1
Shoni Rahmatullah Amrozi, ‘Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia; Perspektif Sejarah Kritis Ibnu
Kholdun’, Kuttab, 4.1 (2020) <https://doi.org/10.30736/ktb.v4i1.105>.
2
Battiar Muhammad Yusuf, Muzdalifah, Mujadidah Alwi, ‘Konsep Dasar Dan Ruang Lingkup
Pendidikan Islam’, Bacaka, 2.1 (2022), 74–80.
Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan
oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran islam. 3
B. PENGERTIAN SEJARAH
Secara etimologi "sejarah" disebut dengan istilah "history", yang berarti
pengalaman masa lalu manusia. Dalam bahasa Arab disebut tarikh, "tarikh" dalam
bahasa Arab berarti "ketentuan masa atau waktu," dan "ilmu tarikh" berarti "ilmu
yang mengandung atau yang membahas penyebutan peristiwa dan sebab-sebab
terjadinya peristiwa tersebut."
Adapun secara terminologi berarti peristiwa masa lalu atau saat ini. Selain
itu, kata "tarikh" digunakan untuk menghitung tahun, seperti mengatakan tahun
sebelum atau sesudah masehi dan menyebutnya "sebelum atau sesudah masehi".
Dengan demikian, ilmu tarikh adalah pengetahuan yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi atau peristiwa masa lalu dan saat ini.
Jadi, bisa dikatakan bahwa kata "sejarah" berasal dari kata Arab "syajaroh",
yang berarti pohon, karena apa yang terlihat di permukaan pohon memiliki
hubungan dengan akarnya di dalam tanah. Demikian pula, peristiwa yang terjadi
saat ini memiliki latar belakang yang perlu dipelajari dan dipahami. 4
3
Andi Fitriani Djollong, ‘Dasar, Tujuan Dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam Di Indonesia (Basis,
Objectives, and Scope Islamic Education In Indonesia)’, Al-Ibrah, VI.1 (2017), 11–29.
4
Muhammad Hambal Shafwan, ‘Intisari Sejarah Pendidikan Islam (Mengenal Dan Meneladani
Proses Dan Praktek Tarbiyah Dan Dakwah Sejak Diutusnya Rasul Saw Hingga Kemerdekaan
Indonesia)’, Pustaka Arafah, 2019, 1–20.
3
sebagai upaya secara sadar untuk mengajarkan siswa untuk berperilaku sesuai
dengan ajaran Islam dan mengajarkan siswa untuk mempelajari materi ajaran Islam.
Pendidikan Islam tidak hanya dimaknai sebagai pemindahan pengetahuan,
tetapi juga pemindahan nilai yang berorientasi dunia-akhirat, menurut Hasan
Langgulung. Menurutnya, pendidikan Islam didefinisikan sebagai suatu proses
mempersiapkan generasi muda untuk menjalankan peran pemindahan pengetahuan
dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di
dunia dan memperoleh hasilnya di akhirat.
4
Islam lebih banyak berfokus pada masalah pendidikan daripada bagian-bagian lain
dari agama. 5
5
Shafwan.
6
Mohd Yusuf Ahmad, ‘Sejarah Pendidikan Islam Nusantara’, 2021, 1–176.
5
diprogamkan tapa tujuan karena sifatnya tidak pasti ke mana kegiatan itu akan
pergi. Tujuan suatu kegiatan tidak boleh diabaikan karena sangat penting.
Dengan cara yang sama, tujuan adalah tujuan yang ingin dicapai dalam
kegiatan belajar. Bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat, sumber,
dan evaluasi adalah elemen pengajaran lainnya yang dapat dipengaruhi oleh tujuan.
Semua komponen harus disesuaikan dan digunakan untuk mencapai tujuan dengan
cara yang paling efisien dan efisien. Kegiatan belajar mengajar tidak dapat dicapai
jika salah satu elemen tidak sesuai dengan tujuan.
Tujuan pendidikan mencakup seluruh kehidupan seseorang, mencakup
seluruh aspeknya. Tujuan pendidikan agama Islam sama dengan tujuan agama
Islam, yaitu agar orang memiliki keyakinan yang kuat dan dapat digunakan sebagai
pedoman hidup mereka, melalui berbagai proses usaha dan pembentukan
kepribadian yang bulat. Oleh karena itu, tujuan yang diharapkan oleh pendidik
Islam adalah untuk membina manusia beragama, yang berarti mereka akan mampu
melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan cara yang benar dan sempurna,
sehingga tercermin dalam sikap dan tindakan mereka sepanjang kehidupan mereka
untuk mencapai kebahagiaan dan kejayaan baik di dunia maupun di akhirat. 7
7
Djollong.
6
4. Masa kekuasaan Abbasiyah di Bagdad (750- 1250 M); dan
7. Fase pembangunan
Bagian ketiga membahas sejarah pendidikan Islam di Indonesia secara
periodisasi. Dengan demikian, uraian ini mencakup periode sejarah Islam yang
terjadi di dunia Islam dan di Indonesia. Hal ini terkait dengan pentingnya studi
Islam di Indonesia. 8
8
Zuhairini, Moh Kasiram, and Abdul Ghofir, SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM, 12th edn (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2013).
7
kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan takdir;
b. b. Nilai Khuluqiyyah, yang berkaitan dengan pendidikan etika, yang bertujuan
untuk menanamkan kepercayaan individu; dan
c. Nilai Khuluqiyyah, Nilai Amaliyah, yang berkaitan dengan pendidikan tingkah
laku sehari hari, baik yang berhubungan dengan pendidikan ibadah, Pendidikan
muamalah (hubungan antarmanusia) dan sebagainya .9
9
Muhammad Yusuf, Muzdalifah, Mujadidah Alwi.
8
Untuk mempersiapkan guru agama dan guru mata pelajaran lainnya, mata
pelajaran Sejarah Pendidikan Islam diberikan di Fakultas Tarbiyah. Oleh karena itu,
penting untuk mendiskusikan manfaat dari mempelajari sejarah pendidikan Islam.
Manfaatnya bagi calon guru untuk mempelajari sejarah pendidikan Islam yaitu:
a. Memperluas wawasan.
b. Salah atu objek kajian dalam sejarah itu adalah tentang guru (pendidik) dan
murid (peserta didik). Dia akan menemukan sejumlah informasi tentang guru-
guru masa lampau yang pantas dan patut diteladani, karena ke-ikhlasan, loyalitas
kepada tugas, tidak mementingkan ni-lai materi, mencintai murid-muridnya
sebagaimana dia mencintai anak kandungnya sendiri, dan berbagai sifat dan
sikap mulia lainnya. Hal ini akan bermanfaat bagi pembentukan kepribadian
guru.
c. Untuk membentuk sikap arif dan bijaksana dalam pribadi seorang guru.
Kompetensi kepribadian: bahwa karakter seseorang dibentuk oleh
pengalaman mereka sebelumnya. Belajar sejarah berarti menjadi lebih sadar diri,
memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Sejarah menanamkan kearifan, jadi
mereka yang dapat melakukan ini adalah mereka yang memiliki kearifan. Sebagai
dasar utama dari kompetensi kepribadian, orang yang memiliki kearifan adalah
orang yang berakhlak. Kearifan adalah kunci kepribadian. Penguasaan mata
pelajaran yang diajarkannya dan perluasan wawasan terkait erat dengan kompetensi
profesional. Sejarah akan mendorong kita untuk lebih banyak belajar. Pelajaran
sejarah akan meningkatkan kompetensi sosial seseorang, membantu mereka
memahami posisi mereka sebagai anggota masyarakat dan menempatkan diri
mereka sebagai makhluk sosial dalam hubungan dengan orang lain. Membangun
hubungan dengan siswa, orang tua/wali, dan teman sejawat serta membangun
jaringan sosial. 10
10
Haidar Daulay Putra and Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintas Sejarah, 1st edn
(JAKARTA: KENCANA, 2013).
9
J. PENTINGNYA MEMPELAJARI SEIARAH PENDIDIKAN ISLAM
Sejarah berbicara tentang apa yang terjadi di masa lalu, yang tidak boleh
diremehkan atau dibiarkan berlalu seiring berlalunya waktu. Karena maknanya
sangat besar. riwayat kehidupan manusia. Sejarah memiliki makna yang sangat
besar bagi orang bijak, pemikir, guru, dan pemimpin. Mengkaji sejarah pendidikan
Islam memberikan informasi tentang bagaimana pendidikan Islam berjalan dari
zaman Rasulullah hingga sekarang, mulai dari pertumbuhan, kemajuan,
kemunduran, dan kebangkitan kembali. Kami dapat mengetahui bagaimana
pendidikan Islam berjalan dari waktu ke waktu, dengan semua ide, konsep, institusi,
sistem, dan operasinya. Dunia pendidikan Islam terus berkembang. Kemajuan
pendidikan Islam disebabkan oleh bimbingan Rasulullah, ulama, penguasa,
sahabat, dan umat Islam, serta dorongan doktrin agama. 11
11
Hanun Asrohah, SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM, 1st edn (Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu, 1999).
10
yang mengakibatkan masyarakat atau penduduknya memeluk agama Islam, seperti
yang terjadi pada beberapa kerajaan, seperti Kerajaan Malaka, dan beberapa tempat
lainnya. Dengan demikian, masyarakat muslim secara otomatis terbentuk.
Beberapa institusi pendidikan Islam pertama kali muncul di Indonesia yaitu:
1. Masjid dan Langgar
Masjid berfungsi sebagai tempat shalat lima waktu, bersama dengan shalat
Jumat sekali seminggu dan shalat Hari Rava Idul Fitri dan Idul Adha dua kali
setahun. Langgar juga digunakan untuk shalat lima waktu, tetapi tidak untuk
Jumat. Baik orang dewasa maupun anak-anak dididik di tempat ini. Pengajian
yang dilakukan untuk orang dewasa adalah penyampaian ajaran Islam oleh mu-
balich (al-ustadz, guru, atau kiai) kepada para jamaah dalam hal akidah, ibadah,
dan akhlak. Fokus pengajaran yang diberikan kepada anak-anak adalah Al-
Qur'an, dengan penekanan pada kemampuan mereka untuk membacanya dengan
benar sesuai dengan kaidah bacaan. Anak-anak juga dididik tentang iman,
ibadah, dan moralitas. Sementara ibadah berfokus pada pengajaran shalat, iman
berfokus pada rukun iman yang enam. Dalam hal akhlak, tujuan adalah untuk
mengembangkan tingkah laku yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pesantren
Dari perspektif sejarah, tidak ada bukti yang menunjukkan kapan pesantren
pertama didirikan atau kapan mursyid melakukan kegiatan pendidikan kaum
sufi. Oleh karena itu, selain memiliki hubungan kebahasaan (karena kata
zawivah berubah menjadi dayah dalam dialek Aceh), kata dayah juga memiliki
hubungan fungsional, yaitu keduanya mengacu pada tempat pendidikan. Hasimy
menggambarkan dayah sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan subjek
agama yang berasal dari bahasa Arab, seperti fikih, bahasa Arab, tauhid, dan
tasawuf. Tingkat pendidikannya sebanding dengan sekolah lanjutan tingkat atas
(SLTA). Didasarkan pada beberapa uraian, dapat disimpulkan bahwa rangkang
dan dayah hampir sama dengan pesantren di Jawa.
3. Menasah, Rangkang, dan Dayal
Menasah berasal dari madrasah, tempat belajar, atau sekolah. Masyarakat
Aceh menganggap menasah sebagai tempat belajar yang multifungsi. Menasah
11
tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai tempat ibadah
(shalat), pertemuan, musyawarah, pusat informasi, dan tempat tidur untuk musafir.
Dilihat dari segi pendidikan, menasah adalah lembaga pendidikan awal
anak-anak yang setara dengan sekolah dasar. Para siswa dididik tentang akhlak,
menulis dan membaca huruf Arab, dan ilmu agama dalam bahasa Jawi (Melayu).
Di setiap gampong di Aceh, ada menasah untuk mengajar anak-anak. Menasah pada
dasarnya memiliki banyak fungsi, tidak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga
berfungsi sebagai:
a. Lambang dari kesatuan masyarakat Aceh.
b. Pusat penyiaran berita untuk warga.
c. Balai gampong.
d. Tempat musyawarah seluruh warga gampong (kampung).
e. Tempat pejabat-pejabat gampong memutuskan dan memecahkan masalah-
masalah sosial kemasyarakatan.
e. Tempat warsa sampong tidur di malam hati
g. Tempat tadarus Al-Quran.
h. Tempat perayaan dan kenduri massal dalam kampung, seperti Maulid Nabi
Mühammad SAW, Nuzulul Qur'an, dan Isra' Mi'raj (Ensiklopedia Islam, 740).
Menasah dipimpin oleh seorang tengku, yang di Aceh Besar disebut tengku
menasah. Teneku menasah bertugas untuk membina agama di suatu tempat tertentu.
la memiliki tugas-tugas keagamaan, antara lain:
a. Mengajar anak-anak membaca Al-Qur'an.
b. Menjadi imam shalat.
c. Mengurus jenazah.
d. Memimpin doa pada kenduri-kenduri di wilayahnya.
e. Menyembelih hewan.
f. Mengurus masalah pernikahan.
g. Mengurus kegiatan ramadhan, seperti mempersiapkan berbuka puasa bersama di
menasah.
Menurut Qanun Meukuta Alam, setiap kampung harus memiliki satu
menasah. Rangkang adalah tempat tinggal murid yang dibangun di sekitar masid.
12
Masjid digunakan untuk berbagai kegiatan umat, termasuk pendidikan. Karena
murid harus mondok dan tinggal di sekitar masjid, tempat tinggal mereka disebut
rangkang. Sekolah ini memprioritaskan pendidikan agama dan mengajarkan kitab-
kitab vang dalam bahasa Arab. Tingkat pendidikan ini sebanding dengan sekolah
saat ini setingkat sekolah lanjutan pertama (Hasjmy, 1983: 192). Sistem pendidikan
di rangkang ini sama dengan sistem pendidikan di pesantren, murid-murid duduk
membentuk lingkaran dan si guru menerangkan pelajaran, berbentuk halakah,
metode yang disampaikan di dunia pesantren disebut dengan sorogan dan wetonan.
Dayah adalah institusi pendidikan berikutnya yang populer di Aceh.
Zawiyah adalah bentuk bahasa Arab dari kata "dayah". Pada mulanva, kata zawiyah
merujuk pada sudut dari satu bangunan, dan biasanya dikaitkan dengan masjid. Di
sudut masjid terjadi proses pendidikan antara guru dan siswa. Selanjutnya, kata
"zawiyah" mengacu pada tarekat-tarekat sufi, di mana seorang syekh atau mursyid
mengajar kaum sufi.
Dengan demikian, kata dayah yang berasal dari kata zawival di samping
memiliki hubungan antara kata zawiyah dan dayah, yang berubah menjadi dayah
dalam dialek Aceh, juga memiliki hubungan fungsional, yaitu keduanya merujuk
pada tempat pendidikan. Menurut Hasjmy, dayah adalah lembaga pendidikan yang
mengajarkan subjek agama yang berasal dari bahasa Arab, seperti fikih, bahasa
Arab, tauhid, dan tasawuf. Tingkat pendidikannya sebanding dengan sekolah
lanjutan tingkat atas (SLTA). Didasarkan pada beberapa uraian, dapat disimpulkan
bahwa rangkang dan dayah hampir sama dengan pesantren di Jawa.
4.Surau
Surau didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai tempat
(ru-mah) di mana orang Islam melakukan ibadah mereka, seperti sembahyang
dan mengaji. Surau adalah bangunan yang digunakan untuk shalat, mengaji
anak-anak, dan pengajian agama untuk orang dewasa. Di Indonesia dan
Malaysia, istilah "surau" digunakan secara luas sebagai bangunan kecil yang
digunakan untuk shalat berjamaah oleh orang-orang di sekitarnya. Surau bagi
masyarakat Minangkabau memiliki tujuan pendidikan dan ibadah serta tujuan
budaya. Surau juga memiliki fungsi pendidikan dan agama. Fungsi
13
pendidikannya adalah menyebarkan ilmu, nilai, dan keterampilan. Di surau, Al-
Qur'an dibaca dan prinsip-prinsip agama Islam diajarkan, termasuk rukun iman
dan Islam. Surau juga berfungsi sebagai tempat pendidikan orang dewasa.
Dengan tarekatnya, pendidikan sufi juga dilakukan di sana. Surau berfungsi
sebagai lembaga sosial budaya dan tempat para pemuda berkumpul untuk
menumbuhkan diri mereka sendiri. Selain itu, surau juga berfungsi sebagai
tempat persinggahan dan peristirahatan bagi para musafir yang sedang
menempuh perjalanan. Oleh karena itu, surau memiliki banyak manfaat.Seorang
pegawai Belanda bernama Verkerk Pistorius membagi surau menjadi tiga
kategori: kecil, menengah, dan besar, seperti dikutip oleh Azyumardi Azra.
Sekitar dua puluh siswa tinggal di surau kecil. Surau kecil memiliki 80 pelajar,
dan surau besar memiliki 100 hingga 1.000 pelajar. Surau kecil digunakan untuk
mengaji (membaca Al-Qur'an) dan shalat, sedangkan surau besar dan sedang
memiliki tujuan pendidikan yang lebih luas. Mereka juga digunakan untuk shalat
dan mengaji. Pendidikan di surau sangat mirip dengan pendidikan di pesantren.
Guru dan syekh mengajar dengan metode bandonean dan sorogan; murid juga
berpindah ke surau lain apabila mereka merasa cukup memperoleh pengetahuan
di surau sebelumnya. Salah satu dari seci mata pelajaran yang diajarkan di surau
sebelum konsep-konsep pembaruan pemikiran Islam muncul pada awal abad ke-
20 adalah topik agama yang berbasis kitab-kitab klasik. Selain itu, banyak Surau
Syattariyah mempekerjakan guru dari berbagai bidang pengajaran Islam.
Misalnya, Surau Kamang berkonsentrasi pada ilmu alat, penelitian bahasa Arab,
dan topik terkait; Surau Kota Gadang berkonsentrasi pada "ilmu mantiq ma'ani",
yang menjelaskan makna logis Al-Qur'an yang menekankan logika daripada
perasaan; Surau Sumanik berkonsentrasi pada hadis, tafsir, dan faraid; Surau
Talam berkonsentrasi pada bidang nahu (tanda bahasa Arab), sama dengan
Surau Salayo; dan Surau Koto Tuo terkenal karena tafsirnya Selain pesantren,
surau juga memiliki keunggulannya sendiri. Surau-surau tertentu khusus dalam
bidang alat, seperti Surau Kamang; Surau Kota Gedang khusus dalam tafsir dan
faraid, Surau Sumanik, dan Surau Talang khusus dalam nahu (Azra, 1988: 58).
Tidak mengherankan bahwa surau digunakan sebagai tempat praktik sufi atau
14
tarekat karena kabau pertama yang dibangun di Minang dibangun oleh
Burhanuddin Ulakan dengan tujuan mempromosikan ajaran tarekat di kalangan
masyarakat Minangkabau, terutama pengikutnya. Surau Ulakan berfungsi
sebagai pusat tarekat. Menurut Azyumardi Azra, siswa yang telah belajar di sana
kemudian membangun surau-surau lain berdasarkan model Surau Ulakan, yang
merupakan prototipe dari Surau Tarekat (Azra, 2003: 46). Dari beberapa
ungkapan di atas, jelas bahwa surau di Minangkabau memiliki fungi ganda.
Fungi pendidikan adalah yang paling penting di antaranya. Pendidikan di surau
hampir sama dengan pendidikan di pesantren. Ilmu agama adalah inti pelajaran,
yang pada tingkat tertentu mendasarinya pada studi kitab-kitab klasik.12
12
Haidar Daulay Putra, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Dindonesia, 1st
edn (jakarta: Kharisma Putra Utama, 2007).
15
yang telah berkembang dan dilengkapi dengan sarana yang memudahkan
proses pendidikan.Selain itu, WJS menyatakan bahwa dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Poerwadarminto menjelaskan bahwa sekolah adalah
bangunan yang digunakan untuk belajar dan memberi pelajaran. Dalam
waktu atau pertemuan di mana siswa diberi pelajaran, upaya memerlukan
kepandaian, atau ilmu pengetahuan. Sekolah fokus pada pendidikan formal.
Mereka memiliki guru, siswa, dan jadwal pelajaran yang mengikuti
kurikulum dan silabus. Mereka juga memiliki sarana dan fasilitas
pendidikan, perlengkapan, dan peraturan lainnya.
Seorang pendidik harus dapat menyesuaikan metodenya dengan
materi yang mereka ajar. Pendidik harus dapat menyajikan materi dengan
berbagai cara agar siswa tidak membosankan dengan metode ini. Metode
ceramah panjang waktu dapat membuat siswa menjadi pasif dan
membosankan. Selanjutnya, evaluasi kognitif siswa dilakukan, dan hasilnya
dimasukkan ke dalam rapor mereka. Anak-anak yang tidak pernah atau
jarang shalat mungkin memiliki nilai rapor yang lebih rendah daripada
anak-anak yang rajin shalat. Ini adalah hasil dari metode yang digunakan
untuk menilainya. Saat ini, selain mengukur pengetahuan seorang peserta
didik, juga perlu mengukur sikap agamanya. Untuk melakukan ini, skala
sikap harus digunakan.
c) Madrasah
Selain pesantren, ada lembaga pendidikan Islam yang disebut
Madrasah. Pendidikan madrasah merupakan adaptasi dari pendidikan di
Arab, sesuai dengan asal bahasanya. Istilah madrasah berarti sekolah, tetapi
juga berbeda dengan sekolah umum karena di Indonesia istilah madrasah
secara khusus merfleksikan lembaga pendidikan Islam, sehingga madrasah
mengemban misi keIslaman.
.Perubahan yang terjadi pada madrasah dimulai dengan pembukaan
Madrasah Wajib Belajar (MWB) pada awal tahun 1950-an oleh Kementrian
Agama, dipimpin oleh K.H Wahid Hasyim. MWB didirikan dengan tujuan
memberikan bantuan dan pembinaan kepada madrasah dalam upaya
16
meningkatkan kualitas Madrasah Ibtidaiyyah dengan menggabungkan
materi kurikulum dan sistem penyelenggaraan.
Namun, Madrasah Wajib Belajar (MWB) ini gagal memenuhi harapan. Di
antara penyebabnya adalah:
1. Keterbatasan sarana dan prasarana
2. Ketidakmampuan pemerintah untuk mempersiapkan guru
3. Kurang antusiasnya masyarakat dan penyelenggara madrasah
4. Masyarakat menganggap dengan porsi 25% mata pelajaran agama, maka
Madrasah Wajib Belajar (MWB) kurang memenuhi persyaratan
sebagai lembaga pendidikan Agama.
d) Sekolah Tinggi Islam (STI)
Keinginan orang Islam untuk membangun institusi pendidikan
tinggi sudah ada sejak zaman Belanda. M. Natsir menyatakan bahwa
keinginan untuk mendirikan institusi pendidikan tinggi Islam telah muncul
di hati orang Islam. Selanjutnya, dalam artikelnya, Dr. Satiman menulis PM
(Pedoman Masyarakat) Nomor 15 yang menggambarkan semangatnya
untuk mendirikan sekolah tinggi Islam di tiga tempat: Jakarta, Solo, dan
Surabaya. Akan ada sekolah tinggi di Jakarta yang akan menjadi bagian dari
Sekolah Menengah Muhammadiyah yang menentang, di Solo akan ada
sekolah tinggi untuk mendidik mubhalighin, dan di Surabaya akan ada
sekolah tinggi yang akan menerima orang-orang pesantren.
e) Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTAIN)
Diharapkan PTAIN juga akan menjadi pusat pengembangan ilmu
keIslaman seperti Al-Azhar dan Mesir karena sebelum berdirinya, orang
Indonesia harus pergi ke luar negeri, seperti Mesir atau Saudi Arabia.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1950 meresmikan PTAIN, yang baru
beroperasi secara efektif pada tahun 1951. Pada tahun tersebut, perkuliahan
perdana dimulai dengan 67 mahasiswa dan 28 siswa yang sedang
mempersiapkan diri, dengan KH. Adanan sebagai pimpinan fakultas.
PTAIN ini memiliki jurusan Tarbiyah, Qadha, dan Dakwah, dan dia
menghabiskan empat tahun studi bakalaureate dan doktoral. Pelajaran
17
agama disertai dengan pelajaran umum, terutama yang berkaitan dengan
jurusan. Mahasiswa Tarbiyah membutuhkan pemahaman umum tentang
ilmu pendidikan, seperti mahasiswa jurusan lain.
f) Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
PTAIN dan ADIA bersatu menjadi IAIN pada tahun 1960. PTAIN di
Yogyakarta berubah menjadi IAIN Sunan Kalijaga, dan ADIA di Jakarta
berubah menjadi IAIN Syarif Hidayatullah. Sepertinya kedua IAIN ini tidak
memenuhi kebutuhan masyarakat Islam Indonesia. Dengan demikian,
fakultas-fakultas cabang didirikan di berbagai wilayah di IAIN kedua. Ini
menyebabkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1963, yang
memungkinkan IAIN didirikan secara terpisah dari pusat. Jakarta diberi
tugas untuk mengawasi fakultas-fakultas yang ada di daerah berdasarkan
intelektual akademik dan sejarahnya. Aturan berikut ditetapkan oleh
Departemen Agama: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengawasi fakultas
di Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera; IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
mengawasi fakultas di IAIN yang ada di Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Muluku, dan Irian Jaya.
18
Sidempuan, yang berubah menjadi STAIN Padang Sidempuan, dan
seterusnya.
M. KESIMPULAN
Sejarah adalah peristiwa masa lalu atau saat ini yang terjadi dan
memiliki latar belakang yang perlu dipelajari dan dipahami. Sejarah Pendidikan
Islam adalah semua peristiwa atau penjelasan yang berkaitan dengan pendidikan
13
Mohd Yusuf Ahmad.
19
Islam mulai dari awal penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad Saw hingga masa
kini. Sejarah pendidikan Islam perlu dipahami melalui 3 metode umum yaitu
Metode lisan atau pelacakan sejarah, Observasi , Analisis sintesis Beberapa
komponen mendukung perkembangan sejarah pendidikan Islam Kontak Budaya ,
Stabilitas Politik , Kemajuan Ekonomi Tujuan pendidikan agama Islam sama dengan
tujuan agama Islam, yaitu agar orang memiliki keyakinan yang kuat dan dapat
digunakan sebagai pedoman hidup mereka, melalui berbagai proses usaha dan
pembentukan kepribadian yang bulat. Pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-
hari sangat penting karena mengandung tiga pilar nilai utama dalam kehidupan
bermasyarakat dan berketuhanan yaitu Nilai Itiqadiyyah yang berkaitan dengan
pendidikan iman , Nilai Khuluqiyyah yang berkaitan dengan pendidikan etika,Nilai
Khuluqiyyah, Nilai Amaliyah yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku
sehari hari Di dalam mempelajari sejarah ada bebrapa manfaat yang dapat diambil
yaitu Mengetahui dan memahami pertumbuhan & perkembang-an pemikiran umat
Islam dalam bidang pen-didikan Islam, Mampu mengambil pelajaran dari proses
pemikiran tentang pendidikan Islam pada masa lalu untuk memecahkan
problematika pendidikan Islam pada masa kini, manfaatnya bagi calon guru untuk
mempelajari sejarah pendidikan Islam yiatu Memperluas wawasan. , Salah satu
objek kajian dalam sejarah itu adalah tentang guru (pendidik) dan murid (peserta
didik). Dia akan menemukan sejumlah informasi tentang guru-guru masa lampau
yang pantas dan patut diteladani. Untuk membentuk sikap arif dan bijaksana dalam
pribadi seorang guru. Lembaga pendidikan islam awal di indonesia yaitu Masjid
dan Langgar , Pesantren , Suran sedangkan Lembaga-lembaga pendidikan islam
pada era kemerdekaan yaitu Pesantren , Sekolah , Madrasah , Sekolah-Sekolah Dinas
, Sekolah Tinggi Islam, Perguruan Tinggi Islam Negeri , Akademi Dinas Ilmu
Agama, Institut Agama Islam Negeri, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ,
Universitas Islam Negeri, Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta.
20
DAFTAR PUSTAKA
21