Anda di halaman 1dari 23

Nama: Muh ridzki effendi

Kls: MPI 1 semester 2

Nim: 221030016

Mata kuliah: Ilmu Pendidikan Islam

Materi: Pengertian Hakikat Ilmu Pendidikan Islam Menurut Para Ahli

Pengertian Pendidikan

Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan
demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau
berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada
sepanjang peradaban umat manusia. 

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Pendidikan


menurut pengertian Yunani adalah “pedagogik” yaitu ilmu menuntun anak, orang Romawi
memandang pendidikan sebagai “educare”, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan
merealisasikan potensi anak yang dibawa dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan
sebagai “Erzichung” yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam
atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Dalam bahasa Jawa pendidikan
berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah, kejiwaan, mematangkan perasaan,
pikiran dan watak, mengubah kepribadian sang anak. Sedangkan menurut Herbart pendidikan
merupakan pembentukan peserta didik kepada yang diinginkan sipendidik yang diistilahkan
dengan Educere.( M.R. Kurniadi,STh;1) 

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar “didik” (mendidik),
yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran.

Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan,
proses perluasan, dan cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya
untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan
hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

1. Tinjauan Etimologis

Istilah pendidikan, menurut Carter V. Good dalam “Dictionary of Education” dijelaskan sebagai
berikut:

a. Pedagogy: 

1. The art, practice of profession of teaching “seni, praktik atau profesi sebagai pengajar
(pengajaran)

2. The sistematized learning or instruction concerning principles and methods of teaching and of
student control and guidance; lagerly replaced by the term of education. “ilmu yang sistematis
atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode mengajar
pengawasan dan bimbingan murid dalam arti luas diartikan dengan istilah pendidikan”

b. Education: 

1. proses perkembangan pribadi;

2. proses sosial;

3. profesional cources;

4.seni untuk membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang
diwarisi/dikembangkan generasi bangsa.

Tinjauan Terminologis

a.  Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti,
pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak
yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

     Lebih lanjut beliau ( Kerja Ki Hajar Dewantara 1962:14)menjelaskan bahwa “Pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti ( kekuatan batin,
karakter),pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak boleh dipisah-
pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni
kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya “.

Menurut buku “Higher Education For America Democracy”: Education is an institution of


civilized society, but the purposes of education are not the same in all societies, an educational
system finds it‟s the guiding principles and ultimate goals in the aims and philosophy of the
social order in which it functions (11: 5) “pendidikan alah suatu lembaga dalam tiap-tiap
masyarakat yang beradab, tetapi tujuan pendidikan tidaklah sama dalam setiap masyarakat.
Sistem pendidikan suatu masyarakat (bangsa) dan tujuan-tujuan pendidikannya didasarkan atas
prinsip-prinsip (nilai) cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa)”.
Nama: Muh Ridzki Effendi

Kls: MPI 1 Semester 2

Nim: 221030016

Mata Kuliah: Sejarah Pendidikan Islam

Materi: Persediaan objek,metode,kegunaan,dan priodesasi sejarah pendidikan islam.

 Objek Sejarah Pendidikan Islam

Sejarah biasanya ditulis dan dikaji dari sudut pandang suatu fakta atau kejadian tentang
peradaban bangsa. Maka objek Sejarah Pendidikan Islam mencakup fakta-fakta yang
berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam baik informal maupun
formal. Dengan demikian dapat diperoleh “sejarah serba objek”. Dalam hal ini sejalan dengan
peranan agama Islam sebagai agama da’wah menyeru kebaikan dan mencegah pada kemunkaran,
menuju kehidupan yang sejahtera baik lahir maupun batin. Namun sebagai cabang ilmu
pengetahuan, objek sejarah pendidikan Islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang
dilakukan dalam objek-objek sejarah pendidikan, seperti mengenai sifat-sifat yang dimilikinya.

Pendidikan tidak akan ada artinya apabila manusia tidak ada di dalamnya. Hal ini disebabkan
karena manusia merupakan objek dan subyek pendidikan, artinya manusia tidak akan
berkembang dan mengembangkan budayanya secara sempurna apabila tidak ada pendidikan.
dengan demikian maka akan di peroleh apa yang di sebut “ sejarah serba subyek”.

Metode Sejarah Pendidikan Islam

Memahami sejarah adalah hal yang cukup rumit, setidaknya ada dua fase untuk sampai pada hal
tersebut. pertama adalah fase penggalian sejarah, dan kedua adalah fase penulisan sejarah.
Adapun metode yang dapat ditempuh untuk fase yang pertama adalah :

1.       Metode Lisan dengan metode ini pelacakan suatu obyek sejarah dengan menggunakan
interview.
2.       Metode Observasi dalam hal ini obyek sejarah diamati secara langsung

3.       Metode Documenter dimana dengan metode ini berusaha mempelajari secara cermat dan
mendalam segala catatan atau dokumen tertulis [7].

Mengenai metode sejarah pendidikan Islam, walaupun terdapat hal-hal yang sifatnya khusus,
berlaku kaidah-kaidah yang ada dalam penulisan sejarah.Kebiasaan dari penelitian dan penulisan
sejarah meliputi suatu perpaduan khusus keterampilan intelektual. Sejarahwan harus menguasai
alat-alat analisis untuk menilai kebenaran materi-materi sebenarnya, dan perpaduan untuk
mengumpulkan dan menafsirkan materi-materi tersebut kedalam kisah yang penuh makna,
sebagai seorang ahli, sejarahwan harus mempunyai sesuatu kerangka berpikir kritis baik dalam
mengkaji materi maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya.

Adapun fase yang kedua yaitu metode penulisan untuk memahami Sejarah Pendidikan Islam
diperlukan suatu pendekatan atau metode yang bisa ditempuh adalah keterpaduan antara
metode deskriptif, metode komparatif dan metode analisis sintesis.

1.    Metode Deskriptif

Dengan cara deskriptif dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran Islam sebagai agama yang dibawa oleh
Rasulullah SAW dalam Al-Quran dan Hadits, trutama yang berhubungan dengan pendidikan
harus diuraikan sebagaimana adanya, dengan maksud untuk memahami makna yang terkandung
dalam ajaran Islam.

2.    Metode Komparatif

Melalui metode ini dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran Islam itu dikomparasikan dengan fakta-
fakta yang terjadi dan berkembang dalam kurun waktu serta tempat-tempat tertentu untuk
mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan tertentu

3.    Metode Analisis-sintesis

Metode analisis berarti secara kritis membahas, meneliti istilah-istilah, pengertian-pengertian


yang diberikan oleh Islam sehingga diketahui adanya kelebihan dan kekhasan pendidikan Islam.
Dan sintesis berarti.untuk memperoleh kesimpulan yang diambil guna memperoleh satu
keutuhan dan kelengkapan kerangka pencapaian tujuan serta manfaat sejarah pendidikan Islam.

Metode Sejarah Pendidikan Islam

Memahami sejarah adalah hal yang cukup rumit, setidaknya ada dua fase untuk sampai pada hal
tersebut. pertama adalah fase penggalian sejarah, dan kedua adalah fase penulisan sejarah.
Adapun metode yang dapat ditempuh untuk fase yang pertama adalah :

1.       Metode Lisan dengan metode ini pelacakan suatu obyek sejarah dengan menggunakan
interview.

2.       Metode Observasi dalam hal ini obyek sejarah diamati secara langsung

3.       Metode Documenter dimana dengan metode ini berusaha mempelajari secara cermat dan
mendalam segala catatan atau dokumen tertulis [7].

Mengenai metode sejarah pendidikan Islam, walaupun terdapat hal-hal yang sifatnya khusus,
berlaku kaidah-kaidah yang ada dalam penulisan sejarah.Kebiasaan dari penelitian dan penulisan
sejarah meliputi suatu perpaduan khusus keterampilan intelektual. Sejarahwan harus menguasai
alat-alat analisis untuk menilai kebenaran materi-materi sebenarnya, dan perpaduan untuk
mengumpulkan dan menafsirkan materi-materi tersebut kedalam kisah yang penuh makna,
sebagai seorang ahli, sejarahwan harus mempunyai sesuatu kerangka berpikir kritis baik dalam
mengkaji materi maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya.

Adapun fase yang kedua yaitu metode penulisan untuk memahami Sejarah Pendidikan Islam
diperlukan suatu pendekatan atau metode yang bisa ditempuh adalah keterpaduan antara
metode deskriptif, metode komparatif dan metode analisis sintesis.

1.    Metode Deskriptif

Dengan cara deskriptif dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran Islam sebagai agama yang dibawa oleh
Rasulullah SAW dalam Al-Quran dan Hadits, trutama yang berhubungan dengan pendidikan
harus diuraikan sebagaimana adanya, dengan maksud untuk memahami makna yang terkandung
dalam ajaran Islam.

2.    Metode Komparatif

Melalui metode ini dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran Islam itu dikomparasikan dengan fakta-
fakta yang terjadi dan berkembang dalam kurun waktu serta tempat-tempat tertentu untuk
mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan tertentu

3.    Metode Analisis-sintesis

Metode analisis berarti secara kritis membahas, meneliti istilah-istilah, pengertian-pengertian


yang diberikan oleh Islam sehingga diketahui adanya kelebihan dan kekhasan pendidikan Islam.
Dan sintesis berarti.untuk memperoleh kesimpulan yang diambil guna memperoleh satu
keutuhan dan kelengkapan kerangka pencapaian tujuan serta manfaat sejarah pendidikan Islam.

Metode Sejarah Pendidikan Islam

Memahami sejarah adalah hal yang cukup rumit, setidaknya ada dua fase untuk sampai pada hal
tersebut. pertama adalah fase penggalian sejarah, dan kedua adalah fase penulisan sejarah.
Adapun metode yang dapat ditempuh untuk fase yang pertama adalah :

1.       Metode Lisan dengan metode ini pelacakan suatu obyek sejarah dengan menggunakan
interview.

2.       Metode Observasi dalam hal ini obyek sejarah diamati secara langsung

3.       Metode Documenter dimana dengan metode ini berusaha mempelajari secara cermat dan
mendalam segala catatan atau dokumen tertulis [7].

Mengenai metode sejarah pendidikan Islam, walaupun terdapat hal-hal yang sifatnya khusus,
berlaku kaidah-kaidah yang ada dalam penulisan sejarah.Kebiasaan dari penelitian dan penulisan
sejarah meliputi suatu perpaduan khusus keterampilan intelektual. Sejarahwan harus menguasai
alat-alat analisis untuk menilai kebenaran materi-materi sebenarnya, dan perpaduan untuk
mengumpulkan dan menafsirkan materi-materi tersebut kedalam kisah yang penuh makna,
sebagai seorang ahli, sejarahwan harus mempunyai sesuatu kerangka berpikir kritis baik dalam
mengkaji materi maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya.

Adapun fase yang kedua yaitu metode penulisan untuk memahami Sejarah Pendidikan Islam
diperlukan suatu pendekatan atau metode yang bisa ditempuh adalah keterpaduan antara
metode deskriptif, metode komparatif dan metode analisis sintesis.
Nama: Muhammad Ridzki Effendi
Kls: MPI 1 Semester 2
Nim: 221030016
Mata kuliah: Metode Studi Islam
Materi: Orientasi umum studi islam

Pengertian Studi Islam


Studi Islam secara etimologis
merupakan terjemahan dari
Bahasa Arab Dirasah
Islamiyah. Sedangkan Studi
Islam di barat dikenal dengan
istilah Islamic Studies.
Maka studi Islam secara harfiah
adalah kajian mengenai hal-hal
yang berkaitan
dengan Islam. Makna ini sangat
umum sehingga perlu ada
spesifikasi pengertian
terminologis tentang studi
Islam dalam kajian yang
sistematis dan terpadu.
Dengan perkataan lain,
Studi Islam adalah usaha
sadar dan sistematis untuk
mengetahui dan memhami serta
membahas secara mendalam
tentang seluk-beluk
atau hal-hal yang berhubungan
dengan agama Islam, baik
berhubungan dengan
ajaran, sejarah maupun
praktik-praktik
pelaksanaannya secara nyata
dalam
kehidupan sehari-hari,
sepanjang sejarahnya.[1]
Studi Islam diarahkan pada
kajian keislaman yang
mengarah pada tiga hal: 1)
Islam yang bermuara pada
ketundukan atau berserah diri,
2) Islam dapat dimaknai
yang mengarah pada
keselamatan dunia dan
akhirat, sebab ajaran Islam
pada
hakikatnya membimbing
manusia untuk berbuat
kebajikan dan menjauhi semua
larangan, 3) Islam bermuara
pada kedamaian.[2]
Usaha mempelajari agama
Islam tersebut dalam
kenyataannya bukan hanya
dilaksanakan oleh kalangan
umat Islam saja, melainkan juga
dilaksanakan oleh
orang-orang di luar kalangan
umat Islam. Studi keislaman di
kalangan umat Islam
sendiri tentunya sangat berbeda
tujuan dam motivasinya dengan
yang dilakukan
oleh orang-orang di luar
kalangan umat Islam. Di
kalangan umat Islam, studi
keislaman bertujuan untuk
memahami dan mendalami serta
membahas ajaran-
ajaran Islam agar mereka
dapat melaksanakan dan
mengamalkannya dengan
1
benar.
Sedangkan di luar kalangan
umat Islam, studi keislaman
bertujuan untuk
mempelajari seluk-beluk agama
dan praktik-praktik keagamaan
yang berlaku di
kalangan mat Islam, yang
semata-mata sebagai ilmu
pengetahuan (Islamologi).
Namun sebagaimana halnya
dengan ilmu-ilmu pengetahuan
pada umumnya, maka
Pengertian Studi Islam
Studi Islam secara etimologis
merupakan terjemahan dari
Bahasa Arab Dirasah
Islamiyah. Sedangkan Studi
Islam di barat dikenal dengan
istilah Islamic Studies.
Maka studi Islam secara harfiah
adalah kajian mengenai hal-hal
yang berkaitan
dengan Islam. Makna ini sangat
umum sehingga perlu ada
spesifikasi pengertian
terminologis tentang studi
Islam dalam kajian yang
sistematis dan terpadu.
Dengan perkataan lain,
Studi Islam adalah usaha
sadar dan sistematis untuk
mengetahui dan memhami serta
membahas secara mendalam
tentang seluk-beluk
atau hal-hal yang berhubungan
dengan agama Islam, baik
berhubungan dengan
ajaran, sejarah maupun
praktik-praktik
pelaksanaannya secara nyata
dalam
kehidupan sehari-hari,
sepanjang sejarahnya.[1]
Studi Islam diarahkan pada
kajian keislaman yang
mengarah pada tiga hal: 1)
Islam yang bermuara pada
ketundukan atau berserah diri,
2) Islam dapat dimaknai
yang mengarah pada
keselamatan dunia dan
akhirat, sebab ajaran Islam
pada
hakikatnya membimbing
manusia untuk berbuat
kebajikan dan menjauhi semua
larangan, 3) Islam bermuara
pada kedamaian.[2]
Usaha mempelajari agama
Islam tersebut dalam
kenyataannya bukan hanya
dilaksanakan oleh kalangan
umat Islam saja, melainkan juga
dilaksanakan oleh
orang-orang di luar kalangan
umat Islam. Studi keislaman di
kalangan umat Islam
sendiri tentunya sangat berbeda
tujuan dam motivasinya dengan
yang dilakukan
oleh orang-orang di luar
kalangan umat Islam. Di
kalangan umat Islam, studi
keislaman bertujuan untuk
memahami dan mendalami serta
membahas ajaran-
ajaran Islam agar mereka
dapat melaksanakan dan
mengamalkannya dengan
1
benar.
Sedangkan di luar kalangan
umat Islam, studi keislaman
bertujuan untuk
mempelajari seluk-beluk agama
dan praktik-praktik keagamaan
yang berlaku di
kalangan mat Islam, yang
semata-mata sebagai ilmu
pengetahuan (Islamologi).
Namun sebagaimana halnya
dengan ilmu-ilmu pengetahuan
pada umumnya, maka
Secara umum, ada dua pandangan teoretis mengenai tujuan pendidikan Islam. Pandangan teoretis
yang pertama berorientasi kemasyarakatan, yaitu pandangan yang menganggap pendidikan
sebagai sarana utama dalam menciptakan masyarakat yang baik, baik untuk sistem pemerintahan
demokratis, oligarkis, maupun monarkis. Pendidikan bertujuan mempersiapkan manusia yang
bisa berperan dan menyesuaikan diri dalam masyarakatnya masing-masing. Berdasarkan hal ini,
tujuan dan terget pendidikan dengan sendirinya diambil dari dan diupayakan untuk memperkuat
kepercayaan, sikap ilmu pengetahuan, dan sejumlah keahlian yang sudah diterima dan sangat
berguna bagi masyarakat. Konsekuensinya, karena kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan
keahlian yang bermanfaat dan diterima oleh sebuah masyarakat itu senantiasa berubah, mereka
berpendapat bahwa pendidikan dalam masyarakat tersebut harus bisa mempersiapkan peserta
didiknya untuk menghadapi segala bentuk perubahan yang ada.
 
Pandangan teoretis yang kedua lebih berorientasi kepada individu, yang lebih memfokuskan diri
pada kebutuhan, daya tampung, dan minat belajar. Pandangan ini terdiri dari dua aliran.
Aliran pertama, berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta
didik agar bisa meraih kebahagiaan yang optimal melalui pencapaian kesuksesan kehidupan
bermasyarakat dan ekonomi, jauh lebih berhasil dari yang pernah dicapai oleh orang tua mereka.
Dengan demikian, pendidikan adalah jenjang mobilitas sosial ekonomi suatu masyarakat
tertentu. Aliran kedua lebih menekankan peningkatan intelektual, kekayaan, dan keseimbangan
jiwa peserta didik.
Studi Islam di Timur dan Barat
Pendidikan Islam di Indonesia dihadapkan pada tantangan semakin berkembangnya model-
model pendidikan yang diselenggarakan oleh berbagai lapisan masyarakat. Dari tingkat yang
paling dasar (Madrasah Ibtidaiyah/MI) hingga perguruan tinggi (UIN, IAIN, STAIN, PTAI),
pencarian yang ideal tentang studi Islam terus dilakukan, terutama untuk mewujudkan cita-cita
pendidikan Islam yang adiluhung. Bagaimana pun harus diakui bahwa model pendidikan Islam
di Indonesia masih jauh dari memuaskan, terutama jika dilihat dari sistem pengelolaan, kualitas
kurikulum, hingga pada kualitas lulusannya.
 
Yang tak kalah seriusnya adalah tantangan globalisasi yang memungkinkan sebuah lembaga
pendidikan mesti memiliki kualifikasi tertentu yang bertaraf internasional. Sebagaimana
diketahui, orientasi pendidikan Islam di Indonesia masih belum begitu jelas, terutama dalam
menentukan pola, arah, dan capaian tertentu yang diinginkan, sehingga pendidikan Islam kita
dapat diakui secara internasional. Tantangan pendidikan Islam yang sudah diharuskan memiliki
kualifikasi internasional, tidak lepas dari pandangan tentang studi Islam, yang selama ini
diperdebatkan antara studi Islam di Timur dan Barat.
 
Secara garis besar terdapat dua bentuk pendekatan dalam kajian Islam di Barat; teologis dan
sejarah agama-agama. Pendekatan kajian teologis, yang bersumber dari tradisi dalam kajian
tentang Kristen di Eropa, menyodorkan pemahaman normatif mengenai agama-agama. Karena
itu, kajian-kajian diukur dari kesesuaiannya dengan dan manfaatnya bagi keimanan. Tetapi
dengan terjadinya marjinalisasi agama dalam masyarakat Eropa atau Barat pada umumnya,
kajian teologis yang normatif ini semakin cenderung ditinggalkan para pengkaji agama-agama.
 
Sedangkan pendekatan sejarah agama-agama berangkat dari pemahaman tentang fenomena
historis dan empiris sebagai manifestasi dan pengalaman masyarakat-masyarakat agama.
Penggambaran dan analisis dalam kajian bentuk kedua ini tidak atau kurang mempertimbangkan
klaim-klaim keimanan dan kebenaran sebagaimana dihayati para pemeluk agama itu sendiri.
Dan, sesuai dengan perkembangan keilmuwan di Barat yang sejak abad ke-19 semakin
fenomenologis dan positivis, maka pendekatan sejarah agama ini menjadi paradigma dominan
dalam kajian-kajian agama, termasuk Islam di Barat.
 
Dalam konteks inilah, pertumbuhan minat untuk memahami Islam lebih sebagai “tradisi
keagamaan yang hidup”, yang historis, ketimbang “kumpulan tatanan doktrin” yang terdapat
dalam al-Qur’an dan Hadits, menemukan momentumnya yang kuat dalam pertumbuhan kajian-
kajian Islam di beberapa universitas besar dan terkemuka di Amerika Serikat. Tradisi ini tentu
saja pertama kali tumbuh di Eropa, yang selanjutnya dikembangkan di Amerika oleh sarjana
semacam D.B. Macdonald (1863-1943) dan H.A. R. Gibb. Keduanya memperingatkan “bahaya”
mengkaji hanya “Islam normatif”, sebagaimana dirumuskan para ulama, dengan mengabaikan
Islam yang hidup di tengah-tengah masyarakat umum. Gagasan ini mendapatkan lahan yang
subur di universitas-universitas Amerika. Dan, sejak 1950-an sejumlah universitas mulai
mengembangkan pusat-pusat “studi kawasan” (area studies) Islam, yang pada dasarnya
mencakup berbagai disiplin yang berbeda, tetapi memperoleh pendidikan khusus dalam bahasa-
bahasa, kebudayaan dan masyarakat Muslim di wilayah tertentu.
Dengan kata lain, studi Islam di Barat melihat Islam sebagai doktrin dan peradaban, dan bukan
sebagai agama transenden yang diyakini sebagaimana kaum Muslimin melihatnya, tetap
merupakan ciri yang tak mungkin dihapus. Oleh karena Islam diletakkan semata-mata sebagai
obyek studi ilmiah, maka Islam diperlakukan sama sebagaimana obek-obyek studi ilmiah
lainnya. Ia dapat dikritik secara bebas dan terbuka. Hal ini dapat dimengerti karena apa yang
mereka kehendaki adalah pemahaman, dan bukannya usaha mendukung Islam sebagai sebuah
agama dan jalan hidup. Penempatan Islam sebagai obyek studi semacam ini, memungkinkan
lahirnya pemahaman yang murni “ilmiah” tanpa komitmen apa pun terhdap Islam. Penggunaan
berbagai metode ilmiah mutakhir yang berkembang dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan,
memungkinkan lahirnya karya-karya studi Islam yang dari segi ilmiah cukup mengagumkan,
walaupun bukan tanpa cacat sama sekali.
 
Studi Islam kontemporer di Barat, yang berusaha keras menampilkan citra yang lebih adil dan
penuh penghargaan terhadap Islam sebagai agama dan peradaban, dengan mengandalkan
berbagai pendekatan dan metode yang lebih canggih dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan,
bahkan tidak jarang dipelopori oleh sarjan-sarjana Muslim sendiri. Ini nampaknya menarik
banyak perhatian dari generasi baru pengkaji Islam negeri ini. Departemen Agama bahkan
memberikan dorongan lebih besar kepada dosen-dosen IAIN untuk melanjutkan studi tingkat
pascasarjana ke Barat, sambil juga tetap meneruskan tradisi pengiriman dosen-dosennya ke
Timur Tengah dan negeri-negeri muslim lainnya seperti Turki dan Asia Selatan.
 
Sementara di tempat lain, studi Islam di Timur Tengah sangat menekankan pendekatan normatif
dan ideologis terhadap Islam. Kajian Islam di Timur bertitik tolak dari penerimaan terhadap
Islam sebagai agama wahyu yang bersifat transenden. Islam tidaklah dijadikan semata-mata
sebagai obyek studi ilmiah yang secara leluasa ditundukkan pada prinsip-prinsip yang berlaku di
dunia keilmuwan, tetapi diletakkan secara terhormat sesuai dengan kedudukannya sebagai
doktrin yang kebenarannya diyakini tanpa keraguan. Dengan demikian, sikap ilmiah yang
terbentuk adalah komitmen dan penghargaan. Usaha-usaha studi ilmiah ditujukan untuk
memperluas pemahaman, memperdalam keyakinan dan menarik maslahatnya bagi kepentingan
umat. Orentasi studi di Timur lebih menekankan pada aspek doktrin disertai dengan pendekatan
yang cenderung normatif. Keterkaitan pada usaha untuk memelihara kesinambungan tradisi dan
menjamin stabilitas serta keseragaman bentuk pemahaman, sampai batas-batas tertentu,
menimbulkan kecenderungan untuk menekankan upaya penghafalan daripada mengembangkan
kritisisme. Meskipun kecenderungan ini tidak dominan, namun pengaruh kebangkitan
fundamentalisme di Timur Tengah telah mempengaruhi orientasi pendidikannya yang lebih
normatif.
 

Anda mungkin juga menyukai