Disusun oleh:
(2) 意気地のない私が案外にあれほど久しく、淋しい月日を旅の境遇に送り得た
のも、つまりはやみがたい芸術の憧憬というよりも、苦しいこの問題の解決が
つかなかったためです。(paragraf 2 kalimat ke-7)
Ikujinonai watashi ga angai ni are hodo hisashiku, samishī tsukihi o tabi no
kyōgū ni okuri eta no mo, tsumari haya mi gatai geijutsu no dōkei to iu yori
mo, kurushī kono mondai no kaiketsu ga tsukanakatta tame desu.
‘Saya adalah orang yang tidak berambisi, tetapi alasan saya bisa
menghabiskan waktu dalam kesepian hidup di luar negeri bukan karena
kerinduan saya pada seni, tetapi karena saya tidak dapat menemukan solusi
untuk masalah yang menyakitkan ini.’
Pada data (2), dijelaskan bahwa tokoh aku merasakan kesepian karena
ketidakmampuannya selama hidup di Jepang. Alasan kesepiannya dikatakan pada data
1 karena ketidakcocokannya terhadap keadaannya di lingkungan barunya. Tokoh aku
merasakan perbedaan yang signifikan antara lingkungan lama dan lingkungan
barunya. Di luar negeri, kebebasan dalam lingkungan masyarakat lebih terbuka dan di
sana dikatakan tidak perlu takut akan kelaparan. Namun, di Jepang dikatakan bahwa
pembatas dalam lingkungan masyarakat Jepang sangat mengekang dan membuat
tokoh aku merasa tuntutan sosial dalam masyarakat Jepang. Pada saat bertemu dengan
ayahnya pun, dia sampai menutup mukanya karena rasa malu.
(3) 私は覚えず顔を隠したいほど恐縮しました。同時に私はもう親の慈愛には
飽々(あきあき)したような心持もしました。親は何故(なぜ)不孝なその児を打
捨ててしまわないのでしょう。児は何故(なにゆえ)に親に対する感謝の念に
迫められるのでしょう。無理にも感謝せまいと思うと、何故それが我ながら苦し
く空恐ろしく感じられるのでしょう。(Paragraf 3 kalimat 1-5)
Pada data (8) digambarkan salah satu realita sosial yang menunjukkan
bagaimana seorang ibu rumah tangga menjalankan perannya sebagai anggota keluarga
di sebuah sistem masyarakat yang kurang mendukung. Hal ini menggambarkan
tuntutan sosial yang ‘mengharuskan’ ibu-ibu tersebut untuk memanfaatkan air panas
yang datang tidak menentu selagi mengurus bayi mereka secara bersamaan. Kalimat
ini juga menggambarkan keadaan fisik kelompok tersebut yang dapat diasumsikan
juga dipengaruhi oleh gaya hidup mereka yang digambarkan mengidap penyakit dan
keadaan gigi yang kurang terawat. Hal ini juga menjadi sebuah gambaran kesenjangan
sosial yang secara tidak langsung merupakan dari tuntutan sosial yang mengharuskan
seseorang untuk melakukan apa yang dianggap menjadi sebuah kewajiban di
lingkungan masyarakat. Dalam hal ini merupakan ‘peran’ seorang ibu yang tetap
dilakukan walaupun terkena beberapa batasan individual.
(9) 両側の人家ではまだ灯一つ点さぬので、人通りは真黒な影の動くばかり、そ
の間をば棒片なぞ持って悪戯盛りの子供が目まぐるしく遊びまわっている。
Ryōsoku no jinkade wa mada akari hitotsu sasanunode, hitodōri wa
makkurona kage no ugoku bakari, sono aida oba bōkire nazo motte itazura
zakari no kodomo ga memagurushiku asobi mawatte iru.
‘Rumah-rumah di kedua sisi jalan masih belum diterangi lampu, sehingga
yang terlihat di jalan hanyalah bayangan hitam yang bergerak-gerak, di antara
anak-anak yang bermain-main dengan tongkat dan benda-benda lain dengan
kecepatan yang memusingkan.’
Dari data (9), tokoh menggambarkan keadaan dimana di kedua sisi jalan masih
belum diterangi lampu. Keadaan ini sangat membahayakan bagi para pejalan kaki,
terutama di malam hari, karena mereka kesulitan melihat jalan dan berisiko terjatuh.
Oleh karena itu, tuntutan sosial muncul untuk menjaga lingkungan dengan cara
menerangi jalan agar orang-orang dapat melihat dengan jelas dan merasa lebih aman
saat melewati jalan tersebut. Tuntutan ini menunjukkan kesadaran masyarakat dalam
menjaga keamanan dan kenyamanan bersama di lingkungan sekitar.
(10) 家族の口はまるで飯を食うのと生活難を方針なく嘆き続けるためにしか出来
ていない。貧しくとも、貧しから脱することの出来ぬ限界に直面して、人々は
次第に思想が縮小して、感情の暴力に依拠してくる。
Kazoku no kuchi wa marude meshi o kuu no to seikatsu-nan o hōshin naku
nageki tsudzukeru tame ni shika dekite inai. Mazushiku tomo, mazushi kara
dassuru koto no dekinu genkai ni chokumen shite, hitobito wa shidaini shisō
ga shukushō shite, kanjō no bōryoku ni ikyo shite kuru.
‘Mulut keluarga dibuat hanya untuk makan dan meratapi kesulitan hidup tanpa
kebijakan. Dihadapkan pada batas-batas menjadi miskin tetapi tidak dapat
keluar dari kemiskinan, orang-orang secara bertahap menyusut dari pemikiran
dan menggunakan kekerasan emosional.’
Dari data (10), tokoh menggambarkan tentang sebuah kondisi dimana keluarga
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari karena keuangan yang
belum stabil. Hal ini menggambarkan sebuah tuntutan sosial yang berkaitan dengan
memenuhi kebutuhan hidup, dan mendorong individu untuk bekerja keras dan
mencari uang dengan cara apapun untuk memperbaiki kondisi keuangan mereka.
Keluhan yang terus-menerus dari keluarga tersebut mencerminkan betapa pentingnya
stabilitas keuangan dalam kehidupan sehari-hari, dan mendorong tokoh untuk
memenuhi tuntutan sosial tersebut dengan mengambil tindakan yang dapat
meningkatkan penghasilan dan stabilitas keuangan mereka.
4. KESIMPULAN
Cerita pendek dengan judul "Kangokusho no Ura" karya Nagai Kafuu
merupakan cerita mengenai seseorang yang tidak mengindahkan keinginan
keluarganya, yang mana ayahnya merupakan seseorang yang disiplin dan tegas, dan
ibunya selalu tunduk kepada ayahnya, yang kemudian keputusannya ini menimbulkan
masalah sosial, tidak hanya dalam lingkungan keluarganya, tetapi juga terhadap
lingkungan yang lebih luas. Oleh karena itu penelitian ini dianalisis menggunakan
teori sosiologi sastra. Tujuannya adalah untuk mempelajari dan memahami hubungan
antara sastra dan masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode dialektik, yaitu metode yang berupaya
mengambarkan hubungan timbal balik antara fenomena sosial yang terkandung dalam
karya sastra. Fenomena yang ada dalam karya sastra akan dibandingkan dengan
fenomena yang terjadi dalam realitas masyarakat, dengan cara menganalisis fenomena
sosial terkait dengan pembentukan karakter chounan yang tergambar dalam cerpen
Kangokusho no Ura dan menghubungkan antara keterkaitan fenomena sosial yang
tergambar dalam cerpen Kangokusho no Ura dengan fenomena sosial yang terjadi di
dalam masyarakat Jepang.
Penelitian ini menemukan beberapa masalah atau tuntutan sosial pada cerita
pendek Kangokusho no Ura. Beberapa masalah itu meliputi (1) ketidakcocokan
terhadap lingkungan barunya yang menimbulkan kesepian pada data 1 dan 2, tuntutan
sosial yang menganggap bahwa tidak boleh ada kecacatan atau kegagalan pada
keluarga dengan reputasi baik, yang membuat tokoh merasa malu karena
kegagalannya, yang diterangkan pada data 3. Kemudian pada data 4 ditemukan
tekanan sosial untuk menjaga nama baik keluarga. Pada data 5 juga ditemukan bahwa
kaum pria harus menjaga kehormatannya, yang mana pada masa itu menjaga
kehormatan merupakan kewajiban sebagai warga negara kekaisaran.
Pada data 6, ditemukan permasalahan sosial yaitu banyaknya masyarakat yang
tidak mempunyai pekerjaan yang layak sehingga kualitas hidupnya buruk, sementara
pada data 7 ditemukan tuntutan sosial, lebih tepatnya ganjaran, untuk menebus
kesalahan yang telah dilakukan. Data 8 menggambarkan tuntutan sosial yang
mengharuskan seseorang untuk melakukan apa yang dianggap menjadi sebuah
kewajiban di lingkungan masyarakat walaupun terkena beberapa batasan individual,
data 9 menggambarkan tuntutan sosial untuk menjaga lingkungan, dan data 10
menggambarkan sebuah tuntutan sosial yang berkaitan dengan memenuhi kebutuhan
hidup, dan mendorong individu untuk bekerja keras dan mencari uang dengan cara
apapun untuk memperbaiki kondisi keuangan mereka.
Semua tuntutan/permasalahan sosial yang ada pada masyarakat Jepang zaman
tersebut digambarkan dengan baik melalui karya sastra, dalam hal ini cerita pendek
Kangokusho no Ura karya Nagai Kafuu.
5. Sinopsis
Cerita ini mengisahkan pengalaman Kafu Nagai dalam menyesuaikan diri
kembali dengan kehidupan di Jepang pada akhir Era Meiji setelah tinggal di Amerika
dan Prancis selama beberapa tahun. Meskipun suasana dan suara jalan-jalan di Jepang
terasa familiar, narator merenungkan puisi-puisi Paul Verlaine karena mengalami
krisis eksistensial. Cerita ini dapat diinterpretasikan secara berbeda-beda karena
situasi narator yang harus tinggal di kamar cadangan, di belakang penjara di Ichigaya,
sebagai gantinya untuk kembali ke rumah keluarganya yang hilang. Hal ini membuat
narator merasa terkurung dan teridentifikasi dengan tahanan yang dapat dilihat di luar.
Narator juga merasa bahwa kepulangannya ke Jepang akan membuatnya sulit
menemukan jalan keluar di masa depan. Cerita ini memadukan unsur-unsur
pengalaman nyata dan imajinasi Kafu Nagai, termasuk karakter teater dan adegan
kekejaman terhadap hewan, serta menyoroti perbedaan budaya antara Timur dan
Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djoko. (1978). Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Dilansir dari
tautan https://repositori.kemdikbud.go.id/2385 pada 26 April 2023.
Kafuu, Nagai. (1984). Kangokusho no Ura. Disadur pada Jumat, 21 April 2023 pukul 23.43
WITA dari https://www.aozora.gr.jp/
Pradopo, Rachmat Djoko. (2015). Sastra Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press
(242-245).