Anda di halaman 1dari 13

PENGEMBANGAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PADA

PERIODE SEBELUM MERDEKA (1900-1945)


Dosen Pembimbing: Dr. Abdusima Nasution,
MA
Diajukan untuk memenuhi tugas Pengembangan Kurikulum
Mata Kuliah : Pemikiran Pendidikan Islam

DISUSUN OLEH :

Kelompok 4

Reza Hadi Mulia Simatupang


Hazrah Mutiara Simamora
Suaidah Tanjung

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH HAMZAH AL-FANSYURI

SIBOLGA-BARUS (STIT HASIBAH)

T.A 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pendidikan
Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah ”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu
tugas yang diberikan dalam mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam.
Dalam makalah ini akan diantarkan kepada suatu pemahaman mengenai
pengetahuan hakikat pembelajaran IPA untuk jenjang anak SD dan dewasa.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Barus, Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan Masalah 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Awal Berdirinya Bani Abbasiyah 3

B. Pendidikan Islam Pada Masa Abbasiyah 4

C. Kondisi Bani Abbasiyah Dalam Bidang Politik 11

D. Kemajuan-Kemajuan Pada Masa Bani Abbasiyah 15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 20

B. Saran 20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang masalah

Sejarah membuktikan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7

M. atau pada abad ke-I H Hijriyah.[[1] Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, PT.

Raja Grafido Persada,1999. Hlm. 17][1] Dengan demikian maka berarti orang Islam

yang masuk ke Indonesia pada saat itu adalah orang-orang yang dalam pengamalan

agamanya beraliran Al-Salaf al-shaleh (orang-rang terdahulu yang shaleh = golongan

angkatan pertama). Pada abad ke-I H. ini belum dikenal adanya madzhab Syafi’ie,

Maliki, Hanafi dan Hambali.

Walaupun Islam masuk ke Indonesia abad ke-7 M. tetapi penyebarannya baru

meluas pada abad ke-13 M. Ada beberapa faktor lain yang menyebabkan agama

Islam dapat tersebar dengan cepat di seluruh Indonesia pada masa permulaan, yaitu :

1. Agama Islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya,

bahkan mudah dianut oleh segala golongan umat manusia. Untuk masuk Islam

cukup hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat saja.

2. Dalam agama Islam hanya sedikit tugas dan kewajiban

3. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara berangsur angsur sedikit demi sedikit.

4. Penyebaran Islam dilakukan dengan cara kebijaksanaan dan cara yang sebaik-

baiknya.

5. Penyiaran agama Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami

umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah sampai golongan atas, yang

hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang maksudnya :

berbicaralah kamu dengan manusia menurut kadar akal mereka.[[3] Prof. H.


Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakarya Agung,

Jakarta, 1985, hlm. 14][3]

Beberapa faktor di atas, menyebabkan proses Islamisasi di Indonesia berlangsung

dengan mudah, sehingga pada pada akhirnya menjadi agama utama dan mayoritas

di Indonesia.

Proses pembentukan dan pengembangan masyarakat Islam yang pertama melalui

bermacam-macam kontak, misalnya kontak jual beli, kontak perkawinan dan kontak

dakwah langsung, baik secara individual maupun kolektif.[[4] Drs. Hasbullah, Sejarah

Pendidikan Islam, PT. Raja Grafido Persada,1999. Hlm. 20

Dari hal itulah terjadi semacam proses pendidikan dan pengajaran Islam

meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Materi pelajarannya yang pertama

sekali adalah kalimat syahadat. Sebab barang siapa yang sudah bersyahadat berarti

orang tersebut sudah menjadi Islam. Kemudian setelah itu, barulah diperkenalkan

bagaimana cara melaksanakan shalat lima waktu, cara membaca Al-Qur’an dan

semacamnya.

Dengan demikian kita ketahui bahwa ternyata dalam Islam itu praktis sekali

dan dari sana pula pendidikan beranjak yaitu dari hal-hal yang paling mudah.

B.Rumusan Masalah

1.Apa pengertian Pendidikan Islam?

2.Bagaimana Perkembangan Pendidikan Islam Sebelum Kemerdekaan?

3.Bagaimana Perkembangan Pendidikan Islam Sesudah Kemerdekaan?

C.Tujuan

1.Mengetahui pengertian Pendidikan Islam


2.Mengetahui Perkembangan Pendidikan Islam Sebelum Kemerdekaan

3.Mengetahui Perkembangan Pendidikan Islam Sesudah Kemerdekaan

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan atau dalam bahasa Arab tarbiyah yang berarti mendidik. Sasaran

pendidikan tidak hanya terfokus kepada perkembangan jasmani peserta didik, namun

rohani juga menjadi perhatian dalam kegiatan pendidikan. Para ahli pendidikan

banyak memberikan definisi tentang makna pendidikan yang semunya mengarah

kepada perbaikan diri peserta didik. Marimba mendefinisikan pendidikan dengan

bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan

jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama.

Sementara itu, Zuhairini, mengelompokkan definisi pendidikan menjadi dua

kelompok, yaitu pendidikan dalam arti luas dan pendidikan dalam arti sempit.

Pendidikan dalam arti luas adalah seluruh proses hidup dan kehidupan manusia,

segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan pengaruh

pendidikan baginya.

Sedangkan pendidikan dalam arti sempit adalah suatu kegiatan memberikan

dasar-dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh yang pada

prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan

kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol. Ahmad Tafsir mengatakan

bahwa pendidikan adalah kegiatan pendidikan yang melibatkan guru maupun yang

tidak melibatkan guru (pendidik), mencakup pendidikan formal, maupun nonformal


serta informal.

Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah proses pewarisan

dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedomankan ajaran

Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan terjabar dalam sunnah Rasul.

Pendidikan Islam banyak memiliki tujuan yang ingin dicapai, dan yang paling tinggi

adalah penanaman nilai-nilai akhlaqul karimah kepada seseorang. Al-Syaibani

mengatakan bahwa mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlakul

karimah.

B.Perkembangan Pendidikan Islam Sebelum Kemerdekaan

Pemikiran pendidikan Islam pada periode sebelum Indonesia mendapatkan

kemerdekaannya ditandai dengan dua model pendidikan, yaitu : Pendidikan yang

diberikan oleh sekolah-sekolah Barat sekuler dan tidak mengenal ajaran-ajaran

agama. Pendidikan yang diberikan oleh pondok pesantren yang hanya mengenalkan

agama. Hasil penelitian Steenbrink menunjukkan bahwa pendidikan kolonial tersebut

sangat berbeda dengan pendidikan Islam Indonesia yang tradisional, bukan saja dari

segi metode, tetapi lebih khusus dari segi isi dan tujuannya. Pendidikan yang dikelola

oleh pemerintahan kolonial hanya berpusat pada keterampilan duniawi, yaitu

pendidikan umum. Adapun lembaga pendidikan Islam lebih menekankan pada

pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi penghayatan agama.

Mengenai corak pendidikan pada periode ini, Wirjosukarto dalam bukunya

Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam menjelaskan bahwa ada dua corak

pendidikan, yaitu corak lama yang berpusat di pondok pesantren, dan corak baru dari

perguruan (sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda).

Selanjutnya, Wirjosukarto merinci ciri-ciri dari setiap corak tersebut, yaitu


corak lama adalah : Menyiapkan calon kiai atau ulama’ agama semata. Kurang diberi

pengetahuan umum, atau sama sekali tidak diberikan. Sikap isolasi karena adanya

sikap nonkoperasi secara total dari pesantren terhadap segala sesuatu yang berbau

Barat.

Sedangkan ciri-ciri corak baru sebagaimana yang dijelaskan oleh Wirjosukarto

adalah: Hanya menonjolkan intelek dan sekaligus hendak melahirkan golongan intelek.

pada umumnya bersikap negatif terhadap agama Islam. Alam pikirannya terasing dari

kehidupan bangsanya. (Wirjosukarto dalam Susanto, 2009: 12). Abuddin Nata (2004:

194) menyebutkan bahwa sebelum tahun 1900 pendidikan Islam di Indonesia masih

bersifat halaqoh (nonklasikal), dan lembaga pendidikan pun tidak besar.

Dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa pada periode sebelum Indonesia

merdeka, terdapat berbagai corak pengembangan pendidikan Islam, yaitu isolatif-

tradisional, dan sintesis. Isolatif-tradisional dalam arti tidak mau menerima apa saja

yang berbau Barat (kolonial) dan terhambatnya pengaruh pemikiran-pemikiran

modern dalam Islam untuk masuk ke dalamnya, sebagaimana tampak jelas pada

pendidikan pondok pesantren tradisional yang hanya menonjolkan ilmu-ilmu agama

Islam dan pengetahuan umum sama sekali tidak diberikan.

Hakikat pendidikan Islam adalah upaya melestarikan dan mempertahankan

khazanah pemikiran ulama terdahulu sebagaimana tertuang dalam kitab-kitab

mereka. Tujuan utama pendidikannya adalah menyiapkan calon-calon kiai atau ulama

menguasai masalah agama semata. Sedangkan sintesis yakni mempertemukan

antara corak lama (pondok pesantren) dan corak baru (model pendidikan kolonial

atau Barat) yang berwujud sekolah atau madrasah.

Dalam realitanya, corak pemikiran sintesis ini mengandung beberapa variasi pola

pendidikan Islam, yaitu :


1. Pola pendidikan madrasah mengikuti format pendidikan Barat terutama dalam

sistem pengajarannya secara klasikal, tetapi isi pendidikan tetap lebih

menonjolkan ilmu-ilmu agama Islam.

2. Pola pendidikan madrasah yang mengutamakan mata pelajaran agama, tetapi

mata pelajaran umum secara terbatas juga diberikan. Pola pendidikan

madrasah yang menggabungkan secara lebih seimbang antara muatan

keagamaan dan non keagamaan.

3. Pola pendidikan sekolah yang mengikuti pola gubernemen dengan ditambah

beberapa mata pelajaran agama.

C.Perkembangan Pendidikan Islam Setelah Kemerdekaan

Pendidikan Islam pada awal kemerdekaan. Djaelani mengatakan bahwa

setelah Indonesia merdeka, penyelesaian pendidikan agama mendapat perhatian

serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu

dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang

dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember

1945, yang menyebutkan bahwa : Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya

adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang tidak

berurat akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat

perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.

Kenyataan yang demikian timbul karena kesadaran umat Islam yang dalam,

setelah sekian lama mereka terpuruk dibawah kekuasaan penjajah. Sebab pada

zaman penjajahan Belanda, pintu masuk pendidikan modern bagi umat Islam terbuka

secara sangat sempit. Dalam hal ini minimal ada dua hal yang menjadi penyebabnya,

yaitu : Sikap dan kebijaksanaan pemerintah kolonial yang amat diskriminatif terhadap
kaum muslimin. Politik non kooperatif para ulama terhadap Belanda yang

menfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan

modernnya, adalah salah satu bentuk penyelewengan agama.

Itulah di antara beberapa faktor yang menyebabkan kaum muslimin Indonesia

amat kececer dalam sisi intetelektualitas dibandingkan dengan golongan lain.

Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, maka sejarah kebijakan pendidikan di

Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan Islam. Oleh karena itulah perjalanan

sejarah pendidikan Islam sejak Indonesia merdeka sampai tahun 1965 yang lebih

dikenal dengan masa orde lama akan berbeda dengan tahun 1965 sampai 1989

yang dikenal dengan orde baru, begitu pula setelah tahun itu sampai sekarang yang

dikenal dengan Orde Reformasi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebijakan Pendidikan Islam Di Masa Kolonialisme Belanda mempunyai

dua ciri khas, yaitu dikotomis dan diskriminatif. dikotomis yaitu suatu

keadaan/sikap saling bertentangan. Kedua, adalah diskriminatif di

mana setiap guru agama Islam harus meminta izin terlebih dahulu

sebelum melaksanakan tugas.

2. Kebijakan pendidikan Islam di masa Pendudukan Jepang antara lain:

a) Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken menjadi Sumubi yang

dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari, b) Pondok


pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah

Jepang, c) Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang

mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di

bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin, d) Mengizinkan berdirinya Sekolah

Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar

Muzakkir dan Bung Hatta, e) Diizinkannya ulama dan pemimpin

nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang

belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan, f)

Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi,

sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro

Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar

Islam, Muhammadiyah dan NU.

3. Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Kemerdekaan yaitu:

 Surau

 Meunasah

 Madrasah

 Pesantren

B. Saran

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi

isi maupun penulisan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran

dan kritikan dan rekan dan pembaca sekalian. Atas saran dan kritikannya
penulis ucapkan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa


Depannya, Ed.I, Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2002.

Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 2003.

Asrohah Hanun, Sejarah Pendidikan Islam Cet : 1; Jakarta: Logos Wacana


Ilmu, 1992.

Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1991.

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Hida


Agung,1985.

Khaeruddin, Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia, CV. Berkah


Utami, 2004.
Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT Grafindo Persada,
2001.

Riant Nugroho, Public Policy, Jakarta: PT Elexmedia, 2008.

Suwendi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta : PT Grafindo


Persada, 2004.

Zuhairini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000.

http://lena- unindrabioza. blogspot.com/2008/03/ pendidikan-zaman-


penjajahan. html

Anda mungkin juga menyukai