Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ILMIAH

Ruang Lingkup Sejarah Pendidikan Islam


Dosen Pengampu: Dr. Supriyanto, M. Ag

Disusun Oleh: Kelompok 1

Boi Firman (2020010104149)


Dea Virgi Anggraeny (20210101004001)
Dian Ayu Pratiwi (2021010104002)
Tri Asriyanti (2021010104155)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI
A. LATAR BELAKANG
Pada mulanya, sejarah terdapat dalam pikiran para sejarawan, orang yang
menghapal sejarah yang selalu di sampaikan dengan metode lisan. Kemudian
penulisan sejarah tersebut di pelajari dalam sebuah studi khusus yang disebut
dengan historiografi. Sebuah sejarah (peristiwa sejarah) berbeda dengan
historiografi. Secara umum, historiografi adalah sebuah studi sistematis tentang
sejarah penulisan sejarah (The history of historical writing). Historiografi tidak
berhubungan langsung dengan sebuah peristiwa sejarah. Karena historiografi hanya
mencurahkan perhatiannya pada karya-karya sejarah yang telah ada. Fokus
historiografi yaitu bagaimana persepsi, interpretasi dan metode sejarah yang di
gunakan oleh seorang penulis sejarah. Tanpa menghakimi sejarah yang di tulisnya.
Masyarakat memiliki persepsi bahwa Pendidikan Islam hanya sebuah lembaga
yang bersifat statis dan tidak mengarah pada perubahan yang konstruktif, sehingga
masyarakat tidak memiliki minat untuk memperdalam sejarah yang ada di
Indonesia tentang pendidikan islam. Namun sebenarnya Sejarah Pendidikan Islam
merupakan kerangka ideal yang mengandung multi demensi dalam mengatur dan
menggagas kembali terhadap konsep pendidikan islam dan system pendidikan
islam yang dianggap statis.1
Pendidikan sangat diperlukan sebagai proses yang mampu membangun potensi
manusia menuju kemajuan dalam segala aspek Pendidikan menurut Islam atau
Pendidikan Islami. Yakni, pendidikan yang dipahami dan yang dikembangkan dari
ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu
Al-Qur'an dan As-Sunnah. 2
Prof. Dr. Omar Mohammad At-Toumy Asy-Syaibani mendefinisikan
pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan
pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu
aktifitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.

1
Shoni Rahmatullah Amrozi, ‘Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia; Perspektif Sejarah Kritis Ibnu
Kholdun’, Kuttab, 4.1 (2020) <https://doi.org/10.30736/ktb.v4i1.105>.
2
Battiar Muhammad Yusuf, Muzdalifah, Mujadidah Alwi, ‘Konsep Dasar Dan Ruang Lingkup
Pendidikan Islam’, Bacaka, 2.1 (2022), 74–80.
Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan
oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran islam. 3

B. PENGERTIAN SEJARAH
Secara etimologi "sejarah" disebut dengan istilah "history", yang berarti
pengalaman masa lalu manusia. Dalam bahasa Arab disebut tarikh, "tarikh" dalam
bahasa Arab berarti "ketentuan masa atau waktu," dan "ilmu tarikh" berarti "ilmu
yang mengandung atau yang membahas penyebutan peristiwa dan sebab-sebab
terjadinya peristiwa tersebut."
Adapun secara terminologi berarti peristiwa masa lalu atau saat ini. Selain
itu, kata "tarikh" digunakan untuk menghitung tahun, seperti mengatakan tahun
sebelum atau sesudah masehi dan menyebutnya "sebelum atau sesudah masehi".
Dengan demikian, ilmu tarikh adalah pengetahuan yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi atau peristiwa masa lalu dan saat ini.
Jadi, bisa dikatakan bahwa kata "sejarah" berasal dari kata Arab "syajaroh",
yang berarti pohon, karena apa yang terlihat di permukaan pohon memiliki
hubungan dengan akarnya di dalam tanah. Demikian pula, peristiwa yang terjadi
saat ini memiliki latar belakang yang perlu dipelajari dan dipahami. 4

C. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM


Istilah "pendidikan Islam" berasal dari dua kata: "pendidikan" dan "Islam."
Sebenarnya, beberapa definisi umum pendidikan di atas cukup untuk membuat
definisi pendidikan Islam. Menurut Qadri Azizy, definisi pendidikan agama Islam
terbatas pada dua hal: (1) mengajarkan siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-
nilai atau akhlak Islam; dan (2) mengajarkan siswa untuk mempelajari materi ajaran
Islam. Dengan batasan ini, pengertian pendidikan agama Islam dapat didefinisikan

3
Andi Fitriani Djollong, ‘Dasar, Tujuan Dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam Di Indonesia (Basis,
Objectives, and Scope Islamic Education In Indonesia)’, Al-Ibrah, VI.1 (2017), 11–29.
4
Muhammad Hambal Shafwan, ‘Intisari Sejarah Pendidikan Islam (Mengenal Dan Meneladani
Proses Dan Praktek Tarbiyah Dan Dakwah Sejak Diutusnya Rasul Saw Hingga Kemerdekaan
Indonesia)’, Pustaka Arafah, 2019, 1–20.

3
sebagai upaya secara sadar untuk mengajarkan siswa untuk berperilaku sesuai
dengan ajaran Islam dan mengajarkan siswa untuk mempelajari materi ajaran Islam.
Pendidikan Islam tidak hanya dimaknai sebagai pemindahan pengetahuan,
tetapi juga pemindahan nilai yang berorientasi dunia-akhirat, menurut Hasan
Langgulung. Menurutnya, pendidikan Islam didefinisikan sebagai suatu proses
mempersiapkan generasi muda untuk menjalankan peran pemindahan pengetahuan
dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di
dunia dan memperoleh hasilnya di akhirat.

D. PENGERTIAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


Menurut bahasa, "sejarah" atau "history" dalam bahasa Inggris berarti
pengalaman masa lalu umat manusia (the past experience of mankind). Sejarah
adalah segala sesuatu yang pernah terjadi dan telah direkam, sehingga rekaman
masa lalu seringkali menjadi i'tibar atau cermin bagi generasi berikutnya. Dalam
bahasa Indonesia, "sejarah" berarti garis keturunan, asal usul peristiwa, atau
kejadian masa lalu. Oleh karena itu, sejarah Islam adalah bidang yang mempelajari
peristiwa yang terjadi dalam masyarakat Islam sejak awal Islam atau bahkan
sebelum kelahiran Nabi Muhammad hingga saat ini.
Sejarah tidak sama dengan ilmu pengetahuan lain yang dapat dibuktikan
dengan eksperimen. Sementara matematika, fisika, dan bidang ilmu eksak lainnya
semuanya benar, sejarah lebih banyak dipengaruhi oleh pikiran penulis. Manuskrip-
manuskrip, lembaran-lembaran tulisan, prasasti, dan senjata peninggalan pelaku
sejarah adalah satu-satunya cara untuk membuktikan peristiwa masa lalu. Dengan
demikian, berbagai interpretasi subjektif muncul sebagai tanggapan terhadap
berbagai bukti sejarah tersebut.
Merujuk pada pengertian di atas, "Sejarah Pendidikan Islam" mengacu pada
semua peristiwa, peristiwa, atau penjelasan yang berkaitan dengan pendidikan
Islam, mulai dari awal penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad Saw hingga masa
kini. Para ahli setuju bahwa sejarah pendidikan Islam sesungguhnya identik dengan
sejarah Islam itu sendiri. Hal ini disebabkan fakta bahwa bagian-bagian sejarah

4
Islam lebih banyak berfokus pada masalah pendidikan daripada bagian-bagian lain
dari agama. 5

E. METODE SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


Memahami sejarah pendidikan Islam, tentu perlu dipahami melalui metode
atau cara. Secara umum ada tiga metode lisan, observasi, dokumentasi.Pertama
yaitu metode lisan atau pelacakan sejarah dapat dilakukan melalui wawancara
dengan sejarahwan atau berbagai pihak yang menjadi saksi sejarah. Untuk
mendapatkan informasi tentang jejak-jejak perjalanan dan perkembangan Islam,
sangat penting bagi sejarahwan untuk berkolaborasi dengan ulama yang
mengetahui dan memahami situasi sosial dan budaya masa lalu. Terkadang, metode
wawancara tidak memungkinkan untuk merujuk sumbernya secara resmi, tetapi ini
masih merupakan cara tunggal untuk mendapatkan informasi asli dari sumber
pertama. Penulis sejarah menceritakan dan menarasikan kisah dari sumber pertama
ini.
Kedua pendekatan komparatif digunakan untuk membandingkan tujuan
ajaran Islam dengan fakta-fakta pendidikan yang berkembang saat ini dan
sebelumnya. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan yang terjadi, sehingga dapat ditemukan solusi untuk kesalahan.
Ketiga Analisis sintesis yang digunakan untuk menganalisis secara kritis
istilah yang diberikan ajaran Islam untuk menunjukkan kelebihan dan kekhasan
pendidikan Islam. Dengan menggunakan metode sintesis, seseorang dapat
mencapai kesimpulan yang akurat dan cermat dari diskusi sejarah pendidikan Islam.
Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk kepentingan proses pewarisan dan
pengembangan budaya umat Islam. 6

F. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM


Tujuan adalah jalan, haluan, atau tempat yang dituju.Tujuan adalah suatu
tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan sesuatu. Tidak ada kegiatan yang

5
Shafwan.
6
Mohd Yusuf Ahmad, ‘Sejarah Pendidikan Islam Nusantara’, 2021, 1–176.

5
diprogamkan tapa tujuan karena sifatnya tidak pasti ke mana kegiatan itu akan
pergi. Tujuan suatu kegiatan tidak boleh diabaikan karena sangat penting.
Dengan cara yang sama, tujuan adalah tujuan yang ingin dicapai dalam
kegiatan belajar. Bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat, sumber,
dan evaluasi adalah elemen pengajaran lainnya yang dapat dipengaruhi oleh tujuan.
Semua komponen harus disesuaikan dan digunakan untuk mencapai tujuan dengan
cara yang paling efisien dan efisien. Kegiatan belajar mengajar tidak dapat dicapai
jika salah satu elemen tidak sesuai dengan tujuan.
Tujuan pendidikan mencakup seluruh kehidupan seseorang, mencakup
seluruh aspeknya. Tujuan pendidikan agama Islam sama dengan tujuan agama
Islam, yaitu agar orang memiliki keyakinan yang kuat dan dapat digunakan sebagai
pedoman hidup mereka, melalui berbagai proses usaha dan pembentukan
kepribadian yang bulat. Oleh karena itu, tujuan yang diharapkan oleh pendidik
Islam adalah untuk membina manusia beragama, yang berarti mereka akan mampu
melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan cara yang benar dan sempurna,
sehingga tercermin dalam sikap dan tindakan mereka sepanjang kehidupan mereka
untuk mencapai kebahagiaan dan kejayaan baik di dunia maupun di akhirat. 7

G. PERIODISASI SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


Sejarah pendidikan Islam tidak terlepas dari sejarah Islam sendiri; oleh karena
itu, sejarahnya dapat dibagi menjadi periode-periode dalam sejarah Islam.Dr. Harun
Nasution secara garis besar membagi sejarah Islam ke dalam tiga era: klasik,
pertengahan, dan modern. Selanjutnya, detailnya dapat dibagi menjadi lima
periode, yaitu

1. Masa hidupnya Nabi Muhammad SAW (571-632 M);

2. Masa khalifah yang empat (Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar, Umar,


Usman dan Ali di Madinah/632-661 M);

3.Masa kekuasaan Umawiyah di Damsyik (661-750 M);

7
Djollong.

6
4. Masa kekuasaan Abbasiyah di Bagdad (750- 1250 M); dan

5. Masa dari jatuhnya kekuasaan khalifah di Bagdad tahun 1250 M sampai


sekarang.
Bagian kedua menguraikan lima periode sejarah pendidikan Islam di atas.
Namun, untuk studi pendidikan Islam di Indonesia, pembahasan akan berkaitan
dengan fase-fase berikut:

1. Fase datangnya Islam ke Indonesia

2. Fase pengembangan dengan melalui proses adaptasi

3. Fase berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (proses politik)

4. Fase kedatangan orang Barat (zaman penjajahan)

5. Fase penjajahan Jepang

6. Fase Indonesia merdeka

7. Fase pembangunan
Bagian ketiga membahas sejarah pendidikan Islam di Indonesia secara
periodisasi. Dengan demikian, uraian ini mencakup periode sejarah Islam yang
terjadi di dunia Islam dan di Indonesia. Hal ini terkait dengan pentingnya studi
Islam di Indonesia. 8

H. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM KEHIDUPAN


SEHARI-HARI
Pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-hari sangat penting karena
mengandung tiga pilar nilai utama dalam kehidupan bermasyarakat dan
berketuhanan:
a. Nilai Itiqadiyyah, yang berkaitan dengan pendidikan iman, seperti percaya

8
Zuhairini, Moh Kasiram, and Abdul Ghofir, SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM, 12th edn (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2013).

7
kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan takdir;
b. b. Nilai Khuluqiyyah, yang berkaitan dengan pendidikan etika, yang bertujuan
untuk menanamkan kepercayaan individu; dan
c. Nilai Khuluqiyyah, Nilai Amaliyah, yang berkaitan dengan pendidikan tingkah
laku sehari hari, baik yang berhubungan dengan pendidikan ibadah, Pendidikan
muamalah (hubungan antarmanusia) dan sebagainya .9

I. KEGUNAAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sejarah adalah masa lalu umat
manusia (the past experience of mankind). Oleh karena itu, mengungkapkan
berbagai peristiwa masa lalu pasti akan menghasilkan kebahagiaan, ketenteraman,
dan kesejahteraan bagi umat manusia, tetapi tidak diragukan lagi akan terjadi hal
sebaliknya. Generasi berikutnya dapat belajar dari pengalaman umat manusia.
Sejarah sangat bermanfaat bagi manusia karena melaluinya mereka dapat belajar
dan berusaha menjadi lebih baik dengan melihat dan mengambil itibar dari masa
lalu. Orang harus memiliki kearifan agar mereka dapat bertindak dan berperilaku
bijaksana. Tidak cukup hanya pintar dan cerdas secara intelektual; kearifan hidup
juga penting. Kearifan memungkinkan seseorang meletakkan sesuatu pada
tempatnya. Untuk menjadi orang arif, seseorang harus belajar sejarah, karena
sejarah mendidik dan menjadikan orang arif. Generasi berikutnya dapat mengambil
pelajaran dari kata-kata ini. Di dalam mempelajari sejarah pendidikan Islam,
Zuraini dkk. mengemukakan manfaat yang dapat diambil:
1. Mengetahui dan memahami pertumbuhan, perkembang-an pemikiran-pemikiran
umat Islam dalam bidang pen-didikan Islam.
2. Mampu mengambil pelajaran dari proses pemikiran tentang pendidikan Islam
pada masa lalu untuk meme-cahkan problematika pendidikan Islam pada masa
kini.
3. Memiliki sika positif terhadap pemikiran-pemikiran baru yang muncul

9
Muhammad Yusuf, Muzdalifah, Mujadidah Alwi.

8
Untuk mempersiapkan guru agama dan guru mata pelajaran lainnya, mata
pelajaran Sejarah Pendidikan Islam diberikan di Fakultas Tarbiyah. Oleh karena itu,
penting untuk mendiskusikan manfaat dari mempelajari sejarah pendidikan Islam.
Manfaatnya bagi calon guru untuk mempelajari sejarah pendidikan Islam yaitu:
a. Memperluas wawasan.
b. Salah atu objek kajian dalam sejarah itu adalah tentang guru (pendidik) dan
murid (peserta didik). Dia akan menemukan sejumlah informasi tentang guru-
guru masa lampau yang pantas dan patut diteladani, karena ke-ikhlasan, loyalitas
kepada tugas, tidak mementingkan ni-lai materi, mencintai murid-muridnya
sebagaimana dia mencintai anak kandungnya sendiri, dan berbagai sifat dan
sikap mulia lainnya. Hal ini akan bermanfaat bagi pembentukan kepribadian
guru.
c. Untuk membentuk sikap arif dan bijaksana dalam pribadi seorang guru.
Kompetensi kepribadian: bahwa karakter seseorang dibentuk oleh
pengalaman mereka sebelumnya. Belajar sejarah berarti menjadi lebih sadar diri,
memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Sejarah menanamkan kearifan, jadi
mereka yang dapat melakukan ini adalah mereka yang memiliki kearifan. Sebagai
dasar utama dari kompetensi kepribadian, orang yang memiliki kearifan adalah
orang yang berakhlak. Kearifan adalah kunci kepribadian. Penguasaan mata
pelajaran yang diajarkannya dan perluasan wawasan terkait erat dengan kompetensi
profesional. Sejarah akan mendorong kita untuk lebih banyak belajar. Pelajaran
sejarah akan meningkatkan kompetensi sosial seseorang, membantu mereka
memahami posisi mereka sebagai anggota masyarakat dan menempatkan diri
mereka sebagai makhluk sosial dalam hubungan dengan orang lain. Membangun
hubungan dengan siswa, orang tua/wali, dan teman sejawat serta membangun
jaringan sosial. 10

10
Haidar Daulay Putra and Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintas Sejarah, 1st edn
(JAKARTA: KENCANA, 2013).

9
J. PENTINGNYA MEMPELAJARI SEIARAH PENDIDIKAN ISLAM
Sejarah berbicara tentang apa yang terjadi di masa lalu, yang tidak boleh
diremehkan atau dibiarkan berlalu seiring berlalunya waktu. Karena maknanya
sangat besar. riwayat kehidupan manusia. Sejarah memiliki makna yang sangat
besar bagi orang bijak, pemikir, guru, dan pemimpin. Mengkaji sejarah pendidikan
Islam memberikan informasi tentang bagaimana pendidikan Islam berjalan dari
zaman Rasulullah hingga sekarang, mulai dari pertumbuhan, kemajuan,
kemunduran, dan kebangkitan kembali. Kami dapat mengetahui bagaimana
pendidikan Islam berjalan dari waktu ke waktu, dengan semua ide, konsep, institusi,
sistem, dan operasinya. Dunia pendidikan Islam terus berkembang. Kemajuan
pendidikan Islam disebabkan oleh bimbingan Rasulullah, ulama, penguasa,
sahabat, dan umat Islam, serta dorongan doktrin agama. 11

K. LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


Pada awalnya, pendidikan Islam diberikan secara informal. Dalam
kehidupan sehari-hari mereka, para mubaligh memberikan banyak contoh. Para
mubaligh mendorong akhlakul karümah, mendorong orang-orang yang datang
untuk memeluk agama Islam dan mencontoh tindakan mereka. Masyarakat muslim
terbentuk melalui perkawinan antara para mubaligh dengan masyarakat sokitar, dan
kadang-kadang juga melalui perkawinan antara para pedagang muslim atau
mubaligh dengan masyarakat sekitar mereka. Kerajaan Islam berasal dari
masyarakat muslim inilah. Mendirikan rumah ibadah (masjid, langgar, atau musala)
adalah hal pertama yang diprioritaskan oleh masyarakat muslim setelah muncul di
suatu wilayah. Sudah jelas bahwa setelah masyarakat muslim terbentuk di daerah
tertentu di Indonesia, mereka harus membangun masjid untuk melak-sanakan
pendidikan Islam di dalamnya. Dengan adanya masjid ini, pendidikan nonformal
mulai berlangsung. Proses lain dimulai dengan individu muslim yang membentuk
masyarakat muslim, yang kemudian menghasilkan kerajaan Islam, proses ini juga
dapat terjadi jika para mubaligh mengislamkan penguasa lokal terlebih dahulu,

11
Hanun Asrohah, SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM, 1st edn (Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu, 1999).

10
yang mengakibatkan masyarakat atau penduduknya memeluk agama Islam, seperti
yang terjadi pada beberapa kerajaan, seperti Kerajaan Malaka, dan beberapa tempat
lainnya. Dengan demikian, masyarakat muslim secara otomatis terbentuk.
Beberapa institusi pendidikan Islam pertama kali muncul di Indonesia yaitu:
1. Masjid dan Langgar
Masjid berfungsi sebagai tempat shalat lima waktu, bersama dengan shalat
Jumat sekali seminggu dan shalat Hari Rava Idul Fitri dan Idul Adha dua kali
setahun. Langgar juga digunakan untuk shalat lima waktu, tetapi tidak untuk
Jumat. Baik orang dewasa maupun anak-anak dididik di tempat ini. Pengajian
yang dilakukan untuk orang dewasa adalah penyampaian ajaran Islam oleh mu-
balich (al-ustadz, guru, atau kiai) kepada para jamaah dalam hal akidah, ibadah,
dan akhlak. Fokus pengajaran yang diberikan kepada anak-anak adalah Al-
Qur'an, dengan penekanan pada kemampuan mereka untuk membacanya dengan
benar sesuai dengan kaidah bacaan. Anak-anak juga dididik tentang iman,
ibadah, dan moralitas. Sementara ibadah berfokus pada pengajaran shalat, iman
berfokus pada rukun iman yang enam. Dalam hal akhlak, tujuan adalah untuk
mengembangkan tingkah laku yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pesantren
Dari perspektif sejarah, tidak ada bukti yang menunjukkan kapan pesantren
pertama didirikan atau kapan mursyid melakukan kegiatan pendidikan kaum
sufi. Oleh karena itu, selain memiliki hubungan kebahasaan (karena kata
zawivah berubah menjadi dayah dalam dialek Aceh), kata dayah juga memiliki
hubungan fungsional, yaitu keduanya mengacu pada tempat pendidikan. Hasimy
menggambarkan dayah sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan subjek
agama yang berasal dari bahasa Arab, seperti fikih, bahasa Arab, tauhid, dan
tasawuf. Tingkat pendidikannya sebanding dengan sekolah lanjutan tingkat atas
(SLTA). Didasarkan pada beberapa uraian, dapat disimpulkan bahwa rangkang
dan dayah hampir sama dengan pesantren di Jawa.
3. Menasah, Rangkang, dan Dayal
Menasah berasal dari madrasah, tempat belajar, atau sekolah. Masyarakat
Aceh menganggap menasah sebagai tempat belajar yang multifungsi. Menasah

11
tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai tempat ibadah
(shalat), pertemuan, musyawarah, pusat informasi, dan tempat tidur untuk musafir.
Dilihat dari segi pendidikan, menasah adalah lembaga pendidikan awal
anak-anak yang setara dengan sekolah dasar. Para siswa dididik tentang akhlak,
menulis dan membaca huruf Arab, dan ilmu agama dalam bahasa Jawi (Melayu).
Di setiap gampong di Aceh, ada menasah untuk mengajar anak-anak. Menasah pada
dasarnya memiliki banyak fungsi, tidak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga
berfungsi sebagai:
a. Lambang dari kesatuan masyarakat Aceh.
b. Pusat penyiaran berita untuk warga.
c. Balai gampong.
d. Tempat musyawarah seluruh warga gampong (kampung).
e. Tempat pejabat-pejabat gampong memutuskan dan memecahkan masalah-
masalah sosial kemasyarakatan.
e. Tempat warsa sampong tidur di malam hati
g. Tempat tadarus Al-Quran.
h. Tempat perayaan dan kenduri massal dalam kampung, seperti Maulid Nabi
Mühammad SAW, Nuzulul Qur'an, dan Isra' Mi'raj (Ensiklopedia Islam, 740).
Menasah dipimpin oleh seorang tengku, yang di Aceh Besar disebut tengku
menasah. Teneku menasah bertugas untuk membina agama di suatu tempat tertentu.
la memiliki tugas-tugas keagamaan, antara lain:
a. Mengajar anak-anak membaca Al-Qur'an.
b. Menjadi imam shalat.
c. Mengurus jenazah.
d. Memimpin doa pada kenduri-kenduri di wilayahnya.
e. Menyembelih hewan.
f. Mengurus masalah pernikahan.
g. Mengurus kegiatan ramadhan, seperti mempersiapkan berbuka puasa bersama di
menasah.
Menurut Qanun Meukuta Alam, setiap kampung harus memiliki satu
menasah. Rangkang adalah tempat tinggal murid yang dibangun di sekitar masid.

12
Masjid digunakan untuk berbagai kegiatan umat, termasuk pendidikan. Karena
murid harus mondok dan tinggal di sekitar masjid, tempat tinggal mereka disebut
rangkang. Sekolah ini memprioritaskan pendidikan agama dan mengajarkan kitab-
kitab vang dalam bahasa Arab. Tingkat pendidikan ini sebanding dengan sekolah
saat ini setingkat sekolah lanjutan pertama (Hasjmy, 1983: 192). Sistem pendidikan
di rangkang ini sama dengan sistem pendidikan di pesantren, murid-murid duduk
membentuk lingkaran dan si guru menerangkan pelajaran, berbentuk halakah,
metode yang disampaikan di dunia pesantren disebut dengan sorogan dan wetonan.
Dayah adalah institusi pendidikan berikutnya yang populer di Aceh.
Zawiyah adalah bentuk bahasa Arab dari kata "dayah". Pada mulanva, kata zawiyah
merujuk pada sudut dari satu bangunan, dan biasanya dikaitkan dengan masjid. Di
sudut masjid terjadi proses pendidikan antara guru dan siswa. Selanjutnya, kata
"zawiyah" mengacu pada tarekat-tarekat sufi, di mana seorang syekh atau mursyid
mengajar kaum sufi.
Dengan demikian, kata dayah yang berasal dari kata zawival di samping
memiliki hubungan antara kata zawiyah dan dayah, yang berubah menjadi dayah
dalam dialek Aceh, juga memiliki hubungan fungsional, yaitu keduanya merujuk
pada tempat pendidikan. Menurut Hasjmy, dayah adalah lembaga pendidikan yang
mengajarkan subjek agama yang berasal dari bahasa Arab, seperti fikih, bahasa
Arab, tauhid, dan tasawuf. Tingkat pendidikannya sebanding dengan sekolah
lanjutan tingkat atas (SLTA). Didasarkan pada beberapa uraian, dapat disimpulkan
bahwa rangkang dan dayah hampir sama dengan pesantren di Jawa.
4.Surau
Surau didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai tempat
(ru-mah) di mana orang Islam melakukan ibadah mereka, seperti sembahyang
dan mengaji. Surau adalah bangunan yang digunakan untuk shalat, mengaji
anak-anak, dan pengajian agama untuk orang dewasa. Di Indonesia dan
Malaysia, istilah "surau" digunakan secara luas sebagai bangunan kecil yang
digunakan untuk shalat berjamaah oleh orang-orang di sekitarnya. Surau bagi
masyarakat Minangkabau memiliki tujuan pendidikan dan ibadah serta tujuan
budaya. Surau juga memiliki fungsi pendidikan dan agama. Fungsi

13
pendidikannya adalah menyebarkan ilmu, nilai, dan keterampilan. Di surau, Al-
Qur'an dibaca dan prinsip-prinsip agama Islam diajarkan, termasuk rukun iman
dan Islam. Surau juga berfungsi sebagai tempat pendidikan orang dewasa.
Dengan tarekatnya, pendidikan sufi juga dilakukan di sana. Surau berfungsi
sebagai lembaga sosial budaya dan tempat para pemuda berkumpul untuk
menumbuhkan diri mereka sendiri. Selain itu, surau juga berfungsi sebagai
tempat persinggahan dan peristirahatan bagi para musafir yang sedang
menempuh perjalanan. Oleh karena itu, surau memiliki banyak manfaat.Seorang
pegawai Belanda bernama Verkerk Pistorius membagi surau menjadi tiga
kategori: kecil, menengah, dan besar, seperti dikutip oleh Azyumardi Azra.
Sekitar dua puluh siswa tinggal di surau kecil. Surau kecil memiliki 80 pelajar,
dan surau besar memiliki 100 hingga 1.000 pelajar. Surau kecil digunakan untuk
mengaji (membaca Al-Qur'an) dan shalat, sedangkan surau besar dan sedang
memiliki tujuan pendidikan yang lebih luas. Mereka juga digunakan untuk shalat
dan mengaji. Pendidikan di surau sangat mirip dengan pendidikan di pesantren.
Guru dan syekh mengajar dengan metode bandonean dan sorogan; murid juga
berpindah ke surau lain apabila mereka merasa cukup memperoleh pengetahuan
di surau sebelumnya. Salah satu dari seci mata pelajaran yang diajarkan di surau
sebelum konsep-konsep pembaruan pemikiran Islam muncul pada awal abad ke-
20 adalah topik agama yang berbasis kitab-kitab klasik. Selain itu, banyak Surau
Syattariyah mempekerjakan guru dari berbagai bidang pengajaran Islam.
Misalnya, Surau Kamang berkonsentrasi pada ilmu alat, penelitian bahasa Arab,
dan topik terkait; Surau Kota Gadang berkonsentrasi pada "ilmu mantiq ma'ani",
yang menjelaskan makna logis Al-Qur'an yang menekankan logika daripada
perasaan; Surau Sumanik berkonsentrasi pada hadis, tafsir, dan faraid; Surau
Talam berkonsentrasi pada bidang nahu (tanda bahasa Arab), sama dengan
Surau Salayo; dan Surau Koto Tuo terkenal karena tafsirnya Selain pesantren,
surau juga memiliki keunggulannya sendiri. Surau-surau tertentu khusus dalam
bidang alat, seperti Surau Kamang; Surau Kota Gedang khusus dalam tafsir dan
faraid, Surau Sumanik, dan Surau Talang khusus dalam nahu (Azra, 1988: 58).
Tidak mengherankan bahwa surau digunakan sebagai tempat praktik sufi atau

14
tarekat karena kabau pertama yang dibangun di Minang dibangun oleh
Burhanuddin Ulakan dengan tujuan mempromosikan ajaran tarekat di kalangan
masyarakat Minangkabau, terutama pengikutnya. Surau Ulakan berfungsi
sebagai pusat tarekat. Menurut Azyumardi Azra, siswa yang telah belajar di sana
kemudian membangun surau-surau lain berdasarkan model Surau Ulakan, yang
merupakan prototipe dari Surau Tarekat (Azra, 2003: 46). Dari beberapa
ungkapan di atas, jelas bahwa surau di Minangkabau memiliki fungi ganda.
Fungi pendidikan adalah yang paling penting di antaranya. Pendidikan di surau
hampir sama dengan pendidikan di pesantren. Ilmu agama adalah inti pelajaran,
yang pada tingkat tertentu mendasarinya pada studi kitab-kitab klasik.12

L. LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM PADA ERA


KEMERDEKAAN
a) Pesantren
Istilah "pesantren" berasal dari kata "santri", yang berarti "tempat
santri", dengan awalan "pe" di depan dan akhiran "an" yang berarti tempat
tinggal para santri. Menurut Dawam Raharjo, pondok pesantren berfungsi
sebagai sumbu utama dari dinamika sosial, budaya, dan keagamaan
masyarakat Islam tradisional, meskipun mayoritas para tokoh berbeda
dalam mendefenisikan pondok pesantren secara terminologis. Secara sosio-
antropologis, masyarakat pesantren adalah subkultural yang dibentuk oleh
pesantren. Ada kemungkinan untuk menegaskan bahwa pesantren di tempat
tersebut bukan hanya tempat belajar agama fisik dengan perangkat
bangunan, kitab kuning, santri, dan kyai. Selain itu, masyarakat di
sekitarnya membentuk hubungan budaya, sosial, dan keagamaan.
b) Sekolah
Munculnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk sekolah-
sekolah dalam dunia Islam semata-mata merupakan pengembangan dari
sistem pendidikan dan pendidikan yang telah berlangsung di masjid-masjid,

12
Haidar Daulay Putra, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Dindonesia, 1st
edn (jakarta: Kharisma Putra Utama, 2007).

15
yang telah berkembang dan dilengkapi dengan sarana yang memudahkan
proses pendidikan.Selain itu, WJS menyatakan bahwa dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Poerwadarminto menjelaskan bahwa sekolah adalah
bangunan yang digunakan untuk belajar dan memberi pelajaran. Dalam
waktu atau pertemuan di mana siswa diberi pelajaran, upaya memerlukan
kepandaian, atau ilmu pengetahuan. Sekolah fokus pada pendidikan formal.
Mereka memiliki guru, siswa, dan jadwal pelajaran yang mengikuti
kurikulum dan silabus. Mereka juga memiliki sarana dan fasilitas
pendidikan, perlengkapan, dan peraturan lainnya.
Seorang pendidik harus dapat menyesuaikan metodenya dengan
materi yang mereka ajar. Pendidik harus dapat menyajikan materi dengan
berbagai cara agar siswa tidak membosankan dengan metode ini. Metode
ceramah panjang waktu dapat membuat siswa menjadi pasif dan
membosankan. Selanjutnya, evaluasi kognitif siswa dilakukan, dan hasilnya
dimasukkan ke dalam rapor mereka. Anak-anak yang tidak pernah atau
jarang shalat mungkin memiliki nilai rapor yang lebih rendah daripada
anak-anak yang rajin shalat. Ini adalah hasil dari metode yang digunakan
untuk menilainya. Saat ini, selain mengukur pengetahuan seorang peserta
didik, juga perlu mengukur sikap agamanya. Untuk melakukan ini, skala
sikap harus digunakan.
c) Madrasah
Selain pesantren, ada lembaga pendidikan Islam yang disebut
Madrasah. Pendidikan madrasah merupakan adaptasi dari pendidikan di
Arab, sesuai dengan asal bahasanya. Istilah madrasah berarti sekolah, tetapi
juga berbeda dengan sekolah umum karena di Indonesia istilah madrasah
secara khusus merfleksikan lembaga pendidikan Islam, sehingga madrasah
mengemban misi keIslaman.
.Perubahan yang terjadi pada madrasah dimulai dengan pembukaan
Madrasah Wajib Belajar (MWB) pada awal tahun 1950-an oleh Kementrian
Agama, dipimpin oleh K.H Wahid Hasyim. MWB didirikan dengan tujuan
memberikan bantuan dan pembinaan kepada madrasah dalam upaya

16
meningkatkan kualitas Madrasah Ibtidaiyyah dengan menggabungkan
materi kurikulum dan sistem penyelenggaraan.
Namun, Madrasah Wajib Belajar (MWB) ini gagal memenuhi harapan. Di
antara penyebabnya adalah:
1. Keterbatasan sarana dan prasarana
2. Ketidakmampuan pemerintah untuk mempersiapkan guru
3. Kurang antusiasnya masyarakat dan penyelenggara madrasah
4. Masyarakat menganggap dengan porsi 25% mata pelajaran agama, maka
Madrasah Wajib Belajar (MWB) kurang memenuhi persyaratan
sebagai lembaga pendidikan Agama.
d) Sekolah Tinggi Islam (STI)
Keinginan orang Islam untuk membangun institusi pendidikan
tinggi sudah ada sejak zaman Belanda. M. Natsir menyatakan bahwa
keinginan untuk mendirikan institusi pendidikan tinggi Islam telah muncul
di hati orang Islam. Selanjutnya, dalam artikelnya, Dr. Satiman menulis PM
(Pedoman Masyarakat) Nomor 15 yang menggambarkan semangatnya
untuk mendirikan sekolah tinggi Islam di tiga tempat: Jakarta, Solo, dan
Surabaya. Akan ada sekolah tinggi di Jakarta yang akan menjadi bagian dari
Sekolah Menengah Muhammadiyah yang menentang, di Solo akan ada
sekolah tinggi untuk mendidik mubhalighin, dan di Surabaya akan ada
sekolah tinggi yang akan menerima orang-orang pesantren.
e) Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTAIN)
Diharapkan PTAIN juga akan menjadi pusat pengembangan ilmu
keIslaman seperti Al-Azhar dan Mesir karena sebelum berdirinya, orang
Indonesia harus pergi ke luar negeri, seperti Mesir atau Saudi Arabia.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1950 meresmikan PTAIN, yang baru
beroperasi secara efektif pada tahun 1951. Pada tahun tersebut, perkuliahan
perdana dimulai dengan 67 mahasiswa dan 28 siswa yang sedang
mempersiapkan diri, dengan KH. Adanan sebagai pimpinan fakultas.
PTAIN ini memiliki jurusan Tarbiyah, Qadha, dan Dakwah, dan dia
menghabiskan empat tahun studi bakalaureate dan doktoral. Pelajaran

17
agama disertai dengan pelajaran umum, terutama yang berkaitan dengan
jurusan. Mahasiswa Tarbiyah membutuhkan pemahaman umum tentang
ilmu pendidikan, seperti mahasiswa jurusan lain.
f) Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
PTAIN dan ADIA bersatu menjadi IAIN pada tahun 1960. PTAIN di
Yogyakarta berubah menjadi IAIN Sunan Kalijaga, dan ADIA di Jakarta
berubah menjadi IAIN Syarif Hidayatullah. Sepertinya kedua IAIN ini tidak
memenuhi kebutuhan masyarakat Islam Indonesia. Dengan demikian,
fakultas-fakultas cabang didirikan di berbagai wilayah di IAIN kedua. Ini
menyebabkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1963, yang
memungkinkan IAIN didirikan secara terpisah dari pusat. Jakarta diberi
tugas untuk mengawasi fakultas-fakultas yang ada di daerah berdasarkan
intelektual akademik dan sejarahnya. Aturan berikut ditetapkan oleh
Departemen Agama: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengawasi fakultas
di Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera; IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
mengawasi fakultas di IAIN yang ada di Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Muluku, dan Irian Jaya.

g) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)


Untuk menghindari situasi seperti IAIN Alauddin Ujung Pandang di
Makassar, yang memiliki fakultas Tarbiyah di IAIN induk yang berpusat di
Makassar, tetapi IAIN Alauddin juga memiliki fakultas Tarbiyah di beberapa
tempat di luar kota Makassar, seperti di Ambon, Ternate, dan sebagainya.
Fakultas didirikan dan fakultas-fakultas daerah dibebaskan dari IAIN
induknya dan lebih bebas berkembang tanpa terikat oleh peraturan yang agak
mengekang IAIN induknya. Fakultas-fakultas ini secara administrasi tidak
lagi memiliki ikatan dengan IAIN induknya.
Setelah dipisahkan, lembaga ini berganti nama menjadi STAIN
(Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri). Beberapa nama sebelumnya antara
lain Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, yang berubah menjadi
STAIN Malang, atau Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara Padang

18
Sidempuan, yang berubah menjadi STAIN Padang Sidempuan, dan
seterusnya.

h) Universitas Islam Negeri (UIN)


Dalam beberapa tahun terakhir, ada keinginan untuk menjadikan
IAIN sebagai universitas. Jalan menuju arah itu telah dimulai. Setiap pihak
yang berwenang setuju bahwa perubahan itu sendiri tidaklah terlalu sulit.
Namun, hal yang lebih penting untuk dipertimbangkan adalah konsekuensi
dari perubahan tersebut, yang mencakup tenaga pengajar, fasilitas dan
sarana, dana, konsep keilmuan, dan lainnya. Karena Universitas Islam Negeri
akan segera didirikan, sangat penting untuk memberikan perhatian dan
pembinaan kepada IAIN.
Perubahan dari IAIN atau STAIN menjadi UIN memiliki dampak
yang signifikan terhadap posisi kelembagaan, peluang pembukaan program
studi, dan persaingan akademik. Oleh karena itu, Universitas Islam Negeri
(UIN) merupakan perkembangan paling signifikan dari serangkaian
perjuangan kelembagaan PTAIN, setidaknya sampai saat ini.Apa sebenarnya
Universitas Islam Negeri? Universitas berarti bahwa tidak hanya ilmu agama
yang dikembangkan tetapi juga bidang lain seperti kealam, sosial, dan
humaniora. Dilihat dari sejarah pendidikan tinggi Islam di Indonesia, saatnya
Perguruan Tinggi Islam menjadi Universitas. Perguruan Tinggi (PTAIN)
pertama kali didirikan, setara dengan tingkat sekolah tinggi, dan kemudian
berkembang menjadi Institut (IAIN), yang sangat diharapkan untuk
berkembang menjadi Universitas.13

M. KESIMPULAN
Sejarah adalah peristiwa masa lalu atau saat ini yang terjadi dan
memiliki latar belakang yang perlu dipelajari dan dipahami. Sejarah Pendidikan
Islam adalah semua peristiwa atau penjelasan yang berkaitan dengan pendidikan

13
Mohd Yusuf Ahmad.

19
Islam mulai dari awal penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad Saw hingga masa
kini. Sejarah pendidikan Islam perlu dipahami melalui 3 metode umum yaitu
Metode lisan atau pelacakan sejarah, Observasi , Analisis sintesis Beberapa
komponen mendukung perkembangan sejarah pendidikan Islam Kontak Budaya ,
Stabilitas Politik , Kemajuan Ekonomi Tujuan pendidikan agama Islam sama dengan
tujuan agama Islam, yaitu agar orang memiliki keyakinan yang kuat dan dapat
digunakan sebagai pedoman hidup mereka, melalui berbagai proses usaha dan
pembentukan kepribadian yang bulat. Pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-
hari sangat penting karena mengandung tiga pilar nilai utama dalam kehidupan
bermasyarakat dan berketuhanan yaitu Nilai Itiqadiyyah yang berkaitan dengan
pendidikan iman , Nilai Khuluqiyyah yang berkaitan dengan pendidikan etika,Nilai
Khuluqiyyah, Nilai Amaliyah yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku
sehari hari Di dalam mempelajari sejarah ada bebrapa manfaat yang dapat diambil
yaitu Mengetahui dan memahami pertumbuhan & perkembang-an pemikiran umat
Islam dalam bidang pen-didikan Islam, Mampu mengambil pelajaran dari proses
pemikiran tentang pendidikan Islam pada masa lalu untuk memecahkan
problematika pendidikan Islam pada masa kini, manfaatnya bagi calon guru untuk
mempelajari sejarah pendidikan Islam yiatu Memperluas wawasan. , Salah satu
objek kajian dalam sejarah itu adalah tentang guru (pendidik) dan murid (peserta
didik). Dia akan menemukan sejumlah informasi tentang guru-guru masa lampau
yang pantas dan patut diteladani. Untuk membentuk sikap arif dan bijaksana dalam
pribadi seorang guru. Lembaga pendidikan islam awal di indonesia yaitu Masjid
dan Langgar , Pesantren , Suran sedangkan Lembaga-lembaga pendidikan islam
pada era kemerdekaan yaitu Pesantren , Sekolah , Madrasah , Sekolah-Sekolah Dinas
, Sekolah Tinggi Islam, Perguruan Tinggi Islam Negeri , Akademi Dinas Ilmu
Agama, Institut Agama Islam Negeri, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ,
Universitas Islam Negeri, Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta.

20
DAFTAR PUSTAKA

Amrozi, Shoni Rahmatullah, ‘Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia; Perspektif


Sejarah Kritis Ibnu Kholdun’, Kuttab, 4.1 (2020)
<https://doi.org/10.30736/ktb.v4i1.105>
Asrohah, Hanun, SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM, 1st edn (Jakarta: PT. LOGOS
Wacana Ilmu, 1999)
Daulay Putra, Haidar, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam
Dindonesia, 1st edn (jakarta: Kharisma Putra Utama, 2007)
Daulay Putra, Haidar, and Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintas Sejarah,
1st edn (JAKARTA: KENCANA, 2013)
Djollong, Andi Fitriani, ‘Dasar, Tujuan Dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam Di
Indonesia (Basis, Objectives, and Scope Islamic Education In Indonesia)’,
Al-Ibrah, VI.1 (2017), 11–29
Mohd Yusuf Ahmad, ‘Sejarah Pendidikan Islam Nusantara’, 2021, 1–176
Muhammad Yusuf, Muzdalifah, Mujadidah Alwi, Battiar, ‘Konsep Dasar Dan
Ruang Lingkup Pendidikan Islam’, Bacaka, 2.1 (2022), 74–80
Shafwan, Muhammad Hambal, ‘Intisari Sejarah Pendidikan Islam (Mengenal Dan
Meneladani Proses Dan Praktek Tarbiyah Dan Dakwah Sejak Diutusnya
Rasul Saw Hingga Kemerdekaan Indonesia)’, Pustaka Arafah, 2019, 1–20
Zuhairini, Moh Kasiram, and Abdul Ghofir, SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM,
12th edn (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013)

21

Anda mungkin juga menyukai