pernikahan memiliki tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sehingga baik
suami maupun istri harus saling melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spriritual dan material.
Dalam Islam perkawinan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan seksual seseorang
secara halal serta untuk melangsungkan keturunannya dalam suasana saling mencintai
(mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) antara suami istri. Salah satu fenomena hukum
yang menarik untuk dikaji bersama di masa modern dan kontemporer ini adalah
persoalan pengaturan hukum keluarga di negara-negara muslim, di Indonesia misalkan
terjadi kontroversi yang cukup fenomenal atas sah atau tidaknya pernikahan beda agama
dilihat dari sudut pandang perundang-undangan di Indonesia. Dalam tulisan ini penulis
mencoba mencermati salah satu bentuk kontroversi dalam menafsirkan sah atau tidaknya
pernikahan beda agama dilihat dari sudut pandang perundang-undangan di Indonesia.
Nikah Mut’ah
Pernikahan dalam Islam adalah transaksi dan perjanjian yang kuat dan kokoh. Dibangun
diatas niat pergaulan abadi dari kedua belah pihak, untuk merealisasikan buah
psikologisnya,
nikah mut’ah. Ia adalah ikatan nikah antara seseorang laki-laki dan perempuan, untuk
suatu masa yang mereka sepakati bersama, dengan upah tertentu. Dalam pernikahan
macam ini, tidak terealisasi makna yang disebut sebelumnya. Ia memang pernah
diperbolehkan oleh Nabi saw, sebelum syariat Islam ini mapan. Namun,
diperbolehkannya pun hanya dalam perjalanan dan peperangan, kemudian dilarang dan
diharamkan untuk selama-lamanya.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 56
Dr. Kutbuddin Aibak, M. H. (n.d.). Kajian Fiqh Kontemporer. Edisi Revisi: Kalimedia.