Anda di halaman 1dari 6

-Prologue-

Katanya, jika kita bisa membahagiakan orang tua, kita akan mendapat
ganjaran lebih dari Tuhan ya?

“Pokoknya Bunda pengen kamu jadi juara tahun ini, Bunda gak mau tau!”

-♬♩♪♩*♩♪♩♬-

“Den Raka!, ayo bangun! Udah siang loh ini!. Aden!” teriakan
menggelegar terdengar pada pagi itu. Bibi Ani--asisten rumah tangga--menghela
nafas lelah. Sedari tadi belum terdengar jawaban dari kamar majikannya.

“Kenapa saat Senin pagi seperti ini si Aden suka sekali bangun telat sih?.”
Monolog Bibi Ani.

“Den Raka! Ini udah siang loh, nanti kalo dimarahin Nyonya Besar
gimana? Mau dikurung di gudang lagi??!.” Kini teriakan Bibi Ani terdengar lebih
kencang. Ia telah berkali-kali mengetuk pintu majikannya, tetapi nihil tak ada
sahutan sama sekali.

Ceklek...

Tiba tiba saja pintu yang sejak tadi di wanti-wanti Bibi Ani untuk terbuka
terkabul juga. Meski pada akhirnya--

“Ahhh Bibi apaan sih!, Raka lagi mimpi ngedate sama neng Umji GFriend
malah dibangunin, sakit hati Raka, Bi!.” Gerutu Raka.

Bibi Ani hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Haduh Den.. Ini tuh


udah jam berapa?? Nanti telat sekolah gimana hm? Mau di marahin Nyonya Besar
gara gara telat?, atau mungkin lebih parah kaya kemarin? Gamau kan?!.” Tutur Bi
Ani dengan sabar. Iya sabar:)
“Tapi Bi.. Enggak pas—”

“Cukup-cukup, Bibi udah denger ke sekian ribu kali alasan klise Aden.
Sekarang cepet mandi terus siap-siap! Bibi kasih waktu 10 menit!.” Final Bibi Ani
sembari berlalu pergi.

“Lahhh Bi, Raka kan belum selesai ngomongnya, Bibi!!!.” Teriak Raka
sambil berusaha mencari perhatian sang asisten rumah tangganya itu.

-♬♩♪♩*♩♪♩♬-

“Ya nanti pokokny-- ehh anak kesayangan Bunda udah ganteng nih, pagi
sayang!” Sapa sang Nyonya Besar--saat melihat anak semata wayangnya sedang
menuruni tangga.

Raka menatap Marisa--Nyonya besar sekaligus Bundanya--sudah stay


dimeja makan dengan handphone ditangannya. “Hmm, udah dong. Pagi juga
Bunda." Jawab Raka

“Gimana belajarnya? Udah ngerti kan materi yang Bunda suruh pelajarin
kemarin?.” tanya Marisa, sedikit menuntut.

Dengan sedikit takut, Raka pun menjawab pertanyaan sang Bunda.


“Emm.. gitu deh Bun, Raka rada belum paham. Soalnya di buku rumusnya cuman
diterangin sedikit, Bun--"

“Hah?!.. Belum paham?!. Pokoknya Bunda mau kamu jadi juara tahun ini!
Bunda gak mau tau!.” Potong Marisa sambil menatap tajam anaknya.

“Tapi Bund---”

“Bunda Gak mau tau! Udah cukup kamu permaluin Bunda pas nilai kamu
anjlok tahun kemarin. Sekarang jangan!..”

Marisa menghela nafasnya dalam. “Bunda capek Ka, tolong bahagiain


Bunda kaya anak-anak temen Bunda yang lain..”
“Dan Bunda harap kamu tinggalin dan lupain mimpi kamu jadi Produser
musik begituan. Itu gak menjamin masa depan kamu bakal sukses.” Telak Marisa
lalu berjalan keluar ruangan tanpa menatap anaknya.

Raka diam. Raka hanya diam menatap kepergian Bundanya. Entah sejak
kapan Bundanya berubah menjadi seperti ini. Huffffttt..

Dan Raka masih diam ketika Marisa mengemudikan mobilnya menghilang


entah kemana.

“Aden.., Aden gak papa? Mau Bibi buatin bekal? Atau ap---”

“Enggak perlu Bi.. Raka nanti pulang awal kok. Emm… Raka berangkat
ya Bi?." Potong Raka cepat sambil meraih raselnya.

“Aden!, Bibi yakin aden bisa!. Semangat Den Raka!” ujar Bibi Ani sambil
tersenyum hangat.

Raka tersenyum tipis, “Makasih Bi. Semoga.. Semoga Raka bisa.”

“Raka berangkat Bi, Assalamu'alaikum.”

“Waalaikumsalam. Hati-hati Den!.”

Raka tersenyum kecut setelah melihat Bibi Ani memasuki rumah. Ahhh,
naik angkotan umum lagi ya-- Keluh Raka meski sambil berjalan menjauh dari
halaman rumahnya.

-♬♩♪♩*♩♪♩♬-

Bising, sesak, pengap dan panas.

Itulah yang Raka rasakan sekarang. Angkot yang dinaikinya terjebak


macet dan feeling Raka ia akan telat masuk ke sekolah.

Raka menghela nafas berat. Sebenarnya ia merasa sedikit risih jika


menaiki angkot atau angkutan umum lainnya. Bukan karena jijik atau apa, tapi ia
sering merasa sedikit takut bertemu orang-orang. Entah sejak kapan Raka
merasakannya, ia tidak ingat.

Angkot tetap tidak menunjukkan pergerakannya. Suara klakson bersahut-


sahutan seperti ajang perlombaan. Raka termenung menatap jendela angkot.
Dipikirannya sekarang hanya ada rumus, rumus, rumus, dan rumus. "Aku harus
bisa menghafal dan memahami pelajarannya!. Aku nggak mau Bunda kecewa lagi
sama aku" Batin Raka.

Raka sangat merasa bersalah kepada Bundanya. Ia memang sangat sangat


ingin menjadi Produser Musik, bahkan diam-diam ia sudah memiliki beberapa
lagu yang ia tulis sendiri. Mimpinya sangatlah besar, tetapi setelah ia pikir-pikir
lagi, membahagiakan Bundanya adalah segalanya. Ia tak mau membuat Marisa
kecewa bahkan bersedih.

Saat sedang merenungkan itu semua, Raka melihat seorang anak kecil
memberontak dan berlarian dijalan yang macet. Tanpa disadari ada seorang
pengendara motor yang menerobos jalan. Dan naas--

Brakkk...

Anak kecil tadi tertabrak dan seluruh badannya telah bersimbah darah.
Semua orang turun dari kendaraannya masing-masing termasuk Raka. Mereka
memaki pengendara berseragam putih biru itu karena langsung melarikan diri.

Entah kenapa, Raka merasa dunianya berputar. Darah, orang-orang


berdesakan, suara shutter kamera handphone, dan panas menjadikan jalan raya itu
kacau dalam waktu yang singkat. Raka terhuyung kesana-sini akibat orang-orang
semakin penasaran apa yang sedang terjadi. Pikiran Raka blank dan sampai tidak
sadar ada sebuah mobil yang melaju berlawanan arah. Kepalanya terbentur keras
dan semua menjadi gelap.

-♬♩♪♩*♩♪♩♬-
Marisa berjalan tergesa-gesa dikoridor rumah sakit. Ia marah dan juga
khawatir saat Bibi Ani menelfonnya memberi tahu Raka kecelakaan dan sekarang
berada di rumah sakit. Marisa terpaksa membatalkan meeting dengan clientnya
pagi ini

Marisa membuka pintu dan terlihat Bibi Ani masih sesenggukan dan Raka
yang sudah sadarkan diri.

"Nyonya--"

"Kenapa Raka bisa seperti ini Bi??!" Potong Marisa. Ia melihat Raka
sudah sadar tetapi tatapannya terlihat kosong.

"Raka anak Bunda kenapa bisa sampe kayak gini??. Cepet sembuh ya
Nak, abis itu Bunda mau kamu belajar lebih keras lagi ya"

"Iya Bun, Raka sekarang lagi ngafalin rumus-rumusnya" sahut Raka tanpa
menoleh atau pun melirik kepada Bundanya.

Seketika kecanggungan terjadi diruangan itu. Tapi tak lama setelahnya


Dokter bersama seorang Suster datang memeriksa keadaan Raka.

"Ibu orang tua dari pasien?" tanya Dokter itu.

"Iya dok, saya Bundanya Raka"

"Bolehkah Ibu ikut saya ke ruangan saya??. Ada hal penting yang ingin
saya bicarakan tentang pasien."

-♬♩♪♩*♩♪♩♬-

"Dok sebenernya ada hal penting apa yang ingin Anda bicarakan??. Saya
lihat Raka baik-baik saja, hanya luka lecet-lecet di sekitar tangan dan kakinya"
tanya Marisa saat sudah berada di ruangan dokter itu.
"Jika melihat sekilas, pasien memang terlihat baik-baik saja dan hanya
mengalami luka lecet. Tapi apakah saya boleh bertanya bu?, apakah ada hal yang
membuat pasien tertekan selama ini??"

Marisa menatap sang Dokter "Sepertinya tidak ada yang membuat anak
saya tertekan, Dok. Saya tidak pernah melihat dia memiliki masalah yang sangat
besar" jawab Marisa. Dokter itu tersenyum tipis.

"Bu, menurut analisa saya, pasien mengalami Agophobia

Anda mungkin juga menyukai