Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang: 1) Bagaimana latar
belakang adanya masyarakat pembuat perahu di desa Bugis Kecamatan Sape Kabupaten Bima. 2).
Bagaimana perbedaan pembuatan perahu di Desa Bugis tahun 1970-2017. 3) Bagaimana keadaan
sosial ekonomi masyarakat pembuat perahu di Desa Bugis Kecamatan Sape Kabupaten Bima.
Dalam proses pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode observasi, wawancara,
penelitian kepustakaan dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1). Awal mula
masyarakat lokal membuat perahu karena kedatangan orang-orang Bugis Sulawesi yang menetap di
Kecamatan Sape Kabupaten Bima. 2). Perbedaan pembuatan perahu di desa Bugis pada tahun
1970-2017 yaitu dipengaruhi oleh alat-alat teknologi permesinan dan bahan-bahan kayu yang
semakin mahal. 3). Keadaan sosial ekonomi masyarakat pembuat perahu semakin meningkat
karena didukung oleh kegiatan pelayaran dan perdagangan yang semakin berkembang. Kedatangan
orang-orang Bugis di desa Bugis Kecamatan Sape Kabupaten Bima karena dipengaruhi oleh faktor
ekonomi dan penyebaran islam di Bima oleh kerajaan Gowa.
Abstract
This study aims to broaden scientific knowledge about: 1) What is the background of the existence
of a boat-making community in the village of Bugis, Sape District, Bima Regency. 2). What is the
process of making a boat in Bugis Village in 1970-2017. 3) What is the socio-economic situation of
the boat-making community in the Bugis Village, Sape District, Bima Regency. In the process of
collecting data this research was carried out by the method of observation, interviews, library
research and documentation. The results showed that: 1). The local community started making
boats due to the arrival of Sulawesi Bugis people who settled in Sape District, Bima Regency. 2).
The difference in boat making in the Bugis village in 1970-2017 was that it was influenced by
machining technology tools and increasingly expensive wood materials. 3). The socio-economic
situation of the boat-making community is increasing because it is supported by growing shipping
and trade activities. The arrival of the Bugis in the village of Bugis Sape District Bima Regency
because it was influenced by economic factors and the spread of Islam in Bima by the kingdom of
Gowa.
Keywords: Social Economi, Boat, Bugis Village
menjanjikan Inilah alasan para tukang untuk indonesia kini semakin meningkat. Dengan
lebih memilih membuat kapal pesiar demikian profesi menjadi pembuat perahu
dibanding kapal lain. (Irawan, 2019) menjadi pekerjaan pokok bagi masyarakat.
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Karna mampu memberikan nilai tambah bagi
Pembuat Perahu masyarakat. Dengan adanya pembuat perahu
Berkembangnya kegiatan pelayaran dan memberikan kemudahan bagi nelayan dan
perdagangan di Indonesia dan dengan saudagar yang bepergian antar pulau untuk
bantuan media elektronik sehingga membawa memudahkan melakukan aktivitas dan
pekerjaannya, sehingga selain memberikan
nama desa Bugis sebagai pembuat kapal kini
manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan
telah meyebar luas di daerah Nusantara jasa angkutan laut juga memberikan manfaat
permintaan pesanan kapal semakin bagi pembuat kapal tersebut. Dengan hasil
meningkat. Mereka biasa mendapat pesanan keuntungan dari membuat perahu untuk
dari Kalimantan, Surabaya, Labuan bajo, memenuhi kebutuhan keluarga.
manggarai dan daerah lainya di Indonesia. Banyak keuntungan yang dirasakan oleh
Harga yang dipasarkan pun cukup besar para pekerja dari hasil membuat perahu ini
kini banyak anak mereka yang disekolahkan
untuk kapal ukuran sedang dijual antara 80
keluar daerah seperti di Makassar, Malang,
juta sampai 150 juta sedangkan kapal ukuran Bali, Yogyakarta, Mataram dan daerah
besar untuk pelayaran antar pulau dijual terkenal lainnya. atau mengikuti kursus ilmu
dengan kisaran harga 200-500 juta sehingga pelayaran di Jakarta. Dapat dilihat bagaimana
pendapatan ekonomi pembuat kapal sangat perkembangan ekonomi di desa Bugis
banyak. sekarang peran ibu-ibu rumah tanggapun
Dari besarnya harga yang dipasarkan merupakan salah satu faktor pendukung dari
perkembangan ekonomi ini.
sehingga membawa dampak baik bagi
Eksisitensi desa Bugis mulai berkembang
perekonomian masyarakat pembuat perahu sejak adanya pelabuhan sape pelabuhan ini
Kehidupan mereka sangat tercukupi dan hanya melayani Rute penyeberangan Sumba
sejahtera. Hasil dari bagi hasilnya mereka dan Labuan Bajo menggunakan kapal Feri.
gunakan untuk pemenuhan kebutuhan a. Kondisi Sosial Budaya Desa Bugis
sehari-hari dan biaya pendidikan anak- 1) Kondisi Sosial Budaya
Kedatangan orang Bugis- Sulawesi Di
anaknya mayoritas pemuda didesa Bugis
Desa Bugis Bima otomatis terjadi interaksi,
berpendidikan sebagai pelayaran diluar karna sejak awal desa ini merupakan
daerah seperti Surabaya dan Makassar dan perkampungan hugi (Bugis), maka dalam
pendidikan diperguruan tinggi negeri dan kultur Bima dengan Bugis hidup
swasta pada umumnya. berdampingan di desa Bugis. masyarakatnya
Selain membuat perahu masyarakat bugis sangat kental dengan perpaduan adat dan
juga memiliki pekerjaan tambahan sebagai budaya tradisi Bugis dan Bima berkembang
nelayan dan memiliki bagang sendiri untuk dalam kehidupan masyarakatnya seperti
mencari ikan sehingga pendapatan tradisi pada do’a pembuatan perahu, ada pula
penghasilan mereka bertambah. kemiripan dalam tradisi pernikahan seperti
Semakin berkembangnya zaman sehingga halnya tradisi “mapaccing” atau orang Bima
kegiatan pelayaran dan perdagangan di biasa menyebutnya “peta kapanca”, selain itu
pula arsitektur rumah yang menyerupai conscience artinya ialah memiliki totalitas
dengan Bugis di Sulawesi yang memiliki ciri kepercayaan dan sentiment yang sama,
khas yaitu memiliki lego-lego pada bagian dimana belum dikenal diferensiasi fungsi atau
depan rumah sebagai tempat istrahat disiang pembagian oekerjaan secara terinci dan
hari atau tampat menerima tamu, pakaian renik. Sering pulamasyarakat desa dilukiskan
adat pernikahan yang dinamai baju bodo’, sebagai kesatuan yang mencangkup
banyak kosa kata dalam kosa kata bugis yang kelompok-kelompok serta hubungan
digunakan dalam keseharian masyarakat diantaranya yang bersifat akrab, antar pribadi
seperti kosa kata Ndi’ yang berarti adik, dan terbatas. Sikap dan kelakuan mempunyai
Lampa artinya jalan, Janga yang artinya ayam, ciri spontan, pribadi dan kekeluargaan
Dan masih banyak adat dan tradisi bugis yang (familitas) yang terarah kepada afeksi
berkembang di desa ini. (perasaan emosi), tradisional. Yaitu sesuai
Karakter orang Bugis-Sulawesi yang dengan adat atau tata cara. (Sartono, 1994)
begitu keras dan pekerja keras ini pula yang Masyarakat desa Bugis sejak dahulu
berkembang di desa Bugis, orang-orang sangat kental dengan budaya hidup bergotong
lokalnya dikenal sangat keras dan memiliki royong dan sekarangpun masih ada pada
banyak keahlian dalam berbagai pekerjaan setiap kegiatan kemasyarakatan hidup
jika mereka menjadi pembuat perahu bergotong royong dapat kita jumpai terutama
pekerjaan sampingannya adalah menjadi dalam kegiatan penurunan perahu,
nelayan dan menjadi pelayar antar pulau pembangunan rumah atau pemindahan
serupa dengan orang-orang Sulawesi yang rumah kayu, dan kegiatan lainnya. Setiap
memiliki keahlian dan menguasai laut. kegiatan gotong royong akan dimulai kepala
Perlu diketahui bahwa terdapat hal yang dusun atau salah satu warga akan
menarik dari desa Bugis dikecamatan Sape memngumumkan pada masjid bahwa akan
ini adalah suasana di desa ini menyerupai di diadakan satu kegiatan, kemudian dengan
daerah pesisir yang ada di Sulawesi, pada rasa sosial yang tinggi tempat itu akan
setiap hari lebaran disetiap rumah selalu dikerumuni oleh warga yang akan membantu
menghidangkan berbagai makanan dan menyelesaikanny secara bersama. Satu sama
cemilan hari raya yang paling utama yang lain saling keterkaitan bahu membahu
menjadi ciri khas makanan didesa Bugis membantu yang sedang membutuhkan tidak
adalah “Karencu”, serupa dengan makanan mengenal keluarga atau bukan sehingga
wajib pada hari raya orang Sulawesi yang menjadikan hubungan antar sesama tetap
dalam bahasa bugis disebut “Burasa” nasi terjalin harmonis.
yang dibungkus menggunakan daun pisang. Pada era sekarang didesa Bugis terdapat
Sama halnya ibu-ibu yang ada di Sulawesi perbedaan strata sosial yang terbagi dari tiga
mereka sangat pandai dalam mengolah tingkat, yang pertama adalah golongan Strata
makanan dan membuat makanan-makanan sosial orang-orang Bugis sekarang terbagi atas
yang menyerupai makanan khas Sulawesi tiga golongan yaitu: pertama kelas bawah yang
hanya saja dibedakan oleh namanya sedikit terdiri dari pelayan, kedua kelas menengah
berbeda yang menggunakan bahasa Bima. dari pengusaha, ketiga golongan atas terdiri
Keadaan kehidupan masyarakat di desa dari orang-orang yang berpengaruh baik dari
Bugis telah digambarkan sebagai masyarakat sisi pemerintahan maupun dari masyarakat
yang bersifat homogen dalam mentalitas dan sendiri.
moralitasnya, mempunyai collective
Inilah yang menjadi salah satu masalah di strategis untuk perkembangan sektor
era sekarang, warisan keluarga akan terkikis maritime. Karna hidup berdampingan
karena perkembangan zaman, walaupun dengan orang Bugis-Sulawesi sehingga adanya
orang tua pernah meminta anaknya untuk pengaruh dari suku ini. masyarakat Bima
melanjutkan tradisi keluarga akan tetapi pada khususnya desa Bugis ikut terpengaruh
kenyataannya orang tua lebih mengutamakan dengan kemampuan dan keahlian orang-
pendidikan tinggi bagi anak-anaknya, orang Sulawesi dalam pembuatan perahu.
pendidikan tinggi akan lebih penting dari Diajarkan dasar-dasar pembuatan perahu
membuat perahu walaupun membuat perahu yang bisa berlayar antar pulau Sehingga kini
memberikan keuntungan yang besar bagi masyarakat Bima mampu mengembangkan
mereka. Filosofi orang tua di Bima potensi dirinya dengan membuat perahu
khususnya di desa Bugis tentang keberhasilan sendiri.
seorang anak adalah keberhasilannya dalam Pembuatan perahu didesa bugis
menempuh pendidikan tinggi sehingga mengadopsi cara pembuatan perahu
banyak dihormati oleh orang banyak. Sulawesi-Selatan, perahu di desa Bugis juga
Masih ada beberapa tradisi keluarga ini disebut perahu Phinisi hanya perbedaan
yang dilanjutkan para pemuda yang memilih pembuatan perahu Sulawesi perahu phinisi
tidak melanjutkan studi atau putus sekolah dan perahu di Kab. Majene, dibedakan oleh
dan memilih nikah muda, untuk memenuhi bahan-bahan pembuatannya yang bergantung
kebutuhan keluarga mereka harus bekerja pada alam di wilayah Kabupaten Bima.
sebagai nelayan dan membuat perahu untuk Bahan kayu yang digunakan pada perahu
keberlangsungan hidup keluarga. Untuk didesa Bugis hanya menggunakan kayu
mempertahankan tradisi ini orang tua cukup kesambi, luhu, dan rondu. Berbeda dengan
menerapkan saja pada anaknya, bukan bahan kayu pada perahu- perahu disulawesi
menjadi pekerjaan utamanya kelak setidaknya menggunakan kayu besi, jati dan lain-lain.
tradisi membuat perahu tidak akan punah di Keadaan sosial ekonomi masyarakat
era perkembangan zaman selanjutnya. pembuat perahu di desa Bugis semakin
berkembang, dengan perkembangan zaman
D. Kesimpulan berkembangnya kegiatan pelayaran dan
Hubungan keakrabatan dan kekeluargaan perdagangan di Indonesia dan dengan
yang terjadi antara Bima dengan orang bantuan media elektronik sehingga membawa
Sulawesi (Makassar) sudah terjalin sejak nama desa Bugis sebagai pembuat kapal kini
kurun waktu 1625-1819 (194 tahun) sehingga telah meyebar luas di daerah Nusantara
banyak orang-orang sulawesi yang menyebar permintaan pesanan kapal semakin
dan menetap di Bima khususnya di Kec. meningkat. Pendapatan keluargapun semakin
Sape kemudian mereka membuat meningkat. Budaya masyarakat desa bugis
perkampungan sendiri yang dikenal dengan menyerupai dengan orang Sulawesi, di desa
Kampong Hugi (bajo sarae sekarang). Faktor Bugis terdapat dua etnis yang berkembang
yang mendorong orang-orang Bugis sehingga terjadi akulturasi antara kedua suku
bermigrasi ke desa Bugis adalah karna ini. Seperti dalam bentuk arsitek Rumah
keadaan keamanan di Sulawesi akibat kayu yang setiap rumah memiliki lego-lego
pemberontakan DI/TII tahun 1950-an, dan pada bagian luar rumah, dan juga dalam
keadaan desa Bugis yang mendorong budaya Bugis terkenal dengan tradisi
peningkatan Ekonomi karna letaknya yang merantau. Ini pula yang berkembang pada
masyarakat lokal, jika ada anak laki-laki yang Priyadi, D. S. (2012). Metode Penelitian
sudah beranjak dewasa mereka akan memilih Pendidikan Sejarah. Yogyakarta:
merantau kedaerah lain, baik menetap atau Ombak.
hanya sekedar menjadi pelayar antar pulau
Sartono, K. (1994). Kebudayaan
guna memperbaiki ekonomi keluarga.
Pembangunan Dalam Persepktif
Daftar Pustaka Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Hamid, A. R. (2015). Sejarah Marirtim Sjamsuddin, H. (2012). Metodologi Sejarah.
Indonesia. Yogyakarta: Ombak. Yogyakarta: Ombak.
Horridge, A. (2015). Perahu Layar Tajib, BA, H. A. (1995). Sejarah Bima Dana
Tradisional Nusantara. Yogyakarta: Mbojo. Jakarta: PT. Harapan Masa
Ombak. PGRI.
Irawan. (2019, Maret 24). Pembuatan Kapal. Tajuddin. (2019, Maret 29). Sejarah Desa
(E. N. Hardianti, Interviewer) Bugis. (E. N. Hardianti, Interviewer)
Ismail, M. H. (2018). Alan Malingi. Jejak
Para Sultan Bima. Bima: Adnan
Printing.
Kusuma, A. I. (2004). Migrasi Dan Orang
Bugis. Yogyakarta: Ombak.
Lohanda, M. (2011). Membaca Sumber
Menulis Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Madjid, M. D. (2014). Ilmu Sejarah Sebuah
Pengantar. Jakarta: Kencana.
Madjid, M. S. (2003). Migrasi Orang Bugis
Di Desa Bugis Kecamatan Sape
Kabupaten Bima. 41.
Malingi, A. (2014). Jejak Islam Di Tanah
Bima. Bima: Larangga.
Malingi, A. (2019, April 2). Hubungan Bima
dengan Sulawesi. (E. N. Hardianti,
Interviewer)
Najering, R., & Ridha, M. R. (2018). Orang
Bugis dalam Silang Budaya Bahari di
Pelabuhan Sunda Kelapa. Jurnal
Kajian Sosial Dan Budaya: Tebar
Science, 2(1), 25–37.