Anda di halaman 1dari 9

GAMBARAN UMUM KAPTEN SAMADIKUN

Kapten (Anumerta) Samadikun lahir pada tanggal 8 Agustus 1923 di


Matraman Gang II Jakarta dari seorang ibu bernama Kasinah dan ayah
bernama R. Sukartin yang bekerja di Jawatan Kereta Api. Pada tahun 1927
Kapten Samadikun bersekolah di Frobel Neutrale School di Pasir Kaliki
Bandung. Setelah dua tahun di Frobel Neutrale School (tahun 1927 dan
1928) beliau meneruskan pendidikannya di HIS (Hollandsch Inlandsche
School) Bandung sampai di kelas 7, tahun 1936 orang tuanya pindah
kembali ke Jakarta dan beliau menamatkan pendidikan HIS Baluel di Jakarta
pada tahun 1937. Kapten (Anumerta) Samadikun meneruskan pendidikan ke
MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Manggarai lulus pada tahun
1940 dan meneruskan pendidikannya di AMS (Algemene Middelbare
School). Pada tahun 1943 Pemerintah membuka Sekolah Pelayaran Tinggi
(SPT) dan Sekolah Pelayaran Rendah (SPR) syarat untuk bersekolah di SPT
dan SPR adalah pemuda-pemuda yang berijazah AMS dan MULO
Kemudian Kapten (Aumerta) Samadikun mendaftarkan diri di SPT dan lulus
pada tahun 1945.

Kapten Samadikun adalah seorang tokoh pahlawan Angkatan Laut Republik


Indonesia (ALRI) yang mempertahankan harga diri bangsa dengan
mengorbankan jiwa dan raganya sehingga beliau gugur dalam pertempuran
laut di Cirebon dan mendapatkan gelar Pahlawan Samudra.

1
BAB 2
PERAN KAPTEN SAMADIKUN PADA
SAAT PERISTIWA PERTEMPURAN
LAUT CIREBON 5 JANUARI 1947

Kapten Samadikun dikenal setelah terjadinya peristiwa pertempuran di Laut


Jawa tepatnya di perairan Cirebon pada tanggal 5 Januari 1947. Dalam
pertempuran tersebut Kapten (Anumerta) Samadikun memberikan
perlawanan secara heroik dengan tidak memperhitungkan untung rugi bagi
dirinya yang terbukti bahwa ia dengan rela telah mengorbankan jiwa
raganya gugur dan tenggelam bersama kapal. Pertempuran laut di Cirebon
pada tanggal 5 Januari 1947 mempunyai latar belakang yang kompleks dan
tidak hanya disebabkan oleh ketidaksenangan Belanda atas latihan perang
Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Cirebon yang dianggapnya
melanggar status quo. Tindakan Belanda menyerang Pelabuhan Cirebon
secara langsung tentu akan mendatangkan reaksi dan kecaman internasional.
Untuk itu, Belanda berusaha mencari pembenaran atas serangannya dengan
mengatakan bahwa Indonesia melanggar status quo yang tercipta melalui
Perundingan Linggarjati.

Demi memenuhi kebutuhan kapal perang, ALRI Pangkalan III Cirebon pada
bulan Oktober 1946 membeli sebuah kapal jenis coaster dari Singapura dan
menamakannya Gadjah Mada. Karena pada lambungnya masih tertera angka
408, maka juga dikenal sebagai Gadjah Mada-408. Ketika ALRI Pangkalan
III tengah terlibatlatihan perang laut sebagai bagian dari rangkaian latihan
gabungan AD, AL, Polisi dan laskar-laskar di Karesidenan Cirebon, Gadjah
Mada dihadang oleh kapal perang jenis jaeger torpedo AL Belanda: Hr. Ms.
Kortenaer di perairan Teluk Cirebon.

2
Akibatnya, pada tanggal 5 Januari 1947 terjadi pertempuran laut antara
Eskader ALRI yang dipimpin oleh Letnan Laut Samadikun, berkedudukan
di Gadjah Madasebagai kapal bendera, dengan Hr.Ms. Kortenaer. Guna
melindungi kapal-kapal lainnya dari incaran tembakan musuh, Gadjah
Madamelakukan manuver penghadangan dan melancarkan tembakan
mitraliur dengan gencar ke arahkapal Belanda. Tindakan tersebut berhasil
memancing Kortenaer untuk mengarahkan serangannyahanya ke Gadjah
Mada, sehingga Eskader ALRI berhasil meloloskan diri. Akibat hantaman
bertubi-tubi dari kapal perang Belanda, akhirnya Gadjah Mada tenggelam
dan Komandan Kapalnya Letn. Samadikun gugur di tempat, sementara
seluruh ABK-nya ditangkap Belanda. Hanya seorang ABK, yaitu Letn.
Maming yang berhasil selamat berenang ke pantai Cirebon

Dalam usaha meningkatkan kewaspadaan dan keterampilan pasukan, di


Cirebon ALRI mengadakan latihan gabungan yang terdiri dari unsur
Angkatan Darat dan Armada Pangkalan III Cirebon dari tanggal 1 sampai
dengan tanggal 5 Januari 1947. Selama latihan berlangsung kapal perang
Belanda melakukan pengintaian dari jauh. Pada hari latihan terakhir kapal-
kapal Angkatan Laut menuju ke utara dalam formasi iringan. Dalam
perjalanan itu mereka bertemu dengan kapal perang Belanda, yang
kemudian memberi isyarat memerintahkan supaya kapalkapal Republik
Indonesia tersebut berhenti.

Letnan I Samadikun mengabaikan isyarat dari Belanda dan Letnan I


Samadikun mengeluarkan perintah agar kapal-kapal eskader selain kapal
Gajah Mada masuk ke pelabuhan, untuk menyelamatkan anak buah dan
kapal dari serangan musuh. Perintah itu didasarkan pada perhitungan bahwa
melakukan serangan bersama tidak mungkin karena melihat kemampuan
persenjataan dan kecanggihan kapal Belanda yang jauh lebih baik.

Kemudian kapal Belanda mulai melakukan tembakan terhadap kapal Gajah


Mada, tidak terima karena dianggap melakukan pelanggaran di wilayah

3
teritorial Indonesia Letnan I Samadikun melakukan manuver terhadap kapal
Belanda dengan melakukan serangan balik meskipun tidak seimbang Letnan
I Samadikun tetap tidak ingin harga diri bangsa dan Negara Indonesia
diinjak- injak. Tembakan kapal Belanda membuat kapal Gajah Mada
terbakar sehingga membuat para awak kapal Gajah Mada mencoba
menyelamatkan diri dengan menceburkan diri ke laut. Letnan I Samadikun
pada saat itu justru naik ke atas anjungan kapal dan melakukan serangan
menggunakan mitraliyur 12,7 dengan tekad mempertahankan harga diri
bangsa beliau menolak menyerah begitu saja hingga pada tembakan terakhir
kapal Belanda mengenai kamar mesin kapal Gajah Mada, Letnan I
Samadikun yang berada di atas anjungan terkena pecahan peluru hingga
tangan kirinya putus dan tenggelam bersama kapal RI Gajah Mada.

4
BAB 5
DAMPAK KAPTEN SAMADIKUN DALAM
PERJUANGAN PAHLAWAN SAMUDERA

Dalam bab ini berisikan seberapa besar pengaruh Kapten Samadikun


memperjuangkan sebagai Pahlawan Samudra

Peristiwa Pertempuran Laut di Teluk Cirebon. Kisah ringkasnya adalah sebagai berikut. Semenjak

tanggal 1 J anuari 194 7 sampai dengan 5 J anuari 194 7 di Ceribon diadakan latihan gabungan yang

terdiri dari unsur-unsur Angkatan Darat dan Armada Pangkalan III Cirebon. Dalam latihan ini ALRI

mengadakan latihan pendaratan di laut. Pada tanggal 3 Januari 1947 jam 16.00 datang mendekati

pantai Cirebon sebuah kapal perang Belanda. Kedatangan kapal ini terlihat oleh kapal Perang RI

Gajah Mada yang sedang berada di pelabuhan. Gajah Mada berlayar keluar pelabuhan untuk

mengadakan patroli. Dalam patroli ini Gajah Mada melihat kapal Belanda meninggalkan Cirebon ke

arah timur. Pada tanggal 4 Januari 1947 jam 9.00 datang lagi kapal Belanda tipe pemburu yang

mondar mandir di perairan Cirebon dan kemudian lego jangkar + 7 mil dari pantai. Kejadian ini

terlihat dari teropong di pas pangkalan II. J elas kelihatan bahwa kapal tersebut berbendera merah-

putih-biru dengan huruf di haluan samping J.T.8. Pada malam harinya di sisi kapal Gajah Mada 43

akan diadakan latihan formasi di lautan Cirebon. Kira-kira jam l7 .30 divisi kapal ini bertolak lagi

dari pangkalan, kemudian malam harinya mengadakan manuver hingga jam 23.00 dan lremhali

dengan selamat. Pada tanggal 5 Januari jam 06.00 kapal ALRI menuju ke utara dalam formasi

iringan dan di tengah jalan bertemu dengan kapal Belanda yang memberi isyarat untuk berhenti.

lsyarat ini tidak dituruti oleh kapal-kapal kita. lsyarat berhenti diulangi lagi oleh kapal Belanda

sampai dua kali, tetapi perintah itu pun tidak dihiraukan. Kapal-kapal ALRI terus berlayar. Setelah

kapal Belanda mengetahui hahwa perintah-perintahnya tidak dituruti, mereka mulai menemhak
5
BAB 6
dengan frekuensi yang tidak menentu. Melihat temhakan-temhakan ini maka Gajah Mada menguhah

arah dan herlayar menuju ke arah musuh. Beherapa menit kemudian terdengar temhakan dan terasa

kapal goyang. Temyata temhakan pertama mengenai lamhung kanan, kedua kalinya mengenai

haluan dan ketiga kalinya hagian tengah. Tanda-tanda terhakar mulai tampak dan kapal mulai

goyang. Tetapi komandan memerintahkan untuk terus maju menuju musuh. Pada temhakan kelima

Gajah Mada kena temhak di lamhung kiri dan selanjutnya kena lagi pada mesin kapal. Dalam

keadaan yang demikian Gajah Mada masih terus mengadakan tembakan balasan dari mulut 12, 7

mm, yang terletak di haluan, baru pada tembakan yang keempat belas Gajah Mada mulai tenggelam.

Sebagian awak masih dapat menyelamatkan diri dengan terjun ke laut, sedangkan yang lain tetap

tinggal di kapal, antara lain komandannya sendiri Letnan Samadikun. Ada juga yang masih terapung-

apung dan ditolong oleh kapal Belanda. Palang Merah Indonesia mengirimkan regu penolong yang

akan meminta anggota-anggota yang masih hidup. Tetapi usaha ini sia-sia saja karena tidak diijinkan

oleh pihak Belanda dan selanjutnya mereka diangkut dengan kapal.Kortenair menuju Semarang.

Jumlah anggota yang dihawa ke Semarang sehanyak 21 orang. Dari dua puluh lima anggota tidak

diketahui itengiui tepat herapa orang yang ~eninggal. Yang dapat diketahui 44 dengan pasti yang

meninggal ialah: Ismail J ait, Sumaryo dan Letnan Samadikun, Komandan kapal. 22) Secara jantan

Letnan Samadikun melawan terus sampai saat terakhir tenggelam bersama kapal. Peristiwa heroik ini

merupakan lembaran awal dari pertempuran laut yang dilakukan oleh Angkatan Laut kita yang baru

lahir. Pada tempatnya kalau kepada mereka yang gugur bersama kapal Gajih Mada pada periode

Perang Kemerdekaan itu kita sampaikan penghormatan yang tulus. Dengan tenggelamnya Gajah

Mada menjadi bertambah waspadalah pimpinan ALRI di Cirebon. Segala sesuatu disiapkan untuk

menghadapi serangan Belanda dari darat maupun dari laut.

PENUTUP
6
BAB 7
Setelah melakukan proses penelitian, observasi, wawancara, serta
serangkaian proses perancangan media utama hingga media pendukung.
Peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah:

1. Kapten Samadikun merupakan sosok yang sangat penting bagi


remaja untuk dijadikan sosok identifikasi atau panutan karena telah
memperjuangkan harga diri bangsa Indonesia serta dengan sadar telah rela
mengorbankan jiwa raganya demi bangsa Indonesia pada pertempuran laut di
Cirebon 5 Januari 1947. Kapten Samadikun adalah sosok yang pantang
menyerah selain itu beliau juga sangat bertanggung jawab atas keselamatan
anggotanya, oleh karena itu Kapten Samadikun dianugerahi penghargaan
sebagai Pahlawan Samudra dan pangkatnya dinaikkan secara Anumerta dari
Letnan I menjadi Kapten Samadikun.

2. Kisah pertempuran heroik Kapten Samadikun merupakan contoh


yang baik bagi remaja untuk bisa menumbuhkan rasa nasionalisme dan
patriotisme pada diri mereka masing masing, oleh karena itu target utama dari
peneliti adalah para remaja. Karena masalah pada remaja pada saat ini adalah
kurang mencintai budaya dan sejarah bangsanya sendiri dan remaja juga
merupakan pondasi bangsa yang harus dibentuk sejak dini dengan baik.

7
DAFTAR PUSTAKA

8
9

Anda mungkin juga menyukai