Anda di halaman 1dari 14

Kajian Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 Terhadap

Pencalonan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Pemilihan
Umum

Makalah yang Disusun untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Hukum Semester Genap 2019/2020

Oleh

Anak Agung Krisna Sumantri

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2020

PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa karena atas rahmat-Nya kami
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun penyusunan makalah ini melalui proses
yang cukup lama, yaitu sekitar 3 minggu berturut-turut dimulai sejak 17 Mei 2020.

Makalah tentang “Kajian Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018


Terhadap Pencalonan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam
Pemilihan Umum” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia Hukum, kami selaku penulis dapat memahami kaidah bahasa Indonesia dan mampu
menerapkqan metode punilisan karya ilmiah dengan konsisten.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses
penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen Bahasa Indonesia Hukum Dra. Ani Mariani,
M.Pd. yang bersedia membimbing dan mengarahkan kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan inspirasi bagi penulis yang lain.

Jakarta, 5 Juni 2020

Penulis

DAFTAR ISI

ii
PRAKATA ……………………………………………...................................................ii

DAFTAR ISI …………………………………….……………………...………………iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………....1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………..…4

1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………………………...5

BAB II GAMBARANAN UMUM TENTANG PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI


NOMOR 30/PUU-XVI/2018 dan SYARAT CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
DAERAH REPUBLIK INDONESIA (DPD RI) PASCA PUTUSAN MAHKAMAH
KONSTITUSI…………………………………………………………………………..6

2.1 Gambaran Umum Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018


………………………………………………………………………………………….6

2.2 Syarat Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi ……………………………..…………………………7

BAB III SIMPULAN DAN SARAN …………………………...…………………….10

3.1 Simpulan …………………………………………………………………………..10

3.2 Saran ………………………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………11

BAB I

PENDAHULUAN

iii
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, Republik Indonesia adalah negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, 1sehingga Indonesia merupakan Negara
menganut system Demokrasi pada pengambilan keputusan yang secara tidak langsung
disiratkan. Demokrasi adalah "hidup, kemerdekaan dan pengejaran kebahagiaan". 2 Dan
demokrasi bentuk pemerintahan di mana semua warganegara, Negaranya memiliki hak setara
dalam pengambilan keputusan.3
Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum 4. Dimana negara yang
penyelenggaraan kekuasaan atas pemerintahannya didasari oleh hukum sehingga dengan
alasan tersebut setiap warganegara Indonesia harus mematuhi peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Maka dari itu, ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan merupakan
landasan dasar dari setiap pelaksanaan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia.
Amanat atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu bisa
dilihat dari implementasinya yaitu segala aktifitas masyarakat terkait dengan hukum, dan
beberapa kegiatan masyarakat seperti hubungan interaksi antara masyarakat hingga
pengaturan kewenangan antara lembaga Negara.
Tentang lembaga Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyebutkan ada delapan lembaga Negara yang masing-masing lembaga tersebut
memiliki tugas dan wewenangnya. Hal ini diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 20, Pasal 22D,
Pasal 23E, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C. Salah satu lembaga tersebut adalah Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang di sebut dalam Pasal 22D Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD RI) adalah salah satu lembaga Negara yang merupakan perwakilan daerah
1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (2).
2
Simangunsong, Bonar. Negara, Demokrasi Dan Berpolitik Yang Profesional. Jakarta: [s.n.], 2004. h
128.
3
Gunawan Sumodiningrat & Amp; Ary Ginanjar Agustian, " Mencintai Bangsa Dan Negara
Pegangan Dalam Hidup Berbangsa Dan Bernegara Di Indonesia & Quot;, (Bogor: PT. Sarana
Komunikasi Utama, 2008), h. 44.
4
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3).

iv
untuk menyampaikan aspirasi daerah. Untuk menjadi Dewan Perwakian Daerah Republik
Indonesia (DPD RI) melalui pemilihan umum. Sebagai mana pemilihan umum yang disebut
dalam Pasal 22E Ayat 2, 4, 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berbunyi:
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.*** )
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah
perseorangan.*** )
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.***)

Dalam hal ini Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) merupakan
perwakilan daerah dimana setiap Provinsi mempunyai perwakilan terdiri dari 4 (empat)
orang perwakilan. Untuk menentukan 4 (empat) orang perwakilan tersebut melalui pemilihan
umum legislative dengan suara terbanyak, yang di lakukan selama 5 (lima) tahun sekali.
Tugas dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) itu sendiri mengajukan
rancangan Undang-undang tentang daerah kepada Dewan Perwakian Rakyat (DPR RI)
kemudian Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) juga ikut membahas
rancangan Undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah. Dan Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
Undang-undang berkaitan tentang otonomi daerah.
Kemudian salah satu lembaga Negara yang berwenang dalam kekuasaan kehakiman
yaitu Mahkamah Konstitusi yang disebut dalam Pasal 24C Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga Negara yang
melakukan tugas kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan.
Menutur Pasal 24C Ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, Mahkamah Konstitusi mempunyai tugas dan wewenang yang di antara lain:
(1) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang

v
Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum.

Terkait dengan syarat untuk mencalonkan sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD RI), banyak pihak terutama pada calon-calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang merupakan anggota atau pengurus
partai politik tidak dapat mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD RI). Berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 22E ayat 4 yaitu:
“Perserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah
perorangan”.
Dengan ada nya persyaratan berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal yang diatas, banyak pihak anggota atau pengurus (fungsionaris)
partai politik tidak dapat mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD RI).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahnun 2017 Tenang Pemilihan Umum Pasal 182
huruf I yaitu:
“Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat
pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang
berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Disamping dengan peraturan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tengang


Pemilihan Umum, terdapat syarat untuk pendaftaran menjadi anggota Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang menjadi permasalahan bagi setiap anggota atau
pengurus partai politik untuk mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD RI).
Kemudian dengan ada nya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018
tersebut menyatakan bahwa ketentuan Pasal 22E ayat (4) Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 mengandung makna bahwa anggota Dewan Perwakilan

vi
Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang dipilih melalui pemilihan umum harus calon dari
perseorangan (perseorangan berarti setiap warga Negara baik anggota partai politik maupun
bukan anggota partai politik), bukan calon yang diajukan oleh partai politik , yang dapat juga
menimbulkan tafsir konstitusional bahwa meskipun calon anggota Dewan perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD RI) berasal dari partai politik, sepanjang yang bersangkuta
mencalonkan diri atas nama pribadi secara perseorangan, tidak diajukan atau dicalonkan oleh
partai politik yang bersangkutan, maka atas mana perseorangan dapat mencalonkan diri
menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).
Bahwa apabila frasa “perkerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf I adalah conditionaly
constitutional yakni bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai termasuk sebagai pengurus
(fungsionaris) partai politik, maka justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam
hal pengaturan persyaratan untuk menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD RI) dengan alasan;
1. Dapat menjadi pintu masuk (entry point) pihak-pihak tertentu untuk mengajukan
keberatan-keberatan atau gugatan-gugatan terhadap hasil penyelenggaraan pemilihan
umum.
2. Dapat mengganggu pelaksanaan proses penyelenggara pemilihan umum secara
keseluruhan, khususnya untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD RI).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah permesalahan tentang persyaratan pencalonan anggota Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang menjadi dasar permohonan dalam uji materi
Mahkamah Konstitusi?
2. Bagaimanakah ketentuan tentang syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD RI) pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-
XVI/2018?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk menggambarkan syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD RI), yang di uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

vii
2. Untuk menggabarkan terhadap syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD RI), pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-
XVI/2018.

BAB II

GAMBARANAN UMUM TENTANG PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR


30/PUU-XVI/2018 dan SYARAT CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA (DPD RI) PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

viii
2.1 Gambaran Umum Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018
Ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum, menimbulkan masalah bagi beberapa orang dari kalangan buruh. Oleh karena itu
beberapa orang yang merasa kepentingananya dirugikan akibat berlakunya ketentuan dalam
Pasal 182 huruf l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum frasa
“pekerjaan lain”. Pemohon mengajukan permohonan dengan dalil bahwa Pasal 182 huruf l
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum merugikan hak
konstitusional dari pemohon itu sendiri. Kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
30/PUU-XVI/2018, berdampak pada calon-calon anggota Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD RI) yang sebagai pengurus partai politik.
Diajukannya permohonan Nomor 59/PAN.MK/2018 dan telah dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 9 April 2018 dengan Nomor 30/PUU-XVI/2018.
Dimana dengan keresahan dari pemohon, yang di ajukan oleh Muhammad Hafidz
beralamat jalan Tatya IV, Blok F5, Nomor2, RT 007, RW 012, Kelurahan Cijujung,
Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Pemohon mengajukan permohonan kepada
Makamah Konstitusi dengan ada nya frasa kata dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017
Tentang pemilihan umum Pasal 182 huruf I, yang dalam Pasal tersebut ada frasa kata
pekerjaan lain menjadi permasalahan dari pemohon untuk calon anggota Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Bahwa pemohon merasa ada hak konstitusional nya
sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) atau Warga
Negara.
Dalam hal permohonan ini, bahwa pemohon merupakan calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) merupakan peserta Pemilihan Umum
(Pemilu) Tahun 2014 dari calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
(DPD RI) Provinsi Jawa Barat, yang sudah di tetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
di Jakarta , pada tanggal 28 Agustus 2013, dengan Nomor Urut 19 dan memperoleh 182.921
suara. Dan sebagai pemohon, ia merupakan perorangan warga Negara Indonesia yang belum
pernah menjadi anggota Partai Politik dan hendak kembali menjadi Peserta Pemilu dari
Calon Perseorangan DPD RI di Tahun 2019, pemohon merasa telah dijamin hak
konstitusionalnya untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil. Namum hak konstitusional
pemohon tersebut, berkaitan dengan masyarakat lokal untuk mewakili daerahnya, dengan ada

ix
Pasal 182 huruf I UU pemilu, sepanjang frasa “pekerjaan lain” yang dalam penjelasannya
tertulis cukup jelas, dan tidak dijelaskan mengenai apakah yang dimaksud perkerjaan lain,
apakah diantaranya termasuk aktif sebagai pengurus partai politik. Karena dalam Pasal 182
huruf l frasa “pekerjaan lain” akan berpotensi merugikan hak konstitusional dari pemohon.
Sebagai peserta pemilu 2014 dari calon perseorangan, dengan perolehan suara sebanyak
182.921, pemohon sebagai tokoh masyarakat dari kalangan buruh yang mempunyai
kehendak untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah. Tidak ada larangan baik
anggota partai politik tertentu untuk maju menjadi perserta pemilu dari calon perserorangan,
tidak berarti dapat dipersamakan dengan kebolehan bagi pengurus (fungsionaris) partai
politik yang memiliki jabatan, tugas, fungsi, tanggu jawab, dan kewenangan kepengurusan di
partai politik untuk maju menjadi peserta pemilu dari calon perseorangan. Menjadi hak bagi
setiap orang termasuk pemohon, untuk tetap menjaga maksud asli (original intent)
pembentukan lembaga Negara manapun, khususnya lembaga Negara DPD RI dari
kepentingan yang bukan kepentingan daerah sebagai bentuk “improper purposes”.

2.2 Syarat Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi
Untuk mencalonan diri sebagai anggota Dewan Perwakian Daerah Republik Indonesia
(DPD RI), terdapat syarat-syarat yang harus di penuhi terlebih dahulu oleh calon anggota
Dewan Perwakian Daerah Republik Indonesia (DPD RI), yaitu5:
1. Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
2. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.
3. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia.
6. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas madrasah aliyah, sekolah
menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat.
7. Setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
8. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur
mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
9. Sehat jasmani dan rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika.
10. Terdaftar sebagai Pemilih.
5
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Pasal 181-182 .

x
11. Bersedia bekerja penuh waktu.
12. Mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, Kepala Desa dan
perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa, aparatur sipil negara, anggota Tentara
Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi,
komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada hadan usaha milik negara dan/atau
badan usaha milik daerah danjatau badan usaha milik desa, atau barlan lain yang
anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat
pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.
13. Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat
pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa
yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas wewenang, dan hak sebagai anggota
DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
14. Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi,
komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau
badan usaha milik daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari
keuangan negara.
15. Mencalonkan hanya untuk 1 (satu) lembaga perwakilan.
16. Mencalonkan hanya untuk 1 (satu) daerah pemilihan; dan
17. Mendapatkan dukungan minimal dari Pemilih di daerah pemilihan yang
bersangkutan.

Syarat-syarat yang ada dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum, tentang Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) . Yang diatas
merupakan syarat-syarat yang dimana sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
30/PUU-XVI/2018. Sebulum ada Putusan Mahkamah tersebut ada syarat yang menjadi
kerancuan, di Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 itu lah mahkamah
megaskan kembali syarat yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum.
Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melalui
pemilihan umum dilaksanakan berdasarkan prinsip kesaman hak dan kedudukan setiap warga
negara dalam menggunakan haknya untuk dipilih. sehingga calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) tidak dibatasi menurut latar belakang atau
status politik ( Parpol atau non-Parpol). Hal ini sesuai dengan prinsip kesamaan kedudukan
hukum warga negara dalam negara kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai perorangan Warga Negara Indonesia (WNI), Undang-Undang memang mengatur
hak memilih dan hak dipilih. Namun demikian UU Pemilu telah memeberikan jaminan hak
politik Warga Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 28D ayat (1)

xi
UUD 1945 yang menjamin setiap warga negara berhak atas pengakuan, jaminam,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Karena secara perseorangan setiap Warga Negara Indonesia (WNI) diberikan hak untuk
mencalonkan diri menjadi anggota DPD RI dan tidak ada batasan selema mencalonkan atas
nama perorangan.
Kemudian dengan ada nya calon anggota DPD RI sebagai pengurus partai politik telah
mendorong adanya perubahan karakter keterwakilan DPD. Kini DPD telah dilihat sebagai
wadah baru bagi partai politik untuk memperjuangkan kepentingannya secara langsung dan
kasat mata. Kepengurusan dalam partai politik menjadi karakter ketewakilan partai politik
menjadi menguat di dalam DPD sehingga membawa DPD keluar dari koridor
konstitusionalnya sebagai perwakilan daerah. Ini membuat DPD menjadi bukan nya sebagai
perwakian daerah yang nantinya menjadi perwakilan partai politik. Yang nanti nya tidak ada
pembeda antara DPD dan DPR yang sama-sama perwakilan partai politik. Harus disadari
bahwa Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), merupakan perwakilan asli
daerah yang memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah nya secara nasional, bukan
kepentingan partai politik. Dimana Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap syarat “pekerjaan
lain” mahkamah berpandangan dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada bahwa
pengurus (fungsionaris) partai politik merupakan perkerjaan lain, yang di takutkan apabila
pengurus partai politik sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD
RI) akan menghilangkan fungsi dari lembaga Dewan Perwakilan Daerah tersebut dan
menimbulkan konflik kepentingan.

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

xii
Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi oleh pemohon dilatarbelakangi oleh
adanya kerugian konstitusional dari pemohon yang merupakan perwakilan masyarakat
dari kalangan buruh, atas adanya frasa “pekerjaan lain” dalam ketentuan Pasal 182 huruf
l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sebelumnya
Mahkamah Konstitusi belum mempertegas apakah frasa “pekerjaan lain” yang terdapat
dalam Pasal 182 huruf l itu sendiri. Pemohon merupakan perwakilan dari masyarakat dari
kalangan buruh merasa hak konstitusional nya bakal dirugikan, karena banyak nya
anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang merupakan
pengurus (fungsionaris) partai politik.
2. Pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 ketentuan tentang syarat
pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) berubah
menjadi, pengurus (fungsionaris) partai politik tidak dapat mencalonkan diri sebagai
anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).

3.2 Saran

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 sudah tepat karena sebagai


dasar untuk memperkuat dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) itu
sendiri.
1. Pembuat undang-undang hendaknya menyusun peraturan dalam pasal-pasal secara
jelas, dengan menyusunnya menggunakan bahasa secara normatif, agar tidak
menimbulkan multitafsir sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengakibatkan kerugian
konstitusional bagi beberapa orang atau kalangan.
2. Setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018,
hendaknya Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberlakukan syarat pencalonan
anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sesuai dengan
putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Simangunsong, Bonar. 2004. Negara, Demokrasi Dan Berpolitik Yang Profesional. Jakarta:
PT Dharma Karsa Utama

xiii
Sumodiningrat, Gunawan dan Ary Ginanjar Agustian. 2008. Mencintai Bangsa Dan Negara
Pegangan Dalam Hidup Berbangsa Dan Bernegara Di Indonesia. Bogor: PT Sarana
Komunikasi Utama

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

xiv

Anda mungkin juga menyukai