Anda di halaman 1dari 13

PATTINGALLOANG

©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

Dinamika Sosial Ekonomi Pembuatan Perahu di Desa Bugis Kecamatan Sape


Kabupaten Bima 1970-2017
Endang Nila Hardianti1, Muh. Saleh Madjid2, La Malihu3
Prodi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNM
Email: 1nilahardianti44545@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang: 1) Bagaimana latar
belakang adanya masyarakat pembuat perahu di desa Bugis Kecamatan Sape Kabupaten Bima. 2).
Bagaimana perbedaan pembuatan perahu di Desa Bugis tahun 1970-2017. 3) Bagaimana keadaan
sosial ekonomi masyarakat pembuat perahu di Desa Bugis Kecamatan Sape Kabupaten Bima.
Dalam proses pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode observasi, wawancara,
penelitian kepustakaan dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1). Awal mula
masyarakat lokal membuat perahu karena kedatangan orang-orang Bugis Sulawesi yang menetap di
Kecamatan Sape Kabupaten Bima. 2). Perbedaan pembuatan perahu di desa Bugis pada tahun
1970-2017 yaitu dipengaruhi oleh alat-alat teknologi permesinan dan bahan-bahan kayu yang
semakin mahal. 3). Keadaan sosial ekonomi masyarakat pembuat perahu semakin meningkat
karena didukung oleh kegiatan pelayaran dan perdagangan yang semakin berkembang. Kedatangan
orang-orang Bugis di desa Bugis Kecamatan Sape Kabupaten Bima karena dipengaruhi oleh faktor
ekonomi dan penyebaran islam di Bima oleh kerajaan Gowa.

Kata Kunci : Sosial Ekonomi, Pembuatan Perahu, Desa Bugis

Abstract

This study aims to broaden scientific knowledge about: 1) What is the background of the existence
of a boat-making community in the village of Bugis, Sape District, Bima Regency. 2). What is the
process of making a boat in Bugis Village in 1970-2017. 3) What is the socio-economic situation of
the boat-making community in the Bugis Village, Sape District, Bima Regency. In the process of
collecting data this research was carried out by the method of observation, interviews, library
research and documentation. The results showed that: 1). The local community started making
boats due to the arrival of Sulawesi Bugis people who settled in Sape District, Bima Regency. 2).
The difference in boat making in the Bugis village in 1970-2017 was that it was influenced by
machining technology tools and increasingly expensive wood materials. 3). The socio-economic
situation of the boat-making community is increasing because it is supported by growing shipping
and trade activities. The arrival of the Bugis in the village of Bugis Sape District Bima Regency
because it was influenced by economic factors and the spread of Islam in Bima by the kingdom of
Gowa.
Keywords: Social Economi, Boat, Bugis Village

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |217


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

A. Pendahuluan perkembangan sosial budaya serta ekonomi


Sebelum kedatangan bangsa-bangsa di Bima.
Eropa di Nusantara ini pelayaran niaga Keadaan alam Bima memang sangat
berkembang dengan pesat yang menciptakan strategis bagi perkembangan politik, agama,
suatu hegemoni maritim pada kerajaan- dan perdagangan. Wilayah bagian utara
kerajaan pesisir. Pelayaran niaga menjadi berbatasan langsung dengan laut Flores,
primadona hubungan sesama kekuatan lokal sebagai urat nadi perniagaan Nusantara sejak
dan regional di Asia. (Lohanda, 2011) abad 14 M. terletak ditengah rangkaian
Sudah barang tentu perahu merupakan kepulauan Nusantara dan memiliki
alat transportasi utama yang sangat pelabuhan alam yng terlindungi dari serangan
dibutuhkan pada saat itu. Membuat perahu gelombang dan angina musim barat. Hasil
merupakan tradisi turun temurun yang alamnya cukup beragam dan menjadi bahan
dilakukan orang-orang dari pesisir Bima ekspor yang sangat laris pada zamannya.
seperti halnya di Lamere, Sangiang, dan Inilah salah satu faktor yang menjadikan
Sape. Tidak diketahui kapan tradisi ini ada Bima bisa tampil sebagai Negara Maritim
namun kuatnya kontak dagang dan budaya tersohor sejak abad 15 sampai pertengahan
dengan Bugis serta masyarakat Sulawesi lain abad 20 M. (Malingi, 2014).
yang menjadi penguat dugaan bahwa tradisi Pada abad ke XV kerajaan Bima menjadi
membuat ini di pengaruhi oleh kedatangan suatu kerajaan terpandang dikawasan Selatan.
suku Bugis. Sudah banyak karya-karya, baik Dengan keberhasilan dan kedudukan
buku maupun karya ilmiah yang membahas tersebut, Tureli Nggampo Bilmana
mengenai masyarakat Bima yang telah berkeinginan untuk mengembangkan wilayah
menjalin hubungan dengan beberapa kerajaan Bima kesebelah timur. Pada masa
kerajaan seperti Jawa dan wilayah lainya. pemerintahan Raja Ma Ntau Asi Sawo yakni
Penjualan kuda dan berbagai produk telah raja terkahir menganut kepercayaan Marafu,
marak dilakukan dipelabuhan Bima sejak hubungan dagang dan politik antara kerajaan
abad ke 10 hingga era kesultanan. Belum Bima dan kerajaan Gowa semakin
diketahui apakah pada saat kontak dengan meningkat. Dalam masa yang hampir
Jawa dan kerajaan lainya masyarakat Mbojo bersamaan tengah membenahi diri menjadi
sudah memproduksi perahu. pusat perdagangan di Indonesia bagian
Namun, selama berabad-abad perahu Timur. Hal itu didorong karena
Bugis selalu menarik perhatian karena selalu meningkatnya perdagangan antara Jawa dan
berdagang di pelabuhan-pelabuhan besar Maluku melalui bandar Gowa dan selat
utama termasuk Singapura. Perahu Bugis Makassar.
telah menjadi perahu terbesar sejak punahnya Momentum besar sejarah pelayaran dan
perahu Jung dari Jawa pada awal abad XVII. perdagangan masyarakat Sulawesi Selatan
(Horridge, 2015) diukir melalui hukum laut yang disusun pada
Kontak dagang dan pelayaran 1 april 1676 oleh para Matoa (ketua) di
memungkinkan bahwa peran Sulawesi sangat Ujung Pandang bersama Matoa-Matoa dari
penting bagi pengembangan dunia maritim di Sumbawa, dan Paser. Inisiatornya adalah
Bima. Sebagai negeri yang menguasai dunia Amanna Gappa, sebelum dia menjabat
pelayaran dan perdagangan di nusantara Matoa Wajo tahun 1697-1723 (Noorduyn
maka perlu diuraikan peran Sulawesi dalam 2009:133,153). Hukum laut ini secara
eksplisit menggambarkan wilayah pelayaran

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |218


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

dan perdagangan masyarakat Sulawesi sehingga pendapatannya yg sangat


Selatan, meliputi negeri-negeri di Nusantara, menguntungkan.
Semenanjung Malaka (Kedah, Johor, dan Dengan adanya pengaruh dari Sulawesi
Selangor), dan Kamboja. (Hamid, 2015) ini sehingga masyarakat terpengaruh dengan
Hubungan keakrabatan dan kekeluargaan kemampuan dan keahlian orang-orang
yang terjadi antara Bima dengan orang Sulawesi dalam pembuatan perahu. Sehingga
Sulawesi (Makassar) sudah terjalin sejak kini masyarakat Bima mampu
kurun waktu 1625-1819 (194 tahun). Dalam mengembangkan potensi dirinya dengan
“Bo Sangaji” kerajaan Bima disebutkan membuat perahu sendiri, seperti halnya di
bahwa Raja Bima Manggampo Donggo Desa Bugis Kecamatan Sape yang berada di
belajar cara-cara mengendalikan Kabupaten Bima. Pada awal abad ke 20
pemerintahan yang kemudian berkembang sebelum adanya transportasi modern seperti
menjadi tatah adat yang berlaku dikerajaan motor dan akses jalan darat yg masih sulit
Bima, dikemudian hari dari kerajaan Gowa. peran perahu masih sangat penting,
Sejak itu pula hubungan dengan kerajaan masyarakat desa Bugis selalu mengandalkan
Gowa dan Tallo berlangsung hingga terjalin perahu.
hubungan keluarga melalui perkawinan.
Dengan adanya ikatan perjanjian dan B. Metode Penelitian
hubungan dagang, serta politik mengikat Adapun tahap-tahap yang dilakukan
kerajaan Bima dan Sulawesi sehingga banyak dalam penulisan karya ini melalui empat
saudagar dan orang-orang Sulawesi metode penelitian sejarah diantaranya adalah
berdatangan dan menetap di Bima. Bahkan 1. Heuristik
diseluruh wilayah kecamatan Sape seperti Heuristik artinya mencari dan
desa Lamere, desa Wera dan desa Bugis mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang
menyebar orang-orang dari Bone, Bira dan berkaitan dengan topik penelitian, dalam
Selayar. kenyataannya sering kali bukti-bukti yang
Tampilnya teluk Sape sebagai tempat didapat dari proses pengumpulan, satu sama
berlabuhnya kapal-kapal sebenarnya sudah lain belum tentu saling berkaitan atau
ada sejak zaman Majapahit. Bahkan mempunyai hubungan kausalitas. Oleh sebab
disebutkan di dalam kitab Negara kertagama itu, seorang peneliti harus melakukan upaya
disebutkan teluk Sapi, sejak zaman Majapahit peningkatan efektifitas sumber sejarah sebagai
telah berfungsi sebagai pelabuhan pula yang bahan penulisan sejarah, sumber-sumber
ramai disinggahi kapal dan perahu. Kini teluk harus di indentifikasi, dipilih dan dipilah atau
ini telah dibangun jembatan penyebrangan dalam bahasa ilmiah disebut klafikasi.
kapal Feri yang menghubungkan Sape (Bima- Klafikasi sumber dilakukan untuk
NTB) dengan Labuan Bajo (Flores-NTT) menentukan hubungan antara sumber dan
dan singgah ditaman wisata pulau Komodo. peristiwa. Selain itu klasifikasi dilakukan
(Tajib, BA, 1995). untuk memberikan peringkat kesahihan
Keadaan alam dan hasil laut yang yang sumber terkait penentuan sumber primer dan
sangat berpotensi besar bagi perkembangan sekunder. (Madjid, 2014). Pada penelitian ini
ekonomi menambah daya tarik orang-orang tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan
Bugis untuk menetap di Sape, dengan dua cara:
pengalaman dan keahliannya dalam
memanfaatkan dan mengolah hasil laut

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |219


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

a. Penelitian lapangan a. Kritik ekstern


Studi lapangan merupakan kegiatan Kritik ekstern dilakukan untuk
mencari dan mengumpulkan data secara mengetahui sejauh mana keabsahan dan
langsung pada objek yang sedang diteliti, autentisitas sumber tersebut misalnya
metode ini dilakukan dengan dua cara yaitu memastikan sumber suatu sumber apakah
observasi dan wawancara. Observasi ternasuk sumber asli atau salinan. Ataukah
merupakan pengamatan langsung pada objek sumber itu masih utuh atau sudah mengalami
penelitian yaitu di Desa Bugis, Kecamatan perubahan. Pada tahap wawancara apakah
Sape, Kabupaten Bima. sedangkan informan mampu memberikan keterangan
wawancara adalah kegiatan Tanya jawab yang sebenarnya.
dengan informan yang terkait atau terlibat b. Kritik intern
dalam topik penelitian yaitu para pekerja atau Kritik intern dilakukan untuk menilai
pembuat perahu, keluarga tukang maupun kelayakan atau kreadibilitas sumber.
masyarakat setempat di Desa Bugis. Hasil Kreadibilitas sumber biasanya mengacu pada
wawancara dapat ditulis dicatatan ataupun kemampuan sumber mengungkapkan
direkam guna mempermudahkan dalam kebenaran suatu peristiwa sejarah.
penyusunan hasil penelitian. Kemampuan sumber sejarah meliputi
b. Penelitian kepustakaan kompetensi, kedekatan, atau kehadiran
Teknik ini berkaitan dengan sumber- sumber dalam peristiwa sejarah.
sumber tertulis berupa buku, naskah, serta c. Interpretasi
jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian. Interpretasi merupakan tahap selanjutnya
Sumber-sumber ini diperoleh dari buku setelah dilakukan kritik sumber dimana fakta-
kajian utama antara lain: Catatan Kerajaan fakta sumber disusun dan digabungkan satu
Bima Bo Sangaji, Migrasi Orang Bugis, dan sama lain sehingga membentuk cerita
Perahu Layar Tradisional Nusantara. Serta peristiwa sejarah. Hubungan kausalitas antar
buku-buku lainya yang berkaitan dengan fakta sangat penting untuk melanjutkan
topik penelitian yang diperoleh dari pekerjaan melakukan interpretasi.
perpustakaan daerah Kabupaten Bima, Interpretasi atau penafsiran bersifat
perpustakaan wilayah Sulawesi Selatan, individual sehingga sering kali subjectif. Hal
perpustakaan Universitas Negeri Makassar, ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang
perpustakaan pendidikan sejarah FIS UNM, penulis sejarah itu sendiri. Terdapat latar
koleksi buku dari Dra. ST. Rufiah LH, dan belakang motivasi, emosi, pola pikir, dan lain
toko buku, selain itu peneliti juga bisa sebagainya yang mempengaruhi penulis.
mengetahui sumber dari melihat catatan kaki Dalam proses interpretasi, penulis juga
(footnote). dituntut untuk imajinatif. Karna fakta-fakta
2. Kritik sejarah tidak akan pernah sempurna sehingga
Setelah kegiatan pengumpulan data terdapat “ruang gelap sejarah” yang kerap kali
dilakukan selajutnya tahap kritik sumber tercipta. Penulis harus berusaha berimajinasi
terhadap sumber-sumber yang telah masuk kedalam sebuah kurun waktu atau
diperoleh baik dari penelitian lapangan dan kedalam emosi sehingga dapat merasakan
pustaka. Data-data yang diperoleh dipilah dan apa yang terjadi. (Madjid M. D., 2014)
disaring sehingga memperoleh fakta yang d. Historiografi
sujebjektif. Kritik dibagi menjadi dua yaitu Pada tahap penulisan, peneliti
kritik ekstern maupun intern. menyajikan laporan hasil penelitian dari awal

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |220


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

hingga akhir, yang meliputi masalah-masalah


yang harus dijawab. Tujuan penelitian adalah C. Pembahasan
menjawab masalah-masalah yang telah 1. Latar Belakang Adanya Masyarakat
diajukan. Penyajian historigrafi meliputi (1) Pembuat Perahu Di Desa Bugis
pengantar, (2) hasil penelitian, (3) simpulan. Khasanah budaya Bugis sendiri banyak
(Priyadi, 2012) mengajarkan falsafah-falsafah hidup sebagai
Ketika sejarawan memasuki tahap kearifan lokal yang menjadi bekal bagi para
menulis, maka ia mengerahkan seluruh daya perantau. Beberapa falsafah tersebut
pikiranya, bukan saja keterampilan teknis, antaranya: “palettui alemu riolo tejjokamu”.
penggunaan kutip-kutipan dan catatan- Falsafah ini mengajarkan kepada calon
catatan, tetapi yang terutama penggunaan perantau agar tidak “merantau buta” artinya
pikiran-pikiran kritis dan analisisnya. dalam mereka sudah harus memiliki , arah dan
hal ini akhirnya harus menghasilkan suatu tujuan yang jelas. Perantau Bugis sejati tidak
sintesis dari seluruh hasil penelitiannya atau merantau dengan mengikuti arah kaki
penemuannya itu dalam suatu penulisan utuh kemana hendak melangkah, tidak boleh
yang disebut Historiografi. Keberartian berprinsip “tegi monro tellettung ajeku,
(signifikasi) semua faktayang dijaring melalui konatu lepang (dimana kakiku terantuk,
metode kritik baru dapat dipahami disanalah say berhenti). Prinsip ini bermakna
hubungannya satu sama lain setelah dan bersugesti negate. Merantau harus
semuanya ditulis dalam suatu keutuhan bulat disertai dengan kepastian akan tempat yang
Historiografi. (Sjamsuddin, 2012) dituju, apa yang akan dikerjakan di sana,
Tahap ini merupakan tahap akhir dari bahkan calon perantau harus meyakinkan
metode penelitian sejarah setelah sumber ruh dan jiwa mereka sudah menyatu dengan
dikumpulkan kemudian dikritik atau negeri yang akan dijadikan tempat
diseleksi menjadi data dan dimaknai menjadi perantauan.
fakta. Langkah terakhir adalah menyusun Migrasi orang Bugis, yang tidak hanya
semuanya menjadi satu tulisan utuh. Pada sekitar nusantara, melainkan juga mereka
tahap ini fakta-fakta yang telah dirumuskan yang melakukan perjalanan perpindahan
atau di interpretasikan mengenai awal mula mereka ke negeri seberang. Tentu saja
masyarakat lokal membuat perahu yang karena yang diuraikan adalah situasi abad-
diajarkan oleh suku petualang dari Sulawesi abad lampau urainya mencoba
(Bugis), hingga berkembangnya keahlian mengungkapkan fakta-fakta sejarah dari para
masyarakat lokal membuat perahu yang migrasi orang Bugis itu, yang menarik dari
diminati oleh para saudagar-saudagar dari pengungkapan itu ialah bahwa ada beberapa
luar daerah pada tahun 1970-2017. Yang faktor, baik berkaitan dengan situasi politik
selanjutnya dirangkai dan disusun menjadi dalam memberi pada waktu berimigrasi
satu tulisan utuh dengan mengungkapkan maupun yang berkaitan dengan filsafat hidup
bagaimana awal mula keberadaanya, yang mendorong mereka meninggalkan
perkembangannya serta dampaknya bagi negeri asal tempat kelahirannya (Najering &
masyarakat. Ridha, 2018). Perang VOC Makassar
menyebabkan terjadinya migrasi besar-
besaran penduduk Sulawesi Selatan,
terutama yang negerinya bersekutu dengan
Makassar seperti Luwu, Wajo, Balanipa-

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |221


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

berpencar ke Sumbawa, Kalimantan, Bali, pemerintahan, arsitektur, tata busana serta


Jawa, Sumatra dan Johor. Gelombang kesenian tradisional yang hingga saat ini
migrasi keluar Sulawesi Selatan sudah masih terus lestari dalam dua wilayah yang
berlangsung sejak abad XV, yang selain serumpun, seirama, dan sedarah. (Ismail,
faktor perang VOC Makassar, juga karena 2018)
faktor Siri’ serta hal-hal yang prinsipil Dapat dilihat dari uraian diatas
menyangkut hak-hak kebebasan dan atau bagaimana erat hubungan antara Bima
kemerdekaan. (Kusuma, 2004) dengan Sulawesi, tidak mengherankan jika
Selama kurun waktu paling tidak 500 Bima menjadi salah satu tempat yang
tahun, dan barangkali lebih lama, suku bugis diminati oleh orang-orang Bugis Sulawesi
dari Sulawesi selatan telah menjadi pedagang untuk dijadikan negeri kedua bagi para suku
didaerah Indonesia, mengambil peranan petualang itu. Desa Bugis merupakan desa
penting dalam jalur transportasi produk- yang salah satu desa dari 18 desa yang ada di
produk lokal. Suku bugis juga merupakan kecamatan Sape bagian Timur yaitu jalur
penduduk sekaligus pejuang laut yang sangat penyebrangan dengan provinsi Nusa
tangguh dan sukses, mengukuhkan diri Tenggara Timur dan merupakan pintu
mereka dalam tiga gelombang besar utama gerbang pulau Sumbawa Nusa Tenggara
emigrasi. Perkampungan kaum pedagangpun Barat. Dengan luas wilayah 3.500,00 Ha.
didirikan disetiap pelabuhan Indonesia. Terjadinya migrasi orang Bugis di Desa
(Horridge A. , 2015) Bugis Kecamatan Sape Kabupaten Bima
Abad XV menjadi momentum penting dilatar belakangi oleh dua faktor, pertama
dimulainya hubungan dan afiliasi Bima pendorongnya adalah keamanan di Sulawesi
dengan Sulawesi, Gowa, Manurung, Bone, Selatan yang tidak tentram akibat
Luwu dan Tallo. Sebelum menjadi Raja pemberontakan DI/TII tahun 1950-an.
menggantikan Maha Raja Indera Seri, Raja Selain itu faktor ekonomi berupa kurangnya
Ma Wa’a Paju Longge menuntut ilmu di lapangan kerja mendorong mereka mencari
Gowa. Kemudian mengirim dua adiknya, daerah baru. Kedua, faktor penarik sehingga
Bilamana dan Manggampo Donggo ke orang Bugis melakukan migrasi di desa Bugis
kerajaan Manurung di Sulawesi Selatan untuk yang berada di pinggir pantai dan cukup
menuntut ilmu pengetahuan, baik bidang strategis untuk mengembangkan sektor
pemerintahan, sosial budaya, politik dan perikanan. Proses terjadinya migrasi suku
ekonomi. Bugis ke Desa Bugis Kecamatan Sape
Selain itu hubungan Bima dengan Kabupaten Bima, telah berlangsung sejak
Sulawesi dihubungkan oleh Politik ranjang, abad ke XVII. Mereka selain berdagang, juga
yang mempengaruhi pola hubungan Bima- membawa misi untuk menyebarkan Islam
Gowa dalam melawan Belanda dan Inggris, dan menetap di Sape yang selanjutnya
hal ini ditunjukan ketika Gowa membantu membangun perkampungan yang sekarang
Bima dalam memerangi Salisi yang dibantu dikenal dengan Desa Bugis. (Madjid M. S.,
Belanda antara tahun 1609-1640. Bantuan 2003)
dan pengorbanan juga ditunjukan oleh Abdul Berdasarkan penuturan cerita dan sejarah
Khair Sirajuddin ketika membantu perang desa Bugis adalah sejak awal abad ke 20
Gowa, somba Opu dan perang Buton. Hal wilayah yang sekarang dikenal sebagai desa
sangat menonjol sebagai dampak dari politik Bugis telah terbentuk komunitas Masyarakat
ranjang tersebut adalah tersebut adalah sistim yang dikenal dengan sebutan Kampong Hugi

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |222


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

(perkampungan orang Bugis) yang berlokasi Bugis. (Dokumen rencana pembangunan


disekitar wilayah yang sekarang menjadi jangka menengah Besa Bugis, 2015)
dusun bajo sarae. Kampong pada masa itu Awalnya dikampung hugi didiami oleh
dipimpin oleh seorang Matoa yang berarti para ulama utusan dari Gowa, Luwu, dan
yang dituakan yang antara lain yang sangat Minagkabau sebagai tempat mengajar agama
terkenal adalah Matoa H. Jafar dan Matoa islam di Bima sehingga putra mahkota “La
Lagu yang memimpin pada sekitar tahun Kai” belajar agama islam di sana. Karena ada
1920an sampai tahun 1948. perang saudara maka di Desa Bugis dijadikan
Dari cerita dan sejarah asal mula warga tempat persinggahan dan tempat tinggal
Bugis berasal dari Sulawesi ada juga warga asli orang-orang Bugis, kemudian dalam
Mbojo sebagian namun dari sejarah bahwa perkembangannya datang orang-orang Bugis
keturunan Mbojo adalah ada hubungan yang datang berdagang sekaligus menetap
kekeluargaan yang sangat erat baik hubungan dikampung Hugi. (Tajuddin, 2019).
adat dan tradisi kehidupan sehari-hari serta Persebaran orang-orang Bugis di Desa
budaya. Bugis Kabupaten Bima disebabkan oleh
Pada pertengahan tahun 1940an yang beberapa faktor antara lain: penyebaran islam
mana pada waktu itu bugis dipimpin oleh di Bima oleh utusan dari Gowa, desa Bugis
Matoa Lagu telah dibangun Balai sederhana memiliki potensi alam yang menguntungkan
sebagai tempat kegiatan pemerintahan tepat karena berada di daerah pesisir pantai. Inilah
didepan rumah beliau yang sekarang berada yang menarik perhatian para migrasi Bugis
disekitar rumah H. Manyur Karim. Dalam untuk tinggal dan menetap di Desa Bugis
perkembangan selanjutnya pada tanggal 17 sehingga perlahan desa ini semakin ramai
september 1948 ditunjuk sebagai kepala desa oleh para pendatang dan menjadikan desa ini
pertama yaitu bapak H. M. Ali H. Jafar yang sebagai kampung Bugis. Walaupun sekarang
akrab disapa Pua Nae. Tanggal 17 september banyak orang-orang Bugis Asli yang sudah
1948 akhirnya disepakati sebagai hari lahir menyebar ke desa tetangga seperti Lamere,
Desa Bugis. Kantor desa sebagai pusat Buncu, dan desa lainnya dikarenakan faktor
kegiatan pemerintahan pada waktu itu adalah perkawinan dan kepadatan penduduk
di Bajo Sarae tepatnya dilokasi rumah Bapak menyebabkan mereka harus berpindah ke
Firdaus H. Ahmad, SH sekarang. desa seberang.
Selama kepemimpinan bapak H.M. Ali 2. Awal Mula Masyarakat Lokal Membuat
H.Jafar cukup banyak mengalami kemajuan perahu
antara lain merintis perdagangan antara pulau Sebagai daerah pesisir sejak dulu sampai
terutama antara desa Bugis dan desa-desa di dengan sekarang ini masyarakat desa Bugis
Kabupaten Manggarai NTT. Karna sering dalam kegiatan perekonomian masyarakat
melakukan perjalanan keluar daerah beliau pada waktu itu adalah sebagai Nelayan dan
banyak melimpahkan tugas pemerintahan sebagai pelaut (pelayaran antar Pulau) serta
kepada bawahannya antara lain Ahmad daeng sebagian kecil ada juga yang bertani. Alat
Matuppu yang pada waktu itu selaku kepala tangkap yang digunakan para nelayan pada
dusun, kemudian penjabat kepala desa juga waktu itu masih sangat sederhana antara lain
pernah dijabat oleh H. Abdul Halik dan H. Nanggu (Memancing ikan dengan
Syamsudin sekitar tahun 1951 setelah menggunakan satu mata kail), Sai (cara
Indonesia merdeka pada masa inilah mulai menangkap ikan dengan cara menjebak ikan
dibangunnya sekolah-sekolah madrasah di menggunakan anyaman Bilah bambo secara

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |223


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

berpindah-pindah dan memnfaatkan pasang Bugis, Bajo, dan Bulukumba. Tradisi


surut air laut), tamba (cara menangkap ikan membuat perahu masih dapat dijumpai di
dengan cara yang hamper sama dengan Sai desa Lamere, Bugis, Bajo pulo di kecamatn
namun dipasang secara permanen dalam Sape. (Malingi, 2019)
waktu beberpa hari dan dipanen setiap hari). Pada dasarnya orang-orang didesa
Orang-orang Sulawesi pada waktu itu Bugis pemukimannya berada pada pesisir
bahkan sampai sekarang adalah orang yang laut, sudah barang tentu perahu merupakan
teknis dalam pelayaran bahkan dia pintar kebutuhan yang sangat penting baik dalam
membaca mata angina karena pada waktu kegiatan transportasi maupun alat untuk
dulu jauh dibandingkan sekarang zaman pemenuhi kebutuhan keseharian. Sebagian
yang canggih perahu belum mempunyai besar dari penduduk desa Bugis bekerja
mesin. Pelayaran antar pulau pada waktu itu sebagai nelayan untuk itu perlu adanya
dilakukan dengan menggunakan perahu perahu sebagai alat untuk mencari ikan.
kayu yang digerakan dengan layar yang Hasil wawancara dengan Jufrin salah
semata-mata bergabung dengan kekuatan satu kepala tukang yang merupakan orang
angin. Masyarakat bugis sangat mahir yang ahli dalam membuat perahu dan
membuat kontruksi perahu layar dengan merupakan seorang pelaut ulung di desa
model dan tipe yang menarik baik bertiang Bugis. Beliau telah mendapatkan sertifikat
satu maupun bertiang dua. (Dokumen kecakapan pelayaran rakyat dan buku pelaut
rencana pembangunan jangka menengah karena telah melakukan pendidikan
desa Bugis, 2015) kepelayaran di Surabaya selama 3 bulan
Membuat perahu merupakan tradisi karena kecakapannya inilah yang
turun temurun yang dilakukan masyarakat menjadikannya mampu menjadi pelaut
pesisir Bima. Tidak diketahui sejak kapan ulung yang telah mengarungi banyak lautan
tradisi ini dimulai, namun banyak pendapat di berbagai daerah di Nusantara. Ia
dari para sejarahwan yang mengatakan mengatakan bahwa awal mula membuat
hubungan dengan Sulawesi (Bugis) dan Bajo perahu sejak remaja, yang diajarkan oleh
serta menjadi penguat tentang adanya tradisi para pendatang yang menetap di desa Bugis,
pembuatan perahu ini yang dipengaruhi oleh awalnya ia diajarkan menjadi tukang kayu
kedatangan suku Bugis. Belum dapat lama-kelamaan membuat perahu ukuran
dipastikan apakah Bima telah membuat besar.
perahu sendiri ini belum ditemukan bukti- Ini menandakan bahwa pekerjaan
bukti tentang itu. Dalam beberapa literatur, membuat perahu merupakan pekerjaan
masyarakat Bima telah menjalin hubungan turun temurun dari keluarga, setiap anak
dengan beberapa kerajaan seperti Jawa dan laki-laki yang ada di desa Bugis akan pandai
wilayah lainya. Penjualan kuda dan berbagai dengan sendirinya membuat perahu karna
produk telah marak dilakukan dipelabuhan terbiasa membantu orang tuanya sejak
Bima sejak abad ke 10 hingga era mereka beranjak remaja. Setelah pulang
kesultanan. Belum diketahui apakah pada sekolah mereka paham akan kewajibannya
saat kontak dengan jawa dan kerajaan lainya membantu orang tuanya para anak-anak
masyarakat Mbojo sudah memproduksi mereka ditempatkan pada pekerjaan yang
perahu.Kini tradisi membuat perahu masih ringan seperti penyerutan kayu, memotong
terus berlanjut diwilayah pesisir Bima yang kayu atau sekedar mengoper kayu yang akan
dilakukan oleh orang Bima keturunan dipasang pada badan kapal.

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |224


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

Banyaknya keuntungan yang diperoleh c. Perahu Motor/Moto


membuat masyarakat tertarik untuk menjadi Sebagian besar masyarakat desa Bugis
pembuat perahu, sehingga secara turun bermata pencaharian sebagai Nelayan, peran
temurun tardisi ini terus berlanjut sampai perahu Moto begitu sangat penting dalam
sekarang. Berkembangnya teknologi yang memudahkan mencari ikan. Perahu Moto
mendukung para pekerja untuk biasanya digunakan untuk mencari ikan
mempermudahkan pekerjaannya sehingga disekitar perairan Bugis, beda halnya dengan
membuat perahu tidaklah sesulit seperti perahu Bagang. hampir seluruh masyarakat
dulu. desa Bugis memiliki perahu Moto selain
3. Jenis-Jenis Perahu yang Dihasilkan digunakan untuk mencari ikan perahu moto
Di Bima khususnya di desa Bugis tidak juga digunakan sebagai alat penyeberangan ke
mengenal nama jenis-jenis perahu seperti pulau-pulau (Nisa) kecil disekitar selat Sape.
yang ada didaerah lain yang memiliki nama Dan juga sering disewa oleh para wisatawan
tersendiri jika bentuk dan fungsinya berbeda. lokal dan Mancanegara untuk mengunjungi
perahu yang dibuat di desa Bugis semuanya tempat wisata yang di inginkannya. Peran
disebut perahu Phinisi jika dibuat perahu Moto’ sangat penting dalam kegiatan
menggunakan kayu. Mereka hanya keseharian masyarakat desa Bugis.
mengetahui jenis-jenis perahu tersebut e. Sampan/ Sampa To’i
dengan nama antara lain: Jenis perahu ini merupakan perahu yang
a. Perahu Bagang paling kecil di Bima, dengan bentuk yang
Yaitu jenis perahu yang mampu sangat sederhana perahu ini hanya mampu
menyeberang lautan luas yang digunakan para memuat dua atau tiga orang, perahu sampa
nelayan untuk menangkap ikan dengan hanya digunakan untuk alat bantu
jumlah yang besar, biasanya perahu ini menyeberang jika kapal besar berlabuh,
memiliki sayap penyangga dikedua sisi kemudian digunakan untuk menangkap/
berguna agar saat menjaring atau menangkap memancing ikan disekitaran wilayah itu. dan
ikan keadaan perahu tetap seimbang. Perahu sering digunakan oleh para ibu-ibu yang
ini juga memiliki kamar dan dapur dibagian sedang menanam rumput laut.
dalam perahu karna biasanya waktu yang f. Perahu Pesiar/ Perahu Turis
dibutuhkan untuk melaut memerlukan waktu Jenis kapal ini sedang diminati oleh para
beberapa hari sesuai dengan target yang saudagar dari luar seperti: Bali, Lombok,
sudah direncanakan bersama. Labuan Bajo DLL karna mengingat semakin
b. Perahu Barang meningkatnya potensi pariwisata dari
Jenis perahu ini biasanya digunakan oleh berbagai daerah terutama tempat wisata di
para pelayar antar pulau dengan membawa Bima, sehingga meningkatkan pemesanan
muatan sembako, hewan, dan alat-alat untuk kapal pesiar. Disepanjang jalan dusun
elektronik, serta beberapa penumpang. gudang desa Bugis terlihat kerangka kapal
Biasanya perahu ini digunakan oleh para pesiar yang akan dibuat oleh para penduduk
pedagang antar pulau seperti: Sumba, Labuan lokal. Kapal ini memiliki kamar tersendiri
Bajo, Kalimantan, Surabaya, dan daerah untuk tamu, dan biasanya didampingi oleh
lainya. Dengan ukuran bagian depan perahu kapal boat sebagai alat penjemput turis di
yang sangat lebar, guna membawa muatan darat. Jenis kapal ini juga memiliki harga yang
barang-barang yang akan diperjual belikan ke cukup fantastis bahkan sudah mencapai harga
daerah lain. 5 Milyar. Dengan keuntungan yang

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |225


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

menjanjikan Inilah alasan para tukang untuk indonesia kini semakin meningkat. Dengan
lebih memilih membuat kapal pesiar demikian profesi menjadi pembuat perahu
dibanding kapal lain. (Irawan, 2019) menjadi pekerjaan pokok bagi masyarakat.
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Karna mampu memberikan nilai tambah bagi
Pembuat Perahu masyarakat. Dengan adanya pembuat perahu
Berkembangnya kegiatan pelayaran dan memberikan kemudahan bagi nelayan dan
perdagangan di Indonesia dan dengan saudagar yang bepergian antar pulau untuk
bantuan media elektronik sehingga membawa memudahkan melakukan aktivitas dan
pekerjaannya, sehingga selain memberikan
nama desa Bugis sebagai pembuat kapal kini
manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan
telah meyebar luas di daerah Nusantara jasa angkutan laut juga memberikan manfaat
permintaan pesanan kapal semakin bagi pembuat kapal tersebut. Dengan hasil
meningkat. Mereka biasa mendapat pesanan keuntungan dari membuat perahu untuk
dari Kalimantan, Surabaya, Labuan bajo, memenuhi kebutuhan keluarga.
manggarai dan daerah lainya di Indonesia. Banyak keuntungan yang dirasakan oleh
Harga yang dipasarkan pun cukup besar para pekerja dari hasil membuat perahu ini
kini banyak anak mereka yang disekolahkan
untuk kapal ukuran sedang dijual antara 80
keluar daerah seperti di Makassar, Malang,
juta sampai 150 juta sedangkan kapal ukuran Bali, Yogyakarta, Mataram dan daerah
besar untuk pelayaran antar pulau dijual terkenal lainnya. atau mengikuti kursus ilmu
dengan kisaran harga 200-500 juta sehingga pelayaran di Jakarta. Dapat dilihat bagaimana
pendapatan ekonomi pembuat kapal sangat perkembangan ekonomi di desa Bugis
banyak. sekarang peran ibu-ibu rumah tanggapun
Dari besarnya harga yang dipasarkan merupakan salah satu faktor pendukung dari
perkembangan ekonomi ini.
sehingga membawa dampak baik bagi
Eksisitensi desa Bugis mulai berkembang
perekonomian masyarakat pembuat perahu sejak adanya pelabuhan sape pelabuhan ini
Kehidupan mereka sangat tercukupi dan hanya melayani Rute penyeberangan Sumba
sejahtera. Hasil dari bagi hasilnya mereka dan Labuan Bajo menggunakan kapal Feri.
gunakan untuk pemenuhan kebutuhan a. Kondisi Sosial Budaya Desa Bugis
sehari-hari dan biaya pendidikan anak- 1) Kondisi Sosial Budaya
Kedatangan orang Bugis- Sulawesi Di
anaknya mayoritas pemuda didesa Bugis
Desa Bugis Bima otomatis terjadi interaksi,
berpendidikan sebagai pelayaran diluar karna sejak awal desa ini merupakan
daerah seperti Surabaya dan Makassar dan perkampungan hugi (Bugis), maka dalam
pendidikan diperguruan tinggi negeri dan kultur Bima dengan Bugis hidup
swasta pada umumnya. berdampingan di desa Bugis. masyarakatnya
Selain membuat perahu masyarakat bugis sangat kental dengan perpaduan adat dan
juga memiliki pekerjaan tambahan sebagai budaya tradisi Bugis dan Bima berkembang
nelayan dan memiliki bagang sendiri untuk dalam kehidupan masyarakatnya seperti
mencari ikan sehingga pendapatan tradisi pada do’a pembuatan perahu, ada pula
penghasilan mereka bertambah. kemiripan dalam tradisi pernikahan seperti
Semakin berkembangnya zaman sehingga halnya tradisi “mapaccing” atau orang Bima
kegiatan pelayaran dan perdagangan di biasa menyebutnya “peta kapanca”, selain itu

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |226


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

pula arsitektur rumah yang menyerupai conscience artinya ialah memiliki totalitas
dengan Bugis di Sulawesi yang memiliki ciri kepercayaan dan sentiment yang sama,
khas yaitu memiliki lego-lego pada bagian dimana belum dikenal diferensiasi fungsi atau
depan rumah sebagai tempat istrahat disiang pembagian oekerjaan secara terinci dan
hari atau tampat menerima tamu, pakaian renik. Sering pulamasyarakat desa dilukiskan
adat pernikahan yang dinamai baju bodo’, sebagai kesatuan yang mencangkup
banyak kosa kata dalam kosa kata bugis yang kelompok-kelompok serta hubungan
digunakan dalam keseharian masyarakat diantaranya yang bersifat akrab, antar pribadi
seperti kosa kata Ndi’ yang berarti adik, dan terbatas. Sikap dan kelakuan mempunyai
Lampa artinya jalan, Janga yang artinya ayam, ciri spontan, pribadi dan kekeluargaan
Dan masih banyak adat dan tradisi bugis yang (familitas) yang terarah kepada afeksi
berkembang di desa ini. (perasaan emosi), tradisional. Yaitu sesuai
Karakter orang Bugis-Sulawesi yang dengan adat atau tata cara. (Sartono, 1994)
begitu keras dan pekerja keras ini pula yang Masyarakat desa Bugis sejak dahulu
berkembang di desa Bugis, orang-orang sangat kental dengan budaya hidup bergotong
lokalnya dikenal sangat keras dan memiliki royong dan sekarangpun masih ada pada
banyak keahlian dalam berbagai pekerjaan setiap kegiatan kemasyarakatan hidup
jika mereka menjadi pembuat perahu bergotong royong dapat kita jumpai terutama
pekerjaan sampingannya adalah menjadi dalam kegiatan penurunan perahu,
nelayan dan menjadi pelayar antar pulau pembangunan rumah atau pemindahan
serupa dengan orang-orang Sulawesi yang rumah kayu, dan kegiatan lainnya. Setiap
memiliki keahlian dan menguasai laut. kegiatan gotong royong akan dimulai kepala
Perlu diketahui bahwa terdapat hal yang dusun atau salah satu warga akan
menarik dari desa Bugis dikecamatan Sape memngumumkan pada masjid bahwa akan
ini adalah suasana di desa ini menyerupai di diadakan satu kegiatan, kemudian dengan
daerah pesisir yang ada di Sulawesi, pada rasa sosial yang tinggi tempat itu akan
setiap hari lebaran disetiap rumah selalu dikerumuni oleh warga yang akan membantu
menghidangkan berbagai makanan dan menyelesaikanny secara bersama. Satu sama
cemilan hari raya yang paling utama yang lain saling keterkaitan bahu membahu
menjadi ciri khas makanan didesa Bugis membantu yang sedang membutuhkan tidak
adalah “Karencu”, serupa dengan makanan mengenal keluarga atau bukan sehingga
wajib pada hari raya orang Sulawesi yang menjadikan hubungan antar sesama tetap
dalam bahasa bugis disebut “Burasa” nasi terjalin harmonis.
yang dibungkus menggunakan daun pisang. Pada era sekarang didesa Bugis terdapat
Sama halnya ibu-ibu yang ada di Sulawesi perbedaan strata sosial yang terbagi dari tiga
mereka sangat pandai dalam mengolah tingkat, yang pertama adalah golongan Strata
makanan dan membuat makanan-makanan sosial orang-orang Bugis sekarang terbagi atas
yang menyerupai makanan khas Sulawesi tiga golongan yaitu: pertama kelas bawah yang
hanya saja dibedakan oleh namanya sedikit terdiri dari pelayan, kedua kelas menengah
berbeda yang menggunakan bahasa Bima. dari pengusaha, ketiga golongan atas terdiri
Keadaan kehidupan masyarakat di desa dari orang-orang yang berpengaruh baik dari
Bugis telah digambarkan sebagai masyarakat sisi pemerintahan maupun dari masyarakat
yang bersifat homogen dalam mentalitas dan sendiri.
moralitasnya, mempunyai collective

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |227


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

Inilah yang menjadi salah satu masalah di strategis untuk perkembangan sektor
era sekarang, warisan keluarga akan terkikis maritime. Karna hidup berdampingan
karena perkembangan zaman, walaupun dengan orang Bugis-Sulawesi sehingga adanya
orang tua pernah meminta anaknya untuk pengaruh dari suku ini. masyarakat Bima
melanjutkan tradisi keluarga akan tetapi pada khususnya desa Bugis ikut terpengaruh
kenyataannya orang tua lebih mengutamakan dengan kemampuan dan keahlian orang-
pendidikan tinggi bagi anak-anaknya, orang Sulawesi dalam pembuatan perahu.
pendidikan tinggi akan lebih penting dari Diajarkan dasar-dasar pembuatan perahu
membuat perahu walaupun membuat perahu yang bisa berlayar antar pulau Sehingga kini
memberikan keuntungan yang besar bagi masyarakat Bima mampu mengembangkan
mereka. Filosofi orang tua di Bima potensi dirinya dengan membuat perahu
khususnya di desa Bugis tentang keberhasilan sendiri.
seorang anak adalah keberhasilannya dalam Pembuatan perahu didesa bugis
menempuh pendidikan tinggi sehingga mengadopsi cara pembuatan perahu
banyak dihormati oleh orang banyak. Sulawesi-Selatan, perahu di desa Bugis juga
Masih ada beberapa tradisi keluarga ini disebut perahu Phinisi hanya perbedaan
yang dilanjutkan para pemuda yang memilih pembuatan perahu Sulawesi perahu phinisi
tidak melanjutkan studi atau putus sekolah dan perahu di Kab. Majene, dibedakan oleh
dan memilih nikah muda, untuk memenuhi bahan-bahan pembuatannya yang bergantung
kebutuhan keluarga mereka harus bekerja pada alam di wilayah Kabupaten Bima.
sebagai nelayan dan membuat perahu untuk Bahan kayu yang digunakan pada perahu
keberlangsungan hidup keluarga. Untuk didesa Bugis hanya menggunakan kayu
mempertahankan tradisi ini orang tua cukup kesambi, luhu, dan rondu. Berbeda dengan
menerapkan saja pada anaknya, bukan bahan kayu pada perahu- perahu disulawesi
menjadi pekerjaan utamanya kelak setidaknya menggunakan kayu besi, jati dan lain-lain.
tradisi membuat perahu tidak akan punah di Keadaan sosial ekonomi masyarakat
era perkembangan zaman selanjutnya. pembuat perahu di desa Bugis semakin
berkembang, dengan perkembangan zaman
D. Kesimpulan berkembangnya kegiatan pelayaran dan
Hubungan keakrabatan dan kekeluargaan perdagangan di Indonesia dan dengan
yang terjadi antara Bima dengan orang bantuan media elektronik sehingga membawa
Sulawesi (Makassar) sudah terjalin sejak nama desa Bugis sebagai pembuat kapal kini
kurun waktu 1625-1819 (194 tahun) sehingga telah meyebar luas di daerah Nusantara
banyak orang-orang sulawesi yang menyebar permintaan pesanan kapal semakin
dan menetap di Bima khususnya di Kec. meningkat. Pendapatan keluargapun semakin
Sape kemudian mereka membuat meningkat. Budaya masyarakat desa bugis
perkampungan sendiri yang dikenal dengan menyerupai dengan orang Sulawesi, di desa
Kampong Hugi (bajo sarae sekarang). Faktor Bugis terdapat dua etnis yang berkembang
yang mendorong orang-orang Bugis sehingga terjadi akulturasi antara kedua suku
bermigrasi ke desa Bugis adalah karna ini. Seperti dalam bentuk arsitek Rumah
keadaan keamanan di Sulawesi akibat kayu yang setiap rumah memiliki lego-lego
pemberontakan DI/TII tahun 1950-an, dan pada bagian luar rumah, dan juga dalam
keadaan desa Bugis yang mendorong budaya Bugis terkenal dengan tradisi
peningkatan Ekonomi karna letaknya yang merantau. Ini pula yang berkembang pada

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |228


PATTINGALLOANG
©Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan

masyarakat lokal, jika ada anak laki-laki yang Priyadi, D. S. (2012). Metode Penelitian
sudah beranjak dewasa mereka akan memilih Pendidikan Sejarah. Yogyakarta:
merantau kedaerah lain, baik menetap atau Ombak.
hanya sekedar menjadi pelayar antar pulau
Sartono, K. (1994). Kebudayaan
guna memperbaiki ekonomi keluarga.
Pembangunan Dalam Persepktif
Daftar Pustaka Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Hamid, A. R. (2015). Sejarah Marirtim Sjamsuddin, H. (2012). Metodologi Sejarah.
Indonesia. Yogyakarta: Ombak. Yogyakarta: Ombak.
Horridge, A. (2015). Perahu Layar Tajib, BA, H. A. (1995). Sejarah Bima Dana
Tradisional Nusantara. Yogyakarta: Mbojo. Jakarta: PT. Harapan Masa
Ombak. PGRI.
Irawan. (2019, Maret 24). Pembuatan Kapal. Tajuddin. (2019, Maret 29). Sejarah Desa
(E. N. Hardianti, Interviewer) Bugis. (E. N. Hardianti, Interviewer)
Ismail, M. H. (2018). Alan Malingi. Jejak
Para Sultan Bima. Bima: Adnan
Printing.
Kusuma, A. I. (2004). Migrasi Dan Orang
Bugis. Yogyakarta: Ombak.
Lohanda, M. (2011). Membaca Sumber
Menulis Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Madjid, M. D. (2014). Ilmu Sejarah Sebuah
Pengantar. Jakarta: Kencana.
Madjid, M. S. (2003). Migrasi Orang Bugis
Di Desa Bugis Kecamatan Sape
Kabupaten Bima. 41.
Malingi, A. (2014). Jejak Islam Di Tanah
Bima. Bima: Larangga.
Malingi, A. (2019, April 2). Hubungan Bima
dengan Sulawesi. (E. N. Hardianti,
Interviewer)
Najering, R., & Ridha, M. R. (2018). Orang
Bugis dalam Silang Budaya Bahari di
Pelabuhan Sunda Kelapa. Jurnal
Kajian Sosial Dan Budaya: Tebar
Science, 2(1), 25–37.

Vol. 7, No.2, Agustus 2020, 217-229 |229

Anda mungkin juga menyukai