Anda di halaman 1dari 20

Pendahuluan Budaya dan Adat Istiadat Jambi

Sejarah
Pada Zaman Melayu kuno, Kota Jambi mendapatkan keuntungan dari aktivitas
perdagangan antara Asia Barat dan Cina, oleh karena itu Negara Cina menjadi sumber
informasi mengenai latar belakang sejarah Jambi.
Pada Tahun 1460 1907, Jambi yang dikenal akan Kerajaan Islam dikenal sebagai
Melayu II. Ratu pertama dalam kerajaan ini adalah Selaro Putri Pinang Masak didampingi
oleh suaminya bernama Datuk Paduko Berhalo.
Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar, colonial Belanda mendirikan perusahaan
perdagangan mereka di Muara Kampeh.Namun tidak bisa bertahan lamanya pesaing
asing dan penolakan dari orang-orang sekitar memaksa VOC menutup perusahaan pada
tahun 1625. Ketegangan kembali berlanjut pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil,
beliau harus menghadapi banyak kendala seperti persaingan dengan Sultan Johor dan
tekanan dari VOC sejak ia memberikan izin perdagangan ke Portugis di Sungai
Batanghari. Akhirnya, karena berada di dalam tekanan beliau harus menyetujui
persetujuan perjanjian kerjasama dengan VOC ditandatangani oleh anaknya, Pangeran
Ratu Raden Penulis yang kemudian menjadi pengganti beliau dan mendapat gelar Sultan
Abdul Mahyu Sri Ingolongo. Suatu ketika dalam periode 1665 1690, Sulatan Ingolongo
ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Pulau Banda. Penangkapan itu memicu aksi
masyarakat dan puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Thaha (1856 1904). Pada
tahun 1907, Jambi sepenuhnya menyerah kepada kolonial Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, gerakan masyarakat dan komunitas pemuda yang didirikan
masyarakat Jambi untuk mendukung gerakan pemerintahan Indonesia. Namun,
administrasi pemerintahan tidak berjalan mulus karena pemberontakan bergolak di
seluruh daerah. Tahun 1948, provinsi Sumatera dibagi menjadi tiga dan Jambi menjadi
Provinsi Sumatera Tengah. Administrasi pemerintahan mulai membaik setelah konferensi
Meja Bundar. Tahun 1958, Sumatera Tengah dibagi menjadi tiga, salah satunya adalah
Jambi.
Jambi adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di pesisir timur di bagian tengah
Pulau Sumatera. Jambi merupakan tempat berasalnya Bangsa Melayu yaitu dari Kerajaan
Malayu di Batang Hari Jambi. Bahasa Melayu Jambi sama seperti Melayu Palembang dan
Melayu Bengkulu, yaitu berdialek "o".
Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0,45 Lintang Utara, 2,45 Lintang Selatan
dan antara 101,10-104,55 Bujur Timur. Di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi
Riau, sebelah Timur dengan Selat Berhala, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi
Sumatera Selatan dan sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi
Bengkulu. Kondisi geografis yang cukup strategis di antara kota-kota lain di provinsi
sekitarnya membuat peran provinsi ini cukup penting terlebih lagi dengan dukungan
sumber daya alam yang melimpah. Kebutuhan industri dan masyarakat di kota-kota
sekelilingnya didukung suplai bahan baku dan bahan kebutuhan dari provinsi ini.
Luas Provinsi Jambi 53.435 km2 dengan jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun
2010 berjumlah 3.088.618 jiwa (Data BPS hasil sensus 2010).

1. Suku Bangsa di Jambi
Masyarakat Jambi merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari masyarakat asli
Jambi, yakni Suku Melayu yang menjadi mayoritas di Provinsi Jambi. Selain itu juga ada
Suku Kerinci, suku batin, Suku Penghulu, Suku Anak Dalam (Kubu), Suku Bajau, dan Suku
Pindah. Selain itu juga ada pendatang yang berasal
dari Minangkabau, Batak, Jawa, Sunda, Cina, India dan lain-lain.




Suku
a. Suku (Melayu) JAMBI
Wilayah: Seluruh kabupaten di provinsi Jambi
Populasi : 1.100.000
Bahasa : (Melayu) Jambi

b. Suku Kubu atau Suku Anak Dalam adalah salah satu suku bangsa minoritas dan
salah satu yang tertua yang hidup di pulau Sumatera, Kehidupan mereka
sekarang sangat mengenaskan seiring dengan hilangnya sumber daya hutan yang
berada di Jambi.
Wilayah : di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan

Populasi : 20.000

Bahasa : Kubu

c. Suku Batin sebagian besar tinggal di wilayah sepanjang sungai tambesi, sampai
saat ini Suku Batin masih mempertahankan adat istiadat berupa bangunan-
bangunan tua yang disebut Kajang Lako karena bentuk dari bubungan rumah
mirip dengan perahu.
Wilayah : Provinsi Jambi di bagian pedalaman pulau Sumatera
Populasi : 72.000
Bahasa : (Melayu) Jambi

d. Suku Kerinci
Wilayah : Kabupaten Kerinci, Jambi
Populasi : 320.000
Bahasa : Kerinci

e. Suku Penghulu
Wilayah : Kabupaten Sarolangun Bangko, Kabupaten Bungo Tebo, Jambi.
Populasi : 25.000
Bahasa : (Melayu) Jambi, Minang.

f. Suku Bajau (JAMBI)
Wilayah : Pesisir pantai provinsi Jambi.
Populasi : -
Bahasa : Bajau

g. Suku Pindah
Wilayah : Kabupaten Batang Hari, kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi
Populasi : 20.000
Bahasa : (Melayu) Pindah.



2. Bahasa Jambi
a. Suku (Melayu) JAMBI
Bahasa : (Melayu) Jambi
b. Provinsi Jambi di bagian pedalaman pulau Sumatera

Bahasa : (Melayu) Jambi
c. Suku Kerinci
Wilayah : Kabupaten Kerinci, Jambi

Bahasa : Kerinci
Nama Kerinci berasal dari bahasa Tamil, yaitu nama bunga kurinji (Strobilanthes
kunthiana) yang tumbuh di India Selatan pada ketinggian di atas 1800m yang mekarnya
satu kali selama dua belas tahun. Karena itu Kurinji juga merujuk pada kawasan
pegunungan. dapat dipastikan bahwa hubungan Kerinci dengan India telah terjalin sejak
lama dan nama Kerinci sendiri diberikan oleh pedagang India Tamil
Suku Kerinci sebagaimana juga halnya dengan suku-suku lain di Sumatera adalah
penutur bahasa Austronesia.
Berdasarkan bahasa dan adat-istiadat suku Kerinci termasuk dalam kategori Proto
Melayu, dan paling dekat dengan Minangkabau Deutro Melayu dan Jambi Deutro
Melayu. Sebagian besar suku Kerinci menggunakan bahasa Kerinci, yang memiliki
beragam dialek, yang bisa berbeda cukup jauh antar satu dusun dengan dusun lainnya di
dalam wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Madya Sungai Penuh - setelah pemekaran
wilayah tahun 2008. Untuk berbicara dengan pendatang biasanya digunakan bahasa
Minangkabau atau bahasa Indonesia (yang masih dikenal dengan sebutan Melayu
Tinggi).
Suku Kerinci memiliki aksara yang disebut aksara incung yang merupakan salah satu
variasi surat ulu.
d. Suku Penghulu
Wilayah : Kabupaten Sarolangun Bangko, Kabupaten Bungo Tebo, Jambi
Bahasa : (Melayu) Jambi, Minang.

e. Suku Bajau (JAMBI)
Wilayah : Pesisir pantai provinsi Jambi.

Bahasa : Bajau

f. SUKU PINDAH
Wilayah : Kabupaten Batang Hari, kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi

Bahasa : (Melayu) Pindah.


3 Kesenian di Jambi

1. Provinsi Jambi berbagai budaya tetapi pada dasarnya berdasarkan budaya Melayu
salah satunya sepanjang Sungai Batanghari, masih bisa dilihat orang yang tinggal
di Rumah Panggung yang terbuat dari kayu lokal.



A. Kajang Lako Rumah Orang Batin (Jambi)


Identitas Rmah Adat

Orang Batin adalah salah satu suku bangsa yang ada di Provinsi Jambi.
Sampai sekarang orang Batin masih mempertahankan adat istiadat yang
diwariskan oleh nenek moyang mereka, bahkan peninggalan bangunan tua
pun masih bisa dinikmati keindahannya dan masih dipergunakan hingga kini.

Konon kabarnya orang Batin berasal dari 60 tumbi (keluarga) yang pindah dari
Koto Rayo. Ke 60 keluarga inilah yang merupakan asal mula Marga Batin V,
dengan 5 dusun asal. Jadi daerah Marga Batin V itu berarti kumpulan 5 dusun
yang asalnya dari satu dusun yang sama. Kelima dusun tersebut adalah
Tanjung Muara Semayo, Dusun Seling, Dusun Kapuk, Dusun Pulau Aro, dan
Dusun Muara Jernih. Daerah Margo Batin V kini masuk wilayah Kecamatan
Tabir, dengan ibukotanya di Rantau Panjang, Kabupaten Sorolangun Bangko.

Pada awalnya orang Batin tinggal berkelompok, terdiri dari 5 kelompok asal
yang membentuk 5 dusun. Salah satu perkampungan Batin yang masih utuh
hingga sekarang adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang. Rumah-rumah di
sana dibangun memanjang secara terpisah, berjarak sekitar 2 m, menghadap
ke jalan. Di belakang rumah dibangun lumbung tempat menyimpan padi.

Pada umumnya mata pencaharian orang Batin adalah bertani, baik di ladang
maupun di sawah. Selain itu, mereka juga berkebun, mencari hasil hutan,
mendulang emas, dan mencari ikan di sungai.
2. Batik dan Songket Jambi memiliki karakteristik yang berbeda dari provinsi-provinsi
lain di Indonesia dengan karakteristik bunga-bunga.
3. Pakaian Adat




A. Busana Tradisional Melayu Jambi

Suku Melayu Jambi adalah sebutan bagi orang-orang Melayu yang mendiami
daerah sepanjang sungai Batang Hari, propinsi Jambi. Dalam berbusana kaum
wanita sehari-hari pada awalnya hanya dikenal dengan kain dan baju tanpa lengan.
Sedangkan kaum prianya mengenakan celana setengah ruas yang melebar pada
bagian betisnya dan umumnya berwarna hitam, sehingga lebih leluasa geraknya
dalam melakukan kegiatan seharihari. Pakaian untuk pria ini dilengkapi dengan
kopiah sebagai penutup kepala. Pada perkembangan berikutnya dikenal adanya
pakaian adat. Pakaian adat ini lebih mewah daripada pakaian sehari-hari yang
dihiasi dengan sulaman benang emas dan pemakaian perhiasan sebagai
pelengkapnya.

B. Pakaian Adat Pria

Laki-laki suku Melayu Jambi dalam berpakaian adat mengenakan lacak di
kepalanya.Lacak ini terbuat dari: kain beludru warna merah yang diberi kertas tebal
di dalammnya agar menjadikannya keras. Tutup kepala ini memiliki dua bagian
yang menjulang tinggi, dengan julangan yang lebih tinggi pada bagian depannya.
Sebagai hiasan terdapat lukisan flora dari daun, tangkai clan bunga yang akan
mekar. Bagian pinggir sebelah kanan diberi lukisan tali runci, yang diimbangi oleh
penempatan bungo runci di sebelah kiri. Bungo runci ini berwarna putih dirangkai
dengan benang, dapat berupa bunga asli atau tiruannya. Bajunya disebut baju
kurung tanggung berlengan panjang. Disebut tanggung karena panjangnya hanya
sedikit di bawah siku tidak sampai ke pergelangan tangan. Hal ini mengandung
makna seseorang harus tangkas clan cekatan dalam mengerjakan sesuatu
pekerjaan. Bahannya terbuat dari beludru warna merah diberi sulaman benang
emas.Bagian tengahnya terdapat motif kembang bertabur atau kembang tagapo
dan kembang melati, sedang bagian pinggirnya bermotifkan kembang berangkai
atau pucuk rebung. Penutup bagian bawah disebut cangge (celana). Bahannya
masih dari beludru yang dilengkapi dengan tali sebagai ikat pinggang. Sudah
menjadi kebiasaan di daerah Jambi mengenakan kain sarung songket yang
dililitkan di pinggul. Tutup dadanya disebut teratai dada, karena bentuknya seperti
bunga teratai dipasang melingkar leher sehingga menyerupai kerah. Kedua tangan
dihiasi gelang kilat bahu terbuat dari logam celupan berlukiskan naga kuning.
Lukisan naga ini mengandung makna bila seseorang telah diberi kekuasaan
janganlah diganggu. Dikenakan pula selempang yang menyilang badan terbuat
dari songket warna merah keungu-unguan sebagai pasangan kain sarung dengan
motif bunga berangkai clan beranting. Bagian pinggangnya dihiasi dengan
selendang tipis warna merah jambu yang pada ujung ujungnya diberi umbai-
umbai warna kuning. Untuk memperkuat bagian pinggang ini digunakan pending
berupa rantai dengan sabuk sebagai kepala terbuat dari logam. Kelengkapan
lainnya adalah keris clan selop. Biasanya diselipkan di perut menyerong ke kanan
melambangkan kebesaran sekaligus untuk berjaga-jaga. Sedangkan selop atau alas
kaki yang berbentuk setengah sepatu berfungsi untuk melindungi kaki saat
berjaalan.

B. Pakaian Adat Wanita
Busana untuk perempuan terdiri dari kain sarung songket clan selendang songket
warna merah. Bajunya disebut baju kurung tanggung bersulam benang emas
dengan motif hiasan bunga melati, kembang tagapo, dan pucuk rebung. Tutup
kepalanya disebut pesangkon yang terbuat dari kain beludru merah dengan
bagian dalam diberi kertas karton agar keras. Ada juga yang menyebut duri
pandan karena pada bagian depan tutup kepala ini diberi hiasan dari logam
berwarna kuning berbentuk duri pandan. Untuk lebih memperindah diberi
sulaman emas dengan motif bunga melati pecah. Kelengkapan busana
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan yang dikenakan oleh pria. Pada
perempuan dikenakan anting-anting atau antan dengan motif kupu-kupu atau
gelang banjar. Kalungnya terdiri dari tiga jenis, yaitu kalung tapak, kalung jayo
atau kalung bertingkat dan kalung rantai sembilan. Pada jari-jarinya terpasang
cincin pacat kenyang dan cincin kijang atau capung. Jumlah gelang yang dipakai
pun lebih banyak meliputi gelang kilat bahu masing-masing lengan dua buah.
Masih ditambah dengan gelang kano, gelang ceper dan gelang buku beban.
Kesemuanya di pasang di lengan. Khusus untuk gelang buku beban bahannya
berasal dari permata putih. Sementara untuk kaki dikenakan gelang nago betapo
dan gelang ular melingkar. Disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai
naga dalam dongeng sedang tidur clan ular yang melingkar membentuk bulatan.
Sedangkan unsur-unsur kelengkapan yang lain seperti teratai dada (tutup dada),
pending dan sabuk (ikat pinggang), selendang, dan selop hampir sama dengan
yang dikenakan pria. Bedanya bentuk motif yang lebih besar pada teratai dada
dan pending.
4. Tari-Tarian
a. Tari Rantak Kudo disebut begitu karena gerakannya yang menghentak-hentak seperti
kuda, tarian ini dilakukan untuk merayakan hasil panen pertanian di daerah Kerinci dan
dilangsungkan berhari-hari tanpa henti.
b. Tari Serengkuh Dayung menggambarkan tentang perasaan searah setujuan,
kebersamaan dan ditarikan oleh penari putri.
c. Tari Baselang menceritakan tentang semangat gotongroyong masyarakat desa dan
ditarikan putra putrid
d. Tari Inai untuk menghibur mempelai wanita yang sedang memasang inai di malam
hari, sebelum duduk di pelaminan ditarikan Putra dan Putri.
e. Tari Japin Rantau menggambarkan prikehidupan masyarakat di pesisir pantai.
f. Tari Tauh Jambi
Tari Tauh Jambi merupakan tarian khas Daerah Lekuk 50 Tumbi Lempur, Kecamatan
Gunung Raya. Pergaulan atau hubungan muda-mudi (bujang gadis) digambarkan dalam
tarian ini. Tarian ini telah ada sejak zaman dahulu sampai sekarang dan diwariskan secara
turun temurun. Hingga akhirnya masyarakat tidak mengetahui siapa sebenarnya pencipta
tarian yang telah mengakar ditengah-tengah masyarakat. Hari ini, tari Tauh Jambi sangat
populer di Kabupaten Bungo sebagai tari tradisional yang sangat digemari masyarakat.

Perayaan-perayaan, kenduri Sko, dan penyambutan tamu menjadi helatan saat tarian ini
ditampilkan didepan publik. Tarian Tauh Jambi biasanya ditarikan ketika menyambut Rajo
dan Berelek Gedang. Helatan yang paling sering dihiasi oleh tarian ini ialah Beselang
Gedang atau gotong royong menuai padi ketika panen berlangsung. Oleh sebab itu,
tarian ini juga menggambarkan perasaan suka cita dan syukur dari masyarakat adatnya.

Seperti tarian Jambi pada umumnya, tarian ini dibawakan laki-laki dan perempuan secara
berpasang-pasangan. Posisi tubuh dari tarian ini adalah kombinasi dari gerakan dalam
posisi berdiri. Musik rebab, gong, dan nyanyian klasik yang disebut mantun mengiringi
tarian ini. Empat laki-laki dan empat perempuan melenggok dalam alunan music melayu
bersyair pantun. Uniknya, durasi tarian ini bergantung pada panjang pendeknya pantun
yang disenandungkan dan kesanggupan penarinya sendiri. Tak jarang tarian ini
berlangsung dari senja hari sampai pagi.

Selain menggambarkan rasa syukur dan suka cita masyarakat adatnya, tarian dan
nyanyian ini juga mengisahkan kehidupan masyarakat desa, percintaan, dan adat istiadat.
Busana khas Lumpur berwarna coklat membalut tubuh para penari. Tak lupa tutup hiasan
perak digunakan untuk mempercantik penampilan para penari. Seperti juga tarian khas
Jambi pada umumnya, tari Tauh Jambi ini acap dilakukan di lapangan terbuka namun
ada juga di dalam ruangan hal itu sesuai dengan waktu dan acara.

Adapun musik pengiring ialah Kelintang Kayu, Gong, dan Gendang. Selain ketiga alat
musik tersebut, biola digunakan sebagai alat musik melodik yang berlagam melayu. Pada
saat sekarang Tari Tauh sering ditampilkan pada acara resmi yang diadakan Pemerintah
kecamatan/kabupaten dan juga pada acara pernikahan. Sedangkan lagu yang mengiringi
Tari Tauh adalah Krinok dan pantun-pantun anak Muda.


g.Tari Selaras Pinang Masak adalah sejenis tari Melayu dari Jambi dengan gerakan-
gerakan yang sangat dinamis. Gerakan-gerakan tersebut lebih mirip kombinasi antara
silat, aerobic, dan kungfu. Nama Selaras Pinang Masak ini diambil nama Puteri Selaras
Pinang Masak yang konon memerintah Jambi pada zaman dahulu kala.

Konon, Putri Selaras Pinang Masak dulunya adalah istri dari Datuk Paduka Berhala. Datuk
Padukan Berhala merupakan penguasa negeri Melayu Jambi yang berasal dari Turki.
Namun hingga saat ini belum ada bukti nyata berdasarkan penelitian atau catatan
sejarah yang relevan. Pasalnya, tidak ada satu silsilah yang mengurutkan dengan tepat
dan dapat dipercaya secara keilmuan (nasab) tentang hirarki Sang Datuk, baik dari garis
keturunan ayahnya maupun ibunya dengan raja-raja Islam penguasa daratan Eropa itu.


h.Salah satu tarian tradisional khas Provinsi Jambi yang terkenal ialah Selampit Delapan.
Pergaulan muda-mudi di Jambi digambarkan dalam tarian ini. Tari ini mempunyai nilai
yang sangat penting dalam merekatkan pergaulan.

i. Tari Sekapur Sirih dilakukan untuk menyambut tamu yang dihormati dan ditarikan
oleh remaja putri.


Orang penting yang melancong ke tanah Jambi pastilah beruntung karena akan
disuguhkan gerak tari yang lembut dan halus berkolaborasi dengan iringan musik dan
syair yang agung. Tari tersebut ialah Tari Sekapur Sirih. Tari ini merupakan tarian
selamat datang kepada tamu-tamu besar di Provinsi Jambi.

Tarian ini diciptakan oleh Firdaus Chatab pada tahun 1962. Pada tahun 1967 tarian ini
ditata ulang oleh OK Hendri BBA. Tari ini mendeskripsikan perasaan lapang dan
terbuka yang dimiliki orang-orang Jambi terhadap tamu yang berkunjung ke daerah
mereka. Jumlah penari dalam tarian ini ialah 9 orang penari perempuan dan 3 orang
penari laki-laki. Di antara dua belas penari tersebut satu orang bertugas memegang
payung, dua orang pengawal, dan sisanya menari
4. Agama di Jambi

Sejarah Kementerian Agama
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut tercermin baik dalam
kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Di lingkungan
masyarakat-terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan kegiatan keagamaan
baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial keagamaan. Semangat
keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai
dalam dokumen-dokumen kenegaraan tentang falsafah negara Pancasila, UUD 1945,
GBHN, dan buku Repelita serta memberi jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut menj adi lebih
kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha
Esa sebagai salah satu asas pembangunan. Hal ini berarti bahwa segala usaha dan
kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan
spiritual, moral dan etik pembangunan.
Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat ditelusuri sejak abad V
Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di Kalimantan melekat
pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, antara lain kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat,
dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah.
Pada abad VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri kerajaan Sriwijaya yang
pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand dan India. Pada masa Kerajaan
Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai lambang kejayaan agama Budha.
Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun sekolah tinggi agama Budha di
Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha se-Asia Tenggara pada masa itu.
Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin memperdalam agama Budha lebih
dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan awal di Palembang sebelum
melanjutkannya ke India.
Menurut salah satu sumber Islam mulai memasuki Indonesia sejak abad VII melalui para
pedagang Arab yang telah lama berhubungan dagang dengan kepulauan Indonesia tidak
lama setelah Islam berkembang di jazirah Arab. Agama Islam tersiar secara hampir
merata di seluruh kepulauan nusantara seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam
seperti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di
Jawa Tengah, kerajaan Cirebon dan Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi
Selatan, keraj aan Tidore dan Ternate di Maluku, keraj aan Banjar di Kalimantan, dan lain-
lain.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Belanda banyak raja
dan kalangan bangsawan yang bangkit menentang penjajah. Mereka tercatat sebagai
pahlawan bangsa, seperti Sultan Iskandar Muda, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut
Nyak Dien, Panglima Polim, Sultan Agung Mataram, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro,
Sultan Agung Tirtayasa, Sultan Hasanuddin, Sultan Goa, Sultan Ternate, Pangeran
Antasari, dan lain-lain.Pola pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut diatas pada
umumnya selalu memiliki dan melaksanakan fungsi sebagai berikut:
Fungsi pemerintahan umum, hal ini tercermin pada gelar Sampean Dalem Hingkang
Sinuhun sebagai pelaksana fungsi pemerintahan umum.Fungsi pemimpin keagamaan
tercermin pada gelar Sayidin Panatagama Kalifatulah.Fungsi keamanan dan pertahanan,
tercermin dalam gelar raja Senopati Hing Ngalogo. Pada masa penjajahan Belanda
sejak abad XVI sampai pertengahan abad XX pemerintahan Hindia Belanda juga
mengatur pelayanan kehidupan beragama. Tentu saja pelayanan keagamaan tersebut
tak terlepas dari kepentingan strategi kolonialisme Belanda. Dr.C. Snuck Hurgronye,
seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda dalam bukunya Nederland en de Islam
(Brill, Leiden 1911) menyarankan sebagai berikut:Sesungguhnya menurut prinsip yang
tepat, campur tangan pemerintah dalam bidang agama adalah salah, namun jangan
dilupakan bahwa dalam sistem (tata negara) Islam terdapat sejumlah permasalahan yang
tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan agama yang bagi suatu pemerintahan yang
baik, sama sekali tidak boleh lalai untuk mengaturnya. Pokok-pokok kebijaksanaan
pemerintah Hindia Belanda di bidang agama adalah sebagai berikut:
Bagi golongan Nasrani dijamin hak hidup dan kedaulatan organisasi agama dan gereja,
tetapi harus ada izin bagi guru agama, pendeta dan petugas misi/zending dalam
melakukan pekerjaan di suatu daerah tertentu.Bagi penduduk pribumi yang tidak
memeluk agama Nasrani, semua urusan agama diserahkan pelaksanaan dan
perigawasannya kepada para raja, bupati dan kepala bumiputera lainnya.Berdasarkan
kebijaksanaan tersebut, pelaksanaannya secara teknis dikoordinasikan oleh beberapa
instansi di pusat yaitu:
Soal peribadatan umum, terutama bagi golongan Nasrani menjadi wewenang
Departement van Onderwijs en Eeredienst (Departemen Pengajaran dan Ibadah).Soal
pengangkatan pejabat agama penduduk pribumi, soal perkawinan, kemasjidan, haji, dan
lainlain, menjadi urusan Departement van Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam
Negeri).Soal Mahkamah Islam Tinggi atau Hofd voor Islamietische Zaken menjadi
wewenang Departement van Justitie (Departemen Kehakiman). Pada masa penjajahan
Jepang kondisi tersebut pada dasarnya tidak berubah. Pemerintah Jepang membentuk
Shumubu, yaitu kantor agama pusat yang berfungsi sama dengan Kantoor voor
Islamietische Zaken dan mendirikan Shumuka, kantor agama karesidenan, dengan
menempatkan tokoh pergerakan Islam sebagai pemimpin kantor. Penempatan tokoh
pergerakan Islam tersebut merupakan strategi Jepang untuk menarik simpati umat Islam
agar mendukung cita-cita persemakmuran Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.
Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah berurat
dan berakar dalam kehidupan bangsa. Itulah sebabnya para tokoh dan pemuka agama
selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan kemerdekaan baik melalui
partai politik maupun sarana lainnya. Perjuangan gerakan kemerdekaan tersebut melalui
jalan yang panjang sejak jaman kolonial Belanda sampai kalahnya Jepang pada Perang
Dunia ke II. Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada masa kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan ditetapkannya
Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan karakter
bangsa Indonesia yang sangat religius dan sekaligus memberi makna rohaniah terhadap
kemajuankemajuan yang akan dicapai. Berdirinya Departemen Agama pada 3 Januari
1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan kecuali berakar dari sifat dasar
dan karakteristik bangsa Indonesia tersebut di atas juga sekaligus sebagai realisasi dan
penjabaran ideologi Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan juridis tentang agama tertuang
dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2:
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa;Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari
sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam_praktek
kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Suku Melayu Jambi hampir 100% merupakan kaum Muslim. Di setiap kelurahan bahkan
hampir di seluruh RT (Rukun Tetangga) berdiri mesjid atau langgar, madrasah atau
tempat pengajian (tempat untuk latihan dan pengajaran agama), lengkap paling tidak
dengan satu orang ulamanya (guru agama Islam dan ahli hukum Islam).
Bagi suku Melayu Jambi, semua prinsip dan bimbingan dalam pengaturan kehidupan
manusia berasal dari nenek moyang mereka, yang sebaliknya bersumber dari penulisan
yang menyatakan kebenaran, Al Qur'an dan kitab Hadis.
5. Flora dan Fauna Khas Jambi

Palem Merah

Palem merah (Cyrtostachys lakka Becc.) adalah tanaman hias populer yang biasa dijumpai
di pekarangan rumah. Nama merah diambil dari warna pelepah daunnya yang merah
pekat menyala. Palem merah sekarang menjadi salah satu tumbuhan langka karena
eksploitasi besar-besaran di hutan Sumatra dan Malaya, tempat asalnya Terdapat varian
yang sekarang dianggap sebagai varietas, yang dikenal sebagai palem jingga (C. renda
Blume).


Harimau Sumatera

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau yang habitat
aslinya di pulau Sumatera, merupakan satu dari enam subspesies harimau yang masih
bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam
punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga
Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di
taman-taman nasional di Sumatera. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-
tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang
menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.
6. Upacara Adat
Upacara Lingkaran Hidup Manusia: Upacara-upacara ini dilakukan sejak seseorang
dilahirkan sampai meninggal, dengan artian untuk memperingati saat-saat seseorang
individu memasuki suatu tingkatan sepanjang hidupnya. Penyelenggaran upacara ini
terutama pada masa kehamilan, kelahiran, dewasa, perkawinan, dan kematian.
Upacara Kelahiran: Saat umur kandungan seorang wanita menginjak 7 bulan,
keluarganya secara resmi memberitahukan hal ini paling tidak pada 2 orang dukun yang
ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Upacara pemberitahuan ini disebut dengan
istilah Menuak/Nuak, yang maksudnya agar dukun siap memberi pertolongan jika tiba
saatnya melahirkan. Dalam upacara ini masing-masing dukun diberi hantaran berupa nasi
kunyit beserta laukpauknya.
Ketika wanita hamilan tersebut menghadapi saat kelahiran, para dukun yang sudah
dipesan segera datang memberi pertolongan. Dukun wanita bertugas menyambut
kelahiran anak, sedangkan dukun laki-laki yang berada di balik pembatas ruangan
tempat melahirkan membacakan mantra agar anak dapat lahir dengan lancar dan
lengkap serta ibunya dalam keadaan selamat. Untuk menghindari pengaruh jahat saat
melahirkan, disediakan benda-benda yang dianggap mengandung unsur-unsur magis
seperti buah kundur, jimat yang terbuat dari untaian jeringo bangle, pisau kecil dan lain-
lain.
Saat bayi berumur 7 hari, diadakan upacara mandi ke sungai (mandi kayik) dipimpin oleh
dukun yang menolong melahirkan. Dalam upacara tersebut sekaligus diadakan prosesi
pemberian nama kepada anak. Kemudian setelah bayi berumur 40 hari dilakukan upacara
memoton rambut untuk pertama kalinya yang dilakukan oleh para alim ulama dan Tua-
tua tengganai. Selain itu diadakan pula upacara Basuh Tangan, acara tersebut
diselenggarakan bersamaan saat sang ibu telah dalam keadaan bersih dan pulih
kesehatannya pasca melahirkan. Tujuan dari upacara tersebut adalah sebagai
permohonanan supaya sang anak dikaruniai sifat rajin, kuat, gemar bekerja, suka
menolong, jujur, patuh, dan sifat-sifat baik lainnya.
Masa Dewasa: Setelah anak mencapai umur 6-10 tahun, khusus bagi anak laki-laki
diadakan upacara khitanan (sunat), sedangkan bagi anak perempuan dilkukan upacara
Batindik (melubangi telinga). Upacara pendewasaan tersebut biasanya dilakukan
bersamaan dengan tradisi Khatam Quran sebagai bekal hidup dalam masa dewasa.
Upacara Perkawinan: Rangkaian upacara ini diawali dengan adat pergaulan anatara
pemuda dan perempuan yang dikenal dengan itilah Berserambahan. Dalam acara ini
mereka memperlihatkan keahlian berpantun yang disebut Seloka Muda, Setelah
keduanya sepakat untuk menikah, maka berlaku tahap berikutnya:
1. Berusik sirih bergurau pinang: Merupakan tahap menjajaki perasaan masing-
masing pihak untuk mengetahui apakah hubungan dapat dilanjutkan dengan
perkawinan.
2. Duduk bertuik, tegak bertanyo: merupakan tahap untuk mengetahui keadaan
gadis yang menyangkut silslah, budi pekerti, sopan santun pergaulan, serta
kemungkinan persetujuan orangtuanya.
3. Ikat buatan janji semayo: adalah
musyawarah resmi keluarga kedua belah pihak
untuk membicrakan waktu pertunangan dan
perkawinan.
4. Ulur antarserah terimo pusako: yaitu pihak
laki-laki menepati janji dengan mengantarkan
barang-barang ke rumah si gadis sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
5. Sebagai inti dari suatu upacara pernikahan terjadi pada saat Sedekah Labuh, yang
mana pada aat itu perkawinan diresmikan dengan akad nikah dan akad Kabul di
hadapan seorang pemuka agama.


Upacara Kematian: Saat menghadapi masa kritis, manusia perlu melakukan suatu
perbuatan untuk memperteguh iman dan menguatkan dirinya. Dalam hal ini, menurut
kepercayaan setempat perlu diadakan upacara pengucapan mantra-mantra secara
bersama-sama yang dipimpin oleh seorang dukun. Atau menurut agama Islam
diwujudkan dalam bentuk pembacaan Bardah dan Surat Yasin oleh seorang pemuka
agama. Begitu orang yang bersangkutan wafat, kembali dibacakan ayat-ayat suci oleh
salah seorang keluarganya.

Keluarga yang terkena musibah wajib memberitahukan berita dukacita itu kepada kepala
kaum kerabatnya (tua tengganai) dan Imam Masjid. Setelah itu jenazah dimandikan,
dibalut kain kafan, dan disholatkan. Setelah itu jenazah bisa disemayamkan dan dipasang
batu nian serta ditutup dengan pembacaan doa. Pada malam harinya diselenggarakan
pengajian dan tahlil selama 3-7 malam oleh kerabat dan tetangga dekat orang yang
meninggal. Pada hari ke-7 setelah kematian diadakan upacara Naik Tanah yaitu
memperbaiki tanah perkuburan. Rangkaian upacara tersebut diakhiri dengan makan
bersama (sedekah selamatan) untuk memperingati orang yang meninggal.

Disamping upacara upacara yang berkaitan dengan lingkungan hidup manusia,
masyarakat Jambi juga mengenal beberapa upacara tradisional lainnya. Jenis upacara ini
diselenggarakan berkenaan dengan aktivitas hidup mereka sehari-hari antara lain:
Mintak ahi ujan: adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka untuk
meminta hujan segera turun. Upacara ini mengandung unsur sinkretis antara
kepercayaan nenek moyang dan agama Islam yang mana upacara ini ditujukan
kepada dewa (mambang) yang mengatur hujan. Sedangkan dari segi agama
ditandai dengan sembahyang secara agama Islam untuk meminta hujan.
Nugal Bejolo: yaitu upacara sehubungan dengan pekerjaan menanam padi, yang
sangat penting artinya sebagai pengukuhan nilai-nilai budaya yang berlaku turun-
temurun. Upacara ini juga menonjolkan aspek social lainnya, yakni memberi
kesempatan bagi muda-mudi untuk bergaul lebih akrab.
Kumau: juga merupakan suatu upacara yang berkaitan dengan bidang pertanian.
Upacara ini diselenggarakan saat penduduk hendak memulai kegiatan bersawah
dan biasanya diselenggarakan setahun sekali pada musim hujan. Adapun tahap-
tahap dalam upacara ini adalah: Ngapak Jambe (membuka lahan), nyiram, beneih
padei, (menyiram benih padi yang akan ditanam dengan air bermantra), ngambau
beneih (menabur benih padi di sawah) dan mamasang pupuh (memasang daun-
daunan di tengah lading persemaian).
Ngayun luci: merupakan upacara yang juga berkaitan dengan pertanian.
Tujuannya adalah untuk memohon keberhasilan panen.




Tugas Akhir Geografis
Tugss Akhir Geografis Tentang Adat Istiadat Provinsi Jambi



















Dibuat Oleh : Bathrix Lenna
Kelas : VII SMP
Sekolah : SMP Advent II Setiabudi Bandung

Anda mungkin juga menyukai