Anda di halaman 1dari 250

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran
Sesuai Undang-undang Guru dan Dosen Republik Indonesia
Nomor Tahun 2005 bagian kelima Pembinaan dan
Pengembangan pasal 72 ayat 1 menyebutkan bahwa beban
kerja Dosen mencakup kegiatan pokok; merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan
evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan
penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan
pengabdian masyarakat1.
Dalam kegiatan pokok beban kerja dosen di atas, beban
seorang dosen di antara mengadakan kegiatan penelitian dan
membuat karya ilmiah. Atas dasar itu, penulis mencoba
mengumpulkan tulisan-tulisan yang terserak menjadi satu yang
kemudian dihimpun dalam buku ini. Dalam rangka
meningkatkan kualitas mutu perkuliahan, penulis menyadari
perlu adanya handbook bagi mahasiswa yang mengambil
matakuliah sejarah pendidikan Islam untuk membantu mereka
dalam membuat tugas-tugas makalah.
Dalam pada itu buku ini akan terus dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan, sehingga mahasiswa semakin berkualitas,
berwawasan baik secara teoritik maupun praktik serta mampu
menjadi leader of change dalam memajukan pendidikan
Indonesia secara khusus dan dunia Islam secara umum.
Saat ini, kita telah menyaksikan perkembangan zaman yang
luar biasa. Perkembangan dan perubahan terus menggelinding
dan merambah ke segala aspek kehidupan manusia, termasuk

1 Afnil Guza, SS. UU RI Guru dan Dosen Nomor Tahun 2005, (Jakarta
: AM Asa Mandiri, 2009), Cet. II, h. 30

kepada dunia pendidikan baik di dunia Timur (Islam) maupun


Barat (Kristen).
Sebagai sebuah tamaddun (peradaban), Islam pada
masanya pernah mengalami masa pertumbuhan dan
perkembangan, masa kemajuan dan kemunduran serta masa
pembinaan kembali dengan format serta kemasan baru sistem
pendidikan Islam.
Kita tentunya sama-sama sepakat bahwa tammaddun Islam
saat ini masuk pada periode pembinaan kembali dengan
mencoba mencari dan menyetel konsep peradaban Islam
seharusnya. Kembali sejenak ke masa lampau, bahwa
perkembagan dan peradaban Islam dikembangkan dalam spirit
wahyu yang berkultur Arab, sebab penggerak utama adalah
bangsa Arab, kemudian masuk unsur-unsur ajam seperti Persia,
Turki dan Eropa (daerah Asia tengah seperti Balkan).
Selain itu, wilayah Islam yang luas dikendalikan dalam satu
administrasi kekhalifahan Islamiyah, sehingga setiap ide
pembaharuan dapat dijewantahkan secara menyeluruh dan
merata. Sesuai dengan sunnatullah yang terus beredar, umat
Islam memasuki era yang disebut the dark age
(kemunduran/kegelapan) melanda hampir di segala aspek
kehidupan, termasuk dunia pendidikan Islam.
Adapun konteks pendidikan Islam hari ini, adalah kelanjutan
kondisi zaman Islam yang sedang mundur dan sedang dibina
kembali kemudian berupaya mencocokkan dengan kondisi
terbaru sesuai perkembangan zaman yang dibidani dunia Barat
(Kristen). Lebih lanjut perlu redesigned (format ulang) pedidikan
Islam tanpa meninggalkan Islam sebagai dasar ideologis dan
praksisnya. Namun, sampai saat ini, nampaknya proses

pencarian identitas pendidikan Islam belum final, karena banyak


faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Abudin Nata2 dalam bukunya Selekta Kapita
Pendidikan Islam menyebutkan setidaknya ada lima faktor
yang mempengaruhi corak dan dinamika pendidikan Islam.
Kelima faktor tersebut adalah; Pertama, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, Kedua, perkembangan masyarakat,
Ketiga, perkembangan politik, Keempat, perkembangan
ekonomi, Kelima, perkembangan agama dan budaya
masyarakat di mana pendidikan tersebut dilaksanakan.
Berdasar faktor di atas, maka dinamika pendidikan Islam
akan terus berlangsung dari zaman ke zaman. Di masa
mendatang pendidikan Islam diharapkan lebih mampu
mengakomodasi kebutuhan dan tuntutan zaman, tentu saja
tidak terlepas dari usaha-usaha umat Islam hari ini. Sesuai
dengan adagium yang cukup populer di kalangan ahli sejarah,
bahwa sebuah bangsa yang besar adalah mereka yang tidak
melupakan sejarah masa lalu atau yang menghormati jasa
pahlawannya. Ibarat seorang yang sedang di atas kendaraan,
yang mengemudikan kendaraan butuh kaca spion untuk melihat
kondisi di belakangnya, dengan mengetahui itu, dia lebih leluasa
mengendalikan kendaraan mencapai tujuannya.
Maka, sejarah pendidikan Islam mencoba untuk menggali
khazanah pendidikan Islam masa lalu, dengan menguraikan
berbagai dimensi yang mempengaruhi perkembangan,
kemajuan dan kemunduran pendidikan Islam, baik konteks nilainilai, lembaga, tokoh dan sebagainya.
Dari itu, matakuliah Sejarah Pendidikan Islam menjadi sangat
perlu diajarkan kepada mahasiswa Tarbiyah yang notabenenya
2 Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa
Bandung, 2003), h.1-3

sebagai calon praktisi pendidikan di masyarakat. Mereka adalah


aktor nyata penjewantahan semua aspek (ideologis dan praktis)
Pendidikan Islam, sehingga perlu diiformasikan apa yang ada di
masa lalu dan mengambil aspek-aspek yang baik, serta
mengintegrasikannya dengan konteks yang ada di masa ini.
Akhirnya, Pendidikan Islam tetap selalu selaras dengan tempat
dan zamannya.
B. Ruang Lingkup
Dilihat dari segi corak dan pendekatannya, menurut Abudin
Nata3 bahwa ilmu pendidikan Islam dibagi ke dalam empat
bagian sebagai berikut. Pertama, ilmu pendidikan Islam yang
bersifat normative ferenialis, Kedua, ilmu pendidikan Islam yang
bersifat filosofis, Ketiga, ilmu pendidikan Islam yang bersifat
historis empiris, Keempat, ilmu pendidikan Islam yang bersifat
aplikatif. Jadi, penulisan buku ini adalah satu dari empat corak
dan pendekatan ilmu pendidikan Islam.
Adalah sesuai judul buku ini Sejarah Pendidikan Islam
memuat tulisan dari aspek historis pendidikan Islam mulai
zaman pra kenabian sampai penyebaran dan perkembangannya
di Indonesia. Buku yang ada di tangan anda ini ditulis
berdasarkan silabus matakuliah sejarah pendidikan Islam di
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sumatera
Barat. Setidaknya ada sembilan sub bahasan yang ada dalam
buku ini, yang merupakan lebih separoh dari empat belas
bahasan yang ada pada silabus.
Ada satu bahasan yang sengaja penulis masukkan dalam
buku ini yaitu mengenai pemikiran pendidikan Islam sebelum
kenabian Muhammad saw. Di mana tulisan ini sebenarnya
makalah yang pernah penulis kirimkan untuk seminar
3 Ibid, h. 4-6

internasional di STAIN Jember 2013 lalu. Mengingat tulisan


tersebut ada kaitannya dengan pembahasan buku ini. Selain
itu, penulis berharap dapat memberikan suplemen
pengetahuan kepada mahasiswa seputar sejarah pendidikan
Islam mulai pra kenabian sampai penyebaran dan
perkembangannya di Indonesia.
C. Pendekatan dan Sumber Penulisan
Sesuai dengan uraian di muka, tulisan dalam buku ini
menggunakan pendekatan historis empiris yaitu pendekatan
yang melihat setiap permasalahan yang dibahas berada dalam
setting sosial yang benar-benar terjadi.
Dengan pendekatan yang demikian maka sumber-sumber
yang digunakan adalah buku-buku, jurnal ilmiah, laporan yang
relevan dan sebagainya. Bahan-bahan itu kemudian ditelaah,
dikategorisasikan, dihubungkan antara satu dengan yang lainya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Nata, Abudin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung:
Angkasa Bandung, 2003

Guza, Afnil, SS, UU RI Guru dan Dosen Nomor Tahun 2005,


Jakarta : AM Asa Mandiri, 2009, Cet. II

BAB II
SEJARAH PENDIDIKAN DALAM ISLAM
Abstrak

The long life education from the swing until to the grave. This
information is corroborated of the judgment about
Muhammads education passed since his borns until deaths.
The Islamic education that recognized when his declaration
of mission as a messenger of Allah swt. Whereas the Islamic
education since his borns for both his declarations of
missions until deaths.
Therein knowneable that Muhammads education for his long
life. However the educational passed by Muhammad saw
before come the first divine revelation is education based felt
domain. which the felt is combination of reason on men,
because concenstrated of Islamic educational refer to
educational of reasons. Just only for men is possessed of
reasons can be as a good faith.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dari buayan hingga
liang lahat, keterangan ini menguatkan asumsi bahwa
pendidikan Nabi Muhammad saw berlangsung mulai ketika
beliau lahir hingga wafat. Pendidikan Islam yang biasa
dikenal hanya ketika Nabi Muhammad saw mendeklarasikan
dirinya utusan Allah swt. Padahal pendidikan Islam sudah
mulai semenjak Nabi Muhammad saw dilahirkan sampai
ketika beliau mendeklarasikan dirinya rasul hingga wafatnya.
Dari ini dapat difahami bahwa pendidikan Islam berlangsung
sepanjang hayatnya. Hanya saja, pendidikan yang dilewati
oleh Nabi Muhammad saw sebelum turun wahyu pertama
bertitik tolak dalam ranah pendidikan rasa. Yang mana
rasa ini adalah jalinan aqal pada manusia, karena
konsentrasi pendidikan Islam mengacu sepenuhnya pada
pendidikan aqal. Sebab hanya orang yang beraqallah yang
mampu beragama Islam dengan baik.
A. Pendahuluan
Tidak banyak para ahli pendidikan Islam mengungkapkan
atau membahas pendidikan Islam sebelum masa kenabian kepublik. Barangkali pemahaman itu telah sama-sama dimengerti,
bahwa pendidikan Islam hanya ada ketika Islam telah menjadi
nubuah Muhammad saw, sehingga konotasinya, hanya setelah
diangkat jadi Nabi saja Muhammad saw dikatakan telah menjadi
Islam atau muslim. Maka, pendidikan Islam serta merta pula
mengawali periodenya, karena sang pemula adalah seorang

yang beragama Islam. Berangkat dari pemahaman seperti


demikian, boleh dikatakan, dengan sendirinya, disetiap aktifitas
Muhammad saw merupakan proses pendidikan Islam itu sendiri.
Dimulai dari dakwah Muhammad saw secara sembunyisembunyi hingga perintah dakwah terang-terangan kepada
masyarakat Arab secara khusus dan untuk manusia secara
umum.
Dengan demikian, maka pemahaman tersebut akan sedikit
terusik bila disodorkan sebuah pertanyaan, apakah sebelum
Muhammad saw diangkat secara resmi oleh Allah swt menjadi
utusanNya, tidak beragama Islam atau seorang Muslim? Jika
diikuti pengertian muslim sebagai orang yang berserah diri
kepada Allah swt, sebagaimana para nabi dan rasul terdahulu
juga menyebut dirinya seorang muslim. Maka Muhammad saw
secara terang-terangan memang belum pernah menyebutkan
dirinya seorang muslim, kecuali setelah diangkat jadi
utusanNya.
Dan bila seseorang tidak menegaskan dirinya seorang
muslim tentu saja bisa dilihat dari semua aktifitasnya seharihari. Untuk menyamakan pemahaman, bahwa penegasan
dengan lisan dan bahasa tubuh, atau tepatnya dengan tingkah
laku dan kesaksian orang lain, adalah cara-cara yang sering
digunakan manusia untuk menunjukkan ia dari golongan
tertentu. Maka, untuk memberikan petunjuk mengenai
Muhammad saw seorang yang berserah diri kepada Allah swt
sebelum diangkat menjadi rasul dapat disimak ungkapan
Ibrahim Amini, bahwa ketika Abu Thalib bercerita, di suatu
malam aku mendengar kata-kata yang luar biasa dari
Muhammad saw. Bila kami makan dan minum, kami tidak
menyebut Allah swt. Kemudian aku mendengar dari Muhammad

ketika hendak makan mengucapkan Bismillahi al ahad (dengan


nama Allah yang Esa) dan mengucapkan Al-hamdu lillahi
katsiran (segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya)4.
Peristiwa ini terjadi ketika Muhammad saw masih kecil, ketika
dalam asuhan pamannya Abu Thalib. Kemudian kesaksian lain
dari pamannya Abu Thalib mengatakan bahwa ketika memulai
makan ia (Muhammad) membaca : Bismillah dan setelah selesai
makan ia mengucapkan : Al-hamdulillah. Masih banyak
keterangan lain yang menunjukkan bahwa Muhammad saw
telah muslim, sebelum diutus sebagaimana yang diungkapkan
Abul Fida (dalam Ibrahim Amini) bahwa sudah menjadi
kebiasaan Rasulullah saw dalam setahun pergi ke gua Hira
sebulan lamanya dan di sana beliau melakukan ibadah.
Di saat itu beliau memberi makan kepada setiap fakir yang
datang. Sebelum pulang ke rumah, beliau thawaf mengelilingi
Kabah.5 Muhammad saw juga pernah melakukan haji, wukuf di
Arafah, Masyar dan Mina, Kurban, Melontar Jumrah dan Syai.6
Semua aktifitas di atas menerangkan bahwa Muhammad saw
sebelum diutus adalah pengikut nabi Ibrahim as, karena aktifitas
tersebut adalah syariat Ibrahim as.
Kemudian timbul pertanyaan; bukankah orang-orang Quraisy
juga melakukan ritual haji seperti itu? Jawabannya adalah
benar, bahwa orang Quraisy juga melakukan hal yang sama,
namun Muhammad saw tidak beribadah seperti kaum Quraisy
lainnya yang sekaligus memuja berhala-berhala. Bisa
ditambahkan, di antara orang Quraisy sendiri7 tidak semuanya
senang dengan ibadah penyembahan berhala dibalut dengan
4 Ibrahim Amini, Mengapa Nabi Diutus, (Jakarta: Alhuda, 2006), h.
150
5 Ibid, h.153
6 Ibid, h.156

10

ritual haji itu. Menurut mereka hakikat agama Ibrahim telah


hilang dan berganti kesesatan8.
Terkadang para tokoh Quraisy yang tidak senang dengan
penyembahan berhala berbalut haji tersebut, berusaha menemukan (mengembalikan) hukum ritual-ritual ibadah agama
Hanifiyah ini, dan membersihkannya dari hal-hal takhayul
(khufarat) sekalipun hanya untuk mereka saja. Jadi, sama halnya
dengan Muhammad saw yang melakukan aktifitas ibadah yang
sama, namun menyingkirkan ritual penghambaan kepada
berhala-berhala di sekeliling Kabah atau di semua tempat ritual
haji walaupun hanya untuk dirinya sendiri. Penegasan dari Allah
swt bahwa Muhammad saw adalah sebagai orang hanif, dalam
Al-Quran Allah swt menjelaskan, yang artinya. Demi bintang
ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidaklah sesat dan
tidak pula keliru (QS.An-Najmi: 1-2). Berarti Muhammad saw
dari awal telah dipelihara oleh Allah swt atau maksum dari
perbuatan dosa. Penjelasan itu menunjukkan bahwa Muhammad
saw dari awal sebelum menjadi rasul adalah seorang muslim.
Oleh karena belum menjadi seorang utusan, tentunya tidak
mempunyai syariat sendiri, kecuali bersandar kepada syariat
utusan Tuhan sebelumnya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan, bahwa semua aktifitas Muhammad saw berarti bisa
dikelompokkan kepada aktifitas Islam karena ia seorang muslim.
Berarti proses pendidikan Islam telah ada sebelum diangkat
menjadi utusan Allah. Namun dalam tulisan ini penulis batasi
proses pendidikan itu hanya untuk diri Muhammad saw sendiri,
dengan lingkungan masyarakatnya sebagai kelas belajar dan
Allah swt sebagai gurunya yang sekaligus merancang kurikulum
7 Kaum Quraisy yang dimaksud ialah Waraqah bin Naufal, Abdullah
bin Jashy, Usman bin Huwairits dan Zaid bin Umar.
8 Ibrahim Amini, Op.Cit,h. 156

11

(materi-materi/pengalaman-pengalaman) belajarnya. Adapun


materi-materi yang dilalui Muhammad saw adalah pengalaman
hidup menjadi yatim piatu, menggembala kambing, berdagang,
berperang, hidup dengan kaum kerabatnya dan
berkomtemplasi/ber-khalwat (merenung, menyendiri untuk
minta petunjuk). Adapun pendekatan (metode) belajar adalah
partisipatoris dan role playing.
Sebelum diteruskan pembahasan ini, ada persolan yang
harus dijawab terlebih dahulu, tentang apakah layak
memposisikan setiap pengalaman-pengalaman yang dilalui
Muhammad saw itu sebagai bentuk kegiatan pembelajaran
sekaligus disebut sebagai kurikulum (materi ajar)?
Untuk menjawab persoalan ini, maka perlu digunakan
pendekatan teori-teori pendidikan modern tentang apa itu
belajar dan kurikulum.
Pertama, tentang apa itu belajar. Menurut Gagne belajar
merupakan kegiatan yang kompleks. Atau belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman9. Hasil belajar
itu berupa kapabalitas. Setelah belajar orang memiliki
keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai10.
Sedangkan menurut Piaget pengetahuan adalah sebagai
bentuk belajarnya seseorang dengan melakukan interaksi terusmenerus dengan lingkungan, kemudian lingkungan tersebut
mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan
lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang11.
9 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2011), h. 2
10 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2009), h. 10-11
11 Ibid, h.11

12

Jadi, dapat dipahami belajar menurut Gagne yang pertama


adalah proses perubahan sebagai akibat pengalaman.
Pengalaman berarti kumpulan peristiwa-peristiwa tertentu yang
dilalui oleh seorang individu, dengan peristiwa itu ia bisa
merasakan, memahami kemudian melekat dalam dirinya
perubahan akibat peristiwa yang dilaluinya itu. Perubahan yang
dialami oleh seseorang yang timbul akibat pengalaman itu
dapat berlaku sesaat telah selesai peristiwa tersebut terjadi,
atau perubahan itu bisa datang beberapa waktu kemudian. Hasil
dari belajar tersebut menurut Gagne timbulnya kapabalitas
yaitu berupa keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Kedua, belajar menurut Gagne adalah akibat dari proses
kognitif yang dilakukan oleh peserta didik akibat stimulus
lingkungan dalam hal ini lingkungan belajar. Lingkungan belajar
bisa berupa alam terbuka, ruang kelas, keluarga, teman sebaya
dan masyarakat. Proses kognitif bisa berupa membaca teks,
memahami teks, dan mendengarkan pesan verbal dari sumbersumber belajar.
Sedang menurut Piaget belajar itu karena interaksi seseorang
dengan lingkungan. Karena lingkungan terus berubah dari
situasi satu kepada situasi lainnya. Dengan perubahan itu kata
Piaget maka intelek seseorang semakin berkembang.
Dari pendapat para ahli di atas dapat dilihat, belajar itu
mempunyai dua bentuk proses dan mempunyai pengaruhnya
sendiri-sendiri. Pertama, seseorang yang berinteraksi dengan
lingkungan langsung seperti kejadian di masyarakat, keluarga
dan teman sebaya, maka yang akan berkembang dengan baik
adalah bagian afektive (sikap) atau disebut juga Emotional
Quetionnya (EQ). Sedangkan emosional ini dikendalikan oleh
like dan dislike atau rasa suka dan tidak suka, sedangkan rasa

13

ini adalah bagian akal manusia yang perlu dikembangkan dan


bisa berjalan sendiri-sendiri dengan unsur lain akal yaitu
kognitif. Biasanya ranah ini (lingkungan) tidak bisa dikondisikan,
akan tetapi terjadi secara alami. Untuk lebih jauh masalah rasa
akan dibahas kemudian.
Kedua, seseorang yang belajar karena proses interaksi
kognitif dengan lingkungan belajarnya, yang berkembang pada
ranah ini ialah kognitif itu sendiri berupa penambahan wawasan,
definisi, angka-angka dan sebagainya. Sedangkan kognitif
adalah bagian jalinan akal manusia yang harus dididik secara
seimbang dengan rasa di atas. Namun bisa berjalan secara
sendiri-sendiri tidak harus sekaligus.
Terakhir, tentang kurikulum yakni seluruh kegiatan yang
dilakukan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah
asal kegiatan tersebut di bawah tanggung jawab guru/ pendidik.
Yang dimaksud dengan kegiatan itu tidak terbatas pada
kegiatan intra ataupun ekstrakurikuler. Apa pun yang dilakukan
peserta didik asal di bawah bimbingan guru adalah kurikulum.
Misalnya kegiatan anak mengerjakan pekerjaan rumah,
mengerjakan tugas kelompok, mengadakan observasi,
wawancara12, ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat dan
lain sebagainya. Pengertian kurikulum ini merupakan salah satu
yang terbaru dari rekonstruksi perkembangan pengertian
kurikulum modern.
Adapun pengertian kurikulum di atas sangat luas sekali,
sehingga memungkinkan penggunaan metode nature
partisipatoris (partisipasi alami), dan role playing (bermain
peran) adalah pendekatan yang dominan digunakan peserta
didik. Namun penekanannya harus di bawah pengawasan
pendidik atau guru. Dalam pembahasan ini yang menjadi
12 Ibid, h.6

14

pendidik (guru) sekaligus pengawas adalah Allah swt langsung


terhadap Muhammad saw. Sedangkan kelas belajarnya Nabi
ialah lingkungannya sehari-hari dan polarisasi metode
pendidikan yang digunakan adalah nature partisipatoris dan role
playing.
Di atas telah dibahas dua hal yang berkaitan tentang
dimensi-dimensi pendidikan, guna melihat bagaimana konsep
pendidikan sebagai pengalaman belajar. Dari studi kritis itu
dapat memberikan gambaran lebih luas tentang pembelajaran/
pendidikan. Inti dari penelaahan itu untuk mendudukkan konsep
apakah telah terjadi pendidikan sebelum kenabian Muhammad
saw. Sehingga dengan aktifitas-aktifitas Muhammad saw
tersebut bisa dimasukkan ke dalam sejarah pendidikan Islam.
Setelah ditelusuri berbagai aspek di atas maka penulis
beranggapan, pendidikan Islam telah ada sebelum kenabian
Muhammad saw. Untuk lebih lanjut di bawah ini diuraikan
sejarah pendidikan Islam pra kenabian yang mulai dengan
pembahasan secara berurutan sesuai waktu kejadian/peristiwa.
Peristiwa yang dikaji di sini hanya beberapa saja yaitu lahir
dalam keadaan yatim, sebagai pengembala kambing, sebagai
prajurit perang, hidup menumpang dengan kaum kerabat,
berkomtemplasi (menyendiri untuk mendapatkan petunjuk dari
sang Penguasa Alam) dan masih banyak kejadian lainnya yang
tidak dibahas. Kemudian terakhir dari makalah ini adalah
kesimpulan.
B. Pembahasan
Menelusuri proses pendidikan Islam secara khusus dapat
dilihat dari sejarah mulai diutusnya Muhammad saw menjadi
utusan Allah swt kepada bangsa Arab. Dan secara umum

15

dimulai ketika lahirnya Muhammad saw di sekitar abad ke 600


M13 atau tepatnya pada hari Senin 12 Rabiul Awwal awal tahun
Gajah bertepatan dengan 20 April 571 M14. Keterangan yang lain
menyebutkan pada 17 Rabiul Awwal 570 M di Makkah15 (penulis
lebih cenderung pada keterangan terakhir karena lebih populer
di kalangan ahli sejarah Islam). Sebelum menjadi utusan,
Muhammad saw telah melewati jalan-jalan, pengalaman, dan
peristiwa konkrit yang dari padanya merupakan persiapanpersiapan yang dirancang Allah swt untuk menjadikan
Muhammad saw sebagai seorang pendidik bagi pengikutnya di
tanah Arab. Pada proses pendidikan Islam selanjutnya secara
terus-menerus dipraktekkan oleh pengikutnya sebagaimana
dicontohkan Muhammad saw.
Seperti yang diungkapkan Ibrahim Amini bahwa para utusan
Tuhan layaknya para guru sekolah. Yang satu diutus sesudah
yang lainnya untuk mengajak manusia berserah diri di hadapan
Allah swt16. Dari tanah Arab, berkembanglah Islam ke seluruh
penjuru dunia, tidak ada sudut negeri di dunia ini yang tidak
terjangkau oleh Islam. Dalam proses penyebaran dan
pengembangan Islam, tentunya tidak dapat dilepaskan dari
pendidikan dan pengajaran Islam itu sendiri. Dengan kata lain,
Islam dan pengajaran serta pendidikan adalah dua hal yang
menyatu. Islam sebagai ajaran harus disampaikan kepada
manusia sebagai penerima dan kemudian diberikan pembinaan
yang terus- menerus dilakukan oleh si-penyampai pesan kepada
13 Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH,
2009), Cet I, h.16
14 Siti Maryam Dkk, Sejarah Peradaban Islam Masa klasik hingga
Modern, (Yogyakarta: LESFI, 2009), Cet, III, h. 21
15 Ibrahim Amini, Op.Cit, h. 76
16 Ibid, h. 149

16

si-penerima pesan. Dalam konteks pendidikan, penyampai


pesan sekaligus pembina disebut guru17 atau pendidik dan
penerima pesan sekaligus yang dibina sebut sebagai murid18
atau siswa.
Jadi, untuk melihat proses perkembangan pendidikan Islam,
maka harus ditinjau sejak berprosesnya Muhammad saw dalam
lingkungan belajarnya di masyarakat Arab saat itu yaitu
sebelum menjadi rasul. Di mana, disetiap aspek dari pengalaman, peristiwa yang dilalui oleh Muhammad saw sebelum
menjadi rasul mempunyai hikmah yang dalam. Jauh ke masa
depan dapat di simpulkan bahwa persiapan-persiapan itu adalah
untuk menjadikan Muhammad saw sebagai seorang pendidik
untuk masyarakat Quraisy jahiliyah. Dari kesan itu dapat disebut
bahwa seorang pendidik harus lebih sempurna dan mulia atau
dengan kata lain lebih bersih jiwanya dari unsur kemaksiatan
dan perilaku maksiat kepada manusia apalagi kepada Allah swt
ketimbang orang yang dibina atau dididik.
Walaupun ada kehendak dari langit (Allah swt) bahwa
Muhammad saw akan menjadi seorang rasul, dalam diri Nabi
Muhammad saw sendiri punya keinginan supaya bisa
memperbaiki kondisi masyarakat Quraisy di suatu saat nanti.
Bentuk keinginan tersebut menjadi kuat ketika Muhammad saw
17 Guru Kwivalen syaikh, Ulama, Kyai, Ustadz, Buya, dll, karena
aktivitas mereka tidak lepas dari menyampaikan pesan agama
kepada manusia. Sabda Nabi mengatakan Al-Ulamau Waritsatu alAnbiya Artinya Para ulama adalah pewaris para Nabi, berarti juga
sekaligus pengajar dan pendidik umat sepanjang sejarah Islam,
tentu hingga hari ini dan akhir zaman kelak.
18 Murid dari bahasa Arab yang sudah menjadi kata serapan dalam
bahasa Indonesia dan sudah populer dalam bahasa Inggris disebut
Student juga bersinonim siswa dalam bahasa asli Indonesia

17

sering menyendiri ke gua Hira19. Selain keinginan untuk


mendapatkan petunjuk dari Sang Mahakuasa, juga sebagai
upaya meminimalisir kemungkinan terkontaminasi dari
pengaruh-pengaruh negatif kehidupan sosial masyarakat arab
jahiliyah yang bobrok itu. Pembahasan tentang berkontemplasi
ini akan dibahas lebih jauh kemudian.
Dan untuk melihat lebih jauh seperti apa materi-materi serta
proses pembelajaran Muhammad saw dalam kelas
masyarakatnya dengan metode partisifatoris dan role playing,
dapat diuraikan sebagai berikut.
Adapun pengalaman pembelajaran hidup Muhammad saw
dalam kelas masyarakatnya yang pertama adalah lahir dalam
keadaan yatim. Ketika lahir beliau sudah menjadi anak yatim,
Muhammad saw ditinggal selamanya oleh ayahnya Abdullah
hanya baru tiga bulan menikahi Aminah ibunya20. Hanya
berselang beberapa waktu hidup dengan sang ibu tercinta,
disaat usia Muhammad saw 6 tahun21 ibunya kemudian harus
memenuhi panggilan Allah swt.
Dari peristiwa itu memungkinkan Muhammad saw menjadi
seorang yang penyayang dan penyantun kepada kaum
perempuan dan penyayang kepada anak-anak yatim
disekitarnya. Menjadi orang yang mudah berterimakasih kepada
siapapun juga, karena ia sudah terbiasa hidup dalam
pertolongan orang lain seperti kakeknya dan pamannya. Jiwa
beliau sebagai seorang manusia biasa sungguh terlalu lembut
dan penuh kasih tidak ada dendam dalam dirinya, karena
seberat apapun cobaan yang dihadapinya kemudian hari bisa
dimaafkannya. Apalagi setelah wahyu Allah swt diturunkan
19 Ibrahim Amini, Op.Cit, h. I54
20 Ibid, h. 22
21 Ibid, h. 22

18

langsung ke dalam hati Muhammad saw melalui malaikat Jibril,


maka bertambah indah kelemahlembutan beliau sebagai
seorang pendidik manusia di kemudian hari.
Kedua, sebagai penggembala kambing22. Kambing termasuk
hewan yang susah diatur karena memang dia hewan namun
lebih jauh ada pelajaran besar yang disiapkan oleh Allah swt
untuk calon utusanNya itu, sebagaimana para nabi terdahulu
juga menggembala kambing. Pelajaran yang dimaksud salah
satunya adalah melatih ketabahan dan kesabaran. Memang
sangat logis sekali ternyata sangat dibutuhkan sekali kesabaran
dalam mengembala kambing, tanpa kesabaran seorang tidak
mungkin bisa mengembala kambing dengan baik.
Adapun kambing pada masa itu menunjukan bahwa pemiliknya adalah orang kaya dari segi harta. Itu berarti
mengindikasikan bahwa kambing merupakan harta yang tinggi
nilainya masa itu. Dari pengalaman sebagai pengembala
kambing, Muhammad saw telah berproses secara alami
menanamkan dalam dirinya sebagai seorang yang amanah
terhadap titipan orang lain. Dalam konteks manusia biasa
selanjutnya ia digelari sebagai Al-amin (orang yang terpercaya).
Tidak sampai disana saja, ternyata dengan pengalaman tersebut
telah dapat juga membentuk pribadi yang bertanggung jawab
terhadap tugas yang diembankan kepadanya.
Ketiga, ketika Muhammad saw berusia 15 tahun terjadi
perang antara keturunan Kinanah dan Quraisy di satu pihak
melawan kabilah Hawazin di pihak lain. Perang ini dikenal
dengan perang Fijar yang artinya pendurhakaan. Disebut
demikian karena awal terjadinya disebabkan oleh pelanggaran

22 Siti Maryam dkk, Op.Cit, h. 23

19

atas larangan permusuhan pada bulan-bulan suci yang sangat


dihormati berdasarkan aturan dan adat setempat23.
Dalam perang ini Muhammad saw membantu pamannya
memungut anak panah yang dilontarkan musuh dan sesekali
melepaskan anak panah kepada musuh. Secara keseluruhan
perang ini berlangsung empat tahun, kendatipun hanya
beberapa tahun saja dalam setahunnya. Perang ini berakhir
dengan perundingan yang melahirkan kesepakatan membentuk
sebuah perserikatan yang disebut hilf al-fudhul yang artinya
sumpah utama. Tujuan utamanya adalah memberikan perlindungan bagi yang teraniaya di kota Makkah, baik oleh penduduknya sendiri maupun pihak lain. Muhammad saw termasuk
anggotanya dan merupakan anggota termuda24.
Dari pengalaman Muhammad saw sebagai prajurit perang,
memberikan didikan menjadi seorang ksatria yang tangguh,
pemberani, tangguh, kesetiakawanan, patuh kepada pimpinan
perang. Pengalaman sebagai anggota penjaga perdamaian bagi
orang teraniaya sebagai konsekwensi perjanjian half al fudhul di
kota Makkah menempanya menjadi seorang yang humanis,
visioner dalam menatap masa depan yang lebih baik untuk
kemanusiaan, yang kemudian cocok dengan tugas yang akan
diemban beliau sebagai seorang rasul rahmatan lil alamin. Di
mana Muhammad saw juga concern berdakwah mengetengahkan kaum mustadafin (kaum marginal) yaitu kaum fakir miskin,
anak yatim dan orang yang berutang ke dalam masyarakat yang
bermartabat.
Keempat, hidup dalam kaum kerabatnya. Setelah wafat Siti
Aminah ibunda Muhammad saw, maka Abd al- Muthalib
melanjutkan pengasuhan, sampai kakek yang bijaksana ini
23 Ibid, h. 22
24 Ibid

20

wafat dua tahun kemudian. Tanggung jawab untuk mengasuh


dan membesarkan Muhammad saw selanjutnya dipikul oleh Abu
Thalib, seorang putera Abd al-Muthalib yang paling miskin,
tetapi sangat dihormati oleh penduduk Makkah25.
Kehidupan yang dijalani Muhammad saw belia bersama Abd
al- Muthalib yang bijaksana, memberikan pelajaran yang sangat
berharga tentang materi kebijaksanaan. Materi kebijaksanaan
langsung diberikan atau diserap dari kakeknya tercinta.
Sehingga semua pengalaman hidup bersama Abd al-Muthallib
memberikan pondasi pribadi bijaksana kepada Muhammad saw
di kemudian hari.
Dalam beberapa kesempatan Muhammad saw sering
menyaksikan pertemuan akbar. Pertemuan besar tersebut
merupakan musyawarah para pemimpin dari qabilah-qabilah di
tanah Arab. Saat itu Muhammad saw langsung menyaksikan
sekaligus mempelajari bagaimana berdiplomasi dan
bermusyawah dengan penuh toleran diberbagai majelis yang
diikutinya. Maklum kondisi seperti ini sangat musykil didapatkan
oleh anak-anak selain Muhammad saw. Karena Muhammad saw
sendiri adalah seorang cucu yang sangat disayangi kakeknya
dan selalu ikut menghadiri beberapa acara besar dan bersejarah
di negeri Arab.
Pengalaman-pengalaman bersama Abd al-Muthalib adalah
laboratorium bagi Muhammad saw yang mendapatkan materi
kebijaksanaan sesungguhnya. Sejarah juga telah mencatat
bahwa Abd al-Muthalib adalah salah seorang yang bijaksana di
masa itu. Kemudian kehidupan Muhammad saw bersama
pamannya, Abu Thalib yang miskin tapi sangat dihormati adalah
sebuah materi lain yang mengajarkan hidup berpandai-pandai
dan kemudian mengajarkan bahwa kemuliaan sebenarnya
25 Ibid

21

bukan terletak pada harta benda, tetapi kemuliaan terletak


ketika selalu terbuka untuk membantu orang lain26.
Sebagai contoh, Muhammad saw yang yatim piatu dengan
senang hati dibawa untuk hidup bersama dengan Abu Thalib,
yang secara ekonominya lemah dan mempunyai anggota
keluarga yang banyak. Di keluarga inilah Muhammad saw
belajar berempati kepada orang miskin dan yatim piatu di
kemudian hari. Karena ia dapat merasakan sendiri, betapa
gembiranya saat orang lain mau menerimanya sebagai anggota
baru di keluarga itu, apalagi keluarga lemah segi finansial,
namun mulia dari segi akhlak. Muhammad saw dapat
memperhatikan dengan baik, walaupun miskin, keluarga
tersebut tidak otomatis menjadi hina, namun tetap dihormati
karena mampu menjaga muruah (wibawa), dengan tidak
menjadi pengemis di tengah masyarakat.
Bila dipintas sejenak ketika menjadi utusan Allah, dalam
masalah anak yatim, Muhammad saw pernah mengatakan,
orang yang suka memelihara anak yatim di surga akan dekat
bersamanya. Kemudian dalam masalah muruah, beliau
mendorong umatnya agar tidak menjadi pengemis
sebagaimana sabdanya Bahwa seorang yang pergi mencari
kayu ke hutan dan menjualnya untuk memenuhi hidupnya lebih
mulia ketimbang orang-orang yang menjadi peminta-minta.
Kelima, materi berkomtemplasi (menyendiri untuk
mendapatkan petunjuk dari sang Penguasa Alam). Ibrahim
Amini menyebutkan bahwa sebulan dalam setahun Muhammad
saw melakukan itikaf di bukit Hira (gua Hira). Keterangan di
26 Sabda beliau tentang orang suka membantu orang lain
menunjukkan bahwa Allah juga suka membantunya dan perkataan
beliau lainnya yang cukup terkenal ialah manusia yang baik itu
adalah orang bermanfaat bagi orang lain.

22

atas tidak merinci dengan pasti sejak kapan atau tepatnya pada
usia berapa beliau telah mewiridkan itikaf di gua Hira. Namun
yang jelas beliau sebulan dalam setahun selalu menghabiskan
waktu di gua Hira yang bertujuan untuk menjernihkan fikiran
dari hingar-bingar kejahiliyahan kaumnya yang mungkin
merembes ke dalam fikiran dan jiwa beliau. Hal itu dapat
dimengerti karena beliau hidup dalam lingkungan kaum Quraisy.
Selain itu, sekaligus meminta petunjuk kepada Tuhan agar diberi
petunjuk cara memperbaiki kondisi masyarakatnya.
Petunjuk yang dimaksud ialah menurunkan kurikulum27
(wahyu) yang jelas, memuat langkah-langkah yang dilakukan
terhadap kaumnya. Materi ini menanamkan pentingnya selalu
menjaga hubungan dan kedekatan dengan Tuhan yang Haq
setelah letih berfikir dan bekerja untuk manusia. Supaya selalu
ingat bahwa manusia makhluk lemah dan perlu pertolongan dari
Allah swt untuk menyelesaikan tugas-tugas besar mengajarkan
manusia kepada ketauhidan.
Melihat semua pengalaman Muhammad saw dalam berbagai
peristiwa yang kompleks itu, merupakan proses membentuk
kepribadian Muhammad saw menjadi seorang pendidik. Karena
27 Maksud wahyu, karena kita tahu Al-Quran diturunkan secara
berangsur-angsur kemudian tatkala ia telah diangkat jadi rasul.
Wahyu yang diturunkan itu sesuai dengan kebutuhan kaum Quraisy
saat itu. Dikatakan kurikulum dilihat dari kaca mata pendidikan
bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pendidik atau guru kepada
para sahabatnya, dalam kitab Nilailu Author disebutkan bahwa :
Nabi mengajarkan kapada sahabat-sahabatnya ayat al-Quran
sepuluh-sepuluh ayat dalam tinjuan pendidikan itu disebut hidden
curiculum (kurikulum tersembunyi) karena Nabi tidak pernah
menuliskannya tapi hanya memberikan isyarat dari kebiasaan Nabi
ketika mengajar beliau selalu melakukan hal serupa di atas

23

yang berproses adalah calon seorang rasul, maka pendidikan


yang disetting sedemikian rupa sehingga sempurna
outcomenya. Bisa dikatakan, bahwa guru/pendidik masa itu
hampir tidak ada, maksud pendidik di sini ialah minimal orang
lurus fitrahnya kepada agama Allah swt. Dengan kelurusan
fitrahnya itu, ia bersemangat mengajak orang lain kepada Allah
swt. Namun saat itu tidak ada, kecuali beberapa orang yang
mengaku pengikut nabi Ibrahim sang pembina Kabah. Mereka
adalah Waraqah bin Naufal sepupu Khadijah istri nabi
Muhammad saw yang kemudian masuk Nasrani28, Abdullah bin
Jashy, Usman bin Huwairist dan Zaid bin Umar29. Namun
semangat mereka tidak kuat dan secemerlang nabi Muhammad
saw dan para sahabat di kemudian hari. Selain semangat yang
kurang kuat, kemurnian ajaran Ibrahim yang mereka yakini
kurang jelas konsepnya.
Disebabkan ketiadaan guru atau pendidik, maka Allah swt
langsung menjadi guru Muhammad saw, melalui peristiwa,
pengalaman pahit atau senang. Maka, sejarah pendidikan dalam
Islam dapat ditemukan sejak berprosesnya Muhammad saw
sebagai manusia biasa di dalam hiruk-pikuk masyarakat
Jahiliyah menjadi seorang nabi. Nabi yang sekaligus rasul
tersebut akan menjadi seorang guru atau pendidik manusia di
belakang hari adalah gambaran bahwa seorang pendidik harus
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi serta mempunyai sifatsifat khusus seperti; berempati tinggi, lemah-lembut, amanah,
cerdas, terpercaya, bertanggung jawab, bijaksana, berani, setia

28 Siti Maryam, Op.Cit, h. 25


29 Ibrahim Amini, Op.Cit,h. 156-157

24

kawan, visioner, humanist, tegas, mulia dan tinggi derajatnya30


dari yang dibina atau dididik.
Boleh dikatakan periode sebelum menjadi utusan adalah fase
pembinaan rasa31. Rasa merupakan bagian dari akal manusia
selain budi dan daya fikir32 yang harus dikembangkan oleh
pendidikan Islam. Adapun prinsip pendidikan Islam adalah
pendidikan untuk mencerdaskan akal. Lebih jauh dapat
dijelaskan konsep akal ini untuk mensinkronkan arah pendidikan
yang dimaksud dalam bahasan ini karena ada kekeliruan
sebagian orang dalam memahami apa sebenarnya akal itu.
Dalam hal ini, Sidigizalba menjelaskan bahwa akal itu bukan
hanya pikir yang sebagian orang tertuju kepada otak sebagai
sumbernya. Menurutnya, pikir dalam ucapan sehari-hari
menunjukkan kepada kerja budi. Dan kalau kita himpun ayatayat al-Quran33 yang mengandung istilah akal dan menguraikan
30 Kemulian seseorang karena ilmu dan akhlaknya dan lebih
penting lagi karena ketaqwaannya kepada Allah Swt
31 Rasa adalah bagian aqal yang dimiliki manusia lihat ayat yang
menjurus ke arah sana surat Al-Mukminun ayat 80, Allah
menggambarkan Allah ia yang menghidupkan dan mematikan dan
mempergantikan siang dan malam apakah kamu tidak berakal
penjelasan : hidup dan mati hanya bisa direnungkan mendalam
dengan rasa yang dimiliki oleh manusia sedangkan pergantian
malam dan siang bisa dicerna oleh otak manusia langsung dengan
bantuan panca indra yang dimilikinya untuk mengambil pelajaran,
oleh karena dalam ayat tersebut Allah mengindikasikan orang
berakal itu ialah yang mempuyai rasa dan budi dengan daya
fikirnya
32 Sidigizalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan
AgamaJakarta: Bulan Bintang, 1992, cet, 3, h.
33 Lihat surat al-Baqarah ayat : 73 dan 219. Di dalam ayat tersebut
ketika berbicara tentang mati dan hidup ujung ayat menggunakan

25

pengertian yang menjadi isinya, kita akan berkesimpulan,


bahwa dalam pengertiannya memang ada pikir. Tapi bukan itu
saja, masih ada unsur lain yaitu rasa.34 Beliau menambahkan
bahwa kebenaran perkara ini dapat kita uji pada pengertian
umum kata itu dalam bahasa aslinya, yaitu alat untuk berfikir
dan alat untuk menimbang baik buruk atau merasakan segala
perubahan keadaan, dalam istilah ilmu jiwa rasa yang
melakukan tugas itu disebut rasa etika.35 Lihat surat Al-Baqarah
ayat 73 dan 219, masing-masing ayat menuturkan penekanan
berbeda setelah membahas tentang kematian dan alam gaib,
khamar dan judi. Bahwa soal mati adalah perkara gaib yang
tidak mungkin difikirkan dan dihadapi oleh budi saja. Tentang
peristiwa menghidupkan orang mati tidak akan diterima oleh
fikiran saja. Kalau tidak disertai oleh rasa agama yang
bersumber dalam qalbu. Sedangkan manfaat dan mudharat
minuman keras dan judi dan apa yang akan disedekahkan dapat
dipikirkan oleh budi saja berdasarkan pengalaman atau
kenyataan36.
Dengan demikian pengertian yang dikandung oleh istilah akal
adalah fikir dan rasa. Ia terbagi dalam dua segi dan tiap segi
berpotensi untuk bekerja sendirian. Tapi dalam bentuknya yang
penuh atau dalam wujudnya yang lengkap, akal adalah jalinan
istilah taqiluun asal kata aaqala dan tatkala menjelaskan tentang
minum keras, judi, mengudi nasib dan seterusnya ujung ayat
menggunakan kata yatafakkaruun . lihat lebih lengkap penjelasan
dalam Gizalba Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan
Agama
34Sidigizalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan
AgamaOp.Cit,h. 16
35 Ibid
36 Ibid,h. 17

26

kerja budi dan kalbu, kerjasama fikir dan rasa37. Berdasarkan


argumen yang disebutkan di atas menunjukan bahwa
pendidikan yang dilalui Muhammad saw periode pra kenabian
adalah pendidikan rasa yang merupakan bagian dari jalinan
kesempurnaan akal manusia itu.
Kalau dicermati sifat-sifat yang muncul dari hasil belajar
Muhammad saw, sebagian termasuk kelompok yang muncul
oleh rasa seperti empati tinggi kepada orang lain, lemahlembut, amanah, cerdas, terpercaya, bertanggung jawab,
bijaksana, berani, setia kawan, visioner, dan humanist.
Ternyata, pembinaan dan pendidikan rasa oleh Muhammad
saw melalui waktu lebih panjang dari usianya. Beliau lahir 12
Rabiul Awwal tahun Gajah hingga usia empat puluh tahun
sebelum menjadi rasul pada malam Senin 17 Ramadhan tahun
13 sebelum Hijriah, bertepatan dengan 6 Agustus 610 Masehi
diwaktu sedang berkhalwat di gua Hira38 atau versi lain
menyebutkan pada tanggal 27 Rajab 610 Masehi (penulis
cenderung pendapat pertama yang lebih populer dikalangan ahli
sejarah Islam).
Pola pendidikan Muhammad saw bila mengacu kepada ruang
lingkup pendidikan modern, yaitu ; sekolah, keluarga dan teman
sebaya atau lingkungan masyarakat di mana ia tinggal39, maka
Muhammad saw adalah produk satu ranah pendidikan saja yaitu
lingkungan masyarakat40. Pendidikan masyarakat yang dilalui
Muhammad saw lebih menekankan aspek rasa atau afektive
37 Ibid
38 Siti Maryam, Op.cit, h. 24
39 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Radja Grafindo
Persada, 2008 Edisi Revisi, h. 94
40 Pepatah MinangKabau menyebutkan Alam takambang jadi
guru

27

(dalam bahasa modernnya). Pada tahap pendidikan dasar


Muhammad saw dikhususkan atau difokuskan pada pembinaan
rasa atau emotional quetion (EQ).
Dari keterangan di atas, sudah semestinya kita lebih
memberdayakan aspek rasa atau afektive untuk porsi yang
lebih banyak, mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah
Menengah Atas (SMA), ketimbang hanya menekankan pada budi
pikir atau kognitif. Menurut pendapat Al-Qobis (wafat
936/1012M) mengutip pendapat Hasan Abd al-Ali mengatakan
sesuai pendapat Ikhwan al-Shafa pengetahuan hanya bisa
diperoleh dari kepekaan perasaan, belum berdasar kekuatan
akal41. Metode partisipatoris, demonstrasi dan role playing cocok
digunakan dengan banyak belajar di luar kelas ketimbang dalam
kelas formal seperti yang biasa dilaksanakan selama ini. Bisa
dikatakan pendidikan persiapan Muhammad saw sebelum jadi
guru (utusan Allah swt) untuk manusia dibutuhkan waktu 40
tahun untuk mendidik/membina potensi rasa atau Emotional
Quetion. Sehingga kepribadian beliau sangat sempurna dan
mempunyai daya tarik yang hebat terhadap manusia hingga
hari ini.
Kalau dilihat masa pendidikan Muhammad saw selama 40
tahun dengan usianya 63 tahun, maka, 23 tahun saja
Muhammad saw dididik oleh Allah swt pada aspek Intelectual
Quetion (IQ). Kenapa dikelompokkan kepada pendidikan aspek
kognitif karena beliau belajar tidak hanya dengan pengalaman
semata, akan tetapi telah ada materi (wahyu) sebagai panduan
belajar lebih lanjut, sedang masa sebelumnya pendidikan hanya
berlangsung dari pengalaman hidup seperti diuraikan di atas.

41 Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan


Islam, (Jakarat: PT. Ciputat Press Group, 2010), h. 77

28

Apabila ditinjau dari pengaruh pribadi yang ditinggalkan atau


yang melekat kepada para sahabat beliau sebagai muridmuridnya, maka pengaruh kepribadian beliau yang lembut,
santun dan mulia tersebut masih menggema kuat dalam relungrelung zaman hingga saat ini. Ini membuktikan ternyata aspek
pendidikan dengan menggunakan pendekatan rasa sangat
efektif sekali dalam membetuk pribadi-pribadi seperti sang
pendidik utama, yakni Muhammad saw. Bisa dikatakan outcome
didikan Muhammad saw adalah para sahabat-sahabatnya,
walaupun tidak berstatus sebagai nabi namun semangat mereka
tidak jauh berbeda dari beliau sendiri sebagai pendidik utama
mereka. Hasil dari pendidikan yang dikembangkan oleh Allah
swt sebelum kenabian Muhammad saw adalah dengan
banyaknya yang masuk Islam atas kesadaran sendiri, melihat
kepribadian Muhammad saw yang sangat sempurna. Salah
satunya adalah Umar bin Khattab, dengan pendekatan yang
lemah lembut bisa melunak kepribadiannya yang terkenal kasar.
C. Kesimpulan
Kesimpulan uraian di atas, bahwa pendidikan Islam telah ada
ketika pra kenabian Muhammad saw. Bisa dijelaskan bahwa
sejarah telah mencatat, ternyata nabi Muhammad saw telah
melangsungkan pendidikan yang luar biasa. Pendidikan yang
kurikulumnya dirancang oleh Allah swt, kelas belajar adalah
masyarakat Quraisy, dan semua peristiwa adalah materi-materi
yang disuguhkan kepada nabi Muhammad saw sebagai murid.
Dengan kata lain, nabi Muhammad saw dengan materi-materi
belajar menggunakan pendekatan partisipatoris yang terlibat
langsung dengan kejadian yang dikehendaki oleh materi ajar
yang disusun oleh Allah swt. Atau bisa juga disebut dengan
metode partisipatoris dan role playing atau seni peran, metode

29

ini memungkinkan peserta didik merasakan langsung peristiwa,


pengalaman-pengalaman pembelajaran sehingga lebih mudah
menyerap dan memaknai hasil pembelajaran tersebut.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Amini, Ibrahim, Mengapa Nabi Diutus, Jakarta: Alhuda,
2006
Dahar, Ratna Wilis, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran,
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011

30

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:


Rineka Cipta, 2009
Amin, Syamsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
AMZAH, 2009
Maryam, Siti dkk, Sejarah Peradaban Islam Masa klasik
hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2009, Cet, III
Sidigizalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan
AgamaJakarta: Bulan Bintang, 1992, cet III
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Radja
Grafindo Persada, 2008 Edisi Revisi
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh
Pendidikan Islam, Jakarat: PT. Ciputat Press Group, 2010

BAB III
INSTITUSI PENDIDIKAN ISLAM PRA KEBANGKITAN
MADRASAH DAN KUTTAB
Kompetensi

Mampu Menganalisis Institusi

31

Dasar
:
:
Indikator

Strategi

Pendidikan Islam Pra Kebangkitan


Madrasah dan Kuttab
1.Menjelaskan Pengertian Lembaga/
Institusi Pendidikan Islam
2.Menjelaskan Awal Perkembangan
Pendidikan Islam
3.Menjelaskan Bentuk-bentuk
Institusi/Lembaga Pendidikan Islam
Pra Kebangkitan Madrasah dan
Kuttab
Presentase Makalah, Ceramah dan

32

Perkuliahan
:
Penilaian
Bobot Nilai

Tanya Jawab
Luasnya Cakupan Informasi yang
disampaikan dan variasi sumber
informasi mengenai topik yang
didiskusikan
100

A. Pendahuluan
Pendidikan Islam secara umum dimulai sejak berjibakunya
Nabi Muhammad saw dengan masyarakat Arab Quraisy di
Makkah. Awal pendidikan Islam secara resmi ketika turunnya
wahyu pertama dilanjutkan wahyu kedua dan dikuatkan dengan
turunnya surat al-Hijr: 94-9542 tentang cakupan pendidikan Islam
42 Pada ayat ke-94 berbunyi yang artinya Maka sampaikanlah
secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan dan berpalinglah
dari orang-orang musyrik.Ibnu Abbas berkata, Ayat Tentang

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang


diperintahkan (kepadamu), maknanya adalah, tindak lanjuti apa yang
diperintahkan kepadamu.
Ibnu Al Arabi berkata, Makna


Sampaikanlah olehmu
secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu), adalah sasarlah. Dikatakan


Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu), maksudnya, pencarkan persekutuan dan
kesatuan mereka dengan menyerukan kepada tauhid, sesungguhnya
mereka itu terpecah-pecah dengan sebagian yang menyambut.


Firman Allah :

Dan berpalinglah dari orang-orang


musyrik. Tentang ayat yang mulia ini, ada dua pendapat yang masyhur di
kalangan ulama :
Pertama, makna ayat ini adalah jangan pedulikan pendustaan dan
olok-olok mereka serta jangan pula hal itu menyusahkanmu,
sesungguhnya Allah yang menjagamu dari mereka. Jadi makna ayat
menurut penakwilan ini adalah sampaikanlah secara terang-terangan apa
yang diperintahkan kepadamu, yakni sampaikanlah risalah Tuhanmu dan
berpalinglah dari orang-orang musyrik, yakni jangan pedulikan dan takut
kepada mereka. Makna ini adalah seperti halnya firman Allah :



Artinya : Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu
kepadamu. Jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti)
kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari
(gangguan) manusia (QS. Al Maidah ; 67)
Kedua, bahwa Nabi SAW pada mulanya diperintahkan untuk berpaling
dari orang-orang musyrik, kemudian perintah itu dihapus dengan ayatayat perang. Diantara ayat-ayat yang menunjukkan hal itu adalah firmanNya

33

sudah waktunya meluas menuju masyarakat Internasional


dengan memanfaatkan kegiatan haji pada tahun ke 12
kenabian. Kegiatan pendidikan Islam menjadi keharusan
dilakukan nabi Muhammad saw untuk menyadarkan bangsa
Arab tentang arah kehidupan manusia di dunia ini. Pola
pendidikan Islam awal tentu tidak seperti keadaan yang kita
kenal sekarang dengan fasilitas lengkap dan modern. Sesuai
masanya pendidikan Islam awal, sangat sederhana dengan
fasilitas seadanya, namun outputnya tidak bisa diabaikan, para
ulama berpendapat, bahwa hasil didikan awal tersebut menjadi
generasi terbaik sepanjang sejarah.
Adapun pembahasan sesi ini akan difokuskan pada;
pengertian lembaga pendidikan Islam, perkembangan pendidikan Islam periode awal dan institusi-institusi pendidikan Islam pra
kebangkitan Madrasah dan Kuttab, kesimpulan dan soal-soal
latihan
B. Pembahasan
1. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu ; tidak
ada Tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik (QS. AlAnam ; 106), dan firman-Nya






Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tunggulah, sesungguhnya
mereka (juga) menunggu (QS. As-Sajdah ; 30), dan firman-Nya









Maka berpalinglah (Hai Muhammad) dari orang-orang yang berpaling
dari peringatan Kami dan tidak mengingini kecuali kehidupan dunia (QS.
An-Najm ; 29), dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya.
Pada ayat ke 95 yang artinya, Sesungguhnya Kami memelihara kamu
dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok (kamu). Allah
terangkan dalam ayat yang mulia ini, Dia memelihara Nabi-Nya dari
orang-orang yang memperolok-oloknya, yaitu kaum Quraisy. Di tempat
lain disebutkan kalau Allah juga menjaganya dari selain mereka, seperti
firman-Nya tentang Ahli Kitab,

Maka Allah akan


memelihara kamu dari mereka. (QS. Al-Baqarah : 137), dan firman
Nya


Bukankah Allah cukup untuk melindungi hambaNya. (QS. Az-Zumar : 36), dan ayat-ayat lainnya.
(http://achmadalfarisi.blogspot.com/2012/09/jaminan-perlindungan-allahterhadap_29.html/2013/11/2)

34

Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan,


sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau
organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian
keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian ini
dapat dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu:
a. Pengertian secara fisik, materil, konkrit
b. Pengertian secara non-fisik, non-materil dan abstrak43
Dalam bahasa Inggris, lembaga disebut institut (dalam
pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai
tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau
abstrak disebut institution, yaitu suatu sistem norma untuk
memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut
juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik
disebut dengan pranata44.
Ada dua unsur yang kontradiktif dalam pengertian lembaga,
pertama pengertian fisik materil, konkret, dan kedua pengertian
secara nonfisik, non materil dan abstrak. Adanya dua versi
pengertian lembaga dapat dimengerti karena lembaga ditinjau
dari beberapa orang yang menggerakkannya, dan ditinjau dari
aspek nonfisik lembaga merupakan suatu sistem yang berperan
membantu mencapai tujuan. Adapun lembaga pendidikan Islam
secara terminologi dapat diartikan suatu wadah atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam. Dari definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung
pengertian konkrit berupa sarana dan prasarana dan juga
pengertian secara abstrak, dengan adanya norma-norma dan

43http://www.tugasku4u.com/2013/07/makalah-lembagapendidikan-islam.html diunduh /2013/10/29


44 Ibid

35

peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab


pendidikan itu sendiri45.
Secara terminologi menurut Hasan Langgulung lembaga
pendidikan adalah suatu sistem peraturan yang bersifat
mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, normanorma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik yang tertulis atau
tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik:
kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang
dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan
tertentu dan tempat-tempat kelompok itu melaksanakan
peraturan-peraturan tersebut adalah mesjid, sekolah, kuttab dan
sebagainya. Pendidikan Islam termasuk bidang sosial sehingga
dalam kelembagaannya tidak terlepas dari lembaga-lembaga
sosial yang ada. Lembaga sosial tersebut terdiri dari tiga bagian,
yaitu:
a. Asosiasi, misalnya universitas, persatuan atau perkumpulan,
b. Organisasi khusus, misalnya penjara, rumah sakit dan
sekolah-sekolah,
c. Pola tingkah laku yang menjadi kebiasaan atau pola hubungan
sosial yang mempunyai hubungan tertentu46.
Lembaga sosial adalah himpunan norma-norma tentang
keperluan-keperluan pokok di dalam kehidupan masyarakat
untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan lembaga pendidikan
adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas
pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi-relasi yang
terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas
formal dan sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhankebutuhan sosial dasar. Berdasarkan uraian di atas, lembaga
pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai badan usaha
45 Ibid
46 Ibid

36

yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya


pendidikan terhadap anak didik. Adapun lembaga pendidikan
Islam dapat diartikan dengan suatu wadah atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan
dengan proses pembudayaan47.
2. Awal Perkembangan Pendidikan Islam
Perkembagan pendidikan Islam dikelompokkan kepada tiga
tahap dan dua periodisasi (Makah dan Madinah).
a. Tahap Pendidikan Islam pada Periode Makah
Tahapan Pertama ditandai ketika Nabi Muhammad saw
melakukan pendidikan secara sembunyi-sembunyi terhadap
kaum kerabatnya di Makah. Aktifitas tersebut setelah wahyu
pertama surat al-Alaq 1-5 diturunkan Allah swt melalui malaikat
Jibril (ar-Ruh- al Amin).
Perkembangan pendidikan Islam masa sembunyi-sembunyi
terbatas untuk kaum kerabat dan orang-orang dekat nabi dari
golongan bani Hasyim dan sebagian kecil golongan Bani
Makhzum48. Kegiatan pendidikan Islam langsung dibina nabi
Muhammad saw yang diadakan di rumah Arqam bin Abi Arqam.
Pendidikan di rumah Arqam bin Abi Arqam berlangsung selama
3 tahun sampai turun wahyu kedua dalam surat al-Mudatsir 1-7.
Adapun para sahabat awal (as-Sabiquuna-al-Awwaluun) yang
menjadi peserta didik (menerima dakwah) Nabi ialah istri nabi
sendiri, Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar as-Shidiq dan
Arqam bin Abi Arqam. Intensitas pendidikan di rumah Arqam
lebih ditingkatkan seiring semakin bertambahnya jumlah orangorang yang bergabung yang kebanyakan mereka adalah
47 Ibid
48 Arqam bin Abi Arqam salah seorang anggota golongan Bani
Makhzum, pemimpin golongan ini yang terkenal adalah Abu Lahab.

37

golongan mustadafin (terpinggirkan) secara ekonomi dan politik


kekuasaan di Makah.
Muhammad Said Ramdhan Al-Buthy (1999) menyebutkan,
ketika orang-orang yang menganut Islam lebih dari tiga puluh
lelaki dan perempuan, pembinaan dan pengajaran pada tahap
ini kemudian telah menghasilkan sekitar empat puluh lelaki dan
perempuan penganut Islam49. Materi-materi pendidikan dan
pengajaran yang diberikan nabi fokus pada mengajarkan alQuran dan Sunnah50, orientasi materi bertitik tolak pada;
1)

Penanaman ketauhidan ke dalam jiwa para sahabat, sehingga


setiap tingkah laku para sahabat mampu memancarkan nilainilai ketuhanan dalam setiap tingkah lakunya baik dalam
keadaan sendiri maupun bersama-sama di lingkungan keluarga
dan masyarakat. Efek dari penjewantahan nilai-nilai tersebut
ikut membantu proses penyebaran secara tidak langsung
pendidikan Islam ke tengah-tengah masyarakat Quraisy yang

2)

lebih luas51.
Pendidikan ibadah, amal ibadah yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad di Makah tentang shalat, sebagai pernyataan
pengabdian hanya kepada Allah swt. Ibadah shalat juga titik
balik pengingkaran kaum muslimin awal kepada tuhan-tuhan
nenek moyang bangsa Arab sekaligus proses penanaman tauhid
uluhiyah52.
49http://pemudapersisjabar.wordpress.com/artikel/asepsobirin/atsar-dakwah-dan-pendidikan-rasulullah-saw/2013/10/29
50 Forum Komunikasi Alumni Program Pembibitan Calon Dosen IAIN
se-Indonesia (FKAPPCD), The Dinamics Of Islamic Civilization,
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998, h.55
51 Samsul Nizal, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2003,12
52 Bahwa yang berhak diibadahi ialah Allah swt

38

3)

Pendidikan akhlak, nabi Muhammad saw sangat menganjurkan


penduduk Makah yang telah menerima Islam agar
melaksanakan akhlak yang terpuji, seperti; menepati janji,
pemaaf, bersyukur, tawakal, tolong menolong, berbuat baik
kepada ibu bapak, membantu orang miskin dan orang musafir
dan meninggalkan akhlak yang buruk53.
Sedangkan untuk perencanaan pembelajaran al-Quran
sebagaimana disebutkan as-Suyuti (dalam Syalabi) bahwa para
sahabat menghafal 10 ayat. Di mana jumlah ini tidak ditambah
sampai materi tersebut difahami dan diamalkan oleh para
sahabat (peserta didik)54.
Perencanaan pembelajaran seperti di atas dinamai hidden
curriculum (kurikulum tersembunyi). Namun walaupun
tersembunyi kurikulum tersebut telah terstruktur dengan baik
bila dibandingkan dengan sistem pendidikan modern hari ini.
Nabi Muhammad saw ternyata jauh-jauh hari telah dengan
cerdas meletakkan dasar-dasar kurikulum yang terukur model
perencanaan pendidikan Islam. Perencanaan yang telah dibuat
nabi tersebut dianggap luar biasa, mengingat ilmu-ilmu
pedagogik belum dikenal. Ilmu pedagogik yang berkembang
masa itu masih mengandalkan aspek oral (lisan). Adapun selain
oral seperti tulis baca masih belum dikenal secara luas,
sehingga dengan situasi demikian membuat perencanaan
pembelajaran seperti sekarang adalah menjadi tidak mungkin
lahir.

53 Samsul Nizar, Op.Cit, h. 12


54 Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1973, cet.1, h.40 (Ahmad Syalabi mengutip keterangan ini
dalam Al-Itqan Fi ulumi al-Quran, 2: 208)

39

Kondisi yang sangat sederhana itu ternyata merupakan kunci


keberhasilan pendidikan Islam. Pertanyaannya adalah mengapa
bisa demikian? Hal tersebut karena penekanan pendidikan Islam
diarahkan berdasarkan pada konteks keahlian dan kemampuan
peserta didik. Peserta didik dibina dan ditempa sampai benarbenar matang dan siap dengan keahlian yang diinginkan Nabi
Muhammad saw sebagai pendidik. Proses pendidikan diseting
dengan menetapkan setiap indikator keberhasilan harus tercapai
dengan sempurna, baru kemudian disusul dengan materi
selanjutnya. Terkadang untuk satu materi Nabi sering
mengulangi sampai ranah afective peserta didik mampu
berkembang dengan baik.
Pola pendidikan seperti ini juga telah membawa keberhasilan
yang signifikan atas kegiatan pendidikan yang dilakukan KH.
Ahmad Dahlan (1868-1923 M) di Yogyakarta saat beliau
melakukan gerakan perubahan di sana. Disebutkan pada salah
satu pertemuan (pengajian al-Quran di Langgar), KH. Ahmad
Dahlan ditanya oleh peserta didiknya tentang pengkajian surat
al-Maun yang tidak pernah selesai dibahas. Mereka protes
mengapa pelajaran selanjutnya tidak diberikan oleh KH. Ahmad
Dahlan kepada mereka.
Menyikapi nada protes peserta didiknya tersebut KH. Ahmad
Dahlan melemparkan sebuah pertanyaan yang tidak bisa
dijawab oleh para peserta didiknya, yaitu sudahkah mereka
melaksanakan materi-materi yang sedang dibahas tersebut.
Setelah mendengar pertanyaan demikian dari KH. Ahmad
Dahlan para peserta didiknya terdiam, karena memang mereka
belum melaksanakannya.
Sangat urgen sekali hari ini, walau kita tidak boleh
menyebutkan kata terlambat terhadap proses yang baik seperti

40

yang dilakukan Nabi dan KH. Ahmad Dahlan di atas, bahwa


sudah mesti menyingkapkan kekaburan pemikiran kolektif kita
bahwa perencanaan pendidikan berbasis keahlian dan kemampuan perlu kembali dijewantahkan dengan konsisten oleh para
perencana dan pelaku pendidikan (dosen, guru dll) agar
pembelajaran menjadi lebih mendapatkan makna esensialnya.
Maksudnya adalah jangan sampai proses pendidikan hanya
berjibaku pada indikator berbasis kejar setoran dengan
menetapkan target waktu tertentu sementara kita sering
mengalpakan perhatian terhadap bagaimana peningkatan
kemampuan peserta didik dari waktu ke waktu. Dengan
demikian pelajaran yang ditambah hanya menjadi sampah
intelektual belaka.
Mungkin penjelasan di atas merupakan bentuk kegalauan
yang mewakili kesadaran esensi pendidikan Islam yang terkubur
dan telah menghilang yang perlu dibangkitkan kembali. Tentu
saja untuk mengembalikan apa yang dijelaskan di atas
memerlukan perubahan mindset berani dalam mengajar materi
agama Islam. Adapun perubahan pemikiran (mindset) yang
berani itu adalah tidak ragu menabrak sistem pendidikan yang
ada dengan semangat kecerdasan. Kita sadari bahwa pengajar
tidak hanya menciptakan proses transfer knowledge belaka,
namun lebih jauh, yang menjadi lebih penting menanamkan
nilai-nilai ilmu itu kepada peserta didik yang muaranya menjadi
pakaian kepribadiannya.
Adapun metode pendidikan yang digunakan oleh Rasulullah
periode Makah ada beberapa bentuk, diantaranya yaitu 55:

55http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/24/metode-dakwah-rasul489743.html/2013/10/29

41

a. Metode Personal, metode semacam ini terjadi dengan cara


individual, yaitu antara dai (pendidik/penceramah) dan madu
(jamaah). Dengan langsung bertatap muka sehingga materi
yang disampaikan langsung diterima, dan biasanya reaksi
yang ditimbulkan madu langsung diketahui. Pendekatan ini
Rasul lakukan untuk mencegah guncangan reaksioner di
kalangan masyarakat Quraisy, yang pada saat itu masih
percaya dengan kepercayaan animisme warisan leluhur
mereka.
b. Metode Diskusi, di mana Dai sebagai narasumber sedangkan
Madu sebagai audience. Tujuannya ialah untuk pemecahan
problematika yang ada kaitannya dengan dakwah, sehingga
apa yang menjadi permasalahan dapat ditemukan jalan
keluarnya. Pada masa sembunyi-sembunyi diskusi masih
seputar ketauhidan, atau apa saja ajaran Islam itu, dan juga
mengenai kehidupan setelah mati. Diskusi pada kondisi
seperti itu tidak leluasa karena harus dilakukan secara
sembunyi-sembunyi.
c. Metode Bi al-Hal, dakwah metode ini dilakukan dengan ajakan
melalui upaya penyatuan antara pemahaman atau
pengetahuan (thinking) dengan keyakinan atau perasaan
(feeling). Dengan demikian, dakwah dengan metode ini dapat
dilakukan dengan mauidhah hasanah (memberi contoh
teladan).
Metode pendidikan dan pengajaran ini sesuai dengan
kebutuhan dan situasi makah dalam kurun 3 tahun masa
pendidikan Islam periode sembunyi-sembunyi. Di mana taktik ini
dilakukan agar pemimpin Quraisy tidak terlalu terkejut atas
kehadiran Islam di Mekah. Masalah kemapanan agama dan
hirarkis kekuasaan yang ada di Makah sangat sulit memberikan
celah untuk munculnya agama baru apalagi agama Islam.

42

Adapun Islam dengan doktrin dan misinya telah dianggap


sangat revolusioner dan sangat radikal. Misi Islam yang
dianggap terlalu ekstrem radikal tersebut adalah upaya
mencongkel kemapanan kaum borjuis (kaya) dengan
penyamarataan antara budak dan majikan. Salah satu misi Islam
bahwa kaum budak dipandang sama dengan majikan untuk
masalah hak dan kewajiban. Penyetaraan ini tentu mengganggu
kemapanan sosial bangsa Quraisy secara umum. Budak menjadi
setara dengan majikan yang selama ini sangat berkuasa
terhadap mereka. Kemudian memberikan pembagian harta
warisan yang pantas kepada kaum wanita yang sebelumnya
hanya sebagai pelengkap penderita bahkan sekaligus bisa
diwariskan (wanita termasuk harta warisan).
Kedua, setelah turun wahyu kedua surat al- Mudatsir 1-7 yang
bermaksud supaya nabi Muhammad saw mengadakan
pendidikan secara terang-terangan kepada bangsa Quraisy
khususnya56.
Dalam wahyu kedua ini Nabi Muhammad saw diperintahkan
oleh Allah swt agar melakukan aktivitas pendidikan tidak lagi
terbatas kepada kaum kerabat terdekat serta tidak lagi dengan
cara tersembunyi akan tetapi kegiatan pendidikan sudah
saatnya dilakukan dengan cara terang-terangan. Sebab isyarat
wahyu menyebutkan bahwa waktunya sudah tepat untuk
melaksanakan pendidikan lebih luas kepada masyarakat
Quraisy. Diantaranya ketersediaan sumber daya insani (SDI)
berupa keberadaan tenaga pendidik. Selain Nabi sebagai
pendidik utama, para sahabat dianggap berkompeten menjadi
pendidik bagi masyarakat Arab karena telah ditraining langsung

56http://adarossyat.blogspot.com/2010/02/wahyu-yang
kedua.htm/2013/10/29

43

oleh Nabi Muhammad saw selama 3 tahun untuk pokok materi


pendidikan mengenai ketauhidan.
Ketiga, setelah melakukan pendidikan dan pengajaran Islam
secara terang-terangan kepada bangsa Quraisy, nabi
Muhammad saw mengubah strategi pendidikan menjadi
terbuka untuk umum (secara umum). Pendidikan dan
pengajaran ini bersifat internasional yang berlandaskan pada
surat al-Hijr: 94-95. Sebagai tindak lanjut dari perintah Allah
tersebut pada musim haji, Nabi mendatangi kemah jamaah haji.
Pada awalnya banyak jamaah haji yang menolak kecuali
sekelompok jamaah dari Yastrib. Jamaah Yastrib tersebut berasal
dari kabilah Khazraj yang sangat antusias menerima pengajaran
Nabi57. Untuk meneruskan pendidikan dan pengajaran Islam
yang telah dirintis Nabi tersebut seterusnya diserahkan kepada
Musab bin Umair seorang sahabat beliau yang telah mengikuti
proses pendidikan Islam selama 3 tahun di rumah Arqam bin Abi
Arqam. Tugas itu tidak dilaksanakan di masa berlangsungnya
haji akan tetapi langsung di Kota Yastrib. Dengan diutusnya
Musab bin Umair ke Yastrib telah membuka harapan baru bagi
perkembangan pendidikan Islam untuk masa selanjutnya.
Dua tahapan pendidikan Islam yang dilakukan Nabi
Muhammad saw hanya untuk kota Makah, tahapan ini digunakan
Nabi untuk mempersiapkan tenaga pendidik dari keluarga
dekatnya atau golongan Quraisy. Pertimbangan yang digunakan
ialah :
Pertama, pendidikan Islam lambat laun harus disebarkan,
sehingga membutuhkan tenaga-tenaga yang siap didistribusikan
sesuai kebutuhan, maka para sahabat awal merupakan input
yang sangat masuk akal, karena selain keterampilan dalam
mengajar juga dibutuhkan nyali yag cukup kuat, sebab situasi
57 Samsul Nizar, Op.Cit, 2003, h. 6

44

kala itu tidak mendukung untuk mengadakan pendidikan Islam.


Di samping materi-materinya dinilai sangat radikal untuk ukuran
bangsa Arab.
Kedua, keefektifan dan keefesienan, maksudnya, pendidikan
calon pendidik terdiri dari kalangan arab Quraisy sendiri atau
orang yang telah mengenal dan berasimilasi dengan baik ke
dalam budaya Quraisy, terutama linguistik Arab (kebahasaan) di
Makah58. Pertimbangan tersebut, berkaitan dengan materi
(wahyu) yang akan disampaikan sesuai dialek Quraisy.
Ketiga, aspek penjiwaan/internalisasi materi ajar yang
diberikan kepada peserta didik (audience). Maksudnya, kondisi
psikologi para sahabat calon pendidik secara kontekstual,
sangat tepat untuk mendukung penguasaan, kemantapan
transfer knowledge dan values kepada audience. Karena
sebagian mereka adalah kaum lemah dan sebagian budak yang
terpinggirkan di Makah, sedangkan materi yang akan diberikan
berkaitan langsung dengan semangat pembebasan mereka dari
kemapanan budaya feodal patriacal59 Quraisy tersebut.
58 Bilal bin Rabbah seorang budak dari Habsyah/Eitoupia yang
telah mengenal serta berasimilasi dengan kebudayaan Quraisy
Makah, mulai dari sebelum Islam datang sebagai seorang budak
59 Yang kaya sangat berkuasa, yang lemah menjadi sangat lemah
posisinya karena secara materi mereka tidak bisa banyak berbuat
apa-apa karena kecilnya akses kepada jaringan sumber-sumber
kekayaan dari itu pengaruh mereka menjadi tidak begitu berarti.
Seperti yang dijelaskan Karen Amstrong, dalam bukunya
Muhammad Sang Nabi, bahwa keluarga Hasyim disaat Muhammad
lahir sedang mengalami penurunan popularitas, sebelumnya klan
ini sangat dihormati, disebabkan factor prestise tidak lagi pada
kepahlawanan seorang pemimpin akan tetapi factor kekayaan
seorang kepala suku/pemimpin. Seperti contoh Paman Nabi Abu
Jahal menjadi sangat dihormati walaupun kejam dibanding Abdul

45

Pada tahapan ketiga, proses pendidikan telah bisa disebut


bercakupan internasional. Karena pesan pendidikan telah
disampaikan juga kepada orang Yastrib suku Khazraj. Dengan
ruang lingkup pendidikan Islam yang semakin meluas, maka
metode dan materinya juga ikut bertambah sesuai materi
(wahyu) yang diturunkan Allah swt. (penambahan materi
pendidikan sudah masuk pada periode pendidikan Madinah).
b. Tahap Pendidikan Islam Terbuka (Periode Madinah)
Tahapan pendidikan Islam periode ini terlaksana dengan
turunnya surat al-Hijr: 94-95. Pelaksanaan ibadah haji
merupakan momen yang sangat tepat untuk melaksanakan
proses pengajaran/penyebaran pesan (wahyu) kepada jamaah
haji yang datang ke Makah. Suku Khazraj adalah yang pertama
menerima pengajaran ini.
Aspek psikologis adalah faktor utama sehingga mereka
mudah menerima pengajaran. Karena materi yang disampaikan
juga sangat relevan dengan kebutuhan mereka yang sedang
dilanda perang saudara akut antara suku Aus dan suku Khazraj
di kota Yastrib. Sesuai dengan materi awal Nabi Muhammad saw
di Makah yang concern pada ketauhidan dan akhlak mulia, di
antaranya berakhlak baik kepada sesama manusia dan saling
tolong menolong antar sesama manusia. Materi ini sangat
mereka harapkan, bukan saja harapan sebatas pesan oral, akan
tetapi lebih jauh supaya bisa diaplikasikan di negeri mereka
yaitu Yastrib.
Kemudian aspek yang tidak kalah pentingnya adalah
kewibawaan Nabi sebagai pengajar adalah hal yang sangat
berkesan sekali, sehingga mereka berharap Rasul datang ke
Mutalib sendiri atau Abu Talib, karena mereka tidak kaya dalam klan
Bani Hasyim. Atau Golongan Bani Makhzum lebih dihormati
dibanding Bani Hasyim.

46

kota mereka untuk memberikan pengajaran sekaligus tinggal di


sana.
Peserta didik Nabi di kelas internasional ini terdiri 12 laki-laki
dan 1 orang perempuan60. Kemudian tahap kedua sebanyak 73
laki-laki dan 2 orang perempuan61. Karena semangat dan
kesungguhan mereka, sekaligus untuk kontinuitas pendidikan
kelas internasional ini, maka untuk sementara Nabi mengutus
Musab bin Umair sebagai tenaga pendidik yang siap dan
pilihan yang tepat waktu itu. Dikatakan siap karena beliau telah
mendapat pendidikan langsung dari Nabi di rumah Arqam bin
Abi Arqam. Dikatakan tepat, karena Musab bin Umair dianggap
mempunyai kapabalitas, cakap secara fisik (tampan) dan
memiliki wibawa, sehingga dengan alasan tersebut, proses
transfer materi pengajaran /pendidikan Islam menjadi mudah.
Kota Yastrib sebagai destinasi (tujuan) program pengembangan pendidikan Islam adalah sesuatu yang sangat logis
mengingat kondisi Makah yang tidak bersahabat terhadap
program pengembangan pendidikan Islam. Maka para sahabat
(tenaga pendidik) dengan berombongan melakukan hijrah ke
Yastrib. Karen Amstrong menyebutkan perpindahan/hijrah ini
merupakan titik balik perkembangan pendidikan (dakwah) Islam
lebih luas62.
Adapun inti program pengembangan pendidikan di Makah
berorientasi pada; persiapan tenaga pengajar/pendidik,
persiapan dan penempaan mental calon pengajar/pendidik.
Dapat disebut bahwa tenaga pendidik awal ini telah melakukan
60 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012, h.23
61 Karen Amstrong, Muhammad Sang Nabi, Surabaya: Risalah
Gusti, 2012, cet. 7, h. 204
62 Ibid, h.181

47

magang/praktek lapangan (istilah modern) di Makah. Orientasi


pendidikan Islam di Makah secara umum dikategorikan sebagai
kelas tamhidi (persiapan), kecuali untuk calon pendidik awal,
pengajaran yang diberikan Nabi lebih mendalam. Kondisi laten
budaya Quraisy yang kental, menyebabkan proses pengajaran
hanya dapat dilakukan secara terbatas.
Namun langkah ini sangat efektif, karena bangsa Quraisy
telah mendapatkan informasi/pengetahuan Islam secara umum.
Di saat fathuh (penaklukan) Makah di kemudian hari, orang
Quraisy lebih mudah menerima pendidikan Islam, karena
sebelumnya mereka telah memiliki pengetahuan tentang
pengajaran Islam. Artinya bangsa arab di Makah telah
mempunyai basic tentang Islam, sehingga banyak di antara
mereka yang dengan sukarela masuk Islam ketika penaklukan
berlangsung. Sebagian ada juga yang masuk secara terpaksa,
namun proses dialogis yang terus dilakukan Rasul dan para
Sahabat, mereka yang terpaksa menjadi bisa menerima.
Kembali kepada topik ini, pada pagi hari tanggal 4 September
622 M, rombongan sahabat Makah (Muhajrin) telah sampai di
Yastrib. Di hari yang sama Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar
baru tiba di Quba. Mereka tinggal di sana selama 3 hari
sebelum menyusul rombongan Muhajrin di Yastrib. Di Quba nabi
memberikan pengajaran dan pendidikan kepada penduduknya
sekaligus mendirikan institusi pendidikan Islam pertama yang
didirikan oleh Nabi Muhammad saw63.
Di kota Madinah, program penggemblengan tenaga pengajar/
pendidik dapat dilakukan dengan maksimal. Demikian itu
terbukti ketika para sabahat Anshar (orang Yastrib yang telah

63 Abudin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi


Pendidikannya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, h.197

48

Islam) dan Muhajrin menjadi ujung tombak tenaga pendidik


Islam baik di Madinah maupun ke semua penjuru negeri Arab.
Kemudian setelah Rasul sampai di Yastrib pada tanggal 12
Rabiul Awwal I H bertepatan tahun 622 M, beliau mendirikan
masjid sebagai institusi pendidikan Islam yang kedua dalam
dunia Islam.
Adapun materi pendidikan Islam yang diberikan Nabi periode
ini diklasifikasikan sebagai berikut

64

1.
2.
3.
4.
5.

Pendidikan keimanan,
Pendidikan Ibadat,
Pendidikan Akhlak,
Pendidikan Kesehatan (Jasmani), dan
Pendidikan Kemasyarakatan atau kewarganegaraan.
Ramayulis menambahkan materi periode Madinah meliputi :
1. Tulis Baca Al-Quran,
2. Kesejahteraan keluarga, dan
3. Sastra Arab.
Sedangkan metode yang digunakan Rasul di Madinah
meneruskan metode pendidikan di Makah dan beberapa
tambahan yaitu 65:
1. Ceramah,
2. Dialog,
3. Tanya jawab atau diskusi,
4. Demontrasi,
5. Teguran langsung,
6. Sindiran,
7. Pemutusan dari Jamaah,
8. Pemukulan (berkaitan dengan pengajaran Shalat untuk anakanak),
9. Komparatif kisah-kisah,
10. Menggunakan kata Isyarat, dan
11. Keteladanan.
Proses pendidikan yang dialogis menggunakan metode di atas
nilai-nilai yang terkandung, untuk pendidik dan peserta didik

64 Samsul Nizar, Op.Cit, h.12-13


65 Ibid, 16-17

49

dapat digambarkan sebagai berikut66: Memperhatikan peserta


didik secara menyeluruh serta kebutuhan-kebutuhannya dalam
proses pembelajaran antara lain; mendengarkan pernyataan
peserta didik, memperkenankan peserta didik mengutarakan isi
hatinya, memilih tempat yang cocok untuk bertemu dengan
peserta didik seperti di masjid, dan memilih waktu yang tepat
untuk bertemu dengan peserta didik.
Untuk peserta didik pernyataan yang diberikan harus jelas,
pertanyaan yang disampaikan harus ringkas, persiapan jasmani
dan rohani untuk mencari ilmu, kesiapan untuk menerima
tanggapan dari pertanyaan-pertanyaan, pertanyaan bermanfaat,
pertanyaan akurat dan ilmiah, pilihan waktu yang tepat
bertemu dengan guru, duduk dekat dengan guru dan posisi
duduk yang baik dan menyehatkan.
3. Bentuk-bentuk Institusi/ Lembaga Pendidikan Islam Pra
Kebangkitan Madrasah dan Kuttab
Institusi atau lembaga pendidikan Islam dengan nama
langsung Madrasah dengan pengertian tempat menuntut ilmu
atau seperti tempat proses belajar-mengajar yang kita ketahui
hari ini baru ada pada masa akhir Bani Abbasiyah di bawah
pengaruh suku Seljuk Turki periode 2 di Baghdad yang berkuasa
tahun 448-552 H/1055-1157 M67. Madrasah yang konotasi
Universitas terbesar didirikan masa ini oleh Perdana Menteri
Sultan Maliksyah (465-485/1072-1092)68 yakni Nizam al- Muluk.
Salah seorang tokoh ilmuan yang fenomenal di bidang
keagamaan dan filsafat ialah Imam al-Gazali (1059-1111 M).
66 Ibid, h. 19
67 Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik
Hingga Moderen, Yogyakarta: LESFI, 2009, cet.3, h.144
68 Ibid

50

Sedangkan Kuttab sebagai tempat belajar telah ada sebelum


Islam datang di Makah. Kuttab sebagai lembaga pendidikan
dasar sebelum Islam telah digunakan di Makah untuk kegiatan
baca tulis. Seorang sejarawan Arab mencatat bahwa orang asli
Makah yang pertama mengenal tulis baca diajar oleh seorang
Kristen dan bahwa jumlah orang Makah yang mengenal tulis
baca ketika Islam datang adalah 17 orang69. Namun menurut
Ahmad Syalabi, orang yang pertama pandai tulis baca ialah
Sofyan Ibnu Umaiyah Ibnu Andu Syams dan Abu Qais Ibnu Abdi
Manaf ibnu Zuhrah Ibnu Kilab. Kedua orang ini mempelajarinya
dari Bisyr Ibnu Abdil Malik yang belajar di Hirah70. Mungkin saja
orang Hirah Kristen yang mengajarinya. Tetapi jumlah orang
yang pertama pandai tulis baca waktu lebih dari satu orang.
Lebih lanjut Ibnu Batutah (779 H), menyebutkan kegiatan
pembelajaran di tingkat Kuttab ini pendidiknya mengajarkan
menulis dengan menggunakan kitab-kitab syair dan
sebagainya.71
a. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam
Sebelum berkembangnya sekolah dan universitas yang
kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam
dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang bersifat non formal. Lembaga-lembaga ini
berkembang terus dan bahkan bersamaan dengan tumbuh dan
berkembangnya bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal
yang semakin luas. Diantara lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang bercorak non formal tersebut adalah;

69 Charles Michael Staton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, Jakarta:


Logos Publishing, 1994, h. 18
70 Ahmad Syalabi, Op.Cit. h.33
71 Ibid,h.37

51

1) Kuttab sebagai lembaga pendidikan dasar


2) Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal Badwi)
3) Masjid.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam sebelum kebangkitan
Madrasah yaitu
1)
2)
3)
4)
5)
6)
b.

Maktab/Kuttab
Halaqah
Majlis
Masjid
Khan
Ribath72.
Rumah Ulama sebagai Lembaga Pendidikan
Masjid bukanlah satu-satunya tempat diselenggarakannya
pendidikan Islam. Rumah-rumah ulama juga memainkan
peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan
pengetahuan umum. Sebagai tempat transmisi keilmuan, rumah
muncul lebih awal daripada masjid. Sebelum masjid dibangun,
ketika di Makah Rasulullah menggunakan rumah al-Arqam
sebagai tempat memberikan pelajaran bagi kaum muslimin.
Selain itu, Beliau pun menggunakan rumah Beliau sebagai
tempat untuk belajar Islam73.
Untuk mencapai tujuan dalam menyampaikan risalah tauhid
sangat diperlukan suatu wadah atau lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan merupakan suatu wadah berprosesnya
seluruh komponen pendidikan secara berkesinambungan dalam
pencapaian tujuan pendidikan yang sempurna. Adakalanya
kelembagaan dalam masyarakat secara eksplisit membuktikan
bahwa kuatnya tanggung jawab kultural dan edukatif
masyarakat dalam mempraktikkan ajaran Islam.

72http://mezazainul.blogspot.com/2012/03/rumah-ulama-dan-istanakhalifah-sebagai.html/2013/10/30

73 Ibid

52

Hasan Langgulung menjelaskan bahwa lahirnya pendidikan


Islam di tandai dengan munculnya lembaga lembaga
pendidikan Islam. Ketika wahyu di turunkan Allah kepada Nabi
Muhammad saw, maka untuk menjelaskan dan mengajarkan
kepada para sahabat, Nabi mengambil rumah Arqam bin Abi alArqam sebagai tempatnya, disamping menyampaikan ceramah di berbagai tempat. Atas dasar inilah dapat dikatakan
rumah Arqam sebagai lembaga pendidikan pertama dalam
Islam. Hal ini berlangsung kurang lebih 3 tahun. Namun sistem
pendidikan pada lembaga ini masih berbentuk halaqah dan
belum memiliki kurikulum dan silabus seperti yang dikenal
sekarang. Sedangkan sistem dan materi materi pendidikan
yang akan disampaikan diserahkan sepenuhnya kepada Nabi
saw74.
Dengan dijadikannya rumah Arqam bin Abi al-Arqam oleh
Rasulullah Muhammad saw. sebagai tempat berkumpul para
sahabat dalam menyampaikan wahyu yang diterima dari Allah
melalui malaikat Jibril as., ini membuktikan bahwa rumah adalah
lembaga pendidikan pertama dalam Islam. Dalam pendidikan
Islam selanjutnya, model sistem pendidikan ini terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
tuntutan masyarakat, dan zaman.
Sebelum masjid dibangun, maka di samping memberi
pelajaran di rumah Arqam, Nabi juga mengajar di rumahnya di
Makah, maka berkumpullah para sahabat di sekitar beliau untuk
menerima pelajaran yang disajikan oleh Nabi. Kondisi tetap
seperti itu hingga turunlah surat al-Ahzab ayat 35. Ayat ini di
turunkan di Madinah sesudah masjid dibangun. Dengan
turunnya ayat ini Allah telah meringankan kesibukan Nabi
74 Ibid

53

disebabkan mengalirnya manusia ke rumah beliau yang boleh


dikatakan tidak henti-henti75.
Meski rumah bukanlah tempat yang ideal untuk memberikan
pelajaran, banyak rumah ulama yang dipakai sebagai tempat
belajar. Mungkin saja pelajaran di rumah dapat mengganggu
penghuni rumah tersebut, namun ulama-ulama tidak keberatan
rumahnya dipakai tempat belajar. Hal ini disebabkan semangat
menyebarkan pengetahuan mereka dan karena belajar
mengajar mempunyai nilai ibadah. Mereka dengan ikhlas dan
senang hati menyediakan rumah-rumah mereka sebagai kelaskelas belajar.
Belajar di rumah-rumah ulama merupakan fenomena umum di
masyarakat Islam. Ini menunjukkan tidak ada rasa terganggu
atau berat hati bila rumah mereka dipakai tempat belajar.
Seharusnya, mereka berbangga hati karena pelajar-pelajar harus
datang ke rumah mereka untuk bertanya dan belajar. Banyak
laporan sejarah yang menjelaskan bahwa banyak pelajar yang
menunggu di depan pintu rumah ulama-ulama. Mereka kesana
untuk mencari pemecahan masalah yang mereka hadapi atau
mendiskusikan persoalan-persoalan fiqih. Ada di antara mereka
yang menghadap ulama untuk meminta riwayat hadist,
mendengarkan puisi, atau belajar ilmu lainnya76.
C. Kesimpulan
Bahwa lembaga pendidikan secara umum dapat diartikan
sebagai badan usaha yang bergerak dan bertanggung jawab
atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik. Adapun
lembaga pendidikan Islam dapat diartikan sebagai suatu wadah
atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang
75 Ibid
76 Ibid

54

bersamaan dengan proses pembudayaan nilai-nilai yang ingin


dicapai lembaga pendidikan Islam.
Awal perkembangan pendidikan Islam dilakukan secara
sembunyi-sembunyi sejak turunnya wahyu pertama surat
al-Alaq: 1-5. Kemudian pendidikan Islam secara terang-terangan
ketika telah turunnya surat al-Mudatsir: 1-7, namun lingkupnya
masih Arab Quraisy Makah. Sedang proses pendidikan terbuka
yang meng-internasional setelah turunnya surat al-Hijri:94-95.
Momen kegiatan pendidikan secara luas ini terjadi ketika musim
haji tahun ke-12 kenabian, yang pertama sekali disambut
dengan antusias oleh suku Khazraj dari Yastrib berjumlah 12
laki-laki dan 1 orang perempuan. Tahap pendidikan terbuka
ketiga ini cikal bakal berkembangnya pendidikan Islam di
Madinah setelah Nabi hijrah ke sana tahun 622 M.
Adapun materi-materi pendidikan yang ditekankan nabi
Muhammad saw adalah Al-Quran dan Sunnah dengan fokus
penekanan ketauhidan, ibadah dan akhlak terpuji, sedangkan
pendidikan Islam di Madinah ada tambahan materi seperti;
kesejahteraan keluarga, kesehatan (jasmani), kewarganegaraan,
kesusastraan Arab dan baca tulis al-Quran. Metode yang
dipakai adalah ceramah, dialog, tanya jawab atau diskusi,
demonstrasi, teguran langsung, sindiran, pemutusan dari
jamaah, pemukulan (berkaitan dengan pengajaran shalat untuk
anak-anak), komparatif kisah-kisah, menggunakan kata isyarat,
dan keteladanan.
Sedangkan lembaga pendidikan Islam yang berkembang
masa awal ini adalah, Kuttab sebagai lembaga pendidikan dasar,
rumah-rumah para ulama (para sahabat), Badiah (Padang
Pasir, dusun tempat tinggal Badwi), Masjid, Halaqah, Majlis,
dan Ribath.

55

Soal latihan :
1. Jelaskan pengertian Lembaga Pendidikan Islam !
2. Uraikanlah Perkembangan Pendidikan Islam zaman Nabi
a. Tahapan dan periode Makah
b. Tahapan dan Periode Madinah
3. Jelaskanlah bentuk-bentuk lembaga pendidikan Islam pra
kebangkitan Madrasah dan Kuttab zaman Nabi !

DAFTAR KEPUSTAKAAN

56

Amstrong, Karen, Muhammad Sang Nabi, Surabaya:


Risalah Gusti, 2012, cet. 7, h. 204
Forum Komunikasi Alumni Program Pembibitan Calon
Dosen IAIN se-Indosesia (FKPPCD), The Dinamics Of Islamic
Civilization, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998, h.55
http://www.tugasku4u.com/2013/07/makalah-lembagapendidikan-islam.html diunduh /2013/10/29
http://adarossyat.blogspot.com/2010/02/wahyu-yangkedua.htm/2013/10/29
http://pemudapersisjabar.wordpress.com/artikel/asepsobirin/atsar-dakwah-dan-pendidikan-rasulullah-saw/2013/10/29
http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/24/metodedakwah-rasul-489743.html/2013/10/29
http://mezazainul.blogspot.com/2012/03/rumah-ulamadan-istana-khalifah-sebagai.html/2013/10/30
Maryam, Siti dkk, Sejarah Peradaban Islam dari Masa
Klasik Hingga Moderen, Yogyakarta: LESFI, 2009, cet.3, h.144
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2003, h. 6
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012, h.23
Staton, Charles Michae, Pendidikan Tinggi dalam Islam,
Jakarta: Logos Publishing, 1994, h. 18
Syalabi, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1973, cet.1, h.33

57

BAB IV
PENDIDIKAN MASA BANI UMAWIYAH
Kompetensi
Dasar

:
:
:

Indikator
:

Strategi
Perkuliahan

:
:

Penilaian
Bobot Nilai

Mampu Menjelaskan Pendidikan


Masa Bani Umawiyah
1. Perkembangan Pendidikan Masa
Bani Umawiyah
2. Tokoh-tokoh Ilmuan dan
Konstribusinya dalam Pendidikan
Islam Masa Bani Umawiyah
3. Lembaga Pendidikan Islam Masa
Bani Umawiyah
4. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan yang
Berkembang Masa Bani Umawiyah
Presentase Makalah,
Konstruktivisme, Kolaborative.
Luasnya Cakupan Informasi yang
disampaikan dan variasi sumber
variasi sumber informasi mengenai
topik yang didiskusikan
100

A. Pendahuluan
Pendidikan Islam setelah pindah ke Madinah terus
mengalami perkembangan dan kemajuan dengan bertambahnya
kuantitas peserta didik, tempat pendidikan, jumlah tenaga
pendidik, pertambahan materi-materi ajar dan metode-metode
pendidikan yang digunakan. Perkembangan yang signifikan
terjadi pada masa Bani Umawiyah (661-743 M) berkuasa selama
90 tahun77, bisa disebut periode I kemudian periode II mulai
tahun (711-1492 M) di Andalusia (Spanyol) yang secara alamiah
melanjutkan perkembangan pendidikan pada masa Khulafa arRasyidin.
Para pengembang awal pendidikan Islam masa Umawiyah
adalah mereka yang masih hidup pada masa Umawiyah
berkuasa. Semangat pengembangan pendidikan dan ilmu
77 Samsul Nizar, Op,Cit,h. 67

58

pengetahuan lahir dari rahim ulama yang mempelajari al-Quran


al-Karim. Dorongan untuk mencari ilmu dan menelaah alam,
dalam bahasa wahyu pertama Iqra (bacalah). Membaca bisa
dalam artian rangkaian huruf-huruf yang dikenal semua
peradaban manusia, atau membaca tanda-tanda alam (ayatayat). Pendeknya membaca yang tersurat dan yang tersirat.
Lompatan perkembangan ilmu pengetahuan melalui proses
pendidikan yang dilakukan para ulama baik dengan dukungan
penguasa atau tidak telah melahirkan ilmu-ilmu baru di bidang
eksak, sastra, filsafat maupun keagaman. Seiring perkembangan
ilmu pengetahuan, maka lembaga pendidikan Islam juga ikut
berkembang.
Dalam bab ini menyajikan topic: Perkembangan Pendidikan
Islam Masa Bani Umawiyah, Tokoh-tokoh Ilmuan dan Konstribusinya dalam Pendidikan Islam Masa Bani Umawiyah, Lembaga
Pendidikan Islam Masa Bani Umawiyah, Klasifikasi Ilmu
Pengetahuan yang Berkembang Masa Bani Umawiyah,
Kesimpulan dan Soal-soal Latihan.
B. Pembahasan
1. Perkembangan Pendidikan Islam Masa Umawiyah
Pada masa Daulah (Dinasti) Bani Umayyah pendidikan Islam
mengalami perkembangan yang cukup signifikan, namun
bersifat desentralisasi dan tidak memiliki standar umur. Kajian
keilmuan pada periode ini berpusat di Damaskus, Kuffah, Makah,
Madinah, Mesir, Cordova, Damsyik, Palestina (Syam), dan Fistat
(Mesir)78. Adapun aspek-aspek kemajuan pendidikan Islam yang
mengalami peningkatan signifikan yang disorot dalam bab ini
dalam bidang kurikulum dan metode pendidikan, diantaranya
dapat diuraikan pada pembahasan berikut:
78 Ramayulis, Op.cit, h. 71

59

a.

Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Bani Umawiyah


Pada masa bani Umayyah, pakar pendidikan Islam menggunakan kata Al-Maddah untuk pengertian kurikulum. Karena
pada masa itu kurikulum lebih identik dengan serangkaian mata
pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat
tertentu79.
Seiring perjalanan waktu pengertian kurikulum mulai berkembang dan cakupannya lebih luas, yaitu mencakup segala
aspek yang mempengaruhi pribadi siswa. Kurikulum dalam
pengertian yang modern ini mencakup tujuan, mata pelajaran,
proses belajar dan mengajar serta evaluasi80. Berikut ini adalah
macam-macam kurikulum yang berkembang pada masa bani
Umawiyah:
1) Kurikulum Pendidikan Rendah
Terdapat kesukaran ketika ingin membatasi mata pelajaranmata pelajaran yang membentuk kurikulum untuk semua tingkat
pendidikan yang bermacam-macam. Pertama, karena tidak
adanya kurikulum yang terbatas, baik untuk tingkat rendah
maupun untuk tingkat penghabisan, kecuali Al-Quran yang
terdapat pada kurikulum. Kedua, kesukaran antara membedakan
fase-fase pendidikan dan lamanya belajar karena tidak ada
masa tertentu yang mengikat murid-murid untuk belajar pada
setiap lembaga pendidikan. Sebelum berdirinya madrasah, tidak
ada tingkatan dalam pendidikan Islam, tetapi tidak hanya satu
tingkat yang bermula di Kuttab dan berakhir di diskusi halaqah
(melingkar). Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh
seluruh umat Islam. Di lembaga Kuttab biasanya diajarkan
membaca dan menulis disamping Al-Quran. Kadang diajarkan
bahasa, nahwu, dan arudh.
79http://ibnu-safruddin.blogspot.com/2012/12/ sejarah-pendidikanislam-pada-masa-bani_9.html/2013/10/31
80 Ibid

60

2) Kurikulum Pendidikan Tinggi


Perguruan tinggi Islam yang ada bukan berarti seperti yang
dibayangkan hari ini, namun subtansinya kajian-kajian keilmuan
yang dipelajari dilakukan oleh seorang peserta didik dan
dosen/pendidik lebih mendalam. Kalau kita hubungkan tingkat
keseriusan para pencari ilmu dari tingkat lain dibawahnya, maka
pada tingkat perguruan tinggi waktu itu lebih giat menggali
ilmu-ilmu yang ada. Para ilmuan telah terbiasa menggunakan
metode eksprimen, observasi, trial and error dan berfikir analitik
untuk ilmu filsafat dan metafisika.
Berbicara kurikulum pendidikan tinggi yang ada waktu itu,
ragamnya sangat bervariasi tergantung kepada syaikh yang
mau mengajar. Para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari
mata pelajaran tertentu, demikian juga pendidik/dosen tidak
mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum
tertentu81.
Mahasiswa bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah
pendidikan tinggi dan berpindah dari sebuah pendidikan tinggi
ke pendidikan tinggi yang lain, bahkan dari satu kota ke kota
lain. Menurut Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan
orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak yang
tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai
Al-Quran dan agama. Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi
kepada dua jurusan yaitu, jurusan ilmu-ilmu agama (al-ulum alnaqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah)82.
b. Metode-metode Pendidikan Islam pada Masa Bani Umawiyah
Pendidikan Islam di masa Dinasti Umawiyah tampaknya
masih didominasi oleh metode bayani, terutama selama abad I
H di mana pendidikan bertumpu dan bersumber pada nash-nash

81 Ibid
82 Ibid

61

agama yang kala itu terdiri atas Al-Quran, sunnah, ijmak, dan
fatwa sahabat. Metode bayani dalam pendidikan Islam kala itu
lebih bersifat eksplanatif, yaitu sekedar menjelaskan ajaranajaran agama saja karena tingkat perkembangan ilmu-ilmu
aqliah belum menjadi prioritas.
Secara khusus, metode ceramah dan demonstrasilah yang
banyak digunakan dalam institusi-institusi pendidikan yang ada
di zaman itu, baru pada masa-masa akhir pemerintahan
Umawiyah metode burhani mulai berkembang di dunia Islam,
seiring dengan giatnya penerjemahan karya-karya filsafat Yunani
ke dalam bahasa Arab83.
Metode burhani /Tahlili (analitik) adalah metode yang telah
dipakai pada zaman Aritoteles (lahir 384 SM) dengan
pendekatan silogisme yang memakai istilah preposisipreposisi84. Metode burhani diperkenalkan pertama kali oleh Al
Kindi (801-873 M). Selanjutnya metode tersebut mencapai
puncaknya ketika berada ditangan Ar-Rozi (865-925 M) dan AlFarabi (872-950 M)85 pada masa Bani Abbasiyah (tahun 132-656
H/750-1258 M)86
Selain metode burhani, metode karya wisata (rihlah ilmiyah)
dan penugasan sangat berkembang masa ini. Para ilmuan
berlomba-lomba pergi ke wilayah yang pernah dinaungi
peradaban Yunani untuk mendapat buku-buku klasik kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab87.

83 Ibid
84http://ahmadbarokah05.blogspot.com/2012/10/pengertianperkembangan-dan-metode.html/ 2013/11/1
85http://ahmadbarokah05.blogspot.com/2012/10/pengertianperkembangan-dan-metode.htm/ 2013/11/1
86http://politik132.blogspot.com/2013/03/sejarah-berdirinyadinasti-abbasiyah.html/2013/11/1

62

Metode pendidikan Islam di bidang kajian keagamaan masih


menggunakan metode kisah, amtsal, hukuman, pembiasaan,
keteladan, diskusi, halaqah, ganjaran, dan tanya jawab.
Penggunaan metode tersebut karena materi-materi keislaman
sarat dengan hukum praktis untuk kehidupan sehari-hari.
2. Tokoh-tokoh Ilmuan dan Kontribusinya dalam Pendidikan
Islam Masa Umawiyah.
Banyak tokohtokoh ilmuan yang telah memberikan
sumbangsih terhadap pendidikan Islam masa dinasti Umawiyah.
Berkembangnya pendidikan Islam bukan dalam artian
pembaharuan lembaga-lembaga, metode dan materi seperti
pembaharuan pendidikan dunia modern yang kita kenal dewasa
ini, namun lebih bersifat pembaharuan yang berkonotasi
integrasi ilmu umum dan Islam seperti yang pernah dilakukan
Muhammad Abduh (lahir1849 M), dengan memasukkan mata
pelajaran berhitung, aljabar, sejarah Islam, bahasa dan sastra,
dan prinsip-prinsip geometri dan geografi ke dalam kurikulum alAzhar. Dari segi metode perkuliahan yang bertele-tele yang
dikenal dengan nama Syarah al-Hawasyi, diusahakan
dihilangkan dan diganti dengan metode pengajaran yang sesuai
dengan perkembangan zaman88.
Perkembangan pendidikan Islam pada masa Umawiyah
menanjak dari sebelumnya, yaitu dari yang belum ada menjadi
ada; bukan memperbaiki yang telah ada, serta menyisipi yang
telah ada. Perkembangan pendidikan Islam identik dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, dimana ada ilmuan di sana
87S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu Pengetahuan
Dan Peradaban, Jakarta: PM3, 1986, Cet. II, h. 9
88http://muhammadmuslih06.blogspot.com/2013/02/pemikiranmuhammad-abduh-tentang.html/ 2013/11/1

63

dan pendidikan Islam. Walaupun yang menjadi ilmuan tersebut


bukanlah orang muslim, tetapi semangat keilmuan didorong
oleh dunia muslim yang bersumberkan al-Quran dan sunnah
Nabi Muhammad saw dan mereka berbakti dalam Tamaddun
Islam di bawah pemerintahan Bani Umawiyah.
Perkembangan pendidikan Islam dan Ilmu pengetahuan
yang terjadi secara integral. Bahwa pendidikan Islam bukan
hanya mengembangkan ilmu-ilmu agama namun juga ilmu-ilmu
aqliah . Boleh jadi seorang ulama ahli tafsir juga ahli filsafat,
atau menguasai ilmu-ilmu umum lainya. Bisa dikatakan ilmu
pengetahuan tidak mengenal pemisahan ilmu agama dan
umum. Dalam doktrin Islam sumber ilmu adalah satu yaitu Allah
swt.
Adapun Tokoh-Tokoh Pada Masa Bani Umayyah Periode I89
terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masingmasing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para
ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
a. Ulama-ulama tabiin ahli tafsir, yaitu: Mujahid, Athak bin
Abu Rabah, Ikrimah, Said bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda,
Qatadah. Pada masa tabiin tafsir Al-Quran bertambah luas
dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak
orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di
antara mereka yang termasyhur: Kabul Ahbar, Wahab bin
Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij
b. Ulama-ulama Hadist yaitu: Abu Hurairah, Aisyah, Abdullah
bin Umar, Abdullah bin Abbas ,Jabir bin Abdullah, Anas bin Malik.
Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Quran. Sedangkan hadishadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari
mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari
89http://16huzna.blogspot.com/2012/12/banimayyah.html/2013/11/1

64

hafalan guru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi


hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat
dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam
buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah
kita sekarang.
c. Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih
yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal
berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab
jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastra arab
mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair
seperti Umar bin Abu Rabiah ,Jamil al-uzri ,Qys bin Mulawwah
,yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq, Jarir, dan
Al Akhtal.
Berikut ini nama-nama ilmuwan beserta bidang keahlian
yang berkembang di Andalusia masa dinasti Bani Umayyah II90 :
No
a.

Nama
Abu Ubaidah
Muslim Ibn
Ubaidah al
Balansi

Bidang Keahlian
- Astrolog
- Ahli Hitung
- Ahli gerakan
bintang-bintang

b.

Abu al Qasim
Abbas ibn Farnas

- Astronomi
- Kimia

Keterangan
Dikenal
sebagai Shahih al
Qiblat karena
banyak sekali
mengerjakan
penetuan arah
shalat.
Ilmi kimia, baik
kimia murni
maupun terapan
adalah dasar bagi
ilmu farmasi yang
erat kaitannya
dengan ilmu
kedokteran.
Farmasi dan ilmu
kedokteran telah
mendorong para

90http://imaduddin-syukra.blogspot.com/2011/05/para-ilmuanmuslim-dan-peran-mereka.html/2013/11/1

65

c.

Ahmad ibn Iyas


al Qurthubi

d.
e.

Al Harrani
Yahya ibn Ishaq

f.

Abu Daud
Sulaiman ibn
Hassan
Abu al Qasim al
Zahrawi

g.

h.

Abu Marwan Abd


al Malik ibn
Habib

i.

Yahya ibn Hakam

Kedokteran

- Dokter Bedah
- Perintis ilmu
penyakit telinga
- Pelopor ilmu
penyakit kulit

- Ahli sejarah
- Penyair dan
ahli nahwu
sharaf
- Sejarah
- Penyair

ahli untuk
menggali dan
mengembangkan
ilmu kimia dan ilmu
tumbuh-tumbuhan
untuk pengobatan.
Hidup pada masa
Khalifah
Muhammad I ibn
abd al rahman II
Ausath
Hidup pada masa
khalifah Badullah
ibn Mundzir
Hidup pada masa
awal khalifah al
Muayyad
Di Barat dikenal
dengan Abulcasis.
Karyanya berjudul;
al Tashrif li man
Ajaza an al Talif,
dimana pada abad
XII telah
diterjemahkan oleh
Gerard of Cremona
dan dicetak ulang
di Genoa (1497M),
Basle (1541 M) dan
di Oxford (1778 M)
buku tersebut
menjadi rujukan di
universitasuniversitas di
Eropa.
- wafat 238/852
- salah satu
bukunya berjudul
al Tarikh

66

k.

Muhammad ibn
Musa al razi

- Sejarah

l.

Abu Bakar
Muhammad ibn
Umar

- Sejarah

m.

Uraib ibn Saad

- Sejarah

n.

Hayyan Ibn
Khallaf ibn
Hayyan

- Sejarah &
sastra

o.

Abu al Walid
Abdullah ibn
Muhammad ibn
al faradli.

- Sejarah
- Penulis
biografi

- wafat 273/886
- Menetap di
Andalusia pada
tahun 250/863
- Dikenal dengan
Ibn Quthiyah
- Wafat 367/977
- Bukunya berjudul
Tarikh Iftitah al
Andalus
- Wafat 369/979
- Meringkas Tarikh
al- thabari,
menambahkan
kepadanya tentang
al Maghrib dan
Andalusia,
disamping
memberi catatan
indek terhadap
buku tersebut.
- Wafat 469/1076
- Karyanya : al
Muqtabis fi Tarikh
Rija al Andalus dan
al Matin.
- Lahir di Cordova
tahun 351/962 dan
wafat 403/1013.
- Salah satu
karyanya berjudul
Tarikh Ulamai al
Andalus

Perkembangan Bahasa dan Sastra Arab tidak terlepas


daripada peran para ulama dan sastrawan, diantaranya adalah
91

a.

:
Ali al Qali. Ia adalah seorang tokoh besar pada zamannya. Ia

dibesarkan dan menimba ilmu Hadits, bahasa, sastra, Nahwu


dan sharaf dari ulama-ulama terkenal di Baghdad. Pada tahun
tahun 330/941 al Nashir mengundang beliau untuk menetap di
91 Ibid

67

Cordova dan sejak saat itu Ali mengembangkan ilmu Islam


sampai wafatnya (358/696). Dari sekian banyak karya tulisnya
yang bernilai tinggi, diantaranya adalah al Amal dan al Nawdir.
b.

Ibn al Quthiyah Abu Bakar Muhammad Ibn Umar. Ia adalah


seorang ahli bahasa Arab, Nahwu, penyair dan sastrawan. Ia
menulis buku dengan judul al Afl dan Faalta wa Afalt. Ia
meninggal pada tahun 367/977.

c.

Al Zabidi. Ia adalah guru dari Ibn Quthiyah. Al Zabidy sudah


mengembangkan bahasa dan sastra di Andalusia sebelum
adanya Ali al Qali. Bukunya yang terkenal adalah Mukhtashar al
Ain dan Akhbar al Nahwiyyn.

d.

Said Ibn Jabir, ia juga merupakan salah satu guru dari Ibn
Quthiyah.

e.

Muhammad ibn Abdillah ibn Misarrah al Bathini (269-319) dari


Cordova dikenal sebagai orang pertama yang menekuni filsafat
di Andalusia.
Berikut ini Bibliografi beberapa sastrawan Andalusia

a.

92

Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih. Lahir di


Cordova 246/860. ia menekuni ilmu kedokteran dan musik,
tetapi kecenderungannya lebih banyak kepada sastra dan
sejarah. ia berhasil menggubah syari-syair pujian (madah) bagi
empat khilafah Umawiyah, sehingga ia mendapat kedudukan
terhormat di istana. Pada masa al Nashir ia menggubah 440 bait
syair dengan menggunakan bahan acuan sejarah. Pada masa
tuanya, Abu Amr menyesali kehidupan masa mudanya,
kemudian ia berzuhud.
Oleh karenanya ia menggubah syair-syair zuhdiyyat yang ia
himpun dalam al Mumhisht. Sebagian besar karya syairnya
sudah hilang, sedangkan yang berupa prosa ia tuangkan dalam
92 Ibid

68

karyanya yang diberi nama al Aqd al Frid. Ia pada tahun


328/940 dalam keadaan lumpuh.
b.

Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid. Lahir di Cordova pada tahun


382/992. Ia dikenal dekat dengan penguasa. Dengan
keterlibatannya dengan kemelut politik, ia sering membuat syairsyair dalma rangka membesarkan atau menggulingkan seorang
penguasa. Pada masa kekuasaan Hamudiyah penyair ini
dipenjarakan dan menerima penghinaan serta penganiayaan
yang berat. Ia dibebaskan dalam keadaan lumpuh sampai wafat
pada tahun 427/1035. Karyanya dalam bentuk prosa
adalah Rislah al Tawbi wa al Zawbigh, Kasyf al Dakk wa Atsar
al Syakk dan Hanut Athar.

c.

Ibn Hazm. Lahir pada tahun 384/994) merupakan penyair sufi


yang banyak menggubah puisi-puisi cinta.
3. Lembaga-lembaga Pendidikan Pada Masa Dinasti
Umayyah
Pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah
berkembang bila dibandingkan pada masa Khulafa Ar-Rasyidin
yang ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di masjidmasjid dan berkembangnya Khuttab serta Majelis Sastra.
Diantara tempat-tempat pendidikan pada periode Dinasti
Umayyah adalah93:
a. Khuttab
Khuttab adalah tempat anak-anak belajar menulis, membaca,
dan menghafal al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran
Islam. Adapun cara yang dilakukan oleh pendidik disamping
mengajarkan al Quran mereka juga belajar menulis dan tata
bahasa serta tulisan. Al Quran dipakai sebagai bahasa bacaan
93http://ratnatus.blogspot.com/2012/08/perkembanganpendidikan-pada-masa.html/2013/11/1

69

untuk belajar membaca, kemudian dipilih ayat-ayat yang akan


ditulis untuk dipelajari. Disamping belajar menulis dan
membaca murid-murid juga mempelajari tata bahasa Arab,
cerita-cerita Nabi, hadist dan pokok agama.
b. Masjid
Pada Dinasti Umayyah, Masjid adalah tempat pendidikan
tingkat menengah dan tingkat tinggi setelah khuttab. Pelajaran
yang diajarkan meliputi al Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh. Juga
diajarkan kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung
dan ilmu perbintangan. Di antara jasa besar pada periode
Dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan
adalah menjadikan Masjid sebagai pusat aktifitas ilmiah. Pada
periode ini juga didirikan Masjid di seluruh pelosok daerah Islam.
Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu
menjadi tumpuan penuntut ilmu diseluruh dunia Islam dan
tampak juga pada pemerintahan Walid ibn Abdul Malik 707-714
M didirikan Masjid Zaitunnah di Tunisia yang dianggap
Universitas tertua sampai sekarang.
c. Majelis Sastra
Majelis sastra merupakan tempat berdiskusi membahas
masalah kesusasteraan dan juga sebagai tempat berdiskusi
mengenai urusan politik. Perhatian penguasa Ummayyah
sangat besar pada pencatatan kaidah-kaidah nahwu, pemakaian
Bahasa Arab dan mengumpulkan Syair-syair Arab dalam bidang
syariah, kitabah dan berkembangnya semi prosa.
d.

Pendidikan Istana
Pendidikan Istana yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan
diperuntukkan khusus bagi anak- anak khalifah dan para pejabat
pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan
untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan
atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan

70

kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan


orang tua murid. Istana Khalifah sebagai Lembaga Pendidikan.
Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak
anak di kuttab pada umumnya. Di istana, orang tua murid
(para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana
pelajaran dan tujuan yang dikehendaki oleh orang tuanya. Guru
yang mengajar di istana itu disebut muaddib. Kata muaddib
berasal dari kata adab, yang berarti budi pekerti atau
meriwayatkan. Guru pendidikan anak di istana di sebut
muaddib karena berfungsi mendidikkan budi pekerti dan
mewariskan kecerdasan dan pengetahuan orang orang
dahulu kepada anak-anak pejabat94.
Rencana pelajaran untuk pendidikan di istana pada garis
besarnya sama saja dengan rencana pelajaran pada kuttabkuttab, hanya ditambah atau dikurangi menurut kehendak para
pembesar yang bersangkutan, dan selaras dengan keinginan
untuk menyiapkan anak tersebut secara khusus untuk tujuantujuan dan tanggung jawab yang akan dihadapinya dalam
kehidupannya nanti.
Pendidikan di istana, tidak hanya pengajaran tingkat rendah,
tetapi lanjut pada pengajaran tingkat tinggi sebagaimana
halaqah, masjid dan madrasah. Guru istana di namakan dengan
muaddib. Tujuan pendidikan istana bukan saja mengajarkan ilmu
pengetahuan bahkan muaddib harus mendidik kecerdasan, hati
dan jasmani anak sebagaimana ungkapan Abdul Malik ibn
Marwan sebagai berikut: Ajarkan kepada anak- anak itu berkata
benar sebagaimana kau ajarkan al-Quran. Jauhkan anak-anak
itu dari pergaulan orang-orang buruk budi, karena mereka amat
jahat dan kurang adab. Jauhkan anak-anak itu dari pemalu
karena pemalu itu merusak mereka. Gunting rambut mereka
94 Ibid

71

supaya tebal kuduknya. Beri makan mereka dengan daging


supaya kuat tubuhnya. Ajarkan syair kepada mereka supaya
mereka menjadi orang besar dan berani. Suruh mereka
menyikat gigi dan minum air dengan menghirup perlahan-lahan
bukan dengan bersuara, (seperti hewan). Kalau engkau hendak
mengajarkan adab kepada mereka hendaklah dengan tertutup
tiada di ketahui oleh seorang pun.95
Di atas adalah contoh dari rencana pelajaran dan petunjukpetunjuk yang dikemukakan oleh pembesar istana kepada pendidik anak-anaknya agar dijadikan sebagai pedoman.
Adapun rencana pembelajaran di istana sebagai
berikut96:
1)
2)
3)
4)
5)

Al-Quran (kitabullah)
Hadis-hadis yang termulia
Syair Syair yang terhormat
Riwayat hukamah
Menulis membaca dan lain lain

e.

Pendidikan Badiah
Yaitu tempat belajar bahasa Arab yang fasih dan murni. Hal

ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan


memprogramkan Arabisasi maka muncul istilah Badiah, yaitu
dusun Badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni
sesuai dengan kaidah bahasa Arab tersebut. Sehingga banyak
khalifah yang mengirimkan anaknya ke Badiah untuk belajar
bahasa Arab bahkan ulama juga pergi ke sana di antaranya
adalah Al Khalil ibn Ahmad.
f.

Perpustakaan
95 Ibid
96 Ibid

72

Al-Hakam Ibnu Nasir (350 H/961 M) mendirikan perpustakaan


yang besar di Qurthubah (Codova). Perpustakaan ini tidak
dipergunakan untuk membaca buku, tetapi disediakan juga
ruangan untuk proses pembelajaran yang dibimbing oleh ulama
sesuai bidang keahlian97.
g. Bimaristan (Rumah Sakit)
Rumah sakit di samping berfungsi untuk mengobati dan
merawat orang sakit, tetapi juga berfungsi sebagai tempat
mendidik calon tenaga medis dan perawat, dan juga untuk
mempelajari ilmu kedokteran98.
Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan
merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan
teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang
turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah
tersebar di kota-kota besar sebagai berikut99:
a. Madrasah Mekkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah
penduduk Mekkah takluk, ialah Muaz bin Jabal. Ialah yang
mengajarkan Al Quran dan mana yang halal dan haram dalam
Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin
Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar di sana di Masjidil Haram.
Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah
pembangun madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri
Islam.
b. Madrasah Madinah

97 Samsul Nizar, Op.Cit,h. 72


98 Ibid
99http://ratnatus.blogspot.com/2012/08/perkembangan-pendidikanpada-masa.html/2013/11/1

73

Madrasah Madinah lebih termasyhur dan lebih dalam


ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat
Nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
c. Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa
Al-asyari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asyari adalah ahli
fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Quran. Sedangkan Abas bin
Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli
fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia
bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajarpelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan
mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
d. Madrasah Kufah
Madrasah Ibnu Masud di Kufah melahirkan enam orang
ulama besar, yaitu: Alqamah, Al-Aswad, Masroq, Ubaidah, AlHaris bin Qais dan Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang
menggantikan Abdullah bin Masud menjadi guru di Kufah.
Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Masud
yang menjadi guru di Kufah Bahkan mereka pergi ke Madinah.
e. Madrasah Damsyik (Syam)
Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian Negara Islam
dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri
Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan
Imam penduduk Syam, yaitu, Abdurrahman Al-Auzaiy yang
sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah.
Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia.
Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh
mazhab SyafiI dan Maliki.
f.

Madrasah Fistat (Mesir)

74

Sahabat yang pertamakali mendirikan madrasah dan


menjadi guru dimesir adalah Abdurrahman bin Amr bin Al-Ash.
Beliau adalah seorang ahli hadis yang bukan saja menghafal
hadis-hadis nabi tapi beliau juga menuliskannya dalam catatan
pribadinya, sehingga ia tidak lupa dalam meriwayatkan hadishadis itu kepada muridnya. Guru berikutnya yang terkenal
sesudahnya adalah Yazid bin Abu Habib Al-Nuby dan Abdillah bin
Abu Jafar bin Rabiah. Diantara murid Yazid yang terkenal
adalah Abdullah bin Lahiah dan Al-Lais bin Said yang dikenal
sebagai ulama yang mempunyai madzzhab tersendiri dalam
bidang fiqih sebagaimana Al-Auzai di Syam.
g. Madrasah Hasan Al-Bashri
Madrasah Hasan Al-Bashri menjadi lebih bermakna dalam
sejarah peradaban karena perdebatan antara beliau dengan
Washil ibn Atha tentang kedudukan pelaku dosa besar. Suatu
ketika Hasan Al-Bashri ditanya oleh seseorang dengan berkata:
ya tuan, kahwarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar telah
melakukan pelanggaran yang membuat yang bersangkutan
keluar agama (kafir/murtad); sedangkan murjiah berpendapat
bahwa pelaku dosa besar tidaklah kafir karena amal bukan sendi
atau rukun iman; bagaimana menurut tuan? Hasan Al-Bashri
berdiam sejenak untuk memberikan jawaban. Ketika Hasan AlBashri bersiap-siap untuk memberikan jawaban, tiba-tiba Washil
bin Atha (muridnya) menjawab: menurutku ia bukan mukmin
dan juga bukan kafir, tatapi berada diantara posisi mukmin dan
kafir. Setelah itu, Washil keluar dari Hasan Al-Bashri dan
membangun pendapatnya sendiri yang merupakan sintesis dari
aliran kalam yang sudah ada sebelumnya. Gagasan utamanya
adalah Al Manzilah Bain Almanzilatain, dan gelarnya adalah
Syaikh Al-Mutazilat Wa Qidimuha.

75

4. Ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang Masa Bani


Umawiyah
. Perkembangan Ilmu Pengetahuan cukup signifikan, di
samping melakukan ekspansi, pemerintahan dinasti umayyah
juga menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Penguasa
ikut memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan
dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan
agar para ilmuwan, para seniman, dan para ulama mau
melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta
mampu melakukan kaderisasi ilmu. Diantara ilmu pengetahuan
yang berkembang pada masa ini adalah100:
a. Ilmu agama, seperti: Al-Quran, Hadist, dan Fiqh. Proses
pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul
Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
b. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas
tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah
Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang
mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain.
d. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya
berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi,
ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu
kedokteran.
e. Ilmu Hadits dan penulisanya
Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah yang menggagas
penulisan hadits, yang kemudian beliau memerintahkan kepada
walikota Madinah Abu Bakar untuk menuliskannya, atas perintah
khalifah, pengumpulan hadits pun mulai dilakukan oleh para
ulama diantaranya adalah Abu Bakar Muhammad ibn Muslim
100 Ibid

76

ibn Ubaidillah Ibnu Syihab Al-Zuhri (guru Imam Malik) akan


tetapi buku hadits yang dikumpulkan oleh Imam Az-Zuhri tidak
diketahui dan tidak sampai kepada kita. Dalam sejarah tercatat
bahwa yang membukukan hadits pertama kali adalah Imam AlZuhri
f. Teologi Islam (Ilmu Kalam)
Berhadapan dengan pemikiran teologis dari agama Kristen
yang sudah berkembang sebelum datangnya Islam, maka
berkembang pula sistem pemikiran Islam. Timbul dalam Islam
pemikiran yang bersifat teologis, yang kemudian terkenal
dengan sebutan ilmu kalam. Semula ilmu kalam bertujuan untuk
menolak ajaran-ajaran teologis dari agama Kristen yang sengaja
dimasukkan untuk merusak akidah Islam. Kemudian
berkembang menjadi ilmu yang khusus membahas tentang
berbagai pola pemikiran yang berkembang dalam dunia Islam
terutama masalah ketuhanan. Pada perkembangan selanjutnya
muncul aliran-aliran teologis Islam yang berawal dari
pertentangan politis ditubuh umat Islam yang bibitnya muncul
semenjak Khalifah Ali terutama setelah terjadinya peristiwa
tahkim yang dimenangkan oleh Muawiyyah secara licik. Aliranaliran yang muncul pada saat itu adalah khawarij dan
murjiah.
C. Kesimpulan
Pendidikan Islam Zaman Bani Umayah mengalami kemajuan
yang menentukan, karena perhatian penguasa ikut memberikan
dorongan, di samping semangat keilmuan yang diusung ulama
muslim yang notobenenya terinspirasi semangat dari Al-Quran
dan Sunnah. Al-Quran dan Sunnah kerap memberikan
tantangan dan penghargaan untuk orang yang beriman yang

77

menunjukan kualitas akal dan memberikan tempat yang


terhormat untuk orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
Perkembangan pendidikan Islam dari segi kurikulum dan,
metodenya meningkat seiring bertambah banyak ilmu-ilmu baru
yang ditemukan dari luasnya daerah taklukan Islam. Daerah
takhlukan banyak meninggalkan khazanah ilmu pengetahuan
yang ikut menambah kekayaan ilmu-ilmu Islam. Para ilmuan
tidak melewatkan kesempatan yang ada dengan memanfaatkan
ilmu-ilmu yang bertumpuk-tumpuk di daerah takhlukan.
Perbedaan bahasa yang digunakan dalam buku-buku ilmu yang
tinggal tidak bisa menghalangi mereka. Proses penterjemahan
dari bahasa Yunani tidak langsung ke bahasa Arab tapi terlebih
dahulu ke dalam bahasa Suryani kemudian ke dalam bahasa
Arab.
Tokoh llmuan sekaligus pengembang pendidikan Islam
zaman bani Umayyah adalah : Mujahid, Athak bin Abu Rabah,
Ikrimah, Said bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda, Qatadah. Kabul
Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij, Abu
Hurairah, Aisyah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas ,Jabir
bin Abdullah, Anas bin Malik. Umar bin Abu Rabiah ,Jamil al-uzri,
Qys bin Mulawwah, yang dikenal dengan nama Laila Majnun, AlFarazdaq, Jarir, dan Al Akhtal, Abu Ubaidah Muslim Ibn Ubaidah
al Balansi, Abu al Qasim Abbas ibn Farnas, Ahmad ibn Iyas al
Qurthubi, Al Harrani, Yahya ibn Ishaq, Abu Daud Sulaiman ibn
Hassan, Abu al Qasim al Zahrawi, Abu Marwan Abd al Malik ibn
Habib, Yahya ibn Hakam, Muhammad ibn Musa al razi, Abu Bakar
Muhammad ibn Umar, Uraib ibn Saad, Hayyan Ibn Khallaf ibn
Hayyan, Abu al Walid Abdullah ibn Muhammad ibn al faradli, Ali
al Qali, Ibn al Quthiyah Abu Bakar Muhammad Ibn Umar, Al
Zabidi, Said Ibn Jabir, Muhammad ibn Abdillah ibn Misarrah al

78

Bathini, Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih, Abu
Amir Abdullah ibn Syuhaid, Ibn Hazm.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam terus tumbuh di
antaranya; Khuttab, Masjid, Majelis Sastra, Pendidikan Istana,
Pendidikan Badiah, Perpustakaan, Bimaristan (Rumah Sakit),
Madrasah Mekkah, Madrasah Madinah, Madrasah Basrah,
Madrasah Kufah, Madrasah Damsyik (Syam, Madrasah Fistat
(Mesir), Madrasah Hasan al-Bashri, yang telah mengasilkan
banyak ilmuan baik agama maupun ilmu-ilmu aqliah. Para ulama
sekaligus ilmuan menjadikan tempat tinggal maupun tempat
bekerjanya sebagai tempat pendidikan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dari lembaga pendidikan itulah munculnya
cikal bakal ilmuan penerus dan mengahasilkan ilmu
pengetahuan yang lebih luas dan lebih mendalam di antara;
Ilmu agama, seperti; al-Quran, Hadist, dan Fiqh, .

Ilmu

sejarah dan geografi, Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu


segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, saraf, Bidang
filsafat, Teologi Islam (Ilmu Kalam).
Ditambah dengan perkembangan Bani Umayyah II yang
berkembang di Codova (Spanyol) menambah semarak keilmuan.
Soal Latihan :
1. Jelaskanlah dua aspek perkembangan pendidikan Islam
periode Bani Umayyah
2. Sebutkanlah lima tokoh ilmuan muslim dan jelaskan
kontribusinya dalam perkembangan pendidikan Islam
periode Umayah I dan II
3. Sebutkanlah lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
berkembang periode Bani Umayah

79

4. Jelaskanlah spesialisasi 3 pusat pendidikan Islam periode


Bani Umayah Periode I
5. Uraikanlah Ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang pada
Masa Bani Umayah
6. Menurut anda faktor apa yang membuat berkembangnya
pendidikan Islam dengan baik pada periode Bani Umayah
tersebut. Dan bagaimana relevansi dengan keadaan
meredupnya perkembangan dunia pendidikan Islam
dewasa ini.

80

DAFTAR KEPUSTAKAAN
http://ibnu-safruddin.blogspot.com/2012/12/sejarahpendidikan-islam-pada-masa-bani_9.html/2013/10/31
http://ahmadbarokah05.blogspot.com/2012/10/pengertianperkembangan-dan-metode.htm/ 2013/11/1
http://politik132.blogspot.com/2013/03/sejarah-berdirinyadinasti-abbasiyah.html/2013/11/1
http://muhammadmuslih06.blogspot.com/2013/02/pemikiranmuhammad-abduh-tentang.html/ 2013/11/1
http://16huzna.blogspot.com/2012/12/banimayyah.html/2013/11/1
http://imaduddin-syukra.blogspot.com/2011/05/para-ilmuanmuslim-dan-peran-mereka.html/2013/11/1
http://ratnatus.blogspot.com/2012/08/perkembanganpendidikan-pada-masa.html/2013/11/1
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2003
Nata, Abuddin, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan
Institusinya Pendidikanya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012
Poeradisastra, S.I. Sumbangan Islam Kepada Ilmu
Pengetahuan Dan Peradaban, Jakarta: PM3, 1981, Cet. I

81

BAB V
PENDIDIKAN MASA ABBASIYAH
Kompetensi
Dasar

:
:
:

Indikator

Strategi
Perkuliahan

:
:

Penilaian
Bobot Nilai

Mampu Menjelaskan Pendidikan


masa Abbasyah
1. Perkembangan pendidikan Islam
masa Abbasiyah
2.Tokoh-tokoh ilmuan dan
konstribusinya dalam Pendidikan
Islam masa Abbasiyah
3. Lembaga Pendidikan Islam Masa
Abbasiyah
4. Klasifikasi ilmu pengetahuan yang
berkembang Masa Abbasiyah
T Presentase Makalah,
Konstruktivisme, Kalaborative.
Luasnya Cakupan Informasi yang
disampaikan dan variasi sumber
variasi sumber informasi mengenai
topik yang didiskusikan
100

A. Pendahuluan
Pendidikan Islam masa Abbasiyah (132 H/750 M- 656 H/1258 M)
secara alami mewarisi semangat bangunan pendidikan Islam
yang telah ditata dan dibina Bani Ummayah. Bani Umayyah
berkuasa hanya 90 tahun, karena adanya pemberontakan yang
dimotori oleh kaum Abbasiyah. Dikatakan Abbasiyah

82

dikarenakan mereka ialah anak cucu yang keturunan langsung


dari paman Nabi Muhammad saw yaitu Abbas bin Abdul
Muthalib (566-652 M).
Pemberontakan yang menyebabkan tumbangnya Kerajaan
Bani Umayyah (Keluarga Sofyan bin Muawiyah) tidak serta
merta menghancurkan tatanan kerajaan secara menyeluruh.
Tidak ada yang berubah secara signifikan untuk tatanan
masyarakat dan lembaga masyarakatnya. Namun yang
mengalami perubahan adalah penguasanya saja, yang
sebelumnya keturunan Umayyah tapi kemudian digantikan
keturunan Ibnu Abbas ra atau disebut Bani Abbasiyah.
Berarti bidang pendidikan selain politik (kekuasaan) tetap
seperti apa adanya, bahkan mengalami kemajuan yang lebih
pesat. Batasan kajian ini hanya untuk masa kemajuan Abbasiyah
tahun 750-833 M (menurut Ira Lapidus). sedangkan menurut
Muhammad Hudlari Bek masa kekuatan dan penuh karya,
berlangsung 100 tahun (132-232 H/750-847 M). Periode ini
penguasa kerajaan murni dikendalikan oleh orang Arab tanpa
pengaruh bangsa Ajam (non Arab) lainya. Menurut Ira Lapidus,
setelah masuknya pengaruh Ajam merupakan periode awal
kemunduran Abbasiyah101. Awal masuknya pengaruh asing
setelah meninggalnya Al-Mutawakkil dan digantikan oleh
anaknya Al-Mustanshir (1226-1242 M). Dia mempunyai ibu
berbangsa Turki, sehingga mengutamakan kaum Turki (Seljuq)
sebagai pembantunya di Kerajaan. Ini awal bangsa Ajam mulai
mempengaruhi Bani Abbasiyah102 Jadi, dianggap telah masuk
101https://www.facebook.com/KekhalifahanIslamDaulahDinastiBani
AlbasiaIndonesia/posts/215145995306564/2013/10/6
102http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/khazanah/11/05/06/lkrwsg-daulah-abbasiyah-almustanshirkhalifah-pemberani/2013/10/6

83

awal kemunduran Bani Abbasiyah. Maka yang menjadi fokus


kajian ini seperti yang disebutkan di atas. Sedangkan Pendidikan
Islam Periode kemunduran Abbasiyah akan menjadi bahasan
tersendiri, setelah ini.
Empat pokok bahasan yang akan dikupas pada sesi ini yaitu:
Awal Perkembangan Pendidikan Islam Bani Abbasyah, Tokohtokoh ilmuan dan konstribusinya dalam Pendidikan Islam masa
Abbasiyah, Lembaga Pendidikan Islam Masa Abbasiyah,
Klasifikasi ilmu pengetahuan yang berkembang Masa Abbasiyah,
kesimpulan dan soal-soal latihan
Setelah membahas materi ini mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan keempat bahasan di atas dengan baik.
B. Pembahasan
1. Awal Perkembangan Pendidikan Islam Bani Abbasyah
Peletak utama dasar-dasar kekuasasan Bani Abbasiyah
adalah Abu Abbas As-Saffah (749-754 M)103. Namun sebagai
pembina awal kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan
Khalifah Al-Manshur (754-775) yang telah mendesain dengan
baik berdirinya kota Bagdad dekat tempat Ctesiphon atas
perencanaan filosof Persia, Nawbakht, dan ahli astronomi
Masyaallah, seorang Muslim Yahudi. Dalam limapuluh tahun
perencanaannya, kota Bagdad muncul menjadi kota paling
penting di dunia dengan menyaingi Konstatinopel104.
Berawal dari penyakit Al-Mashur yang susah dicarikan
obatnya, maka didatangkanlah Jurjis ibnu Bakhti Yashu, seorang
103 Siti Maryam dkk, Sejarah peradaban Islam, Yogyakarta: LESFI,
2009, Cet.III, h. 98
104 Muhammad Abdur Rahman Khan, Sumbangan Umat Islam
Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, Perj: Drs. Adang
Affandi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993, Cet. III, h. 9

84

dokter Nestoria yang terkenal, dari akademi Kedokteran Jundi


Syapur Ke istana Abbasiyah. Suatu Peristiwa yang memberikan
pengaruh yang besar atas perkembangan sains dan seni
pengobatan pada masa selanjutnya. Keberhasilan dokter Jurjis
ibnu Bakti Yashu dalam menyembuhkan penyakit khalifah AlMashur maka mereka diberikan kemakmuran hidup di Bagdad
oleh khalifah sebagai dokter-dokter istana, mereka juga
membangkitkan studi karya-karya besar Hippocrates (436 SM)
dan Galen (200 SM)105.
Kemudian muncul pula ahli matematika dan astronomi India
ke Istana al-Manshur pada tahun 773 M dengan membawa
sebuah buku Sinddanta (Shindhin, sebuah risalah tentang
astronomi) menyebabkan khalifah memerintahkan
penerjemahan karya itu ke dalam bahasa Arab106.
Muhammad Ibrahim al-Farazi melaksanaka tugas itu dengan
baik dengan dibantu oleh pembantu-pembantunya yang cakap.
Dalam beberapa tahun Irak (Bagdad) melahirkan sejumlah ahli
astronomi yang sangat mumpuni hingga memberikan
sumbangan yang berarti sekali sampai abad 14107.
Di antara harta berharga yang didatangkan dari Bizantium,
diperolehnya naskah-naskah Yunani tentang geometri,
astronomi, kedokteran dan filsafat. Proyek penterjemahan
berlangsung dengan baik atas sokongan Khalifah Harun-arRasyid dan Al- Makmun108.
Dari negeri Persia (Iran) Islam memperoleh astronomi,
namun yang paling berpengaruh bidang kesusastraan dan seni
rupa Arab. Di antara sastra terkenal yang diterjemahkan
105 Ibid, h.10
106 Ibid
107 Ibid
108 Ibid,h. 11

85

Khalilah wa Dimmah diterjemahkan seorang Zoroaster yang


telah masuk Islam Ibnu al-Muqaffa (757 M)109.
Proyek besar yang tengah dilakukan para khalifah Abbasiyah
adalah transfer ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa ke
dalam bahasa Arab sehingga mudah dipelajari oleh ulama atau
cendikiawan muslim yang tidak banyak yang mampu menguasai
bahasa tersebut. Program penterjemahan yang penomenal
khalifah al-Makmun bidang filsafat, kedokteran dan sains Yunani.
Tercatat bahwa Hunain bin Ishaq (809-873 M) mendapat
bayaran penterjemahan setara dengan berat buku yang
diterjemahkan110. Adalah sebuah langkah fantastis oleh
penguasa untuk mendorong semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan. Kebangkitan sebuah peradaban terkait dengan
bersemangat tidaknya ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan
menggeliat bila penguasa benar-benar cinta ilmu pengetahuan.
Terbukti masa gilang gemilang peradaban Abbasiyah tatkala
pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan benar-benar
menjadi primadona.
Seiring dengan menggeliatnya proyek penerjemahan ilmu
pengetahuan ke dalam bahasa Arab, secara bersamaan kegiatan
pendidikan Islam berjalan lebih bersemangat, karena semakin
luasnya materi-materi baru yang didapatkan dari berbagai
penjuru negeri. Para ulama dan cendikiawan muslim bertambah
semangat menggali dan mengembangkan ilmu-ilmu baru
tersebut.
Tempat-tempat penterjemahan yang digunakan sekaligus
menjadi tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan Islam.
Istana, labor observasi dan rumah-rumah ulama menjadi tempat

109 Ibid, 12
110 Ibid, h.13

86

yang biasa digunakan sebagai tempat penterjemahan sekaligus


pelaksanaan pendidikan Islam. Bait al-Hikmah yang didirikan
khalifah Al-Makmun menjadi tempat yang luas digunakan untuk
proses kegiatan keilmuan dan proses pendidikan Islam.
Ada beberapa faktor yang berkesinambungan menjadi
pendorong kemajuan pendidikan Islam pada masa Bani
Abbasiyah menurut Ramayulis yaitu111 :
a. Karena adanya kekayaan yang melimpah dari pajak (kharaj).baik
dari perdagangan maupun pertanian, dengan kekayaan itu,
khalifah mudaj merealisasikan perencanaan untuk dalam
maupun luar negerinya, serta pengembangan ilmu pengatahuan
b. Perhatian beberapa khalifah yang besar kepada ilmu
pengetahuan seperti al-Mansur (757-775 M), al-Mahdi (775-785
M), Harun al-Rasyid (785-809 M), al-Makmun (813-833 M), alWathiq (824-8-47 M) dan al-Mutawakkil (847-861 M). Tak kalah
pentingnya, pengaruh keluarga Barmak, yang berasal dari Balk,
pusat ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Persia. Keluarga
ini mempunyai pengaruh yag kuat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan filsafat Yunani di Bagdad. Mereka di samping
menjadi Wazir juga menjadi pendidik anak khalifah di istana.
c. Kecenderungan umat Islam dalam mengggali ilmu pengetahuan
besar sekali, maka banyaklah ulama di setiap kota Islam masa
itu.
d. Kondisi masyarakat Irak, yang mendesak perlunya suatu lmu
baru kerena sungai Dajlah dan Furat menuntut penataan
pengairan yang lebih baik serta pengelolaan perpajakan yang
lebih sempurna.
e. Umat Islam yang telah bercampur baur dengan orang Persia,
terutama Mawali, mereka inilah yang memidahkan ilmu
111 Ramayulis, sejarah Pendidikan Islam, Op.cit, h.76-77

87

pengetahuan dan filsafat dari bahsa mereka ke dalam bahasa


Arab.
f. Bagdad sebagai pusat pemerintahan, lebih dahulu maju dalam
ilmu pengetahuan, dari pada Damaskus masa itu.
g. Lancarnya hubungan kerjasama, dengan Negara-negara maju
lainya, seperti India, Bizantium dan lainya
h. Ditemukannya teknologi kertas112, sehingga memudahkan para
ilmuan mendokumenkan ilmu pengetahuan yang ditemukannya.
i. Secara umum tidak adanya saingan yang berarti dengan
peradaban lainya113.
Kondisi yang sangat tepat untuk perkembangan bani
Abbasiyah ini, sebenarnya terjadi untuk lintas sektoral yang,
selain pendidikan/pengajaran ilmu-ilmu aqliah yang diambil dari
dunia luar dan daerah takhlukan, ilmu-ilmu agama tentunya
tidak ketinggalan. Geliat ilmu agama dengan segala variannya
berkembang dengan suburnya. Misalnya dalam bidang
teologi/ilmu kalam Islam mencapai puncaknya pada masa
khalifah al-Makmun. Perseteruan pemikiran tidak hanya dalam
lintas akademik murni melainkan merembes ke ranah politik dan
kekuasaan. Karena kuatnya pengaruh teologi dalam kekuasaan
Bani Abbasyah khusunya ketika al-Makmun berkuasa, lahirlah
Istilah al-Mihnah (ujian kepada orang yang ingin masuk menjadi
pejabat di kerajaan atau yang tidak mendukung).
Pertikaian teologi yang melibat kekuasaan telah banyak
membawa dampak negative kepada ulama yang tidak
mendukung paham teologi yang berkuasa. Khusunya ulamaulama yang menyebut dirinya pembela sunnah. Mereka tidak
mau mengakui bahwa al-Quran itu makhluk sebagai mana yang
112http://ilmu-ngawortepak.blogspot.com/2013/03/perkembanganilmu-pengetahuan-pada-masa.html/2013/11/7
113 Tambahan dari penulis

88

dipercayai kaum Mutazilah (paham liberal) yang di dukung


kekusaan. Mereka yang dianggap membangkang, disiksa dan
dipenjara. Bahkan ada yang wafat untuk mempertahankan
kepercayaannya. Di antara ulama kalangan salaf yang kena
getahnya ini adalah Muhammad bin Hanbal (lahir 164 H) di
Bagdad114. Sedangkan yang wafat di antaranya Muhammad bin
Maimun al-Jundi An-Naburi, Nuaim bin Hammad al-Khuzai dan
Abu Yakub Al- Buaithi115.
Namun, untuk ilmu aqliah berkembangannya tidak seperti
ilmu rumpun agama, bisa dikatakan relative stabil dan netral,
karena ilmu-ilmu aqliah tersebut tidak menjadi bagian
kepercayaan praktis masyarakat Islam kala itu. Bisa dikatakan
kedudukannya hanya sebagai penopang kemajuan peradaban
dan memudahkan kegiatan praktis masyarakat Islam. Jadi,
tidak terjadi sentiment seperti ilmu rumpun agama.
2. Tokoh-tokoh ilmuan dan konstribusinya dalam Pendidikan
Islam masa Abbasiyah,
Salah satu faktor kesuksesan dinasti abbasiyah dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan adalah dengan banyaknya
ilmuan muslim pada zaman tersebut yang memberikan
kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
sekaligus kepada pendidikan Islam diantaranya adalah Ibnu
Sina, Ibnu Rusyd, al-Kindi, Ibnu Haytham, al-Rhazi dan lainya di
bawah ini diuraikan sebagai berikut116:
114Muhammad Said Mursi, Tokoh-tokoh Islam Sepanjang Sejarah,
Penterj, Khairul Amru Harap dan Achmad Faozan, Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 2007, Cet. 3, h. 341
115 Ibid, h.345
116http://yaserfarah.wordpress.com/2012/10/27/peran-dinastiabbasiyah-dalam-perkembangan-ilmu-pengetahuan/201/11/7

89

a. Ibnu Sina
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia
Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran
Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Ia juga
seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya
adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang,
beliau adalah Bapak Pengobatan Modern dan masih banyak
lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan
karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat
terkenal adalah al-Qanun fi al-Tibb yang merupakan rujukan di
bidang kedokteran selama berabad-abad.
Ibnu Sina bernama lengkap Ab Al al-Husayn bin Abdullh bin
Sn, ia lahir pada 980 di Afsyahnah daerah dekat Bukhara,
sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Iran), dan meninggal
pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Iran.
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok
bahasan besar. Banyak di antaranya memusatkan pada filosofi
dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai
bapak kedokteran modern. George Sarton menyebut Ibnu Sina
ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling
terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu. pekerjaannya
yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon
of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Al-Qanun fi At-Tibb.
b. Ibnu Rusyd
Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol)
pada tahun 520 Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu
Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd
kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak
minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti

90

kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd


mendalami filsafat dari Abu Jafar Harun dan Ibnu Baja.
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia
dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian
besar diberikan untuk mengabdi sebagai Kadi (hakim) dan
fisikawan. Di dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes
dan komentator terbesar atas filsafat Aristoteles yang
memengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan, termasuk
pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang
mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah
kedokteran dan masalah hukum.
Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran
dan fikih dalam bentuk karangan, ulasan, essai dan resume.
Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan besar
karya-karya aslinya sudah tidak ada. Beberapa karya ibnu Rusyd
yang terkenal diantaranya adalah Bidayat Al-Mujtahid (kitab
ilmu fiqih), Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran), Fasl Al-Maqal fi
Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syariat (filsafat dalam Islam dan
menolak segala paham yang bertentangan dengan filsafat).
c. Al-Kindi
Al-Kindi (801-873), bisa dikatakan merupakan filsuf pertama
yang lahir dari kalangan Islam. Semasa hidupnya, selain bisa
berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani pula. Banyak karyakarya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam bahasa Arab;
antara lain karya Aristoteles dan Plotinus. Sayangnya ada
sebuah karya Plotinus yang ia terjemahkan sebagai karangan
Aristoteles dan berjudulkan Teologi menurut Aristoteles,
sehingga di kemudian hari ada sedikit kebingungan.

91

Al-Kindi berasal dari kalangan bangsawan, dari Irak. Ia berasal


dari suku Kindah, hidup di Basra dan meninggal di Bagdad pada
tahun 873. Ia merupakan seorang tokoh besar dari bangsa Arab
yang menjadi pengikut Aristoteles, yang telah memengaruhi
konsep al Kindi dalam berbagai doktrin pemikiran dalam bidang
sains dan psikologi. Ia menuliskan banyak karya dalam berbagai
bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik(yang
dibangunnya dari berbagai prinip aritmatis), fisika, medis,
psikologi, meteorologi, dan politik.
Al-Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara
ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan olehIbnu
Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yang
berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang
dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap
berbagai pemikiran yang dianggap bidah, dan dalam keadaan
yang sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam) al
Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para
bangsawan ortodoks itu.
d. Ibnu Haytham
Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham (965-1039),
dikenal dikalangan Barat dengan namaAlhazen, adalah seorang
ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika,
geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan
penyelidikan mengenai cahaya, dan telah memberikan ilham
kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler dalam
menciptakan mikroskop serta teleskop.
Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H
bersamaan dengan 965 Masehi, ia memulai pendidikan awalnya
di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di
bandar kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat

92

dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan


merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah
melanjutkan pengajian dan menumpukan perhatian pada
penulisan.
Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke
Mesir, selama di sana beliau telah mengambil kesempatan
melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran Sungai
Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam
menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar. Setelah itu
beliau menjadi seorang yang amat mahir dalam bidang sains,
falak, matematik, geometri, pengobatan, dan falsafah.
Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan
yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Malahan
kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi asas
kepada pengajian pengobatan modern mengenai mata.
e. Al-Rhazi
Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (865-925) atau
dikenali sebagai Rhazes di dunia barat merupakan salah seorang
pakar sains Iran. Ia lahir pada tanggal 28 Agustus 865 Hijirah
dan meninggal pada tanggal 9 Oktober 925 Hijriah. Nama Razinya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut terletak di
lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di
dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan
hampir seluruh karyanya.
Ar-Razi sejak muda telahmempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam
bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin
Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk

93

memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga


memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad.
Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau
musisi tapi dia kemudian lebih tertarik pada kimia dan pada
umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti
menekuni bidang kimia dikarenakan berbagai eksperimen yang
menyebabkan matanya menjadi cacat. Kemudian dia mencari
dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari sinilah arRazi mulai mempelajari ilmu kedokteran. Dia belajar ilmu
kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan
filsuf yang lahir di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang
Yahudi yang kemudian berpindah agama menjadi Islam setelah
mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan dibawah
kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mutashim.
Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai
seorang dokter disana. Kemudian dia menjadi kepala Rumah
Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq,
penguasa Samania. Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang
khusus dipersembahkan untuk Mansur ibnu Ishaq. Beberapa
tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada masa
kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di
Baghdad dan setelah kematian Khalifah al-Muktafi pada tahun
907 Masehi, ar-Razi memutuskan untuk kembali ke kota
kelahirannya di Rayy, dimana dia mengumpulkan muridmuridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi
diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki banyak murid. Selain
itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak
membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.
f. Al-Khowarizmi

94

Beliau adalah bapak Aljabar. Karyanya yang terkenal


yaitu Kitab Al-Jabru wal Muqabbala. Dari buku ini kita mengenal
ilmu Aljabar yang diajarkan di pelbagai sekolah di dunia
termasuk di Indonesia. Beliau juga yang menemukan angka nol.
Di Barat beliau dikenal dengan nama Alghorizm. Nama beliau
diabadikan menjadi nama sebuah ilmu matematika yang disebut
Algoritma117.
g. Jamsyid Giatsuddin Al-Kasyri
Beliau hidup pada abad ke-17. Beliau adalah ulama yang
sangat pandai dalam hal agama dan ilmu pengetahuan. Beliau
adalah seorang Professor dalam bidang Matematika dan
Astronomi di Universitas Samarkand. Beliaulah peletak dasar
aritmatika yang dilakukan atas dasar slide rule yang dianggap
sebagai penemuan ilmiah paling penting dalam matematika
pada abad kini. Buku karangannya yang terkenal yaitu Makhutu
Miftahil Hisab118.
h. As-Simay
As-Simay adalah seorang yang ahli dalam bidang Biologi.
Salah satu buku hasil karya beliau yang terkenal adalah Kitabun
Nabati was Syujjar. Buku ini mengupas masalah biologi,
terutama bidang tumbuh-tumbuhan dan pepohonan.
i. Ibnul Awwan
Ibnu Awwan adalah seorang yang ahli dalam bidang
pertanian. Bukunya yang terkenal yaitu Al-Fallah119.
j. Al-Jahiz

117 http://penyux.wordpress.com/tag/ibnu-rusyd/2013/11/8
118 Ibid
119 Ibid

95

Al-Jahiz adalah seorang yang ahli dalam bidang biologi,


khususnya bidang ilmu hewan. Karyanya yang terkenal
adalah Al-Hayawan120.
k. Sabit bin Qurrah Al-Hirany
Beliau seorang yang ahli dalam bidang matematika. Karyanya
yang terkenal antara lain Kitab Hisabul Ahillah dan Kitabul
Adad.121
l. Abu Abdillah Al-Qazwani
Dilahirkan pada abad ke-7 Hijriyah. Beliau adalah seorang
ulama yang ahli dalam bidang sejarah. Kitab yang
dikarangnya, Asarul Bilad wa Akhbarul Bilad adalah kitab terbaik
pada masanya122.
m. Abu Ar-Raihan Al-Bairuni
Beliau telah menyusun Kitab Al-Atsar Al-Baqiah yang
merupakan kitab pertama di dunia yang meneliti tentang
sejarah, perbedaan bulan, tahun, penanggalan, sebab, dan cara
mengistinbatkannya. Kitab lain yang terkenal adalah Tahqiqu lil
Hindi min Maqulah Maqbulatun fi Aqli au Marzulah. dianggap
sebagai kitab yang mengadakan studi tentang India secara
lengkap. Di dalamnya dijelaskan sifat-sifat alamnya, tanahnya,
cuacanya, adat penduduknya, pertumbuhannya dan asalusulnya123.
3. Lembaga Pendidikan Islam Masa Abbasiyah,
Pusat-pusat pendidikan Islam sebagai sebuah lembaga
pendidikan banyak mengalami perkembangan, sesuai

120 Ibid
121 Ibid
122 Ibid
123 Ibid

96

perkembangan tumbuhnya semangat keilmuan baik aqliah


maupun agama. Berikut ini, lembaga pendidikan Islam untuk
kegiatan keilmuan agama dan aqliah adapun Lembaga
pendidikan Agama yang berkembang menurut Charles Michael
Staton yaitu:
a. Masjid
Masjid secara historis masjid Quba pertama yang menjadi
Institusi pendidikan Islam pertama didirikan nabi Muhammad
selain tempat ibadah sekaligus tempat pengajaran. Metode
pengajaran yang digunakan nabi adalah halaqah (melingkar).
Kemudian pelaksanakan halaqah di masjid-masjid kaum
muslimin era Abbasiyah terbagi menjadi dua jenis dan halaqah
yang secara umum pada tingkat tinggi da halaqah yang khusus
diperuntukkan bagi kajian dalam salah satu mazhab yang
empat124.
Sedangkan Masjid sebagai lembaga dibagi menjadi dua tipe
yaitu pertama, Masjid Jami yang dibangun Negara di bawah
pengawasan khalifah atau Gubernur. Kedua, Masjid non Jami
yaitu masjid local yang ekslusif. Bangunan ini lebih kecil ukuran
bangunannya. Bangunan ini dibangun sesuai kesbutuhan
sekelompok masyarakat Islam yang tinggal di lingkungan
tertentu atau sekelompok penganut mazhab tertentu. Masjid
seperti ini tersebar diseluruh kota-kota Islam Abbasiyah125.
Setiap masjid Jami dipimpin seorang syaikh yang diangkat
khalifah atau Gubernur. Kegiatan halaqah mengambil tempat di
satu sudut atau di seputar pilar dalam masjid. Halaqah dalam
satu masjid menawarkan materi pelajaran seperti ; hadis, tafsir,
124 Charles Michael Staton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, Penerj.
H. Afandi dan Hasan Asari, Jakarta: PT Logos Publishing House,
1994, h. 34
125 Ibid, h. 35

97

fiqih, ushul al-fiqih, nahu, sharaf, dan sastra Arab. Jumlah murid
dalam setiap kajian tergantung popularitas seorang syaikh.
Biasanya halaqah terdiri dari 10 sampai 20 orang murid126.
b. Lembaga Wakaf
Berdasarkan hukum wakaf, seseorang dapat membentuk
satu wakaf yang assetnya akan mendukung satu lembaga yang
dia pilih127. Lembaga wakaf mendukung kegiatan proses
pendidikan Islam baik itu di masjid atau tempat lain, dukungan
wakaf harta kaum muslimin yang disumbangkan digunakan
untuk membangun asrama mahasiswa (khan), biasanya
penghuni asrama diisi oleh siswa atau mahasiwa yang jauh dari
desa-desa, yang pada umumnya mereka belajar fiqih128.
c. Kuttab atau Maktab
Kuttab dan Maktab, berasal dari kata kataba yang berarti
menulis atau tempat menulis. Namun akhirnya memiliki
pengertian pendidikan dasar, yang mengajar membaca dan
menulis, kemudian meningkat kepada pengajaran al-Quran dan
pengetahuan tingkat dasar. Mengenai waktu belajar di kuttab,
dimulai dari hari sabtu sampai dengan hari kamis siang dengan
materi al-Quran yang dilakukan dari pagi sampai Dhuha.
Kegiatan menulis sampai waktu zuhur, dan Gramatikal Bahasa
Arab, matematika dan Sejarah bada zuhur sampai siang129.
d. Al-Ribath
Al-Ribath adalah kegiatan sufi yang ingi menjauhkan diri dari
kehidupan dunia dan mengkonsentrasikan diri untuk sematamata beribadah. Juga memberikan perhatian terhadap keilmuan
yang dipimpin oleh syaikh yang terkenal dengan kesalehannya.
126 Ibid, h. 36
127 Ibid, h.41
128 Ibid, h. 45
129 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Op.Cit, h. 78

98

Al-Ribath biasanya diisi oleh orang-orang miskin yang bersamasama melakukan kegiatan sufistik. Bangunan al-Ribath mereka
jadikan tempat tinggal untuk beribadah dan mengajarkan
pelajaran agama130.
e. Al Zawiyah
Al-Zawiyah merupakan tempat berlangsungnya pengajianpengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliah
dan aqliah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan
oleh sufi sebagai tempat halaqah zikir dan tafakur untuk
mengingat dan merenungkan keagungan Allah swt131.
Lembaga pendidikan Islam yang memusatkan pada ilmu
aqliah adalah :
a. Bait al-Hikmah; Perpustakaan dan Observatorium
Bait al-Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi
sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Institusi ini
adalah prototype institusi yang ada di masa Imperium Sasanid
Persia, bernama Jundisapur Academy. Namun, kedua lembaga
ini mempunyai perbedaan yang mendasar, kalau Jundisapur
hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja,
sedangkan Bait al Hikmah memyimpan berbagai koleksi ilmu
pengetahuan sekaligus tempat belajar dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Pada masa khalifah Harun al-Rasyid, Bait alHikmah diberi dinamakan Khizanah al-Hikmah (Khazanah
Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat
peneletian. Sejak tahun 815 M khalifah al-Makmun mengubah
namanya menjadi Bait al-Hikmah. Bait al-Hikmah dipergunakan
secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku

130 Ibid, h. 82
131 Ibid

99

kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan Etiopia


dan India132.
Di institusi ini, al-Makmun mempekerjakan Muhammad ibn
Musa al-Hawarizmi yang ahli di bidang al-Jabar dan Astronomi.
Sedangkan direktur perpustakaan Bait al-Hikmah adalah Sahl
Ibn Harun seorang nasionalis Persia yang ahli Pahlewi. Bait alHikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan tetapi juga
sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi dan
metematika133.
b. Toko buku dan Perpustakaan
Walaupun sarjana-sarjana modern mungkin kesulitan
mengakui toko-toko buku sebagai pusat pendidikan tinggi, tetapi
mereka tetap mengakui fungsi tersebut di kota-kota Islam.
Selama kejayaan Abbasiyah, toko-toko buku berkembang pesat
di wilayah Timur Tengah dan peran pentingnya, menyebar
keseluruh wilayah Islam khususnya melalui Afrika Utara dan
Semenanjung Iberia134.
Sebelum perusakan dilakukan bangsa Mongol di Bagdad ada
100 lebih penjual buku atau toko buku. Kota-kota Sharaz,
Basrah, Kairo, Kodova, Fez, Tunis dan banyak kota yang
mendukung berlipatgandanya jumlah buku. Para pembeli dan
penjualnya sering kali berasal dari kalangan cerdik pandai, yang
tentunya memberikan andil yang sangat besar bagi kehidupan
intelektual dalam sebuah masyarakat melalui karya-karya
pilihan mereka, yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, Parsi.

132 Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, Op.Cit, h. 105


133 Ibid
134 Charles Michael Staton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, Op.cit,
h. 161-162

100

Atau bangsa-bangsa Timur dan melalui karya-karya berbahasa


Arab yang disalin dan disediakan untuk umum135.
Proses pendidikan Islam terjadi di toko buku dan
perpustakaan dengan lingkaran diskusi dan Sanggar Sastra.
Perpustakaan adalah inti dari program pengajaran, yang
memperluas materi-materi pelajaran dalam perkuliahan dan
diskusi-diskusi136.
c. Rumah sakit dan Klinik
Rumah Sakit dan Klinik berfungsi sebagai pusat-pusat
pendidikan tinggi selama kejayaan kekhalifahan Abbasiyah.
Rumah Sakit seperti halnya dalam kasus Perpustakaan dan
Laboratorium menerima dukungan Khalifah, Gubernur dan
Sultan137.
Proses pendidikan kedokteran diselenggarakan di lingkungan
Rumah Sakit. Kelompok awal (para dokter yang terkenal) dapat
bekerja dengan para muridnya secara pribadi, mempercayakan
kepada mereka penanganan pasien di tempat pengobatan dan
klinik mengontrol kemajuan pengobatan, dan melibatkan
mereka dalam proses pengklinikan seperti operasi138.
Tujuan dari bimbingan ini adalah untuk menggabungkan
pelajaran-pelajaran teoritis dan praktis ke dalam pengalaman
belajar terpadu terhadap pelajar yang bersangkutan. Seorang
dokter mengajar di klinik atau rumah sakit seperti itu, yang
dikerumuni murid-muridnya lebih menyerupai sistem modern,
dalam hal; bimbingan dan pengasramaan, di mana seorang

135 Ibid,h.162
136 Ibid, h.165
137 Ibid, h.172
138 Ibid, h. 173

101

dokter menyelenggarakan pendidikan yang menyenangkan


secara bergilir kepada murid-muridnya139.
d. Kesusteraan-pendidikan Liberal dalam Islam
Orang-orang yang ingin meningkatkan pendidikan mereka
melalui media informal tidaklah terbatas pada pelajaran ilmuilmu non Islam. Kerangka dari sebuah pendidikan secara umum
telah terbentuk di dalam Islam melalui kususesteraan yang
disebut adab, yang sering diterjemahkan sebagai pelajaran
tatakrama140.
Untuk membantu orang-orang mempelajari adab, beberapa
ahli multi disipliner Islam menulis buku-buku teks yang
menyajikan informasi dasar mengenai semua bidang ilmu
pengetahuan tersbut141. Seperti al-Farabi dan al-Khawarizmi dll.
e. Al-Qurhur (pendidikan rendah Istana)
Munculnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para
pejabat didasarkan atas pemikiran bahwa pendidikan itu harus
bersifat menyiapkan peserta didik agar mampu melaksanakan
tugas-tugasnya setelah dewasa. Untuk itu, keluarga raja dan
pejabat istana lainya berusaha mempersiapkan anak-anaknya
sejak kecil dengan memperkenalkan tugas-tugas serta
lingkungan kerjanya di masa depan142.
Para pejabat istana dan khalifah memperkerjakan para
pendidik yang disebut muaddib di lingkungan istana. Syalabi
mengatakan mendidik para calon raja (pangeran) adalah
pekerjaan yang sangat digemari143. Keluarga terkenal sebagai
139 Ibid, h. 174
140 Ibid, h. 175
141 Ibid,h. 176
142 Ramayulis, sejarah Pendidikan Islam, Op.cit, h. 79
143 Ahmad syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, Tt, h.207-208

102

pendidik di kalangan Istana adalah keluarga al-Barmakh di


istana khalifah Abbasiyah.
f. Rumah para Ilmuan (ulama)
Beberapa ilmuan menjadikan rumahnya sebagai tempat
pendidikan, antara lain; rumah Abi Muhammad ibn Hatim alRazi al-Hafiz dalam mempelajari ilmu kedokteran, dan rumah Abi
Sulaiman al-Sajastani dalam mempelajari ilmu filsafat dan ilmu
mantik144.
Dijadikannya rumah para ilmuan tersebut sebagai tempat
proses pendidikan menurut Ramayulis dilatarbelakangi oleh
beberapa hal di antaranya:
a. Rumah dapat digunakan untuk membicarakan hal-hal yang
bersifat khusus.
b. Situasi dan kondisi guru yang mengajar agak terbatas,
misalnya terlalu sibuk, lelah, dan lain-lain.
c. Adanya anggapan, bahwa mendatangi guru untuk belajar
lebih baik daripada guru yang mendatangi murid.
d. Jumlah murid yang banyak, sehingga sebagian hanya bisa
ditampung belajar di rumah ulama yang bersangkutan145.

4. Ilmu pengetahuan yang berkembang Masa Abbasiyah.


Beberapa ilmu pengetahuan yang berkembang masa Bani
Abbasiyah, yaitu ilmu kedokteran, hukum, filsafat, dan hadits146:
a. Kedokteran
Ilmu kedokteran adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
berbagai keadaan sehat maupun tidak. Artinya kesehatan bisa
144 Ramayulis, sejarah Pendidikan Islam, Op.cit, h. 81
145 Tambahan dari penulis
146http://yaserfarah.wordpress.com/2012/10/27/peran-dinastiabbasiyah-dalam-perkembangan-ilmu-pengetahuan/201/11/7

103

hilang, dan jika hilang, perlu diperbaiki. Dengan kata lain, seni
dimana kesehatan berkaitan, dan akan diperbaiki setelah hilang.
Kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari
tentang cara-cara untuk mempertahankan tubuh dari penyakit
dan cara-cara untuk penyembuhan tubuh dari penyakit tersebut.
Pada kejayaanya, ilmuan muslim mempunyai pengaruh yang
besar di bidang ini, bahkan ada yang dinobatkan menjadi bapak
kedokteran dunia, yaitu Ibnu sina.
1). Fisiologi

( 7)






( 6)







Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu
(berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah (Yang
telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan
menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang dalam bentuk apa
saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuh-mu. (al-infithaar,
6-8).
Dalam menentukan kegunaan setiap organ seharusnya kita
melakukan percobaan untuk membuktikan kebenaran dan
penelitian yang jujur, tanpa memperhatikan apakah pendapat
itu sejalan atau tidak dengan pendahulu kita. (Ibnu Nafis).
Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fungsi
organisme hidup serta bagian-bagiannya, dan mempelajari
faktor fisika serta kimia dan proses yang terlibat di dalamnya.
Dalam pengembangan ilmu fisiologi, ilmuan muslim yang
mempunyai pengaruh besar salah satunya adalah Ibnu Nafis
(687-1288), dikenal sebagai bapak fisiologi sirkulasi karena dia
adalah orang pertama yang menjelaskan sirkulasi paru-paru,
sirkulasi coroner, dan sirkulasi kapiler. Bahkan dia orang yang
paling awal menjelaskan tentang konsep metabolisme. Ibnu

104

Nafis yang bernama lengkap Ala al-Din Ali ibn Abi lHaram alQurasi tersebut, adalah salah satu dokter yang mendukung
pembedahan pada manusia, dia juga pernah mengkritik
pendapat Galen dan Ibnu Sina atas teori empat cairan
yaitu pulse (denyut nadi), tulang, otot, usus, organ indra,
esophagus, dan perut dalam bukunya Commentary on Anatomy
in Avicennas Cannon.
Teori Galen yang lain pun sempat dibantahnya, Galen yang
mengatakan bahwa jalur peredaran darah diantara dua ruangan
pada jantung itu tidak terlihat, tapi Ibnu Nafis mengatakan
sebaliknya. Bantahan Ibnu Nafis yang disebut juga
sebagai second Avicenna tersebut bukan untuk menjatuhkan
Ibnu Sina maupun Galen karena kesalahan teorinya, tapi
semata-mata untuk melengkapi teori mereka yang pasti
mempunyai kekurangan pada setiap teori yang ia keluarkan.
Dokter arab Ibn al-Lubudi (1210-1267), berasal dari
Damaskus, menulis The Collection of Discussion Relative to Fifty
Psychological and Medical Question, menyebutkan bahwa
jantung adalah organ pertama yang terbentuk dalam tubuh
janin. Sedangkan menurut Hippocrates, organ yang pertama
terbentuk adalah otak. Beliau juga menjelaskan bahwa tulang
yang membentuk tengkorak dapat tumbuh menjadi tumor.
2). Anatomi
As forthe parts of the body and their functions, it is necessary
that they be approached through observation ( )and
dissection (), while those things that must be conjectured
and demonstrated by reason are diseases and their particular
causes and their symptomps and how bated and health
maintained (Ibnu Sina).
Mengenai bagian-bagian tubuh dan fungsinya, perlu
dilakukan pendekatan melalui observasi dan pembedahan.
Sementara, hal tersebut harus diduga dan dibuktikan dengan

105

alasan penyakit, penyebab dan gejalanya, serta bagaimana


penyakit dapat diatasi dan kesehatan dapat terpelihara.(Ibnu
Sina)
Anatomi berasal dari bahasa Yunani anatomia
dari anatemnein, yang berarti memotong. Sejarah
anatomi adalah ilmu yang berkembang dari pemeriksaan awal
seseorang yang menjadi korban persembahan sampai analisa
canggih bentuk tubuh oleh ilmuan modern. Al Zahrawi, seorang
dokter Muslim terkenal mencatan bahwa anatomi adalah sebuah
ilmu yang sangat dibutuhkan untuk proses pembedahan,
autopsi mayat dilarang untuk kebutuhan latihan maupun
praktek, walaupun tidak ada larangan dalam ajaran agama.
Studi anatomi dimulai pada awal 1600 SM yang diperoleh dari
data papyrus Mesir kuno. Lembaran itu menunjukan bahwa
jantung, pembuluh darah, hati, ginjal, limpa, hypothamulus,
rahim dan kandung kencing telah diketahui pada zaman
tersebut, dan dalam lembaran tersebut tercatat bahwa
pembuluh darah berasal dari jantung.
Ilmuan Anatomi yang terkenal pada abad ke 2 masehi adalah
Galen, penemuannya pada anatomi tubuh menjadi buku teks
anatomi dan telah digunakan selama ratusan tahun, tetapi hasil
karyanya tersebut hilang dan ditemukan kembali oleh dokter
kebangkitan eropa (Renaissance doctors) melalui hasil karya
dokter muslim.
Setelah jatuhnya kekaisaran Roma, studi anatomi hampir
hilang di Eropa, tetapi studi ini berkembang sangat pesat di
dunia Islam sehingga muncullah para ilmuan Muslim yang ahli
dibidang ini diantarannya Ibnu Sina, Ibnu Nafis, Hunayn, yang
mempunyai peran aktif dalam mengembangkan ilmu ini. Dalam
bukunya Sarh al-Qanun, Ibnu Nafis mempunyai kontribusi yang

106

sangat besar yaitu pendapatnya tentang sistem sirkulasi darah


dalam tubuh, yang baru ditemukan kembali tiga abad lalu. Dia
menjelaskan tentang bronkitis dan interaksi pembuluh dalam
tubuh dengan udara dan darah.
Al-Qanun fi al-Tibb karya Ibnu Sina, mencakup banyak
penemuannya di bidang anatomi yang secara resmi diterima
masyarakat zaman ini. Dia adalah saintis pertama yang
menjelaskan tentang pendeskripsian perbedaan mata,
seperti conjunctiva sclera, choroid, aqueous humour, optic
chiasma, saraf penglihatan, iris, retina, kornea, dan lapisan lensa
mata.
Selain Ibnu Sina, penjelasan anatomi mata pun ada kaitannya
dengan Ibnu al-Haytham yang mewakili teori penglihatan oleh
Galen, Euclid dan Ptolemy pada gambar yang dibuatnya pada
tahun 1083 M di mesir, ilmuan yang sempat hidup dizaman
Abbasiyah dan Fatimiyah ini menjelaskan tentang hubungan
antara saraf-saraf penglihatan (optic nerves) dan bola mata
menuju otak.
3). Alat-alat kedokteran
Selain mempunyai peran penting dalam berkembangnya ilmu
kedokteran, ilmuan muslim pun mempunyai banyak kontribusi
dalam menemukan adn mengembangkan alat-alat kedokteran
guna mempermudah dokter dalam proses penyembuhan,
seperti yang tertulis pada Kitab Al-Tasrif karya Abu al-Qasim
Khalaf ibn al-Abbas al-Zahrawi (936-1013).
Buku at-Tasrif yang dikarang al-Zahrawi menggambarkan
beberapa alat medis yang ditemukan oleh ilmuan muslim, di
antaranya adalah plester pelekat, benang
bedah, cauter, ligature (tali-pengikat), forceps (tang-penjepit),

107

injection syringe, thermometer, retractor, scalpel, surgical hook,


surgical rod, dll.
4). Buku-buku dan teks kedokteran
Kemajuan ilmu pengetahuan pasti mempunyai sumbersumber yang terpercaya dan salah satunya adalah buku, dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan pada zamannya, ilmuanilmuan pada zaman Abbasiyah banyak menulis buku, dibawah
ini penulis akan mencantumkan buku-buku dan teks kedokteran
yang ditulis oleh ilmuan-ilmuan pada zaman Abbasiyah yang
beberapa dari buku tersebut telah dialihbahasakan ke dalam
bahasa Inggris, di antaranya:
No.

Judul

Firdaous al-Hikmah (Paradise of Wisdom)

Adab al-Tibb (Ethics of Physician)

Masalih al-Abdan wa al-Anfus


(sustenance for the body and Soul)

4
5
6
7
8
9
10
11
12

Al-Hawi (the Comprehensive Book of


Medicine)
Shukuk ala alinusor (Doubts about Galen)
Man la Yahduruhu al-Tabib (A Medical
Adviser for the General Public)
Al-Judari wa al-Hasbah (A Treatise on the
Smallpox an Measles)
Disease of Children
Sense of Smelling
The Experimental of Medical Science and
its Application
The Book of Simple Medicine
The Book of Disasters

Penulis
Ali ibn Sahl
Rabban alTabari
(860)
Ishaq bin
Ali Rahawi
(854-931)
Ahmed ibn
Sahl alBalkhi
(850-934)
Muhammad
ibn
Zakariya
Razi (865925)

108

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Food and its Harmfulness


Why abou Zayd Balkhi Suffers from
Rhinitis When Smelling Roses in Spring
Stone in the Kidney and Bladder
The Book of Tooth Aces
Food for Patients
Benefits of Honey and Vinegar Mixture
The Book of Surgical Instrument
Fruits Before and after Lunch
About the menstrual Cycle
Fatal Disease
About Poisoning
Misconseptions of a Doctor Capabilities
The Social Role of Doctors

26

Kitab Kamil as-Sinaa at-Tibbyya


(Complete Book of the Medical Art)

27

Kitab Tibb al-Machayikh

28

Risalah al-Shafiyah fi Adwiyat al-Nisyan


(Teratise on Drug for Forgetfulness)

29
30
31
32
33
34

35

36

Al-Taisir
The Method of Preparing Medicine and
Diet
Aqrabadhin (Medical Formulatory)
De Gradibus, Treatise on Diseases
Caused by Phlegm
Al-Qanun fi al-Tibb (The Canon of
Medicine)
The Book of Healing
Kitab at-Tasrif (Book of Healing and
Concessions or The method of Medicine )
Sharh Tashrih al-Qanun Ibn Sina
(Commentary on Anatomy in Avicennas

Ali ibn
Abbas
(982-994)
Ibn alJazzar alQayrawani
(898-980)
Ibn Ishaq
bin Hunayn
(900)
Ibn Zuhr
(10911161)
Al-Kindi
(803-873)
Ibnu Sina
(980-1037)
Abu alQasim
Khalaf ibn
Abbas alZahrawi
(936-1013)
Ala al-Din
Abu al-

109

45

Canon)
Al-Shamil fi al-Tibb (The Comprehensive
Book on Medicine)
Kitab al-Mukhtar fi al-Aghdhiya (The
Choice of Foodstuffs)
Commentary on Compound Drugs
Al-Mujaz fi al-Tibb (A Summary of
Medicine)
Risalat al-Aadaa (An Essay on Organ)
Al-Shamel fi al-Tibb (Reference Book for
Physician)
Kitab al-Munazir (Book of Optics)
The Polished Book on Experimental
Ophtalmology
Kitab al-Saydala (The Book of Drugs)

46

Al-Athar al-Baliyah

47

Collection of Discussion Relative to Fifty


Psychological an Medical Questions

48

The Books of Elite Concerning the


Unmasking of Mysteries and Tearing of
Velis

37
38
39
40
41
42
43
44

Hasan ibn
Abi Hazm
al-Qurashi
al-Dimashqi
(Ibnu Nafis)
1213-1288
Abu Ali alHassan ibn
al-Hasan
ibn alHaytham
(Ibn alHaytham)
(965-1040)
Abu
Rayhan alBiruni (9371050)
Ibn alLubudi
(12101267)
Gaubari
(1200)

5) Farmasi
Di antara ahli farmasi masa Abbasiyah adalah Ibnu Baithar,
karyanya yang terkenal adalah al-Mugni (berisi tentang obatobatan), Jami Al-Adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan
makanan bergizi)147.
b. Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan
atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk
penyalahgunaan dalam bidang politik, ekonomi, dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak sebagai perantara utama
dalam hubungan sosial antar masyarakat dalam kriminalisasi.
147 Samsul Munir Amin, Sejarah Perdaban Islam, Jakarta : Amzah,
2009, h. 51

110

Dalam pelaksanaannya, hukum mempunyai dua bentuk yaitu


hukum pidana dan hukum perdata.
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan
antar subjek hukum dalam hal perbuatanperbuatan yang
diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundangundangan
dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan
atau denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana
dikenal dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran.
Dalam Islam hukum pidana dinamakan qisas yaitu nyawa
dibalas nyawa, tangan dibalas tangan, tetapi apabila seseorang
membunuh, maka tidak langsung dibunuh tetapi diadakannya
penyelidikan lebih lanjut terlebih dahulu tentang kejadian yang
sebenarnya.
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan
antar individu dalam masyarakat dengan cara tertentu, hukum
ini disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Hukum perdata
digolongkan menjadi beberapa bagian, diantaranya hukum
keluarga, hukum harta, hukum perikatan, dan hukum waris.
Khalifah kedua dinasti Abbasiyah, al-Mansur mereformasi
Baghdad menjadi ibukota dinasti pada tahun 762 M sehingga
membawa perubahan besar pada dunia Islam dengan
munculnya sebutan The Golden Age of Islam dan perubahan
hukum-hukum kenegaraan dengan berdasar pada hukum-hukum
berbasis pada al-Quran dan Sunnah sehingga menjadi lebih
baik dari sebelumnya.
Pada abad kedua kekuasaan dinasti ini, sekolah tinggi hukum
aliran sunni dan syiah didirikan, salah satu ahli hukumnya
adalah Ibnu Rusyd, seorang yang menghabiskan sisa hidupnya
sebagai seorang fisikawan sekaligus hakim. Kedudukannya
sebagai pemuka agama dalam bidang hukum islam dan hakim

111

di kordoba sangat dihormati. Pada zamannya, banyak orang


yang datang untuk berkonsultasi tentang masalah-masalah yang
berkaitan dengan ilmu hukum. Pada masa Harun ar-Rasyid,
mazhab imam Hanifah menjadi dasar hukum karena pendapatpendapat hukumnya merupakan sebuah reformasi yang
dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di kota Kufah, kota
yang maju pada zamannya. Salah satu muridnya adalah Abu
Yusuf yang menjadi Qadhi al-Qudhat, yang hidup pada zaman
Harun ar-Rasyid.
Pada masa dinasti ini, hukum yang lebih dominan dipakai
adalah hukum syiah sehingga resmi menjadi dasar ideologi
abbasiyah dalam menentukan hukum dalam mengatasi sebuah
kasus.
c. Filsafat
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat diartikan
sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumya.
Pada masa pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M)
dan khalifah al-Mamun (813-833 M) kitab-kitab filsafat Yunani
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, kemudian dipelajari,
didalami, dan diadakan perubahan-perubahan sesuai dengan
ajaran Islam. Adapun tokoh-tokoh filsafat (ahli filsafat) Islam
yang hidup pada masa Dinasti Abbasiyah antara lain Abu Ishak
Al-Kindi (809-873 M), Abu Nashr al-Farabi (870-950 M), Ibnu Sina
(980-1036 M), Al-Gazali (1058-1111 M), dan Ibnu Rusyd (11261198).
Salah satu filsafat terkenal adalah al-Ghazali, dia adalah
orang yang pertama kali menggabungkan konsep ilmu filsafat
dan mistik dalam kehidupan sehari-hari. Pada masanya, terjadi
sebuah krisis kepercayaan yang tinggi dilingkungannya

112

sehingga menggugah al-Ghazali untuk belajar filsafat dengan


maksud untuk mencari kebenaran tentang perbedaan tradisi
umat muslim, dan keputusan terakhirnya adalah menjadi
pengikut sufi mistik.
Dia juga menulis tentang kriteria seseorang dikatakan
murtad secara sistematis, dia menulis bahwa barang siapa yang
berpandangan bahwa bumi diciptakan tanpa ada tujuan, atau
tuhan tidak maha kuasa, kebangkitan setelah mati itu bohong,
adalah orang yang ingkar terhadap agama dan harus dibunuh.
Filsafat yang lainnya adalah al-Kindi, konsep filosofinya
berdasar pada konsep fisik dan metafisik Aristotelian yang
hampir sama dengan konsep Neoplato. Dengan dasar
filosofinya, al-Kindi pernah mencoba untuk mempadukan antara
konsep pembelajaran islami dengan filosofi Aristotelian dan
Neoplatonic sehingga didirikanlah Mashshai atau sekolah
keliling yang mengajarkan tentang islam, dan dialah orang yang
menulis risalah On the First Philosophy yang dipersembahkan
untuk khalifah al-Mustasim.
Mashshai yang didirikan oleh al-Kindi banyak mendapatkan
perpaduan konsep dari filosofi lain, seperti al-Farabi yang
melengkapi konsep perpaduan awal, dan ibn Sina yang
membawa Mashshai menuju puncak kesempurnaan. Banyak
orang menyadari bahwa al-Farabi atau guru kedua setelah
Aristoteles, bukan hanya sebagai pendiri filosofi politik Islam,
tetapi juga sebagai pendiri filosofi Islam itu sendiri. Dalam
penilaian terhadap filosofi Aristoteles dan Plato, dia menulis
komentar pada hukum-hukum yang dibuat oleh Plato. Al-Farabi
mendapatkan pelatihan filosofi dari seorang Kristen bernama
Yuhanna b. Haylan.
d. Hadits

113

Hadits berasal dari bahasa arab yaitu yang bermakna


perkataan, dalam syariat Islam hadits bermakna segala sesuatu
yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw baik perkataan,
perbuatan, maupun apa yang dilakukan para sahabat nabi dan
disetujui olehnya. Pada zaman dinasti Abbasiyah, ilmu hadits
merupakan salah satu ilmu yang berkembang pesat, bahkan
para ulama hadits di zaman tersebut masih terkenal sampai hari
ini, seperti Imam Bukhari (194-252 H / 810-866 M), Imam Muslim
(204-261 H / 820-875 M), Ibnu Majah (207-273 H / 822-887 M),
Abu Dawud (202-275 H / 818-889 M), dan Tirmidzi (200-279 H /
816-82 M), mereka merupakan para perawi hadits yang terjamin
keshahihannya.
Kumpulan hadits yang mereka riwayatkan telah dikumpulkan
dalam bentuk buku yang diberi judul atas nama mereka sendiri,
seperti Shahih Bukhori, Shahih Muslim, Sunan Ibnu Majah, Sunan
Abu Dawud, dan Sunan at-Tirmidzi.
e. Ilmu Tafsir
Berkembangnya ilmu tafsir pada abad ketiga hijriah dalam
upaya memenuhi kebutuhan untuk memahami al-uran sebagai
bertambah banyaknya jumlah penduduk Islam akibat bertambah
luasnya kekuasaan Islam. Beberapa tafsir al-Quran yang ada
waktu Abbasiyah antara lain: Jami al Bayan fi Tafsir al-Quran
(Ibn Jarir al-Thabari, Mualim al-Tanzirl (al-Baghawi), tafsir alKabir (al-Razi), Tafsir Abu Bakar al-Isham dan Tafsir Ibn Jarwi alAsadi148.
f. Ilmu Fikih Qiraat
Ilmu qiraat muncul sesuai dengan luasnya wilayah Islam,
sehingga factor lahjah sangat mempengaruhi pengucapan
bacaan al-Quran untuk setiap wilayah Islam. Pembacaan alQuran yang berbeda juga didasari teks al-Quran yang tidak
mempunyai titik dan baris. Adapun ulama yang ahli sebagai
148 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Op.cit, h.86

114

pembahas pertama ilmu Qiraat dari segi dasar dan sanad yang
dianut setiap ahlinya adalah Harun Ibnu Musa alBushani
(w.170). beberapa tokoh Qiraat yang terkenal pada masa ini
adalah; Nafi, Ibn Kasir, Ibn Amir, Abu Amru, Ashim Hamzah, Al
Kasai, Yahya Ibn Haris, al-Zimani, Hamzah ibn Habib dan
sebagainya149.
g. Ilmu kalam
Ilmu kalam disebut juga ilmu logika, ilmu yang bagaimana cara
berlogika. Masuknya ilmu kalam ini menurut Ramayulis
berkaitan dengan masuknya bangsa-bangsa yang beradab
sebelumnya ke dalam kekuasaan Islam. Ilmu kalam yang
mampu menjelaskan tentang kejelasan aqidah Islam,
Orang sebelum Islam telah biasa menggunaka ilmu
semacam ini untuk berdebat mempertahankan keyakinannya.
Oleh karena itu Islam juga memerlukan ilmu ini untuk
mempertahankan ajarannya dari serangan atau dalam
menyakinkan orang ahli kitab dan sebagainya.
Adapun tokoh Mutakallimin yang terkenal masa itu adalah ;
Washil bin Atha, Amr Ibn ubaid pelopor aliran Muktazilah, Abu
Hasan al-Asyari. Al-Juwani pemuka aliran Asyariyah150.
h. Ilmu Fikih
Munculnya ilmu Fiqih berkaitan dengan bertambah banyak
persoalan umat Islam dalam lapangan praktis oleh
bekembangnya perikehidupan masyarakat Islam. Tentu
persoalan umat masa Nabi dan sahabat tidak bisa lagi
dipadakan harus ada ijtihad baru untuk menjawab pertanyaanpertanyaan praktis yang berguna untuk menuntun kehidupan
masyarakat Islam, dalam hubungannya dengan tuhan, alam
atau sesamanya dalam pergaulan sehari-hari.
Menurut Charles Michael Staton jumlah mazhab fikih mencapai
500 mazhab. Namun hanya empat mazhab yang mahsyur yaitu ;
149 Ibid,h. 87
150 Ibid

115

Abu Hanifah (699-767 M), Imam Malik (715-795 M), Imam SyafiI
(767-820 M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M)151
sedangkan dari syiah ada Jafar Shadiq.
i. Ilmu Tarikh
Nama seperti Muhammad Ishak (w.152 H) adalah yang
pertama menulis sejarah (Tarikh) nabi Muhammad saw,
kemudian diringkas oleh Ibn Hisyam (w. 218 H) dengan judul
bukunya syarh ibn Hisyam. sedangkan penulis lainya adalah
Ibnu abi Mahruf, Al-Waqidi, Ibn al-Kilbi, Ibn Saad ibn al Hikam,
Ibn Qutaibah dan Nubkhiti152.
j. Ilmu Nahwu
Tokoh yang paling utama dalam ilmu nahwu adalah khalifah
Ali bin Abi Thalib ra, kemudian keahlian terapannya adalah Abu
Aswad al-Duali yang hidup pada masa Bani Umayyah, beliau
sekaligus dianggap telah membinan dasar-dasar ilmu ini. Pada
masa Abbasiyah perkembangan ilmu nahwu bertambah pesat,
tersebut nama ahli seperti ; Sibaiwahi, Isa Ibnu Umar, al-Saqafi,
Abu Amir ibn al-Ala, dan sebagainya. Untuk ulama yang ahli
tersebut seperti ; Al-Kasai, Abu Jafar dan Al Ruas153.
C. Kesimpulan
Kemajuan suatu peradaban telah membuktikan, bahwa
pendidikan dan ilmu pengetahuan sangat berperan dalam
memberikan kemilau sebuah Daulah, Dinasti atau Kerajaan.
Tidak terkecuali di zaman modern ini faktor ilmu pengetahuan
yang berkembang dan maju disebabkan oleh pelaksanaan
pendidikan yang baik. Badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
telah mengingatkan bagi Negara-negara yang ingin maju lebih
cepat setara dengan bangsa yang telah maju, hendaklah
151 Charles Michael Staton, Pendidika Tinggi Dalam Islam, Op.cit,
h.29
152 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Op.cit, h. 89
153 Ibid

116

memperhatikan lembaga pendidikannya dengan baik.


Memperhatikan dalam arti membangun pendidikan nasionalnya
dengan kesungguhan, baik fasilitas, tenaga edukasi, suasana
akademis yang kondusif, keterbukaan mimbar akademik dan
sebagainya.
Jauh sebelum nasehat di atas diungkapkan, pemerintahan
Islam seperti Bani Abbasiyah telah memberikan perhatian
khusus kepada bagaimana mengembangkan ilmu pengetahuan
dengan mengadakan dan memperbaiki semua fasilitas lembaga
pendidikan Islam. Memberikan apresiasi yang luar biasa kepada
para ulama dan cendikia yang ada di zamannya.
Ilmu pengetahuan menjadi primadona dalam perhatian
masanya. Banyak ilmuan terkenal seperti ; Ibnu Sina, Ibnu
Rusyd, Al-Kindi, Ibnu Haytham, Al-Rhazi, Al-Khowarizmi, Jamsyid
Giatsuddin Al-Kasyri, As-Simay, Ibnul Awwan, Al-Jahiz, Sabit bin
Qurrah Al-Hirany, Abu Abdillah Al-Qazwani, Abu Ar-Raihan AlBairuni, untuk ulama bidang keagaman seperti ; Ibn Jarir alThabari, al-Baghawi al-Razi, Abu Bakar al-Isham dan Ibn Jarwi alAsadi. Nafi, Ibn Kasir, Ibn Amir, Abu Amru, Ashim Hamzah, Al
Kasai, Yahya Ibn Haris, al-Zimani, Hamzah ibn Habib, Washil bin
Atha, Amr Ibn ubaid, Abu Hasan al-Asyari. Al-Juwani, Imam
Malik, Imam SyafiI, Imam Ahmad bin Hanbal, Jafar Shadiq,
Muhammad Ishak, Ibnu abi Mahruf, Al-Waqidi, Ibn al-Kilbi, Ibn
Saad ibn al Hikam, Ibn Qutaibah dan Nubkhiti, Ibn Hisyam, ;
Sibaiwahi, Isa Ibnu Umar, al-Saqafi, Abu Amir ibn al-Ala, AlKasai, Abu Jafar dan al Ruas,
Serta tumbuhnya kembangnya lembaga pendidikan Islam baik
yang mengkhususkan diri pada pendalaman keagamaan
maupun ilmu-ilmu aqliah seperti; Masjid, Lembaga Wakaf,
Kuttab atau Maktab, al-Ribath, al Zawiyah, Bait al-Hikmah;
Perpustakaan dan Observatorium, Toko buku dan Perpustakaan,

117

Rumah sakit dan Klinik, Kesusteraan, al-Qurhur (pendidikan


rendah Istana), Rumah para Ilmuan (ulama), dan bidang kajian
yang tumbuh diantaranya ; Kedokteran, Hukum, Filsafat, dan
Hadits, Ilmu Tafsir, Ilmu Fikih Qirat, Ilmu kalam, Ilmu Fikih, Ilmu
Tarikh,dan Ilmu Nahwu.
Selain itu, buku-buku teks kedoktaran telah banyak ditulis
serta tidak luput pula penciptaan alat praktek untuk medis telah
berkembang sedemikian rupa. Buku-buku teks kedoteran telah
banyak disadur oleh bangsa Barat ke dalam bahasa latin dan
Inggris.
Tak bisa dipungkiri lagi suasana keilmuan telah melahirkan
modifikasi dan penambahan ilmu pengetahuan yang hebat pada
masa Bani Abbasiyah. Khazanah keilmuan sebagian telah
menjadi acuan bagi para ilmuan yang datang kemudian, sampai
memasuki masa kemunduran Abbasiyah.
Di era kemunduran bisa dilihat pendidikan dan keilmuan
tidak lagi menjadi perhatian utama, karena pemerintahan
disibukkan oleh godaan politik dan kekuasaan, serta khalifah
yang berkuasa kurang perhatian, lemah dan tidak cakap. Ini bisa
disebabkan, karena tidak baiknya pendidikan Istana untuk calon
pangeran yang akan menjadi raja. Atau boleh jadi juga faktor
pendidik Istana yang tidak berkompeten dalam memberikan
binaan kepada calon raja atau khalifah tersebut dan sebagainya.
Untuk melihat lebih jauh bagaimana pendidikan Islam di era
kemunduran Abbasiyah akan diuraikan setelah materi ini.
Soal Latihan :
1. Jelaskanlah awal perkembangan pendidikan Islam
masa Bani Abbasiyah.
2. Jelaskanlah tokoh-tokoh ilmuan yang memberikan
konstribusi pendidikan Islam masa Bani Abbasiyah.

118

3. Uraikanlah lembaga-lembaga pendidikan Islam masa


Bani Abbasiyah.
4. Uraikanlah khalasifikasi ilmu pengetahuan yang
berkembang masa Bani Abbasiyah.
5. Jelaskanlah faktor pendorong berkembangnya
pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan masa Bani
Abbasiyah.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
https://www.facebook.com/KekhalifahanIslamDaulahDinast
iBaniAlbasiaIndonesia/posts/215145995306564/2013/10/6
http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/khazanah/11/05/06/lkrwsg-daulah-abbasiyahalmustanshir-khalifah-pemberani/2013/10/6

119

http://ilmungawortepak.blogspot.com/2013/03/perkembangan-ilmupengetahuan-pada-masa.html/2013/11/7
http://yaserfarah.wordpress.com/2012/10/27/peran-dinastiabbasiyah-dalam-perkembangan-ilmu-pengetahuan/201/11/7
http://penyux.wordpress.com/tag/ibnu-rusyd/2013/11/8
http://yaserfarah.wordpress.com/2012/10/27/peran-dinastiabbasiyah-dalam-perkembangan-ilmu-pengetahuan/201/11/7
Khan, Muhammad Abdur Rahman, Sumbangan Umat Islam
Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, Penterjemah: Drs.
Adang Affandi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993, Cet. III
Maryam, Siti dkk, Sejarah peradaban Islam, Yogyakarta:
LESFI, 2009, Cet.III,
Mursi, Muhammad Said, Tokoh-tokoh Islam Sepanjang
Sejarah, Penterjemah, Khairul Amru Harap dan Achmad Faozan,
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007, Cet. 3
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012
Staton, Charles Michael, Pendidikan Tinggi dalam Islam,
Penerj. H. Afandi dan Hasan Asari, Jakarta: PT Logos Publishing
House, 1994
Syalabi, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, Tt

BAB VI
PERKEMBANGAN INTELEKTUAL SELAMA DINASTY
ABBASIYAH PERIODE KHALIFAH AL MAMUN (813-833 M)

120

Mampu Menjelaskan Perkembangan


Intelektual Selama Dinasty
Abbasiyah Periode Khalifah Al
Mamun (813-833 M)
1. Gerakan Penterjemahan

:
:

2. Perkembangan Bait al Hikmah


3. Perkembangan Pemikiran

Kompetensi
Dasar

Indikator

Strategi
Perkuliahan
Penilaian
Bobot Nilai

Mutazilah
4. Usaha untuk mengislamkan Ilmu
Pengetahuan Asing
: T Presentase Makalah,
Konstruktivisme, Kalaborative.
:
Luasnya Cakupan Informasi yang
disampaikan dan variasi sumber
variasi sumber informasi mengenai
topik yang didiskusikan
:
100

A. Pendahuluan
Al-Mamun, Abu al-Abbas Abd Allah ibnu Harun al-Rasyid
(786-833 M), khalifah Abbasiyah ketujuh, yang terkenal sebagai
khalifah yang paling intelek dari keluarga Abbasiyah. Di bawah
kekuasaanya (813-833 M), Dinasty Abbasiyah mencapai masa
keemasannya ketika ia menyatukan kerajaan dan mendorong
pengembangan pemikiran Islam. Selain itu, penterjemahan ke
dalam bahasa Arab dari bahasa Romawi (dan Syiria) untuk
berbagai ilmu pengetahuan seperti; filsafat, astronomi,
matematika, dan ilmu kedokteran Yunani, yang telah
mendapatkan dorongan besar pada masanya. Pada waktu itu,
Bait al Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) dibangun154 sebagai
perpustakaan yang paling bergengsi pada masanya, dan
kemudian menjadi sebuah sumber budaya baru yang bahasa
Arab dalam penuturan dan Islam sebagai inspirasi, namun
sangat dipengaruhi oleh tradisi Yunani. Selanjutnya, sarjana154 Olga Pinto, The Libraries of the Arabs during the Time of the
Abbasids , Islamic Culture 3, (1929), h. 228

121

sarjana berusaha di sana menyatukan warisan intelektual


Barat dan Timur.
Jadi, kita dapat melihat bagaimana dunia Islam telah
menemukan dan mempelajari ilmu pengetahuan dari berbagai
kerajaan seperti Romawi dan India, di samping itu, para sarjana
yang terlibat di dalamnya datang dari berbagai latar belakang
kepercayaan. Di antara mereka ada sarjana yang Muslim,
Kristen, Zoroarter dan Sabiah, semuanya bekerja di bawah alur
pemikiran Mutazilah. Al-Mamun sendiri seorang penganut
paham Mutazilah yang mempunyai berkonstribusi dalam
mengembangkan serta memajukan pendidikan yang bercorak
kebebasan akal tersebut155. Yang menariknya, bahan-bahan baku
dari Bait al-Hikmah tidak dibatasi pada ilmu teologi dan filsafat
tetapi secara luas kepada bidang astronomi (perbintangan), dan
matematika, sebagai mana juga ilmu perpetaan.
Al-Mamun sendiri telah secara aktif mengambil bagian dari
kekayaan khasanah ilmu pengetahuan yang ada untuknya.
Terutama sekali setelah menerima gelar imam/pemimpin kaum
muslimin/khalifah dan membuktikan penguasaan yang baik
terhadap ilmu pengatahuan, di samping kekuasaanya di bidang
politik dan militer. Dengan kemampuan tersebut membuatnya
bangga, sehingga memerintahkan sejumlah sarjana, yang
masuk di dalamnya Harran seorang penyembah bintang, untuk
menterjemahkan buku-buku warisan Yunani ke dalam bahasa
Arab156. Akhirnya, dialah yang menjadi satu-satunya penguasa
dari khalifah Abbasiyah yang meresmikan sebuah usaha
tersistematis serta menetapkan usaha penyelidikan dan
155 Philip K Hitti, History of the Arab, (London: MacMillan Education
Ltd., 1970), h. 245; lihat juga Khalil I Semaan (ed), Islam and the
Medieval West of Intercultural Relations, ( Albany: State University
of New York Press, 1980), h. 65 & 72
156 M. Rekaya, al-Mamun, El 2, III, h. 331-339

122

menerjemahan Ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani ke dalam


bahasa Arab.
Makalah ini merupakan hasil saduran dari artikel yang
dikarang oleh Lathiful Khuluq dengan judul Perkembangan
Intelektual selama Dinasty Abbasiyah periode khalifah al
Mamun (813-833 M). dengan judul asli Intellectual
Development During of The Abbasid Caliph al-Mamun (813-33
M) , yang penulis ambil dari buku The Dynamic Islamic of
Civilization dalam arikel ini banyak manfaat yang penulis pikir
perlu diungkapkan kepada para pembaca untuk kalangan
mahasiswa Unieversitas Muhammadiyah Sumatera Barat secara
umum serta bagi mahasiswa pada fakutas Agama Islam Program
Studi Pendidikan Agama Islam secara khusus, yang mana
mereka rata-rata belum begitu tertarik untuk membaca dan
memahami artikel dalam bahasa asing khusus bahasa Inggris,
demikian itu disebabkan keterbatasan penguasaan mereka
terhadap bahasa warga dunia tersebut. Sehingga saya berusaha
menyadur ke dalam bahasa Indonesia sesuai pula dengan
kemampuan yang saya miliki.
Penulis artikel ini sebenarnya tengah berusaha menguraikan
perkembangan pemikiran Islam semasa kekuasaan al-Mamun.
Yang khususnya, menguraikan perjelmaan/perubahan dan
penyatuan ilmu pengetahuan asing menjadi ilmu pengetahuan
Islam. Dengan berusaha menjelaskan sejarah penerjemahan
karya-karya asing ke dalam bahasa Arab. Terutama karya-karya
dari Yunani, serta perkembangan Bait al Hikmah sebagai pusat
intelektual dan budaya masa itu. Sebagaimana juga akan
menguraikan sejarah perkembangan paham Mutazilah sebagai
mazhab resmi kerajaan. Dilanjutkan dengan usaha-usaha kaum
muslimin dalam meng-Islam-kan ilmu pegetahuan baru yang

123

mereka dapatkan juga akan disajikan dan terakhir soal-soal


latihan essay.
B. Gerakan Penterjemahan
Proyek penterjemahan ilmu pengetahuan asing telah dimulai
sejak periode Dinasty Umayyah tepatnya diwaktu pangeran
Khalid, anak Khalifah Yazid (680-83 M) berkuasa, di mana dia
telah memerintahkan beberapa orang sarjana untuk
menterjemahkan buku-buku kimia Yunani ke dalam bahasa
Arab157. Kemudian, di lanjutkan oleh Dinasty/kekaisaran/kerajaan
Abbasiyah, yang mana gerakan penterjemahan dilakukan lebih
serius dan tersistematis di bawah sebuah pengawasan.
Karenanya, hampir semua ilmu pengetahuan Yunani, yang ada
dalam perlindungan Gereja dan para Rajanya, diambil dan
dipindahkan ke dalam bahasa Arab serta dipersembahkan untuk
masyarakat khususnya kaum Muslim158. Jibril ibnu Bakhtishu
(w.830 M), sebagai contoh, yang telah berkonstribusi dalam
pengembangan ilmu sains, khususnya dalam bidang
fisika.Meskipun demikian, usaha yang paling serius untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan asing hanya dilakukan pada
masa kekuasaan Khalifah al- Mamun.
Pada masa al-Mamun telah dimulai sebuah proyek untuk
pengembangan intelektual dunia Islam dengan mengirimkan
banyak sarjana ke Yunani guna meneliti manuskrip-manuskrip
(naskah) Yunani159. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Syiria dan baru kemudian
157 Franz Rosenthal, The Classical Heritage in Islam, (London:
Routledge, 1992), h. 3
158 Ira Lapidus, A History of Islamic Societies, (Cambridge:
University Press, 1994), h. 94
159 Majid Fakry, A History of Islamic Philosophy, (New York and
London: Columbia University Press, 1970), h. 24

124

diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Gagasan untuk memilih


bahasa Syria sebagai target bahasa pertama karena pada
kenyataanya para penterjemah kebanyakan sarjana-sarjana
Kristen Syiria yang telah terbiasa menterjemahkan buku-buku
Yunani ke dalam bahasa Aramaik. Akibatnya, ketika al-Mamun
memulai gerakan penterjemahan, mereka menjadi personil
utama untuk melakukan tugas itu dan mereka telah lama
melakukan pekerjaan yang sama, dalam pendekatan demikian
hanya mereka yang tahu bagaimana caranya160.
Penterjemahan secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam
bahasa Arab hanya dimulai Hunayn ibnu Ishaq (808-873 M),161
seorang sarjana Kristen Hirah ahli bahasa Syiria yang
mengimplementasikan metode baru ini dalam usaha
penterjemahan. Para penterjemah menggunakan semua metode
yang ada untuk melaksanakan proyek terjemahan itu, seperti
membandingkan berbagai macam manuskrip/naskah; sebuah
pendekatan yang memaksa mereka untuk mendapatkan naskah
berbahasa Yunani sebanyak mungkin. Mereka juga
membandingkan naskah Yunani dengan terjemahan bahasa
Syiria secara cermat, sebagai usaha guna memahami naskah
tersebut secara lebih baik162. Selanjutnya, di Bagdad, Khalifah alMamun membentuk sebuah tim penterjemah yang terdiri dari
Hunayn ibnu Ishaq dan kemenakan lelakinya Hubais, Yakub

160 Hitti, History, h. 310; Charles Michael Staton, Higher Learning


in Islam, the Classical Period A.D.700-1300, (New York: Rowman &
Littlefield, Inc., 1990), h. 63
161 W. Montgomery Watt, The Influence of Islamic on Medieval
Europa, (Edinburg: Press, 1972), h. 32
162 Rosenthal, The Classical, Op.Cit, h.6-8

125

Qusta ibnu Luqa, orang-orang Kristen Nestoria seperti Abu Bishr


Matta ibnu Yunus, Ibnu Adi, Yahya ibnu Bitriq dan lainnya163.
Metode-metode penterjermahan juga sudah mulai
dikembangkan dalam rangka mengatasi berbagai macam
kesulitan yang ditemui saat proses penerjemahan. Salah satu
kesulitan yang sangat mendasar adalah bahasa Yunani yang
digunakan dalam naskah tua tidak hanya telah mati, tetapi
sangat berbeda dari logat/penuturan orang-orang Yunani saat
itu. Lebih jauh, dalam rangka untuk memahami barbagai macam
naskah-naskah tersebut, para penterjemah harus memiliki
pengetahuan tentang materi yang sedang ia terjemahkan.
Ditambah lagi, naskah tersebut harus didiskusikan terlebih
dahulu dan terkadang naskah asli yang ada merupakan satusatunya naskah yang tersisa. Sehingga proses penterjemahan
tersebut harus menyandarkan pada naskah tunggal saja.
Langkah ini dilakukan agar maksud teks asli tidak melenceng
dengan terjemahannya.
Demikian juga, naskah asli Yunani yang orisinil terkadang
tidak tersedia dan para penterjemah harus menyandarkan pula
pada versi bahasa Syiria. Yang mana biasanya hasilnya tidak
begitu baik dan jauh berbeda dari makna naskah asli. Kesulitan
lain adalah untuk bahasa Arab itu sendiri, di mana gaya
bahasanya berbeda dengan dialek percakapan sehari-hari.
Bagaimanapun, fleksibelitas bahasa Arab juga memberikan
sumbangan yang berarti dalam proses penterjemahan. Louis
Massignon mengatakan bahwa bahasa Arab sangat membantu
dan menghasilkan eksplorasi pemikiran internal kaum muslimin.
Terutama sekali cocok untuk bahasa pengantar ilmu pasti dan
163 George Sarton, A History of Science, Ancient Science through
the Golden Age of Greece, (Cambridge: Harvard University Press,
1952), h. 351-352

126

untuk perkembangan selanjutnya terlihat progresnya dalam


sejarah ilmu matematika. Peralihan dari llmu hitung dan ilmu
ukur yang berdasarkan intuitif dan sering bersifat perenungan
kepada sebuah ilmu hitung yang menggunakan rational/akal,
yang pada akhirnya kedua ilmu tersebut karena dari akar yang
sama telah satukan oleh para sarjana muslim164.
Jadi, pada abad ke sembilan, ada dua metode penterjemahan
yang termahsyur. Yang pertama dikembangkan oleh Yuhanna
ibnu Bitriq, Ibnu al-Naima al-Himsi dan yang lainnya. Mereka
mendukung metode penterjemahan secara harfiah lmelalui
penerjemahan kata-per-kata. Sesuai dengan itu, para
penterjemah harus mempelajari setiap kosa kata Yunani
sekaligus maknanya kemudian dipilih sebuah kosa kata Arab
dan mencocokan makna dari kedua kosa kata tersebut
kemudian menggunakannya dalam proses penerjemahan
naskah. Bagaimanapun, cara ini tidak cukup terbukti ampuh
karena kenyataanya tidak semua kosa kata Yunani dapat
diterjemahkan dengan mencocokan dengan kosa kata Arab.
Sebagaimana hasilnya banyak kosa kata tersisa yang tidak bisa
diterjemahkan. Gabungan kalimat pada sebuah bahasa tidak
selalu dapat disamakan untuk setiap gabungan bahasa lainnya.
Di samping bahasa kiasan yang umumnya ada di dalam
setiap bahasa tentu tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke
dalam bahasa lain. Metode penterjemahan kedua yang
dikembangkan oleh Hunayn ibnu Ishaq, al-Jawhari dan lainnya,
serta dianggap lebih unggul dari metode sebelumnya. Dasar
keunggulan tersebut terletak dari segi metodologinya, yang
mengharuskan para penterjemah untuk membaca dan
memahami semua kalimat bahasa Yunani terlebih dahulu,
164 Massignon and R. Arnaldez, La Science antique et Medieval,
(Paris: n.p., 1957), h. 450

127

kemudian menterjemahkan maksudnya ke dalam bahasa Arab.


Menggunakan metode ini berarti akan memberikan arti yang
sama dalam maksud tetapi tidak secara struktur bahasa165.
Hunayn juga telah meningkatkan kualitas penerjemahan dengan
menciptakan sebuah peristilahan/terminology sebagai sebuah
standar baru.
Terjemahan ilmu pengetahuan asing/Yunani ke dalam bahasa
Arab paling awal baru fokus pada tiga bidang ilmu
pengetahuan, yakni, ilmu perbintangan, kimia dan kedokteran.
Kecenderungan ini berakhir hingga paruh kedua abad ke
Sembilan, ketika dua orang penerjemah terkenal, yaitu, Yahya
ibnu Adi (w.974) dan Abu Ali ibnu Ishaq ibnu Zera (w.1008)
telah tampil pada waktu itu. Yahya ibnu Adi dalam hal ini, tidak
hanya memperbaiki banyak hasil terjemahan tetapi juga menulis
ulasan pada hasil karya Aristoteles, yaitu, pembagian, Sophistic,
Puisi, dan Metafisika, ia juga mengulas karangan Plato, seperti,
Timeus dan Hukum. Dia juga seorang ahli ilmu logika terkenal
yang telah menterjemahkan buku Prolegomena Ammonius dan
pengantar untuk karya Porphyry yang berjudul, Isagoge. Di sisi
lain, Bin Zera, telah pula memperbaiki terjemahan untuk buku
kedokteran dan filsafat166. Karena itu, setelah dua ratus tahun
(hingga abad sebelas). semua dasar-dasar karya Aristoteles dan
juga banyak risalah yang tidak terkenalnya, dan sejumlah ulasan
bahasa Yunani, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab167.
Banyak karya Plato dan ragam teksnya, atau sejenisnya juga
telah diterjemahkan sebagaimana juga beberapa karya Proclus
dan tentunya naskah Plato baru lainnya. Selain itu, sejumlah
165 Franz Rosenthal, The Classical, Op.cit, h. 15-17
166 C.A. Qadir, Philosophy dan Science in the Islamic World,
(London, New York, Sydney: Croom Helm, 1968), h. 37
167 Holt et al, (eds), The Cambridge, h. 438-582-781-2

128

literature ilmu pengetahuan, yang masuk di dalamnya, naskah


teknik juga diterjemahkan. Bagaimanapun seperti, puisi Yunani,
drama, dan literatur fiksi lainnya sebagaimana juga sejarah
Yunani sangat jarang diterjemahkan168. Pemikiran seperti ini
mungkin karena kaum muslimin telah merasa puas dengan
sejarah yang mereka miliki dan kesusteraan serta tidak merasa
butuh untuk memepelajari yang lainnya. Dengan penuh
penyelasan, setelah mencapai puncaknya pada abad
kesembilan, gerakan penerjemahan telah mulai secara terusmenerus merosot di abad ke sepuluh169.
Pada waktu itu keemasan perekembangan Ilmu pengetahuan
Islam, penerjemahan menjadi lebih kurang sebagai sebuah
pekerjaan professional dan upah para penterjemah lebih kurang
sama sebagaimana para tabib, dan bahkan lebih tinggi lagi
dibanding para ulama/qadhi. Al-Mamun bahkan menggaji
Hunayn sama dengan berat emas untuk setiap lembaran yang
diserahkan dalam bahasa Arab170. Sebagaimana hasilnya, status
para penterjemah benar-benar terhormat. Sebagian besar bukubuku terjemahan tersebut masih bersifat sekuler. Sungguh jika
dilihat sepintas lalu pada karya-karya tersebut, banyak sekali
risalah yang berbau ilmu pengetahuan sekuler. Dengan begitu,
langkah ini mengarah kepada sekulerisasi yang dikhawatirkan
ulama tradisonal (sarjana Muslim), orang yang khawatir bahwa
diterjemahkannya ilmu pengetahuan asing akan membahayakan
kepercayaan orang Islam yang masih awam. Proyek yang
tengah dilakukan ini menurut ulama artodok tidak dapat
membantu penguatan Islam, yang mana pada kenyataanya
168 Stanton, Higher, Op.cit, h. 66
169 Holt et al, (eds), The Cambridge, h. 783
170 Sayyed Hoseein Nasr, Science and Civilization in Islam,
(Cambridge, Massachusett: University Press, 1968), h. 69

129

bahwa penerjemahan itu tidak dilakukan untuk kepentingan


demi mempertahankan Agama Islam171. Bahwa adalah kenapa
setelah ulama arthodok yang mempengaruhi pusat
kepemimpinan Abbasiyah, sebuah usaha telah dibuat untuk
mengekang pengaruh ilmu pengetahuan asing dengan menolak
dan mengehentikan semua gerakan penerjemahan tersebut.
C. Perkembangan Bait al Hikmah
Bait al-Hikmah merupakan lembaga ilmu pengetahuan yang
didirikan oleh al-Mamun sekitar tahun 815 M172. Yang dipercayai
menjadi sebuah penyontohan dari akademi kuno Jundishapur,
aktivitas utamanya menterjemahkan filsafat Yunani dan karyakarya ilmu pengetahuan yang dibawa dari Romawi. Pemimpin
pertama lembaga ini adalah Yuhanna (Yahya) ibnu Masawayh173.
Pimpinan berikutnya Sahl ibnu Harun174 dan Salm, orang yang
ditugaskan oleh Said ibnu Harun. Di sana ada juga sejumlah
besar pengawai penterjemah, dan yang paling terkenal di
antara mereka adalah Banu al-Munajjim, selain itu ada pegawai
penyalin dan penjilid.
Bait al Hikmah merupakan sebuah pengembangan dari
perpustakaan yang dibangun oleh Harun al-Rasyid yang disebut
Khizanat al-Hikma (Perbendaharaan Kebijaksanaan), di mana

171 Rene Taton (ed.), Ancient and Medieval Science from


Beginnings to 1450, transled by A.J. Pomeran B.S.c (New York: Basic
Book Inc., 1963), h. 387; lihat juga Fakhry, A History, Op.cit. h. 16
172Mohsen Zakeri, Sahl b. Harun b. Rahawayh, El 2, III h. 839840; lihat juga Watt, The Influence, Op.cit, h. 31
173 On the Barmakids see D. Sourdel, al-Barmakids El 2, I, h.
1033-1036
174 Hitti, History, Op.cit, h. 375; lihat juga D. Sourdel, Bayt alHikmah,E 12, h.1141; Taton, (ed.), Ancient, Op.cit, h. 409

130

keturunan Barmaky175 telah memulai penerjemahan bermacam


risalah Yunani. Al-Mamun kemudian memberikan sebuah
perintah resmi untuk gerakan penerjemahan, yang kemudian
mempengaruhi perkembangan pemikiran Islam dan budaya
seutuhnya. Untuk lembaga ini al-Mamun mempekerjakan
seorang ahli observatorium astronomi di Bagdad di bawah
kendali seorang muallaf Yahudi yaitu; Sind ibnu Ali kemudian
dilanjutkan Yahya ibnu Abi Manshur. Lebih lanjut, al-Mamun
kemudian menambah observatorium lainnya di Mt. Qasiyun
Palmyra (Damaskus). di mana para sajana Muslim menemukan
sebuah tabel astronomi baru dengan memperbaiki satu-satunya
table astronomi kuno peninggalan Ptolemy176. Sehingga, Bait alHikmah menjadi sebuah gabungan dari perpustakaan,
pendidikan dan biro penerjemahan, dan yang paling penting
sekali lembaga pendidikannya semenjak pembangunan museum
Aleksandria177.

Dalam pada itu, bahasa Syiria, pemikiran

Yunani, sain dan karya-karya teknik telah diterjemahkan ke


dalam bahasan Arab.
Tidak perlu diperbincangkan lagi, bahwa itu telah memainkan
sebuah peranan yang amat penting dalam memindahkan hasil
karya kuno yang ada kepada dunia Islam, dan darinya telah
mendorong sebuah ledakan aktifitas intelektual di dunia Islam.
Bait al-Hikmah juga berfungsi sebagai sebuah perpustakaan
yang amat penting yang kemudian diperkaya dengan sejumlah
sumber-sember terjemahan. Kemudian daripada itu, telah
175 Ibid, h. 310; lihat juga Qadir, Pilosophy, Op.cit, h. 36; Stanton,
Higher, Op.cit, h. 131; George Sarton, Introduction the History of
Science from Homer to Omar Kayyam, (Washington, D.C.: the
Williams & Wilkins Company Baltimore, 1953), h. 557-558
176 Holt et al. (eds.), The Cambridge, h. 748
177 Ibid., h. 783

131

memberikan banyak inspirasi kepada beberapa orang untuk


mendirikan model perpustakaan yang serupa, dan membangun
perpustakaan-perpustakaan lainnya. Beberapa orang sarjana
menyakini bahwa lembaga ini dirancang dalam usaha untuk
pengembangan adat kebiasaan Persia sebelum Islam. Mereka
mendasarkan pendapat mereka pada fakta bahwa kedua
kegiatan seperti Universitas Jundishapur dan para penterjemah
awal lebih memberikan perhatian kepada ilmu pengetahuan
praktis ketimbang teori ilmu pengetahuan murni178.
Bait al-Hikmah sebagian besarnya telah mengabdikan diri
kepada perekembangan ilmu pengetahuan dengan penelitian
para sarjana serta proses pendidikan yang diberikan kepada
para pelajar yang sebagian besar masih belum matang. Para
sarjana yang dipekerjakan diberikan fasilitas tempat tinggal
gratis oleh kerajaan di lembaga tersebut179. Banu Musa (anak
Musa ibnu Shakir seorang ahli astronomi terkenal), seperti
Muhammad, Ahmad dan Hasan, sebagai contoh telah
mendapatkan dukungan yang besar dari al-Mamun dan telah
mampu menjadi sarjana yang terpelajar sebagai sebuah hasil
perhatian pribadi yang telah ditunjukkan oleh direktur utama
Bait al- Hikmah, yakni Yunus ibnu Mansur180. Sarjana terkenal
lain di lembaga ini yang bekerja sebagai penerjemah dan
pengulas filsafat Yunani juga sebagai perumus dasar filsafat
178Bayard Dodge, Muslim Education in Medieval Times,
(Washington, D.C., The Middle East Institute, 1962), h. 16 & 19
179 N.A Baloch, Great Books of Islamic Civilization, (Islamabad:
Pakistan Hijra Council, 1989), h. 211; Sir William cecir Dampier, A
History of Science and Relations with Philosophy and Region,
(Cambridge: the University Press; New York: the MacMillan
Company, 1942), h. 77
180 Staton, Higher, Op.cit, h. 80-81

132

Islam adalah al-Kindi181. Selanjutnya, menjelang berakhirnya


rezim al-Mamun, Bait al-Hikmah telah memulai menerjemahkan
karya-karya non logika; sebuah tahap yang menunjukan
berkurangnya pengaruh pemikiran Aristoteles. Seorang perintis
penerjemahan karya non logika adalah Jabir ibnu Hayyan alAzdi al-Thusi al-Sufi (721-815) yang telah memulai
penerjemahan naskah ilmu kimia semenjak kekuasaan Harun alRasyid. Dan bahkan perhatian utamanya adalah ilmu kimia, Jabir
juga mempelajari; ilmu logika, filsafat, kedokteran, ilmu-ilmu
klenik, ketabiban, mekanik, dan hampir setiap bidang ilmu
pengatahuan lainnya182.
Bagaimanapun, sejak kekuasaan al-Mutawakkil, Bait alHikmah telah menunjukan kemerosotan yang terus-menerus.
Khalifah al-Mutawakkil yang berkuasa merupakan seorang
penyokong para ulama arthodok, yang kemudian menghacurkan
orang-orang Mutazilah dan pusat ilmu pengetahuan mereka,
Bait al-Hikmah. Meskipun begitu, satu hal yang mesti tidak
terlupakan bahwa pembangunan Bait al-Hikmah telah
menginspirasi banyak orang, sebagaimana juga para penguasa
lainnya untuk mendirikan lembaga-lembaga yang serupa. Salah
seorang dari mereka adalah Fatimah yang selama kekuasaan
Hakim, telah membangun Dar-el-Hikma di tahun 1005 M. Bait alHikmah kemudian digabungkan ke dalam tempat sekolah hingga
penyerangan tentara Mongol, yang telah membakarnya selama
penghacuran Bagdad pada tahun 1258 M183.
D. Perkembangan Pemikiran Mutazilah

181 Nasr, Science, Op.cit, h. 42-43


182 Staton, Higher, Op.cit, h. 78
183 D. Sourdel, Bayt al Hikma, El 2, h. 1141; lihat juga Goodman,
The Translation, in Young et al. (ed.), Religion, Op.cit, h. 484

133

Paham Mutazilah merupakan sebuah gerakan keagamaan


yang didirikan di Basrah pada paruh pertama abad ke 2 H/8 M
oleh Wasil ibnu Ata (w. 131/748)184, seperti penganut paham
Qadariah, Mutazilah percaya bahwa setiap orang itu bebas
untuk membentuk dan mengontrol perilaku mereka melalui
sebuah teologi dengan pendekatan spekulatif, mereka juga
menggunakan metode dialektika dan logika untuk mendukung
keyakinan mereka itu. Mereka menganggap menyerupaan
manusia dengan Tuhan seperti yang dijelaskan dalam al-Quran
hanya sebagai simbol semata dan pernyataan kiasan yang ada
menurut mereka mesti ditafsirkan185.
Dan berbeda dengan pandangan penganut paham
tradisional, mereka percaya bahwa penciptaan al-Quran dan
menetapkan sebagai makhluk, dengan mengadopsi teori
Aristoteles bahwa tidak ada yang bisa menciptakan dari
ketiadaan. Akibatnya, mereka menyimpulkan bahwa Tuhan telah
melakukan penciptaan al-Quran dan mengirimkannya ke dunia.
Ditambah lagi, mereka menentang anggapan kaum tradisional
bahwa al-Quran tidak diciptakan dan merupakan kalam Tuhan
yang abadi atau Qadim186. Menurut Michelangelo Guidi, orang
Mutazilah menjadi sayap orang-orang agresif orthodok dalam
melawan orang berpaham bidah yang menduakan Tuhan
(menurut mereka Tuhan itu Esa, dan tidak menyerupai
makhluknya sedikitpun, maka semua kemungkinan
penyerupaan denganNya harus ditiadakan) dengan
menciptakan untuk mereka senjata dialektika187. Pada waktu

184 Staton, Higher, Op.cit, h.132


185 D. Gemaret, ,Mutazila, El 2, VII, h. 783
186 Fakhry, A History, Op.cit, h. 309
187 Staton, Higher, Op.cit, h.75 ; Staton, Higher, Op.cit, h. 4-5

134

itu, aliran Mutazilah menjadi sebuah pendidikan teologi yang


sangat penting dalam dunia Islam.
Di bawah pengaruh Ahmad ibnu Abi Duad, seorang hakim/qadhi
Mutazilah yang kuat, al-Mamun telah mendukung pengajaran
Mutazilah, sebagai sebuah kelompok intelektual Islam188. Orang
yang mempertahankan bahwa agama dan akal dapat
diasimilasikan189. Kontribusi al-Mamun dalam menetapkan garis
ideologi Mutazilah yang dapat dianggap berasal darinya, paling
kurang ada dua pemikiran. Yang pertama adalah sebuah doktrin
yang dapat digunakan untuk dapat berkompromi dengan doktrin
Syiah190. Kedua, Aliran Mutazilah telah menentang doktrin
Kristen yang menegaskan bahwa Yesus merupakan perkataan
Tuhan (kalam Tuhan) dan bersifat ilahiyah191. Agaknya, mereka
telah percaya al-Quran juga kalam (perkataan) Tuhan, namun
telah diciptakan dan tidak bersifat ilahiyah. Karena itu, doktrin
ini telah membuka kemungkinan bagi al-Mamun untuk secara
bebas menafsirkan al-Quran, jika ia menghendaki. Bernard
Lewis menyatakan bahwa Khalifah al-Mamun (813-833 M) dan
penggantinya telah berusaha untuk menerapkan sebuah doktrin
paham Yunani yang diketahui sebagai Mutazilah, sebagai
doktrin resmi kerajaan, dan menyiksa pengikut paham
selainnya.192

188 Hamilton A.R.Gibb, Studies on the Civilization of Islam, ed. by


Stanford j. Shaw and William R.Polk, (Boston: Beacon Press, 1962),
h. 70
189 Fakhry, A History, Op. cit, h. 108-109 ;Staton, Higher, Op.cit, h.
65
190 Sourdel, la politique des succsesseurs d alMutawakkil,Studia Islamica, XIII (Paris), 1960, h. 6
191 Rosenthal, The Classical, Op.cit, h. 4-5

135

Akibatnya, al-Mamun mengumumkan sebuah perintah di


hadapan semua hakim/qadhi dan rakyatnya untuk mengakui
bahwa al-Quran sebagai makhluk. Selain itu, khalifah
mengancam para hakim serta akan mencopot jabatannya jika
tidak setuju dengan doktrin tersebut. Demikian pula para
ulama diancam dengan tidak diakui posisi dalam masyarakat
serta kesaksiannya tidak dapat diterima, lebih jauh akan
dihalangi dari pengajarannya193. Salah seorang ulama yang
mendapatkan penderitaan karena penyiksaan yang
berketerusan adalah Ibnu Hanbal. Beliau telah mendapatkan
hukuman dan dipenjara karena penolakannya untuk tidak mau
bersikap lebih liberal dan mengakui paham teologi Mutazilah
yang rasionalistik194. Kebijakan ini kemudian tetap dilanjutkan
oleh dua khalifah pengganti al-Mamun, yakni, al-Mutasim dan
al-Wathiq (813-847 M), mereka juga berusaha untuk
memberantas pemahaman kaum tradisional orthodok melalui
sebuah rangkaian penyiksaan.
Selajutnya, sejak tahun 848 M, Khalifah al-Mutawakkil secara
bertahap telah membalikan keadaan yang tidak menguntungkan
bagi kaum ortodok ini dengan menghukum orang-orang
Mutazilah, membakar buku-buku mereka, mengusir mereka dari
istana dan memecat mereka dari posisi kekuasaan, dalam waktu
yang sama ia mengambil keyakinan kaum tradisional sebagai
192 Bernard Lewis, Government, Society and Economic Life under
Abbasids and Fatimids, in M. Hussey (ed.), Cambridge Medieval
History, vol. IV, (Cambridge University Press, 1966-67), h. 642
193 Bahjat Kamil al Tikriti, The Religious Policy of al-Mutawakkil
Ala Allah al Abbasi (232-247 H/847-861 M), M.A. Thesis, The
Institut of Islamic Studies, McGill University, Montreal, Canada, July,
1969, h. 28-29
194 Staton, Higher, Op.cit, h. 27

136

mazhab kerajaan. Pada tahun 849 M, al-Mutawakkil secara resmi


menghapus kebijakan pendahulunya tersebut. Dan menitahkan,
semua diskusi mengenai al-Quran dihentikan serta mengakhiri
penyiksaan (mihna)195.
Bernard Lewis menyebutkan bahwa ketika al-Mutawakkil
(847-861 M) memerlukan dukungan yang terkenal untuk
melawan tentara Turki yang membangkang ia memaksa
mengikat dan bahkan menekan kaum Mutazilah serta
menyuruh mereka untuk mengadopsi pemahaman kaum
tradisional.196 Bagaimanapun, gagasan kaum Mutazilan tidak
pernah mati. Dan, bahkan ulama Ashary sendiri, sebagai
sebuah aliran teologi tradisional orthodok, menggunakan
metode Mutazilah itu untuk merubuhkan doktrin Mutazilah197.
Lagi pula, pada zaman modern, banyak aktivis muslim dan
sarjana menggunakan pokok pemikiran Mutazilah tersebut
untuk membangkitkan kembali pemikiran Islam melawan
Barat198.
E. Usaha untuk mengislamkan Ilmu Pengetahuan Asing
Semangat umat Muslim untuk mengusai ilmu pengetahuan
dan pemikiran baru telah didorong oleh ajaran Islam itu sendiri.
Di mana semua umat Muslim diwajibkan untuk menelaah semua
ciptaan Tuhan. Al-Quran sendiri mendorong penjelajahan alam
dunia ini. Karena itu, ayat al-Quran pertama, sebagai contoh,

195 Ibid, h. 76
196 Bernard Lewis, Government, Society and Economic Life under
Abbasids and Fatimids, in M. Hussey (ed.), Cambridge Medieval
History, vol.IV, Op,cit, h. 642
197 Fakhry, A History, Op. cit, h. 229-235
198 Lihat Qadir, Philosophy, Op.cit, h. 156-57

137

menantang kaum muslimin untuk membaca dan


menceritakan199. Lebih dari itu, dalam al-Quran tersebut, Tuhan
menjanjikan akan mengangkat derajat orang yang
berpendidikan (orang yang berilmu pengetahuan) (Quran,
58:11)200. Jadi, Pesan dalam al-Quran mendorong kaum
muslimin untuk menuntut ilmu pengetahuan dan hikmah di
manapun berada.
Tidak seperti Dinasty Umayyah yang belum memberikan
perkembangan ilmu pengetahuan yang berarti, Dinasti
Abbasiyah telah mengambil langkah aktif untuk mendapatkan
kebudayaan Hellenistik201. Karenanya, dorongan keilmuan
mereka, bersama dengan restu agama Islam berkaitan dengan
ilmu telah membimbing mereka kepada kebangkitan dunia
intelektual Muslim di abad pertengahan. Pada waktu itu, sarjana
Muslim seperti al-Kindi (w. 870)202, muridnya, al-Sarakhsi (w.
899), al-Farabi (w.950)203, Abu Sulaiman al-Mantiqi al-Sajistani
(w.985) dan al-Amiri (w. 992) telah mengembangkan keilmuan
yang mereka miliki sesuai dengan semangat Islam204.
Sebuah kasus untuk bahasan ini adalah Abu Yaqub ibnu Ishaq
al-Kindi yang merupakan seorang pengarang paling terkenal,
ahli matematika, dan ahli ilmu pengatahuan (scientist). Dan,
199 Muhammad Taqi-ud-Din al-Hillai and Muhammad Muhsin Khan
(eds.), The Noble Quran in the English Leanguage (Virginia, U.S.A.
Saadawi Publications, 1985) h. 959-960
200 Ibid, h. 854
201 Rosenthal, Classical, Op.cit, h. 4
202 Ricard Walzer, Greek into Arabic Essay on Islamic Philosophy,
(Columbia, South Carolina: University of South Carolina Press, 1970)
h. 12-15
203 Ibid, h. 18-23; R. Walzer, Abu Nasr Muhammad b. Muhammad
al Farabi, El 2, II, h. 778-781
204 Rosenthal, Classical, Op.cit, h. 6

138

bahkan telah menpelajari ilmu Metafisika karangan Arsitoteles,


al-Kindi telah membangun teorinya dan berhenti mengikuti
pemikiran Yunani ketika pemikiran mereka tidak sejalan dengan
wahyu al-Quran205. Menurutnya, ilmu pengetahuan adalah
hakikat segala sesuatu dan kebenaranya alami. adalah sama
seperti pesan Nabi Muhammad Saw. Al-Kindi juga
mengakreditasi sebuah rumusan untuk perbendaharaan teknik
berfilsafat dalam bahasa arab dan merupakan satu rumusan
ulang dari filsafat Yunani yang telah disesuaikan dengan doktrin
Islam. Dalam hal ini, ia telah diikuti oleh al-Farabi, melaluinya,
pondasi filsafat menjadi terbangun baik dalam Islam206.
Para sarjana menjadi bersemangat dan tekun dalam
menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahua, serta
orang Muslim yang datang kemudian telah pula meneruskan
langkah kedua pakar ilmu pengetahuan tersebut untuk menjadi
nahkoda penelitian dan penyelidikan sains. Selain itu, pencarian
mereka akan ilmu pengetahuan tidak pernah berhenti pada
pemikiran pubakala klasik tersebut, tetapi telah merambah
kepada usaha penjelajahan alam itu sendiri. Jadi, Islam telah
secepat mungkin menghasilkan ilmuan yang asli lahir dari rahim
Islam itu sendiri dalam berbagai cabangnya, seperti, ahli
astronomi, matematika dan kedokteran. Sarjana Muslim telah
mengasimilasikan dan menyempurnakan warisan ilmu
pengetahuan tersebut dan telah menemukan hal-hal baru
sejauh itu baik. Untuk melakukan tugas tersebut, mereka
disediakan oleh penguasa Islam dengan beberbagai perangkat
pendukung guna menunjang keahlian mereka dalam meneliti
dengan berbagai lembaga seperti, perpustakaan, pusat

205 Dikutip dalam Baloch, Great, Op. cit, h. 43


206 Ibid, h. 42-43

139

penerjemahan, rumah sakit, dan observatorium207. Sebagai


contoh, para astronom selama kekuasaan al-Mamun telah
menemukan hukum gerakan peredaran tatasurya dan telah
meletakkan landasan dalam menentukan pergerakan bintangbintang serta telah dapat menentukan titik terjauh planetplanet208 di jagad raya.
Tambahan lagi, di bawah bimbingan al-Quran dan Hadis Nabi,
sarjana Muslim telah menyerap ide-ide dari banyak sumber
tetapi demikian itu selalu menjadi landasan semangat universal
agama Islam. Sebagai contoh, ilmu pengetahuan alam dari
Yunani, Kaldea, Persia, India, dan Cina telah diubah menjadi ilmu
pengetahuan Islam. Selain itu, kaum Muslimin telah menyatukan
ilmu pengetahuan tersebut ke dalam sebuah bahan baru yang
mana inspirasinya adalah Islam209. Lebih lanjut, mereka tidak
mengambil sain dunia Timur dan Yunani yang bertentangan
dengan Islam atau yang akan memberi noda kepada nilai-nilai
moral yang termaktub dalam al-Quran dan Hadis. Mereka hanya
mencari informasi yang berfaedah menurut mereka210.
Di bawah perlindungan al-Mamun, orang-orang yang
professional, tabib, ahli hukum, guru, penulis, dan seterusnyatelah menerjemahkan karya-karya filsafat utama Aristoteles
sebagaimana juga mereka telah menterjemahkan buku yang
berisi ulasan-ulasan Plato terbaru (Neo-Platonic) dan karya
Galen dari abad pertengahan, dan banyak karya ilmu
pengetahuan Persia dan India telah juga diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab. Setelah itu, sarjana Arab mengasimilasi
semua ilmu pengetahuan tersebut dan mengilhaminya dengan
207 Holt et al, (ed.), The Cambridge, Op.cit, h.747
208 Ibid, h. 761
209 Nasr, Science, Op.cit, h. 30
210 Stanton, Higher, Op.cit, h. 98

140

nilai-nilai Islam. Bahkan, Islam kemudian menghilangkan banyak


sifat asli, semangat padang pasir dan membubuhkan semangat
nasionalis Arab211. Demikian itu, sampai sekarang masih tetap
dipergunakan untuk menjadi sebagai sebuah petunjuk dalam
pengembangan ilmu pengetahuan untuk masa depan. Meskipun
begitu, beberapa filosof Muslim telah melupakan ide Islamisasi
filsafat Yunani dan mengambilnya sebagai mana adanya dengan
tanpa menyaring ide-ide tersebut terlebih dahulu. Sekolah
Aristoteles Arab, sebagai contoh mereka menerima ajaran
Aristoteles bahkan ketika terjadi konflik dengan pernyataan
hafiah al-Quran. Beberapa dari mereka bahkan melangkah lebih
jauh dengan menyakini bahwa al-Quran mempunyai sebuah arti
lain (esoteric) yang tidak bertentangan dengan ilmu
pengetahuan212. Selain itu, beberapa orang sarjana Muslim
seperti Ibnu Sina, telah mencoba mengharmonisasikan Islam
dengan ilmu pengetahuan tersebut tanpa merubah dasar
doktrinya213.
Pada sisi lain, beberapa sarjana Muslim lainya telah berusaha
mengkritisi ilmu pengetahuan Yunani berdasarkan nilai-nilai
Islam. Muhammad Iqbal menyebutkan bahwa, Orang seperti
Ishraqi dan Ibnu Taimiyah telah melakukan sebuah upaya
penolakan yang tersistematis untuk ilmu logika Yunani. Abu
Bakar al-Razi mungkin orang yang pertama yang mengkritisi
ketokohan Aristoteles214. Jadi. seseorang dapat menyatakan
hal itu, bahkan banyak filosof Muslim mengasimilasikan
211 Hitti, History, Op.cit, h. 309
212 Nasr, Science, Op.cit, h. 31
213 Walzer,Greek, Op.cit, h.248-9
214 Allama Muhammad Iqbal, The Recounstruction of Religion
Thought in Islam (Lahor: n.p., 1965), h. 129; dikuitp dalam Qodir,
Philosophy, Op.cit, h. 104

141

pemikiran Yunani, bahkan banyak pula di antara mereka telah


mengambil budaya serta pemikiran Yunani tersebut mentahmentah. Tidak mengejutkan kemudian, hakikat dari ajaran Islam
adalah berdasarkan monolistik, yang telah menjadi dasar
kecenderungan ini215. Akibatnya, ketika menterjemahkan karyakarya Yunani, banyak Dewa dan Dewi yang disebutkan di
dalamnya telah menjadi simbol dari Tuhan dan Malaikat-malaikat
sesuia versi bahasa Arab216.
Pengambilalihan orang Muslim atas warisan budaya klasik
tersebut telah membawa kepada jaman keemasan pemikiran
Islam; sebuah era yang sering disebut era Kebangkitan Islam217.
Ini adalah sesuatu kenyataan yang sebenarnya, bahwa
penakhlukan yang dilakukan oleh bangsa Arab tidak pernah
berusaha untuk menghancurkan budaya kerajaan sebelumnya,
akan tetapi kaum muslimin senantiasa mengambil dan
mencontoh lebih banyak model institusi, administrasi dan ilmu
pengetahuan yang mereka miliki. Sebuah contoh kasus dalam
masalah ini adalah pengambilalihan ilmu pengetahuan dan
filsafat Yunani ke dalam Islam. Jadi, pusat filsafat dan ilmu
pengetahuan Yunani sebelumnya, seperti Mesir dan Syiria, telah
menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam218.
F. Kesimpulan
Al-Mamun memiliki peran yang sangat besar dalam
pengembangan intelektual muslim. Kecintaannya pada ilmu
pengetahuan membuat dia mendorong para sarjana untuk
menterjemahkan ilmu pengetahuan Persia, Yunani, dan India ke
215 Lihat Adam Mez, The Rainassance of Islam, Transleted by S.
Khuda Bukhsh and D.S., Margoliuth, (New York: AMS Press, 1975)
216 Qadir, Philosophy, Op. cit, h. 73
217 Walzer, Greek, Op.cit, h. 167
218 Holt, et al, (ed.), The Cambridge, Op.cit, h. 780-781

142

dalam bahasa Arab, kemudian memperkaya dan menyebarkan


tradisi Muslim tersebut. Selain itu, perannya dalam proses ini
tidak hanya termasuk mengirim para sarjana untuk mencari
naskah dari pusat peradaban kuno seperti Romawi, Alexandria,
dan India, tapi juga telah menggaji banyak sarjana yang aktif
dalam usaha mentransformasi ilmu pengetahuan serta
mengguyur mereka dengan harta. Oleh karena itu, usaha serius
ini dilakukan dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan
asing, yang menggerakkan Khalifah al-Mamun untuk
membentuk gerakan penterjemahan. Hal ini telah dibantu pula
dengan kelenturan bahasa Arab, yang mampu menyerap semua
istilah yang kompleks. Selain itu, aktifitas penerjemahan
tersebut tidak berhenti hanya pada proses penterjemahan saja,
akan tetapi sebuah langkah dalam usaha menciptakan ilmu
pengetahuan yang lahir dari rahim Islam telah dibangun oleh
sarjana-sarjana Muslim, seperti yang dilakukan Ibnu Sina. AlMamun juga membangun Bait al-Hikmah yang telah menjadi
pusat utama penerjemahan dan kemahiran ilmu pengetahuan
asing guna dipindahkan ke dalam bahasa Arab. Sebagai sebuah
lembaga yang menggabungkan antara; perpustakaan, biro
penerjemahan dan observatorium, Bait al-Hikmah telah menjadi
symbol kekuatan kekaisaran Abbasiyah. Selain itu, sebagai
sebuah pusat penelitian, Bait al-Hikmah telah berkonstribusi
dalam pengembangan intelektual Muslim selama abad
pertengahan. Sungguh, Bait al-Hikmah telah menjadi sebuah
lembaga prestisius yang memberi tanda atas kemegahan
kekaisaran Abbasiyah kepada dunia. Ambisi dari penguasa
Muslim membangun pusat intelektual tersebut mungkin dapat
dilihat sebagai sebuah usaha kekaisaran Abbasiyah untuk
menyaingi pusat peradaban yang diciptakan kerajaan

143

sebelumnya, sebagai contoh, Jundishapur dan Aleksandria, serta


pusat kebudayaan pada zaman itu, seperti pusat kebudayaan
yang dibangun kekaisaran Umayyah II di Spanyol dan Romawi.
Selanjutnya, proses penerjemahan itu telah melahirkan
kebangkitan sarjana-sarjana Muslim dalam menciptakan ilmu
pengetahuan melalui proses analisis dan kritik terhadap karyakarya ilmu pengetahuan yang telah diterjemahkan sebelumnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Dinasty
Abbasiyah telah didorong oleh keterbukaan kekaisaran, yang
mana pada gilirannya sikap inclusive tersebut sebenarnya
diilhami oleh sifat keterbukaan Islam itu sendiri. Ini sangat jelas
sekali jika melihat fakta bahwa para Penguasa Islam telah
menerima sarjana-sarjana non Muslim sebagai abdi kekaisaran
untuk bersama mengembangkan ilmu pengetahuan, sebagai
contoh, Hunayn ibnu Ishaq seorang Kristen Syiria, yang mana ia
telah secara aktif berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Para
sarjana tersebut, bahkan menjadi inisiotor utama dari aktifitas
itu, khususnya selama periode awal. Selain itu, Islam itu sendiri
telah mendorong kaum Muslimin untuk mencari ilmu
pengetahuan dan hikmah di manapun berada. Jadi, usaha untuk
mengislamisasikan ilmu pengetahuan ilmu asing tersebut
berdasarkan semangat ajaran Islam. Dan, bahkan beberapa
sarjana Muslim telah dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Yunani
dan Persia, sebagian lainnya, telah sukses pula menciptakan
ilmu pengetahuan yang sesuai dengan dasar ajaran Islam yang
monolistik. Selanjutnya, bahkan Islam telah banyak
menghilangkan karakter aslinya, yang mana telah didasarkan
dari kehidupan padang pasir, banyak dari perkembangan
intelektual tersebut tidak bertentangan dengan hakikat ajaran
Islam. Karenanya, semua aspek-aspek itu telah menciptakan
batasan kebudayaan dan kebangkitan aliran rasionalistik, yang

144

mana pada gilirannya, menggiring kepada masa keemasan


Islam. Masa keemasan tersebut telah berhasil menjembatani
antara ilmu pengetahuan klasik dan kebangkitan bangsa Eropa,
yang kemudian menggiring kepada masa industrialisasi dan
modernisasi bangsa Eropa dan Dunia.
Soal Latihan
1. Jelaskanlah bagaimana Gerakan Penterjemahan pada masa
Khalifah al-Mamun
2. Jelaskanlah Perkembangan Bait al Hikmah yang telah
dibangun oleh Khalifah al-Mamun
3. Uraikanlah Perkembangan Pemikiran Mutazilah pada masa
Khalifah al-Mamun
4. Uraikanlah bagaimana Usaha para sarjana Islam dalam
mengislamkan Ilmu Pengetahuan Asing masa Khalifah alMamun

DAFTAR PERPUSTAKAAN
Al Tikriti, Bahjat Kamil, The Religious Policy of al-Mutawakkil
Ala Allah al Abbasi (232-247 H/847-861 M), M.A. Thesis, The
Institut of Islamic Studies, McGill University: Montreal,
Canada, July, 1969
Al-Hillali, Muhammad Taqi-ud-Din and Khan, Muhammad
Muhsin (eds.), The Noble Quran in the English Leanguage,
Virginia, U.S.A. Saadawi Publications, 1985
Baloch, N.A Baloch, Great Books of Islamic Civilization,
Islamabad: Pakistan Hijra Council, 1989

145

D. Sourdel, al-Barmakids El 2, I, Tt
-------------, Bayt al-Hikmah,E 12, Tt
-------------, Bayt al Hikma, El 2, Tt
-------------, la politique des succsesseurs d alMutawakkil,Studia Islamica, XIII (Paris), 1960
Dodge, Bayard, Muslim Education in Medieval Times,
Washington, D.C., The Middle East Institute, 1962
Dampier, Sir William Cecir, A History of Science and
Relations with Philosophy and Region, Cambridge: the
University Press; New York: the MacMillan Company, 1942
Fakry, Majid, A History of Islamic Philosophy, New York and
London: Columbia University Press, 1970
Gibb, Hamilton A.R., Studies on the Civilization of Islam, ed.
by Stanford j. Shaw and William R.Polk, Boston: Beacon Press,
1962
Goodman, The Translation, in Young et al. (ed.), Tt
Hitti, Philip K, History of the Arab, London: MacMillan
Education Ltd., 1970
Holt et al, (eds), The Cambridge, Tt
Iqbal, Allama Muhammad, The Recounstruction of Religion
Thought in Islam Lahor: n.p., 1965
Lewis, Bernard, Government, Society and Economic Life
under Abbasids and Fatimids, in M. Hussey (ed.), Cambridge
Medieval History, vol. IV, Cambridge University Press, 196667
--------------, Government, Society and Economic Life under
Abbasids and Fatimids, in M. Hussey (ed.), Cambridge
Medieval History, vol.IV, Tt
Lapidus, Ira, A History of Islamic Societies, Cambridge:
University Press, 1994

146

Mez, Adam, The Rainassance of Islam, Transleted by S. Khuda


Bukhsh and D.S., Margoliuth, New York: AMS Press, 1975
Massignon and Arnaldez, R., La Science antique et Medieval,
Paris: n.p., 1957
Nasr, Sayyed Hoseein, Science and Civilization in Islam,
Cambridge, Massachusett: University Press, 1968
Pinto, Olga, The Libraries of the Arabs during the Time of the
Abbasids , Islamic Culture 3, 1929
Qadir, C.A., Philosophy dan Science in the Islamic World,
London, New York, Sydney: Croom Helm, 1968
Rekaya, M., al-Mamun, El 2, III, Tt
Rosenthal, Franz, The Classical Heritage in Islam, London:
Routledge, 1992
Semaan, Khalil I (ed), Islam and the Medieval West of
Intercultural Relations, Albany: State University of New York
Press, 1980
Staton, Charles Michael, Higher Learning in Islam, the
Classical Period A.D.700-1300, New York: Rowman &
Littlefield, Inc., 1990
Sarton, George, A History of Science, Ancient Science
through the Golden Age of Greece, Cambridge: Harvard
University Press, 1952
Sarton, George, Introduction the History of Science from
Homer to Omar Kayyam, Washington, D.C.: the Williams &
Wilkins Company Baltimore, 1953,
Taton, Rene (ed.), Ancient and Medieval Science from
Beginnings to 1450, transled by A.J. Pomeran B.S.c., New
York: Basic Book Inc., 1963
W. Montgomery Watt, The Influence of Islamic on Medieval
Europa, Edinburg: Press, 1972

147

Walzer, Ricard, Greek into Arabic Essay on Islamic Philosophy,


Columbia, South Carolina: University of South Carolina Press,
1970
------------------, Abu Nasr Muhammad b. Muhammad al Farabi,
El 2, II, Tt
Zakeri, Mohsen, Sahl b. Harun b. Rahawayh, El 2, III, Tt

148

BAB VII
PENDIDIKAN ISLAM ZAMAN KEMUNDURAN ISLAM
(AKHIR ABBASYAH)
Kompetensi
Dasar

Indikator

Strategi
Perkuliahan
Penilaian
Bobot Nilai

Mampu Menjelaskan Pendidikan


Zaman Kemunduran Abbasiyah
:
1. Kondisi perkembangan pendidikan
Islam Zaman kemunduran
Abbasiyah
:
.2.Tokoh-tokoh ilmuan dan
konstribusinya dalam Pendidikan
Islam masa Abbasiyah
:
3.Lembaga Pendidikan Islam
kemunduran Abbasiyah
4. Klasifikasi ilmu pengetahuan yang
berkembang zaman Kemunduran
Abbasiyah
: T Presentase Makalah,
Konstruktivisme, Kalaborative.
:
Luasnya Cakupan Informasi yang
disampaikan dan variasi sumber
variasi sumber informasi mengenai
topik yang didiskusikan
:
100

A. Pendahuluan
Pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan mencapai titik
kulminasi pada zaman Khalifah al-Makmun (813-833 M). Puncak
kejayaan pendidikan dan ilmu pengetahuan, sepenuhnya
didukung oleh penguasa yang mencintai ilmu pengetahuan. alMakmun sendiri sangat menyukai ilmu kalam dan sekaligus
menjadi pendukung aliran mutazilah hingga wafatnya. Setelah
meninggalnya al-Makmun digantikan oleh putranya alMuktashim (833-842 M) sampai kepada khalifah al-Watsiq (842847 M) dan al-Mutawakkil (847-861 M)219 kondisi pendidikan
219 Samsul Munir Amin, Sejarah Perdaban Islam, Jakarta : Amzah,
2009, h. 142

149

Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan bisa disebutkan


masih stabil tidak menurun kemudian tidak pula menanjak.
Periode kemunduran ini dipicu oleh kurang stabilnya pusat
kekuasaan (istana), karena adanya intrik politik istana yang
membuat konsentrasi untuk pengembangan pendidikan dan
ilmu pengetahuan umum untuk peradaban terpecah, tapi situasi
tersebut masih bisa dikendalikan oleh khalifah yang berkuasa.
periode sebelum watafnya al-Mutawakkil masih dianggap stabil
untuk pengembangan pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan.
Akan tetapi, pertikaian politik di kalangan istana, setelah
wafatnya khalifah al-Mutawakkil antara dua putranya alMustashir (861-862 M) dan al-Muktasim (862-866 M), telah mulai
babak baru kemunduran pendidikan Islam dan ilmu
pengetahuan secara umum perdaban Abbasiyah. Seperti dikatan
Montgomery (dalam siti Mayam), setelah naik tahtanya alMutawakkil sampai masuknya kekuasaan Buaihi (334-447
M/945-1055 M)220 peradaban Abbasiyah, tidak pernah berubah
menjadi maju221. Karena, sepanjang masa itu, khalifah-khalifah
tidak lagi mempunyai kekuasaan mutlak terhadap peradaban
Abbasiyah yang dipegangnya222.
Banyaknya campur tangan para Jenderal Turki untuk
menentukan kebijakan kerajaan, sehingga berimbas kepada
banyaknya bidang kemunduran yang dialami kerajaan (daulah)
Abbasiyah, salah satunya adalah bidang pendidikan Islam dan
Ilmu pengetahuan. Tabiat serdadu Turki yang mempengaruhi
Istana atau kerajaan sangat mempengaruhi perkembangan
peradaban secara signifikan, sebab tabiat mereka lebih tepat
220 Siti Maryam, dkk, Sejarah peradaban Islam, Yogyakarta: LESFI,
2009, Cet.III, h. 113
221 Ibid,h. 109
222Ibid

150

untuk medan pertempuran bukan untuk pengaturan


pemerintahan dan administrasi negara (untuk sementara).
Dapat dikatakan peran yang dilakon tersebut adalah mainan
baru, yang sebenarnya masih asing bagi mereka walaupun ada
juga yang telah lama tinggal bersama khalifah di kerajaan,
sebagai pengawal istana, namun itu belum anggap cukup.
Intervensi-intervensi kebijakan khalifah sangat kentara sekali,
sehingga khalifah hanya sebagai simbol saja, yang tidak banyak
memainkan peran penting untuk kerajaan.
Oleh sebab itu, untuk urusan perkembangan pendidikan dan
ilmu pengatahuan khususnya penanda kemajuan zaman yang
telah dirintis para khalifah sebelumnya mulai meredup secara
berangsur-angsur namun pasti. Yang demikian itu nampak jelas
sebagai akibat kurangnya perhatian penguasa dalam
pengembangan pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan. Di
samping itu semangat keilmuan sudah mulai berangsur-angsur
surut, karena mulai minimnya apresiasi dari penguasa.
Bentangan masa yang disebut zaman kemunduran Bani
Abbasiyah sebenarnya lebih panjang dari zaman kemajuan
sebelumnya, sejak periode al Mutawakkil (847-861 M) sampai
1258 M ketika jatuhnya kota Bagdad ketangan bangsa Mongol
Tatar. Dengan demikian, lebih dari masa empat abad lamanya
zaman kemunduran berlangsung, faktor utama adalah
ketidakstabilan kekuasaan dan pengaruh yang ditimbulkan
pengawal istana raja oleh tentara belian dari turki dan Persia223.
adapun ruanglingkup kajian ini berkisar seputar; Menjelaskan
Kondisi perkembangan pendidikan Islam Zaman kemunduran
Abbasiyah, Menyebutkan Tokoh-tokoh ilmuan dan konstribusinya
dalam Pendidikan Islam Abbasiyah, Lembaga Pendidikan Islam
zaman kemunduran Abbasiyah, dan Menjelaskan Klasifikasi ilmu
223 Ibid

151

pengetahuan yang berkembang zaman Kemunduran Abbasiyah,


kesimpulan dan soal-soal latihan.
setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan
menguasai beragam informasi tentang kondisi dan masalahmasalah yang menyebabkan kemunduran pendidikan Islam dan
Ilmu pengetahuan era Abbasiyah.
B. Pembahasan
1. Kondisi perkembangan pendidikan Islam zaman
kemunduran Abbasiyah,
Tidak banyak informasi yang bisa didapatkan, mengenai
perkembanga masa awal kemunduran dan penguhujung
kemunduran Bani Abbasiyah ini. Tapi yang jelas factor polemik
perbutan kekuasaan adalah yang paling senter berkembang,
sehingga pemikiran untuk tetap menjaga dan membangkit
kemajuan peradaban yang khususnya bidang pendidikan dan
Ilmu pengetahuan hampir dikatakan menurun drastis.
Dua bangsa yang saling memperebutkan hati khalifah
menunjukan ketidakstabilan pihak kekuasaan yaitu khalifah. dua
kekuatan yang ada saling bertarung untuk memperebutkan
posisi perdana menteri disentral kekuasaan Abbasiyah di
Bagdad.
Titik jenuh masyarakat Abbasiyah telah pula memberikan
respon yang kurang positif dengan timbulnya keorganisasian
sufi yang mengedapan akhirat semata. Para pendirinya yang
berpengaruh tidak peduli lagi dengan urusan dunia (harta,
pangkat, kekusaan dan bahkan semua aspek pendidikan dan
keilmuan) yang sedang diperebutkan banyak kalangan. Masa
bodoh semacam itu, merembes kepada kurang diperhatikannya
perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam.

152

Memang, para ilmu pengetahuan terkadang berlomba untuk ikut


pula mendapatkan perhatian penguasa, ujung-ujung jabatan.
Kemudian ditambah perang urat syaraf antara golongan
teologi dikalangan umat sangat dahsyat, serta tidak luput
pertikaian antara penganut mazhab. baik sesama mazhab sunni
maupun sunni dan syiah.
Kompleks sekali permasalahan yang dihadapi bani Abbasiyah
di samping para khalifah yang naik dan turun sangat lemah,
ketergantungan mereka kepada para tentara bayaran asing
sangat tinggi hanya dipergunakan untuk menguasai rakyat
sendiri. Sehingga sikap cuek sudah hal yang dianggap wajar
untuk zamannya, walaupun itu tetap disayangkan sekali.
sebenarnya, para ilmuan muslim masih ada yang hidup pada
masa kemunduran ini seperti ibnu Sina, dan al Hayan, namun
diera ini, eksplorasi keilmuan dan pendidikan Islam tidak begitu
bersinar seperti sebelumnya.
2. Tokoh-tokoh ilmuan dan konstribusinya dalam Pendidikan
Islam Abbasiyah.
Tokoh ilmuan tetap lahir dan memberikan pencapain yang
berarti zaman tersebut diantara lahirnya para filosof dan ilmuan
aqliah lainya seperti

224

a. Abd al-Rahman Sufi, salah seorang ahli fisika yang paling


cemerlang di zamanya, dia adalah sahabat karib, Amir AdDawlah dari bani Buwaihi, dengan berbagai argument dia
disebut Agustus kedua Bangsa Arab.

224 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2012,


132-134

153

b. Ad-Dawlah, di samping seorang Amir, ia juga seorang sarjana


fisika, ia pernah mendatangkan ke istanaya, orang-orang
terpelajar untuk ambil bagian dalam diskusi ilmiah
c. Al-Kafi dan Abu al Wafa dua ahli dalam ilmu perbintangan,
Ilmu Alam, dan Ilmu Pasti, mereka memperlajari dan menulis
tentang perjalanan planet-planet di angkasa. penemuannya
mengenai solstisi musim panas dan equinox musim gugur,
amat banyak menambah pengetahuan manusia.
d. Ibnu Sina (980-107 M) selain sebagai filosof ia juga seorang
Dokter pengarang ensiklopedia dalam ilmu kedokteraaan
yang terkenal dengan nama Al-Qanun Fi al-Thib. Buku ini telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, berpuluh-puluh kali
cetak da digunakan di Eropa hingga Abad XVII. Banyak
karanganya yang terkenal seperti bahasanya tentang fisika,
Metafisika dan Matematikan yang terdiri 18 jilid.
e. Jabir ibn Hayyan terkenal dengan bapak ilmu Kimia. dan Abu
Bakar Zakaria al-Razi (865-925 M), pengarang buku besar
tentang Al-Kimia yang baru dijumpai Abad XX lalu.
f. Abu Raihan Muhammd al Baituni, seorang ahli dalam ilmu
Fisika, sebelum Galileo, telah mengemukakan teori tentang
bumu berputar pada asnya.
g. Abu Hamid Muhammad ibn al-Ghazali (1059-1111 M) seorang
yang ahli ilmu filsafat, fikih, tasauf, teolog, tafsir, syair-syair
arab225 dan lainya. Karyanya bidang filsafat tahafutu al
falasifah dan untuk kajian tasauf buku Ihya Ulumuddin226.

225 Syaikh Muhammad Said Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam


Sepanjang Sejarah,Terj; Khoirul Amru Harap dan Achmad Faozan,
Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2007, Cet.3, h. 362
226 Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensklipedia Tokoh Pendidikan
Islam, Jakarta : Quantum Teaching, 2010, Edisi revisi, h. 3

154

h. Abul Maali al-Juwaini (w.478 H), seorang ahli ilmu fikih, dan
Mantik227. yang kemudian menjadi guru Imam al-Ghazali,
sekaligus sebagai Rektor Madrasah Nizamiyah di Bagdad.

3. Lembaga Pendidikan Islam zaman kemunduran Abbasiyah


Di masa Abbasiyah di bawah pengaruh Buwaihi gerakan
intelektual atau pendidikan masih diperhatikan untuk lintas
disiplin ini terbukti para pengeran dan wazir-wazirnya
mendukung penuh terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan228. Para ilmuan di undang oleh pangeran dan
perdana menteri datang ke istana, mereka terdiri atas astrolog,
dan dokter. Putra Perdana Menteri Muizz Daulah adalah seorang
yang aktif dalam kehidupan kultural keilmuan dan pendidikan
Islam. Al-Habsy seorang Gubernur Bashrah, membangun sebuh
perpustakaan yang memiliki koleksi buku sebanyak 15.000 jilid.
Putra Muizz lainya, Bakhiyar (Izz Daulah), terlepas dari
kegagalannya sebagai seorang raja, adalah seorang penyair.
Begitu juga Adhud Daulah terkenal sebagai pelindung terbesar
ilmu pengetahuan229.
Abu Muhammad al-Muhallabi seorang wazir Buwaihi, adalah
seorang budayawan yang cerdas. sebagai seorang ahli prosa,
dan syair, yang fasih dalam bahasa Arab dan Persia, dia
mengumpulkan sarjana-sarjana terkemuka dan penyair-penyair
terkenal di sekelilingnya. Selanjutnya Shahin Ibn Abbad adalah
seorang teolog. Kemudian Wazir Syapur Ibn Ardasyir mendirikan
Rumah Sakit (Dar alIlm: Academy of Learning) yang sangat
227 Ibid
228Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusinya
Pendidikanya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, h. 226
229 Ibid, h. 227

155

terkenal pada waktu itu. Sebuah Institusi syiah mendirikan


perpustakaan yang sangat baik dan memiliki koleksi buku
sebanyak 100.000 jilid. Perpustakaan ini di dirikan pada 381
H/991 M atau 383 H/993 M, berlokasi di Bain al-Suran, wilayah
bagian perkampungan Karkh. Namun perpustakaan ini
dihancurkan oleh tentara Seljug pada 451 H/1059 M230.
Kemudian ketika Seljuq menguasai kekuasaan Abbasiyah,
perkembagan lembaga pendidikan Islam yang disebut sebagai
Madrasah sekelas universitas atau pergurun tinggi didirikan
dengan disain pembelajaran terbaik muncul di zaman
kemunduran Abbasiyah ini.
Madrasah Nizamiyah dirikan oleh Nizal Al-Mulk seorang
perdana menteri Seljuq, yang berkuasa pada masa Sultan Alp
Arselan (1065-1067 M) dan anaknya Sultan Malik Syah. di
Madrasah inilah al-Ghazali pernah mengajar selama empat
tahun (1091-1095 M). Selain al-Gazali, gurunya al-Imam
Haramain al Juwaini juga pernah mengabdi di Madrasah ini.
Masa kemunduran ini kekeuasaan dipegang sepenuhnya oleh
sultan-sultan Seljuq (Turki), sedangkan khalifah hanya sebatas
symbol kekhalifahan. Perkembangan lembaga pendidikan baik
di Istana, Kuttab Perpustakaan dan sebagainya tidak banyak
para ahli sejarah yang menjelaskan, mereka hanya banyak
menjelaskan Madrasah Nizamiyah ini sebagai lembaga yang
dianggap universitas pertama yang menjadi tipe pengembangan
universitas-universitas di dunia kemudian hari231.
Madrasah Nizamiyah berdiri dilatarbelakangi oleh232 :
230 Ibid
231 Charles Michael Staton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, Penerj.
H. Afandi dan Hasan Asari, Jakarta: PT Logos Publishing House,
1994, h. 45
232 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Op.cit, h. 139-140

156

a. Faktor Pendidikan.
Pendirian Madrasah Nizamiyah merupakan konsekwensi logis
dari pertambahan murid pada masa perkembangan dan
pertumbuhan Islam. karena jumlah murid yang terus bertambah
maka system pendidikan pu harus berubah, dari berorientasi
kepada individual ke sifatnya massal.
b. Faktor Politik
Pendirian Madrasah Nizamiyah, di samping factor
pendidikan, juga dilatarbelakangi factor politik. seperti diketahui,
sebelum Seljuq berkuasa Abbasiyah sedang dikuasai Buwaih.
Dinasti ini menganut aliran Syiah dan mereka berusaha
menanamkan pengaruh aliran itu ke tengah-tengah masyarakat
melalaui propaganda aktivitas pendidikan. Seljug sendiri
beraliran sunni , antara keduanya mempunyai idielogi yang jauh
berbeda.
Adapun kurikulum, yang dikembangkan di Madrasah
Nizamiyah beroientasi kepada penyebaran paham Sunni.
Orientasi ini sebagai counter taktis untuk memimanilisir paham
Syiah di masyarakat.
Menurut Mahmud Yunus (dalam Ramayulis) rencana praktis
pengajaran di Madrsah Nizamiyah, pada saat itu didominasi oleh
pengajaran ilmu-ilmu keagamaan atau ilmu-ilmu Syariah233. di
Madrasah Nizamiyah pengajaran ilmu seperti kedoteran, falak,
fisika, dan ilmu aqliah lainya tidak diajarkan.
Untuk mendukung tujuan pengajaran, perdana menteri
Nizam al-Mulk menetapkan pendidik dengan kualifikasi yang
mumpuni di bidang syariah. Semua ulama terkenal yang
beraliran sunni di datangkan ke Madrasah Nizamiyah. Untuk
meraih tujuan praktis Madrasah, cabang-cabangnya didirikan di
seantaro kekuasaan Abbasiyah, seperti; Bagdad, Nisyabur,
233 Ibid,h. 140

157

Isfahan, Heart, Merw, Mosul dan Khuristan. Dan di antara para


Pendidik yang telah mengabdikan ilmunya menurut Syalabi
sebagai berikut
N
o
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1
0.
1
1.
1
2.
1
3.
1

234

Abu Ishaq Asy-Syrazi


Abu Nashr Ash
Shabbagh
Imam al-Haramain
Abul Ma ali Yusuf AlDjawaini
Abul Qasim Al-Alawy
Ad-Dabbusi
Abu Bakar
Muhammad Ibnu
Tsabit al-Chudjandi
Muhammad Ibnu
Tsabit Asy-Syafii
Abu Bakr Asy-Syasi
Muhammad Ibnu Ali
Ibnu Hamid
Abu Muhammad AthThabary
Abdurahman Ibnu
Mamun
Abu Muhammad
Abdul Wahhab AsySyirazi
Abu Zakaria Yahya AlChatib At-Tabrizi

476 H

Madrasah
Nizamiyah
tempat
mengabdi
Bagdad

477 H

Bagdad

478 H

Nisyabur

482 H

Bagdad

483 H

Isfahan

483 H

Isfahan

485 H

Herat

495 H

Herat

495 H

Bagdad

498 H

Bagdad

500 H

Bagdad

502 H

Bagdad

Al Kaya Al-Hirasi

504 H

Bagdad

Abu Hamid Al-Ghzali

505 H

Bagdad dan

Nama Dosen

Tahun
Wafat

234 Ahmad syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan


Bintang, Tt, h. 241-242

158

4.
1
5.
1
6.
1
7.
1
8.
1
9.
2
0.
2
1.
2
2.
2
3.
2
4.
2
5.
2
6.
2
7.
2

Nisyabur
Ali Ibnu Muhammad
Ibnu Ali Fashihi

516 H

Bagdad

Abul Fathi Ibnu


Burhan

518 H

Bagdad

Abu Said Abu Said Al


Bazzar

520 H

Bagdad

Ahmad Al-Ghazali

520 H

Bagdad

Ahmad Maihani

527 H

Merw

538 H

Bagdad

539 H

Bagdad

548 H

Nisyabur

Abu Said Ahmad Ibnu


Abi Bakr

551 H

Isfahan

Syarafuddin Yusuf AdDimasyqi

557 H

Bagdad

Asy-Syakh Abun Najib

563 H

Bagdad

Jusuf Ad-Dimasqi

563 H

Khuristan

575 H

Bagdad

577 H

Bagdad

Muinuddin Said Ibnu


Bazzaz
Mauhub Ibnu Ahmad
Al-Djawaliqi AlBagdad
Muhammad Ibnu
Yahya

Rdhiyuddin AlQazwini
Abu Barakat Al-Anbari

159

8.
2
9.
3
0.
3
1.
3
2.
3
3.
3
4.
3
5.
3
6.
3
7.
3
8.
3
9.

Abul Khair Ismail AlQazwini

581 H

Bagdad

Abu Thalib AlMubarak

585 H

Bagdad

Muhyiddin Abu Hamid

586 H

Mosul

Majuddin Abu Ali


Yahya Ibnur Rabi

606 H

Bagdad

Yahya Ibnu Qosim

616 H

Bagdad

Bahauddin Ibnu
Syaddad

632 H

Bagdad

Najamuddin alBadzirai

655 H

Bagdad

Abul Mnaqib azindjani

656 H

Bagdad

Syamsuddin al-Kabsyi

665 H

Bagdad

Nashiruddin Al-Faruqi

672 H

Bagdad

Madjuddin Ibnu
Djafar

682 H

Bagdad

160

4
0.
4
1.
4
2.
4
3.

Syarafuddin AsySyahristani

291 H

sebagai asisiten
di Bagdad

Muhammad Ibnu
al-Aqili

Permulaan
Abad 8

Bagdad

Abdullah Ibnu
Baktasy

Akhir Abad
8

Bagdad

Al-Fairuz Abadi

817 H

Asisten di
Nisyabur

Melihat komposisi pengajar diberbagai Madrasah Nizamiyah baik


di pusat Bagdad atau cabang-cabangnya. menunjukan
keterkaitan pemikiran tradional Asy-Asaryah yang
mendasarkan diri pada wahyu yang kemudian berkembang
menjadi pola pendidikan umat Islam yang berorientasi sufitik235.
Pola pendidikan ini sangat memperhatikan aspek bathiniah dan
akhlak atau budi pekerti manusia. Sedangkan pola pendidikan
yang menerapkan pola pendidikan rasional dengan pendekatan
empiric tidak berkembang. Tipikal dari pola pendidikan ini
sangat memperhatikan intelektual dan penguasaan materi236.
Beberapa analisis yang dikemukan oleh Samsul Nizar mengenai
titik balik kemunduran pendidikan Islam khususnya atau
perdaban umumnya adalah :
Pertama, telah berlebihannya Filsafat Islam yang bersifat
sufistik. Kehidupan sufi berkembang dengan cepat. Keadaan
frustasi yang merata di kalangan umat Islam yang
menyebabkan manusia yang kembali tuhan dalam arti yang
sebenarnya, bersatu dengan tuhan. Madrasah-madrasah yang
berkembang menjadi zawiyat-zawiyat untuk mengadakan nadat,
merintis jalan untuk kembali dan menyatu dengan tuhan di
235 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2003,h. 190
236 Ibid

161

bawah bimbingan dan otoritas sufi237. Kedua, sedikitnya


kurikulum Islam, kemunduran dan merosotnya mutu pendidikan
dan pengajaran pada masa ini tampak jelas, dengan sedikitnya
materi kurikulum dan mata pelajaran umum di Madrasahmadrasah, perhatian terhadap ilmu alam telah tergeser pada
pinggir yang jauh, tidak banyak/tidak sama sekali diajarkan di
madrasah. adapun ilmu-ilmu keagamaan yang berkembang
adalah; tafsir, hadis, fikih, dan usul fikih, ilmu kalam, serta
teologi.238 Sedangkan untuk Madrasah tertentu ilmu kalam yang
diajarkan telah pula dicurigai239.
Ketiga, Tertutupnya pintu ijtihad, diera kemunduran ini pintu
ijtihad telah dianggap tertutup, sehingga sekolah-sekolah yang
dikenal pada masa sebelumnya, selain Madrasah yang didirikan
Nizam al-Mulk telah tidak dipergunakan lagi. Artinya semangat
intelektual lintas disiplin sudah statgan, kecuali untuk ilmu-ilmu
agama yang terus dipacu sekedarnya. Pendidikan hanya banyak
dilaksanakan di rumah-rumah ulama dengan menekankan pada
pemikiran sufistik kepada anak didiknya. Para ulama periode ini
enggan untuk berijtihad karena anggapan pintu ijtihad telah
tertutup240.
c.

Potret Perkembangan Madrasah Nizamiyah.


Usaha yang dilakukan Nizam al-Mulk dengan membangun
Madrasah Nizamiyah mendapat respon positif dari masyarakat.
Dalam usaha yang paling mengesankan ialah seorang perdana
menteri sekelas Nizam al-Mulk ikut membina langsung proses
pembelajaran yang terjadi di kelas, Nizam al-Mulk biasa bertukar

237 Ibid,h.191
238 Ibid
239 Ibid
240 Ibid

162

pikiran dengan mahasiswa dalam kunjungannya ke Madasah


Nizamiyah baik di Bagdad maupun cabang-cabang lainya.
Melihat kesungguhan pemerintah masyarakat ikut pula
mendirikan Madrasah dibeberapa tempat di antara tang terkenal
adalah Madrasah Nizamiyah Nisyapur dan Nizamiyah Bagdad.
Madrasah Nizamiyah Nisyapur didirikan oleh Nizam al Mulk
untuk Al-Juwaini yang memimpin dan menjadi dosen
(Mudarris/Guru Besar), selama 3 dekade sampai wafatnya pada
478 H/1085 M. Menurut Ibn Khallikan (w.681 H/1282 M) berdiri
sekitar 440 H/1050 M241. Dengan 43 orang Rektor yang
memimpinnya242.
Sedangkan Madrasah Nizamiyah Bagdad dimulai
pembangunan menurut al-Jawzi pada 457 H/1065 M. Beberapa
bangunan tua di pinggiran sungai Tigris diruntuhkan, lahu bahan
materilanya digunakan untuk membangun Madrasah ini. Dua
tahun setelah selesai diresmikan penggunaanya. Menurut
Syalabi Madrasah ini menyediakan perpustakaan yang luas,
banyak kitab-kitab keagamaan di dalamnya. Fasilitas asrama,
pemberian Beasiswa dan biaya operasional Madrasah tentunya
disediakan oleh penguasa. Dana wakaf terkumpul mencapai 15.
000 dinar pertahun. Jumlah yang telah mencukupi untuk
menutupi semua kebutuhan operasional Madrasah dalam
setahun243.
Selanjutnya, pola dasar pembangunan Nizamiyah menurut
Charles Michael Staton, Madrasah ini terpisah dari bangunan
masjid244. Berarti pendidikan tinggi ini telah mengambil bentuk
241 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,Op.cit, h. 142
242 Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Op.cit, h. 241
243 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,Op.cit, h. 143
244 Charles Michael Staton, Pendidikan Tinggi dalam Islam,
Op.cit,h. 47

163

maju model universitas modern. Kegiatan pembelajaran


disediakan khusus hampir mirip dengan bentuk klasikal.
4. Ilmu pengetahuan yang berkembang zaman Kemunduran
Abbasiyah
Perkembangan Ilmu Pengatahuan sejalan dengan
perkembangan pendidikan. Bertambah jumlah lembaga
pendidikan maka bertambah pula ilmu pengetahuan yang yang
ada. Begitu pula sebaliknya bertambah sedikit lembaga
pendidikan akan bertambah pula ilmu pengetahuan yang
dihasilkan atau berkembang. Perkembangan lembaga
pendidikan Islam adalah bagian yang mendasar untuk
perkebangan ilmu pengetahuan. Sedangkan dukungan semua
pihak terutama penguasa terhadap pendidikan sangat
menentukan kemajuan pendidikan Islam dan perkembangan
ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengatahuan di era kemunduran
Abbasiyah dari dua dinasti yang mempengaruhi Abbasiyah yaitu
Dinasti Buaihi dan Seljuq dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Masa Dinasti Buaihi
Pada masa dinasti Buaihi perkembangan ilmu pengetahuan
masih ter-integral (tidak terjadi dikotomis ilmu aqliah dan
agama). Para penguasa Buaihi masih memberikan suppor untuk
perkembangan ilmu pengetahuan aqliah dan agama, walaupun
tidak sesemarak periode sebelumnya. di antara ilmu yang
berkembang adalah; fisika, ilmu bintang (astronomi),
matematika, ilmu Alam, Ilmu medis (kedokteran), dan ilmu
Kimia. Untuk ilmu aqliah berkembang, fikih yang beorientasi
aliran Syiah, dan teologi245.
245 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,Op.cit, h. 132-133

164

b.

Masa Dinasti Seljuq


Masa Seljuq berkuasa ilmu pengetahuan berkembang hanya
untuk ilmu-ilmu kegamaan saja dan sedikit ilmu Alam
(nampaknya sudah mulai memasuki bentuk dikotomis ilmu
pengetuhuan walaupun tidak sepenuhnya). Pengembangan ini
karena adanya motivasi politik antara aliran Sunni dan Syiah.
Penggalakan aktivitas keilmuan melalui pendidikan sekelas
Madrasah Nizamiyah adalah bentuk nyata dari pengaruh politik
untuk mempertahankan keberlangsungan aliran sunni di
kekuasaan Abbasiyah. Ilmu pengetahuan yang diajarakan di
Madrasah Nizamiyah berorientasi ilmu keagamaan dan sedikit
ilmu kealaman. Menurut Mahmud Yunus kurikulum
(matapelajaran) yang diajarkan di Madrasah Nizamiyah adalah ;
Al-Quran, Sastra Arab, Sejarah Nabawiyah, Fikih, Ushul Fikih
dengan menitik beratkan pada mazhab SyafiI dan teologi
Asy-Ariyah246.
Kemudian menurut Mahmud Yunus seperti; kajian-kajian
Islam, Ilmu Hisab, Faraid, Penelitaian Tanah, Sejarah Sastra,
Kesehatan, cara memelihara binatang, bercocok tanam, dan
beberapa segi dari sejarah kealaman247. Samsul Nizar
Menambahkan untuk komposisi kurikulum di Nizamiyah (masa
dinasti Seljuq) sebagai berikut ; Tafsir, hadis, ilmu Kalam dan
teologi248. Djamaludin Darwis menyebutkan dari al-Makdisi
kompoisis kurikulum Nizamiyah ialah ; Al-Quran, Hadis, Ulmu
al-Quran, Tafsir al-Quran, Fiqih dan Ushul Fiqih249. Oleh Albert
Hourani (Djamaludin Darwis) Madrasah ini didirikan
246 Ibid, h. 140
247 Ibid
248 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam,Op.cit, h. 191
249Djamaludin Darwis, Dinamika Pendidikan Islam sejarah, Ragam
dan Kelembagaanh. Semarang : RaSAIL, 2010, Cet. 2, h.10

165

mengajarkan al-Quran dan Hadis tetapi tujuan utamanya


adalah pengajaran Fiqih.

C.Kesimpulan
Pendidikan Islam Zaman Kemunduran Islam (Akhir Abbasyah)
mengalami statganitas dan menurun secara drastis, karena
perhatian penguasa tidak banyak dicurahkan untuk
pengembangan bidang pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Perhatian penguasa banyak terfokus keranah
politik, bagaimana mempertahankan kekuasaan. Tarik- menarik
pengaruh kekuasaan di pusat pemerintahan Bagdad antara
dinasti Seljuq dan Buaihi bisa dikatakan sebagai penyebabnya.
atas pengaruh kedua dinasti yang mendominasi Abbasiyah,
khalifah hanyalah sebagai symbol atau boneka yang tidak punya
power atas kuasa kekuasaan yang diembannya sebaga seorang
penguasa Abbasiyah.
Untuk pengembangan keilmuan di masa dinasti Seljuq dan
Buaihi ini ilmu tidak banyak jumlah, di antara ilmuan yang
terlahir di zaman ini adalah ; Abd al-Rahman Sufi, Ad-Dawlah, AlKafi dan Abu al Wafa, Ibnu Sina, Jabir ibn Hayyan, Abu Raihan
Muhammd al Baituni, Abu Hamid Muhammad ibn al-Ghazali,
Abul Maali al-Juwaini. sedangkan lembaga pendidikan yang ada
diantaranya ; Perpustakan, Madrasah Nizamiyah dan Istana di
zaman Buaihi.

166

Ilmu pengetahuan yang berkembang adalah ; fisika, ilmu


bintang (astronomi), matematika, ilmu Alam, Ilmu medis
(kedokteran), Penelitaian Tanah, Sejarah Sastra, cara
memelihara binatang, bercocok tanam, dan beberapa segi dari
sejarah kealaman dan ilmu Kimia. Untuk ilmu aqliah
berkembang, fikih, ushul fikih yang beorientasi aliran Syiah, dan
teologi, tafsir al-Quran, Ulumu al-Quran, Hadis, Tasauf, Sastra
Arab, Sejarah Nabawiyah, kajian-kajian Islam, Ilmu Hisab, Faraid,
dan ilmu kalam.
Soal Latihan :
2. Jelaskanlah perkembangan pendidikan Islam era kemunduran
Abbasiyah.
3. Sebutkanlah tokoh-tokoh ilmuan yang terkenal di era
kemunduran Abbasiyah.
4. Jelaskanlah lembanga pendidikan Islam yang ada diera
kemunduran Pendidikan Islam di era Abbasiyah.
5. sebutkalah ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang di era
kemunduran Abbasiyah
6. urainkanlah penyembab kemunduran perkembangan
pendidikan dan ilmu pengetahuan di era kemunduran
Abbasiyah.

167

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Amin, Samsul Munir, Sejarah Perdaban Islam, Jakarta :
Amzah, 2009
Darwis, Djamaludin, Dinamika Pendidikan Islam sejarah,
Ragam dan Kelembagaan. Semarang : RaSAIL, 2010, Cet. 2
Mursi, Syaikh Muhammad Said, Tokoh-tokoh Besar Islam
Sepanjang Sejarah,Terj; Khoirul Amru Harap dan Achmad Faozan,
Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2007, Cet.3
Maryam, Siti dkk, Sejarah peradaban Islam, Yogyakarta:
LESFI, 2009, Cet.III

168

Nata, Abuddin, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan


Institusinya Pendidikanya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2003
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensklipedia Tokoh
Pendidikan Islam, Jakarta : Quantum Teaching, 2010, Edisi revisi
Staton, Charles Michael, Pendidikan Tinggi dalam Islam,
Penerj. H. Afandi dan Hasan Asari, Jakarta: PT Logos Publishing
House, 1994
Syalabi, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, Tt

BAB VIII
PERTUMBUHAN ILMU-ILMU ISLAM DI MADRASAH
Kompetensi
Dasar
Indikator

:
:
:

Mampu Menguraikan
Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Islam di
Madrasah
1. Madrasah dan Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam
2.Fungsi Madrasah dalam

169

:
Strategi
Perkuliahan

:
:

Penilaian
Bobot Nilai

Mentranmisikan Ilmu Pengetahuan


Agama,
3.Peranan Ulama dalam
Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Islam
Presentase Makalah, Ceramah dan
Tanya Jawab
Luasnya Cakupan Informasi yang
disampaikan dan variasi sumber
informasi mengenai topik yang
didiskusikan
100

A. Pendahuluan
Membicarakan sejarah pertumbuhan ilmu-ilmu Islam dalam
konteks yang sebenarnya, dapat dilihat sejak dimulainya
dakwah Nabi Muhammad saw secara resmi di Makah.
Konsentrasi dakwah beliau seperti diketahui pengajaran tentang
tauhid, ibadat dan akhlak. Sejak awal Nabi Muhammad saw
tidak memperkenalkan ilmu-ilmu dalam bentuk dikotomis
(dibedakan), sebab, sumber ilmu hanya satu yaitu Allah
al-Aaliim (Tuhan yang Mahatahu). Selain itu, ilmu-ilmu yang
aqliah/profan belum begitu dibutuhkan. karena posisi ilmu
tersebut hanya sebagai pelengkap dan penunjang. Sedangkan
pokok atau dasar bangunan keilmuan yang sebenarnya belum
mapan.
Pokok bangunan keilmuan yang dibangun nabi Muhammad
saw awal terfokus pada ruang penyingkapan ontologi (sumber)
ilmu pengetahuan. Intinya, sumber ilmu adalah Allah swt
kemudian diberikannya kepada siapa yang berusaha mendapat
itu dengan menggunakan semua potensi yang dimiliki manusia
seperti; pancaindra, Aqal dan Qalbu. Jika, persolan tersebut
telah duduk, maka proses selajutnya akan lebih mudah. Untuk
itu, pendidikan Islam diera awal baru mengajarkan ilmu-ilmu

170

utama (ilmu agama) tentang tauhid, ibadat dan akhlak yang


sifatnya wajib untuk diketahui/dituntut oleh manusia menurut
Imam al-Ghazali ( w.1111 M). Pertumbuhan ilmu-ilmu Islam awal
disebut sebagai masa perintisan ilmu-ilmu Islam. Kemudian era
pembinaan pendidikan Islam memasuki era Umawiyah (661-743
M) dan era puncak kemajuan pada masa Abbasiyah (132 H/750
M- 656 H/1258 M), sekaligus era mempertahankan, memperbaiki
(restrukturisasi) pertumbuhan ilmu-ilmi Islam.
Di atas telah dikatakan bahwa prinsip dasar pengembangan
ilmu pengetahuan melalui pendidikan Islam tidak mengenal
dikotomis (pembedaan) antara ilmu agama dengan ilmu
aqliah/profan, sebab sumbernya hanya satu yaitu Allah swt.
Kemudian, prinsip ini menjadi pudar dan bahkan hampir tidak
dikenal pada era kemunduran Islam. Situasi tersebut berkaitan
dengan sikap jenuh yang menimpa masyarakat dan penguasa
muslim di bidang politik dan teologi keagamaan, yang
puncaknya pada masa Abbasiyah akhir, tepatnya masa Bani
Seljuq mengusai pemerintahan Abbasiyah di Bagdad (447 H/
1055 M-656 H/ 1258 M). Sehingga concern pertumbuhan ilmu
berkisar ilmu-ilmu agama, sedangkan ilmu aqliah/profane tidak
menjadi perhatian utama, bahkan, dicurigai keberadaannya,
seperti ilmu kalam.
Berkaitan dengan Madrasah sebagai tempat pertumbuhan
ilmu-ilmu Islam yang dimaksud pada sesi materi ini adalah
Madrasah dalam konteks lembaga perguruan tinggi, baik karena
nama dan sekaligus proses kegiatan keilmuan telah memenuhi
standar sebagai Madrasah yang mengajarkan ilmu-ilmu Islam
lebih lanjut setingkat universitas atau perguruan tinggi, atau
penamaan saja, karena posisinya dianggap memenuhi standar
sebagai lembaga perguruan tinggi/universitas baik di masa

171

Umawiyah II (Spanyol) maupun masa Abbasiyah salah satunya


Madrasah Nidzamiyah. Sedangkan arti Madrasah sebagai tempat
proses belajar mengajar sepanjang lintasan sejarah pendidikan
Islam mulai Nabi Muhammad saw yang yang dikategorikan
pendidikan dasar seperti Kuttab, Ribath, Zawiyah, Saloon Sastra,
Rumah Ulama, Pendidikan Istana dan lain-lain tidak akan
dibahas.
Sedangkan dimaksud ilmu-ilmu Islam yang tumbuh di
Madrasah mengacu kepada ilmu dalam pengertian integral
(satu) tidak dikotomik (pembedaan). Diera pertumbuhan
Madrasah dalam pengertian perguruan tinggi di masa Umawiyah
II Spanyol maupun periode Abbasiyah awal (masa kemajuan),
mengajarkan ilmu-ilmu Islam secara integral. Namun pada era
Islam mundur di akhir Abbasiyah pertumbuhan ilmu-ilmu Islam
mulai fokus kepada ilmu keagamaan. sehingga konotasi ilmuilmu Islam hanya bernuansa keagamaan, sedangkan
aqliah/profan tidak termasuk, padahal secara prinsip, semua
ilmu itu milik Allah yang bersifat intergral dan bukan dikotomis.
Adapun fakus bahasan materi ini adalah ; Madrasah dan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Fungsi Madrasah dalam
Mentranmisikan Ilmu Pengetahuan Agama, Peranan Ulama
dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Kesimpulan, dan
Soal-soal Latihan.
B. Pembahasan
Para pakar sejarah pendidikan Islam telah menempatkan
prototype perguruan tinggi dalam dunia Islam tertuju kepada
Madrasah Nidzamiyah. Ahmad Syalabi, menjelaskan dalam
bukunya Sejarah Pendidikan Islam bahwa masih ada beberap
Madrasah yang dibangun selain Nidzamiyah, seperti ; Madrasah

172

Ayubiyah di Mesir, Madrasah Nurudin Zanky, sekolah Kedokteran


dan An-Nuryah Kubra250. Charles Michael Stanton, menyebutkan
Madrasah Nidzamiyah khususnya telah menginspirasi
perkembangan dan tatapengelolaan Universitas-universitas di
Eropa di Abad kebangkitannya (Renaisance) lebih spesifiknya di
daratan Inggris dan Prancis251 .
Dapat difahami terlebih dahulu bahwa Madrasah diabdikan
terutama kepada al-uluum al-Islamiyah atau biasa juga
disebut al-uluum ad-diniyyah dengan penekanan khusus pada
bidang fiqih, tafsir dan hadits. Meskipun ilmu-ilmu ini juga
memberikan ruang gerak kepada akal untuk melakukan ijtihad,
dalam pengertian bukan ijtihad yang dilakukan dengan sebebasbebasnya. Dengan demikian, ilmu-ilmu non
agama (profan) sejak awal perkembangan madrasah sudah
dalam posisi yang marjinal.
Meski Islam pada dasarnya tidak membeda-bedakan nilainilai ilmu agama dan ilmu umum, namun dalam prakteknya
supremasi lebih diberikan kepada ilmu agama. Terlepas dari
semua itu, jika dipandang semata-mata dari sudut keagamaan
dalam pengertian terbatas, supremasi dan dominasi ilmu-ilmu
keagamaan dalam batas tertentu agaknya mengandung
implikasi positif. Supremasi ini membuat transmisi syari'ah yang
merupakan inti Islam, dari generasi awal muslim kepada
generasi berikutnya menjadi "lebih terjamin", walaupun
supremasi tersebut tidak berlangsung dengan cara yang lebih
dinamis.252

250 Syalabi, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan


Bintang, Tt, h.112-119
251 Charles Michael Staton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam, Jakarta:
Logos Publishing House, 1994, h. 47

173

Karena itu tak heran ketika Charles Michael Stanton tidak


berhasil membuktikan kaitan yang jelas antara lembaga
penidikan tinggi Islam dengan kemajuan berbagai cabang sains
dalam peradaban Islam. Ini tidak aneh karena seluruh madrasah
yang pernah diteliti sepenuhnya bermuatan ilmu-ilmu agama.
Hanya terdapat beberapa madrasah saja, khsususnya di Persia
yang mengajarkan beberapa bidang ilmu yang "diharamkan"
pada madrasah-madrasah Sunni253.
1. Madrasah dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
a. Madrasah pada Masa Dinasti Umayyah di Spanyol
Kurikulum madrasah di masa klasik, tidak banyak
menawarkan mata pelajaran yang bermacam-macam. Dalam
suatu jangka waktu, pengajaran hanya menyajikan satu mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa. Sesudah materi
tersebut selesai, baru diperbolehkan mempelajari materi yang
lain atau yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya, pada tahap
awal siswa diharuskan belajar baca tulis, berikutnya ia belajar
berhitung dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena belum adanya
koordinasi antar lembaga-lembaga dengan pemerintah seperti
pada saat ini. Meskipun pada kasus tertentu penguasa turut
mengendalikan pelaksanaan pengajaran di madrasah-madrasah
sedangkan proses belajar mengajar sepenuhnya tergantung
kepada guru yang memberikan pelajaran.
Di bagian Barat wilayah Islam, Dinasti
Umayyah mengembangkan banyak jami'ah di kota Seville,
Cordova, Granada dan di kota-kota lain. Di Spanyol
perkembangan pendidikan tinggi di mulai pada abad kesepuluh.
252 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru, (Jakarta: Logos, 1999).

253http://www.tarbiyah-iainantasari.ac.id/artikel_detail.cfm?judul=159.
diakses tanggal 25 Oktober 2011

174

Bangsa Moor dan berikutnya bangsa Arab, memasuki sepanyol


pada tahun 712. Meskipun tahun 756, pangeran dari Dinasti
Umayyah, Abdul Rahman telah ditaklukkan oleh tentara dari
Abbasiyah, Khalifah Al-Mansyur dan mengangkat Amir di
Cordova. Inisiatif lain abad keemasan Islam di Spanyol bagian
Selatan, di bawah Umayyah ini, terus berjalan abad kesebelas.
Sementara itu pada abad kesepuluh adalah puncak
perkembangan intelektual muslim di Spanyol dengan Cordova
sebagai pusatnya. Universitas-universitas tersebut menjadi
simbol yang cemerlang bagi kepentingan pendidikan muslim
dan memberikan sumbangan khusus bagi kemajuan Eropa abad
pertengahan254.
Umat Islam di Spanyol telah mencapai kejayaan yang
gemilang, banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan
pengaruhnya membawa Eropa dan juga dunia kepada kemajuan
yang lebih kompleks, terutama dalam hal kemajuan intelektual.
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol,
umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak
prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa
Eropa, dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih
kompleks.
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu
mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada
gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol
Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari
komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun
(orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam
yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah
antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan
254 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos, 1999), hal. 23.

175

Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan


tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab,
dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua
komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham
intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus
yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan pembangunan
fisik di Spanyol.
b. Madrasah pada Masa Dinasti Abbasiyah.
Keadaan yang sama juga meliputi pendidikan tinggi di
wilayah Dinasti Abbasiyah. Sejarah mencatat bahwa kemajuan
Islam zaman klasik dalam keilmuan mencapai puncaknya pada
zaman Dinasti Abbasiyah khsususnya masa kekhalifahan alMa'mun. Seluruh lembaga menawarkan pendidikan univesitas
dalam cakupan yang lebih luas, seperti bahasa Arab, astronomi,
kedokteran, hukum, logika, metafisika, aritmetika, pertanian dan
lain-lain255. Namun seiring dengan berdirinya madrasah,
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
penurunan ketika mu'tazilah256 yang semula menjadi madzhab
resmi negara dibatalkan oleh Mutawakkil257. Ketika madrasah
mulai berdiri, ternyata perkembangan itu tidak menggunakan
255 Deden Makbuloh, dalam Sejarah Sosial Peradaban Islam, (Jakarta:
Prenada Media, 2005) h. 53

256 Aliran yang memisahkan diri muncul di Basra, Irak, di abad 2 H.


Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha' (700-750 M) berpisah
dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin
Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan
kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin
berdosa besar masih berstatus mukmin. http://id.wikipedia.org/wiki/Mu
%27tazilah, diakses tgl. 25 Oktober 2011
257 Al-Mutawakkil (821-861) adalah khalifah ke-10 Bani Abbasiyah
(847-861), http://id.wikipedia. org/wiki/Al-Mutawakkil, diakses tgl. 25
Oktober 2011.

176

madrasah sebagai media transmisi, bahkan filsafat dan ilmu


pengetahuan itu dipelajari secara individual dan mungkin di
bawah tanah, karena dikawatirkan mengganggu supremasi ilmuilmu agama. Sehingga pada saat itu terdapat beberapa mudarris
yang menawarkan program studi khusus dan lain-lain.
Kekhususan itu dapat dilihat dari nama sekolahnya. Misalnya
madrasah Nahwiyah, sebagai lembaga yang mengkhususkan diri
dalam studi Islam tentang gramatikal bahasa Arab. Atau ada
juga madrasah Qur'aniyah yang mengkhususkan pendidikan alQur'an dengan saja.
Biasanya madrasah mempunyai perpustakaan yang
tergabung dalam bangunan yang sama, walaupun perpustakaan
telah lama terdapat di istana dan rumah-rumah bangsawan dan
hartawan, perpustakaan sebagai bagian dari madrasah adalah
hal yang jarang258. Untuk menyediakan manuskrif bagi
mahasiswa, madrasah mencontoh praktek halaqahhalaqah gerakan nasional yang telah terpenuhi oleh budaya
Hellenistik259 dan berkembang pesat pada masa Dinasti
Abbasiyah. Tersedianya berbagai karya bukan hanya sekedar
buku-buku pelajaran, meningkatkan belajar mahasiswa dengan
memperkenalkan mereka kepada bermacam-macam
258http://www.scribd.com/doc/23430579/Metode-Pendidikan-Islam-Klasik,
diakses pada tgl. 05 Nop. 2011.

259 Istilah Hellenistik (berasal dari kata Hlln, istilah yang dipakai secara
tradisional oleh orang Yunani sendiri untuk menyebutkan nama etnik
mereka) mula-mula dipakai oleh ahli sejarah Jerman, Johann Gustav
Droysen merujuk pada penyebaran peradaban Yunani pada bangsa bukan
Yunani yang ditaklukkan oleh Aleksander Agung. Menurut Droysen,
peradaban Hellenistik adalah fusi/gabungan dari peradaban Yunani
dengan peradaban Timur Dekat. Pusat kebudayaan utama berkembang
dari daratan Yunani ke Pergamon, Rhodes, Antioch dan
Aleksandria/Iskandariyah.

177

pandangan dan juga kepada sejumlah tulisan tidak hanya


sekedar kebutuhan langsung perkuliahan.
Madrasah yang didirikan Nizham al-Mulk merupakan salah
satu penyebab perkembangan ilmu pengetahuan menjadi begitu
cepat. Abu Usamah menulis: "sekolah-sekolah Nizham al-Mulk
termasyhur di dunia. Tidak ada satu negeri pun yang di situ
tidak berdiri Nizham al-Mulk260.
Demikianlah Nizhamiyah memberikan perhatian yang besar
terhadap ilmu aritmetika misalnya, sedangkan madrasahmadrasah yang lain mengajarkan ilmu nahwu, tafsir, hadits,
fiqh, bahkan ada pula yang mengajarkan ilmu kedokteran. Walau
pun memang secara umum madrasah-madrasah mengajarkan
ilmu keislaman. Seperti terlihat dari topik-topik utama dalam
kurikulum mereka mempelajari al-Qur'an, fiqh, teologi dan lainlain261.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa Nizhamiyah
mempunyai potensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dengan memperhatikan kepada pengajaran aritmetika, seperti
juga terdapat di madrasah Muntansyiriyah. Hal ini menarik
untuk dikaji lebih lanjut, karena dahulu mereka tidak menyukai
ilmu-ilmu seperti itu, tetapi pada gilirannya ternyata ilmu
tersebut mereka butuhkan. Bahkan, ditemukan sebuah masjid
dan madrasah yang telah mengajarkan ilmu pengetahuan
Yunani, misalnya masjid Mustansyiriyah di Baghdad yang telah
mengajarkan ilmu-ilmu murni, seperti obat-obatan, farmasi dan
geometri262.
260 Ahmad Syalabi, Sejarah Perkembangan Islam, (Jakarta: Bintang
Bulan, 1973), h. 111

261 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Pada Periode Klasik dan
Pertengahan,(Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal. 176.

262 ibid, h. 177.

178

Berikut ini kronologi Keahlian para pelajar pada Dinasti


Abbasiyah, khususnya pada masa khalifah Al-Ma'mun263.
N

Nama Mahasiswa

Masa
Hidup

Keahlian

Jabir Ibn Hayyan

( 721-815
M)

Kimia

Abu Nawas

( 747-815
M)

Syair

Imam Syafi'i

( 767-820
M)

Fikih

Muhammad Ibn Ummar


Al-Waqidi

( 748-823
M)

Sejarah,
Fiqh,
Hadits

Ibn Hisya

( w. 832 M
)

Sejarah

Al-Nazzam

( 801-835
M)

Teologi

Ahmad bin Hanbal

( 780-855
M)

Fikih

263 Deden Makbulah, Kehidupan Murid dan Mahasiswa pada Masa


Khalfah Al-Ma'mun;dalam Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta:
Prenada Media, 2005), h. 75

179

Ibn Sai'd

( w. 834 M
)

Sejarah

Muhammad Ibn Sa'i

( 784-845
M)

Sejarah,
Hadits

10

Al-Khawarizmi

( 780-847
M)

Astronomi,
Matematik
a

11

Abu Al-Huzail Al-'Allaf

( 752-849
M)

Teologi
Mu'tazilah

12

Ashaq Al-Mawshilli

( 767-850
M)

Sya'ir
Penyanyi

13

Al-Jahizh

( 776-869
M)

Sastrawan

14

Imam Bukhari

( 810-870
M)

Hadits

15

Hunayn Ibn Ishaq

( 809-873

Fisika dan

180

M)

Kedokteran

( 865-925
M)

Kedokteran

16

Ar-Razi

17

Al-Bakhli Ibn
Khardazbah

( 934 M)

Geografi

18

Ibna Sina

( 980
-1037 M)

Kedokteran

c. Madrasah Akhir Periode Klasik Islam


Ba'da berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam mulai
mengalami masa kemunduran, Eropa bangkit dari
keterbelakangannya. Kebangkitan ini bukan saja terlihat dalam
bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan
kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi juga
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan
kemajuan di bidang ilmu dan tekonologi itulah yang mendukung
keberhasilan politik Eropa. Kemajuan Eropa ini tidak dapat
dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol
itulah Eropa banyak menimba ilmu264.
Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa
keemasannya, Spanyol merupakan peradaban Islam yang
sangat penting menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu orangorang Eropa Kristen banyak menimba ilmu di perguruan tinggi
Islam di sana. Islam menjadi "guru" bagi Eropa265. Banyak
prestasi yang diperoleh Spanyol Islam, bahkan dunia kepada
264 Khalil Yasien, Muhammad di Mata Cendekiawan Barat, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2002) h. 49

181

kemajuan yang lebih kompleks. Kemajuan-kemajuan tersebut


dapat dilihat pada bidang-bidang sebagai berikut: kemajuan
dalam bidang intelektual, filsafat, sains, musik dan kesenian,
bahasa dan sastra, bahkan juga dalam bidang arsitektur.
Kemajuan Eropa terus yang berkembang hingga saat ini banyak
berhutang budi pada khasanah ilmu pengetahuan Islam yang
berkembang pada periode klasik266.
Kontribusi khasanah ilmu pengetahuan Islam pada kemajuan
Eropa, antara lain di misalnya bidang pemikiran Ibn Rusyd
(1120-1198 M). Ia melepaskan belenggu taqlid dan
menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran
Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang
berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunnatullah menurut
pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme
Kristen267. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di
Eropa timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusydisme) yang
menuntut kebebasan berpikir268. Pihak gereja menolak pemikiran
rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini.
Berawal dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian
lahir reformasi pada abad ke-16 M269 dan rasionalisme pada
abad ke-17 M. Buku-buku Ibn Rusyd dicetak di Venessia tahun
1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Bahkan edisi lengkapnya
265 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta:
Rajawali Press, 1991) cet. I, h. 67.

266http://jejaksejarahislam.blogspot.com/2011/04/andalusia-jejaksejarah-islam-yang.html, diakses tanggal 25 Oktober 2011


267 Samsul Munir Amin, Sejarah Perdaban Islam, Jakarta : Amzah,
2009, h. 177
268 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jakarta:
Bulan Bintang, 1974, h. 73
269 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Op.cit,h. 112

182

terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga


diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan
Strasbourg, dan di awal abad ke 17 M di Jenewa270.
Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran
Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda
Kristen Eropa yang belajar di universitas universitas Islam di
Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada,
dan Valensia. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif
menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim271.
Bidang Matematika, para ilmuan Islam telah berhasil
menemukan struktur angka yang diambil dari struktur angka
India, dari usaha menerjemahkan buku-buku India. Struktur
angka yang lebih praktis dibanding struktur angka yang
diciptakan orang-orang Romawi. Dalam struktur ini setiap digit
mempunyai arti satuan, puluhan, ratusan, r ibuan dan
seterusnya. Bandingkan dengan struktur angka Romawi yang
untuk menuliskan 388 harus ditulis CCCLXXXIII272.
Dalam perkembangan berikutnya, sarjana-sarjana muslim
menemukan angka nol (shifir). Penemuan angka nol ini
merupakan penemuan paling berharga dalam bidang ilmu
hitung. Selain itu umat Islam juga menemukan ilmu al-Jabar. Di
antara pakar al-Jabar adalah Muhammad Ibn Musa alKhawarizmi yang menyusun sebuah buku Kitabul Jama wat
Tafriq dan Hisab al-Jabar wal Muqabla (ringkasan perhitungan
retorasi dan ekuasi)273. Buku ini akhirnya dijadikan buku wajib di
sekolah-sekolah dan universitas di Eropa sampai akhir abad ke
270Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Op.cit, 177
271Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2003, h. 144-145
272S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan
Peradaban Modern, Jakarta: PM3, 1981, Cet. II h. 27

183

16. Selain al-Khawarizmi juga ada al-Bani dan al-Baruni (9731048).


Di bidang kedokteran, karya Ibnu Sina Al-Qanun merupakan
rujukan terpenting dan terlengkap di dunia kedokteran. Bahkan
orang-orang Eropa menamakan kitab ini sebagai ensiklopedia
kedokterab karena mencakup penyakit TBC, penyakit kaki gajah,
penyakit cacing dan bahayanya. Al-Qanun dicetak di Eropa pada
tahun 1593 M, dicetak ulang sebanyak lima belas kali dalam
bahasa latin yang kemudian menjadi buku utama di fakultasfakultas kedokteran di Eropa hingga akhir abad ke 16 Masehi274.
2. Fungsi Madrasah dalam Mentranmisikan Ilmu Pengetahuan
Agama
Ada semacam degree agreement bahwa madrasah
dipandang sebagai lembaga yang khusus mentransmisikan ilmuilmu agama dengan memberikan penekanan khusus pada
bidang fiqih, tafsir, dan hadits dan tidak memasukan ilmu-ilmu
umum dalam kurikulumnya. Menurut Azyumardi Azra, hal ini
disebabkan karena 3 alasan:
a. Ini berkaitan dengan pandangan tentang ketinggian ilmu-ilmu
keagamaan (al-'uluum ad-diniyyah) yang danggap
mempunyai supremasi lebih dan merupakan jalan 'tol'
menuju Tuhan.
b. Secara institusi madrasah memang dikuasai oleh mereka
yang ahli dalam bidang agama.
c. Berkenaan dengan kenyataan bahwa hampir seluruh
madrasah didirikan dan dipertahankan dengan dana wakaf
273 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012, h.h. 92
274Nasim, Madrasah dan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Islam, dalam Sejarah
Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 206.

184

dari penguasa politik Muslim atau dermawan karena didorong


adanya motivasi kesalehan275.
Madrasah dapat diterima di kalangan masyarakat banyak
karena kurikulum yang terfokus pada bidang keagamaan, seperti
pelajaran fiqih misalnya dianggap dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat dan dapat diberikan pada anggota masyarakat
dalam segala tingkatan umur. Di samping itu pula kerena
pengajar madrasah adalah para ulama yang notebene
merupakan panutan masyarakat serta pembela kepentingan
mereka dan memiliki keududukan khusus dalam
pemerintahan276
Karena, dapat kita simpulkan bahwa madrasah memiliki
fungsi dan peran yang besar dalam mentransmisikan ilmu
pengetahuan Islam. Adapun jenis pentranmisiannya adalah
sebagai berikut:
a. Ilmu Pengetahuan yang Ditransminsikan Madrasah
Para ahli telah banyak melakukan penelitian tentang hal ini,
bahwa ilmu-ilmu yang ditransmisikan oleh madrasah adalah; AlQur'an dan tafsirnya, hadits dan ilmu haditsnya, fiqih dan ushul
fiqihnya, ilmu kalam dan bahasa Arab yang meliputi nahwu,
sharaf, balaghah sebagai penunjangnya.
b. Cara Madrasah Mentransmisikan Ilmu Pengetahuan Islam
Di antara madrasah yang cukup populer di masanya adalah
madarasah Nizhamiyah. Bagaimana cara madrasah ini
mentransmisikan ilmu pengetahuan Islam, yaitu dengan
menyelenggarakan ujian. Namun pernanan guru masih sangat
mendominasi oleh karena besarnya pengaruh guru secara
275 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999.h. vii

276 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya,op.cit, h.


77

185

individual. Misalnya, ijazah yang seharusnya dikeluarkan atas


nama madrasah, tapi dikeluarkan atas nama guru. Namun
demikian dalam hal ini tidak berarti bahwa madrasah tidak
mempunyai fungsi strategi terhadap tansmisi ilmu.
Seperti pendapat Fazlur Rahman, bahwa mayoritas ulama
termasyhur pada awal abad pertengahan bukan produk
madrasah melainkan alumni murid-murid informal dari guru
individual tidak dapat dibenarkan semuanya, sebab besar
kemungkinan pengkajian disiplin ilmu yang dilakukan antara
peserta didik dengan syaikhnya di luar jam pelajaran ini juga
boleh jadi dimasukan ke dalam bagian kegiatan secara
keseluruhan.
Adapun alur transmisi ilmu pengetahuan di madrasah secara
umum dapat dibagi menjadi 2 bagian:
a. Transmisi Lewat Lisan
Dunia pendidikan Islam zaman klasik berkeyakinan bahwa
belajar kepada syaikh secara pribadi dan langsung mendengar
uraian (bayan) dari syaikh tidak hanya membaca karya-karya
tulisnya dianggap sebagai metode transmisi yang paling baik.
Seorang murid tidak dianggap cukup hanya membaca teks
karya gurunya sendiri. Metode ini dilaksanakan dengan cara
guru membaca teks kemudian mensyarahnya dan murid
mendengarkan dan menyimak dengan seksama.
b. Transmisi Lewat Tulisan
Upaya transmisi lewat tulisan ini dilakukan karena pada masa itu
harga kitab/buku sangat mahal, sehingga seorang murid yang
berkeinginan memiliki sebuah buku/kitab maka tidak ada jalan
lain kecuali ia harus menyalin dari kitab gurunya. Usaha keras

186

ini menjadi alasan dan bukti akan adanya transmisi ilmu


pengetahuan lewat tulisan.
3. Peranan Ulama dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Islam
Lembaga pendidikan Islam mempunyai peranan yang
sangat penting dalam transpormasi ilmu pengetahuan. Kegiatan
intelektual dalam sejarah peradaban Islam merupakan mata
rantai dari serangkaian perjalanan sejarah lembaga pendidikan
Islam pada masa nabi dan khulafa'ur Rasyidin dengan
adanya syufah dan dilanjutkan pada masa Bani Umayyah dan
mencapai puncak kejayaannya adalah pada masa Bani
Abbasiyah yang ditandai dengan berdirinya lembaga pendidikan
seperti Madrasah Nidzamiyah dan al-Azhar. Maka pengaruh
ulama dalam mengembangkan tradisi keilmuan Islam tidak
terlepas dari lembaga pendidikan tersebut.
Adapun di antara ulama yang memiliki peranan penting
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam, baik selama
mendalami ilmu di lembaga madrasah maupun selama menjadi
tenaga pengajar di lembaga tersebut adalah al-Ghazali. Beliau
merupakan alumni sekaligus sebagai salah satu tenaga pengajar
pada Madrasah Nizamiyah. Ia dikenal sebagai seorang filosof,
ahli fiqih, ahli sufi dan juga seorang negarawan. Ia tidak kurang
menulis 400 buku besar dan risalah. Ia juga dikenal sebagai
ilmuan Islam yang ensiklopedis. Banyak peneliti yang
mengaitkan perkembangan keilmuan dengan peran yang
dimainkannya, khususnya selama ia menjadi syaikh di madrasah
tersebut.
Al-Ghazali (450 H/1059M-505 H/1111 M berasal dari Thus
Persia, setelah menyelesaikan pendidikan dasar di negerinya, ia

187

menuntut ilmu di Jurjan pada syaikh Abu Nasr al-Ismali. Setelah


itu meneruskan pendidikannya ke Naisabur. Di sana ia menjadi
pengikut tetap pengajian imam al-Haramain al-Juwaini yang
menjadi syaikh madrasah Nizamiyah277. Ia menguasai berbagai
cabang ilmu, seperti fiqih Syafi'I, perbandingan madzhab, debat,
ushul fiqih, ushuluddin dan mantiq. Sementara itu, ia pun
menulis buku-buku, di antara karyanya; Ihya
Ulumuddin,278 Maqasid, dan Tahafatul Falasifah, al-Mustafz, alBasit, al-Wasit serta al-Wajiz. Walaupun sudah kurang luas
peredarannya, tetapi sebagian besar fiqih yang menjadi buku
daras atau ulama syafi'iyah sekarang adalah turunan dari kitabkitab itu.

277 Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam,


Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia dan Indonesia, Jakarta:
Quantum Teaching, 2010, h. 3
278 Kitab yang menjadi salah satu rujukan terpenting kajian tasawuf
ini banyak yang mengaguminya tetapi juga tidak sedikit yang memberikan
keritik yang cukup tajam. Di antaranya adalah Buya Hamka yang
menuturkan: " ... sebagai seorang ahli pikir yang bebas dan besar, beliau
membebaskan pikirannya dari pengaruh penafsir-penafsir yang terdahulu
daripadanya, tetapi hadits-hadits yang dijadikannya dalil, kerapkali tidak
memperhatikan ilmu sanad hadits, sehingga sebagaimana ditulis oleh
ayahku dan guruku Syaikh Abdulkarim Amrullah dalam bukunya Sullamul
Ushul membaca Ihya' musti hati-hati, karena banyak hadits yang lemah
dan palsu. Itulah menjadi bukti bahwasanya seorang sarjana atau seorang
failasoof yang besar tidaklah melengkapi ilmunya dalam segala -bidang.
Ghazali lemah dalam ilmu hadits, tetapi dia besar dalam penciptaan
fikiran. Kunjungi: http://www.darulkautsar.net/, diakses tgl. 25 Oktober
2011.

188

C. Kesimpulan
Keberadaan madrasah dalam pendidikan Islam turut
mewarnai pengembangan ilmu pengetahuan Islam. Hal ini
terbukti dari banyaknya ilmu pengetahuan yang berkembang
baik yang dikembangkang pada masa Dinasti Umayyah maupun
Dinasti Abbasiyah.
Ada juga madrasah yang mengkhususkan diri mempelajari
satu disiplin ilmu tertentu, misalnya madrasah nahwu, madrasah
tafsir atau madrasah hadits yang pada gilirannya membawa
perkembangan pada ilmu-ilmu tersebut. Dengan demikian
madrasah merupakan media atau wadah pengembangan ilmu
pengetahuan Islam. Para alumnus yang dihasilkan madrasah
turut pula menjadikan ilmu pengetahuan Islam berkembang.
Mereka mengembangkan ilmu-ilmu tersebut dalam karirnya di
berbagailembaga maupun kehidupan bermasyarakat.
Sola Latihan :
1. Bagaimana Islam memandang Ilmu pengetahuan yang
ada, mengapa demikian, jelaskan?
2. Jelaskanlah pengertian Madrasah dan bagaimana
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam melalui Madrasah.
3. Jelaskan Fungsi Madrasah dalam Mentranmisikan Ilmu
Pengetahuan Agama,
4. Jelaskanlah Peranan Ulama dalam Pengembangan Ilmu
Pengetahuan Islam
5. Urainkanlah ide anda bagaimana langkah-langkah
mencapai perkembangan ilmu pengetahuan seperti di
zaman kejayaan Islam.

189

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Amin, Samsul Munir, Sejarah Perdaban Islam, Jakarta :
Amzah, 2009, h. 177
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999.
http://jejaksejarahislam.blogspot.com/2011/04/andalusiajejak-sejarah-islam-yang.html, diakses tanggal 25 Oktober 2011
http://www.darulkautsar.net/, diakses tgl. 25 Oktober 2011.
Makbulah, Deden, Kehidupan Murid dan Mahasiswa pada
Masa Khalfah Al-Ma'mun;dalam Sejarah Sosial Pendidikan
Islam, Jakarta: Prenada Media, 2005
Nata, Abudin, Sejarah Pendidikan Islam, Pada Periode Klasik
dan Pertengahan,(Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal. 176.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2003
Nasim, Madrasah dan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu
Islam, dalam Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada
Media, 2005
Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jakarta:
Bulan Bintang, 1974
Poeradisastra, S.I., Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan
Peradaban Modern, Jakarta: PM3, 1981, Cet. II
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012
Syalabi, Ahmad, Sejarah Perkembangan Islam, Jakarta:
Bintang Bulan, 1973
Staton, Charles Michael, Pendidikan Tinggi Dalam Islam,
Jakarta: Logos Publishing House, 1994

190

Yasien, Khalil, Muhammad di Mata Cendekiawan


Barat, Jakarta: Gema Insani Press, 2002
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah
II, Jakarta: Rajawali Press, 199,1 cet. I
Ramayulis, Nizar, Samsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan
Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia dan Indonesia,
Jakarta: Quantum Teaching, 2010
BAB IX
PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM
Kompetensi
Dasar
Indikator

Strategi
Perkuliahan
Penilaian
Bobot Nilai

Mampu Menguraikan
Pembaruan Pendidikan Islam
:
1. Pengertian Pembaruan Pendidikan
Islam
: 2. Latar Belakang Bangkitnya
Pembaruan Pendidikan Islam
:
3. Pola Pembaruan Pendidikan Islam
:
4. Tokoh dan sasaran Pembaruan
Pendidikan Islam
:
Presentase Makalah, Ceramah dan
Tanya Jawab
:
Luasnya Cakupan Informasi yang
disampaikan dan variasi sumber
informasi mengenai topik yang
didiskusikan
100

A. Pendahuluan
Kata pembaruan dapat dikelompokkan kepada tiga makna
yaitu Pertama, pengembalian sesuatu kepada konsepnya yang
lama, dimana konsep itu sudah kabur, semu, tidak seperti yang
seharusnya. Kedua, Pembaruan yang berupaya menemukan
kembali atau menafsir ulang bentuk nilai, etos, dan semangat
dalam konteks kekinian sesuai kondisi yang melingkupi. Ketiga,
Merupakan lawan kata usang, jadul, ketinggalan zaman, lusuh
dan sesuatu yang telah lama muncul serta eksis, tetapi belum
memenuhi standar seperti kondisi baru yang lebih canggih, atau

191

modern kemudian diperbaharui dan dimodernkan serta


disesuaikan dengan standar yang lebih canggih.
Sedangkan yang pertama, menekankan kepada kesamaan
dan kecocokan, teknis operasional atau sesuai dengan dasar
(dalil) yang lebih utama, konteks ini, biasa digunakan pada
ranah agama, khususnya permasalahan, tauhid, ibadah dan
akhlak. Kedua, mengacu kepada penaafsiran terhadap prinsipprinsip dasar yang bersifat universal dan berlaku lintas waktu
dan zaman, prinsip-prinsip yang dimaksud lebih bersifat abstrak,
yang menjiwai sesuatu sehingga mampu bertahan dari
perubahan-perubahan yang ada, dalam al-Quran termasuk
dalam kategori ayat bermaksud ganda (al-Mutasyabihat).
Maksud pembaruan Ketiga lebih kepada system operasional,
dalam bentuk pengorganisasian sebuah lembaga, badan,
institusi, organisasi, persyirikatan, kelompok dan lain-lain.
Pembaruan pendidikan Islam berawal dari pembaruan
dibidang keagamaan kemudian merembet ke ranah kedua dan
ketiga. Gelora pembaruan yang terus bergema menjalar
keberbagai bidang kehidupan umat Islam baik politik, ekonomi,
kebudayaan, militer dan sebagainya. Pembaruan itu
konsekwensi logis, dalam upaya menemukan jati diri agama
Islam sebenarnya, yang sesuai dengan semangat zaman. Tentu,
yang berubah bukan yang prinsip tetapi lebih kepada unsur
teknis-kemudian disesuaikan dengan dasar-dasar prinsip yang
sacral itu.
Sesungguhnya, pendidikan Islam bagian yang tak terlepas
dari pembaruan. Pembaruan pendidikan hakikatnya, sudah
dimulai semenjak nabi Muhammad dengan pengajaran agama
Islam, serta pembaruan metode pengajaran di Makah dan
Madinah. Kemudian, evolusi pendidikan terus berlangsung

192

mencapai puncaknya pada zaman Khalifah Harun-ar-Rasyid dan


al-Makmun, penguasa Abbasiyah.
Setelah keduanya mangkat, pendidikan Islam secara
berangsur-angsur mulai meredup, kemudian mengalami
kehancuran yang hampir total, ketika Kota Bagdad di hancurkan
pasukan tentara Mongol tahun 1258 M, dan hancurnya kerajaan
Bani Ahmar (Granada) di Spanyol tahun 1492 M oleh tentara
raja Kristen Ferdinand dan Isa Bella.
Sejak itu, pendidikan Islam mengalami masa tahun kelam.
Sedangkan di Barat, pendidikan mengalami kemajuan yang
pesat, ilmu pengetahuan dengan berbagai varianya tumbuh
subur. Perkembangan ilmu pengetahuan di Barat, sebenarnya
terinspirasi oleh dunia timur Islam pada periode sebelumnya,
melalui jalur Spanyol Muslim. Ilmu pengetahuan tentu bukan
barang jadi, melainkan hasil penelitian mutakhir bangsa Barat
dengan menggunakan metode-metode pengembangan ilmu
pengetahuan yang secara simultan ikut berkembang seperti ;
riset, observasi, ekspriment dan sebagainya. Selain itu, system
pengelolaan pendidikan Barat sebagai basis penyiapan sarjana
dan ahli juga bertambah baik dengan ditemukannya metode
menajamen modern. ditambah dukungan penguasa dan
semangat keilmuan yang dijunjung tinggi, nampaknya menjadi
factor besar dalam peningkatan hasil pendidikan Barat.
Setelah keberhasilan invansi Napoleon Bonaparte ke Mesir
tahun 1798 M dengan armada yang besar, membuka mata umat
Islam di timur, bahwa Islam telah ketinggalan jauh, dari bangsa
Barat. dari situ, dunia muslim telah mencoba, mengadakan
perbaikan-perbaikan untuk tatanan kehidupan Islam supaya bisa
menyeimbangkan kemajuan dengan dunia Barat.

193

Salah satu perbaikan yang dilakukan ialah di bidang


pendidikan Islam. Tokoh penomenal yang gigih dalam usahanya
memperbaharui pendidikan Islam ialah Muhammad Abduh dan
muridnya, Rasyid Ridha. Sejak adanya upaya revitalisasi
(pembaruan) oleh kedua tokoh tersebut, semangat pembaruan
menyebar ke seluruh dunia muslim melalui para jamaah haji
yang berkunjung tiap tahun ke Makkah atau, malalui mahasiswa
Islam yang belajar di Mesir. Setelah selasai studi, mereka
kembali ke kampung halamanya dan mengadakan pembaruan
sesuai semangat yang dibawanya dari negeri timur tengah.
Adapun struktur/komponen dalam bahasan materi ini adalah;
Pendahuluan, Pembahasan yang mencakup mengenai
pengertian Pembaruan pendidikan Islam, Latar belakang
bangkitnya pembaruan pendidikan Islam, dan Pola pembaruan
Pendidikan Islam, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam,
kesimpulan dan soal-soal latihan.
B. Pembahasan
1. Pengertian Pembaruan Pendidikan Islam
Pembaruan terjemahan dari modernistion yang dalam
bahasa Indonesia, berarti proses menjadi baru. Sedangkan kata
modernisme menurut Harun Nasution, dalam masyarakat Barat,
mengandung makna pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha
untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi
lama dan lain sebagainya, agar semua menjadi sesuai dengan
pendapat-pendapat dan keadaan baru yang ditimbulkan oleh
ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Lahirnya modernisasi atau pembaruan di sebuah tempat
akan selalu beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang saat itu. Artinya, tidak mungkin aka

194

nada pembaruan tanpa ada dukungan perkembangan ilmu


pengetahuan279.
Modernisasi atau pembaharuan bisa diartikan apa saja yang
belum dipahami, diterima, atau dilaksanakan oleh penerima
pembaharuan sesungguhnya lebih merupakan upaya atau usaha
perbaikan keadaan baik dari segi cara, konsep, dan serangkaian
metode yang bisa diterapkan dalam rangka menghantarkan
keadaan yang lebih baik. Dengan demikian, kalau kita kaitkan
dengan pembaharuan pendidikan Islam akan memberi
pengertian bagi kita, sebagai suatu upaya melakukan proses
perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dan pendidikan
Islam dari yang tradisional (ortodox) kearah yang lebih rasional,
dan professional sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi saat itu280.
Ramayulis menyebutkan, aktifitas pembaruan dapat dilihat
dari 3 hal yaitu; 1. Pembaruan tersebut selalu berusaha
mencapai perbaikan secara simultan, 2. Pembaruan yang terjadi
tidak terlepas dari pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi, 3.
Pembaruan dilakukan secara dinamis, inovatif dan progresif
sesuai dengan cara fikir seseorang281.
2. Latarbelakang Pembaruan Pendidikan Islam
Semenjak bangsa Barat mempelajari filsafat dan ilmu
pengetahuan dari umat Islam melalui transformasi budaya
keilmuan Andalusia (Spanyol), perkembangan ilmu menjadi lebih
pesat, sementara umat Islam sudah tidak begitu peduli lagi,
dengan dibarengi sikap euphoria masa lalu.
279 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012, h. 163
280http://sakban3.blogspot.com/2013/05/masa-pembaharuan-pendidikanIslam.html/2013/11/24

281 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Op.cit, h. 164

195

Di Barat, Ilmu pengetahuan berangsur-angsur bangkit


dengan munculnya masa Ranaisance di Inggris dan
Aufkhlarung di Jerman. Laju perkembangan ilmu pengetahuan
bertambah pesat setelah ditemukannya mesin uap yang
menandai dimulainya periode industri di Barat. semua
perkembangan diacukan dengan masin yang ikut membantu
mempermudah pekerjaan manusia.
Sementara umat Islam masih jumud dan belum menyadari
ketertinggalannya. Akibatnya, daerah-daerah Islam sangat
mudah dijajah oleh bangsa Barat, walaupun Turki Usmani masih
menjadi sebuah kekuasaan terbesar, yang mungkin menjadi
pelindung negeri-negeri muslim, tapi sayang kondisinya sudah
melemah dan tidak mampu lagi mempertahankan daerah
muslim yang menjadi wilayah proktetoratnya. Sebuah adagium
yang cukup terkenal tentang kondisi Turki Usmani waktu adalah
The sick Man in Europa (Orang sakit di Eropa)282.
Kemudian, terpuruknya nilainilai pendidikan dilatar
belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi
menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan
ilmu yang hareus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan
lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara
komprehensif oleh Barat yang pada waktu itu tidak pernah
mengenal ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong
terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam283.
Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis
umat Islam yang sangat memerlukan satu system pendidikan

282 Ibid,h. 165


283http://sakban3.blogspot.com/2013/05/masa-pembaharuan-pendidikanIslam.html/2013/11/24

196

Islam yang betul betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka


mencetak manusia manusia muslim yang berkualitas,
bertaqwa, dan beriman kepada Allah.
Ramayulis mengutip pendapat Fauzan, menambahkan, bahwa
yang melatarbelakangi pembaruan pendidikan Islam secara
internal ialah284;
a. Agama Islam melalui ayat suci al-Quran banyak menyuruh atau
menganjurkan umat Islam untuk selalu berfikir, dan
bermetaforma: membaca dan menganalisis sesuatu kemudian
bisa diterapkan atau bahkan mencipkan yang baru dari apa
yang kita lihat,
b. Adanya kesadaran sebagian ulama atas ketertinggalannya dari
orang Barat, dan mereka ingin memperbaiki kembali nasibnya
Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam dengan Barat juga
merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak
ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan
pragmatik umat Islam untuk belajar secara terus menerus
kepada Barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan
akan bisa terminimalisir285.
Kontak yang berkesan sehingga membuat umat Islam
terbangun dari tidur euforianya adalah setelah Napoleon
Bonaparte datang ke Masir. Sebenarnya, kesadaran Umat Islam
atas ketertinggalan dari bagsa Barat sejak abat 17 setelah
kekalahan Turki Usmani dalam peperangan dengan Negaranegara Eropa. Kemudian para Raja dan tokoh ulama di Turki
Usmani mengadakan penyelidikan sebab-sebab kekalahan dan
rahasia keunggulan lawan. Pada akhirnya, diutuslah duta-duta
untuk mempelajari ilmu pengetahuan ke Peracis. disebabkan
284 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Op.cit,h. 166
285http://sakban3.blogspot.com/2013/05/masa-pembaharuan-pendidikanIslam.html/2013/11/24

197

situasi perang yang sering berkecamuk, antara Negara Barat


dengan Turki, maka didatangkalah pelatih-pelatih militer dari
Eropa sekaligus didirikan pula Sekolah Teknik Militer pada tahun
1734 M untuk pertama kalinya286.
3. Pola Pembaruan Pendidikan Islam
Dengan memperhatikan berbagai faktor internal dan
eksternal pembaruan pendidikan Islam, maka pada garis
besarnya terjadi dua pola pemikiran pembaruan pendidikan
Islam sebagai berikut :
a. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada
pola pendidikan modern
Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di
Barat, pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber
kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh Barat
adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern yang mereka capai. Mereka juga berpendapat
bahwa apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa Barat sekarang
tidak lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu
pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di
dunia Islam. Atas dasar demikian maka untuk mengembalikan
kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber keekuatan dan
kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali.
Dalam hal ini usaha pembaruan pendidikan Islam adalah
dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah dengan pola sekolah
Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya. Disamping itu
pengiriman pelajar-pelajar ke dunia Barat terutama ke Perancis
untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern
tersebut banyak dilakukan oleh penguasa-penguasa di berbagai
negeri Islam.
286 Ibid, h. 166

198

Pembaruan pendidikan dengan pola barat ini, mulanya timbul


di Turki Usmani pada akhir abat ke 11 H/17 M setelah
mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur
pada masa itu, yang merupakan benih bagi timbulnya usaha
sekuralisasi Turki yang berkembang kemudian dan membentuk
Turki modern. Sultan Mahmud II (yang memerintah Turki Usmani
1807-1839 M) adalah pelopor pembaruan pendidikan di Turki.
Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan madrasah
tradisional ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad
kesembilan belas. Sultan Mahmud II mengeluarkan perintah
supaya anak sampai umur dewasa jangan dihalangi masuk
madrasah. Selain itu Sultan Mahmud II juga mengirimkan siswasiswa ke Eropa untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan
teknologi langsung dari sumber pengembangan. Setelah mereka
pulan ke tanah air, mereka banyak berpengaruh terhadap
usaha-usaha pembaruan pendidikan. Dari mereka ini pula
berkembangnya faham sekularisme di Turki yang kemudian
diterapkan secara mantap sekarang ini.
Pola pembaruan pendidikan yang berorientasi ke Barat ini,
juga nampak dalam usaha Muhammad Ali Pasya di Mesir, yang
berkuasa pad tahu 1805-1848. Muhammad Ali Pasya dalam
rangka memperkuat kedudukannya dan sekaligus melaksanakan
pembaruan pendidikan di Mesir, mengadakan pembaruan
dengan jalan mendirikan berbagai macam sekolah yang meniru
system pendidikan dan pengajaran Barat287.
b. Pola pembaruan pendidikan Islam yang berorientasi pada
sumber Islam yang murni
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri
merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan
peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri sudah
287 Zuhairini Dkk, Sejarah Pensisikan Islam, Jakarta : 1986, h. 116120.

199

penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakekatnya mengandung


potensi untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan serta
kekuatan bagi umat manusia. Dalam hal ini Islam telah
membuktikannya pada masa-masa kejayaannya288.
Menurut analisa mereka diantara sebab-sebab kelemahan
umat Islam adalah karena mereka tidak lagi melaksanakan
ajaran agama Islam secara semestinya.
Ajaran-ajaran Islam yang menjadi sumber kemajuan dan
kekuatan ditnggalkan dan menerima ajaran-ajaran Islam yang
tidak murni lagi. Hal tersebut terjadi setelah mandeknya
perkembangan filsafat Islam, di tinggalkannya pola pemikiran
rasional dan kehidupan umat Islam telah di warnai oleh pola
kehidupan yang bersifat pasif. Di samping itu, dengan
mandeknya perkembangan fiqih yang ditandai penutupan pintu
ijtihad, umat Islam telah kekurangan daya untuk mengatasi
problematika hidup yang menantangnya sebagai akibat dari
perubahan dan perkembangan zaman.
Pola pembaruan ini di rintis oleh Muhammad bin Abd AlWahab, kemudian dicanangkan kembali oleh Jamaludin al
Afghani dan Muhammad Abduh. Menurut Jamaludin al Afghani,
pemurnian ajaran agama Islam dengan kembali ke al-Quran dan
al-Hadist dalam arti yang sebenarnya tidaklah mungkin. Ia
berkeyakinan bahwa Islam adalah sesuai dengan semua bangsa,
semua zaman, dan semua keadaan. Menurut Muhammad
Abduh, bahwa pengetahuan modern dan Islam adalah sejalan
dan sesuai, karena dasar ilmu pengetahuan modern adalah
sunatullah sedangkan dasar Islam adalah Wahyu Allah swt.
Kedua-duanya berasal dari Allah swt. Oleh karena itu umat Islam
harus menguasai keduanya289.

288Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan


Sejarah, Malang : UIN Malang Press, 2008, h. 246-247.

200

4. Tokoh dan sasaran Pembaruan Pendidikan Islam


Tokoh pembaharuan pendidikan Islam bercorak modernis.
Sejalan dengan pembahruan pendidikan Islam penuh dilakukan
pada 3 wilayah kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani, Mesir,
India290.
a. Wilayah Turki
Pembaharuan pendidikan di dunia Islam dimulai dikerajaan
Turki Usmani. Faktor yang melatar belakangi gerakan
pembaharuan bermula dari kekalahan-kekalahan kerajaan
Usmani dalam peperangan dengan Eropa.
Adapun tokoh yang mencoba melakukan upaya tersebut ialah
:
1) Sultan Ahmad III. Adanya kekalahan yang dialami kerajaan Turki
Usmani menyebabkan Sultan Ahmad III prihatin dan melakukan
intropeksi, dengan melakukan pengiriman duta ke Eropa untuk
mengamati perkembangan Barat. Dengan mendirikan sekolah
teknik militer, mendirikan percetakan untuk mempermudah
access buku pengetahuan. Upaya ini dilakukan sampai beliau
wafat dan kemudian digantikan oleh Sultan Mahmud II.
2) Sultan Mahmud II. Sultan Mahmud II merupakan kelanjutan dari
Sultan Ahmad III. Pembaharuan yang dilakukan dengan
memperbaiki system pendidikan madrasah dengan
memasukkan ilmu pengetahuan umum. Kemudian mendirikan
model disekolah barat.
b. Wilayah Mesir

289 Widda Djuhan, Sejarah Pendidikan Islam Klasik , Ponorogo : LPPI


STAIN, 2010, h. 69-70

290http://sakban3.blogspot.com/2013/05/masa-pembaharuan-pendidikanIslam.html/2013/11/24

201

Tokoh yang melakukan upaya pembaharuan khususnya


pendidikan adalah Muhammad Ali Pasya dan Muhammad Abduh
1)

M. Ali Pasya. Ia mendirikan kementrian pendidikan dan


lembaga pendidikan, membuka sekolah teknik , kedokteran,
pertambangan, mengirin siswa untuk belajar ke negri Barat.
Gerakan pembaruan memperkenalkan ilmu pengetahuan dan

teknologi Barat kepada umat Islam.


2)
M. Abduh. Melakukan pembaharuan pendidikan di Al-Azhar
dengan memasukkan ilmu modern. Mendirikan komite perbaikan
administrasi Al-Azhar tahun 1895, melaksanakan pembaruan
administratif yang bermanfaat291.
c. Wilayah India.
Pembaharuan pendidikan Islam di India bertujuan
menghilangkan diskriminasi pendidikan Islam tradisionalis
dengan pendidikan sekuler.
Adapun yang menjadi tokoh pembaharuan di India292
Sayyid Akhmad Khan (1817 1898 M). Ia berpendapat bahwa
peninggkatan kedudukan umat Islam di India dapat diwujudkan
dengan bekerjasama dengan Inggris. Kemudian mendirikan
lembaga pendidikan, sekolah Inggris mudarabbah 1864.
kemudian mendirikan pula Scientific Society, mendirikan
lembaga pendidikan yang di dalamnya ilmu pengetahuan
umum. Itulah beberapa orang tokoh pembaharuan yang banyak
mengadopsi tata cara dan pengetahuan yang datang dari Barat.
C. Kesimpulan

291 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana,


2007, h. 249-250
292http://sakban3.blogspot.com/2013/05/masa-pembaharuan-pendidikanIslam.html/2013/11/24

202

Pembaruan Islam bidang keagamaan dalam arti pemurnian


Islam di bidang aqidah, ibadah dan akhlak merupakan cikal
bakal pembaruan semua lingkup dunia Islam termasuk bidang
pendidikan. Pembaruan pendidikan Islam dilatarbelakangi oleh
factor internal dan factor eksternal, umat Islam melihat ke
dalam sumber wahyu banyak menyuruh untuk menggunakan
logika, dengan itu digunakan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan, di samping juga Allah akan meninggikan derajat
orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa
derajat. Telah nampak bagaimana orang Barat yang tidak
beriman kepada Allah tetapi mereka dipandang terhormat oleh
orang beriman yang tidak menguasai ilmu pengetahuan. Dari itu
umat Islam merasa sangat perlu sesegera mungkin mempelajari
ilmu pengetahuan. Persentuhan dunia timur dengan dunia Barat
Kristen telah membawa banyak perubahan dibidang
kemeliteran, dan pendidikan. Kerajaan Turki Usmani banyak
mengirim duta-duta mereka ke Prancis untuk belajar ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta mengundang secara khusus
para pakar dibidang tertentu ke Turki untuk memberikan
pelatihan di kerajaan Turki khususnya bidang pendidikan Militer.
Sedangkan di Mesir pembaruan diawali semangat Pan Islam
yang dibawa Jamaludin al-Afgani, kemudian para muridnya
seperti Muhammad Abduh tidak hanya berhenti dibidang politik
namun untuk mengadakan perbaikan lebih jauh perlu
pembaruan dari bidang pendidikan Islam. salah satu proyek
pembaruan Muhammad Abduh ialah Universitas Al-Azhar yang
sangat artodoks waktu itu. Walaupun banyak tantangan dari
pihak Al-Azhar, tidak membuatnya surut, setelah wafat
pembaruan dilajutkan oleh muridnya Rasyid Ridha.

203

Ada dua pola pembaruan pendidikan Islam yaitu; Pola


pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola
pendidikan modern dan pola pembaruan pendidikan Islam yang
berorientasi pada sumber Islam yang murni.
Adapun tokoh pembaruan pendidikan Islam seperti Sultan
Ahmad III, Sultan Mahmud II melakukan pembaruan di Turki
Usmani, Muhammad Ali Pasya dan Muhammad Abduh di Mesir
serta Sayyid Akhmad Khan mengadakan pembaruan Pendidikan
Islam di India dengan mendirikan Universitas Aligar.
Soal-soal latihan :
1. Jelaskanlah Pengertian Pembaruan Pendidikan Islam
2. Uraikanlah Latar Belakang Bangkitnya Pembaruan
Pendidikan Islam
3. Jelaskanlah Pola Pembaruan Pendidikan Islam
4. Jelaskanlah tokoh dan sasaran Pembaruan Pendidikan
Islam

DAFTAR PERPUSTAKAAN
Djuhan, Widda, Sejarah Pendidikan Islam Klasik , Ponorogo
: LPPI STAIN, 2010
Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan
Sejarah, Malang : UIN Malang Press, 2008
http://sakban3.blogspot.com/2013/05/masapembaharuan-pendidikan-Islam.html/2013/11/24

204

Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana,


2007
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012
Zuhairini Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : 1986

BAB X
PENDIDIKAN PESANTREN DI NUSANTARA
Kompetensi
Dasar
Indikator

:
:
:

Mampu Menganalisis Pendidikan


Pesantren di Nusantara
1. Pengertian pengertian Pesantren
2.Perkembangan Pesantren di

205

:
:
:
Strategi
Perkuliahan

:
:

Penilaian
Bobot Nilai

Nusatara
3.Tokoh pendiri Pesantren di
Nusantara
4. Ilmu yang berkembang di
Pesantren
5. Fasilitas dan metode pendidikan di
Pesantren.
Presentase Makalah, Ceramah dan
Tanya Jawab
Luasnya Cakupan Informasi yang
disampaikan dan variasi sumber
informasi mengenai topik yang
didiskusikan
100

A. Pendahuluan
Institusi pendidikan Islam di Nusantra telah tumbuh dan
berkembang, seiring berkembangnya penganut Islam.
Pendidikan surau di Sumatera Barat, munasah di Aceh dan
Pesantren di Jawa adalah yang terpenting dalam penyebaran
ajaran Islam di Nusantara. Ketiga institusi pendidikan Islam
tersebut, telah memainkan peran yang amat penting sejak tiga
abad yang lalu293.
Walaupun begitu, bukan berarti tidak ada pendidikan lain
yang juga memberikan sumbangsih dalam menstransmisi ajaran
Islam, pendidikan seperti rangkang dan langgar juga menjadi
bagian yang tidak bisa dikesampingkan. Namun andil yang
besar nampaknya terpancar dari ketiga institusi di atas.
Perkembangan dan pertumbuhan Institusi pendidikan di
Nusantara dimulai dari bentuk yang sangat sederhana, yang
kemudian setahap demi setahap menjadi sebuah tempat
pendidikan modern yang menjadi bahan perhatian para ahli

293 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Ilmu,


2012), h. 375

206

pendidikan di dalam maupun luar negeri294. Namun dari ketiga


institusi pendidikan yang tetap eksis dengan format yang lebih
modern hanyalah Pesantren, sedangkan munasah dan surau
tidak terdengar lagi kiprahnya. sehingga banyak bahasan,
ulasan dan penelitian dilakukan para ahli pendidikan terhadap
Pesantren di Indonesia.
Untuk membahas perkembangan surau, munasah, dan
pesatren memerlukan kajian yang komprehensif, karena
cakupan yang luas sehingga dibutuhkan data-data serta sumber
yang beragam. Maka, pada bahasan ini penulis concern
membahas pendidikan Pesantren dengan sistematika penulisan:
Pendahuluan, pembahasan mencakup; Pengertian Pesantren,
Perkembangan Pesantren di Nusatara, Tokoh Pendidiri Pesantren,
ilmu yang berkembang di Pesantren, dan Fasilitas. Metode
Pendidikan di Pesantren, Kesimpulan dan essay latihan.
B. Pembahasan
1. Pengertian Pesantren
Secara bahasa, kata Pesantren berasal dari kata santri
yang mendapat awalan pe, dan akhiran an, yang berarti tempat
tinggal para santri atau murid295. Sumber lain menjelaskan pula
bahwa pesantren tempat membina manusia menjadi orang
baik296.
Dalam pandangan Nurcholish Madjid asal usul kata santri
bisa dilihat dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang
294 Samsul Nizar (Ed), Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kenacana Prenada Media Group, 2007), h. 280
295 Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan institusi
pendidikannya, (Jakarta: PT Radja Grafindo, 2012), h. 296
296 Ahidul Asror (Ed) Proseding Internasional Conference on Future
of Islamic Civilization in Southeast Asia: Challenge and Oppurtunity,
(STAIN Jember, 2013), h. 22

207

mengatakan bahwa santri berasal dari kata sastri, sebuah


bahasa Sanskerta yang berarti melek huruf. Menurut
Zamkhasyari Dhofier berpendapat kata santri berasal dari
bahasa India yang artinya orang yang tahu buku-buku suci
agama Hindu, atau seorang sarjana yang ahli kitab agama
Hindu. Secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku
agama, atau buku-buku ilmu pengetahuan. Kedua, pendapat
yang mengatakan kata santri sesungguhnya berasal dari
bahasa Jawa yaitu cantrik yang berarti seorang yang selalu
mengikuti ke manapun seorang guru pergi menetap297.
Dalam pendapat lain menyebutkan, pesantren masih berakar
dari kata santri, yang berarti terpelajar (learned) atau
ulama (scholar). Jika santri menunjuk kepada murid, maka
Pesantren menunjuk kepada lembaga pendidikan. Pesantren
disebut juga Pondok Pesantren. Kedua sebutan tersebut sering
digunakan secara bergantian dengan pengertian yang sama.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia perkataan pondok dan pesantren dengan maksud
yang sama, yaitu asrama dan tempat murid-murid belajar
mengaji. Pendeknya, kedua sebutan tersebut mengandung arti
lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terhadap unsureunsur kiai (pemilik), santri (murid), masjid atau mushalla
(tempat belajar), asrama (penginapan santri), dan kitab-kitab
klasik Islam (bahan pelajaran)298.
2. Perkembangan Pesantren di Nusantara
Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa Pondok
Pesantren adalah bentuk lembaga tertua di Indonesia. Ada dua
297 Ibid
298 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad 20
Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), h. 75-76

208

pendapat mengenai awal berdirinya Pesantren atau Pondok


Pesantren berakar pada tradisi Islam itu sendiri dan pedapat
kedua mengatakan sistem pendidikan model Pondok Pesantren
adalah asli Indonesia299.
Dalam pendapat pertama ada dua versi, ada yang
berpendapat Pondok Pesantren berawal sejak zaman Nabi masih
hidup. Dalam awal-awal dakwahnya, Nabi melakukan dakwah
sembunyi-sembunyi dengan peserta sekelompok orang,
dilakukan di rumah-rumah, seperti yang tercatat dalam sejarah,
salah satunya rumah Aram bin Abi Arqam. Versi kedua
menyebutkan Pondok Pesantren mempunyai kaitan yang erat
dengan tepat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini
berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada
awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat
yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu300.
Pemimpin tarekat disebut kyai, yang mewajibkan
pengikutnya melaksanakan suluk selama 40 hari dalam satu
tahun dengan cara tinggal bersama anggota tarekat dalam
sebuah masjid untuk melakukan kegiatan ibadah di bawah
bimbingan kyai. untuk keperluan suluk ini, para kyai
menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat
memasak yang terdapat di kiri-kanan masjid301.
Tempat kedua mengatakan, Pesantren yang kita kenal
sekarang ini pada mulanya ialah pengambil-alihan dari sistem
Pondok Pesantren yang diadakan orang-orang Hindu di
Nusantra. Hal ini didasarkan pada fakta jauh sebelum datangnya
Islam ke Indonesia, lembaga Pondok Pesantren pada masa itu
299 Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama
Islam, Pondok Pesantren dan Madrah Diniyah, (Jakarta: Depag RI,
2003), h. 7-8
300 Ibid
301 Ibid

209

dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran agama


Hindu. Fakta lain yang menunjukan Pondok Pesantren bukan
berasal dari tradisi Islam adalah tidak ditemukannya lembaga
Pondok Pesantren di Negara-negara Islam lainya302.
Fakta di atas sebagaimana dikuatkan oleh Zamakhsyari
Dhofier (dalam Ahidul Asror) bahwa rekontruksi masa awal
pembangunan tradisi pesantren terjadi antara abad ke 11 dan
ke 14. Masa itu merupakan masa transisi dari peradaban Hindhu
Budha Majapahit ke masa periode pembangunan peradaban
Melayu Nusantara303.
Pembangunan tradisi pesantren (sebelum Islam) pengajaran
agama Hindhu dan Bundha telah berlangsung, mulai dari
beralihnya masyarakat dari Hindhu ke Budha dengan kesadaran
sendiri tanpa paksaan dan berpindah lagi ke Islam setelah
gelombang Islam menguat di Asia Tenggara, tanpa pertumpahan
darah atau dengan jalan damai. Proses peralihan demi peralihan
yang damai itu menggunakan pendekatan penjaran Pondok
Pesantren yang damai dan toleran. Di samping telah terjalinnya
relasi positif antara ajaran Islam dengan kultur lokal. Kultur lokal
yang dimaksud ialah dengan pendekatan bercorak Pondok
Pesantren yang damai biasa digunakan zaman Hindhu dan
Budha di Nusantara dalam menstransmisi ajaran-ajarannya.
Lebih jauh Pondok Pesantren di Indonesia diketahui
keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke 16. Karyakarya Jawa Klasik seperti Serat Cabolek dan Serat Centini
mengungkapkan dijumpai lembaga-lembaga yang mengajarkan

302 Ibid
303 Ahidul Asror (Ed) Proseding Internasional Conference on
Future of Islamic Civilization in Southeast Asia: Challenge and
Oppurtunity, Op.Cit, h. 25

210

berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fiqih, tasawuf dan


menjadi pusat-pusat penyiaran Islam yaitu Pondok Pesantren304.
3. Tokoh Pendiri Pesantren
Pondok pesantren yang berkonotasi Islam an sich, adalah lekat
dengan masyarakat luas. Memang nuansa yang muncul dari
kata Pondok Pesantren ialah pengajaran rumpun-rumpun ilmu
agama yang diajarkan para ulama (kyai) yang mempunyai ilmu
agama yang dalam. Di samping itu, alumni-alumninya juga
bakal menjadi ulama dengan kemampuan turunan seperti ulama
(kyai) di mana ia belajar.
Walaupun dalam kajian asal usul pesantren itu sendiri masih
belum satu, yaitu apakah Pondok Pesantren murni
dikembangkan dari rahim Islam di Indonesia atau memang Islam
telah melakukan islamisasi terhadap lembaga pendidikan yang
telah ada sebelum Islam datang di Nusantara. Untuk pertanyaan
pertama penulis masih kekurangan data-data pasti tentang itu
dan belum bisa mengungkapkan siapa orang pertama yang
mendirikan lembaga tersebut walaupun faktanya di tempat lain
di Asia Tengggara tidak temukan lembaga sejenis. Seperti di
Malaysia, Thailand, Singapura dan Brunai penyebaran Islam
hampir bersamaan berkembang dengan Indonesia namun yang
ada di negeri-negeri tersebut adalah sejenis Madrasah atau
pondok atau funduk305. Namun untuk pertanyaan kedua jelas
bahwa Pondok Pesantren diketahui keberadaan abad ke 16
bahkan menurut sumber lain Pesantren sebagai pusat transmisi
304 Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama
Islam, Pondok Pesantren dan Madrah Diniyah, Op.Cit, h. 8
305 Ahidul Asror (Ed) Proseding Internasional Conference on Future
of Islamic Civilization in Southeast Asia: Challenge and Oppurtunity,
Op.Cit, h. 13

211

Islam di Nusantara sudah mulai abad ke 15. Tokoh yang pertama


kali mendirikan Pesantren adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim
(w.1419 M) yang berasal dari Gujarat. India, sekaligus tokoh
pertama yang mengislamkan Jawa306.
Maulana Malik Ibrahim dalam mengembangkan dakwahnya
menggunakan masjid dan Pesantren sebagai transmisi keilmuan
Islam. Pada gilirannya, transmisi yang dikembangkan oleh
Maulana Malik Ibrahim ini melahirkan Walisongo307 yang dikenal
di Jawa. Salah seorang Walisongo yakni Raden Rahmat (Sunan
Ampel) mendirikan Pesantren pertama di Kembang Kuning,
Surabaya tahun 1619 M. Selanjutnya, Sunan Ampel mendirikan
Pesantren di Ampel Denta, Surabaya. Pesantren ini semakin
lama semakin terkenal dan berpengaruh luas di Jawa Timur saa
itu. Pada tahap selanjutnya, berdiri Pesantren baru di berbagai
tempat, seperti Sunan Gunung Giri di Gresik, Sunan Bonang di
Tuban, Sunan Drajat di Paciran, Lamongan, dan Raden Fatah di
Dema, Jawa Tengah308.
Selain di Jawa kita mengenal perkembangan Pesantren era awal
Islam di Nusantara, ternyata perkembangan Islam melalui
Pesantren yang diperkenalkan oleh syekh Arsyad al Banjari di
Martapura (Ibu Kota Kesultanan Banjar) dengan meminta
sebidang tanah kepada sultan Tahmid Allah (1187-1223 H/17781808 M), tepatnya beberapa tahun setelah sekembalinya dari
Makkah al Mukarramah untuk mendalami ilmu agama dan ilmu
falak. Permintaan sebidang tanah dikabulkan sultan dengan

306 Mastuki, M.Ishom el-Saha (Ed), Intelektual Pesantren, Potret


Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren,
( Jakarta: Diva Pustaka, 2003), Seri I, h. 7-8
307 Ibid
308 bid

212

memberikan sebidang tanah kosong yang masih berupa hutan


belukar di luar Ibu Kota Kesultanan Banjar309.
Syekh Arsyad menyulap tanah tersebut menjadi sebuah
perkampungan yang di dalamnya terdapat rumah-rumah,
tempat pengajian, perpustakaan dan asrama para santri.
Semenjak itu, kampung yang baru dibuka tersebut didatangi
oleh para santri yang datang dari berbagai pelosok daerah.
Pesantren yang dibangun di daerah pelosok, di luar Martapura
ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
proses belajar menagajar para santri; tenang, damai, akrab dan
belum terkontaminasi dengan budaya-budaya perkotaan.
Pesantren yang dibangun di daerah pelosok, selain berfungsi
sebagai pusat keagamaan juga pusat pertanian, karena di sana
Syekh Arsyad bersama dengan beberapa guru dan santri
mengolah tanah lingkungan itu menjadi sawah yang produktif
dan kebun-kebun sayuran310.
Pesantren yang terkenal lainnya yang didirikan Mbah Kiyai
Muqoyyim di daerah Buntet Cirebon, sekitar 12 km dari pusat
keraton Kenoman. Pesantren ini didirikan untuk melawan
penjajah Belanda yang mengusai kerajaan Cirebon. Muridnya
yang terkenal ialah Pengeran Muhammad Chaeruddin salah
seorang pewaris tahta Kenoman yang tidak setuju dengan sikap
tunduk keraton kepada Belanda311. Mengingat jasa-jasa
pesantren yang besar sebagai benteng terakhir umat Islam
dalam menyerukan perjuangan kemerdekaan Indonesia pada
zaman penjajahan, patutlah pemerintah memperhatikan dan
memelihara eksistensinya, sehingga para pejuang terus hadir
dan lahir untuk bisa mengisi kemerdekaan ini dengan sebaiknya.
309 Ibid, h. 104
310 Ibid
311 Ibid, h. 192-193

213

Pesantren selain mengajarkan ilmu-ilmu Islam tok, juga dikenal


dengan konotasi jadul dengan fasilitas, dan metode pengajaran
yang bisa dikatakan sudah ketinggalan zaman, namun walaupun
begitu dengan keterbatasannya telah banyak melahirkan para
pejuang-pejuang yang ikhlas menjadi syuhada demi
kemerdekaan Indonesia dan menegakkan kalimat syahadat.
Seseuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman,
terutama setelah Indonesia merdeka, telah banyak perubahanperubahan dalam dunia Pesantren . Telah banyak Pesantren
yang menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada, walaupun
masih ada juga Pesantren yang dianggap konservatif dengan
tetap bertahan dengan pola lamanya312.
Pesantren yang berhasil menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman yang dianggap modern seperti yang
didirikan oleh Imam az-Zarkasy yaitu Pondok Pesantren Modern
Gontor Ponorogo, Pesantren Tebu-Ireng yang didirikan kakek
mantan presiden Indonesia Abdurahman Wahid yakni KH.
Hasyim al-Asyary (1871-1947 M), Model dan pola Pesantren
Tebuireng dapat dikatakan sebagai kiblat Pesantren dan ulamaulama terutama di Jawa. Hampir seluruh Pesantren terkemuka
di Jawa didirikan murid-murid Kiyai Hasyim Asyari313. Pada
pengalaman kebangkitan pergerakan Islam modern yang
didirikan KH. Ahmad Dahlan (lahir 1868 M)314, pada tahun 1912
di Yogyakarta, selain membangun embrio sekolah terpadu315 KH.
Ahmad Dahlan tetap memberikan perhatian kepada pendidikan
312 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Op.Cit, h.176
313 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad 20
Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas,Op.Cit, h. 185
314 M. Sanusi, Kebiasaan-Kebiasaan Inspiratif KH. Ahmad Dahlan &
KH. Hasyim Asyari teladan Kemuliaan Hidup, (Yogyakarta: Diva
Press, 2013), h. 14

214

Pondok Pesantren Muhammadiyah. Walaupun tidak sebanyak


yang didirikan oleh orang-orang NU, Muhammadiyah hanya
memiliki 57 buah Pondok Pesantren di seluruh316. Di samping
jumlah pendidikan Muhammadiyah lebih kurang 6.684 buah di
seluruh Indonesia317.
4. Ilmu dan Tradisi yang dikembangkan Pesantren
a. Ilmu pengetahuan yang dikebangkan di Pesantren
Pondok Pesantren mengenal Istilah kitab kuning, di samping
juga dikenal kitab klasik. Kedua jenis kitab tersebut diajarkan
kepada santri dengan disesuaikan dengan manhaj Pesantren.
Pengajaran ilmu pengetahuan di Pondok Pesantren berdasarkan
tipologi dari Pondok Pesantren itu sendiri. Berdasarkan
penyelenggaraanya Pondok Pesantren dibedakan kepada tiga
tipologi yaitu; Pondok Pesantren Salafiyah, Pondok Pesantren
Khalafiyah (Ashriyah), Pondok Pesantren Campuran/Kombinasi.
Pondok Pesantren Salafiyah atau bisa dimaknai dari kata
salaf yang berarti lama, dahulu, atau tradisional. Pondok
Pesantren Salafiyah bercorak tradisional dengan mengajaran
ilmu-ilmu agama an sich. Ilmu-ilmu agama Islam yang diajarkan
dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi
pada kitab-kitab klasik berbahasa Arab. Penjenjangan tidak
didasarkan pada satuan waktu, tetapi beradasarkan tamatnya
kitab yang dipelajari. Dengan selesainya satu kitab tertentu,
santri dapat naik jenjang dengan mempelajari kitab yang tingkat
kesukarannya lebih tinggi. Demikian seterusnya, contoh kitab
315 Sistem pendidikan yang mengintegrasikan pelajaran umum
dan agama di sekolah
316 Ibid,h. 156
317 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad 20
Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas,Op.Cit, h. 157

215

untuk tingkat dasar seperti; kitab Tauhid ( al-Jawahr al


Kalamiyyah) sedangkan untuk tingkatan pertama kitab tauhid
yang diajarkan; Aqidah al Awwam, tingkat menengah; Tuhfah al
Murid, tingkat tinggi; Fath al Majid318.
Pondok pesantren al Khalafiyah (Ashriyah) yang dimaknai dari
kata Khalaf yaitu belakangan, kemudian berarti
sekarang, atau modern. Pondok Pesantren Khalafiyah adalah
Pondok Pesantren yang penyelenggaraan kegiatan pendidkan
dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal,
baik madrsah (MI, MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD,
SMP, SMU/A dan SMK) atau nama lainnya, tetapi dengan
pendekatan klasikal319.
Pondok Pesantren Campuran/Kombinasi yaitu kombinasi
model Pondok Pesantren Salafiyah dan Khalafiyah di atas. Di
samping itu, ada juga tipolagi Pondok Pesantren berdasarkan
konsentrasi ilmu-ilmu agama yang diajarkan. Di sini dikenal
dengan Pondok Pesantren al-Quran, melalui qiraah sampai
tahfiz. Ada Pesantren Hadist, yang lebih berkonsentrasi pada
pengajaran Hadist. Ada Pesantren fiqih, Pesantren Ushul Fiqh,
Pesantren Tasawuf dan sebagainya.
Pondok Pesantren dengan ciri atau tipologi di atas, semuanya
memakai sistem ngaji kitab, itulah yang selama ini diakui
sebagai salah satu identitas Pondok Pesantren. tanpa
penyelenggaraan pengajian kitab klasik, agak janggal disebut
sebagai Pondok Pesantren. Selain kajian kitab-kitab kuning
standar Pondok Pesantren, masih banyak lagi kajian kitab-kitab
lain yang sifatnya pendalaman, seperti dalam bidang tafsir;
Maani al-Quran, al Basith, al Bahal al muhith, ahkam al Quran,
318 Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama
Islam, Pondok Pesantren dan Madrah Diniyah, Op.Cit, h. 29
319 Ibid, h. 30

216

Lubab al Nuqul fi asbab nuzul al Quran, Jami al ahkam al


Quran, Burhan fi Ulum al Quran dan Ijaz al Quran. Bidang
hadist; al Muwatha, Sunan al-Turmuzi, Sunan Abu Daud, NasaI,
Ibnu Majah, al Musnad, al-Targhib wa al Tarhib dan sulubu al
salam. Kajian bidang fiqih; al Syarh al Kabir, al Umm, al Risalah,
al Muhalla, Fiqih al Sunnah, Min Taujihah al Islam, al Fatawa, al
Mughni li ibnu Qudamah, al Islam Aqidah wa syariah dan Zaad al
Mad320.
Dari uraian di atas jelas bahwa konten ilmu pengetahuan yang
diajarkan atau dikembangkan di Pesantren bersifat Islam tok
(tempat tafaquf fiddin), kecuali Pesantren Khalafiyah Asary
yang tidak jauh berbeda dengan pendidikan Madrasah seperti
yang dirancang pemerintah dan swasta lainya, dengan
mengkombinasikan pengajaran ilmu-ilmu dunia/umum dengan
ilmu-ilmu agama.
b. Tradisi yang dikembangkan di Pesantren
Kata tradisi berasal dari kata Inggris tradition yang
bermakna kebiasaan, kepercayaan, adat, ajaran dan sebagainya
yang diturunkan dari nenek moyang atau leluhur kepada cucu
dan terus ke bawahnya. Kata adat di berasal dari bahasa Arab,
jamaknya Awaid yang artinya kebiasaan (habit), wont
(kebisaan), custom (adat), usage (pemakaian), practice
(amalan). Selanjutnya, menjadi adatan yang bersinonim usually
(yang sudah dibiasakan), customarily (adat kebiasaan),
ordinarily (yang dibiasakan), dan habitually (yang dilakukan
karena kebiasaan)321.

320 Ibid, h. 36
321 Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu
Konterporer tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Radja Grafindo
Persada, 2013), h.314

217

Pengertian tradisi ini selanjutnya dekat dengan pengertian


culture, yakni kesopan dan kebudayaan. dan kebudayaan itu
sendiri berarti nilai (values) yang diseleksi dan ditetapkan
sebagai unggul dan baik, yang selanjutnya dipahami, dihayati,
dan diamalkan, serta digunakan sebagai framework (system
kerja akal) atau alat dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai
tersebut seperti kejujuran, kedisipilinan, kemandirian, kerja
keras, gotong royong, kekeluargaan, saling menghormati,
menghargai perbedaan pendapat, dan menepati janji. Selain itu,
kata kebudayaan dekat kata tamaddun atau peradaban yang
pada hakikatnya adalah realisasi atau implementasi dari nilainilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari322.
Dengan demikian, dapat diketahui tradisi adalah adat kebiasaan
yang sudah dilakukan karena kebiasaan yang dipakai menjadi
amalan yang diturunkan dari nenek moyang atau leluhur kepada
cucu dan sampai seterusnya. Pada konteks ini, Pesantren yang
menjadi tempat dissemination of the tradition for students
(penyemaian kebiasaan kepada para santri), di mana
pembiasaan yang ditanamkan telah berlangsung secara adat
kebiasaan terhadap para santri yang belajar oleh para kyai, guru
atau pendidik di sebuah Pesantren tertentu.
Dalam hal ini, seperti yang jelaskan oleh Abuddin Nata,
setidaknya ada sembilan bentuk tradisi yang ada di Pesantren
yaitu: rihlah ilmiyah, meneliti, menulis buku, membaca kitab
kuning, mengamalkan thariqat, menulis buku, penghapal,
berpolitik dan tradisi yang bersifat social keagamaan lainnya323.
1). Rihlah Ilmiyah
322 Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan institusi
pendidikannya, Op.Cit, h. 309
323 Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu
Konterporer tentang Pendidikan Islam, Op.Cit, h. 115

218

Secara harfiah berarti perjalanan ilmu pengetahuan. secara


bahasa dipahami, melakukan perjalanan dari suatu daerah ke
daerah lain, atau dari suatu Negara ke Negara lain, baik dekat
maupun jauh, dan terkadang bermukim dalam waktu cukup
lama, bahkan tidak kembali ke daerah asal, dengan tujuan
utama mencari, menimba, memperdalam, dan mengembangkan
ilmu pengetahuan, bahkan mengajarkannya dan menuliskannya
dalam berbagai kitab324.
Cacatan sejarah Indonesia, tentang adanya para ulama
Indonesia yang melakukan rihlah ilmiyah dari Indonesia ke
Makkah, Mesir dan beberapa Negara di dunia dalam waktu yang
cukup lama yang digunakan bukan hanya menuntut ilmu,
melainkan juga mengajarkan, dan mengembangkannya dalam
bentuk menulis buku. Mereka itu antara lain: Nawawi al Batani
(1813/1897). Mahfudz al Tirmasi (1338 H/1919 M), Khalil
Bangkalan (1819-1925), K.H.R. Asnawi Kudus (1861-1959)325,
Arsyad al Banjari (1122 H/1710-1227 H/1812 M), Sekh
Muhammad Nafis al-Banjari (1122-1227 H/1710-1812 M) atau
(1160 H/1745 M)326, Sekh Kemas Fakr al Din (1133-1177 H/17191763 M)327, Sekh Abdul Samad al Palimbani ( w.1203 H/1789
M)328, Sekh Yusuf al Makassari (lahir 08 Syawal 1036 H/3 Juli
1626 M)329 dan lainnya.
2) Tradisi menulis buku
324 Ibid. h. 115-116
325 Ibid
326 Mastuki, M.Ishom el-Saha (Ed), Intelektual Pesantren, Potret
Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan
Pesantren,Op.Cit, h. 96
327 Ibid, h. 135
328 Ibid, h. 139
329 Ibid, h. 151

219

Menulis buku adalah satu tradisi yang dilakukan oleh para


kiyai pesantren. Sebagai contoh Nawawi al-Bantani menulis
lebih dari 100 judul kitab yang terbagi ke dalam 9 ilmu agama,
yaitu tafsir, fiqh, ushul al din, ilmu tauhid, tasawuf, kehidupan
Nabi, tata bahasa Arab, hadis dam akhlak330.
3) Tradisi Meneliti
Dilihat dari sumbernya terdapat penelitian bayani, burhani,
ijbari, jadali, dan irfani. Penelitian bayai adalah yang berkaitan
dengan kandungan al-Quran dan as-Sunnah dengan berbekal
penguasaan bahasa Arab dan berbagai cabangnya yang kuat,
ilmu tafsir dan berbagai cabangnya, ilmu Hadis, ilmu ushul fiqh,
ilmu qawaid al fiqiyah dan lainya. Hasil dari penelitian burhani
ini menghasikan ilmu-ilmu agama, seperti tafsir, hadis, fikih,
kalam, tasawuf, dan sebagainya. Penelitian burhani juga
menghasilkan ilmu-ilmu social : ekonomi, politik, budaya,
pendidikan, hukum, dan lainnya331.
4) Membaca kitab kuning
Membaca kitab kuning menjadi kegiatan standar di
Pesantren-Pesantren, sebab membaca kitab kuning merupakan
cirri khas yang lekat dengan Pondok Pesantren. Kitab kuning
karangan Nawawi al-Batani dan Mahfuz al-Tirmasi manjadi
rujukan utama di Pesantren-Pesantren Jawa. Dengan membaca
kitab kuning ini, para kiyai Pesantren telah berhasil mewarnai
corak kehidupan keagamaa masyarakat pada umumnya332.
5) Tradisi berbahasa Arab
Berbahasa Arab menjadi kebiasaan dipergunakan di pesantren,
baik di kalangan para kiyai maupun di kalangan para santri.
330 Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu
Konterporer tentang Pendidikan Islam, Op.Cit, h. 317
331 Ibid, h. 319
332 Ibid, h. 321

220

Pembiasaan berbahasa Arab di Pesantren dapat dikatakan


karena pengaruh psikologis para kiyai yang biasa hidup di
lingkungan berbahasa Arab di waktu menuntut ilmu di Timur
Tengah, ditambah dengan sumber-sumber ilmu yang diajarkan,
diteliti dan diekembangkan di Pesantren menggunakan bahasa
Arab333.
Banyak ulama Pesantren yang mengarang kitab-kitabnya
dengan berbahasa Arab, walaupun minimal dengan Arab
Melayu, bukan latin. Kebiasaan itu menunjukan kelekatannya
dengan bahasa Arab tersebut. Tentunya, penggunaan bahasa
Arab di kalangan para santri sangat penting untuk mendukung
kemampuan mereka menggali ilmu-ilmu pengetahuan yang
bersumber dari tulisan Bahasa Arab.
Apalagi saat ini, kebutuhan penguasaan bahasa Arab begitu
sangat mutlak bagi para ulama, cendikiawan dan ilmuan. Untuk
melanjutkan studi ke luar negeri, setiap calon mahasiswa harus
menguasai kemampuan satu dari dua bahasa yaitu; Arab dan
Inggris. Pondok Pesantren Gontor Ponorogo umpamanya,
menerapkan kebiasaan berbahasa Arab dan Inggris dalam
percakapan sehari-hari. Katika penulis ada tugas promosi
kampus ke Pesantren Modern Parabek Bukit Tinggi, terpampang,
sebuah tulisan di depan kantor kepala Pesantren, yang
maksudnya lebih kurang: Tidak melayani kecuali dengan
bahasa Arab dan Inggris. Tradisi berbahasa dalam hal ini,
berbahasa Arab menjadi ciri khas Pesantren. Alumni Pesantren
secara serta merta dianggap telah mempunyai kemampuan
berbahasa Arab ketika ia kembali ke masyarakat.
6) Tradisi mengamalkan Thariqah

333 Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan institusi


pendidikannya, Op.Cit, h. 315

221

Mengamalkan thariqah sebagian besar menjadi kebiasaan


para ulama/kiyai/para santri di Pesantren. Mengamalkan
thariqah berarti bertasawuf untuk membersihkan aspek inti dari
dimens ruhayiah manusia.
Kuatnya tradisi pengamalan tasawuf di Pesantren dalam bentuk
thariqah di buktikan peneliti seperti Abdurrahman Masud yang
mengatakan: sebaaimana Ahmad Khatib as-Sambas (w. 1878M),
Nawawi adalah penganut sufisme ala al-Ghazali334.
7) Tradisi menghafal
Menghafal merupakan salah satu metode yang sangat penting
dilakukan di Pesantren. Mengahapal dipergunakan untuk
mengusai mata pelajaran pokok. Salah satu kitab yang wajib di
hafal adalah matan Alfiyah ibnu Malik yang berjumlah 1000 bait
yang dihafal pada saat sebelum melaksanakan shalat lima
waktu, secara bersama-sama. Kitab-kitab wajib lainya, yaitu;
Matan Imriti, Matan Jurumiyah (keduannya gramatika bahasa
Arab), MatanFathul Qarib Zabad (masing-masing kitab fikih dan
akhlak), Matan Tankil al Qoul dan Matan Hadis Arbain al
Nawawiyah dalam bidang Hadis. Kemudian yang tidak
ketinggalan menghafal al-Quran 30 Juz secara bertahap335.
8) Tradisi berpolitik
Pesantren selain sebagai gudang ilmu pengetahuan agama
teoritis juga prakteknya. Dalam kontek penjewantahannya terus
merember ke aspek dunia yang luas, persoalan keagamaan juga
mencakup semua dimensi kehidupan manusia, termasuk politik.
Nampaknya Islam telah memberikan prinsip dalam menjalankan
agenda politik yang humanis dan Islami. Kegiatan politik
dipandang oleh para kiyai dan santri di pesantren tidak lahan
yang terpisah tetapi satu sama lain saling melengkapi. Politik
334 Ibid, h. 316
335 Ibid, h. 317

222

bergunan untuk menegakkan posisi umat Islam terhadap umat


lain, sekaligus memudakah agenda dakwah risalah Islamiyah di
seantoro dunia.
Kristaliasi pemahaman yang satu antara Islam dan politik
oleh para kiyai atau santri di Pesantren bisa lihat dengan
lahirnya Nahdhatul Ulama (NU) pada 1926 M, yang kemudian
pada tahun 1970 an menjadi salah satu partai politik peserta
pemilu.
Munculnya paham nasionalisme yang berbasis agama juga
kombinasi pemahaman nasionalisme sekuler dengan
pemahaman keislaman, tentu saja dengan memasukan
dimenasi agama ke dalam kerangka pemikiran nasionalisme
sekuler yang berkembang waktu itu. Munculnya ide paham
nasionalisme yang berbasis keagamaan digagas oleh K.H Yasri
Marzuki asal Situbondo336.
Seperti yang diungkap di atas, kebiasaan berpolitik tidak bisa
dijauhkan dari kebiasaan berpolitik para penghuni pesantren.
Sebab politik merupakan salah satu jalan, strategi atau taktik
untuk memmuluskan perjalan dakwah Islam. Kalau berpolitik
bisa menggapai tempat yang strategis di pemerintahan atau
kekuasaan, maka pekerjaan itu harus dilakukan, dengan
memagang kendali di pusaran kekuasaan maka proses dakwah
akan semakin mudah dilakukan. Sebaliknya, ketika pusaran
kekuasaan dikuasai oleh orang yang tidak menyukai
perkembangan Islam, maka pertumbahan Islam bisa meredup
bahkan akan hilang ditelan kekuasaan yang berkuasa.
9) Tradisi lainnya
Kebiasaan lain yang diamalkan di Pesantren yang bersifat sosial
keagamaan di antaranya; tradisi berpoligami untuk
memperbanyak keturunan agar lebih banyak lagi, berziarah
336 Ibid

223

kubur, tradisi haulan, tradisi bersilaturahim dengan sesama para


santri337. Kebiasaan-kebiasaan tersebut diamalkan sebagai
tradisi sosial keagamaan, bersifat social berdimensi agama.
5. Fasilitas, Metode Pendidikan Pesantren
a. Fasilitas pesantren
Fasilitas yang disediakan pesantren untuk menjalankan
proses pendidikan dan pengajaran, bisa dilihat dari model
bagunan fisik Pesantren yang ada. Tidak sama fasilitas antara
Pesantren yang satu dengan yang lain, setidaknya ada lima pola
model bangunan fisik Pesantren yang ada di Indonesia yaitu338:

Pol

Bagian-bagian

bangunan
Masjid, Rumah

Pesantren masih bersifat

kiyai

sederhana, di mana kiyai

Keterangan

menggunakan Masjid, atau


rumahnya sendiri untuk tempat
mengajar. Dalam pola ini santri
hanya datang dari daerah
pesantren itu sendiri, namun
mereka telah mempelajari ilmu
agama secara kontinu dan
sistematis. Metode pengajaran :
Wetonan dan Sorogan.
337 Ibid, h. 319
338 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Op.Cit, h. 377-378

224

II

Masjid, Rumah

Dalam pola ini pondok telah

Kiyai dan Pondok

memiliki pondok atau asrama


yang disediakan bagi para santri
yang datang dari daerah. Metode
pengajaran (wetonan) dan

III

Masjid, Rumah

(sorogan)
Dalam pola ini telah memakai

kiyai, Pondok dan

system klasikal, di mana santri

Madrasah

yang mondok mendapat


pendidikan di Madrasah.
Adakalanya murid Madrasah itu
datang dari daerah sekitar
pesantren itu sendiri. Di samping
system klasikal juga pengajaran
system wetonan dilakukan juga

IV

Masjid, Rumah

oleh kiyai
Dalam pola ini di samping

kiyai, Pondok,

memiliki Madrasah juga memiliki

Madrasah, dan

tempat-tempat keterampilan.

Tempat

Misalnya: Peternakan, pertanian,

Keterampilan

kerajinan rakyat, toko koperasi

Masjid, Rumah

dan sebagainya
Dalam pola ini Pesantren yang

kiyai, Pondok,

sudaj berkembang dan bisa

Madrasah, dan

digolongkan pesantren mandiri.

Tempat

Pesantren seperti ini telah

Keterampilan,

memiliki perpustakaan, dapur

Universitas,

umum, ruang makan, kantor

Gedung

administrasi, rook, rumah,

Pertemuan, tempat

penginapan tamu, ruang

225

Olahraga, Sekolah

operation room, dan sebagainya.

umum

Dis samping itu pesantren ini


mengelola SMA dan sekolah
kejuruan lainnya.

Dari tabel di atas dapat dilihat fasilitas-fasilitas yang ada


di pesantren di Indonesia, mulai dari yang sederhana hingga
yang sangat memadai. Pergeseran paradigma pengelola
pesantren terhadap perubahan zaman yang penuh persaingan,
ditambah dengan berkembangnya teknologi, keterampilan
leadership dan kemampuan management yang baik, adalah
menjadi pemicu pondok pesantren berani berbenah menjadi
lebih baik. Apalagi masuknya hantaman globalisasi, dengan
nuansa pemikiran serba materialisme-pragmatisme, memaksa
Pondok Pesantren harus peka melihat pergumulan yang dihadapi
ummat Islam Indonesia, dengan menyediakan pendidikan
alternatif tanpa menanggalkan kekhasannya.
b. Metode Pendidikan Pengajaran Pesantren
Sebagai lembaga pendidikan Islam, Pesantren pada dasarnya
hanya mengajarkan agama, sedangkan mata pelajaran ialah
kitab-kitab kuning. Metode khas Pesantren yang sering
digunakan ialah339:
1) Wetonan, yaitu suatu metode kuliah/ pengajaran di mana
para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekaliling kiyai
yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masingmasing dan mencatat jika perlu. Pelajaran dilakukan pada
waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan sesudah shalat fardhu.
Di jawa metode ini disebut bandongan sedangkan di Sumatera
Barat disebut halaqah.

339 Samsul Nizar (Ed), Sejarah Pendidikan Islam, Op.Cit, h. 287

226

2) Metode Sorogan, yaitu suatu metode di mana para santri


mengahadap kiyai seorang demi seorang dengan membawa
kitab yang akan dipelajarinya. Metode ini merupakan yang
paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam
tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan,
ketaatan dan kedisiplinan pribadi santri/kendatipun demikian,
metode ini diakui paling intensif, karena dilakukan seorang demi
seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab langsung.
3) Metode hafalan, yaitu suatu metode di mana para santri
menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajari.
Tambahan metode pengajaran pesantren lainya yaitu:
1) Metode musyawarah/Bahtsul Masail
Metode musyawarah merupakan metode pembelajaran yang
lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa
santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang
dipimpin langsung oleh kiyai atau Ustadz, atau juga santri
senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang
ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya para santri
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau
pendapatnya340.
2) Metode Pengajian Pasaran
Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri
melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang
kiyai/ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam
kegiatan terus menerus (maraton) selama tenggang waktu
tertentu. Pada umumnya dilakukan pada bulan Ramadhan
selama setengah bulan, dua puluh hari, atau terkadang satu
bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang dikaji341.
340 Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama
Islam, Pondok Pesantren dan Madrah Diniyah, Op.Cit, h.43
341 Ibid, h. 45

227

3) Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah


Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan
memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan
ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun
kelompok di bawah petunjuk dan bimbingan kiyai atau ustadz342.

C. Kesimpulan
Pesantren di Nusantara bagi sebagian ahli mengatakan telah
ada abad 16, namun sebagian lain justru telah ada saat nabi
Muhammad saw mendakwahkan Islam di rumah Arqam bin Abi
al Arqam. Di samping itu, ada juga yang berpendapat bahwa
pesantren yang ada saat ini, adalah hasil islamisasi model
pendidikan pra kedatangan Islam di Nusantara yaitu pendidikan
yang digunakan oleh Hindu dan Budha.
Perkembangan pesantren dan tokohnya di Nusatara telah
mulai diperkenalkan oleh Walisongo pertama Abdul Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Syekh Arsyad al-Banjari, Mbah kiyai
Muqoyim, K.H. Hasyim Asyari, K.H. Ahmad Dahlan, Syekh Imam
az-Zarkasy (pendiri pondok pesantren Ponorogo).
Ilmu yang berkembang di Pesantren di era awal hanya
menfokuskan pengajaran untuk ilmu-ilmu agama an sich, baru
kemudian pesantren bermetamorfosis dengan memasukan ilmuilmu umum untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan
zaman. Fasilitas pesantren dapat dilihat kepada lima pola
pesantren, mulai model yang sangat sederhana sampai modern
dengan fasilitas yang sangat memadai, perubahan tersebut
respon positif yang diambil oleh pengelola pesantren agar tidak
tertinggal dengan perkembangan dunia pendidikan di luar
Pesantren. Dari kesigapan itu, pesantren telah berhasil menjadi
pendidikan alternative tanpa menanggalkan identitasnya.
342 Ibid,h. 47

228

Metode pendidikan di Pesantren dikenal dengan wetonan,


atau bandongan di Jawa dan halaqah di Sumatera Barat,
Sorogan, Hafalan, Musyawarah/Bahtsul Masail, pengajian
pasaran, dan metode demonstrasi/praktek ibadah.
Soal-soal latihan:
1.
2.
3.
4.
5.

Jelaskan pengertian pesantren,


Uraikanlah perkembangan pesantren di Nusatara,
Jelas Tokoh-tokoh pendiri pesantren di Nusantara,
Sebutkanlah ilmu yang berkembang di pesantren,
Jelaskan fasilitas dan metode pendidikan di pesantren.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Asror, Ahidul (Ed) Proseding Internasional Conference on
Future of Islamic Civilization in Southeast Asia: Challenge and
Oppurtunity, STAIN Jember, 2013
Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan
Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrah Diniyah, Jakarta:
Depag RI, 2003
Mastuki, el-Saha, M.Ishom (Ed), Intelektual Pesantren,
Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan
Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003
Nizar. Samsul (Ed), Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:
Kenacana Prenada Media Group, 2007
Nata, Abuddin, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan
institusi pendidikannya, Jakarta: PT Radja Grafindo, 2012
------------------, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu
Konterporer tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Radja Grafindo
Persada, 2013
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Ilmu,
2012

229

Subhan, Arief, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad


20 Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012
Sanusi, M., Kebiasaan-Kebiasaan Inspiratif KH. Ahmad
Dahlan & KH. Hasyim Asyari teladan Kemuliaan Hidup,
Yogyakarta: Diva Press, 2013

BAB XI
PENDIDIKAN MADRASAH DI INDONESIA
Kompetensi
Dasar

:
:
:

Indikator
:
:
Strategi
Perkuliahan

:
:

Penilaian
Bobot Nilai

A. Pendahuluan

Mampu Menganalisis Pendidikan


Madrasah di Indonesia
1. Pengertian Madrasah
2. Perkembangan Madrasah di
Indonesia
3. Tokoh pendiri Madrasah di
Indonesia
4. Fasilitas dan Metode pendidikan di
Madrasah.
Presentase Makalah, Ceramah dan
Tanya Jawab
Luasnya cakupan informasi yang
disampaikan dan variasi sumber
informasi mengenai topik yang
didiskusikan
100

230

Dinamika pendidikan Islam sedang menghadapi arus zaman


yang semakin kompleks, dan dinamis. Arus gelombang zaman
yang datang dapat menggulung siapa saja yang tidak bisa
bertahan dan beradaptasi dengan baik. Bertahan dan
beradaptasi menjadi sebuah keharusan dilakukan lembaga
pendidikan Islam demi menjaga nilai-nilai normative sebagai
landasan etik pendidikan Islam yang khas, di samping
beradaptasi membuka diri terhadap perubahan yang datang,
dengan mengambil secara selektif apa saja yang terbaik dan
digunakan untuk memajukan dunia pendidikan Islam.
Sejak masa pertumbuhan dan perkembangan lembaga
pendidikan Islam di dunia Islam telah sukses dengan baik
berkonstribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
kemajuan manusia. Dengan demikian, pendidikan Islam hanya
tinggal menjemput cerita kesuksesan tersebut dan
mewujudkan kembali di zaman ini dengan semangat yang
progressif. Sebuah ungkapan inspiratif mengemukakan bahwa
sejarah pasti akan berulang. Terwujudnya kembali sebuah
sejarah tidaklah mustahil, apabila semua syarat-syarat sejarah
di masa lalu itu sudah terpenuhi dengan baik. Jadi bukan tidak
mungkin Pendidikan Islam akan kembali berjaya dengan
memberikan konstribusi besar untuk zamannya. Kita pernah
mendengar pendidikan Islam seperti Kuttab, Rumah Ulama,
Perpustakaan, Observatorium, Bait al-Hikmah sebagai pustaka
sekaligus tempat pengembagan ilmu pengetahuan dan
Madrasah Nizamiyah.
Semua lembaga pendidikan Islam tersebut berkelindan
dengan zamannya dan memberikan sumbangsih yang besar
untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan ummat
manusia hingga hari ini. Walaupun kembang api kemajuan
tidak lagi digerakkan Islam dan peradabannya, namun percikan

231

itulah yang telah memberikan inspirasi kemajuan dunia Barat


melalui transformasi ilmu pengetahuan dari peradaban Spanyol
Islam dan kepulauan Sisilia Italia.
Pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang saat ini
tentu siap saja menjadi lokomotif penggerak ilmu pengetahuan
Islam, salah satunya Madrasah. Madrasah sebagai lembaga
pendidikan Islam sudah sangat familiar dalam kosakata sejarah
pendidikan Islam, di antaranya Madrasah Nizamiyah di Bagdad.
Melalui Madrasah Nizamiyah lahir tokoh ilmuan Islam serba bisa
seperti Imam al-Ghazali (w.1111), melalui lembaga tersebut
bertambah teguhlah faham Islam sunni di dunia Islam dan
menjadi model institusi pendidikan tinggi di dunia Barat. Menjadi
harapan bersama tentunya, supaya Madrasah yang serupa
kembali menjajalkan sejarahnya yang indah di bumi Indonesia
ini.
Membicarakan Madrasah di Indonesia tentunya tak luput dari
harapan di atas, walaupun belum sepenuhnya terwujud namun,
usaha ke arah itu tentu saja telah dilakukan hingga hari ini.
Makalah ini terbagi kepada tiga bagian yaitu: bagian
pendahuluan, bagian pembahasan; bagian ini, pembahasan
akan difokuskan pada; Pengertian Madrasah, Perkembangan
Madrasah di Indonsia, Tokoh Pendiri Madrasah di Indonesia,
Fasilitas dan Metode Pendidikan di Madrasah, bagian Kesimpulan
dan soal-soal latihan.
B. Pembahasan
1. Pengertian Madrasah dan sejarah Madrasah di dunia Islam
Kata madrasah berasal dari kosakata bahasa Arab, darasa,
yadrusu, darsan, Madrasah, yang berarti tempat belajar.
Madrasah selanjutnya menjadi lembaga pendidikan umum
bercirikan khas keagamaan, sudah masuk sebagai bagian dari

232

Sistem Pendidikan Nasional yang pengelolaannya berada di


bawah Kementerian Agama Republik Indonesia343.
Sebagaimana sejarah berdirinya Pesantren dan Madrasah
juga berkembang di Indonesia dari bentuknya yang sederhana,
yaitu pengajian di masjid-masjid, langgar, dan surau. Berawal
dari bentuknya yang sederhana ini berkembang menjadi
Pesantren. persinggungan dengan sistem madrasi, model
pendidikan Islam mengenal pola pendidikan Madrasah yang
klasikal. Madrasah ini pada mulanya hanya mengajarkan ilmuilmu agama dan bahasa Arab. Dalam perkembangan selajutnya,
sebagian Madrasah diberikan mata pelajaran umum, dan
sebagian lainnya tetap mengkhususkan diri pada pengajaran
ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Pada tahap perkembangan
selanjutnya Madrasah yang mencukupkan diri untuk pengajaran
bahasa ilmu-ilmu agama dan Arab disebut madrasah Diniyah344,
sedangkan Madrasah yang telah mengintegrasikan mata
pelajaran ilmu-ilmu agama dan umum disebut Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Madrasah Tsanwiyah dan
Aliyah ini di samping dikelola oleh pemerintah juga dikelola
masyarakat.
Secara historis munculnya Madrasah di dunia Islam sudah
mulai sejak zaman dinasti Abbasiyah di Bagdad. Sebagaimana
yang diungkapkan Abuddin Nata bahwa Madrasah di masa klasik
dapat disebut lembaga pendidikan keagamaan menengah dan

343 Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan institusi


pendidikannya, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 298
344 Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama
Islam, Pondok Pesantren dan Madrah Diniyah, (Jakarta: Depag RI,
2003), h. 21-22

233

agak tinggi yang secara khusus mengajarkan ilmu-ilmu agama


yang beradasarkan paham atau aliran tertentu (sunni)345.
Untuk menyebarkan faham keagamaan sunni di masa
Abbasiyah maka mendorong pertumbuhan Madrasah secara
terorganisir dan terlembagakan. Sebelum adanya Madrasah,
pusat transmisi pengetahuan dilangsungkan di seputar masjid
dan rumah guru dalam bentuk; halaqah, majlis al-tadris, dan
kuttab346.
Menurut sejarawan Taqi al-Din al-Fasi al-Makki al-Maliki (775832 H/1373-1428 M), selain Madrasah Nizamiyah di Bagdad,
Madrasah pertama di Makkah adalah Madrasah al-Ursufiyah
yang dirikan pada 571H/1175 M oleh Afif Allah Muhammad alUrsufi (w.595 H/1196 M) di dekat Pintu Umrah, bagian selatan
Masjid al-Haram. Sedangkan di Madinah, jumlah Madrasah tidak
sebanyak di Makkah. Al-Fasi mengungkapkan bahwa Sultan
Ghiyats al-Din (Azham Syah dari Bengal) mendirikan sebuah
Madrasah di Madinah yang dibangun hampir bersamaan dengan
Madrasah Makkah, yang terletak di dekat kawasan Bab alSalam, Masjid Nabawi. Al-Sakhawi juga menyebutkan beberapa
Madrasah lain di Madinah, yakni Madrasah Qait Bey, alBasithiyah, al-Zamaniyah, al-Sanjariyah, al-Syahabiyah, dan alMazhariyah347.
Keterkaitan pertumbuhan dan perkembangan Madrasah di
dunia Islam (Timur Tengah) dengan di Indonesia bisa dilihat
dengan banyaknya petualang intelektual Indonesia di masa lalu
345Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan institusi
pendidikannya, Op.Cit, h. 298
346 Mastuki, M.Ishom el-Saha (Ed), Intelektual Pesantren, Potret
Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren,
( Jakarta: Diva Pustaka, 2003), Seri I, h. 3-4
347 Ibid,h.4

234

menuntut ilmu ke Timur Tengah, dengan pengalaman mereka


belajar di sana setelah sekembalinya ke Indonesia mereka
mendirikan lembaga yang serupa untuk mengajar Islam ke
masyarakat di mana mereka tinggal. Selain itu, menurut Martin
van Bruinessen (dalam Mastuki, M.Ishom el-Saha) menjelaskan,
pada tahun 1874 seorang wanita India bernama Shaulah al-Nisa
membiayai pembangunan sebuah Madrasah di Makkah dan
mewakafkan tanah untuk memeliharanya. Madrasah itu diberi
nama Shaulatiyyah. Madrasah ini menjadi bagian gerakan
reformis pendidikan Islam di India. Madrasah ini dianggap
modern karena adanya kelas, mata pelajaran tetap dan ujian
reguler. Pada Madrasah ini lebih 100 orang Indonesia yang
belajar, di samping, orang-orang Indonesia mempuyai Madrasah
sendiri yang bernama Dar al-Ulum al Diniyah, setelah terjadi
konflik penggunaan bahasa Indonesia di Madrasah Shaulatiyah.
Muhsin al-Musawwa, seorang sayyid kelahiran Palembang, yang
menjadi Rektor yang pertama348.
Dari pengalaman pelajar Indonesia yang belajar di Timur
Tengah tentunya tidak sulit untuk melacak dari mana asal usul
pendidikan madrasah di Indonesia kemudian.
2. Perkembangan Madrasah di Indonsia
Selain pengalaman belajar orang Indonesia di Timur Tengah
dalam mengelola pendidikan Madrasah di Indonesia, juga
sebagai respon, bahkan upaya tandingan terhadap pendidikan
modern yang diselenggarakan pemerintah kolonial Belanda
dalam bidang pendidikan dan lainnya sangat diskriminatif349.
Belanda hanya memberikan pendidikan yang bermutu
kepada bangasanya, dan sebagian kecil untuk orang Indonesia
348 Ibid,h. 11-12
349 Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan institusi
pendidikannya, Op.Cit, h. 299

235

yang menjadi kaki tangannya. Madrasah lahir di Indonesia selain


respon spontan juga sebagai upaya untuk memberikan
pendidikan yang unggul kepada ummat Islam pada khususnya,
dan bangsa Indonesia umumnya. Hal ini, misalnya dapat dilihat
pada Madrasah Adabiyah School yang didirikan oleh Abdullah
Ahmad pada 1897 di Padang Sumatera Barat. Sebagai
pendidikan umum, selain diajarkan ilmu agama Islam, di
Madrasah Adabiyah School diajarkan ilmu-ilmu umum seperti
matematika, ilmu bumi. bahasa Belanda, bahasa Arab, dan
berbagai keterampilan lainnya350.
Selanjutnya Madras School yang didirikan di Sungayang,
Batusangkar pada tahun 1910, tiga tahun berikutnya terpaksa
ditutup karena kekurangan tempat. Namun kemudian Mahmud
Yunus mendirikan Diniyah School sebagai kelanjutan Madras
School tahun 1918. Madrasah lain yang telah muncul sebelum
kemerdekaan antara lain; Madrasah Muhammadiyah yang
berdiri di Yogyakarta tahun 1918, Arabiyah School di Ladang
Laweh tahun 1981, Sumatera Thawalib tahun 1921 di Padang
Panjang, Madrasah Diniyah Putri tahun 1923 di Padang Panjang,
Madrasah Salafiyah tahun 1916 di Tebuireng Jombang-Jawa
Timur351.
Setelah kemerdekaan Indonesia 1945, dinamika pendidikan
Islam di Negara yang baru terbentuk mengalami dinamika yang
cukup berarti, terlebih setelah terbetuknya Kementrian Agama
yang mulai resmi berdiri Januari 1946. Di mana lembaga
pemerintahan ini memperjuangkan pendidikan Islam secara

350 Ibid
351 Samsul Nizar, sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2007), h. 292-293

236

politis, dengan dibentuknya suatu bagian khusus yang


mengurusi masalah pendidikan Agama352.
Pada tanggal 27 Desember 1945 Badan Pekerja Komite
Nasinal Pusat (BPKNP) mendorong untuk memberikan bantuan
kepada madrasah negeri maupun swasta. Sebagaimana yang
disebutkan dalam klausal BPKNP bahwa Madrasah dan
Pesantren pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber
pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat
berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula
mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntutan dan
bantuan dari pemerintah353.
Pendidikan Madrasah dilembagakan sebagai model
pendidikan nasional, pemerintah melalui Kementrian Agama
menetapkan sistem pendidikan madrasah kepada tiga tingkatan,
yaitu;
a. Madrasah Ibtidaiyah, lama studinya 6 tahun,
b. Madrasah Tsanawiyah Pertama, lama studinya 4 tahun,
c. Madrasah Tsanawiyah Atas, lama studinya 4 tahun.
Perkembangan Madrasah yang cukup penting terjadi pada
masa Orde Baru dengan didirikannya Pendidikan Guru Agama
(PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Tujuan
pendirian lembaga ini adalah untuk mencetak tenaga
professional yang siap mengembangkan Madrasah sekaligus ahli
dalam bidang keagamaan354.
Pada tahun 1982 keluar Surat Keputusan (SKB) 3 Menteri
yang menetapkan Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang
menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran
dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30 % di samping
352 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,
2012), h. 347
353 Ibid
354 Ibid,h.351

237

mata pelajaran umum. Sementara Madrasah mencakup tiga


tingkatan, yaitu;
a. Madrasah Ibtidaiyah, setingkat Sekolah Dasar (SD)
b. Madrasah Tsanawiyah, setingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP)
c. Madrasah Aliyah, setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)
SKB tiga Mentri di atas juga bagian langkah strategis untuk
menyetarakan pendidikan Madrasah dengan pendidikan umum
lainnya. Ditambah dengan keluarnya Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, telah menunjukan
perkembangan yang luar biasa di mana pendidikan Madrasah
sepenuhnya telah menjadi bagian integral sistem pendidikan
Nasional Indonesia. Semua hak dan kewajiban secara penuh
telah dimiliki Madrasah dengan pendidikan umum lainnya.
Dengan pengakuan tersebut, memberikan keleluasaan
kepada Madrasah untuk menciptakan pendidikan yang
berkualitas, dinamis dan kreatif. Kerinduan kepada cita-cita
kebangkitan dunia Islam melalui institusi madrasah telah
menguatkan harapan bersama, bahwa panggung sejarah telah
terbuka lebar kepada umat Islam untuk menjejalkan kembali
kejayaan peradaban Islam melalui lembaga pendidikan Islam
madrasah. Salah satu syarat akan berjayanya kembali
peradaban Islam hari ini telah dalam genggaman, tergantung
apakah umat Islam mampu melihat peluang yang ada serta
memanfaatkannya dengan menyatukan tekad dan membulatkan
semangat bekerjasama sekaligus sama-sama bekerja, bahu
membahu mewujudkan tamaddun islamiyah.
3. Tokoh pendiri Madrasah di Indonesia
Pendidikan Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan
yang tertua di dunia dan di Indonesia. Madrasah telah dikenal
langsung oleh orang Indonesia di tempatnya muncul di Timur
Tengah. Dengan pengalaman mereka dapatkan selama

238

pendidikan di Timur Tengah memberikan pengaruh kuat kepada


dinamika perkembangan pendidikan Madrasah di Indonesia.
Di Indonesia Madrasah telah muncul jauh sebelum
kemerdekaan Negera Republika Indonesia. Kemunculan
Madrasah didorong oleh kebutuhan yang mendesak untuk
memberikan pendidikan yang berkualitas kepada penduduk
pribumi Indonesia.
Tokoh pembaharu pendidikan Islam di Indonesia sebelum
kemerdekaan telah berupaya sekuat kemampuan mereka
membangun Madrasah di daerahnya masing-masing.
Adapun tokoh pendiri madrasah di Indonesia antara lain:
a. Syaikh Abdullah Ahmad tahun 1907 di Padang Panjang
mendirikan Adabiyah School namun belum genap setahun
gagal berkembang dan pindah ke Padang. Pada tahun 1915
madrasah Adabiyah mendapat pengakuan dari Belanda
dan berubah menjadi Holland Inlandsche School (HIS)355.
b. Syaikh Thaib Umar tahun 1910 mendirikan Sekolah Agama
(Madras School) di Sungayang Batu Sangkar. Tahun 1913
ditutup, namun pada tahun 1918 didirikan kembali oleh
Mahmud Yunus356.
c. Zainuddin Labai El Yunusy mendirikan Diniyah School atau
Madrasah Diniyah pada tanggal 10 Oktober 1915 di Padang
Panjang357.
d. KH. Ahmad Dahlan mendirikan Madrasah Muhammadiyah
di Yogyakarta pada tahun 1918358. Sampai hari ini jumlah
Madrasah Muhammadiyah yang ada di Indonesia untuk

355 Samsul Nizar, sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah


Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Op.Cit, h. 292
356 Ibid
357 Ibid
358 Ibid

239

tingkat Tsanawiyah sebanyak 535 buah, Madrasah Aliyah


sebanyak 172 buah359.
e. Syaikh Abbas pada tahun 1918 mendirikan Arabiyah
School di Ladang Lawas360.
f. Syaikh Abdul Karim Amrullah pada tahun 1921 mendirikan
Madrasah Sumatera Thawalib di Padang Panjang, Bukit
Tinggi, Padang Japang, Sungayang, Batu Sangkar dan
Maninjau361.
g. Rangkayo Rahmah El Yunusia pada tahun 1923 mendirikan
Diniyah Putri pertama untuk Indonesia di Padang
Panjang362.
h. KH. Hasyim Asyari pada tahun 1916 mendirikan Madrasah
Tebu Ireng, Jombang-Jawa Timur363.
Tokoh di atas adalah pioner pendirian Madrasah di Indonesia,
dengan jasa-jasa yang mereka lakukan itu, telah menempatkan
mereka dalam landscap pahlawan Pendidikan Nasional
Indonesia.
4. Fasilitas dan Metode pendidikan di Madrasah
a. Fasilitas Madrasah
Pendidikan Madrasah muncul sebagai tanggapan muslim
Indonesia di pendudukan bangsa Belanda, di mana tipologi
Madrasah sebenarnya mengikuti pola sekolah Balanda yang ada,
yang kemudian dimasukan mata pelajaran agama Islam.
Sebagaimana usaha yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan untuk
menawarkan pengajaran agama Islam di sekolah Belanda secara
359 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20
Pergumulan Modernisasi dan Identitas, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012) h. 144
360 Samsul Nizar, sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Op.Cit, h. 293
361 Ibid
362 Ibid
363 Ibid

240

door to door. Menarik untuk dilihat ketika sistem pendidikan


Belanda yang meniadakan pelajaran agama di sekolah, para
guru Belanda menilai pengajaran agama di sekolah suatu yang
menggelikan karena bagi mereka agama bukanlah suatu
kebutuhan bagi perkembangan peserta didiknya. Agama cukup
urusan pribadi atau tanpa agama sekalipun, itu sudah hal yang
biasa di negeri mereka Belanda.
KH. Ahmad Dahlan berhasil dengan baik menarik minat
peserta didik sekolah Belanda untuk mengikuti pelajaran Agama
Islam di sekolahnya. Dalam pada itu, KH. Dahlan mendirikan
sendiri Madrasah Muhammadiyah 1918 di Yoyakarta untuk
menarik minat penduduk di kalangan Islam Priyayi dan Abangan
di Kota Yogyakarta. Trend pendidikan ala Belanda bagi mereka
(Priyayi dan Abangan) menjadi sebuah gengsi tersendiri bila bisa
masuk dan belajar di dalamnya. Oleh karena itu, KH. Dahlan
mendirikan sekolah model Belanda dengan mengajarkan ilmuilmu Islam di samping pelajaran umum. Dari model sekolah
Belanda dengan memasukan pelajaran Agama Islam itu, maka
disebutlah sebagai Madrasah. Sebenarnya Madrasah yang
didirikan di Indonesia sebelum kemerdekaan ialah prototype
pendidikan Belanda dengan segala sistemnya. Mulai sistem
managemen serta pendekatan pembelajaran yang klasikal.
Bedanya hanya satu, yakni madrasah sudah diislamkan dengan
masuknya muatan pembelajaran agama Islam di dalamnya.
Jadi, kalau dilihat fasilitas yang dimiliki Madrasah tentu tidak
jauh beda dengan sekolah Belanda, atau mungkin jauh kalah
gagah bangunannya dari sekolah Belanda. Jika dibandingkan
dengan pesantren yang memiliki fasilitas-fasilitas tertentu mulai
yang sederhana hingga yang sangat mapan, misalnya; ada
rumah kiyai, masjid, asrama, sekolah, kantin dan sebagainya,
sedangkan madrasah hanya memiliki gedung belajar dan

241

sebuah ruang musalla atau masjid untuk kegiatan ibadah.


Kemudian para tenaga pendidik tidak mempunyai tempat
penginapan di madrasah itu, tetapi mereka pulang ke rumah
masing-masing, sebagaimana juga halnya para peserta
didiknya. Untuk menambah pelajaran agama lanjutan biasa
dilaksanakan pada pengajian-pengajian di langgar, masjid, surau
dan muenasah di dekat tempat tinggal peserta didik berada.
Atau sekaligus para guru Madrasah menyediakan waktu di sore
hingga malam memberikan tambahan pelajaran agama di
rumahnya atau di tempat-tempat yang biasa dilaksanakan
pengajian seperti mushalla, masjid, langgar, surau atau
sebagainya.
Atau ada juga di antara peserta didik yang belajar penuh
waktu, di nama di siang hingga zuhur belajar di madrasah dan
pada waktu zuhur setelah istirahat pergi mondok ke Pesantren
terdekat di kampungnya hingga sore atau malam. Kegiatan
seperti itu, sudah biasa dilakukan oleh sebagian peserta didik di
masa lalu, sampai hari ini pun di tempat-tempat tertentu di Jawa
atau di luar pulau Jawa masih eksis dilakukan.
b. Metode Pendidikan di Madrasah
Madrasah yang didirikan di Jawa atau di luar Sumatera,
tepatnya di Ranah Minang yang terbanyak munculnya
pendidikan Madrasah adalah fotokopi pendidikan Belanda,
namun tentu saja dibedakan dengan hadirnya ilmu-ilmu
keislaman di dalamnya. Selain itu, semuanya hampir sama,
seperti proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas, meja
dan bangku, papan tulis, jumlah peserta didik perkelas terbatas
hanya untuk beberapa peserta didik saja, sistem naik kelas, dan
ujian yang dilaksanakan secara reguler.
Merujuk kepada metode yang digunakan untuk pendidikan
sistem klasikal akan ditemui metode yang beragam. Tentu
berbeda dengan metode pendidikan di Madrasah banyak

242

digunakan metode yang beragam serta bervariasi, seperti;


ceramah, tanya jawab, diskusi, rihlah ilmiyah, studi banding,
metode seminar, demostrasi, role playing, dan masih banyak
metode lainya.
Di dalam pendidikan Islam kemudian dikembangkan juga,
metode seperti; tarhib wa taghib, metode kisah, metode uswah
dan sebagainya.
Jadi, konteks Madrasah sesungguh memiliki perbedaan yang
mendasar dibanding metode Pesantren. Akan tetapi
perkembangan Madrasah hari ini telah mengalami
perkembangan yang cukup berarti di mana integrasi sistem
Madrasah dan Pondok Pesantren digabungkan sekaligus
sehingga munculah sekolah-sekolah seperti Pondok Modern,
sekolah Islam terpadu dan sebagainya. Di satu sisi sekolah
tersebut menggunakan sistem klasikal dengan metode modern
tetapi juga melaksanakan kegiatan ala pesantren dengan
menggunakan metode sorrogan, wetonan dan sebagainya, di
samping sekolah tersebut menggunakan fasilitas ala pesantren
seperti memiliki rumah kiyai, asrama penginapan, masjid dan
sebagainya.
C. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Madrasah
adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang memberikan
porsi pendidikan Islam dan ilmu-ilmu umum secara berimbang,
proses pendidikan dilaksanakan secara klasikal. Selanjutnya
keberadaan madrasah di Indonesia sepenuh telah diakui serta
menjadi bagian Lembaga Pendidikan Nasional yang
pengelolaanya berada di bawah Kementrian Agama Republik
Indonesia (Kemenag RI). Perkembangan Madrasah di dunia Islam
telah ada semenjak zaman Dinasti Abbasiyah di Bagdad,

243

kemudian berkembang di dunia Islam lainnya termasuk di


Indonesia.
Perkembangan Madrasah di Indonesia dibawa oleh para
pelajar yang pulang dari Timur Tengah, dengan pengalaman
belajar di sana setelah kembali ke tanah air mereka terinspirasi
mendirikan lembaga pendidikan yang sama untuk memberikan
pendidikan yang lebih modern. Di samping itu Madrasah berdiri
di Indonesia sebagai respon spontan orang-orang terpelajar
Indonesia terhadap pendidikan Belanda yang hanya
memberikan kesempatan pendidikan yang berkualitas kepada
bangsa Belanda serta anak-anak kaki tangan Belanda saja.
Sistem pendidikan Madrasah sepenuhnya mengikuti pola
sekolah Belanda yang memakai sistem klasikal, namun
kemudian diberikan sebuah ciri khas pendidikan Islam dengan
memasukan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan di dalamnya.
Madrasah sebagaimana Pesantren sangat terkenal sebagai
pendidikan khas Jawa, sedangkan Madrasah pada konteks
lahirnya lebih khas Ranah Minang Kabau Sumatera Barat.
Lembaga pendidikan Madrasah seperti cendawan tumbuh di
musim hujan di Sumatera Barat, seperti di Padang Panjang,
Bukit Tinggi, Sungayang Batu Sangkar dan sebagainya. Akan
tetapi Madrasah telah pula didirikan di Yogyakarta oleh KH.
Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyari di Jawa Timur. Kemudian
tokoh pendiri Madrasah lainnya seperti; Syaikh Thaib Umar
Zainuddin Labai El Yunusy Syaikh Abbas, Syaikh Abdul Karim
Amrullah, dan Rangkayo Rahmah El Yunusiah.
Fasilitas dan metode pendidikan yang digunakan di
Madrasah tidak jauh berbeda dengan sekolah belanda yang
memiliki gedung belajar, tempat ibadah seperti mushalla atau
masjid, sistem pembelajaran di madrasah dilakukan secara

244

klasikal. Sedangkan metode pembelajaran menggunakan


metode modern seperti; diskusi, Tanya jawab, seminar,
demonstrasi, role playing dan sebagainnya.
Soal-soal latihan
1.
2.
3.
4.
5.

Jelaskanlah pengertian madrasah !


Uraikanlah perkembangan madrasah di dunia Islam !
Jelaskanlah perkembangan madrasah di Indonesia !
Sebutkanlah tokoh pendiri madrasah di Indonesia !
Uraikanlah fasilitas dan metode pendidikan di madrasah !
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan


Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrah Diniyah, Jakarta:
Depag RI, 2003
Mastuki, M.Ishom el-Saha (Ed), Intelektual Pesantren,
Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan
Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003
Nata, Abuddin, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan
institusi pendidikannya, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012
Nizar, Samsul, sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak
Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2007
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012
Subhan, Arief, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Abad 20 Pergumulan Modernisasi dan Identitas, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012

245

BUKU RUJUKAN

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi


Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999.
Amini, Ibrahim, Mengapa Nabi Diutus, Jakarta: Alhuda,
2006
Amin, Syamsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
AMZAH, 2009
Amstrong, Karen, Muhammad Sang Nabi, Surabaya:
Risalah Gusti, 2012, cet. 7
Asror, Ahidul (Ed), Proseding Internasional Conference on
Future of Islamic Civilization in Southeast Asia: Challenge and
Oppurtunity, STAIN Jember, 2013
Dahar, Ratna Wilis, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran,
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:
Rineka Cipta, 2009
Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan
Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrah Diniyah, Jakarta:
Depag RI, 2003

246

Djuhan, Widda, Sejarah Pendidikan Islam Klasik, Ponorogo:


LPPI STAIN, 2010
Darwis, Djamaludin, Dinamika Pendidikan Islam sejarah,
Ragam dan Kelembagaan. Semarang : RaSAIL, 2010, Cet. 2
Forum Komunikasi Alumni Program Pembibitan Calon
Dosen IAIN se-Indosesia (FKPPCD), The Dinamics Of Islamic
Civilization, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Radja
Grafindo Persada, 2008 Edisi Revisi
Guza, Afnil, SS, UU RI Guru dan Dosen Nomor Tahun
2005, Jakarta : AM Asa Mandiri, 2009, Cet. II
Khan, Muhammad Abdur Rahman, Sumbangan Umat Islam
Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, Penterjemah:
Adang Affandi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993, Cet. III
Makbulah, Deden, Kehidupan Murid dan Mahasiswa pada
Masa Khalfah Al-Ma'mun;dalam Sejarah Sosial Pendidikan
Islam, Jakarta: Prenada Media, 2005
Mastuki, el-Saha, M.Ishom (Ed), Intelektual Pesantren,
Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan
Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003
Maryam, Siti dkk, Sejarah peradaban Islam, Yogyakarta:
LESFI, 2009, Cet.III
Mursi, Muhammad Said, Tokoh-tokoh Islam Sepanjang
Sejarah, Penterjemah, Khairul Amru Harap dan Achmad Faozan,
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007, Cet. 3
Nata, Abudin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung:
Angkasa Bandung, 2003
-----------------, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan
Institusinya Pendidikanya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012

247

------------------, Sejarah Pendidikan Islam, Pada Periode


Klasik dan Pertengahan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
------------------, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu
Konterporer tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Radja Grafindo
Persada, 2013
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2003
Nasim, Madrasah dan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu
Islam, dalam Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada
Media, 2005
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek,
Jakarta: Bulan Bintang, 1974
Poeradisastra, S.I., Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan
Peradaban Modern, Jakarta: PM3, 1981, Cet. II
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2012
Ramayulis, Nizar, Samsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan
Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia dan Indonesia,
Jakarta: Quantum Teaching, 2010
Sidigizalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan
AgamaJakarta: Bulan Bintang, 1992, cet III
Staton, Charles Michael, Pendidikan Tinggi dalam Islam,
Jakarta: Logos Publishing, 1994,
Syalabi, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1973, cet.1, h.33
Subhan, Arief, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad
20 Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012
Sanusi, M., Kebiasaan-Kebiasaan Inspiratif KH. Ahmad
Dahlan & KH. Hasyim Asyari teladan Kemuliaan Hidup,
Yogyakarta: Diva Press, 2013

248

SJ, Fadil, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan


Sejarah, Malang : UIN Malang Press, 2008
Yasien, Khalil, Muhammad di Mata Cendekiawan
Barat, Jakarta: Gema Insani Press, 2002
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah
II, Jakarta: Rajawali Press, 199,1 cet. I
Zuhairini Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : 1986
Sumber Internet:
http://www.tugasku4u.com/2013/07/makalah-lembagapendidikan-islam.html diunduh /2013/10/29
http://adarossyat.blogspot.com/2010/02/wahyu-yangkedua.htm/2013/10/29
http://pemudapersisjabar.wordpress.com/artikel/asepsobirin/atsar-dakwah-dan-pendidikan-rasulullah-saw/2013/10/29
http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/24/metodedakwah-rasul-489743.html/2013/10/29
http://mezazainul.blogspot.com/2012/03/rumah-ulamadan-istana-khalifah-sebagai.html/2013/10/30
http://ibnu-safruddin.blogspot.com/2012/12/sejarahpendidikan-islam-pada-masa-bani_9.html/2013/10/31
http://ahmadbarokah05.blogspot.com/2012/10/pengertianperkembangan-dan-metode.htm/ 2013/11/1
http://politik132.blogspot.com/2013/03/sejarah-berdirinyadinasti-abbasiyah.html/2013/11/1
http://muhammadmuslih06.blogspot.com/2013/02/pemikir
an-muhammad-abduh-tentang.html/ 2013/11/1
http://16huzna.blogspot.com/2012/12/banimayyah.html/2013/11/1
http://imaduddin-syukra.blogspot.com/2011/05/parailmuan-muslim-dan-peran-mereka.html/2013/11/1

249

http://ratnatus.blogspot.com/2012/08/perkembanganpendidikan-pada-masa.html/2013/11/1
https://www.facebook.com/KekhalifahanIslamDaulahDinast
iBaniAlbasiaIndonesia/posts/215145995306564/2013/10/6
http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/khazanah/11/05/06/lkrwsg-daulah-abbasiyahalmustanshir-khalifah-pemberani/2013/10/6
http://ilmungawortepak.blogspot.com/2013/03/perkembangan-ilmupengetahuan-pada-masa.html/2013/11/7
http://yaserfarah.wordpress.com/2012/10/27/perandinasti-abbasiyah-dalam-perkembangan-ilmupengetahuan/201/11 /7
http://penyux.wordpress.com/tag/ibnu-rusyd/2013/11/8
http://yaserfarah.wordpress.com/2012/10/27/perandinasti-abbasiyah-dalam-perkembangan-ilmupengetahuan/201/11/7
http://jejaksejarahislam.blogspot.com/2011/04/andalusiajejak-sejarah-islam-yang.html, diakses tanggal 25 Oktober 2011
http://www.darulkautsar.net/, diakses tgl. 25 Oktober
2011.
http://sakban3.blogspot.com/2013/05/masapembaharuan-pendidikan-Islam.html/2013/11/24

250

Anda mungkin juga menyukai