Anda di halaman 1dari 97

Peran dasar isolator tegangan tinggi adalah untuk memastikan jalur yang tepat dari

konduktor ke ground. Dalam hal ini isolator memainkan dua peranan penting :

1. Untuk memastikan integritas listrik dari sistem, dibawah kondisi cuaca yang beragam,
dengan tekanan listrik digabung dengan sistem tegangan baik tegangan sesaat dan
tegangan berlebih. Sementara flash over karena sambaran petir langsung, tidak dapat
dikatakan hilang, ini tentu dapat berhasil sampai ke tingkat yang dapat diterima.
2. Untuk menjaga kekuatan sistem mekanik antara lain kekuatan berdiri dengan tekanan
mekanis yang terkait dengan berat konduktor dan tekanan yang berlebih. Yang
ditekankan perkaratan, beban angin, kondisi konduktor rusak, dan sebagainya.

Dengan peningkatan saluran transmisi tegangan 33-1100 kv hingga abad dua puluh, baik
tekanan listrik terkait dengan tegangan dan beban mekanik karena bundel konduktor, menjadi
tantangan untuk desainer isolator. Itu adalah tantangan yang jelas, yang mana saluran transmisi
HV dan UHV memiliki kapasitas transfer daya ribuan MW, serta memenuhi standar
kehandalan listrik dan pemeliharaan tinggi, kehandalan seperti itu harus dipertahankan, yang
mana di desain selama 50 tahun atau lebih. Sampai saat ini desain insulator dikembangkan
untuk menghadapi tantangan hingga didapat hasil yang memuaskan. Ketika tingkat kegagalan
pada bahan kaca atau porcelain insulator kemungkinan 10-4 menjadi 10-3 unit setiap tahun.
Dalam kegagalan, kerusakan secara keseluruhan sangat langka, biasanya 10-7 setiap tahunnya.

Selanjutnya, kita akan membahas perbedaan bahan dan desain pada insulator tegangan
tinggi, khususnya pada jalur transmisi tegangan tinggi. Spesifikasi pada kemampuan elektrik
dan mesin insulator. Dengan pertimbangan kerugian yang disebabkan kondisi cuaca, efek dari
hujan dan polusi. Standard insulator dan pengecekan juga akan dibahas. Diakhir, akan dibahas
menentukan desain maupun statistik.

10.2 Jenis dan Bahan Insulator

10.2.1 Jenis Insulator

Ada beberapa perbedaan dasar untuk mengelompokan insulator tegangan tinggi.


Berdasar fungsi mekanisnya, insulator dapat diklasifikasikan kedalam suspensi atau pendukung
insulator. Pada bagian dari jalur tegangan menengah, keluaran insulator digunakan. Suspensi
insulator pada transmisi untuk jalur tegangan tinggi. Disisi lain isolator secara luas digunakan
dalam gardu tegangan tinggi untuk membawa bus bar tubular atau peralatan listrik, seperti
melepaskan saklar atau kapasitor bank. Berdasarkan pemakaiannya, isolator saluran transmisi
dapat diklasifisikan menjadi kabel suspensi yang dilihat berdasarkan besar kecil sudut menara

479
dan ketegangan dibesar sudut menara terminal. Untuk kabel suspensi , perbedaan bisa dibuat
antara kabel tunggal atau banyak kabel, yaitu kabel I atau V.
Beberapa I- atau V string biasanya didasarkan pada mekanis atau persyaratan
keselamatan, seperti bentang panjang yang berhubungan dengan sungai atau jalan raya
penyeberangan. Berdasarkan profil dari isolator suspensi, perbedaan dapat dibuat antara jenis
disc dan jenis panjang batang, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.1 (Rizk et al., 1972),
untuk satu set isolator porselen. Pada Gambar 10.1, tiga profil A, B, dan D isolator
menunjukkan disc, sedangkan C dan E merupakan panjang batang. Gambar 10.1 (tipe A)
menunjukkan profil dasarnya teratur sedangkan Gambar 10.1 (tipe D) merupakan disc antifog
disebut dengan tulang rusuk dalam dan jalur kebocoran panjang dari tutup ke pin sepanjang
permukaan isolator. Gambar 10.1 (tipe B) menunjukkan

Gambar 10.1 Profil dari cangkir yang berbeda dan pin dan panjang batang isolator porselen.
(From Rizk. F.A.M. et al., Comparative tests on contaminated insulators with reference to
desert conditions, CIGRE. Paper No. 33-03, 1972.)

480
TABEL 10.1

Parameter dasar isolator pada Gambar 10.1

Jalur Diameter
Jarak Angka Jalur
Tipe Kebocoran luar
(mm) Ketahanan kebocoran/Jarak
(mm) (mm)
A 384 183 - 320 2.1
B 419 178 - 483 2.54
C 1100 450 5 270 2.45
D 533 171 - 356 3.05
E 1850 1270 14 150 1.46

Disebut disc aerodinamis, ditandai dengan bentuk yang relatif halus dan diameter keseluruhan
besar. Jenis E adalah regular 75/14 panjang batang, sedangkan tipe C merupakan panjang
batang aerodinamis. Tabel 10.1 menunjukkan parameter dasar isolator ditunjukkan pada
Gambar 10.1.

Berikut ini, kami akan kembali mensignifikan parameter ini serta efek pada kinerja isolator,
khususnya dalam kondisi berpolusi.

10.2.2 Insulator Material

Sejauh ini untuk diketahui, isolator dibedakan menjadi isolator keramik porselen , kaca dan
polimer atau isolator komposit. Aspek materi yang dibahas berikut ini.

10.2.2.1 Porcelain

Porselen listrik terbuat dari campuran sekitar 50% tanah liat, 25% kuarsa atau alumina, dan
25% feldspar (Callister, 1994). Lempung merupakan kombinasi dari aluminium silikat
terhidrasi dari satu atau bentuk kristal lebih, dari berbagai alumina lebar (Al2O3) ke rasio silika
(SiO2). Kuarsa kimia murni silika (SiO2), sementara feldspar adalah jenis mineral alkali-
alumina-silikat, misalnya, terdiri dari kalium K2O. Al2O3 6 SiO2 (Young, 1954). Bahan baku
dicampur bersama dengan tanah untuk ukuran partikel yang diinginkan. Dalam proses
persiapan basah, bahan-bahan ini dicampur dengan air, dan campuran yang dihasilkan disaring
untuk menghilangkan bahan asing. Sebenarnya pembentukan dilakukan oleh pengecoran,
ekstrusi, jiggering dan plunging (Young, 1954). Untuk proses persiapan kering, pembentukan

481
dilakukan secara kering dan press vakum (Young, 1954). Pembentukan diikuti dengan
pengeringan, finishing, glazing, dan pembakaran, yang mungkin merupakan operasi paling
penting dalam pembuatan porselen (Young, 1954). Hal ini jelas bahwa kualitas porselen tidak
hanya tergantung pada bahan baku tetapi juga pada keterampilan para produsen dan kontrol
kualitas.

Fitting logam yang melekat pada porselen dengan penyemenan. Bahannya meliputi besi cor
ditempa, besi ulet dan baja. Jenis semen yang digunakan meliputi semen alumina, Portland
semen dan semen belerang. Pengalaman menunjukkan bahwa beberapa masalah bisa dihadapi
dengan semen belerang di iklim panas, sementara semen Portland banyak terdapat di
lingkungan industri yang mengandung sulfat. Tabel tentang sifat fisik dari porselen listrik
tersedia dalam teks ilmu material (Young, 1954; Callister 1994) dan di IEC 60672. Beberapa
ringkasan tentang porselin sebagai berikut:

• Kepadatan: ≈ 2,5 g / cm3

• Kekuatan tarik dari porselen tergantung pada komposisi dan bervariasi di kisaran 40-80 MPa

• Kuat tekan porselin besarnya lebih tinggi dari kekuatan tarik

• Volume resistivitas 10n Ω.m

• Permitivitas Ɛr relatif pada suhu kamar dan frekuensi daya: 6-7

• Kekuatan dielektrik biasanya 200kV/cm tapi tergantung pada ketebalan spesimen

• Maksimum temperatur operasi sekitar 160oC.


 Koefisien pemuaian linier ≈ 5 x 10-6 (1/K)
 Konduktifitas Panas ≈ 1-4 W/m ∙ K
 Tan δ (Delta) pada frekuensi daya : 1-3 x 10-2

Sifat tersebut diatas menyebabkan banyak keuntungan dan beberapa keterbatasan dari isolator
porselin. (Vosloo et al., 2004). Pada sisi positif isolator porselin kebal terhadap kerusakan
karena faktor lingkungan, tahan terhadap kerusakan permukaan yang dikarenakan kebocoran
arus, dan memilki kekuatan bertekanan tinggi. Bagaimanapun juga, barang tersebut rentan
terhadap kerusakan dan retak dikarenakan sudut daya dan ketika terjadi kebocoran, melakukan
teknik khusus (Vaillancourt and Rizk, 1988) untuk mendeteksinya.

10.2.2.2 Kaca

Kaca soda kapur terdiri dari cairan yang berasal dari campuran silika (SiO2), kapur (CaO),
feldspar (sejenis batuan pertambangan mineral & batubara) (Na2O · Al 2O3 · 6SiO2) dan abu
soda (Na2O). Perbedaan dari porselen umumnya timbul dari metode yang membentuknya dan
bukan dari komposisi utamanya (Young, 1954). Dalam manufaktur kaca, campuran bahan baku
dilebur dalam tungku yang sesuai dan kemudian didinginkan sampai suhu yang lebih rendah
untuk menjadi lebih kental dan dapat bekerja ke dalam bentuk yang diinginkan. Untuk tutup
dan kaca pin isolator, proses perawatan pemanasan yang disebut ketangguhan diterapkan. Ini
meliputi pemanasan kembali sampai suhu seragam antara transisi dan meredakan suhu, diikuti
oleh pendinginan yang cepat dengan mengekspos permukaan untuk pancaran udara dingin.
Sifat fisik yang relevan dari kaca yang dikuatkan dirangkum berikut ini:
 Massa Jenis: ≈2.5 g / cm3.
 Kekuatan tarik adalah di kisaran 100-120 MPa, agak lebih tinggi dari porselen.
 Mirip dengan porselen, kekuatan tekan jauh lebih tinggi, mencapai 700 MPa.
 Volume resistivitas mirip dengan porselen: ≈1011 Ω · m.
 Permitivitas relatif pada suhu dan daya frekuensi kamar: ≈7, dekat dengan porselen.
 Kekuatan Dielektrik agak lebih tinggi dari porselen dan, sebagai padatan lainnya,
menurun dengan ketebalan sampel.
 Suhu operasi maksimum adalah sedikit lebih rendah dari porselen dan bisa serendah
110 ° C (Bartnikas, 1993).
 Koeffisien ekspansi linear: ≈9 × 10-6, signifcantly lebih tinggi dari porselen.
 Konduktivitas termal: ≈1 W / m · K, signifcantly lebih rendah dari porselen.
 Tan δ pada daya frekuensi: hingga 6 × 10-2, signifcantly lebih tinggi dari porselen.

482
Fitur positif dari isolator kaca (Vosloo et al., 2004) meliputi kekuatan tinggi dielektrik dan
ketahanan terhadap kebocoran, mudah mendeteksi isolator yang rusak karena pecah, dan
kekuatan tekanan yang baik. Di sisi lain, isolator kaca merupakan target untuk perusakan dan
rentan terhadap erosi akibat kebocoran arus, yang dapat memicu kerusakan. Tutup dan kaca pin
isolator dapat diasumsikan seperti bentuk mirip piringan porselen yang ditunjukkan pada
Gambar 10.1.

10.2.2.3 Polimer
Isolator polimer untuk jalur transmisi tegangan tinggi terdiri serat kaca inti resin-tertanam, yang
menyediakan kekuatan mekanik dan penutup polimer untuk perlindungan dari kondisi cuaca
buruk. Dua bahan kerangka yang saat ini digunakan: ethylene propylene diena monomer
(EPDM) dan karet silikon. Karet silikon tahan terhadap radiasi UV dan memiliki sifat
hidrofobik. Hal ini membuat komposisi isolator dengan karet silikon sheds (rubber silicone
sheds) menjadi alternatif yang layak untuk isolator keramik di daerah tercemar. Karet silikon
terbuat dari polydimethylsiloxane dengan struktur mer ditunjukkan pada Gambar 10.2 (Young,
1954; Rosen, 1971; Callister, 2004), yang seperti elastomer (polimer elastis), adalah cross-
linked.
CH3

Si O

CH3

Beberapa property fisik yang relevan dari material karet silicon diberikan sebagai berikut
(Young, 1954;Rosen,1971;Bartnikas,1993;Callister,2004;Vosloo et al.,2004):

 Densitas:1.15g/cm3.
 Temperatur transisi kaca Tg:-1200C. Ini berarti bahwa material menahan kondisi karet
dalam temperature rendah.
 Temperature operasi maksimum =3500C
 Permitivitas relative pada suhu kamar dibawah power frekuensi=4.
 Tan δ pada suhu kamar dibawah power frekuensi:2-3 x 10-2.
 Kekuatan dielektrik pada power frekuensi :160-200 kV/cm.
 Volume resistivity: 1012 Ω.m.
 Perpanjangan hingga putus :150%-300%.

Catatan bahwa jumlah ini, sebagaimana yang diberikan untuk porcelain dan kaca di awal,
adalah property material. Demikian, jumlah seperti suhu operasi maksimum tidak dapat dengan
jelas diaplikasikan untuk dicirikan pada unit insulator, yang mana hasil dari aplikasi material
yang berbeda dan proses manufaktur.
Desain yang khas dari insulator karet silicon komposit (Dietz et al.,1986) ditunjukan di
gambar 10.3. Mencakup fiber reinforced polymer (FRP) rod, yang secara kimia diikat pada
suhu vulkanis tinggi(HTV) karet silicon sheath. HTV silicon rubber sheds divulkanisir menjadi
sheath. Batang FRP ditempelkan pada ujung metal fitting oleh baji. Teknik ini digunakan untuk
menempelkan batang FRP pada ujung yang sesuai melingkupi crimping, penggunan baji pada
figure 10.3 atau aplikasi dari epoxy wedge dalam ujung fitting.
Ini penting untuk menjamin penyegelan yang tepat antara ujung fitting dan sarung karet
silicon untuk mencegah jalan masuk kelempaban. Ini dan ikatan kimia antara batang FRP dan
sarung dimaksudkan untuk menghasilkan puncture-free interface zone (Dietz et al.,1986).
Dimensi khas dari karet silicon komposit.

483
Gambar 10.3 detil khusus dari insulator long rod komposit. (Dari Dietz, H.et al.,
Pengembangan terbarudan pengalaman dengan insulator komposit long-rod,CIGRE, Paper
No.15-09,1986.)
Gambar 10.4 profil dari isolator non keramik yang berbeda

Insolator yang ditunjukkan pada Gambar 10.4 (Houlgate dan Smith, 1990). Untuk jenis VII
isolator jarak gudang adalah 49 mm, diameter luar 134 mm, panjang L adalah 2,46 m dan
panjang jalur kebocoran Lc 5.93 m. Menggunakan Unit isolator seperti pada tegangan sistem
Um dari 245 hasil kV di spesifik jalur kebocoran lsp = Lc / Um dari 24 mm / kV.

Untuk tegangan sistem 245 kV dan di atas, sering dianjurkan untuk memberikan isolator
polimer dengan cincin pelindung. cincin tersebut melayani tujuan yang berbeda, termasuk
kontrol RI, perlindungan fittings akhir dari busur listrik, serta menghambat korosi pada wadah
yang diakibatkan oleh aktifitas (Cherney et al, 1983;.. Phillips et al, 1999). Definisi, metode uji,
dan kriteria penerimaan untuk isolator komposit diberikan dalam IEC Standard 61109 (1992).

10.3 Kinerja Listrik High-Voltage Insulator

10.3.1 Petir Impulse Flashover

Seperti disebutkan dalam bab tentang celah udara yang panjang, impuls petir sparkover
berlangsung sesuai dengan mekanisme streamer breakdown, karena durasi impuls ini terlalu
singkat untuk memungkinkan setiap kenaikan yang signifikan. Impuls petir Ashover begesekan
dengan isolator secara efektif mengakibatkan gangguan streamer dari udara

484
celah antara konduktor dan lengan persilangan atau antara cincin-cincin penahan atau di
sepanjang jarak kawat bunga api, yang mana lebih pendek.
Untuk kawat dari 2-6 tutup standar dan cakram-cakram pin, Gambar 10.5 (Rizk, 1960)
menunjukkan sebuah hubungan sebanding antara jumlah insulator dan tegangan impuls kilat.
Sebagaimana yang ditunjukkan, tegangan impuls kilat negative hanya sekitar 5% lebih tinggi
daripada polaritas positifnya. Gambar 10.6 (Paris dan Cortina, 1968) menunjukkan tegangan
impulse kilat positif dan negative dari sebuah kawat insulator, dengan rentang celah konduktor
adalah 2-6 m. Kemudian, hubungan sebanding ditunjukkan,Jumlah insulator, cakram.

Gambar 10.5 Karakteristik standar impuls kilat dari kawat insulator pendek. Atas : Negatif ;
Bawah : Positif (Dikutip dari Rizk, F.A.M., Flashover characteristics of insulators and spark-
gaps with a power frequency half-cycle pulse. Thesis, Royal Institute of Technology,
Stockholm, Sweden, 1960).

d,m

Gambar 10.6 Karakteristik impuls kilat dari basah dan kering kawat insulator. (Dikutip dari
Paris, L. and Cortina, R., IEEE Trans. Power Appar. Syst., 87(4), 947, April 1968)

485
Impuls tegangan negative berkedip sedikit lebih tinggi dari pada yang positif. Artinya,
tegangan positif mengganggu gradien berjumlah sekitar 525 kV/m, sedangkan tegangan
negatif berjumlah sekitar 600 kV/m. Perlu diingat, bahwa angka-angka ini akan dipengaruhi
oleh desain dan posisi cincin penjaga.
Hal tersebut juga menjadi catatan pada gambar 10.6 bahwa hasil angka kedipan
tegangan dari isolator kering dan basah ketetapan praktis impuls pencahayaan. Menegaskan
bahwa hujan tidak berpengaruh pada impuls kedipan petir. Faktanya, standart internasional
tidak memerlukan sebuah impuls petir tes isolator basah (IEC Standart 60305, 1995).
Impuls kedipan petir dari transimisi isolator dapat mempengaruhi peforma petir dari
jalur di kedua jarak. Pertama, berbicara tentang bab 9 pada petir, arus sambaran
minimumdapat memimpin pada kedipan mengikuti sebuah kegagalan perisai, diberikan :

Ic =

Di mana :
Ub = negatif impuls petir kedipan tegangan dari jalur isolator
Zo = lonjakan jalur impedansi

Karena, seperti yang dijelaskan sebelumnya, terdapat arus maksimum Im pada


kegagalan perisai dapat terjadi, meningkatkan Icdengan memperkuat jalur isolasi akan
menghasilkan pengurangan SFFOR.
Akhirnya, jika Ic = Im, SFFOR akan lenyap. Itu adalah pertanyaan ekonomi, apakah itu
akan lebih menguntungkan untuk mengurangi Im dengan posisi yang tepat dari kabel ground,
atau meningkatkan Ic dengan memperkuat jalur isolasi.
Aspek kedua, juga diperlukan di Bab 9 pada petir, efek jalur isolator kedipan. Di sini,
level kritikal arus Ieb untuk kedipan, ini sudah diungkapkan oleh (Hileman, 1999).

Icb =

Di mana :
VNS = kritikal non standart impuls petir kedipan tegangan isolator
VLN = fasa – ground power frekuensi tegangan
KPF = power faktor frekuensi tegangan
KTT = koefisian potensi tower
C = kopling faktor antara fasa konduktor dan ground

486
Hal itu adalah bentuk nyata (10.2) yang memperkuat jalur isolasi akan meningkat VNS
dan sesuai Icb. Bawah jika kondisi yang sama dari desain menara dan menara grounding, jelas
bahwa memperkuat jalur isolasi yang akan menyebabkan penurunan tingkat kedipan kembali.
Sebuah contoh ilustrasi yang simpel pada Gambar 10.7, berdasarkan Monteith et al.
(1964), yang menyajikan variasi tingkat kedipan berbalik per 100 km - tahun dengan
resistensi menara pijakan dari jalur 138 kV, dengan 8, 10, dan 12 isolator. Di sini, rentangnya
adalah 275 m dan tingkat keraunic adalah 30. Tingkat kedipan berbalik sensitif terhadap
perlawanan pijakan dan jumlah disc insulator. Sekali lagi, pilihan untuk memenuhi kriteria
kinerja jalur adalah yang ekonomi. Jika diperlukan, misalnya, untuk membatasi tingkat
kedipan berbalik 1.0/100 km - tahun, kemudian dengan resistansi pijakan 10 ohm sebuah
deretan 8 disk akan memadai. Untuk resistansi pijakan 20 ohm, disisi lain, kriteria peforma
dapat dikombinasikan dengan deretan 12 disk. Contohnya, spesifikasi isolator jalur kebocoran
sebesar 17, 21 dan 26 mm/kV untuk 8, 10 dan 12 disk, begitu seterusnya. Seperti yang akan
ditunjukkan kemudian dalam bab ini, sebuah jalur isolator sering ditentukan oleh persyaratan
polusi isolator. Dalam situasi seperti itu, dapat ditemukan bahwa kriteria peforma kedipan
berbalik adalah terpenuhi bahkan untuk nilai-nilai yang tidak membatasi resistansi pijakan
tower.
Akhirnya, efek lain sebuah impuls petir karakteristik kedipan jalur isolator adalah
bahwa ditapkan batasan atas untuk amplitudo impuls timpa ke cabang (Hileman, 1999).
Gambar 10.7 variasi tingkat flashover kembali dengan resistensi tower pijakan untuk
nomor yang berbeda dari isolator disc di garis 138 kV, Span: 275 m; Tingkat keraunic:
30. SI: 8 isolator; S2: 10 isolator; S3; 12 isolator. (Dari Monteith, A.C. et al., Desain
Baris berdasarkan stroke langsung, di :Electrical Transmission and Distribution
Reference Boook, Westinghouse Electric Corporation, East Pittsburg, PA,1964, pp.
578-609, bab 17.)
Tabel 10.2
Pengaruh rangkaian bahan isolasi pada saklar impuls flashover dari
konduktor: Celah melintasi lengan Menara

10.3.2 Saklar Impuls Flashover

10.3.2.1 Perbandingan dengan Celah Udara

di sini lagi, beralih flashover impuls dari deretan isolator dalam kondisi kering vasically
istirahat turun dari celah udara yang sesuai. ini terjadi dengan tahap dijelaskan sebelumnya
pembentukan kritis streamer, pemimpin awal terus menerus dan propagasi, dan melompat

487
akhir. Tabel 10.2 diekstrak dari LeRoy et al. (1984) menunjukkan bahwa ada sedikit
perbedaan antara kekuatan impuls beralih dari deretan isolator, disini terdiri dari 19 cap dan
pin cakram, dan celah udara yang sesuai tanpa isolator.

10.3.2.2Efek Hujan

Penelitian eksperimental mahal di efek hujan pada beralih flashover dorongan dari
kedua string insulator dan suppporting kolom porcelin dilaporkan dalam Rizk (1975),
ditemukan bahwa untuk polaritas positif, jalur pelepasan dipindahkan jauh dari posisi isolator
(gambar 10.8 ). ini menjelaskan temuan bahwa positif beralih impuls tegangan flashover dari
kedua string insulator dan kolom pendukung agak sensitif terhadap hujan intensitas dan
resistivitas dalam rentang diselidiki. di sisi lain, negatif beralih jalur pelepasan impuls
berlangsung di dekat jika isolator dan, sesuai, lebih sensitif terhadap parameter hujan.

Pada titik ini digambarkan pada gambar 10.9 (Rizk, 1975). terlihat bahwa, untuk
insulator tali 25 disc, saklar impuls tegangan flashover positif, selain menyebarkan statistik,
independen dari resistivitas hujan. beralih negatif tegangan impuls flashover, namun, sedikit
meningkat dengan meningkatnya
Gambar 10.8 Tipe switching impuls dari jalur flashover pada sebuah isolator. (a) Polaritas
positif dan (b) Polaritas negatif.

Gambar 10.9 Variasi tingkat switching impuls basah tegangan flashover untuk disc string
dengan resistivitas terhadap air. x—positifdan *-- negatif.

Resistivitas terhadap hujan. Pada tabel 10.3 terlihat juga kecenderungan yang sama, tabel
tersebut menunjukan rasio dari tingkat switching impuls basah-kering tegangan flashover
untuk 25-disc string. Hasil yang hampir sama juga ditunjukan pada tabel 10.4, yaitu hasil
untuk 4.7 m porselin isolator. Disini juga dapat dilihat, bahwa sebenarnya hujan tidak
mempengaruhi pada switching positif impuls pada tegangan flashover, sementara itu ada
penurunan yang signifikan untuk polaritas yang negatif. Dapat dikatakan bahwa umumnya uji
coba tegangan tinggi terhadap hujan dikenal untuk digunakan pada penyebaran yang besarnya
relative, terutama untuk waktu pembasahan yang singkat (gambar 10.10 dan 10.11)

488
Table 10.3
Efek Hujan pada 50% Flashover Voltage of a 25-Disc String on Polarity of Switching
Impulse
Impuls Diterapkan Intensitas Parameter Resistif , Ω.m Basah FOV, %
Hujan, mm/min Kering FOV
Pergantian Positif 5 100 103
Pergantian Negatif 5 100 87
Sumber: Rizk, F.A.M., Proc.IEE,122(4),449, April 1975.
Tabel 10.4
Efek Hujan pada Pergantian Impuls Flashover dari Kolom Insulator 4,7 m.
Kondisi Tes Intensitas Parameter Resistif , Ω.m U50, kV
Hujan, mm/min Positif Negatif
Kering - - 1654 >2400
Basah 5 100 1637 1855
Sumber: Risk, F.A.M., Prof. IEE, 122(4), 449, April 1975.

Pergerakan Tegangan, kV Pergerakan Tegangan, kV

Gambar 10.10 histogram frekuensi dan kurva distribusi kumulatif basah flashover beralih
impuls dari isolator disc standar. membasahi waktu: 0-18. (dari Rizk, F.A.M. and N. Hyleten-
Cavallius, membasahi isolator tegangan tinggi oleh hujan buatan, IEEE kertas konferensi C74
074-1, pertemuan kekuasaan musim dingin, New York,1974.)

Pergerakan Tegangan, kV
Pergerakan Tegangan, kV

Gambar 10.11 histogram frekuensi dan kurva distribusi kumulatif basah flashover beralih
impuls dari isolator disc standar. membasahi waktu: 18-45. (dari Rizk, F.A.M. and N.
Hyleten-Cavallius, membasahi isolator tegangan tinggi oleh hujan buatan, IEEE kertas
konferensi C74 074-1, pertemuan kekuasaan musim dingin, New York,1974.

489
10.3.3 Polusi Flashover
Flashover isolator di bawah tegangan sistem operasi telah berpengalaman dalam lingkungan
industri tercemar berat, dekat pantai laut, dan gurun. Sekarang diakui bahwa mekanisme
pencemaran flashover ditandai dengan tahapan yang berbeda; kontaminasi lapisan
penumpukan, insulator pembasahan, kebocoran bergelombang, saat ini pembentukan busur
pita kering, dan perluasan akhirnya busur tersebut untuk span jalur kebocoran seluruh. Dalam
bab ini, tahapan tersebut ditangani dan karakteristik pencemaran flashover isolator dari bahan
yang berbeda dan desain yang disajikan. Tegangan tinggi pengujian laboratorium dari isolator
tercemar juga disertakan.

10.3.3.1 Polusi lapisan penumpukan


Lapisan polusi terbentuk ketika partikel udara menetap di permukaan isolator. Pasukan yang
mengatur gerakan partikel udara melibatkan kekuatan angin, gaya gravitasi, dan pasukan
karena distribusi medan listrik di sekitar isolator. Resultan gaya F adalah jumlah vektor dari
gaya-gaya ini. Mungkin instruktif untuk melihat kekuatan-kekuatan individu.
Seperti kita berhadapan dengan kabut dan partikel debu ukuran di kisaran 10-100 um. Gerak
di bawah gravitasi akan diatur oleh persamaan stoke ini. Untuk partikel bola dengan jari-jari r
dan kepadatan p, terminal kecepatan v, tiba saat gaya gesekan viskos disamakan dengan gaya
gravitasi:

Rumus 1

di mana
pa adalah densitas udara
n adalah viskositas udara
g adalah konstanta gravitasi, 9,81 m / s2
Ini menghasilkan ekspresi berikut untuk vt kecepatan terminal:
rumus 2

Menggunakan (0,4) dengan pa 1,29 kg / m3 dan n 172x lo s kg / m s, Tabel 10.5


memberikan perkiraan, untuk 10 srs80 pm, dari vu, untuk kedua partikel debu dari dimensi
yang berbeda dan untuk kabut. Hal ini menunjukkan bahwa untuk ukuran partikel paling di

490
kisaran sebelumnya, kecepatan terminal bawah gravitasi jauh lebih rendah daripada kecepatan
angin praktis. Dalam kondisi angin, dengan kecepatan angin gerak vn partikel dalam rentang
ukuran sebelumnya juga dapat dijelaskan oleh persamaan Stoke. Untuk partikel bola dengan
jari-jari r, kekuatan angin Fw dapat di nyatakan,

Rumus3

di mana v adalah kecepatan partical pada setiap saat, dalam directori dari vw
Jika 0 maka ⟶6 . bisa hilang jika ⟶ saat itu terjadi maka tidak akan
terjadi pelekatan gaya yang bergesekan pada partikel.

Percepatan oleh partikel yang tidak terlindungi dari angin dapat di peroleh melalui persamaan
(10.5)

(10.6)

Ketika tergabung, akan muncul persamaan ⟶ dengan waktu yang konstan


2 /9 . Untuk partikel debu dengan diameter 50µm dan ρ = 1500 kg/m3, pada 12 ms.
Sesuai perkiraan, itu tidak akan memakan waktu yang lama sebelum partikel mengambil
kecepatan angin dan tidak akan terjadi pergerakan atau percepatan lagi.

Analisa terbaru untuk gravitisasi dan gaya angin pada partikel-partikel 10-100 µm dan
menghasilkan perbedaan percepatan dari cara pendekatan di jelaskan pada Witt (1961).

Gaya kelistrikan pertama bertindak untuk mengisi pada partikel menggunakan korona
pada sekitar insulator:

(10.7)

Dimana:

adalah partikel yang terisi

adalah muatan listrik di suatu titik

Kedua, gaya dielektroforesis bergantung pada polarisasi sebuah partikel debu. Gaya
semacam itu juga tergantung oleh bentuk partikel, dan untuk partikel berbentuk bola dengan
radius , bisa dijabarkan sebagai:

2
(10.8)

Dimana adalah permitivitas relative dari sebuah partikel dan

(10.9)

Dimana , , adalah komponen x, y, z dari muatan listrik pada suatu titik.

491
Ini menyenangkan untuk di ketahui bahwa gaya bertindak untuk mengisi partikel lebih
cenderung mengarahkan partikel ke daerah yang bermuatan listrik rendah. Di samping lain,
gaya dielektrofosis cenderung mengarahkan partikel ke daerah yang bermuatan listrik
tinggi (Witt, 1961). Ini harus diingat bahwa gaya bisa berjalan dengan baik dalam mengisi
partikel hanya pada tegangan searah, sedangkan gaya dielektrofosis dapat di aplikasikan
pada tegangan ac, maupun dc.

Perlu diingat, bahwa tingkat polusi yang berada pada permukaan insulator adalah hasil dari
interaksi rumit antara bentuk insulator, material, dan kondisi atmosfir saat itu. Dengan itu,
resiko tempat (CIGRE 33.04, 1979) tidak menjadi hitungan abstrak yang dikategorikan
melalui tempat itu sendiri, tetapi harus melalui perhitungan dari interaksi yang sudah
disebutkan. Ini akan disebutkan selanjutnya.

10.3.3.2 ResikoTempat

Kita harus memulai dengan definisi dari equivalent salt deposit density (ESDD), dimana
sering digunakan untuk mengkarakterisasi resiko daripolusi. ESDD merupakan setara dengan
permukaan massa jenis dari sodium chloride NaCl/cm2, diukur dalam mg/cm2, dimana ketika
diarahkan pada pembasahan yang sama, maka akan memproduksi konduktivitas permukaan
yang sama di dalam sama seperti tingkatan polusi dalam kenyataan. Prosedur untuk
mengukur ESDD di jabarkan pada IEC 60507 (IEC Standard 60507, 1991). Cara lain
menggunakan NSDD, dimana permukaan non-konduktor menyimpan massa jenis, diukur juga
dalam mg/cm2. Ketika non-konduktor untuk dirinya sendiri, NSDD ikut secara tidak langsung
pada permukaan sebenarnya untuk menyerap air. Ini juga akan menyebabkan pengeringan
tingkat polusi melalui kelemahan arus surya sama baiknya dengan mencuci tingkat polusi
secara menyeluruh ketika terjadi pembasahan yang tidak terlindungi secara berkepanjangan.
Metode yang digunakan untuk menilai polusi situs keparahan adalah sebagai berikut (CIGRE
33.04, 1979):

 Pengukuran ESD pada jenis isolasi yang berbeda dan desain paparan setelah periode
tertentu.
 Pemantauan permukaankonduktansi pada sampelisolator. tingkat tegangan yang
diterapkan dan durasi seperti seharusnya untuk menghindari pembentukan bandkering.
 Menghitung lonjakan arus bocor melebihi tingkat preset tertentu.
 Merekam untuk kebocoran tertinggi Ihpadasaat isolator tertentu, yang tidak menyebabkan
flashover (Verman, 1973).
 Pengukuran saattingkat maksimum Imax dicapai sebelum flashover (Verman, 1973).
 Pengukuran stres flashover, yang didefinisikan sebagai tegangan flashover adalah
frekuensi daya dibagi dengan panjang isolator keseluruhan.
 Penggunaan directional alat pengukur deposito debu dijelaskan dalam Vosloo et al.
(2004). Metode ini tidak memperhitungkan interaksi antara insulator dan lingkungan dan
tidak akan diperlakukan di sini lebih lanjut.

10.3.3.3 Pengaruh Waktu Paparan

Seperti disebutkan sebelumnya, lapisan polusi penumpukan merupakan hasil dari interaksi
yang kompleks antara insulator dan lingkungan. Pola lapisan polusi dibahas dalam teks
berikut. Faktor yang jelas mempengaruhi lapisan polusi penumpukan adalah waktu paparan.
Juga, membersihkan diri karena angin dan hujan biasanya menetapkan batas atas untuk polusi
keparahan tetapi juga tergantung pada bentuk isolator. profil aerodinamis terbuka memiliki
kualitas membersihkan diri lebih baik dari profil jalur kebocoran panjang dengan dalam di
bawah tulang rusuk. Juga, frekuensi dan intensitas pembentukan embun pengaruh lapisan
penumpukan.

Tingkat akumulasi polusi, bahkan untuk desain isolator yang sama, jelas tergantung
pada lokasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.12 (Rizk et at., 1975). Hal ini mengacu
ke tes lapangan pada transmisi 500 kV dari panjang 800 km di lingkungan gurun. garis adalah
membagi dalam empat bagian,

492
Mengirim kondisi lingkungan yang berbeda. Garis-garis lurus pada gambar 10.12 mewakili
penyesuaian dari bahan yang sangat tersebar. Beberapa pengamatan dapat dibuat;

 garis bagian yang berbeda memiliki tingkat akumulasi polusi


 Sementara bagian 3 mencapai 2 mg / cm2 deposito (dilakukan dan tidak dilakukan)
dalam 6 bulan, bagian 1 ternyata tidak mencapai kejenuhan setelah 36 bulan paparan.
Hal ini agak disayangkan karena mengharuskan periode paparan yang lama selama uji
lapangan untuk mencapai tingkat keparahan yang realistis untuk desain line.

Analisis kimia dari kontaminan alami ini menunjukkan bahwa jumlah garam larut ke 18%
berat, sebagian besar terdiri dari sulfat dan klorida: CaSO4 ~ 10% NaCI ~ 3% dan KCL ~
0,5%. Ini berarti bahwa untuk bagian 3 baris, deposit total 2 mg / cm2, dicapai dalam 6 bulan
paparan, correspnds ke 0,36 mg / cm2 garam larut, yang sangat parah. konten ini tinggi garam
solube di kontaminan alami cukup mengejutkan, karena analisis kandungan garam dari
sampel pasir yang diambil sepanjang rute jalur bervariasi di kisaran 1% -4%. Perbedaan ini
dijelaskan ketika analisis butir sixe dari kontaminan dan sampel tanah yang dilakukan.
Didirikan bahwa 95% berat dari kontaminan alami terdiri dari ukuran butir kurang dari 44
um dan semua biji-bijian berada di bawah 74 um. Gambar 10.13 menunjukkan variasi
kandungan garam terlarut sebagai fungsi dari ukuran butir dalam sampel tanah dari pasir
gurun. Hal ini diamati bahwa, untuk ukuran butir di atas 100 mm, kandungan garam relatif
kecil. Di sisi lain, untuk Garins kecil ukuran ditemukan pada permukaan isolator, kandungan
garam berlebihan. itu kemudian divisualisasikan bahwa proses seleksi butir occures pada
permukaan isolator, dimana butiran kecil menempel sementara butir besar yang terpesona
oleh angin. pembentukan embun kemungkinan untuk memainkan peran penting dalam proses
ini.
Perlu dicatat bahwa penumpukan bertahap lapisan polusi di permukaan isolator disajikan
dalam gambar 10.12 tidak berlaku untuk semua daerah. untuk contoh, kondisi stromy dari
laut, seperti angin topan di Jepang, dump sejumlah besar air asin pada isolator dalam hitungan
jam (higashimori et al., 1995).
Bahkan di padang gurun, sandstroms membuang sejumlah besar kontaminan kering pada
isolator saluran transmisi dalam satu hari. Dalam kasus stroms dekat pantai, fase kontaminasi
penumpukan dan insulator permukaan pembasahan digabungkan dan untuk itu, merupakan
bahaya yang serius. Untuk sandstroms bahaya tergantung pada ehether sandstrom ini segera
diikuti oleh gerimis. Jika tidak ada pembasahan permukaan isolator berikut, bagaimanapun,
pasir kering karena strom secara bertahap ditiup pergi oleh angin tanpa konsekuensi serius.

493
Gambar 10.13 variasi kandungan garam yang larut dengan ukuran butir dari sampel padat di
padang gurun. (dari rizk.F.A.M et di .., IEE trans daya appar.syst, 1170, September / Oktober
1975).
10.3.3.4 Pola Lapisan Pencemaran

Sering diberitahukan bahwa isolator piring keramik dan isolator pin, kontaminaasi kepadatan
permukaannya, pada permukaan bawahnya bergaris setinggi 5-10 kali dengan permukaan
atasnya (Rizki et.al 1975). Nilai tentu saja bergantung pada profil isolator dan berlaku pada
pengaruh dari kebersihan isolator itu sendiri.Figure 10.14 (Rizki et al,,1975)ditunjukan pada
distribusi ESDD (Equivalent Salt Deposit Density) sepanjang jalur tirisan dari isolator tipe D
anti kabut Figure 10.1 setelah terpapar 24 bulan di lingkungan gurun, membenarkan polusi
yang sangat tinggi tergambar pada alur kurva, titik C, D dan E. Alur berikut, titik G, jelas
dilindungi oleh rusuk pertama isolator.
Figure 10.15 (Rizki et al,,1975) menunjukan kesesuaian distribusi ESDD sepanjang
kebocoran pada jalur profil aerodinamik dari isolator B Figure 10.1. Disitu masih sangat
tinggi polusinya yaitu di bagian d-e-f dibagian permukaan bawah.Itu jelas, bahwa dengan
penggabungan di atas permukaan, jumlah total pencemaran yang diperoleh oleh profil
aerodinamis akan jauh lebih rendah dari profil antifog.
Polusi menumpuk di isolator karet yang diam belum diteliti secara luas seperti pada
isolator keramik. Hal itu telah dilaporkan (Higashimori et al., 1995) bahwa terbentuknya
polusi laut di tempat terpencil adalah pada permukaan isolator karet silikon yang baru. Akan
tetapi, dengan usia, sebagai hidrofobik yang hilang, lapisan polusi menjadi lebih seragam.
Untuk bagian dalam, dilaporkan bahwa debu diendapkan secara merata pada permukaan
isolator yang polimer.

Gambar 10.14 Distribusi ESDD sepanjang jalan di permukaan sebuah antifog disc-jenis D.
(Dari Rizk, F.A.M. et al., IEEE Trans. Daya Appar. Syst., 94 (5), 1170, September / Oktober
1975.)

494
GAMBAR 10.15 Distribusi ESDD pada permukaan aerodinamis isolator tipe B. Cap: huruf a;
pin: titik g. (Dari Rizk, F.A.M. et al., IEEE Trans. Daya Appar. Syst., 94 (5), 1170, September
/ Oktober 1975.)
10.3.3.5 Pengaruh Tegangan operasi

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam Bagian 10.3.3.1, pengaruh tegangan operasi
pada penambahan pencemaran lapisan udara akan memanifestasikan dirinya dalam gaya
listrik Fe1 pada partikel bermuatan dan gaya dielektroforesis Fe2. Perkiraan Hall dan
Mauldin (1981) menunjukkan bahwa gaya F mempunyai pengaruh kecil terhadap gravitasi
dan tekanan angin bahkan untuk kecepatan angin tidak terlalu tinggi 0,8 m / s (2,9 km / jam).
Hal ini sesuai dengan pengalaman lama dilapangan. yang menunjukkan bahwa saluran
tegangan AC pada tegangan operasi memiliki sedikit pengaruh pada penambahan
pencemaran lapisan udara. Hal ini akan mengubah pengaruh pencemaran menuju bangunan
yang tegak berdiri dan terbuka. Kadang-kadang isolator tidak bekerja untuk pengumpulan
data penyimpanan polusi pada desain saluran transmisi ac (Akbar et al., 1995).
Di sisi lain, pengaruh gaya Fe2 pada partikel bermuatan, yang berkaitan dengan bekerjanya
tegangan dc, menjadi lebih kompleks. Efek ini dapat dinilai dengan perbandingan tingkat
keparahan munculnya tegangan dc dan ac. Ulasan tersebut dilakukan oleh Schneider (1993)
dan disajikan pada Gambar 10.16. Hal ini menunjukkan bahwa untuk
zona cukup tercemar, dengan ESDD ~ 0,01 mg / cm2. Munculnya tegangan Dc dapat
menyebabkan intensifikasi penambahan pencemaran lapisan dengan faktor 8. Untuk zona
dengan tingkat keparahan yang sangat tinggi, misalnya, dari ESDD> 0,1 mg / cm di sisi lain,
munculnya tegangan dc praktis tidak berpengaruh pada lapisan. Hal ini dapat diartikan bahwa
untuk zona polusi tingkat keparahan rendah, angin dan efek gravitasi yang relatif memiliki
pengaruh kecil, yang membuat efek pengisian partikel sangat signifikan. Di sisi lain, di mana
tingkat tekanan angin dan gravitasi besar akan membuang tampungan polusi yang berlebihan
pada isolator, sehingga nilai Fe2 menjadi tidak signifikan.

10.3.3.6 Pengaruh Jarak dari Sumber Pencemaran

Pengalaman menunjukkan bahwa isolator saluran transmisi di sekitar pantai laut mungkin terkena
pencemaran laut yang parah (Houlgate et al., 1982). Namun, ini tampaknya tergantung pada arah
dari angin yang bekerja. Jika angin dari laut ke daratan, maka situasi yang paling parah adalah posisi
yang dekat pantai laut, tetapi pengaruhnya akan berkurang kita pindah jarakya ke pedalaman.
Gambar 10.17 menunjukkan hubungan antara ESDD pada isolator porselen disc standar dan jarak
dari pantai/laut, seperti dilansir dari penyelidikan Jepang (Kimoto et al., 1972). terdapat sebaran
substansial pada hasil ESDD, tapi tren yang pasti adalah terjadi pengurangan tingkat kerusakan pada
jarak yang lebih jauh dari pantai. Tampak dari Gambar 10.17 bahwa dibutuhkan jarak sekitar 50 km
dari pantai untuk ESDD dapat mendapatkan kestabilan ke tingkat pedalaman. penumpukan polusi ini
disebabkan karena angin yang tenang, artinya hal itu tidak disebabkan oleh angin topan, tapi

495
sayangnya kisaran kecepatan angin yang terlibat tidak dilaporkan (Kimoto et al.,1972). Dari analisis
gaya yang bekerja pada udara partikel deposito yang diberikan dalam Bagian 10.3.3.1, terlihat jelas.

Gambar 10.16 Perbandingan ESDD yang terdapat pada isolator yang bekerja dengan
tegangan DC terhadap ESDD yang terdapat pada isolator tegangan AC (Diambil dari
Schneider, H,M, Insulation for HVDC Transmission Lines. EPRI HVDC Reference Book,
chapter 5 September 1993)
Gambar 10.17 variasi dari ESDD pada isolator dengan jarak dari garis pantai

Bahwa jarak dipengaruhi oleh kedekatan dengan pantai akan tergantung pada kecepatan angin
dan juga ukuran partikel, jarak tersebut biasanya akan meningkat, semakin tinggi kecepatan
angin dan semakin kecil ukuran polusi. Dalam hal ini, partikel kabut garam akan menempuh
jarak lebih jauh dari laut daripada partikel debu yang lebih berat. Contoh, sebuah kombinasi
laut dan kondisi gurun karena kecepatan gravitasi terminal. Persamaan 10.3 adalah sebanding
dengan r2. Kecepatan angin yang berlaku lebih rendah akan memiliki efek yang sama.
Gambar 10.18 (Kimoto et al., 1972) menunjukkan variasi dari ESDD pada tutup standart
dan cakram pin, dengan jarak dari sumber polusi industry jelaga dan asap. Ini menunjukkan
keparahan pencemaran stabil pada jarak kurang dari 5 Km yang merupakan urutan ukuran
lebih pendek dari pada jarak yang sesuai dari pantai yang dilaporkan sebelumnya. Ini
mungkin dikaitkan dengan fakta dari titik sumber. Kandungan polusi di udara meluruh sekitar
jarak kuadrat dari titik sumber.

10.3.3.7 Efek dari kecepatan angin

Seperti yang disebutkan sebelumya, efek dari angin pada isolator penumpukan polusi cukup
kompleks baik betindak sebagai media pembawa deposit udara dan agen pembersih diri. Mari
kita anggap bahwa massa jenis garam, ESDD mg/cm2, untuk semua model insulator, adalah
fungsi massa jenis garam per satuan volume di udara Ds=g/m3, berarti kecepatan angin
vw=m/s dan waktu t.

(10.10)

Dari analisis dimensi (Langhaar, 1951). Intuisi menghasilkan satu variable berdimensi,
sehingga

496
(10.11)

atau

(10.12)

dimana Ks adalah tetap tergantung profil isolasi dimana hanya dapat ditentukan oleh
percobaan.

Dari (10.12) jika volume massa jenis dari garam di udara adalah independen dari vw maka
ESDD akan sebanding dengan kecepatan angin dan waktu paparan t. penyelidikan polusi
kelautan di jepang (Taniguchi et al., 1979) menunjukkan bahwa D, sebanding dengan kuadrat
dari kecepatan angin dengan situasi.

(10.13)

Kecenderungan ini diungkapkanoleh (10.13) ditunjukkan pada gambar 10.19 (Taniguchi et


al., 1979)
Gambar 10.18 : Contoh hubungan antara ESDD dengan jarak antara sumber asap dari polusi
industry diukur dari beberapa tempat. (Dari Kimoto, L et al., IEEE-trans. Power appar. Syst
91,317,January 1972)

Gambar 10.19 Variasi dari salt deposit density dengan rata rata kecepatan angina dilaut. (
Dari Tanig et al., IEEE-trans. Power appar. Syst 91,317,January/february 1979)

497
Sayangnya, tidak ada investigasi lapangan serupa ESDD pada Vw yang dilaporkan untuk
kondisi lingkungan lainnya, juga tidak investigasi tersebut dilakukan dalam percobaan
terowongan angin (hall dan Mauldin, 1981). efek kecepatan angin pada pembasahan dan
insulator flashover akan dirawat di bagian lain.

10.3.3.3.8 Isolator Permukaan Basah

10.3.3.3.8.1 isolator keramik

seperti yang disebutkan sebelumnya, pembasahan dari lapisan kontaminasi merupakan


prasyarat untuk terjadi flashover. mekanisme yang paling signifikan untuk pembasahan dari
lapisan predeposited termasuk
 adsorpsi air dari udara lembab karena sifat higroskopis alami dari kontaminasi garam
 kondensasi melalui kontak pendinginan yang menyebabkan terbentuknya embun
 curah hujan gerimis

Penyelidikan sistematis pembasahan dua mekanisme sebelumnya telah dilaporkan pertama


kali oleh Rizk et al (1975). pembasahan higroskopis diproduksi dengan mengekspos lapisan
kontaminasi yang diletakkan di atas piring kaca untuk kelembaban dalam ruang khusus.
kelembaban konstan dipertahankan di ruang dengan menggunakan larutan air jenuh yang
berbeda. Sebuah contoh dari hasil disajikan pada Gambar 10.20. menunjukkan variasi
konduktivitas lapisan tertentu dari dua lapisan kontaminasi dengan waktu paparan dalam
konstanta kelembaban relatif sebesar 96%, pada suhu sekitar 20°C. Nilai 40 dan 72 uS sesuai
dengan kejenuhan nilai dari dua lapisan ini ketika terkena untuk waktu yang cukup untuk
100% kelembaban relatif di 20°C. Hal ini menunjukkan bahwa konduktivitas lapisan tertentu
pertama meningkat dengan cepat, diikuti oleh tingkat yang lebih lambat untuk mencapai
saturasi. Disimpulkan bahwa, ketika suhu lapisan kontaminasi dalam kesetimbangan dengan
suasana ambient, penyerapan higroskopis adalah proses yang lambat dengan maksimum
lapisan permukaan konduktivitas dicapai dalam 1 jam atau lebih.
Gambar 10.21 (Rizk et al. 1975) menunjukkan variasi final lapisan permukaan
konduktivitas, untuk dua lapisan sebelumnya, dengan kelembaban relatif ambien di kisaran
67% -100%. Hal ini menunjukkan bahwa adsorpsi akan menyebabkan konduktivitas lapisan
tertentu yang signifikan jika kelembaban lingkungan melebihi 85%.
Gambar 10.22 (Rizk et al. 1975) menunjukkan variasi khas suhu permukaan dan insulator
topi dan pin dan panjang batang porselen isolator di lingkungan gurun. Hal ini menunjukkan
bahwa di pagi hari, suhu insulator dapat turun di bawah suhu lingkungan karena inersia termal
isolator. meskipun perbedaan suhu tersebut sekitar 2°C, ini akan cukup untuk menyebabkan

498
pembentukan embun pada permukaan insulator untuk kelembaban lingkungan di bawah 90%,
seperti yang ditunjukkan pada hasil pengukuran kebocoran arus dari Gambar 10.23 (Rizk et
al. 1975). Di sini, pelewat 2.2°C mengarah ke peningkatan yang sangat signifikan dalam
kebocoran arus, dimulai dengan kelembaban relatif lingkungan dari 80%. titik embun dicapai
pada permukaan isolator pada kelembaban relatif 87,5% dan saturasi dari kebocoran arus
yang didapat pada 92% dari kelembaban relatif. Disimpulkan bahwa, dalam lingkungan
padang pasir, pelewat isolator di pagi hari dapat menyebabkan pembasahan berat lapisan
pencemaran oleh pembentukan embun, merupakan bahaya serius bagi isolator flashover.
GAMBAR 10.21 Variasi akhir konduktivitas lapisan khusus terhadap kelembaban relatif pada
suhu 20 derajad Celcius. (Dari Rizk. F.A.M. et al., IEEE Trans. Power Appar. Syst., 94 (5),
1170, Septemberl/Oktober 1975).

GAMBAR 10.22 Variasi harian khas suhu ambien dan insulator di gurun pasir. 1- suhu ambien;
2- penampung isolator disc; 3- batang dari 75/14 tongkat panjang: 4-penampung dari 75/14
tongkat panjang. (Dari Rizk.F.A.M. et al., IEEE Trans. Power Appar. Syst., 94 (5). 1170.
September /October 1975.)

499
GAMBAR 10.23 Variasi arus bocor terhadap kelembaban relatif dengan dan tanpa pendingin.
(Dari Rizk. F.A.M. al. Laboratorium dan hasil pengalaman dengan saluran transmisi EHV di
padang pasir. IEEE Trans . Vol. PAS-94. No. 5, pp. 1770-1776. September/ Oktober 1975.)
Gambar 10.24 Hari dengan kelembaban relatif yang melebihi 90% di El-Minya, Mesir. (Dari
El-Koshairy, M.A.B. Dan Rizk, F.A.M., performanced dari EHV transmisi baris isolator kond
isi gurun polusi, GIGRE, kertas No. 33-05, 1970).

Isolator basah di ruang kabut bersih yang digunakan untuk pengujian tegangan tinggi dari pen
cemaran isolator yang dianalisis oleh Karady (1975). Itu menunjukkan untuk kabut dingin, fa
ktor utama pembasahan adalah tumbukan tetesan air dengan permukaan isolator. Untuk uap k
abut, di sisi lain, faktor utamanya adalah kondensasi. Dalam kasus kabut hangat, kondensasi d
an penurunan udara berperan dalam proses pembasahan. Itu juga menunjukkan bahwa konde
nsasi menjadi lebih efektif menurunkan rasio antara area permukaan isolator dan kapasitas iso
lator termal (Karady, 1975).

Gerimis juga merupakan agen pembahasan berbahaya untuk terkontaminasi isolator. Par
ameter khas gerimis (Humpreys, 1964) mencakup tingkat curah hujan dari 0.25 mm/h, unggul
0.4 mg/cm2/min, radius tetesan 100, dan konten air di udara 90 mg/m3. Ini mungkin menarik
untuk membandingkan parameter gerimis dengan parameter-parameter yang sesuai dalam seb
uah bilik kabut yang dijelaskan dalam Karady (1975).

Berikut catatannya:

1. Ukuran tetes gerimis lebih besar daripada proses kondensasi air tetes di ruang kabut.

2. Tingkhat pengendapan gerimis 0,4 mg /cm2/min lebih kecil dari tingkat khas 1 mg /cm2 /m
in di ruang kabut (Karady, 1975)

500
3. Kadar air biasanya 40g/m3 di ruang kabut (Naito dan Nagasaki, 1975) adalah tiga kali lipat
lebih tinggi dari nilai yang sesuai dari 90 mg/m3 athmosferic udara terkait dengan gerimis.

Perlu dicatat bahwa efek penguapan pada pencemaran isolator tidak terbatas kepada ko
ndisi gurun dan sebelumnya telah dipertanggungjawabkan di Eropa (Wittenzellner, 1962).

Dapat dipahami membentuk teks-teks awal yang frekuensi kejadian sehari- hari dengan
90% relatif humadity dapat digunakan sebagai ukuran pembasahan peristiwa pada penvemara
n isolator (El-Koshairy and Rizk, 1970). Gambar 10.24 menunjukkan histogram hari relatif hu
madity melebihi 90% di El-Minya, Mesir. Perlu dicatat bahwa proses polusi flashover yang la
mbat dan, sesuai dengan jenis, tidaklah cukup bahwa kondisi humadity yang tinggi untuk terja
di tetapi kondisi seperti itu berlangsung selama 1-2 hour merupakan bahaya serius (Rizk et al.,
1975)

10.3.3.8.2. Isolator non keramik

Hal ini jelas bahwa para agen membasahi kabut, embun, gerimis, dll, akan sama untuk
Polimerik isolator porselen dan kaca. Kebenaran memperlakukan ini dalam bagian terpisah,
bagaimanapun, adalah respons yang berbeda dari pembasahan permukaan polimerik. Ketika
permukaan energi bersih yang tinggi seperti porselen atau kaca yang terkena cukup
pembasahan, membentuk lapisan air yang berurutan (Rizk, 1974: Rizk dan Hylten-Cavallius,
1974). Permukaan polimerik, di sisi lain, bentuknya terisolasi tetes yang mewujudkan sebuah
properti yang disebut hydrophobicity (Vlasots dan Sherif, 1990). Satu indeks untuk
mengevaluasi hydrophobicity.
Gambar 10.25 Diagram skema sebuah tetesan air pada sebuah permukaan hidrofobisitas

Sudut kontak θ pada tiga titik antara sebuah tetesan air, substrat padat (polymer), dan uap
(udara) dalam gambar 10.25. Sudut kontak ditentukan oleh keseimbangan tekanan permukaan
(cair/uap), (padat/cair), dan (padat/uap) dinyatakan oleh persamaan Young-Dupré
(Adamson, 1971):

cos (10.14)

Dimana benar untuk permukaan halus sempurna.

Akhirnya, untuk basah penuh yaitu θ → 180o, (10.14) menghasilkan

(10.15)

Masalah praktis dengan (10.14) adalah kedua dan tidak dapat diukur atau dihitung.
Sudut kontak θ dapat diukur dengan

 Pemotretan secara langsung tetesan kecil (~10μm) yang diletakkan pada sebuah substrat
horisontal (Vlastos dan Sherif, 1990)
 Penentuan pemotretan langsung sebagai selisih antara sudut kontak terdepan
(advancing) dan akhir (receding) pada sebuah subtrat yang cenderung datar (Pigini dan
Tomba, 1993)
 Pemotretan langsung kenaikan meniskus h (Morcos dan Rizk, 1977) pada sebuah pelat
substrat atau silindris padat (polimer) secara sebagian dalam sebuah cairan (air) yang
dinyatakan sebagai

sin 1 (10.16)

501
\Dimana

 ρ adalah massa jenis zat cair


 g adalah percepatan gravitasi

Secara praktis, evaluasi hidrofobisitas dengan perbandingan tampilan dari pola formasi tetesan
air di atas sebuah permukaan insulasi untuk himpunan tujuh kelas HC1 sampai HC7.

Ini sangan mudah dimengerti bahwa hidrofobisitas tergantung pada kehadiran sebuah lapisan
berat molekul rendah (Low Molecular Weight) minyak silikon pada permukaan insulator
(Chang and Gorur, 1994). Hidrofobisitas adalah kerugian oleh korona dan dry-band arcing
tetapi dapat dipulihkan sebagai difusi ulang minyak LMW pada permukaan dari jumlah besar
polimer (Chang dan Gorur, 1994). Ini sangat jelas bahwa di lapangan setidaknya secara
sementara kerugian hidrofobisitas juga karena hujan deras, badai pasir, dll. Hal ini juga jelas
bahwa hidrofobisitas adalah kerugian, insulator polimer yang basah menjadi mirip dengan
insulator keramik yang basah. Dalam hal ini, dapat disebut sebagai bahwa percobaan polusi
buatan, beberapa metodenya digunakan pada kondisi insulator polimer untuk memfasilitasi
penggunaan pada kontaminasi basah. Sebenarnya pengkondisian menginduksi sebuah kerugian
hidrofobisitas.

10.3.3.9 Mekanisme Polusi Kedip Berlebih (Pollution Flashover Mechanism)

10.3.3.9.1 Deskripsi umum

Deskripsi yang tepat tentang perbedaan fase terlibat dalam mekanisme polusi kedip berlebih
dengan referensi kritis pada insulator keramik, dijelaskan oleh Nasser (1962, 1972). Hal ini
dimulai dengan sebuah lapisan konduktor yang telah disusun di atas permukaan insulator dan
dihitung untuk interaksi kompleks antara lapisan tersebut dan tegangan yang diberikan.
TABEL 10.6
Tahap kontaminasi flashover berdasarkan Hasil Nasser

Tahap Lapisan Bentuk Discharge Kebocoran arus

Pemanasan lapisan Konduktivitas Tidak Naik


permukaan meningkatkan

Pengeringan Konduktivitas Tidak Menurun


permukaan lapisan menurun

Pembentukan zona lateral lokal Tidak


kering pengeringan Berhenti

Pada set zona kering Konduktivitas Busur terang lateral Lonjaan yang
lengkung menurun bergerak berselang

Bersinar dan debit Konduktivitas Susah terihat suara radio yang


streamer meningkat discharge, gangguan sangat kecil dan
radio berdenyut

pertumbuhan busur zona kering Penggabungan dan Meningkatkan


Lambat pengeringan pertumbuhan dari pertumbuhan busur
busur lambat secara perlahan,
berselang

Pertumbuhan busur Tida ada Busur spans berkelanjutan,


cepat pengeringan setengah dari isolator meningkat pesat

Flashover Sebagian kering Busur Arus hubung


pendek/singkat

Dalam kondisi kritis, interaksi tersebut akan menyebabkan flashover penuh. Tabel 10.6
berdasarkan Nasser (1972) dan merangkum fase yang berbeda, keadaan lapisan kontaminasi,
bentuk muatan listrik, dan kebocoran arus yang sesuai.

502
Dalam situasi yang lebih praktis, pembentukan lapisan dan membasahi tempat take
bawah tegangan, tetapi sebagian besar fase yang dijelaskan dalam tabel 10.6 tetap berlaku,
dengan perbedaan hanya pada tahap awal sebelum lapisan maksimum konduktivitas tercapai.
Dalam publikasi lain (Nasser, 1968), Nasser dijelaskan penyelidikan sistematis yang
melibatkan disinkronkan rekaman fotografi dan oscillographic dari cahaya, steamer, dan busur
debit di permukaan tercemar.

Di sana adalah beberapa perbedaan mendasar im tahap pencemaran flashover isolator


karet silikon. Pertama perlu dicatat bahwa polutan akan tertanam dalam minyak silikon LMW
pada permukaan isolator. Poin kedua adalah bahwa pembasahan awal sebagian besar terdiri
dari tetesan air yang terisolasi di permukaan isolator energied. Karady Ebal. (1995)
menyarankan urutan peristiwa yang dapat menyebabkan flashover isolator karet silikon:

 Tahap pertama melibatkan migrasi polutan ke droplates air atau migrasi dari air ke
dalam polutan kering.
 Dalam kedua kasus sebelumnya, lapisan kontinyu terbentuk dan melalui fow dari
kebocoran arus yang relatif kecil, pemanasan ohmik terjadi.
 Agar tetap basah secara berkala, kepadatan permukaan tetesan meningkat dan jarak
interdroplet berkurang.
 Juga di bawah pengaruh medan listrik, tetesan dapat memanjang membentuk filamen
hantaran.
 Filamen mengintensifkan fied listrik di ujung mereka dan memulai pembuangan
tempat
 Pembuangan menyebabkan hilangnya LMW lapisan polimer dan mengakibatkan
hilangnya hidrofobik
 daerah basah mulai membentuk sebagai resut kerugian hidrofobik lokal
 Pembentukan daerah basah dan pemanjangan filamen membuat jalan untuk
perbanyakan busur mirip dengan isolator keramik

10.3.3.9.2 Lapisan Polusi Resistan


Pertimbangkan isolator dengan lapisan polusi basah memiliki volume resistivitas ρ, di Ω m,
dan tinggi lapisan h; konduktivitas permukaan Xs, kemudian akan diberikan oleh

cs =
Lapisan resistansi per panjang garis kebocoran r(s) dapat dinyatakan sebagai

(10.18)

Dimana D(s) merupakan diameter insulator pada jarak kebocoran S dari salah satu ujung. Total
resistansi pollution Rp dapat dinayatakan sebagai

∪ (10.19)

Dimana L merupakan total garis kebocoran

JIka Xs dianggap konstan sepanjang garis kebocoran,

∪ (10.20)

Integral pada (10.20) merupakan parameter geometri pada insulator yang membentuk factor f
dengan

∪ (10.21)

Yang dapat dinyatakan juga sebagai,

(10.22)

Berhubungan dengan total resistansi pollution ke bentuk factor dan permukaan


konduktivitas.

Ketika lapisan pollution dikarakteristikkan oleh ESSD,mg/cm2, akan sangat


memudahkan untuk menghubungjan ESDD dengan laoisan konduktivitas yang lebih spesifik
Xs. Sedemikian pula ekivalensi hanya hanya dapat ditetapkan pada persamaan dasar pada
insulator yang menahan tegangan dibawah teknik pengujian yang telah ditetapkan.

503
Harus diingat pula bahwa konduktivitas elektrik dari sebuah cairan elektrolitik meningkat
bersamaan dengan temperature, jadi ketika 100oC, tiga kali lebih tinggi dibanding 20o.

(10.23)

10.3.3.9 Slow Arc Growth

Seperti yang telah diindikasikan pada Tabel 10.6, pemanasan pada permukaan lapisan yang
dikarenakan kebocoran aliran arus menyebabkan meningkatnya konduktivitas. Menghilangnya
energy secara jelas menjadi lebih intens oada bagian dengan diameter yang lebih kecil. Ketika
hamper mendekati titik didih, untuk beberapa sebab, penguapan intens terjadi yang
mengakibatkan berkurangnya ketebalan lapisan, yang mengarah ke pembentukan dry-band.
Pemodelan formasi dry-band dab pertumbuhan telah dilaporkan pada Loberg (1971) dan
Raghuveer dan Kuffel (1974). Bunga api listrik dry-band merupakan prasyarat untuk flashover
pollution dibawah tegangan servis. Akan tetapi, dibawah kondisi lapangan, biasanya akan
terjadi kebocoran doabwah batas kritis yang dibutuhkan untuk terjadi flashover. Pada table
10.6, pertumbuhan thermal pada dry-band dikategorikan sebagai lambat, yang menyebabkan
penggabungan bunga api listrik dan dikarakteristikan dengan peningkatan yang lambat pada
kebocoran arus. Hanya pada saat fase yang diikuti oleh pertumbuhan bunga api listrik yang
cepat mampu menimbulkan resiko yang signifikan terjadinya flashover.
10.3.3.9.4 Fast Arc Growth

Mekanisme dari pertumbuhan arc yang cepat di atas permukaan polluted insulator telah
menjadi subyek dari beberapa penyelidikan. Hal ini mungkin dapat membantu untuk mulai
meninjau berbagai jenis gaya yang bisa diberikan pada electric arc. Kemudian dapat dipikirkan
gaya bisa menjadi penyebab yang masuk akal untuk propagasi arc:

 Gaya apung termal sangat revelant untuk horizontal arc, membuat arc ke atas, membuat
panjang arc yang sebenarnya secara signifikan lebih lama dari jarak yang terpendek antara
terminal elektroda. Akan sulit, untuk melihat bagaimana kekuatan daya apung bisa
menanggung untuk propagasi arc pada permukaan isolator yang terkontaminasi.
 Gaya Magnetik (lorent) secara prinsip berlaku menggantikan electric arc. Namun rendahnya
tingkat kebocoran arus, membuat gaya tersebut tidak mungkin memainkan peran penting
dalam propagasi arc di atas permukaan isolator yang terkena polusi.
 Gaya elektrostatik telah diusulkan sebagai penanggung jawab untuk fase pertumbuhan arc
yang cepat (Nasser, 1972). Ini akan dibahas lebih lanjut di bawah. Perlu disebutkan,
bagaimanapun, bahwa kolom arc adalah quasi-netral, dengan kepadatan yang sama dari
elektron dan ion positif. Oleh karena itu gaya elektrostatik, hanya dapat bertindak pada arc
katoda atau daerah anoda di mana muatan bersih tersedia (Engel, 1955). Sebuah gaya
elektrostatik total pada muatan tersebut akan menyeret arc katoda atau wilayah anoda
menuju elektroda counter ke atas permukaan isolator terpolusi.
 Ionisasi di udara di sekitar arc root, walaupun bukan merupakan gaya mekanik yang bekerja
pada arc. Telah diusulkan sebagai mekanisme yang layak untuk perpanjangan arc (Obenaus
et al, 1965: Wilkins Dan Baghdadi, 1971)

Hampton (1964) melakukan percobaan flashover pada kolom air yang seragam dengan
resistensi konstan per satuan panjang. Kriteria untuk gerak arc dirumuskan sebagai

Ea<Ep (10.24)

Ea adalah (berarti) tegangan gradien arc

Ep adalah (rata-rata) gradien tegangan pada lapisan polusi

Hesketh (1967) mengemukakan bahwa arc terbakar secara bertahap dengan lapisan polusi
basah akan sendirinya menyesuaikan, tanpa menentukan mekanisme, untuk menarik arus
maksimum dari suplly. Kriteria untuk propagasi arc dapat dibaca

504
0 (10.25)

Dimana

di adalah arus arc

dt adalah panjang arc

Berdasarkan sumber dengan tegangan U dan Rs resistansi internal, diterapkan pada isolator
terpolusi. Persamaan sirkuit akan menjadi

U = (Rs + Rp)i + xEa (10.26)

dimana

x adalah panjang arc

Ea adalah gradien tegangan arc

Rp adalah resistensi polusi

i adalah kebocoran arus

Membedakan (10,26) terhadap x, Hesketh menggunakan (10,25) untuk mendapatkan:

/
0 (10.27)
Jika denumerator positif, maka hasilnya:

< (10.28)

Jika Ep(x) = Maka kriteria Hesketh menjadi:

Ea < Ep(x) (10.29)

Perbedaan dari (10.24) bahwa (10.29) berlaku untuk kasus resistansi polusi yang tidak
seragam dan membahas kondisi lokal untuk propagasi arc.

10.3.3.9.5 Pollution Resistance during Arc Growth

Berdasarkan Polluted Insulator yang menghasilkan tegangan (U). Panjang arc (x) terbakar
bertahap dengan resistansi lapisan (Rpx). Persamaan rangkaian sederhana akan menunjukkan
bahwa nilai dan distribusi dari Rpf akan menentukan arus arc (i) dan pollution voltage gradient
(Ep), yang menurut kriteria sebelumnya, akan menentukan apakah kriteria untuk propagasi arc
akan sesuai atau tidak. Selanjutnya, seperti yang akan ditampilkan berikut ini, Rps juga akan
digunakan untuk menentukan tegangan critical (Uc) yang diperlukan untuk mempertahankan
arc dari setiap panjang pada permukaan isolator. Rpx penting untuk pemodelan proses flashover.
Sulit mendapatkan ketepatan dari nilai dan distribusi resistensi lapisan dinamis(Rpx) selama
propagasi arc karena alasan berikut:
 Bahkan dengan konduktivitas permukaan polusi yang sama, isolator geometri membuat
distribusi dari Rpx cukup kompleks (IEC Standard 60507, 1991)
 Dalam kondisi yang dianjurkan, permukaan konduktivitas biasanya tidak sama (Rizk et al.,
1975) dengan nilai minimal yang sangat berbeda pada permukaan atas dan bawah insulator.
 Arc itu sendiri berkontribusi terhadap kompleksitas situasi: pertama, melalui penyempitan
pada arc foot points, dan kedua, melalui efek panas yang dihasilkan akan mempengaruhi
konduktivitas lapisan.
 Untuk isolator dengan diameter besar, ditunjang dengan adanya kolom khusus, lengkung
paralel (parallel arcing) dapat bertahan menghasilkan pola yang kompleks.
Oleh karena itu dapat diketahui bahwa, untuk pemodelan proses flashover, beberapa
model akan dicoba untuk mewakili tahanan permukaan polusi. Beberapa model ini berbeda
dalam hal kompleksitas. Bahkan dengan banyak penyederhanaan, seperti models contribute
untuk pemahaman dasar mengenai fenomena dasar dan hasil interpretasi. Model paling

505
sederhana disarankan oleh neumarker (1959), dengan rp resitansi polusi per satuan panjang
yang konstan maka menghasilkan RPX sebagai berikut:

Rpx = rp (L - x) (10.30)

Dimana

L adalah panjang jalur kebocoran

X adalah panjang arc

Dari sudut pandang praktis, rp dapat diambil sebagai rata-rata resitansi polusi per satuan
panjang:

(10.31)

Dimana

Rp adalah total resistasi polusi dari panjang L

Xs adalah konduktivitas permukaan lapisan, diasumsikan konstan

f adalah faktor bentuk isulator


Böhme and Obenaus (1966) mempertimbangkan dua lapisan resisitif seri dengan
menggolongkan area batang dan lumbung dari sebuah insulator dengan panjang garis
kebocoran l1 dan l2 sesuai dengan rata –rata permukaan resistif per panjang unit kebocoran, rpi
dan rp2, berturut-turut.

Dengan total garis kebocoran L = l1 + l2, jumlah lapisan pollution resistif Rp diperoleh dari

1 1 2 2 (10.32)

Jika panjang bunga api x membakar bagian batang, lapisan resistansi seri akan dinyatakan
sebagai,

1 1 2 2 (10.33)

Untuk model circular insulating disc (isolasi melingkar), dengan simbol yang digunakan pada
bab ini, Woodson dan McElroy menyatakan bahwa resistansi Rpx di seri dengan bunga api
dengan panjang x, dapat dinyatakan sebagai,

(10.34)

Dengan eksponen m=1.4

Perumusan ulang yang tepat (10.34) adalah

∑ 1 (10.35)

Dimana Rp adalah total resistansi pollution sebagai x  0.

Dengan cara yang sama, Claverie (1971) melakukan pengukuran pada insulator panjang dan
memperkenalkan hubungan antara R/p dan panjang x, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
10.26. R sendiri merupakan Rx yang telah dirancang sebelumnya dan ρ merupakan volume
resistivitas dari cairan polluted dari tinggi h. Seperti yang diindikasikan pada (10.17), Xs=h.
Variasi dari Rpx dengan x bisa diperkirakan

∑ 1 (10.36)

Dimana,

Rp adalah jumlah resistansi pollution total

506
m adalah konstan

Gambar 10.26 Distribusi dari pollution surface resistance pada insulator panjang. (Claverie,
IEEE Trans Power Appar. Syst., 90(4), 1902, July’August 1971)
Perlu dicatat bahwa Woodson dan McElroy(1970) dan Claverie (1971), distribusi
hambatan dan nilai m yang selalu ditentukan menggunakan elektroda logam, bukan sebuah
busur, sehingga hasilnya mungkin tidak sepenuhnya representatif. Dalam kasus sebuah unit kap
dan pin isolator, Claverie (1971) menemukan bahwa, karena dibawah penopang, variasi Rpx
dengan x cukup kompleks. Perlu dicatat bahwa, bagaimanapun, bahwa untuk string isolator
panjang selama fase pertumbuhan busur cepat, busur sering menjembatani beberapa unit
isolator, dan pengaruh tahanan seri Rpx juga mengacu pada beberapa piringan. Dalam keadaan
ini, variasi Rpx dengan x tidak akan terganggu oleh penguat bawah ke tingkat yang sama seperti
pengukuran pada satu unit cenderung untuk identifikasi.

Efek penyempitan kebocoran arus pada titik busur kaki secara eksplisit dianalisis
dengan Nacke (1969) dan Wikins (1969). Nacke (1969) menganggap perpanjangan pengaruh
persegi panjang Xp dan lebar b dengan poin kaki busur diwakili oleh dua setengah lingkaran
dengan jari-jari Rb. Untuk daerah penyempitan, pengaruh lapisan hambatan Rpx dinyatakan
sebagai

~
1 2
ln ~
2 ~

Menurut analisis Nacke (1969), istilah pertama pada (10.37) mengacu pada hambatan internal
pada titik-titik busur kaki yang berbentuk setengah lingkaran, sementara dua istilah lain disebut
sebagai hambatan eksternal. Untuk perpanjangan lebar, hasil (Nacke, 1969) dapat dinyatakan
sebagai

~
1 2
0.3 ln ~
~

Dari (10.37) jelas bahwa hambatan mempengaruhi perpanjangan lebar jauh lebih sedikit
tergantung pada panjang jalur Xp daripada daerah penyempitan (10.36).

Wilkin (1969) menganggap poin busur kaki melingkar dan memperoleh hasil yang sangat mirip
dengan Nacke. Untuk daerah penyempitan, Wilkind memperoleh sebagai berikut

~
1
̅ ln ~
2 ~

507
Perbedaan utama dengan (10.37) karena Nacke (1969) tidak adanya istilah hambatan internal
di poin kaki busur.

Menggantikan 1/ , (10.38) menjadi

̅ ~
̅ ln ~
2 ~

Untuk memperkirakan nilai relative dari dua istilah hambatan di sisi kanan (10.39)kita akan
mempertimbangkan contoh numeric. Pertimbangkan isolator silinder sederhana dengan
panjang 100 cm dan diameter 5 cm (b=15.7 cm) dengan lapisan pengaruh yang sama Xs = 40µS.
Diameter busur diasumsikan sebagai 4 mm (rd =2 mm) dan panjang busur 50 cm.

Diperoleh 1592Ω/cm .pengganti pada (10.39)

̅ 79,6

Dan

̅ ~
ln ~ 20.1
2 ~

Contoh menunjukkan bahwa peningkatan pengaruh hambatan lapisan karena penyempitan akar
busur dapat cukup signifikan. Penurunan anoda dan katoda tegangan sekitar 800 kV per busur
bisa ditambahkan (Wikins, 1969). Efek ini bisa besar jika diasumsikan bahwa banyak busur
secara simultan terbakar di seri.

Perlu dicatat bahwa, selama fase dry-band, banyak busur akan terbakar di seri. Secara
bertahap bagaimanapun, sebagai fase kritis propagansi busur lebih cepat dalam mencapai
jumlah pembakaran seri busur menurun secara substansial. Poin lainnya adalah bahwa wilayah
kepadatan arus tinggi disekitar kaki busur yang seharusnya memiliki temperatur lebih tinggi
dan karena itu menambah kondutivitas elektrik yang akan menjaga terhadap gangguan dini.
10.3.3.9.6 Permodelan sifat-sifat kedip berlebih (Modelling of Flashover Characteristics)

10.3.3.9.6.1 Model DC

Terdapat dua kondisi penting untuk gangguan kedip berlebih yang terjadi: sebuah mekanisme
untuk busur pertumbuhan (arc growth) dan tegangan terapan yang cukup untuk memelihara
busur dalam serial dengan resistansi lapisan gangguan (pollution layer resistance). Kondisi
pertama dinyatakan dalam (10.24). Berdasarkan rangkaian DC sederhana dari sebuah busur
dengan panjang x dan arus i tercakup dalam serial dengan sebuah resistansi permukaan
gangguan (pollution surface resistance) Rpx di bawah sebuah tegangan terapan (applied voltage)
U sebagaimana dalam (10.26):

, (10.40)

Misal

Dan

Ê ̂
◊ (10.41)
Á _
Ê

Dengan F(0) = 1 dan F(1) = 0.

Substitusi dalam (10.40)

Ê ̂
, ◊ (10.42)
Á _
Ê

Untuk memaksimalkan U, kondisi berikut harus dipenuhi:

1 Ê ̂
0 ◊ (10.42)
Á _
Ê

Ê ̂
0 ◊ (10.43)
Á _
Ê

Catatan dari (10.41)

508
Ê ̂
◊ Á _
Ê

Dimana rpx adalah resistansi gangguan lokal (local pollution resistance) per satuan panjang
yang akan dijembatani oleh busur panjang (arc of length) x. Berdasar dari (10.42) untuk kondisi
kritis dapat dinyatakan sebagai

Bahwa

(10.45)

Atau

(10.45)

Dimana selaras dengan kriteria untuk busur gerakan (arc of motion) (10.24).

Persamaan 10.42 dan 10.43 sebaiknya diselesaikan untuk mendapatkan busur panjang kritis
(critical arc of length) xc dan arus bocor kritis (crirtical leakage current) ic dari tegangan kritis
kedipan berlebih (critical flashover voltage) Uc ditentukan.
Subtitusikan dari persamaan 10.42 ke persamaan 10.43,

Untuk kasus yang paling sederhana sebesar rp perlawanan polusi seragam per satuan kebocor
an panjang,

Disubtitusikan di (10.46),

Atau

Dengan n=0.76 (Wilkins,1969)

Yang berarti bahwa busur telah menjangkau lebih dari setengah jalan kebocoran untuk terjadi
nya flashover.

Subtitusikan for F’(x/L) =-1 di persamaan 10.42, kita mendapatkan

Mirip kondisi untuk gerak (10,24), menghasilkan


509
Hal ini menarik untuk dicatat bahwa arus kritis di independen jalan kebocoran. Substitusikan
untuk Rpx, Xc, dan Ic ke dalam persamaan (10.40), ungkapan untuk tegangan kritis flashover
Uc diperoleh sebagai

Seperti sebelumnya diperoleh oleh Neumarker (1959). Mempertimbangkan sekarang lebih um


um diungkapkan perlawanan lapisan distribusi polusi (10.35).

Ketika digantikan di dalam (10.46), memberikan


Sebagai contoh kita ambil n=0,76 dan m=1,4

Xc= 0,48 L

Yang mana kurang dari panjang busur kritis dari kasus resistansi polusi seragam (10.49) tetapi
tetap dekat dengan setengah dari jaur kebocoran. Dengan mensubtitusi Xc ke persamaan
(10.45), sehingga untuk arus kritis Ic dapat diperoleh sebagai berikut:

/
=

Dimana

/
= /

sehingga Ic berbeda dari kasus pencemaran seragam oleh konstanta . Hal ini jelas bahwa
kasus polusi seragam berikut dengan membiarkan m=1, yang menghasilkan K=1.

Sebagai contoh numerik, dengan N=0.76 dan m=1.4. konstan diperoleh 0,96 sehingga
kebocoran arus kritis telah berkurang tidak signifikan oleh distribusi umum dari resistensi
polusi (10.35).

Dengan mensubtitsikan Xc dan pada persamaan (10.40), tegangan kritis Uc diperoleh sebagai
berikut :

/
= L

Dimana adalah konstanta

= +nm

dengan n=0.76 dan m=31,4 seperti sebelumnya, 0.96 dan =1,016. Hal ini menunjukkan
bahwa, dengan dengan konstanta yang sama dengan sebelumnya, tegangan flashover kritis
sedikit berubah dengan menggunakan distribusi resistansi polusi non linier (10.35) dari pada
distribusi seragam sederhana. Hal ini jelas dari persamaan (10.58) bahwa degan m=l, =1
seperti yang diharapkan.

10.3.3.9. Model AC.

Telah diketahui bahwa menahan tingkat isolator terpolusi di bawah tegangan bolak-balik (ac)
yang jauh lebih tinggi dari pada di bawah tegangan searah (dc) (Forrest, 1969;. Lambeth 1971).
Alasan mendasarnya adalah bahwa ketika kondisi arc propagasi dapat dipenuhi, untuk
510
mendapatkan arus nol membutuhkan tegangan yang lebih tinggi untuk mempertahankan busur
ac. Analisis mekanisme pemulihan dan pengembalian dari busur ac pada isolator terpolusi
pertama kali dilakukan oleh Rizk (197 l). Sebuah tinjauan analisis ini lebih lanjut di dalam Rizk
(198l) dan Rizk dan Nguyen (1984). Penjelasan secara detail dari karakteristik pegembalian
busur ac pada isolator tercemar juga telah ditekankan oleh Claverie (1971), dengan berdasarkan
tes dari pelindung dan pin dan panjang batang isolator.

Pada Rizk (1971), pemulihan dielektrik dari busur bebas terbakar di udara dianalisis dengan
dasar solusi pendekatan dari persamaan keseimbangan energi dari sisa busur plasma berikutnya
sampai arus sama dengan nol. Untuk arus puncak busur i, panjang x, dan waktu t setelah arus
sama dengan nol, pemulihan tegangan dielektrik (r, i, t), dari model Rizk dengan nilai
konduktivitas termal terbaru untuk udara, dapat dinyatakan sebagai berikut (Rizk dan Rezazada,
1997)

, ,
=(x,i,t) = x (t) = E+ ,
, /

di mana adalah frekuensi daya kekuatan dielektrik dari celah busur, tanpa arus, pada suhu
ruangan. Dengan asumsi di kisaran 5-6 / cm.
gambar 10.27 penentuan karakteristik munculnya bunga api, kurva atas kekuatan dielektrik
Ed(t); kurva bawah 50 Hz dipergunakan untuk mengembalikan kemiringan tegangan Edx(t),
I=0.1 A; Esc=2395 Vpuncak/cm.

Macam munculnya kemiringan tegangan Ed(t) seketika, dapat didefinisikan, berdasarkan


persamaan (10.59) sebagai Ud(t)/x. Persamaan ini dapat diselesaikan dengan menggunakan
tegangan sinusoidal untuk menetukan munculnya kembali titik kritis tegangan puncak sumber
(gambar 10.27).
Gambar 10.28 menunjukkan macam dari munculnya kembali kemiringan tegangan puncak
sumber Ed dengan arus pada 0.1-2.0 A, diasumsikan nilai Edo=5.25 kVpuncak/cm. Itu
memperlihatkan bahwa, untuk kebocoran arus 0,1 A, nilai Edx=2395 Vpuncak/cm atau 1694
Vrms/cm, ketika nilai nilai yang sesuai untuk busur 2.0 A adalah Edx=604 Vpuncak/cm atau
427 Vrms/cm.
Dalam jarak kebocoran arus tertentu, munculnya kembali kemiringan tegangan puncak
sumber Edx dapat dituliskan dalam bentuk:

Edx= A/i* persamaan (10.60)

Dimana A dan α bernilai konstan. Perlu dicatat bahwa ketertarikan kita didalam nilai nilai
minimum munculnya kembali kemiringan tegangan sumber yang dibutuhkan untuk
membangun kembali busur, menyabkan berjanjutnya propagasi busur.
Analisis regresi dari hasil gambar 10.28 menunjukkan bahwa, untuk 0.1 ≤ i ≤ 1 A, dengan R
kuadrat dari 0.996, α=0.52 dan A=698 Vpuncak/cm. memperpanjang jarak regresi dari 0.1 ≤ i
≤ 2A, ditemukan bahawa nilai R kuadrat berkurang menjadi 0.984, serta nilai α lebih kecil
yaitu 0.47 saat A=751 Vpeak/cm.
Hasil percobaan di Claverie (1971) menghasilkan eksponen α dari karakteristik munculnya
kembali sebesar sekitar 0.5, dalam kesepakatan yang baik dengan hasil model Rizk. Di

511
Claverie (1971), konstanta A ditentukan sebagai 940 Vpuncak/cm, tetapi di Claverie dan
Porcheon (1973). Konstanta ini nilainya berkurang

Gambar 10.28 Macam dari Frekuensi daya munculnya kembali kemiringan tegangan Edx,
dari tiga busur terbakar di udara dengan busur arus menurut model Rizk.
Ke 800 Vpuncak/ cm. Nilai-nilai ini didasarkan pada nilai karakteristik flashover dari desain
isolator yang berbeda. Hal ini sebelumnya disarankan (Rizk, 1981) yang telah membuat di
Claverie dan Porcheron (1973) dengan tegangan flashover yang lebih minimal, yang menjadi
hampir 700 Vpuncak / cm. Nilai-nilai sebelumnya sudah cukup cocok dengan modelnya. Untuk
penentuan suplai tegangan critical ac untuk flashover isolator campuran, dua persamaan harus
dipertimbangkan. Yang pertama adalah persamaan pada saat arus puncak i dan panjang x seri
dengan resistansi permukaan Rpx bawah tegangan puncak pasokan Us(i, x).

10.61

Persamaan kedua harus adalah kondisi arc reignition :

10.62

Seperti disebutkan sebelumnya, Rpx akan dinyatakan sebagai

10.63

Dimana:

rp adalah rugi resistensi rata-rata per unit

L adalah rugi rugi

Persamaan 10,61 dan 10,62 dapat diselesaikan secara perhitungan, tetapi dengan beberapa
penyederhanaan kecil, solusi analitik yang bisa diperoleh. Sejak tegangan arc drop jauh lebih
rendah dari tegangan reignition dielectric, maka dapat diambil pendekatan n = α. Mengganti
tor Us dari (10,62) menjadi (10.61),

10.64

Menghasilkan i sebagai fungsi dari x:

512
10.65

Mengganti dari (10.65) ke (10.62), untuk mempertahankan tegangan suplai yang diperlukan
sebuah arc dengan panjang x lebih dari insulator ini diperoleh:

10.66

tegangan flashover critical Usc dapat diperoleh dengan memaksimalkan Us terhadap x, yang
pertama akan menghasilkan panjang critical arc xc:

10.67

Yang mana, untuk model line dengan m = 1, menghasilkan:

10.67a
Menggantikan xc dalam (10.35) dalam hasil rumus untuk kebocoran arus kritis Ic.

(10.68)

Dimana untuk ac

(10.69)

Untuk model linier dengan m=1 menjadi

(10.69a)

Jika m=1, dan α=0,5 (10.67) hasil xc/L=0,588 sedangkan untuk model linier dari resisten
polusi dengan m=1, xc/L=0,667, sehingga dapat disimpulkan dibandingkan dengan model dc
yang relatif panjang busur kritis. Pada umumnya lebih lama untuk ac daripada dc dan, disini
lagi, distribusi non linier reristen polusi mengurangi relative panjang busur kritis.

Menggantikan ic dan xc di (10.62) rumus untuk tegangan ac flashover (menahan) kritis


diperoleh

(10.70)

Dimana untuk ac

(10.71)

Sedangkan untuk model linier dengan m=1 menjadi

(10.71a)

Beberapa contoh untuk penerapan model diberikan sebagai berikut.

Gambar 10.29 menunjukkan ketergantungan dari kebocoran arus kritis pada perlawanan
permukaan polusi rata-rata. Dengan cara, m=1, menurut (10.68). menunjukkan kebocoran
arus kritis

513
Gambar 10.29 variasi dari kebocoran arus kritis dengan resistansi permukaan rata-rata per
satuan panjang keocoran arus
Adalah sensitive terhadap keparahan polusi. Untuk rp=700 W/cm, ic=1,49A,
sedangkan untuk rp=7000 W/cm, ic=0.30 A. hal ini konsisiten terhadap lama ketetapan
latihan dari penggunaan level arus bocor untuk karakteristik tingkat kepekatan polusi seperti
yang disebutkan sebelumnya.
Gambar 10.30 menunjukan variasi pada model linear, dari kondisi flashover kritis
gradient tegangan, Esc dengan rp antara 700-8000 ohm/cm mengacu (10.70). Hal itu
menunjukkan bahwa Esc bervariasi dari 382 Vpuncak/cm saat rp=700 W/cm ke 861
Vpuncak/cm untuk rp=8000W/cm.
Akhirnya, model linear ini digunakan untuk memprediksikan performa polusi dari
porselin long-rod isolator. Tipe VKL 75/14 dengan garis kebocoran L=180 cm dari sebuah
bentuk faktor dari f=6.3. Gambar 10.31 dihasilkan ddari (10.70). hal itu menunjukkan bahwa
untuk layer khusus daya konduksi Xs= 10 uS, tegangan kritis flashover bertahan sekitar 105
kV, sedangkan untuk Xs=50 uS, kisaran nilainya hanya sekitar 49 kV. Hasil model ini
dibandingkan serta diikutsertakan dengan laporan percobaan . Saat Xs=10 uS, tegangan kritis
flashover Vc ditentukan oleh model yang bernilai sekitar 83,2 kV, sedangkan hasil
pengukuran yaitu 90.9 kV saat Xs=40 uS, nilai modelnya adalah 52.4 kV ketika nilai
percobaan mendekati nilai identic.
Hal ini seharusnya tercatat, sedangkan model tersebut tidak termasuk sebagai substansial
untuk laboratorium ataupun pengetesan lapangan. Namun model ini dapat dijadikan alat bantu
dalam percobaan rasional dan dalam menerjemahkan nilai percobaan( Rizk dan Rezazada,
1997). Hal ini juga membuktikan keebenaran (kevalidan) dalam penetapan kapasitas sumber
saat pengetesan tegangan tinggi untuk pengetesan flashover saat kondisi polusi (Rizk dan
Nguyen 1984,1988 Rizk dan Bourdages,1985).

GAMBAR 10.30 Variasi kritis tegangan ac flashover per unit jalur kebocoran sebagai fungsi
dari permukaan pencemaran rata-rata resistensi per jalur satuan kebocoran.

514
GAMBAR 10.31 Variasi tegangan flashover kritis panjang batang isolator VKL 75/14
dengan lapisan permukaan konduktivitas sebagai diprediksi oleh model Rizk. L = 180 cm; f =
6,
10.3.3.9.7 Karakteristik Eksperimen Flashover

Teknik uji polusi flashover telah ditentukan dalam IEC 60507 untuk tes ac (IEC
Standar 6050 1991) dan IEC 61245 untuk dc (IEC Standar 61245, 1993). Pada uji kabut
garam, sejumlah saluran tertentu digunakan untuk menyemprotkan suatu cairan dan
semprotan larutan memiliki kadar garam yang dapat diatur dalam kisaran 2,5-224 kg/
terhadap isolator string yang bertenaga. Tes dapat dilakukan untuk menghasilkan tegangan
tahanan yang baik atau menahan kadar garam yang baik.Teknik ini menghasilkan tekanan
tegangan lawan, kV/m, dan berguna untuk membedakan desain isolator yang tampak
konsisten dengan pengalaman dengan hasil pencemaran uji lokasi laut (Lambeth, 1971;
Houlgate dan Swift, 1990). Metode lapisan padat, di sisi lain, menghasilkan endapan lapisan
polusi, kemudian terbasahi, sering kali oleh kabut uap. Dalam versi kabut bersih, pembasahan
menyebabkan terjadinya penurunan tegangan, yang dipertahankan untuk durasi tertentu atau
sampai flashover terjadi. Sekali lagi, teknik ini menghasilkan tahanan endapan garam padat
pada tegangan yang diberikan atau menahan tegangan di bawah tingkat kekerasan tertentu.
Dalam versi sebelumnya dari tes ini, yang disebut kieselguhr metode, tegangan tiba-tiba
diterapkan ke daerah yang sudah tercemar dan isolator dibasahi pada maksimum
konduktivitas lapisan tertentu.Tes ini dimaksudkan untuk mensimulasikan situasi garis
pemberian energi pada isolator sudah tercemar dan dibasahi.

Di pendekatan praktek lainya adalah untuk memaparkan perbedaan isolator untuk


polusi alami penurunan tegangan untuk berbagai macam jangka waktu dan selanjutnya,
performa penurunan tegangan saat basah di laboraturium untuk menentukan tegangan
bertahan (Rizki et.al 1975).Cara ini tentu lebih mewakili kondisi lapangan tetapi jauh lebih
memakan waktu dan mahal daripada tes polusi buatan.

Meski demikian cara lainnya adalah mengungkapkan isolator yang berbeda untuk
penurunan tegangan polusi alam dan berbagai rangkaian panjang untuk menentukan
karakteristik ketahanan dan urutan kelebihanya (Lambeth, 1971; Houlgate ar Swift, 1990).
Sekali lagi, ini bisa mewakili lingkungan, tetapi juga sangat memakan waktu.

Beberapa hasil tes flashover umum akan diberikan untuk isolator A, B, C, D, dan E
yang ditunjukkan pada Gambar 10.1 dengan ukuran termasuk dalam Tabel 10.1 (Rizk et al.
1972). Perlu dicatat bahwa isolator biasanya dibandingkan berdasarkan flashover mereka
(tahanan) karakteristik per satuan panjang suspensi. Ini lebih relevan dengan desain menara
transmisi.

515
Gambar 10.32 (Rizk et al. 1972) menunjukkan bagaimana desain isolator yang
berbeda dilakukan dalam tes flashover laboratorium setelah paparan lapangan di lingkungan
gurun untuk periode panjang sampai 24 bulan Hal ini menunjukkan bahwa, secara umum,
jenis antifog disc D memiliki tegangan flashover terbaik per satuan panjang suspensio.
Meskipun insulator ini terkumpul polusi yang signifikan, karena jauh di bawah tulang rusuk,
rasio tinggi < kebocoran jalur untuk jarak (3.05) terbukti cukup menguntungkan. Kinerja
terburuk adalah bahwa tipe E batang panjang VKL 75/14, memiliki rasio terendah kebocoran
jalur / jarak (1,46). Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa
GAMBAR 10.33 variasi tegangan flashover rata-rata dengan konduktivitas lapisan tertentu
dari string insulator yang berbeda dalam tes deposito debu.(from rizk dan el-sarky, 1972.)

Perbandingan kinerja antara desain isolator yang berbeda, dalam hal tegangan flashover per
satuan panjang suspensi, tidak sebanding dengan rasio panjang kebocoran suspensi. Hal ini
karena penting tegangan flashover per unit kebocoran panjang jalan itu tidak sama antara
desain insulator yang berbeda terkena kondisi lapangan. misalnya, setelah paparan 1-tahun,
tegangan flashover per satuan panjang rambat itu 368, 329,, 274 dan 239 V / cm untuk jenis
isolator B, C, D dan A, masing-masing (Rizk et al.1972).

Ini berarti bahwa datar aerodinamis desain B dan C memiliki superior kritis tegangan
flashover per unit jalur kebocoran, karena desain seperti mengumpulkan kurang kontaminan
dalam lingkungan padang pasir. Gambar 10.33 menunjukkan variasi tegangan flashover 50%
dengan lapisan konduktivitas spesifik Xs di kisaran 10-4- u5 untuk jenis isolator awal
tegangan tinggi tes deposito debu (Rizk et al 0,1972). isolator panjang sengatan dijaga
konstan pada 127 cm 6%. Beberapa hasil yang menarik diamati. Pertama, tes buatan, di polusi
berat, menunjukkan sedikit perbedaan dalam kinerja amongtypes B, C dan A, sementara di
bawah paparan medan, tipe B menunjukkan keuntungan yang jelas. Furhthermore, U50
ketergantungan od pada Xs dapat secara umum untuk setiap jenis, dinyatakan sebagai

U50 = const. C-b s (10.72)

Ditemukan bahwa B sebesar 0,48, 0,40, 0,39, 0,36 dan 0,35 untuk jenis isolator C, B, A, D
dan E masing-masing (Rizk et al.1972).
Tes kabut garam menurut IEC 60507 dilakukan pada string yang sama. Hasilnya
ditunjukkan pada tabel 10.7, di mana menahan salinitas dilaporkan pada tegangan uji 63,5 kv
(110 / 1,73 KV) dan menahan tegangan pada salinitas 33,6 g / L. Hal ini diamati bahwa urutan

516
yang sama merit diperoleh dari menahan salinitas uji asa dari U50 pada salinitas konstan.
Urutan merit, Namun, berbeda dari yang

TABLE 10.7
yang masing-masing dianggap diperoleh dari tes deposito debu atau dari tes paparan
lapangan. Secara khusus, disc aerodinamis datar berperilaku secara signifikan kurang
menguntungkan di bawah kabut garam.

Hasil tersebut menegaskan bahwa, untuk desain saluran transmisi, pemilihan isolator
harus didasarkan pada teknik uji yang tepat bagi lingkungan.

Sejauh pada bagian ini, kita berurusan dengan isolator porselen. Telah lama diketahui
bahwa isolator polimer seperti karet silikon, ketika baru, isolator keramik mengungguli dalam
polusi. Jika isolator polimeric benar-benar kehilangan hidrofobik mereka, namun, mereka
praktis berperilaku seperti isolator keramik. Ini juga telah diketahui bahwa, di laboratorium,
sulit untuk menerapkan dan memelihara kontaminasi lapisanbasah pada isolator karet silikon
kecuali permukaan tersebut sengaja dirampas dari hidrofobik dalam proses pengkondisian
tersebut. Hal ini juga diketahui bahwa isolator karet silikon kehilangan hidrofobik mereka,
setidaknya untuk sementara, dalam pelayanan akibat pelepasan permukaan, badai pasir, hujan
lebat, dan radiasi UV (Karedy et al, 1994;. Rizk et al., 1997).Kecuali isolator telah berusia,
hidrofobik akan pulih dalam hitungan jam. Jika terkena polusi dan pembasahan kondisi parah
sebelum hidrofobik sudah pulih kembali, flashover dapat berlangsung.

Matsuoka et al. (1997) dilansir pada laboratorium pada profil yang berbeda tes
kontaminasi dari isolator karet silikon. Telah terbukti bahwa kinerja isolator, untuk ESDD =
0.03 mg / cm2, dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rasio l/p antara l jarak kebocoran per
gudang dan gudang lapangan p sampai kira-kira 4. Untuk profil dengan l = 140 mm dan p =

517
50 mm, Gambar 10.34 (Motsuoka et al., 1997) menunjukkan pengaruh kepadatan
penyimpanan garam pada 50% tegangan flashover memberian energi baik ac dan dc.Hal ini
menegaskan bahwa dengan dinyatakan kondisi yang sama, stres dc secara signifikan lebih
berat dari ac, seperti yang diperkirakan oleh awal model kerja. Hal ini juga menunjukkan
bahwa, untuk ini isolator polimer usia dan keparahan ekstrim 0,5 mg / cm2, yang flashover
stres 50% sebesar berjumlah sekitar 110 kV / m untuk dc dan 125 kVrms / m untuk dc. Jika
dibandingkan dibuat atas dasar tegangan puncak, ini menunjukkan bahwa ac 50% tegangan
flashover adalah 60% lebih tinggi dari dc untuk isolator polimer yang bersangkutan. Untuk
keparahan 0,03 mg / cm2, puncak ac tegangan flashover hampir 90% lebih tinggi dari dc.

10.3.4 Persyaratan Mekanik

Seperti disebutkan dalam pendahuluan bab ini, pentingnya integritas mekanik isolator garis
tidak bisa terlalu ditekankan. Apakah harus cukup jelas bahwa kegagalan mekanis dari string
dapat menyebabkan konduktor menjatuhkan dan jangka waktu yang panjang dalam perbaikan.
Tentu saja, ini jauh lebih serius daripada flashover yang dapat ditangani oleh sistem proteksi.
Pada umumnya, insulator akan di pusatkan ke daya vertikal yang bergantung pada berat
konduktor maupun beban. Sebuah daya horizontal juga akan tertambah secara vektorisasi,
mendahului besaran dari daya . Beban vertikal , bisa dinyatakan sebagai :

/ (10.73)

Dimana:

adalah massa dari konduktor untuk beban sepanjang

adalah akumulasi massa dari es.

adalah percepatan gravitasi

Tekanan angin dapat diartikan sebagai desain kecepatan angin , yang berbanding terbalik
dengan kecepatan utama angin . (Bayless, 1999)

/ (10.74)

Dimana:

adalah faktor topologi

adalah factor kekesatan pentanahan

Tekanandinamis , N/m2 terdiridari

(10.75)

0.613 menggunakan satuan SI (Bayless, 1999)

Gaya yang diakibatkan olehangin bisa dinyakatakan sebagai:

/ /
(10.76)

Dimana:/

adalah koefisiensi daya yang tergantung dari bentuk konduktor

adalah konduktor pada daerah yang tidak terlindung dari panjang belitan , dengan
mempertimbangkan kemungkinan pertambahan dingin.

Hasil dari daya akan diperoleh dari:

518
(10.77)

Untuk bagian atas dan pin insulator, kegagalan keelektromekanikan beban EMFL dijabarkan
sebagai daya tarik maksium yang pertama kali mencapai kerusakan dari sebuah insulator atau
hardware. Secara statistik, hasil ini di ambil sebagai 50% mutu, dari selisih standard masih
dibawah 3. EMFL terkait dengan hasil dari (faktor keselamatan) dibagi dengan

/ (10.78)

Faktor keselamatan biasa diartikan untuk satu set kondisi sambungan. Contohnya:

 =5 pada 200C tanpa angin atau es. Ini berarti kerja beban setiap harinya 20% dari
kegagalan keelektromekanikan beban.
 = 2.5 pada -200C tanpa angina tau es
 = 2.5 pada -50C dengan tekanan angin dan pendinginan es yang terspesifikasi
 = 2.5 di 50 C dengan banyaknya tekanan angin tapi tidak ada es.

Aplikasi untuk insulator non-keramik dibuat menjadi lebih rumit seiring dengan fakta bahwa
kekuatan mesin tidak selalu konstan tetapi semakin berkurang seiring berjalannya waktu yang
merembet ke material inti (IEC Standard 60815, 2008; Vosloo et al., 2002). Pada IEC
Standard 60815 (2008), kekuatan batang polimer di tunjukkan bersifat linier pada fungsi
penurunan logaritma bergantung pada waktu beban, dalam menit. Itu menunjukkan bahwa
garis miring dari
hubungan garis lurus kurang dari 8% dari 1 menit gagal beban per dekade waktu (faktor 10).
IEC kekuatan kurva F (t) dapat dinyatakan sebagai

rumus 4

F (t) adalah kekuatan sisa setelah kekuatan durasi t

F (l) adalah kekuatan 1 menit, yang berarti bahwa setelah 50 tahun pelayanan, sisa mekanik
harus di atas sekitar 40% dari kekuatan 1 menit awal

Dikatakan di Vosloo et al. 2004, bagaimanapun, bahwa tes yang sebenarnya menunjukkan
bahwa setelah jangka waktu tersebut, sekitar 65% kekuatan min asli dipertahankan. jelas,
hasil tes laboratorium secara substansial diekstrapolasikan ke 50 tahun Kekuatan 1 menit yang
ditetapkan oleh pabrikan disebut sebagai beban mekanik yang ditentukan. SML, dari isolator
polimer. Mirip dengan kasus isolator keramik, di sini, SML berkaitan dengan gaya Fr resultan
oleh

Rumus5

Di mana, seperti yang disebutkan sebelumnya, K, adalah faktor keamanan.

Standar IEEE topi dan pin isolator (5 '(3/4) / 10' / atau i46 / 254 mm) secara komersial
dengan peringkat elektromekanis dari 70-160 kN (15,000-36,000 lb). cakram antifog tersedia
hingga 530 kN (120.000 lb). karet silikon isolator panjang batang juga tersedia untuk SML
peringkat 110-350 kN Silicone (25.000-80,000 lb).

10.4 Insulator Seleksi

10.4.1 Insulator Jenis dan Material

Pemilihan transmisi meliputi penentuan jenis, bahan, dan insuline dan karakteristik lator.
Referensi harus dilakukan untuk ini bab ini di tempat lain. Sebuah disertakan berikut ini.
keputusan pertama adalah mengenai penggunaan keramik isolasi polimer (papaliou dan
brengsek, 2013) berikut ini adalah menegaskan:

 Isolator polimer memiliki menguntungkan kekuatan mekanik untuk rasio berat.


Namun, tion deteriora- gagal beban mekanik selama masa isolator harus
dipertimbangkan. isolator polimer kurang rentan terhadap vandalisme.

519
 Isolator polimer memiliki kinerja polusi menguntungkan ketika baru. Namun. mereka
terkena kerugian sesekali dan pemulihan hidrofobik. perancang harus
mempertimbangkan kemampuan baju isolator tersebut kepada lingkungan tertentu.
 Ultimately, di bawah faktor penuaan, insulaters nonceramic terikat kehilangan ity
hydrophobic- mereka sebagai minyak silikon LMW yang berdifusi ke permukaan dan
bertanggung jawab untuk hidrofobik akan praktis habis. Oleh karena perancang harus
memutuskan apakah akan mengambil keuntungan dari kinerja yang unggul dari
noncer ketika baru dan menerima penggantian pada waktu sebelumnya. Pilihan lain,
yang mungkin lebih bijaksana. adalah dengan menggunakan stres desain yang sama
seperti untuk porselen atau kaca.
 Juga, pertimbangan harus diberikan untuk efek penuaan tidak hanya pada karakteristik
listrik tetapi juga pada integritas mekanik, yang mungkin mendikte seumur hidup yang
lebih pendek dibandingkan dengan porselen atau sistem
 Pada kaca tegangan 245 kV dan di atas, perawatan khusus harus diberikan kepada
desain cincin korona untuk menghambat pembuangan permukaan yang lain akan
mempercepat penuaan dari isolator polimer
 Ucapan pengguna harus menyadari bahwa penerapan isolator polimer memerlukan
tindak lanjut dalam pelayanan yang lebih menuntut daripada akan menjadi kasus untuk
tusuk porselen atau kaca (menghancurkan)
jika keputusan dibuat untuk menggunakan konvensional, perancang harus memilih antara
porselen dan kaca. seperti yang disebutkan sebelumnya dalam bab ini:
 Dalam laboratorium tegangan tinggi tes polusi porselen dan performa insulator kaca
secara praktek itu identik.
 Dalam sesungguhnya, insulator kaca lebih rentan terhadap keretakan permukaan
disebabkan oleh erosi dari beberapa aliran kebocoran arus didalam lingkungan polusi.
 Dalam sesungguhnya, deteksi tusukan unit porselen membutuhkan teknik khusus
sedangkan unit kaca dengan mudah di identifikasi.
Pendapat sebelumnya menerapkan desain baru dari garis transmisi konvensional. Untuk
desain compact line atau untuk mesin atau memperbarui sistem listrik pada garis operasi
kurangnya jarak udara dan perlunya mendukung bundel konduktor yang lebih berat dapat
mendukung penerapan isolator polimer (Papaliou dan Schmuck, 2013).
10.4.2 Profil Insulator
IEC standar 60815 (2008) mendefinisikan empat tingkat populasi: I, cahaya; II, menengah;
III, berat; dan IV, sangat berat, dengan nominal jarak rambat minimum tertentu dari 16,20,25
dan 31 mm / kvLL untuk masing-masing. Ketika dirujuk ke fase-ke-ground tegangan, jarak
kebocoran tertentu menjadi 28, 35, 43, dan 54 mm / kvLL untuk masing-masing. Beberapa
parameter yang diberikan untuk mencirikan insulator atau string lengkap.
 Jarak minimum antar sheds
 Rasio antara jarak dan shed overhang
 Rasio lokal, sebagai perbedaan dari keseluruhan, rasio antara jarak rambat dan jarak
ruangan
 Alternatif sheds
 Kemiringan shed
 Dua parameter mengkarakteristik isolator
1. Creepage Factor (CF) : adalah rasio antara total jarak rambat dan jarak lengkung
2. Profile Factor (PF) : adalah rasio antara yang disebut disederhanakan (simplified) dan alur
kebocoran sesungguhnya antara konsekutif shed dan unit isolator.
Untuk referensi gambar detail, menggunakan IEC strandards 60.815 (2008).
Beberapa rekomendasi yang diberikan mengenai batas-batas parameter tersebut. Sebagai
contoh, saran ini untuk mengatur CV ≤ 3,5 untuk tingkat polusi I dan II dan CV ≤ 4.0 untuk
tingkat populasi III dan IV. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa peningkatan CV
melampaui batas ini tidak efektif dalam meningkatkan kinerja isolator. Standar (IEC standar
60815, 2008) membuktikan , dapat disimpulkan dari model sebelumnya, bahwa kinerja

520
penduduk dapat memburuk untuk isolator dengan besar diameter rata-rata (lebih rendah r p
untuk x s atau ESDD). Untuk rata-rata diameter d m di bawah 300 mm, tidak ada peningkatan
dari jalur kebocoran tertentu yang dianjurkan. Namun, untuk 300 ≤ dm ≤500 mm,
peningkatan 10% dalam jalur kebocoran tertentu dianjurkan. Untuk dm> 500mm, penguatan
20% dari jalur kebocoran tertentu ini dianjurkan. Hal ini dianggap bahwa, IEC 60815 (IEC
standar 60815, 2008) berisi klasifikasi umum yang berguna dan merekomendasikan, itu tidak
berarti, cukup untuk seleksi insulator di lingkungan yang tercemar. subjek akan diperlakukan
secara lebih mendalam berikut ini.
10.4. 3 Pendekatan Desain
10.4.3.1 Folwchart
Gambar 10.35 menampilkan flow chart (Risk, 1997) untuk seleksi insulator tegangan tinggi
dalam lingkungan polusi. Diagram secara singkat akan menjelaskan bagian ini, namun rincian
tahap perbedaan dalam proses seleksi akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Gambar 10.35 Flow chart untuk pemilihan isolator dalam lingkungan polusi.

521
Memulai grafik dengan data utama yang tersedia untuk teknik design yang berhubungan
erat dengan parameter sistem daya : AC atau DC, saluran tegangan, frekuensi, panjang
saluran transmisi, tingkat tegangan lebih, keadaan lingkuangan sekitar (jenis lingkungan,
polutan, hujan, angin, asap, embun, dll), sama halnya dengan ketersediaan informasi
mengenai jenis insulator, design, dan polutan hasil dari lapangan dan di laboratorium. Pada
bagian ini, beberapa cara alternatif dapat di pertimbangkan, seperti contohnya perbedaan
antara tutup porselin dan pin insulator dan perbedaan design pada batang karet silicon.
Keputusan harus dibuat segera apakah dengan uji lapangan untuk memilih design alternatif
akan sangat penting. Keputusan itu seharusnya berdasarkan pada kecukupan medan dan hasil
laboratorium untuk menentukan design alternatif secara spesifik atau menyerupai lingkungan
untuk rute yang dimaksud. Hal – hal yang perlu segera dicapai dalam memutuskan pada uji
medan, karena test medan akan memakan waktu normal sekitar 2 – 4 tahun. Jika tidak
memiliki banyak waktu, keputusan paling mudah, tidak usah memperdulikan uji medan
program dapat di jalankan. Sebaliknya, uji medan pada station harus dilakukan design dan
persiapan uji program dan penerapannya.

Pertanyaan lain yang harus segera di selesaikan sebisa mungkin adalah kebutuhan uji
polusi tegangan tinggi di laboratorium. Sekali lagi, ini akan menjadi dasar pada kecukupan
bahan baku yang tersedia untuk kemampuan bahan isolasi yang berbeda betul – betul
dipertimbangkan. Jika keputusan uji telah diambil, uji yang paling representative yang fokus
pada lingkungan harus dipilih. Ini sangat cocok di jadikan salah satu standart uji kabut garam
atau kabut bersih atau beberapa perbedaan modifikasi.

Dalam prosedur desain, keputusan harus dibuat apakah akan mengikuti pendekatan
deterministik, di mana margin keamanan antara tegangan operasi dan tegangan menahan
rangkain tercemar diadopsi, atau pendekatan statistik, di mana isolator dipilih untuk
memenuhi kriteria kinerja yang telah ditetapkan. sedangkan pendekatan statistik yang lebih
ilmiah menarik, membutuhkan informasi yang lebih lengkap tentang peristiwa lingkungan
dan karakteristik flashover isolator tercemar serta penentuan sensble apa tingkat kegagalan
diterima.

Setelah isolator yang dipilih dipasang, tindak lanjut kinerja mereka dalam pelayanan
akan memberikan informasi yang diperlukan untuk setiap prosedur perbaikan atau
pemeliharaan yang diperlukan serta masukan untuk pemilihan isolator untuk jaringan di masa
depan dan instalasi.

522
10.4.3.2 Pendekatan Statistik untuk Pemilihan bahan Isolasi

itu juga diketahui bahwa, untuk tingkat keparahan polusi diberikan diungkapkan oleh
setara ESDD kepadatan penyimpanan, khusus lapisan konduktivitas , atau berarti
ketahanan permukaan per satuan panjang kebocoran dan pembasahan yang memadai.
misalnya, disebabkan oleh pembentukan embun atau gerimis ringan, tegangan flashover dari
string isolator adalah variabel statistik sering digambarkan oleh distribusi normal:

(10.81)
dimana :
V adalah tegangan yang diberikan
adalah 50% tegangan flashover
adalah standar deviasi, di simbolkan dengan kV
adalahfungsi distribusi normal kumulatif

dalam menangani banyak string dalam pelayanan dan mengingat bahwa, untuk jalur
cukup terisolasi, kita menghadapi rendah - situasi probabilitas, adalah penting untuk
menyadari bahwa karena alasan fisik, flashover tidak dapat terjadi di bawah tegangan ambang
tertentu , yang dapat berhubungan dengan oleh
(10.82)
di mana n adalah angka yang biasanya diasumsikan sebagai 2, 3, atau 4. ini berarti bahwa
alih-alih(10.81), kita harus memiliki :

(10.83)
Pemotongan jelas akan mempengaruhi wilayah probabilitas saja dan (10,8) akan tetap
praktis berlaku pada probabilitas yang lebih tinggi. Di awal persamaan, U50 dan σ, yang
biasanya adalah propotional untuk U50 adalah fungsi dari polusi saverity.
Distribusi lain statistik, distribusi Weibull, telah dibangun di properti pemotongan
disebutkan sebelumnya dan, apalagi menyediakan manipulasi sederhana ketika berhadapan
dengan beberapa menekankan objek diasumsikan bertindak variabel statistik independen.
Alih-alih (10,81), kita mungkin memiliki

Dimana Uo, β dan k adalah parameter distribusi Weibull dan Uo adalah determinan
dari (10.82), setelah n telah dipilih.
Karena sebagian besar hasil tes tegangan tinggi yang tersedia yang dinyatakan dalam
distribusi normal, diperlukan untuk menentukan distribusi Weibull yang setara. Parameter β
dan kdapat kemudian menentukan apakah kita memaksakan dua kondisi kesetaraan. Dalam
referensi (IEC Standard 60071-2, 1996), dua kondisi ini memerlukan bahwa dua fungsi
distribusi memiliki nilai yang sama sehingga P (V) = 0,5 pada V = U50 dan P (V) = 0,16 pada
V = U50 - σ.
Kendala ini menghasilkan rumus berikut:

Dan

Dimana koefisien vasiasi c = σ / U50diperoleh dari distribusi normal. Tabel 10.8 menunjukkan
nilai k untuk nilai berbeda dari n.
Sebagai contoh nulainya, untuk c = 0.10 dan n = 2, (10.86) hasil β = 0.30 dan n = 3, β
determinan pada 0.352.
Untuk deretan angka N menekankan secara bersamaan dan diasumsikan statistik
independen, kemungkinan menjadi kedipan.

523
Sedangkan untuk NP << 1, hasilnya

Diterapkan pembagian tegangan V dan menahan tegangan Uo oleh panjang deretan untuk
masing-masing mendapatkan E dan Eo, (10,88) ketika disebut menjadi satu deretan

Dimana jumlah konstanta untuk ( 1 / β )2.


Frekuensi total, flashover/insulator/tahun
Gambar 10.36 pergerakan distribusi kumulatif tali isolasi di lingkungnan perairan. (Dari
Houlgate, R.G. et al., Performansi dari isolasi pada tegangan extra dan ultra tinggi di
lingkungan pesisir, CIGRE, paper 33-01,1982 )

Gambar 10.36 menunujukkan kurva pergerakan distribusi kumulatif, disebut satu tali,
isolasi membuka ke polusi perairan di stasiun pengujian Brington (Houlgate et al., 1982).
Hasilnya sesuai pada (10.89) dengan Eo = 99 kV/m (disebut sistem tegangan, tekanan yang
actual Eo 99/ √2 kV/m) dan k = 2.1 dari Tabel 10.8 berkorespondensi dengan n=2 (Houlgate et
al., 1982)
Ditunjukkan bahwa area substansi pengalaman pendekatan perkembangan sangat jauh
pada dasar dari distribusi Weeibull, kita akan memperluas pendektan untuk memprediksi garis
performansi.
Informasi tersebut membutuhkan semacam pendekatan meliputi variasi dari polusi
keparahan bersama rute garis sebaik frekuensi dari bahaya basah (Rizk et al., 1975) merupakan
peristiwa statistik. Gambar 10.37 menunjukkan variasi dari ESDD pada tiga tipe isolasi selama
32 bulan pencahayaan di Ghazlan, Saudi Arabia (Akbar dan Zedan, 1991). SPI adalah standar
porselen. FPI adalah tidak berkabut.

524
Waktu paparan, bulan

Gambar 10.37 Variasi dari ESDD dengan waktu paparan untuk insulator berbeda pada
lingkungan kering/gurun. (Dikutip dari Akbar, M. and Zedan, F. M., IEEE Trans. Power
Deliv., 6(1), 429, January 1991.)
Gambar 10.38 kumulatif keparahan - kurva durasi untuk isolator yang berbeda di lingkungan
gurun

porselen, dan AG1 adalah isolator kaca aerodinamis. Hal ini sekali lagi menyatakan yang
beratnya bervariasi serta profil isolator (Gambar 10.37).

Ini disarankan oleh Rizk bahwa pengukuran keparahan bisa lebih mudah ditafsirkan jika
disajikan sebagai kurva keparahan durasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.38. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan antara kurva 24 dan 33 bulan jauh lebih sedikit perubahan
secara signifikan dari antara 12 dan 24 bulan karakteristik, untuk informasi periode yang terlihat
minimal 2-3 tahun yang diperlukan untuk hasil yang berarti dalam lingkungan ini. Hal ini juga
jelas bahwa nilai-nilai signifikan 50% lebih stabil dari nilai ESDD ekstrim.

Mari kita mempertimbangkan bagian dari saluran transmisi tegangan tinggi di mana kedua
keparahan polusi dan kondisi pembasahan bisa dianggap cukup seragam. Biarkan jumlah string
di bagian ini menjadi Ni. Juga, membagi periode paparan T ke subinterval ΔTv, sehingga dalam
sub interval tersebut, tingkat keparahan polusi dalam perbedaan yang mencolok dan jumlah
kejadian kebocoran berbahaya menjadi W iv. Dari (10,87), jumlah flasover dalam waktu
interval ini akan

525
Jika kondisi menyebabkan (10.88) terpenuhi, menjadi

Disini , huruf I berhubungan dengan bagian dan v pada subinterval, sehingga nfiv adalah jumlah
flashovers dalam section i selama subinterval v dan Uoiv sesuai dengan menahan tegangan. Di
atas semua periode paparan yang dipertimbangkan, jumlah dari flashovers nf ditentukan oleh
waktu lebih penjumlahan ganda dan line sections:

Sebagaimana disebutkan diawal, ini dapat dituliskan dalam hal pengaplikasian dan gradien
tahanan E dan Eoiv:

Persamaan ini mewakili model statistic dinamis dari garis performance karena Eoiv dan Wiv
keduanya adalah fungsi dari waktu.Untuk beberapa bagian atau sub-bagian dari garis, jumlah
spesifik dari kegagalan dapat diperkenalkan sebagai jumlah kegagalan per rangkaian per
kejadian basah, nf/(w.N). Untuk beberapa subinterval, dari (10.91), dapat dituliskan sebagai
berikut

Sebagai contoh, tentukan 60 bagian dari 525 kv jalur transmisi. Rentang nominal adalah 400
m, sehingga jumlah rangkaian per bagian N=450. Jumlah basah yang berbahaya per tahun
diberikan w=10. Tipe insulator yang diuji pada keparahan polusi yang relevan menunjukkan
50% gradien flashover E50=60kV/m dari panjang suspense. Berdasarkan pada pengalaman,
parameter distribusi diambil n=3 dan c=0.08. Penulisan diawal menghasilkan Eo =45.6 kV/m
dan parameter distribusi Weibull β=0.35. Kriteria performa dari 1F/100km.tahun menghasilkan
nf=0.6 kegagalan/tahun untuk bagian 60km.

Dari (10.94), gradien tegangan operasi ditentukan pada E=47.0 kV/m, yang mana dari
pengoperasian tegangan phasa to ground 303 kV, menghasilkan panjang rangkaian desain

526
suspense 6.46 m. Tutup dan pin insulator di pertanyaan mempunyai spasi 170 mm,sehingga
jumlah unit rangkaian diperlukan menjadi 38.

Referensi:

Adamson,A.W. Physical Chemistry of Surfaces,2nd edn. New York: Wiley-


Interscience,1967,Chapter 7.

Akbar, M., Ahmed, Z, Matsuoka, R.,Sakanishi,K., and N.Okada. Insulation contamination


study in Pakistan (Part 1). In:9th ISH, Graz, Austria, 1995. Paper 3208.

Akbar,M and F.M. Zedan.Performance of HV transmission line insulators in desert conditions.


Part III: Pollution measurements at a coastal site in the eastern region of Saudi Arabia. IEEE
Transactions on Power Delivery 6(1):429-438, January 1991.

Akbar, M.Zedan. F.M. Abdul-Majeed, M.A. and K.T. Al-Soufi. Design of HV lines to combat
insulator pollution problems in the eastern region of Saudi Arabia. IEEE Transactions on Power
Delivery 6(4):1912-1921, October 1991.

Bartnikas, R. Dielectric and insulators. In: R.C. Dorf (ed.), Electrical Engineering Handbook.
Boca Raton, FL:CRC Press,1993,Chapter 52.
Baylesss, C. Transmission and Distribution Electical Engineering, 2nd edn. Oxford, U.K. :
Newness, 1999.

Bόhme, H. And F. Obenus. Pollution flashover tests on insulators in the laboratory and in
systems and the model concept of creepage path flashover, CIGRE, Paper No. 407, France,
1966.

Callister, Jr., W.D. Materials Science and Engineering, 3rd edn. New York : John Wiley &
Sonc Inc., 1994.

Chang, J. W. and R.S. Gorur. Surface recovery of sillicon rubber used for HV outdoor
insulation. IEEE Transations on Dielectrics and Electrical Insulation Society DEIS-1(6): 1039-
1046, December 1994.

Cherney, E.A., Karady, G., Brown, R.L., Nicholls, J.L., Orbeck T., and L. Pargamin.
Application of commposite insulators to transmission lines. IEEE Transactions on Power
Apparatus and Systems PAS-102(5):1226-1234, May 1983.

CIGRE Working Group 33.04. The measurement of site pollution severity and its application
to insulator dimensioning for AC systems. Electra 64: 101-116, 1979.

Clavarie, P. Predetermination of the behaviour of polluted insulators. IEEE Transactions on


Power Apparatus and Systems PAS-90(4): 1902-1908, July/Agustus 1971.

Clavarie, P. And Y. Porcheron. How to choose insulators for polluted areas. IEEE Transactions
on Power Apparatus and Systems PAS-92(3): 1121-1131, May/June 1973.

Dietz, H., Kärner, H., Müller, K.H., Patrunky, H., Schenk, G., Verma, P., and H.J. Voss. Latest
Developments and experience with composite long-rod insulators, CIGRE, Paper No. 15-09,
Paris, France, 1986.

El-Koshairy, M.A.B and F.A.M. Rizk. Performance of EHV transmission line insulators under
desert pollution conditions, CIGRE, Paper No. 33-05, Paris, France, 1970.

Von Engel, A. Ionized Gases. Oxford, U.K.: Clarendon Press, 1955, Chapter 9.

527
Forrest, J.S. The performance of high-voltage insulators in polluted atmospheres. In: IEEE
Conference Paper No. 69 CP7-PWR, presented at the IEEEE Winter Power Meeting. New
York, January 26-31, 1969.

Hall. J.F. and T.P. Mauldin. Wind tunnel studies of the insulation contamination process. IEEE
Transactions on Electrical Insulation EI-16(3): 180-188, June 1981.

Hampton, B.F. Flashover mechanism of polluted insulation. Proceedings of IEEE III(5):


985-990, July 1964.

Hesketh, S. General criterion for prediction of pollution flashover. Proceedings of IEE 114(4)
: 531-532, April 1967.

Hileman. A.R. Insulation Coordination for Power Systems. New York : Marcel Dekker Inc.,
1999.

Higashimori, Y., Nakao, Z., and S. Nishimura. Rapid salt contamination of insulators \surfaces
by typhoons. In: 9th ISH, Graz, Austria, 1995, Paper 3882.

Houlgate, R.G., Lambeth, P.J., and W.J. Roberts. The performance of insulators at extra and
ultra high voltage in a coastal environment, CIGRE, Paper 33-01, Paris, France, 1982.

Houlgate, R.G. and D.A. Swift. Composite rod insulators for AC power lines: Electrical
performance of various designs at a coastal testing station. IEEE Trans. on Power Delivery 5(4):
1944–1955, 1990.

Humphreys, W.J. Physics of the Air. New York: Dover Publications, 1964, pp. 279–280.
IEC Standard 60507. Artifcial pollution tests on high-voltage insulators to be used on AC
systems,2ndedn.,1991.

IEC Standard 61109. Composite insulators for AC overhead lines with a nominal voltage
greater than 1000 V-defnitions, test methods and acceptance criteria, 1992.
IEC Standard 61245. Artifcial pollution tests on high-voltage insulators to be used on DC
systems,1993.

IEC Standard 60305. Insulators for overhead lines with a nominal voltage above 1000 V-
ceramic or glass insulator units for AC systems—Characteristics of insulator units of the cap
and pin type, 4th edn., 1995.

IEC Standard 60071-2. Insulation coordination, Part 2: Application guide, 1996.

IEC Standard 60815. Selection and dimensioning of high-voltage insulators intended for use in
polluted conditions—Part 1: Defnitions, information and general principles. Part 2: ceramic and
glass insulators for AC systems—Part 3: Polymer insulators for AC systems, 2008.

Karady, G. The effect of fog parameters on the testing of artifcially contaminated insulators in
a fog chamber. IEEE Transactions on Power Apparatus and Systems PAS-94(2): 378–
387,March/April1975.

Karady, G.G., Schneider, H.M., and F.A.M. Rizk. Review of CIGRE and IEEE research into
pollution performance of non-ceramic insulators: Field aging effects and laboratory test
techniques, CIGRE, Paper No. 33-103, Paris, France, 1994.

Karady, G.G., Shah, M., and R.L. Brown. Flashover mechanism of silicon rubber insulators
used for outdoor insulation. IEEE Transactions on Power Delivery 10(4): 1965–1971, October
1995.

Kikoin, A. and I. Kikoin. Molecular Physics. Moscow, Russia: MIR Publications, 1978, pp.
173–176.
Kimoto,I., Kito, K., and T. Takatori. Anti-pollution design criteria for line and station
insulators. IEEE Transactions on Power Apparatus and Systems PAS-91: 317-327, January
1972.

Lambeth, P.J The effect of pollution onn high-voltage outdoor insulators. IEE Reviews 118:
1107-1130, September 1971.

Langhaar,H.L. Dimensional Analysis and Theory of Models, New York: John Wiley & Sons
Inc., 1951.

LeRoy,G., Gary,C., Hutzler, B., Lalot, J., and C. Dubanton. Les propriétés diélectriques de l’air
et les très hautes tensions. Paris, France:Eyrolles, 1984, Chapter 16.

Loberg, J.O. and E.C. Salthouse. Dry-band growth on polluted insulation. IEEE Transaction
on Electrical Insulaton EI-6(3): 136-141, September 1971.

Matsuoka,R., Ito, S., Tanaka, K., and K. Kondo. Contamination withstand voltage
characteristics of polymer insulators. In: 10th ISH, Vol. 3, Montréal, québec, Canada, 1997, pp.
81-84.

Monteith, A.C., Harder, E.L., amd J.M. Clayton. Line design based upon direct strokes. In:
Electrical Transmission and Distribution Reference Book. Westinghouse Electric Corporation,
East Pittsburg, PA:Westinghouse Electric Corporation, 1964, pp. 578-609, Chapter 17.

Morcos, I. and F.A.M. Rizk. A surface chemistry approach to the study of solid electrodes in
insulating liquids. IEEE Transaction on Electrical Insulaton EI-12(4): 309-312, August 1977.

Näcke, H. Stabilitäder Fremdschichtenladungen und Theoritie des Fremdsschichtüberschlags,


ETZ-A, No. 16, pp. 577-585, 1966.

Naito, K. and H. Naasaka. Discussion of (Karady, 1975). IEEE Trans. PAS-94(2), 1975.

Nasser, E. Zum Problem des Fremdsschichtüberschlages an Isolatoren. ETZ 83: 356-365, 1962.

Nasser, E. Some physical properties of electrical discharges on contaminated surfaces. IEEE


Transactions on Power Apparatus and Systems PAS-87(4): 957-953, 1968.

Nasser, E. Contamination flashover of outdoor insulation. ETZ-A 93(6):321-325, 1972.

Neumärker, G. Verschmutzungszustand und Kriechweg, Monatsber. Deutche Akad. Wiss,


Berlin 1: 352-359, 1959.

528
Obenaus, F., Böhme, H., Fiebig, R., Hoppadietz, F., and D. Rösler. Elektrische Isolatoren und
Isolerungen. In Taschenbuch Elektrotechnik, Vol. 2. Starkstromtechnik. Berlin, Germany: VEB
Verlag technik, 1965.

Papaliou, K. O. and F. Schmuck. Silicon Composite Insulators, Materials, Design,


Applications. Berlin, Germany: Springer-Verlag, 2013.

Paris, L. and R. Cortina. Switching and lightning impulse discharge characteristics of large air
gaps and long insulator strings. IEEE Transactions on Power Apparatus and Systems PAS-
87(4): 947-957, April 1968.

Phillips, A.J., Childs, D.J., and H.M. Schneider. Water drop corona effects on full scale 500 kV
non-ceramic insulators. IEEE Transactions on Power Delivery 14(1) : 258-265, January 1999.

Pigini, a. and A. Tomba Setup of a method to evaluate the surface hydrophobicity of insulators.
In: 8th International Symposium on High-Voltage Engineering, Yokohama, Japan, 19993,
Paper No. 41-03.

Raghuveer, M.R. and E. Kuffel. Experimental and analytical studies factors which affect
flashover voltage of polluted insulation surfaces. IEEE Transaction on power Apparatus and
Systems PAS-74: 312-320, January/February 1974.

Rizk, F.A.M. Flashover characteristic of insulators and spark-gaps with a power frequency half-
cycle pulse, Thesis, Royal Institute of Technology, Stockholm, Sweden, 1960.

Rizk, F.A.M. Analysis of dielectric recovery with reference to dry-zone are on polluted
insulators. In: IEEE Conference Paper No. 71 CP 134-PWR, presented at the IEEE Winter
Power Meeting, New York, January 31-February 5, 1971.

Rizk, F.A.M. Electrical resistance of an insulating surface under artificial rain. Proceedings of
IEE 121(2): 154-160, February 1974.

Rizk, F.A.M. Mechanism of insulator flashover under artificial rain. Proceedings of IEE 122(4):
449-454, April 1975

Rizk, F.A.M. Mathematical models for pollution flashover. Electra 78:71-103, October 1981.

Rizk, F.A.M. A systematic approach to high-voltage insulator selection for polluted


environment. In: Second Regional Conference of CIGRE Committees in Arab Countries,
Amman, Jordan, Keynote Session #2, 1997.
Rizk, F.A.M and M. Bourdages. Influence of AC source parameters on flashover characteristic
of polluted insulators. IEEE Transaction on Power Apparatus and Systems PAS-104(4): 948-
958, July 1985.
Rizk, F.A.M., El-Arabaty, A., and A. El-Sarky. Laboratory and field experience with EHV
transmission line experience in the desert. IEEE Transactions on Power Apparatus and systems
PAS-94(5): 1170-1176, September/October 1975.

Rizk, F.A.M., El-Sharky, A.A., Assaad, A.A., and M.M. Awad. Comparative tests on
contaminated insulators with reference to desert conditions. CIGRE, Paper No. 33-03, Paris,
France, 1972.

Rizk, F.A.M., and N. Hylten-Cavallius. Wetting of high-voltage insulators by artificial rain. In:
IEEE Conference Paper C74 074-1, Winter Power Meeting, New York, 1974.

Rizk, F.A.M., and D.H. Nguyen. AC source-insulator interaction in HV pollution test. IEEE
Transactions on Power Apparatus and Systems PAS-103(4): 723-732, April 1984.

Rizk, F.A.M., and D.H. Nguyen. Digital simulation of source-insulator interaction in HVDC
pollution test. IEEE Transaction on Power Delivery PWRD-3(1):405-410, January 1988.

Rizk, F.A.M., and A.Q. Rezazada. Modeling of altitude effects on AC flashover of polluted
high-voltage insulators. IEEE Transactions on Power Delivery PWRD-12(2): 810-822, April
1997.

Rizk, M.S., Nosseir, A., Arafa, B.A., Elgendy, O., and M. Awad. Effect of desert environment
on the electrical performance of silicon rubber insulators. In: 10th ISH, Monreal, Quebec,
Canada, 1997, Vol. 3, pp. 133-136.

Rosen, S.L. Fundamental Principles of Polymeric Materials for Practicing engineers. New
York: Barnes & Noble Inc., 1971.

Rouse, H. Fluid Mechanics for Hydraulic Engineers, Dover Publications, New York, pp. 210-
213, 1961.

Schneider, H.M. Insulation for HVDC Transmission Lines. EPRI HVDC Reference Book,
Chapter 5,EPRI, Palo Alto, September 1993.

STRI. Hydrophobicity classification guide, Swedish Transmission Research Institude, 1992.

Taniguchi, Y., Arai, N., and Y. Imano. Natural contamination test of insulators at Noto testing
station near Japan Sea. IEEE Transactions on Power Apparatus and Systems PAS-98(1): 239-
245, January/Ferbruary 1979.

529
de Tourrelir, C., Roberge, C., and P. Bourdon. Long-term mechanical properties of high-voltage
composite insulators. IEEE Transactions on Power Apparatus and Systems PAS-104(10):
2918-2921, 1985.

Vaillacourt, G.H. and F.A.M. Rizk. Apparatus for detecting defective insulators in an insulating
column supporting an electrical conductor in a power circuit line. US Patent 4760343, July 26,
1988.

Verma, M.P. Hochster Ableit-Strommimpuls als Kenngrosse fur das Isolierverhalten


Verschmutzer Isolatoren. ETZ-A, 94: 302-303, 1973.

Vlastos, A.E. and E. Sherif. Experience from insulators with RTV silicon rubber sheds and shed
coatings. IEEE Transaction on Power Delivery 5(4):2030-2038, October 1990.

Vosloo, W.L., Macey. R.E., and C. de Tourreil. The practical Guide to Outdoor High-Voltage
Insulators. Johannesburg, South Africa: ESKOM, 2004.

Wilkins, R. Flashover voltage of high-voltage insulators with uniform surface pollution films.
Proceedings of IEEE 116(3): 457-465, March 1969.

Wilkins, R. and A.A.J. Al-Baghdadi. Arc propagation along an electrolytic surface. Proceeding
of IEE 118(12): 1886-1892, Desember 1971.

Witt, H. Insulation Levels and Corona Phenomena on HVDC Transmission Lines. Gothenburg,
Sweden: Chalmers University Book, Gumperts,1961, p.45.

Wittenzellner, Th. Klimatische Einflusse auf das Isoliervermogen von Freiluftisolatoren.


Elektrizitatswirtschaft 61(8): 212-217, 1962.

Woodson,H.H. and A.J. McElroy. Insulators with contaminated surfaces. Part II: Modeling of
discharge mechanism, IEEE Transactions on Power Apparatus and Systems PAS-89(8): 1858-
1867, November/December 1970.

Young, J.F. Materials and Processes, 2nd edn. New York: John Wiley & Sons Inc., 1954.

Anda mungkin juga menyukai