Anda di halaman 1dari 10

MODUL 5

BAHAN KAJIAN :
Skrining dan Intervensi Awal Kasus Adiksi
PENGALAMAN BELAJAR :
Mahasiswa melakukan eksplorasi materi, berdiskusi dengan dosen dan teman sekelas mengenai topik yang dibahas
untuk memperoleh pengetahuan sesuai kaidah ilmiah keilmuan psikologi. (interaktif, kolaboratif, saintifik dan
kontekstual).
INDIKATOR :
Mahasiswa dapat menguraikan proses skrining awal pada proses pemeriksaan kasus adiksi; Mahasiswa dapat
menguraikan proses intervensi awal untuk kasus adiksi.
EVALUASI :
UTS

PENDAHULUAN

Seperti yang telah Anda pelajari, penggunaan zat atau melakukan perilaku adiktif yang terus menerus
akan mengubah mekanisme dalam sistem reward di otak. Perubahan neurologis ini akan memengaruhi motivasi
dan perilaku orang yang kecanduan. Saat orang yang kecanduan membutuhkan perawatan dan bantuan, mereka
sering berada dalam posisi rentan. Mereka merasa cemas dan takut akan stigma dan rasa malu yang terkait dengan
kondisi dirinya. Penggunaan narkoba dan perilaku adiktif seperti game online dan judi dalam jangka panjang
mengubah mekanisme sistem penghargaan di otak. Neuroadaptasi ini mempengaruhi motivasi dan perilaku orang
yang kecanduan zat. Seringkali, individu yang kecanduan merasa bahwa mereka telah kehilangan kekuatan untuk
memilih perilaku penggunaan zat/game/judi mereka. Ketika orang-orang yang kecanduan narkoba membutuhkan
bantuan dan datang pada lembaga rehabilitasi atau dokter atau psikolog atau penyedia layanan kesehatan lainnya,
mereka seringkali berada dalam posisi rentan dan banyak yang takut akan stigma dan rasa malu yang terkait
dengan kondisi adiksinya.

Perhatikan pertanyaan-pertanyaan ini, sebelum Anda melanjutkan mempelajari modul:


1. Menurut Anda apa cara terbaik untuk melakukan pendekatan dan percakapan awal seputar penyalahgunaan
zat dengan individu yang kecanduan?
2. Jenis pertanyaan apa yang akan Anda ajukan kepada seseorang yang datang pada anda untuk mencari
pertolongan mengatasi kemungkinan gangguan penggunaan zat? Mengapa Anda merasa bahwa pertanyaan-
pertanyaan ini penting?
3. Menurut Anda, apa peran hubungan terapeutik antara konselor dan klien agar proses skrining berjalan efektif
dan jujur?
Pertanyaan-pertanyaan diatas adalah latihan berpikir yang dapat Anda gunakan untuk ‘merekam’ hasil eksplorasi
Anda sendiri mengenai materi pada pertemuan ini.

1
SKRINING AWAL

Skrining adalah proses yang bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan atau tingkat keparahan suatu
kondisi melalui penggunaan tes dan prosedur lain yang dapat diterapkan dengan mudah kepada orang-orang
dalam konteks yang berbeda dalam waktu singkat (World Health Organization [WHO], n.d.). Bagi masalah adiksi
zat, skrining merupakan metode langsung untuk mengidentifikasi adanya penggunaan zat dengan cara yang
berisiko atau yang sudah adiksi. Proses skrining dapat membantu mengidentifikasi perawatan atau pengobatan
yang diperlukan berdasarkan tingkat risiko klien. Umumnya proses skrining dimulai dengan menilai kesediaan klien
untuk berpartisipasi, kemudian ditanyakan pertanyaan spesifik untuk mencari informasi penting tentang perilaku
penggunaan narkoba klien dan implikasinya. Percakapan dalam proses skrining seringkali sulit, oleh karena itu
penting bagi konselor untuk menjalin hubungan terapeutik yang baik dengan klien.
Hubungan terapeutik (juga disebut sebagai working/teurapeutik alliance) adalah hubungan antara
penyedia layanan kesehatan (dokter/perawat/psikolog) dengan klien atau pasien. Tujuan dari hubungan ini adalah
untuk membantu klien memperoleh ruang yang tidak menghakimi di mana mereka merasa nyaman untuk berbagi
pikiran, keyakinan, dan emosi dengan memberi kepercayaan, rasa hormat, keselarasan, dan kemampuan konselor
untuk menunjukkan empati dan kepedulian (Ardito & Rabellino, 2011).
Dalam menjalin relasi dengan klien, penyedia layanan kesehatan perlu menyadari dampak bias implisit
dalam proses skrining. Bias implisit – juga disebut sebagai bias yang tidak disadari – mengacu pada keyakinan yang
dianut oleh orang-orang berdasarkan stereotip dan perilaku belajar lainnya (Cherry, 2020). Penyedia layanan
kesehatan perlu mengenali dan mengatasi bias implisit mereka – karena hal ini dapat mempengaruhi layanan yang
mereka berikan kepada pasien – dan secara aktif menerapkan strategi untuk mengatasi bias bawah sadar dan
sadar mereka.

Kerangka kerja untuk melakukan skrining dan intervensi awal ada 2:

1. SBRIT : Screening, Brief Intervention, Refferal to Treatment

Skrining, Intervensi Singkat dan Rujukan Pengobatan (SBIRT) adalah pendekatan kerangka kerja kesehatan
masyarakat yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan layanan kepada mereka yang berisiko
mengalami gangguan penggunaan narkoba, depresi, dan kondisi kesehatan mental lainnya (Hargraves, et. al.,
2017). SBRIT adalah kerangka kerja tiga langkah yaitu melakukan skrining, intervensi singkat, dan rujukan
perawatan (SBIRT). Pendekatan untuk skrining dan intervensi dini ini dikembangkan bagi orang-orang yang berisiko
mengembangkan atau telah mengembangkan gangguan penggunaan zat (Day, 2017). Kerangka SBIRT dapat
diterapkan secara fleksibel pada orang dengan gangguan kecanduan yang ringan, sedang atau berat. Model ini
telah digunakan secara luasdalam berbagai setting kesehatan mental. Penjelasan mengenai kerangka kerja ini
diberikan dalam file yang terpisah.

2. DRUGS : Data, Reason to Use, Unintended consequences, Gedankenexperiment, Second look

Kerangka kerja DRUGS dapat digunakan sebagai alat untuk membantu proses skrining dan intervensi kecanduan
zat. Merupakan cara praktis bagi konselor untuk menjaga komunikasi yang tidak menghakimi (non judgemental
communication) selama proses skrining. Model ini menekankan pentingnya hubungan terapeutik untuk
keberhasilan treatment. Pada kerangka kerja ini, konselor melakukan asesmen terhadap komponen D, R, dan U.
Cara ini merupakan cara yang paling praktis untuk menjadi kerangka percakapan selama proses skrining,
sementara komponen G dan S merupakan aktifitas intervensi awal.

2
D: Data
Langkah pertama dalam kerangka kerja DRUGS adalah mengumpulkan data dari klien. Langkah pengumpulan data
ini tidak hanya berguna bagi konselor tetapi juga bagi klien. Proses pengumpulan data akan membuat klien
berhadapan dengan kenyataan mengenai penggunaan zat/perilaku adiktifnya dan perilaku denial yang biasanya
lakukan. Tiga pertanyaan terpenting untuk ditanyakan kepada klien selama pengumpulan data adalah sebagai
berikut:

1. Zat apa yang Anda gunakan saat ini? (Atau perilaku apa yang membuat anda datang kesini?)
2. Seberapa sering Anda menggunakan zat? (Melakukannya?)
3. Berapa banyak zat yang Anda gunakan per hari, per minggu, atau per bulan? (Seberapa lama anda
melakukan perilaku tersebut per hari? minggu atau per bulan?)

Catatan: Pertanyaan yang ada dalam tanda kurung adalah untuk adiksi perilaku.

Pada tingkat yang lebih praktis, pertanyaan-pertanyaan ini berhubungan dengan penanda utama penggunaan zat
(kriteria diagnosis). Pada tahap ini, sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi klien agar dapat
berbicara secara bebas tentang perilaku adiktif atau penggunaan zatnya, klien perlu tahu bahwa mereka tidak akan
dihakimi untuk setiap informasi yang akan mereka ungkapkan. Konselor dapat melakukan ini dengan menyatakan
di awal pertemuan bahwa pertanyaan yang diajukan tidak diajukan untuk menghakimi atau untuk mengomentari
potensi bahaya dari perilaku mereka; namun klien akan punya kesempatan untuk berbicara tentang penggunaan
zat/perilaku adiktif mereka secara bebas sehingga dapat memperoleh bantuan yang dibutuhkan.

1. Jenis zat

Zat yang digunakan individu bergantung pada banyak faktor, mengidentifikasi zat yang digunakan merupakan
langkah penting untuk pemilihan intervensi yang tepat. Bagian paling sulit dari proses menanyakan zat yang
digunakan adalah adanya kemungkinan klien enggan untuk sepenuhnya jujur karena takut dinilai buruk atau
berkonsekuensi hukum. Penting juga untuk dicatat bahwa tidak semua zat memiliki bahaya dan risiko yang sama.
Risiko ini dapat dianalisis dengan mempertimbangkan efek dari tiga kelas zat utama pada tubuh:
1) Zat Depresan: Alkohol, barbiturat, dan opioid (termasuk heroin) memperlambat fungsi sistem saraf pusat
(SSP), yang menurunkan detak jantung dan menurunkan fungsi pernapasan. Oleh karena itu, orang yang
menggunakan zat ini secara berlebihan berisiko mengalami overdosis yang fatal. Jika zat-zat ini
dikonsumsi secara berlebihan akan mempengaruhi koordinasi motorik klien sehingga sangat mungkin
menyebabkan kecelakaan. Penting untuk dicatat bahwa penggunaan zat penenang yang berkepanjangan
dapat menyebabkan ketergantungan dan gejala penarikan, seperti peningkatan kecemasan atau insomnia
ketika zat tersebut tidak lagi diminum (National Institute on Drug Abuse, 2018a).
2) Zat Stimulan: Berbeda dengan zat depresan, stimulan seperti kokain, amfetamin (sabu), dan MDMA atau
ekstasi menyebabkan aliran energi dan kewaspadaan saat masuk dalam tubuh. Zat-zat ini merangsang
SSP dan mempercepat detak jantung dan fungsi pernapasan. Ketika zat-zat ini digunakan untuk jangka
waktu yang lama atau berlebihan, zat-zat ini dapat menyebabkan kecemasan atau serangan panik. Karena
efeknya pada SSP, zat ini juga bisa sangat berbahaya bagi orang dengan penyakit masalah jantung atau
tekanan darah (National Institute on Drug Abuse, 2018b).
3) Zat Halusinogen: LSD, ganja, dan jamur psilocybin mengubah indra dan persepsi individu tentang
realitas. Penggunaan zat-zat ini dapat memicu halusinasi yang mengganggu dan dapat menyebabkan
perilaku berbahaya oleh pengguna. Meskipun sebagian besar zat halusinogen tidak terlalu membuat

3
ketagihan, orang dapat mengembangkan gangguan penggunaan ganja setelah penggunaan jangka
panjang (National Institute on Drug Abuse, 2015).
Menggunakan zat apa pun dalam jumlah yang semakin besar menyebabkan risiko fisik dan mental yang lebih besar
bagi klien, dan juga dapat meningkatkan risiko penyalahgunaan zat dan mungkin perilaku kriminal. Konsumsi
berbagai zat secara bersamaan dapat menyebabkan kurangnya koordinasi yang meningkatkan kemungkinan
kecelakaan (DrugWise, 2017).

2. Metode Penggunaan Zat

Metode penggunaan zat berperan dalam komplikasi kesehatan yang dialami oleh pecandu. Metode penggunaan
akan mempengaruhi efek suatu zat, dan kemungkinan bahaya yang ditimbulkannya:
1) Suntik:Metode pemberian ini menghasilkan efek yang cepat (dalam beberapa detik) dan intens. Biasanya
digunakan untuk zat seperti heroin dan opioid (metamfetamin, kokain, dan benzodiazepin). Zat dapat
disuntikkan ke pembuluh darah, otot, atau subkutan (melalui kulit dalam proses yang disebut skin popping).
Menyuntikkan zat sangat berisiko karena seringkali sulit untuk mengetahui berapa banyak zat yang diambil.
Ketika zat disuntikkan, risiko infeksi juga tinggi, karena jarum suntik sering digunakan bersama, menularkan
penyakit yang ditularkan melalui darah seperti HIV dan Hepatitis B dan C (Des Jarlais et al., 2017).
Kemungkinan klien yang menyuntikkan zat mengetahui bahaya ini tapi malu dengan perilaku mereka dan takut
bahwa mereka mengekspos diri mereka terhadap penyakit, sehingga akan muncul perilaku penyangkalan,
Kondisi ini perlu disadari dan bertanya dengan pertanyaan seperti; “apakah mereka pernah menyuntikkan
zat?” (jika klien tidak mengungkapkan informasi secara bebas terlebih dahulu).
2) Dihirup: Menghirup zat melalui rongga hidung juga memiliki efek cepat (15 hingga 30 detik), tetapi seringkali
kurang intens. Penggunaan jangka panjang dari metode konsumsi ini dapat merusak selaput hidung. Zat yang
dapat dihirup termasuk pil opioid yang dihancurkan, kokain (bentuk bubuk dari zat), popper (nitrit), dan lem
(pelarut kimia).
3) Dihisap/Merokok: Zat-zat umum yang tertelan melalui merokok adalah nikotin dan tetrahydrocannabinol
(THC), bahan aktif dalam ganja, serta kokain (bentuk batu dari zat tersebut). Merokok secara teratur memiliki
banyak konsekuensi kesehatan yang serius, terutama pada paru-paru dan sistem pernapasan yang lebih besar.
Merokok tembakau, yang dikenal sebagai karsinogen, adalah salah satu penyebab kematian terbesar yang
dapat dicegah di dunia.
4) Ditelan: Ini memiliki efek paling lambat (dapat tertunda hingga 30 menit), tetapi dapat berisiko kematian jika
orang menelan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Metode ini sering digunakan untuk zat seperti obat
yang diresepkan, alkohol, ganja, ekstasi, jamur psilocybin, atau LSD. Efeknya cenderung lambat pada awalnya
tetapi kemudian berakselerasi dengan cepat, sehingga orang sering tiba-tiba sangat mabuk atau merasa
sangat bingung. Beberapa bahaya yang terkait dengan metode ini adalah overdosis dan peningkatan potensi
terlibat dalam perilaku berisiko, seperti mengemudi di bawah pengaruh. (Novak & Kral, 2011)

3. Frekuensi dan Kuantitas Penggunaan Zat


Hubungan terapeutik yang baik adalah salah satu faktor terpenting untuk membuat klien jujur tentang penggunaan
zat mereka. Banyak klien malu untuk mengakui bahwa mereka menggunakan zat, sehingga konselor dapat
mencoba membuat klien merasa lebih nyaman dengan menjelaskan bahwa banyak orang berjuang dengan
penggunaan zat (dengan kata lain “menormalkannya”) dan bahwa informasi klien dirahasiakan dan tidak dibagikan
dengan orang lain. Bertanya kepada klien tentang penggunaan zat, seperti "Berapa banyak yang Anda pakai?"

4
mungkin tidak akan memberikan hasil yang akurat, karena klien secara alami cenderung menganggap remeh
jumlah dan frekuensi penggunaan zatnya sehingga tidak menceritakannya. Bertanyalah secara khusus dengan
pertanyaan berapa hari dalam seminggu mereka menggunakan zat, dan berapa banyak yang mereka gunakan
setiap kalinya. Cara ini akan mendapatkan informasi yang jauh lebih akurat (Robinson et al., 2012).
Salah satu cara mengumpulkan data mengenai penggunaan zat adalah dengan merekam pola penggunaan dari
minggu sebelumnya. Metode ini disebut Timeline Followback (TLFB). Metode TFLB, diterbitkan pada tahun 1996,
dikembangkan oleh Linda Sobell. Dalam metode ini klien diminta untuk memperkirakan secara retrospektif
penggunaan zat mereka tujuh hari sebelum wawancara (Robinson et al., 2012). Metode ini digunakan agar klien
tidak meminimalkan seberapa sering mereka menggunakan zat. Lebih mudah bagi klien untuk mengaburkan tingkat
penggunaan zat mereka jika mereka memperkirakan penggunaannya selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Jadi, ketika diberikan waktu satu minggu sebagai kerangka waktu, klien cenderung menghitung penggunaan zat
mereka secara retrospektif dengan lebih akurat.
Contoh penggunaan TLFB:

Konselor : “Hari ini hari Senin, apakah yang Anda pakai kemarin (di hari Minggu)?"
Setelah klien menjawab pertanyaan ini, konselor bertanya lebih lanjut: “Dan apakah Anda
menggunakannya pada hari Sabtu?” Proses ini harus berlanjut sampai klien menggambarkan
perilaku penggunaan zat mereka selama seminggu sebelum wawancara skrining.

Hal penting yang harus diwaspadai oleh konselor saat mendiskusikan frekuensi penggunaan zat adalah apakah
klien menggunakan zat setiap hari/rutin atau berlebihan pada suatu waktu:
o Penggunaan zat secara rutin/harian: Klien menggunakan zat pilihan mereka setiap hari dalam jumlah
berapa pun. Penggunaan sehari-hari diklasifikasikan sebagai perilaku berisiko tinggi karena menghasilkan
perubahan neuroadaptif pada jalur reward otak, yang sering mengakibatkan kecanduan.
o Penggunaan berlebihan: Penggunaan zat dalam jumlah besar pada interval waktu tertentu. Klien
mungkin mengatakan bahwa mereka hanya menggunakan zat sekali atau dua kali seminggu, tetapi jika
jumlah zat yang mereka konsumsi sangat tinggi, ini juga menunjukkan penggunaan zat yang berisiko.
Penggunaan rutin membawa risiko mengembangkan toleransi (membutuhkan lebih banyak zat untuk mencapai
efek yang sama). Selanjutnya, jika penggunaan yang sering dan berat diikuti oleh periode di mana klien tidak
menggunakan zat tersebut (baik karena mereka mencoba untuk membatasi penggunaannya atau tidak lagi memiliki
akses terhadapnya), tingkat toleransi mereka akan turun. Ketika mereka mengambil jumlah zat yang sama lagi
setelah periode pantang, tingkat toleransi mereka mungkin menurun dan mereka bisa berisiko overdosis
(DrugWise, 2017).

R: Reason to Use

Bertanya pada klien tentang alasan mereka menggunakan zat akan memvalidasi pengalaman mereka dan
membangun kepercayaan klien. Saat konselor memperoleh pengetahuan tentang mengapa klien menggunakan
zat, konselor dapat lebih memahami faktor yang menjadi pemicu penggunaan zat (seperti melihat sekelompok
teman tertentu; akhir shift kerja pada weekend; perubahan dalam emosi; dll). Alasan umum mengapa orang
menggunakan zat dapat dikelompokan sebagai berikut:
o Rekreasi: Banyak orang menggunakan zat untuk bersenang-senang. Ketika penggunaan zat terkait erat
dengan aktivitas sosial klien, mereka sering tidak menyadari bahwa perilaku ini bermasalah, karena banyak

5
temannya yang mungkin menggunakan zat dengan cara yang sama. Penting bagi klien untuk menyadari
bahwa perilaku mereka berisiko dan bahwa perilaku tersebut berpotensi mengakibatkan kecanduan (jika
mereka belum berkembang ke tahap ini). Jika kebiasaan seseorang berkembang dari menggunakan zat
secara sosial untuk bersenang-senang menjadi menggunakan zat setiap hari ketika mereka sendirian, atau
dalam dosis yang lebih besar, hal ini merupakan tanda kecanduan.
o Tekanan teman sebaya: Penggunaan zat dapat terjadi sebagai respons terhadap pengaruh kelompok
sebaya. Menggunakan zat mungkin saja bertentangan dengan kecenderungan alami orang tersebut, tetapi
mereka merasa tertekan untuk berpartisipasi. Kondisi seperti ini sering terlihat pada klien yang usaianya
muda, tekanan teman sebaya menjadi alasan penting pada proses awal penggunaan narkoba. Tekanan
teman sebaya berperan dalam membentuk keputusan dan kebiasaan individu melalui pembelajaran sosial.
Saat klien menjelaskan bahwa perilaku mereka mereka disebabkan oleh tekanan teman sebaya, hal ini
menunjukkan bahwa lingkaran sosial mereka menjadi faktor pemicu perilaku penggunaan zatnya. Hal ini
terutama berlaku untuk klien di masa remaja
o Kesepian atau bosan: Tidak adanya teman atau keluarga yang peduli dapat menyebabkan orang
mengabaikan diri mereka sendiri dan melakukan perilaku yang tidak sehat. Perasaan terisolasi adalah
sumber utama ketidakbahagiaan; orang-orang yang mengisolasi diri mereka sendiri, atau yang merasa
terisolasi dari keluarga dan teman-teman mereka, sering kali menggunakan zat untuk melarikan diri dari
kenyataan. Ketika klien menunjukkan bahwa kesepian atau kebosanan mengarah pada penggunaan
narkoba, konselor perlu mencaritahu lingkungan klien agar dapat mendorong hubungan yang lebih
adekuat dan merekomendasikan strategi alternatif yang tepat.
o Pengobatan sendiri: Banyak klien melaporkan bahwa mereka menggunakan zat untuk mengatasi
masalah seperti kecemasan, depresi, insomnia, atau masalah emosional lainnya. Dalam kondisi ini, klien
merasa yakin bahwa memecahkan masalah emosi mereka akan menyelesaikan masalah penggunaan
narkoba. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa bahkan ketika gangguan kejiwaan yang
mendasarinya telah teratasi, jika orang tersebut telah mengembangkan kecanduan, biasanya tidak akan
sembuh secara spontan tanpa pengobatan. Oleh karena itu, ketika gangguan kejiwaan mengarah ke
gangguan penggunaan zat, keduanya perlu ditangani secara terpadu. (Hesmat, 2017)

U: Unintended Consequences

Klien sering menyatakan konsekuensi negatif dari penggunaan narkoba pada mereka adalah konsekuensi
emosional seperti mengecewakan orang tua atau pasangan mereka; konsekuensi fisik seperti adanya toleransi,
kecemasan meningkat, dan masalah psikologis; serta konsekuensi anatomi seperti kerusakan pada organ seperti
paru-paru, jantung, hati, atau otak. Namun, tidak semua klien sepenuhnya menyadari seluruh konsekuensi yang
tidak diinginkan dari penggunaan zat, sehingga konselor perlu mendorong klien untuk untuk mengurai akibat dari
penggunaan zat. Konselor dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut:
● Apakah Anda menggunakan waktu yang banyak untuk mendapatkan dan menggunakan zat dengan
mengesampingkan kegiatan lain yang penting bagi Anda?
● Bagaimana dampak penggunaan narkoba terhadap kondisi keuangan Anda?
● Apakah Anda pernah mengalami masalah dalam relasi akibat dari penggunaan narkoba?
● Bagaimana perasaan Anda setelah menggunakan zat? Apakah perilaku ini membuat Anda merasa lebih
baik, atau terkadang membuat Anda merasa lebih buruk?

6
Hal utama dalam proses skrining di area ini adalah membuat klien mengenali apa yang mereka dapatkan sebagai
konsekuensi perilakunya. Jenis masalah yang dapat jadi bahan pertanyaan adalah:
o Konsekuensi interpersonal: Ketika orang menggunakan zat untuk jangka waktu yang lama, seringkali
hubungan interpersonal mereka terganggu. Terkadang orang mengisolasi diri dari teman dan anggota
keluarganya. Mereka biasanya mengalami perubahan suasana hati yang dramatis sehingga menyebabkan
orang lain menjauh. Orang-orang penting dalam hidup mereka (pasangan, anak-anak, orang tua, atau
bahkan rekan kerja mereka) biasanya akan mengungkapkan keprihatinan, kesedihan, frustrasi,
kemarahan, atau kesedihan tentang penggunaan zat tersebut.
o Konsekuensi kesehatan mental: Meskipun pada awalnya orang mulai menggunakan zat untuk
membantu meringankan kecemasan, insomnia, depresi, atau gejala kejiwaan lainnya, dari waktu ke waktu
zat tersebut akan membuat mereka lebih buruk. Ketika efek suatu zat bertentangan dengan harapan klien,
klien menganggap ini sebagai konsekuensi negatif yang tidak diinginkan. Misalnya, seorang klien mulai
menggunakan alkohol untuk meredakan stres dan membantu mereka tidur, tetapi setelah penggunaan
yang konsisten selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, alkohol dapat memperburuk sulit tidur dan
kecemasan mereka.
o Konsekuensi kesehatan fisik: Penggunaan zat yang berkepanjangan juga dapat memiliki banyak
konsekuensi fisik yang serius. Klien dapat menderita penyakit yang diakibatkan atau diperburuk oleh
penggunaan zat. Penggunaan zat dapat menyebabkan kerusakan pada banyak organ vital. Merokok dapat
menyebabkan penyakit paru-paru; alkohol dapat menyebabkan kerusakan organ, seperti penyakit hati,
jantung, dan otak; bahkan menyuntikkan zat dapat menyebabkan penyakit menular. Konsekuensi fisik juga
dapat mencakup penurunan berat badan, kecelakaan, atau cedera saat mendapatkan atau menggunakan
zat tersebut. Konselor dapat bertanya kepada klien tentang riwayat kesehatan mereka dan bagaimana
timbulnya penyakit tertentu lainnya dapat dikaitkan dengan penggunaan zat. Saat klien dapat
mengartikulasikan konsekuensi fisik yang tidak diinginkan dari penggunaan zat, klien akan menyadari
dampak dari penggunaan zat yang berkepanjangan.
Konsekuensi negatif yang dirasakan klien mungkin saja tidak termasuk dalam salah satu kategori diatas, misalnya,
klien hanya menyebutkan bahwa menggunakan zat mereka membuat mereka tidak nyaman, mahal, atau memakan
waktu dan mengesampingkan kegiatan lain yang mereka lebih suka lakukan.

G: Gedanken Experiment

Huruf G mengacu pada gedanken experiment, yaitu meminta pasien untuk mempertimbangkan untuk bepantang
(abstinence) dengan tidak menggunakan substance mereka selama empat minggu. Gedanken experiment adalah
istilah yang digunakan oleh Albert Einstein untuk menggambarkan suatu eksperimen kognitif yang
mempertimbangkan suatu hipotesis atau prinsip dengan tujuan memikirkan konsekuensinya. Percobaan selama
empat minggu ini dirancang sebagai eksperimen pemikiran karena pasien pertama-tama diminta untuk
mempertimbangkan apakah mereka dapat mencapai hasil ini sebelum memulai prosesnya. Pentingnya tahap ini
dalam proses pemulihan adalah pasien dapat mengukur motivasi mereka sendiri dalam pemulihan, sehingga
mendorong otonomi dan akuntabilitas selama proses pemulihan, karena pasien secara aktif berusaha untuk
memenuhi harapan mereka terhadap diri mereka sendiri.
Meskipun faktor-faktor seperti usia pasien dan kuantitas serta frekuensi penggunaan narkoba berdampak pada
waktu yang dibutuhkan otak untuk mendapatkan kembali homeostatis, periode pantang selama empat minggu
merupakan pedoman yang berguna bagi penyedia layanan kesehatan dalam proses intervensi awal. Konselor tidak

7
boleh melakukan percobaan ini pada siapa pun yang secara fisik bergantung pada level yang berat pada
opioid, benzodiazepin, atau alkohol, karena orang-orang ini mungkin mengalami penarikan diri yang
mengancam jiwa jika zat-zat ini dihentikan secara tiba-tiba.
Mereka yang mengalami gejala putus obat ringan hingga sedang saat menghentikan zat-zat ini dapat mencoba
berpantang selama empat minggu tanpa pengawasan medis sebagai intervensi awal. Prediktor terbesar mengenai
bagaimana seorang pasien akan mengalami gejala withdrawl dari suatu zat adalah riwayat withdrawlnya di masa
lalu. Jika pasien melaporkan bahwa mereka dapat menghentikan zat-zat ini dengan gejala putus obat yang relatif
dapat ditoleransi, maka mereka mungkin merupakan pasien yang tepat untuk uji coba pantang selama empat
minggu. Namun, jika pasien melaporkan gejala putus obat yang parah dan melemahkan, mereka tidak boleh
menghentikan penggunaan narkoba secara tiba-tiba. Jika ada keraguan mengenai apakah pasien dapat secara fisik
menoleransi penghentian penggunaan narkoba secara tiba-tiba, mereka harus dirujuk ke dokter spesialis.

Untuk memulai proses ini, penyedia layanan kesehatan pertama-tama harus bertanya kepada pasien apakah
mereka dapat berhenti menggunakan zat-zat tersebut selama empat minggu. Jika pasien merasa tidak mampu
melakukannya, penyedia layanan kesehatan dapat menggunakan teknik wawancara motivasi.
Agar pasien dapat mencapai keberhasilan maksimal selama empat minggu pantang, mereka perlu disadarkan akan
dua hal.
1) Pertama, mereka perlu memahami peran dopamin dalam jalur penghargaan di otak. Konselor/ penyedia
layanan kesehatan lainnya harus menjelaskan prinsip dasar keseimbangan kesenangan-rasa sakit dan
bagaimana penggunaan narkoba menghasilkan dopamin tingkat tinggi di otak. Saat pasien berhenti
dengan menggunakan zat, kadar dopamin ini akan turun, sehingga menyebabkan defisit dopamin. Ini
berarti keseimbangan kesenangan-rasa sakit akan bergeser ke sisi rasa sakit atau ketidaknyamanan,
karena pasien kekurangan dorongan dopamin seperti biasanya. Pasien harus diperingatkan tentang gejala
universal penarikan diri dari zat adiktif apa pun: kecemasan, insomnia, depresi, dan mudah tersinggung,
serta gejala penarikan khusus obat.

EKSPLORASILAH GEJALA PENARIKAN SETIAP ZAT.

2) Kedua, pasien harus disadarkan bahwa jika mereka berhasil melewati dua minggu pertama percobaan ini
– ketika gejala putus obat mungkin berada pada kondisi terburuknya – mereka akan mulai merasa lebih
baik. Jika pasien mampu bertahan selama sebulan penuh tanpa menggunakan zat apa pun, mereka
mungkin akan merasakan kondisi terbaik yang mereka rasakan sejak penggunaan narkoba dimulai. Hal
ini karena dengan tidak adanya zat dan ‘perilaku yang bernilai tinggi’, otak mampu mengisi kembali
neurotransmiter yang menghasilkan reward untuk melawan keadaan kekurangan dopamin.

Uji coba pantang selama empat minggu merupakan intervensi terapeutik dan diagnostik. Disebut teraputik, karena
jika berhasil , akan mengatur ulang jalur penghargaan otak sehingga tidak terlalu terstimulasi oleh zat yang
menghasilkan dopamin tingkat tinggi. Disebut diagnostik karena jika pasien tidak mampu melakukannya, terutama
setelah upaya berulang kali, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan narkoba tidak lagi berada dalam kendali yang
disengaja. Dalam kasus ini, pasien mungkin memerlukan tingkat perawatan yang lebih tinggi, atau pendekatan
pengobatan yang lebih agresif secara medis.

8
S: Second Look
Second Look mengacu pada tahap akhir kerangka kerja DRUGS. Pada fase ini, pasien kembali lagi setelah empat
minggu berpantang dan berdiskusi dengan konselor/penyedia layanan kesehatan mengenai hasilnya serta langkah
selanjutnya dalam proses tersebut. Hubungan terapeutik sangat penting dalam tahap ini. Konselor/penyedia
layanan kesehatan harus memastikan bahwa mereka berempati ketika berinteraksi dengan pasien dan
berkomunikasi mereka tidak menghakimi. Apakah pasien mampu untuk menyelesaikan uji coba pantang secara
penuh atau tidak, penting bagi penyedia layanan kesehatan untuk menciptakan ruang yang aman bagi pasien untuk
secara jujur mendiskusikan perasaan mereka tentang proses tersebut. Diskusi ini harus berpusat pada pasien,
artinya harus disesuaikan dengan preferensi dan kebutuhan masing-masing pasien (Reynolds, 2009).
Untuk memulai proses ini, konselor/penyedia layanan kesehatan harus bertanya kepada pasien bagaimana
perasaan mereka selama empat minggu berpantang. Pasien harus merasa nyaman menyampaikan kekhawatiran
atau kesulitan apa pun yang mungkin mereka alami selama proses ini, sehingga mereka dapat mengatasinya
bersama penyedia layanan kesehatan. Jika pasien tidak berhasil berpantang selama empat minggu penuh,
konselor/penyedia layanan kesehatan harus menanyakan alasannya dan mungkin menyarankan pasien untuk
mencoba kembali proses tersebut pada percobaan lain.
Jika pasien tidak dapat berpantang selama empat minggu penuh, penyedia layanan kesehatan harus membuat
daftar pro dan kontra dengan mereka. Daftar pro dan kontra harus mengeksplorasi pengalaman pasien berpantang
selama empat minggu seperti, hal-hal negatif yang umum dilaporkan adalah perasaan bosan dan memiliki terlalu
banyak waktu luang, sementara beberapa hal positif yang diungkapkan orang-orang adalah mereka mulai merasa
lebih baik secara fisik dan sering kali tidak terlalu cemas atau susah tidur. Keberhasilan menyelesaikan percobaan
memungkinkan pasien untuk melihat penggunaan narkoba mereka secara lebih obyektif. Seringkali sulit untuk
melihat konsekuensi sebenarnya dari penggunaan narkoba ketika terjebak dalam siklus keracunan dan
penarikan diri. Namun, setelah periode pantang, pasien sering kali mampu melihat ke belakang dengan wawasan
dan pemahaman baru, dan hampir secara universal ingin mengubah cara mereka menggunakan zat-zat
sebelumnya (penggunaan zat secara moderat). Diskusi ini harus berpusat pada pasien, artinya harus disesuaikan
dengan preferensi dan kebutuhan masing-masing pasien (Reynolds, 2009). Penyedia layanan kesehatan dapat
memulai percakapan ini dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut:
• Apakah Anda hanya akan menggunakan narkoba pada akhir pekan, atau pada hari kerja juga?
• Kapan Anda akan menggunakan zat tersebut?
• Apakah Anda berencana hanya menggunakan zat-zat tersebut bersama teman-teman, atau apakah Anda
berpikir akan menggunakannyamereka sendirian?

Bagi pasien yang ingin kembali menggunakan suatu zat dalam jumlah sedang, penting untuk menetapkan tujuan
spesifik tentang penggunaan narkoba: kapan, di mana, bagaimana, mengapa, berapa banyak. Bahkan ketika klien
sudah mendapatkan manfaat dari berpantang, mereka tidak selalu ingin terus berpantang. Seringkali, mereka ingin
kembali menggunakan suatu zat, tetapi dalam jumlah yang tidak berlebihan. ‘Mantra’ dalam bidang pengobatan
kecanduan saat ini adalah, “Temui pasien di mana pun mereka berada.” Dengan kata lain, penyedia layanan
kesehatan harus membantu pasien mengambil langkah menuju kesejahteraan, meskipun tujuan mereka bukanlah
tujuan yang Anda pilih.
Namun, tidak semua pasien dapat kembali menggunakan obat ini dalam jumlah sedang. Berpantang, diikuti dengan
upaya moderasi, memberi mereka data real-time yang dapat mereka gunakan untuk memutuskan apakah
berpantang atau menggunakan zat dalam level moderat adalah jalan terbaik bagi mereka. Dengan metode ini,
konselor/penyedia layanan kesehatan tidak berada dalam posisi memberi tahu pasien apa yang harus dilakukan.

9
Sebaliknya, penyedia layanan kesehatan dapat memainkan peran kolaboratif dengan membantu pasien menyaring
data dan mengambil kesimpulan sendiri

PENUTUP
Skrining awal dan early intervention paling sesuai untuk pasien yang menunjukkan gejala penggunaan narkoba
ringan hingga sedang. Jika seorang pasien memiliki gangguan penggunaan narkoba yang parah, mereka mungkin
memerlukan dukungan tambahan. Jika pasien berhasil menyelesaikan pantang narkoba selama empat minggu
penuh, dan mereka merasa bahwa mereka dapat terus berpantang narkoba tanpa dukungan tambahan dari fasilitas
perawatan penggunaan narkoba yang formal, maka pasien dapat terus melakukannya. Penyedia layanan kesehatan
kemudian harus mengatur waktu/jadwal follow up secara berkala untuk menilai kemajuan pasien. Jika penyedia
layanan kesehatan menentukan bahwa pasien akan mendapat manfaat dari tingkat perawatan yang lebih tinggi
dalam proses pemulihan, pasien mungkin didorong untuk memasuki rumah sakit.

Materi ini merupakan terjemahan bebas dari MODULE 3 UNIT 1 dan 2: Screening and The Therapeutic Alliance,
Stanford Health of Education, 2020

Lakukan ekplorasi materi mengenai SBIRT pada link :


SBIRT: Screening, Brief Intervention & Referral to Treatment | Office of Addiction Services and Supports (ny.gov)

10

Anda mungkin juga menyukai