Anda di halaman 1dari 3

(1) Kerugian yang dialami BUM Desa menjadi beban BUM Desa.

(2) Dalam hal BUM Desa tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan yang dimilikinya,
dinyatakan rugi melalui Musyawarah Desa.

(3) Unit usaha milik BUM Desa yang tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan yang
dimilikinya, dinyatakan pailit sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai
kepailitan.

Bagian Ketujuh

Kerjasama BUM Desa Antar-Desa

Pasal 28

(1) BUM Desa dapat melakukan kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih.

(2) Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar
kecamatan dalam satu kabupaten/kota.

(3) Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih harus mendapat persetujuan masing-masing Pemerintah
Desa.

CATATAN 1 :

• Terhadap Pendirian BUMDES ini ada 2 (dua) pendapat :

1. Bahwa setelah BUMDES dibuat berdasarkan Peraturan Desa (Perdes) kemudian BUMDES (diwakili oleh
pengurusnya) untuk membuat unit usaha yang berbadan hukum atau tidak. Ketika diputuskan akan dibuat
unit usaha yang berbadan hukum(atau tidak) siapa subjek hukum sebagai pendirinya yang disebutkan dalam
akta Notaris ?

• Jika pola ini dipakai, yang mendirikian unit usaha yang berbadan hukum atau tidak adalah BUMDES, maka
akan timbul pertanyaan, apakah BUMDES Subjek Hukum ?

2. Bahwa setelah Bahwa setelah BUMDES dibuat berdasarkan Peraturan Desa (Perdes), BUMDES kemudian
memutuskan untuk membuat unit usaha yang berbadan hukum atau tidak. Ketika diputuskan akan dibuat
unit usaha yang berbadan hukum (atau tidak) siapa subjek hukum sebagai pendirinya yang disebutkan dalam
akta Notaris ?

• Jika pola ini dipakai, maka yang akan menjadi subjek hukum dalam pendirian unit usaha yang berbadan
hukum atau tidak berbadan hukum, yaitu Pemerintah Desa yang akan diwakili oleh Kepada Desanya.
Kemudian unit-unit usaha tersebut ditampung dalam BUMDES yang bersangkutan.

• Jika Pemerintah Desa dikualifikasikan sebagai Subjek Hukum, maka Subjek Hukum Publik terdiri dari :
Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kota/Kabupaten dan Pemerintah Desa.

• Substansi makalah ini menggunakan pendapat yang kedua.

• Suatu lembaga atau badan yang memperoleh status sebagai badan hukum, cara lahir atau terbentuknya
tidak selalu sama, ada yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan itu sendiri, bahwa
lembaga yang disebut dalam undang-undang yang bersangkutan mempunyai status sebagai badan hukum,
atau ada yang melalui pengesahan dari instansi tertentu atau campuran dari kedua hal tersebut atau juga
berdasarkan yurisprudensi.

• Pada dasarnya ada empat cara terbentuknya badan hukum yaitu :


a. Sistem Konsesi atau Sistem Pengesahan.

Menurut sistem ini bahwa suatu lembaga akan memperoleh kedudukan atau status sebagai badan hukum
karena disahkan oleh instansi yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan tertentu, misalnya
perseroan terbatas memperoleh kedudukan sebagai badan hukum karena terlebih dahulu mendapat
pengesahan dari Departemen Kehakiman / Menteri Kehakiman sebagaimana tersebut dalam Pasal 36 KUHD.

b. Ditentukan oleh undang-undang.

Menurut Sistem ini undang-undang telah menentukan sendiri bahwa lembaga yang tersebut dalam undang-
undang yang bersangkutan merupakan badan hukum, contohnya Pasal 19 ayat (2) Undang-undang nomor 16
tahun 1985 tentang Rumah Susun, disebutkan bahwa perhimpunan penghuni rumah susun yang didirikan
menurut ketentuan undang-undang ini diberi kedudukan sebagai badan hukum.

c. Sistem Campuran.

Menurut sistem ini status badan hukum diperoleh karena ditentukan oleh undang-undang itu sendiri dan
setelah ada pengesahan dari instansi yang berwenang. Contohnya Koperasi, berdasarkan Pasal 9 Undang-
undang nomor 25 tahun 1992 tentang Koperasi, ditegaskan bahwa Koperasi memperoleh status badan
hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah (dalam hal ini departemen koperasi atau
menteri yang membidangi urusan koperasi).

d. Melalui Yurisprudensi.

Status badan hukum suatu lembaga karena berdasarkan yurisprudensi, contohnya Yayasan menurut Putusan
Hogerchtshof 7884 (Mahkamah Agung Hindia – Belanda).

• Dalam kaitan ini perlu dikaji, apakah masih sangat diperlukan untuk memperoleh status badan hukum bagi
perseroan terbatas dan juga lembaga yang lainnya sebagaimana tersebut di atas harus berdasarkan
keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau otoritas pemerintah lainnya ? Saya menegaskan
bahwa status badan hukum untuk perseroan ataupun untuk yang lainnya akan diperoleh berdasarkan
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ataupun dari otoritas pemerintah lainnya tidak perlu
dilakukan, dengan alasan, antara lain :

1. Tidak ada pertanggungjawaban dari pemerintah, jika perseroan terbatas yang telah memperoleh status
badan hukum, ternyata perseroan terbatas tersebut bermasalah dalam operasionalnya, karena
pertanggungjawaban perseroan terbatas akan dikembalikan kepada para pemegang saham, direksi dan
komisaris perseroan terbatas yang bersangkutan.

2. Saat ini institusi yang akan memberikan status badan hukum, ada 2 (dua), yaitu Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia, dan Dinas Koperasi (kota/kapbupaten/propinsi) untuk Koperasi dan Menteri Keuangan untuk
Dana Pensiun.

• Dengan demikian harus dikembangkan suatu teori baru (katakanlah Teori Habib Adjie) tentang perolehan
status badan hukum untuk perseroan terbatas ataupun yang lainnya, yaitu bahwa status badan hukum
tersebut akan diperoleh setelah akta pendirian perseroan terbatas telah selesai dilakukan di hadapan
Notaris, artinya ketika akta pendirian perseroan terbatas telah sempurna diselesaikan oleh Notaris, maka
pada saat itu juga perseroan terbatas telah memperoleh kedudukan sebagai badan hukum, sedangkan
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia cukup Notaris yang bersangkutan untuk melaporkannya
secara elektronik dengan telah didirikannya perseroan terbatas di hadapan Notaris yang bersangkutan.
Dalam hal ini aturan hukum yang bersangkutan cukup menegaskan bahwa lembaga tertentu akan
berkedudukan sebagai badan hukum setelah aktanya dibuat di hadapan Notaris.

Alokasi Hasil Usaha BUM Desa

Pasal 26
(1) Hasil usaha BUM Desa merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil transaksi dikurangi dengan
pengeluaran biaya dan kewajiban pada pihak lain, serta penyusutan atas barang-barang inventaris dalam 1
(satu) tahun buku.

(2) Pembagian hasil usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga BUM Desa.

(3) Alokasi pembagian hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelola melalui sistem
akuntansi sederhana.

Bagian Keenam

Kepailitan BUM Desa

Pasal 27

Anda mungkin juga menyukai