah, daftar dokter, daftar fasilitas dan lain sebagainya.

2. 5S
5S merupakan konsep dasar yang dikembangkan pada manufaktur
di Jepang, terutama Toyota, telah berhasil menjadikan sebuah fokus kerja
menjadi lean. Lima S merupakan kumpulan metode untuk membuat
tempat kerja menjadi teratur sehingga semua barang dapat ditemukan
dengan mudah dan masalah yang muncul dapat segera diatasi. John
Touissant, CEO ofThedaCare Health System (Wisconsin) memperkirakan
perbaikan dengan 5S telah mengurangi jumlah pemborosan waktu rata-
rata seorang perawat yang memiliki shift kerja 8 jam, dari 3,5 jam sehari
menjadi hanya 1 jam setiap harinya (Graban, 2016).
Di Indonesia, istilah 5S ini dikenal dengan sebutan 5R (ringkas,
rapi, resik, rawat dan rajin). .Lima S tersebut adalah sebagai berikut:
a. Seiri/Sort/Ringkas
Pemilahan barang dalam hal pengelompokan barang ke dalam
kelompok yang diperlukan dan yang tidak diperlukan.

b. Seiton/Store/Rapi
Dipakai dengan tujuan agar barang-barang yang diperlukan tersedia
dalam jumlah yang cukup, tertata rapi, mudah ditemukan, mudah
dikembalikan serta menjaga agar tidak rusak. Mengatur penempatan
barang-barang sesuai dengan frekuensi penggunaan.

Tabel 2.4 5S dalam Penyimpanan Barang Berdasarkan Frekuensi


Penggunaan

Frekuensi Penggunaan Pedoman Penyimpanan

Frekuensi Penggunaan Terjangkau tangan

Setiap shift (every shift) Cukup dengan berjalan sedikit

Harian (daily) Berjalan agak jauh

Bulanan (monthly) Ruang penyimpanan departemen

Tahunan (ocus) Ruang penyimpanan rumah sakit

Semakin sering suatu alat atau barang digunakan, maka


penempatannya di tempat yang paling mudah untuk dijangkau. Hal ini
untuk mengurangi pemborosan waktu, sehingga tenggang waktu yang
diperlukan untuk pengambilan menjadi lebih cepat.

c. Seiso/Shine/Resik
Merupakan kegiatan untuk menjaga kebersihan tempat kerja pada
setiap harinya, dapat pula berupa menghilangkan kotoran dan debu
yang menempel pada barang-barang. Akan tetapi, tidak sebatas hal
tersebut, dapat pula berarti pemeriksaan dan inspeksi.
d. Seiketsu/Standardize/Rawat
Setelah ringkas diperlukan rawat agar ketiga proses sebelumnya
dapat terjaga dengan baik sehingga membuat standar kerja. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberi tanda atau bentuk peraturan,
sehingga apabila segala sesuatu yang ada di lingkungan kerja terjadi
masalah atau tidak sesuai dengan standar kerja dapat langsung
terlihat.

e. Shitsuke/Sustain/Rajin
Rajin dalam hal ini dapat berupa pula suatu pembiasan dan disiplin
dalam melakukan pekerjaan sesuai prosedur dan standar yang
berlaku. Hal yang membuat orang tidak disiplin ialah: tidak tahu, tidak
mau atau lupa. Sehingga dibutuhkan elemen penerapan disiplin:
paham peraturan, paham hak perusahaan dan taat pada peraturan.
Tujuannya adalah agar pelaksanaan 5S tetap berkelanjutan,
sehingga perlu dibangun rencana masa depan agar pola kerja dapat
terus dikembangkan. Evaluasinya dapat berupa audit dan diskusi
kelompok yang dilakukan secara berkala.

3. Kanban
Kanban adalah system sinyal visual ketika bagian persediaan atau
layanan baru dibutuhkan, dalam hal jumlah yang dibutuhkan dan waktu
yang dibutuhkan.

2.2 Unit Laundry

Unit laundry merupakan salah satu jasa penunjang non medis yang
melaksanakan pengelolaan linen rumah sakit. Pengawasan linen diatur dalam
pengelolaan linen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan pengendalian. Tujuan pengelolaan linen adalah (a)
mencegah terjadinya infeksi silang dan infeksi nosokomial pada pasien dan
petugas rumah sakit melalui pengelolaan dan pengendalian bahan linen, (b)
menjaga citra rumah sakit dengan menciptakan ketersediaan bahan linen
sesuai visi dan misi, dan filosofi rumah sakit, (c) mengelola sumber daya
rumah sakit untuk menyediakan linen bagi kebutuhan dan harapan pelanggan
rumah sakit. Pelayanan laundry yang baik dapat memberikan kepuasan dan
kenyamanan pasien [Nugraeni 2014].
Oleh karena itu pelayanan laundry harus mengacu pada standar
pelayanan yang telah ditetapkan, salah satunya adalah Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit tentang Tidak Adanya Kejadian Kehilangan Linen
[Mansur,M 2014].
Alur proses pengelolaan linen yang panjang menyebabkan
diperlukannya pengelolaan khusus dan tidak dapat diabaikan. Namun,
kenyataannya manajemen linen rumah sakit masih menghadapi sejumlah
tantangan, seperti kualitas linen rumah sakit yang di bawah standar, noda
persisten pada linen bahkan setelah dicuci, penyediaan linen yang akurat di
dalam ruangan, kehilangan linen, dan kurangnya pemisahan antara linen
kotor yang menular dan tidak menular. Rumah sakit terus memandang
pengelolaan linen sebagai hal yang tidak mendesak dan tidak menjadi
prioritas dalam pelaksanaan kegiatan di rumah sakit, itulah yang
menyebabkan keterbatasan ini { Agnesti et al 2015 }.
Fungsi manajemen linen dalam pengelolaan linen di rumah sakit ialah
untuk pengawasan atau pengendalian. Hal ini bertujuan untuk memastikan
telah dilakukan pembersihan dan sterilisasi terhadap peralatan, yang telah
dilakukan sesuai standar. Dengan mengikuti teknik pembersihan, desinfeksi,
dan sterilisasi yang direkomendasikan, risiko infeksi dapat dikurangi. Melalui
pencucian dan pemeliharaan linen yang tepat dan baik, tujuannya adalah
untuk mengurangi kontaminasi linen bersih dan risiko infeksi bagi klien
{ Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2012).}
BAB III
DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 DATA

Penulis/Tahun/Judul Metode Hasil


Artikel

Astuti, Sriatmi dan Penelitian Masukan menunjukkan bahwa laundry


Kusumastuti/2021/ kualitatif kekurangan staf, peralatan dan
Pengelolaan Linen dengan infrastruktur di bawah standar, dan
Rawat Inap di Instalasi pendekatan penerapan SOP yang kurang optimal.
Laundry RSUD Ungaran, deskriptif Tahapan proses perencanaan
Kabupaten Semarang fenomenologis menunjukkan bahwa tidak ada standar
(Kesehatan Masyarakat untuk batas penggunaan linen,
et al., n.d.) penanganan linen kotor belum dilakukan
dengan tepat dan masih terdapat petugas
yang tidak mendistribusikan linen bersih
pada jalur seharusnya. Linen yang rusak
belum ditindaklanjuti, dan formulir laporan
binatu rumah sakit belum diisi tepat
waktu.
Suhermi & Studi kualitatif Ditemukan kendala utama dalam
Rivanto/2021/Analisis secara terlaksananya pengelolaan linen di RS
Pengelolaan Linen di deskripti Azra yaitu dari aspek sarana prasara
Unit Laundry RS Azra yang belum memadai; kamar mandi dan
Bogor ruang istirahat untuk petugas, ruang
dekontaminasi dan ruang penyimpanan
trolly, serta meja penerimaan linen
infeksius dan non-infeksius. Terkait aspek
proses pengumpulan, pemisahan,
pencatatan, pencucian, penyetrikaan
serta penyimpanan sudah terlaksana
dengan baik. Tiga par / bagian linen
tersedia, dan kru binatu mendistribusikan
dan mengangkutnya menggunakan troli
tertutup dan kartu tanda terima yang
dibagikan ketika linen kotor diserahkan.

Ardrianti, Candra, dan Penelitian SDM yang tersedia di Instalasi laundry di


Wahyudi /2021/ Analisis kualitatif Rumah Sakit Permata Hati, ialah 4 orang
Manajemen Pengelolaan dengan staf administrasi dan 1 orang room
Linen Di Instalasi pendekatan manager. Staf tidak terlatih. Meskipun
Laundry Rumah Sakit deskriptif fasilitas laundry di Rumah Sakit Permata
Permata Hati Duri Kec Hati sudah lengkap, namun infrastruktur
Mandau Kab Bengkalis termasuk ruang belum memenuhi standar
Tahun 2020 dan setiap kegiatan pengelolaan laundry
tidak dipisahkan secara individual, SOP
laundry stabil sudah ada, dan petugas
yang melanggar SOP dikenakan sanksi.
Namun, peringkatnya belum maksimal.

Alifah, Arso, dan Kualitatif Dari segi input, Karena kurangnya


Kusumastuti /2019/ dengan pelatihan dalam manajemen linen, tim
Analisis Manajemen pendekatan manajemen linen Rumah Sakit Tuglejo
Pengelolaan Linen deskriptif. mengalami kekurangan anggota staf dan
Dalam Memenuhi anggota staf dengan kualifikasi /
Standar Pelayanan keterampilan yang diperlukan. Perlu
Minimal Di RSUD menambahkan kebijakan dan
Tugurejo Provinsi Jawa infrastruktur. Dalam hal proses yang
Tengah melibatkan kontrol manajemen linen,
masih belum sesuai SOP dan kontrol
manajemen linen dan kurangnya kontrol.
Hasil SPM tidak terpenuhi karena
keterbatasan terkait input dan proses
pengelolaan laundry.

Marlina, Afandi, dan Rani Teknik analisa Ada beberapa isu yang muncul dari hasil
/2020/ Analisis kualitatif survei ini. Permasalahannya ialah
Manajemen Laundry di dengan kualitas SDM seperti kurangnya pelatihan
RSUD Arifin Achmad pendekatan staf laundry dan kurangnya teknisi in-
Provinsi Riau pada eksploratif. house, ketersediaan peralatan dan
Tahun 2019(Leni Marlina infrastruktur kurang memadai. SOP
et al., 2019) optimal berupa cucian tidak lembab, tidak
semua cucian diberi label, dan
persediaan linen tidak optimal.
Manajemen linen di RSUD Arifin Ahmad
Riau perlu ditingkatkan untuk menjadi
linen center yang memenuhi standar
yang telah ditetapkan.

Djadjang, Wiyono dan Metode Dari segi input kebijakan, sudah ada
Agustini /2019/Analisis kualitatif pedoman, staf infrastruktur dan
Alur Proses Pengelolaan konstruksi bangunan belum mencukupi,
Linen Kotor Pada dan kebersihan diri belum memenuhi
Instalasi Laundry di standar Menteri Kesehatan. Aspek
BLUD RS proses pada tahap pengumpulan tidak
Sekarwangi(Djadjang et ada pemisahan linen infeksius dan non
al., n.d.) infeksius serta tidak dicatat. Fase
penerimaan tidak dicatat dan linen tidak
dipisahkan. Fase pengangkutan untuk
linen infeksius dan non-infeksius tidak
dicatat. Tahap pembersihan tidak
dilakukan penimbangan dan pada tahap
penyimpanan lemari dibiarkan terbuka.
Mukhtar, Nurmaimun, Kualitatif Manajemen linen RS Ibnu Sina belum
Yunita, Asfeni, dan eksploratif memenuhi standar pelayanan linen yang
Djuhaeni /2019/Analisis ada. Tiga masalah diidentifikasi sebagai
Pengelolaan Linen di kegagalan. Pertama, kekurangan sumber
Instalasi Laundry Rumah daya manusia, baik jumlah maupun
Sakit Islam Ibnu Sina pelatihan. Skema kedua, sarana dan
Pekanbaru Tahun prasarana tidak lengkap, dll. Kurangnya
2018(Mukhtar et al., timbangan untuk cucian kotor, waktu
2019) penanganan jika terjadi kerusakan mesin,
dan perawatan rutin mesin tidak
diindikasikan, dan masalah terakhir
adalah penerapan SOP yang kurang
optimal yaitu penggunaan APD. Proses
penimbangan cucian tidak dilakukan,
kotor, cucian infeksius tidak disortir saat
menggunakan mesin cuci, warna cucian
tidak disortir

Darwel, Adams dan Metode dengan pendekatan observasi Pada


Hidayanti /2019/ deskriptif pengelolaan linen di instalasi Laundry di
Pengelolaan Linen dengan RSUD dr Adnaan hanya menggunakan
Rumah Sakit Daerah dr. pendekatan satu mesin cuci untuk semua jenis
Adnaan Wd observasi laundry. Tidak ada ruang untuk
Payakumbuh Sumatera menyimpan keranjang cucian. Koordinasi
Barat antara petugas laundry dan departemen
lain kurang optimal, terutama dalam hal
perbaikan fasilitas dan peralatan.
Petugas laundry dalam bekerja belum
menggunakan alat pelindung diri (APD).
Berdasarkan analisis deskriptif data
dalam format tabel dan persentase yang
berkaitan dengan pemenuhan
masyarakat dalam pengelolaan linen,
ditemukan bahwa selama tahap
penerimaan 100%, pencucian 100%,
penyimpanan 80%, dan distribusi 100%
Syamsiah, Wahyu, & Studi kualitatif Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
Mansur secara masih adanya ketidaktepatan waktu
/2015/Peningkatan Mutu deskriptif penyediaan linen serta, Layanan linen
Pelayanan di RSI analitik yang kurang memuaskan, seperti linen
Unisma Malang Melalui kotor namun masih digunakan,
Reformasi Manajemen kurangnya struktur organisasi dan SPO
Laundry dan Linen yang terhubung dengan waktu layanan
linen, kualifikasi SDM yang tidak
memadai, dan tidak ada petugas yang
pernah mengikuti pelatihan manajemen
linen, dan serta fasilitas yang masih
kurang memadai dalam penanganan
linen.

Muktafi’ah, Suryoputro & Studi kualitatif Dari segi input, masih kurangnya pekerja
Arso/2022/ Faktor Input, dengan desain laundry, sarana dan infrastruktur serta
Proses Dan Output studi deskriptif SOP belum beroperasi dengan sebaik-
Dalam Pengelolaan observatif baiknya, sehingga pengelolaan linen
Linen Di Ruang Isolasi masih belum sempurna dalam segala hal.
Covid 19 Karena perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian
yang tidak efektif, output yang dihasilkan
masih di bawah standar. Hal ini
ditunjukkan oleh fakta bahwa masih ada
kekurangan stok linen bersih dan bahwa
ada keterlambatan dalam
mendistribusikan linen sebagai akibat dari
stok linen yang dibatasi.

3.2 PEMBAHASAN
Dari 10 literatur yang kami telaah dapat ditemukan berbagai tantangan dalam
mengelola fasilitas laundry di rumah sakit Indonesia. Jika di tinjau lebih lanjut
pengelolaan linen merupakan suatu proses yang panjang yang tidak hanya dapat
diukur dari keluaran (output). Oleh karena itu, penting untuk mengelola secara efektif
dan mendukung penerapan manajemen linen dan metode atau prosedur (SOP),
yang merupakan pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan
sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja. Sumber daya manusia (SDM) yang
memadai dari segi kualitas dan kuantitas, infrastruktur yang lengkap, dan dukungan
untuk implementasinya semuanya diperlukan. (Adams et al., 2019; Suhermi, 2021).
Tidak hanya dari aspek masukan namun juga perlu ditinjau dari aspek
manajemen proses mulai perencanaan, pelaksanaan meliputi: petugas manajemen
linen menerapkan pengumpulan, penerimaan, pencucian, distribusi, transportasi,
dan penyimpanan hingga pengendalian. Namun, penerapan manajemen linen di
instalasi laundry rumah sakit masih belum ideal karena masih ada kesalahan. Jika
komponen keuangan diperhitungkan, manajemen dapat dilakukan secara efektif.
Persyaratan untuk memperkuat komitmen manajemen rumah sakit terhadap
perencanaan linen dengan mengintegrasikan unit-unit terkait ( Syamsiah et al.,
n.d.2015).
Ketersedian linen di rumah sakit dapat berdampak terhadap pemberian
pelayanan kesehatan, tenaga Kesehatan akan menjadi terbantu jika pengelolaan
linen tertata rapi, sehingga mereka fokus pada penyembuhan pasien bukan fasilitas.
Aspek pelayanan merupakan hal paling utama jika fasilitas sudah terpenuhi, sebagai
pelayan publik sudah sewajarnya rumah sakit memberikan apa yang masyarakat
inginkan masih terdapat keluhan terdap linen, dikarenakan linen tidak diganti sesuai
jadwal serta kualitas linen yang dihasilkan tidak dalam keadaan yang baik. Tujuan
dari pengelolaan linen ialah agar dapat menghasilkan kualitas linen yang baik,
jumlah linen yang memadai serta tidak ada lagi kasus linen yang hilang maupun
tertukar. Namun, saat ini rumah sakit di Indonesia terus menghadapi tantangan saat
menangani linen ( Mukhtar et al., 2019)
Dapat dikelompokkan permasalahan yang dihadapi oleh rumah sakit dalam
Pengelolaan Linen di unit laundry adalah:

a. Sumberdaya Manusia (SDM)


Dibeberapa rumah sakit yang ada di Indonseia terlihat bahwa kualitas
maupun kuantitas sumberdaya manusia (SDM) yang tersedia belum memadai.
Masih terdapat kekurangan staf di instalasi laundry, antara lain: tenaga ahli
manajemen, perawat, teknisi in-house, dan tenaga quality control. Dari segi kualitas
masalah juga terdapat pada SDM yang melakukan pengelola linen dengan latar
belakang pendidikan tidak memenuhi standar serta tidak pernah mengikuti pelatihan
khusus untuk meningkatkan keterampilan dalam pengelolaan linen (Amalia Alifah,
2019; Ardrianti et al., 2021).

b. Sarana Prasarana
Kurangnya penyimpanan keranjang cucian, ruang dekontaminasi, ruang
untuk memisahkan linen infeksius dari non-infeksi, gudang bahan kimia, dan
infrastruktur kamar yang tidak memadai merupakan indikasi bahwa input terkait
ketersediaan peralatan dan infrastruktur di beberapa rumah sakit umum regional di
Indonesia tidak mencukupi. Sehingga sistem penyimpanan linen di rumah sakit
menggunakan sistem desentralisasi, dimana linen yang sudah jadi langsung
didistribusikan ke ruangan-ruangan.
Tidak hanya infrastruktur, proses penangan juga dapat terkendala akibat
peralatan yang tidak memadai berupa masih ada mesin yang rusak, pompa air yang
tidak memadai, kurangnya timbangan untuk cucian kotor.

c. Kebijakan
Banyak rumah sakit di Indonesia yang belum mengelola penanganan linen
sesuai dengan SOP, dan masih ada beberapa rumah sakit yang belum memiliki
SOP terkait pengelolaan linen. Selain itu, tidak ada pengawasan, tidak ada resolusi
konflik, penanganan di bawah standar, dan tidak ada kegiatan evaluasi yang pernah
dilakukan. Koordinasi antara petugas laundry dan unit lain yang kurang,
menyebabkan kontrol manajemen belum optimal, terutama dalam hal perbaikan
fasilitas dan peralatan.
Petugas instalasi laundry masih sering bekerja tanpa mengenakan alat
pelindung diri (APD). (Adams et al., 2019; Amalia Alifah, 2019; Jurnal et al., 2022).
Adanya SOP tersebut dapat membantu para petugas dalam resiko kecelakaan kerja
bagi karyawan, kerusakan alat, maupun kerusakan linen bisa dikendalikan serta bisa
dipertanggungjawabkan. Selain sebagai pedoman kerja, adanya SOP juga dapat
menjadikan karyawan lebih sadar terhadap tanggung jawab yang mereka pikul,
sehingga dapat lebih disiplin dalam bekerja(Maria Rosa & Listiowati, 2018a)
Pengelolaan linen dari aspek proses terdapat beberapa indikator yang
menjadi tolak ukur penyebab terjadinya kendala dalam pengelolaan linen dirumah
sakit. Berawal dari proses perencanaan belum ada batasan standar terkait
penggunaan linen, pengadaan linen hanya dilakukan dengan perkiraan tanpa
melalui perhitungan yang tepat. Pemeliharaan linen sudah dilakukan semaksimal
mungkin namun belum adanya proses penjahitan terhadap linen yang sobek, pada
tahapan pengendalian dibeberapa rumah sakit belum adanya tindak lanjut
pengadaan embali.

Kasus kerusakan maupun kehilangan linen untuk memastikan jumlah linen


harus tersedia dengan cukup.
a. Tahap Pengumpulan dan pencatatan
Pada saat pengumpulan, tidak ada perbedaan antara linen yang terinfeksi
dan tidak menular, dan tidak ada pelacakan pergerakan linen masuk dan keluar
dari fasilitas binatu ke ruang perawatan. Dalam penelusuran dokumentasi
ditemukan temuan mengenai tidak adanya pencatatan dan pelaporan di rumah
sakit. Setiap hari staf telah mencatat tetapi tidak sesuai dengan pedoman
manajemen linen. Namun, proses pendokumentasian linen keluar masuk telah
dilakukan di salah satu rumah sakit dengan menggunakan kartu resi sebagai
bukti, yang berisi jenis dan jumlah linen dan dicap dengan tanda tangan petugas
penerima linen dan petugas kamar (Astuti et al., 2021)(Marlina et al., 2020)

b. Tahap Pencucian dan penyetrikaan


Pada tahapan pencucian cucian linen kotor dibeberapa rumah sakit belum
bisa dikatakan memenuhi persyaratan, dikarenakan linen belum dikategorikan
dan tidak ada pemisahaan antara linen infeksius dan non-infeksiusi. Namun, RS
Azra Bogor memulai proses pencucian linen dengan terlebih dahulu
mengklasifikasikan jenis, warna, dan tingkat sampah. Pakaian kotor kemudian
ditimbang untuk menentukan jumlah deterjen yang tepat untuk digunakan. Untuk
mengurangi kemungkinan linen lain terkontaminasi, mesin cuci yang berbeda
digunakan untuk mencuci linen yang menular dan tidak menular. (Adams et al.,
2019; Eskariana Nugraheni & Surahma Asti Mulasari, 2013; Suhermi, 2021.

c. Tahap Pendistribusian
Pada tahap pengangkutan, permasalahan didominasi oleh ketidak patuhan
petugas dalam menggunakan APD secara lengkap saat mengangkut linen kotor,
serta dibeberapa rumah sakit juga masih didapatkan penggunaan troli yang
masih tercampur antara linen bersih dan linen kotor. Menurut PERMENKES No.
7 Tahun 2019 tentang kesehatan lingkungan rumah, proses pencucian linen
dilakukan dengan menggunakan kantong untuk mengikat linen bersih atau kotor
menggunakan troli yang berbeda dan saling melengkapi. Troli linen bersih dibuat
dengan pintu terbuka ke samping, sedangkan troli linen kotor memiliki pintu yang
terbuka ke atas. Permukaan troli perlu disegel dengan lapisan yang tahan lama
di setiap persimpangan untuk mencegah kebocoran. Persebaran pakaian bersih
tidak merata karena pencatatan linen keluar masuk saat ini di bawah standar
(Astuti et al., 2021)(Marlina et al., 2020).

d. Tahap penyimpanan
Untuk membuatnya lebih mudah untuk mengamati stok linen bersih yang ada
di tangan dan pengaturan linen agar tetap sesuai dengan jenisnya, penyimpanan
linen harus dilakukan dalam lemari kaca. Dengan pendekatan FIFO,
dimungkinkan untuk mempermudah petugas manajemen linen untuk mengambil
linen ketika ada permintaan untuk itu dari ruangan yang membutuhkan selain
stok linen yang tersedia (setidaknya 4 bagian). Namun pada kenyataan yang
terjadi dirumah sakit, masih terdapat tempat penyimpanan linen yang kurang
memadai serta linen bersih yang belum diberi plastik. Padahal plastik berfungsi
untuk meminimalisir kontaminasi pathogen yang mungkin saja terjadi, sehingga
kualitas linen tetap terjaga hingga digunakan. Sedangkan syarat ruang
penyimpanan yang bersih, bebas bau dan lembab.
Manajemen pengelolaan linen yang belum optimal dapat menghasilkan
kualitas linen yang buruk, masih terdapat bercak noda pada linen, linen tidak
wangi dan linen terlihat berserat. Dari segi kuantitas, ketersedian linen belum
terpenuhi diruang rawat perawatan, hal ini di sebabkan pendistribusian linen
yang belum terlaksana dengan baik. Fakta bahwa masih ada 3,4% insiden 346
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 13 No 2, April 2023
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal kehilangan linen menyoroti pentingnya
menciptakan sistem untuk pengawasan dan manajemen linen (wasdal) (Fitriasari
et al., 2016a)
Namun, administrasi linen di berbagai rumah sakit Indonesia biasanya di
bawah standar dan tidak mematuhi persyaratan yang relevan. Hal ini tercermin
dalam berbagai tahapan penanganan linen di bawah standar selama penyortiran,
penerimaan, pendistribusian, pencucian dan penyimpanan.
Selain itu, staf atau pekerja masih banyak yang membutuhkan pelatihan
untuk meningkatkan keterampilan dalam pengelolaan linen. Serta kualitas linen
bersih yang dihasilkan belum memenuhi persyaratan secara secara fisik. Kontrol
kualitas dari pengelolaan linen menemukan bahwa terlepas dari kekurangan
tertentu dalam tenaga kerja, peralatan, dan proses, layanan linen dan laundry
memberikan layanan yang memuaskan bagi penggunanya.
Namun layanan dapat lebih ditingkatkan dengan membenahi kekurangan,
baik pada tingkat aspek masukan maupun proses dalam penanganan linen yang
dilakukan Rumah sakit sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang
diberikan.
Analisa implementasi lean hospital pada unit laundry dari literatur literatur
diatas mengungkapkan bahwa beberapa rumah sakit Indonesia sudah
mengadopsi standar laundry untuk penaganan linen dirumah sakit mereka,
namun belum berjalan dengan baik oleh karena ditemukan keterbatasan dan
kendala kendala yang telah kita bahas di atas,
Dalam kebijakan telah ditetapkan proses pengelolaan dengan SOP untuk
mengurangi risiko penularan penyakit baik pada petugas, pasien dan juga
pengunjung rumah sakit, namun pelaksanaan SOP belum dilaksanakan secara
optimal (Muktafi’ah et al., 2021).

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Menurut tinjauan literatur dari berbagai rumah sakit di Indonesia ini,
mengungkapkan bahwa beberapa rumah sakit Indonesia sudah mengadopsi
standar laundry untuk penaganan linen dirumah sakit mereka, namun belum
berjalan dengan baik oleh karena ditemukan keterbatasan dan kendala
kendala dalam pelaksanaanya. Rumah sakit sudah berusaha memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
pada tahun 2004 untuk Pedoman Manajemen Linen di Rumah Sakit, namun
manajemen linen masih di bawah standar di sejumlah rumah sakit Indonesia.
Masih terdapat berbagai kendala baik dari aspek masukan (input) maupun
proses (process) sehingga menyebabkan keluaran (output) yang belum
maksimal.
Dapat dilihat dari aspek input kualitas dan kuantitas SDM pada
pengelolaan linen belum cukup , ketersedian sarana dan prasarana belum
mamadai, ketidakpatuhan petugas terhadap SOP yang ada dengan tidak
menggunakan APD saat bekerja. Dari aspek proses perencanaan,
pengadaan, penanganan, pemeliharaan, sampai pada proses pengendalian
belum terlaksana dengan maksimal.
Banyaknya kendala yang dihadapi rumah sakit di Indonesia
menyebabkan kualitas linen yang dihasilkan kurang maksimal; masih adanya
linen yang berbercak noda, ketersedian tidak merata dan masih ada kasus
kehilangan linen. Hal ini berdampak negatif pada kemampuan rumah sakit
dalam melayani pasien dengan layanan linen yang sesuai.

4.2 Saran
Diharapkan untuk makalah selanjutnya, dapat dilakukan dengan mempelajari
dan mengamati penerapan lean hospital dalam meningkatkan pola
pengelolaan linen di unit laundry rumah sakit
DAFTAR REFERENSI

Dja’afar, T., Saharudin, S., Bungawati, A., Maryam, M., & Syam, D. M. (2022).
Perilaku Banua: Petugas Linen di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Anuntaloko Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal
https://doi.org/10.33860/bjkl.v2i1.611 Kesehatan Lingkungan, 2(1), 7–15.

Fitriasari, N., Hariyanto, T., & Yuliansyah, N. (2016a). Sistim Pengawasan dan
Pengendalian Linen sebagai Strategi Mengurangi Angka Linen Hilang
Linen Monitoring and Controlling System as Decreasing Linen
http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1723 Lost Strategy 1 1 2.

Maria Rosa, E., & Listiowati, E. (2018a). Analisis Pengelolaan Linen Terhadap
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Swasta
Yogyakarta. Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit.
https://doi.org/10.18196/jmmr.6101

Graban, M. (2016). Improving Quality, Patient Safety and Employee Engagement


(3rd ed.). New York: CRC Press.

P. Womack, J. (2003). Banish Waste and Create Wealth in Your Corporation.


Research Gate .

Fourie, CJ dan Umeh, NE (2017). Penerapan alat lean dalam rantai pasokan
lingkungan pemeliharaan. Jurnal Teknik Industri Afrika Selatan, vol. 28,
tidak. 1, hal.176–189.

Mc.Manus, H. (2012, March). Lean Academy Healthcare.

Gasperz, V. (2007). Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries.
Gramedia Pustaka.

Nugraheni, E. (2014). Analisis Tingkat Kepatuhan Petugas Linen Laundry terhadap


SOP Pencucian Linen Laundry di Rumah Sakit X di Yogyakarta Tahun
2013. Med. Respati, vol. 9, tidak. 2.

Mansur, M. (2015). Peningkatan Mutu Pelayanan RSI Unisma Malang melalui


Reformasi Manajemen Laundry dan Linen. J.Kedokt. Brawijaya, jilid. 28,
tidak. 2, hal.148–152.

Agnesti Endang Legowati, & Agus Subagiyo. (2015). Studi Proses Penanganan
Linen Di Rumah Sakit Emanuel Banjarnegara , Tahun 2015.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2012). Instrumen Akreditasi Rumah Sakit Standar
Akreditasi Versi 2012.

Astuti, E. K. A., Sriatmi, A., & Kusumastuti, W. (2021). Pengelolaan Linen Rawat
Inap Di Instalasi Laundry RSUD Ungaran, Kabupaten Semarang. Media
Kesehatan Masyarakat Indonesia, 20(1), 1–11.
https://doi.org/10.14710/mkmi.20.1.1-11
Suhermi, S. E. (2021). Analisis Pengelolaan Linen di Unit Laundry RS Azra. Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 13(2), 254–268. https://doi.org/10.37012/jik.v13i2.451

Ardrianti, R., Candra, L., & Wahyudi, A. (2021). Analisis Manajemen Pengelolaan
Linen Di Instalasi Laundry Rumah Sakit Permata Hati Duri Kec Mandau
Kab Bengkalis Tahun 2020. Media Kesmas (Public
https://doi.org/10.25311/kesmas.vol1.iss2.18 Health

Departemen Kesehatan Rl Direktorat Jenderal (2004) PelayananMedik, P., & dalam


terbitan Departemen Kesehatan Departemen Kesehatan Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik Pedoman manajemen, K. R. (n.d.).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Manajemen Linen
di Rumah Sakit. Jakarta; 2004.

Amalia Alifah. (2019). Analisis pengelolahaan Linen dalam memenuhi standar


pelayanan minimal di RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah .
Universitas Diponegoro.

Marlina, L., Afandi, D., & Rani, N. (2020). Analisis Manajemen Laundry Di Rumah
Sakit Umum Daerah (Rsud) Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2019. Al-
Tamimi Kesmas: Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat (Journal of Public
Health Sciences), 8(2), 83–103.
https://doi.org/10.35328/kesmas.v8i2.326

Djadjang, H. A., Wiyono, T., Agustiani, D., Sekarwangi, R., & Barat, J. (n.d.). Analisis
Alur Proses Pengelolaan Linen Kotor Pada Instalasi Laundry di BLUD
RS Sekarwangi Analysis of the Flow Process on Dirty Linen
Management at BLUD Sekarwangi Hospital’s Laundry Installation.

Adams, D., Hidayanti, R., Kesehatan Lingkungan, J., Kemenkes Padang, P.,
Simpang Pondok Kopi Siteba Padang, J., dr Adnaan Payakumbuh, R.
W., & Barat, S. (2019). Pengelolaan Linen Rumah Sakit Daerah Dr.
Adnaan Wd Payakumbuh Sumatera BaraT (Vol. 4).

Mukhtar, H., Nurmaimun, N., Yunita, J., Asfeni, A., & Djuhaeni, H. (2019). Analisis
Pengelolaan Linen di Instalasi Laundry Rumah Sakit Islam Ibnu Sina
Pekanbaru Tahun 2018. Jurnal Kesehatan
https://doi.org/10.25311/keskom.vol4.iss3.278 Komunitas, 4(3), 112–
119.

Syamsiah, J., Wahyu, T., & Mansur, M. (n.d.). Peningkatan Mutu Pelayanan RSI
Unisma Malang Melalui Reformasi Manajemen Laundry dan Linen
Service Quality Improvement at Unisma Malang through Laundry and
Linen Management Reformation.

Muktafi’ah, Y., Suryoputro, A., & Arso, S. P. (2021). Analysis of Inpatient Linen
Management in Hospital Isolation Room in Indonesia: A Review. Jurnal
Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(3), 723–728.
https://doi.org/10.30604/jika.v6i3.1058

Anda mungkin juga menyukai