Laporan ini Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Perkuliahan dan Kelulusan Mata
Kuliah Kuliah Kerja Lapangan ( KKL )
Semester V
Disusun oleh:
Raynaldi Mahardika
NIM : 19100248
FAKULTAS HUKUM
2022
i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Hasil Observasi Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Mahasiswa Fakultas Hukum Di BALI
NIM : 19100110
Menyetujui,
Pembimbing, Mahasiswa
Disahkan oleh,
NIP.196011025198703
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga
Saya dapat menyusun Laporan Kuliah Kerja Lapangan External yang dilaksanakan di BALI pada
tanggal 21-25 November 2022.
Selama mengerjakan Laporan Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) ini , Saya banyak
memperoleh bantuan Ilmu, bimbingan serta saran dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini Saya ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih tulus kepada :
iii
Saya menyadari bahwa Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang dibangun dari berbagai pihak untuk menjadi
bahan perbaikan di masa yang akan datang.
Untuk segala bantuan dan dukungan dari semua pihak tersebut, Saya ucapkan terimakasih.
Akhir kata,Saya berharap Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dapat memberikan manfaat
positif bagi kita semua.
Raynaldi Mahardika
NIM . 19100110
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedudukan Kejaksaan Tinggi Bali adalah Kejaksaan di Ibukota Provinsi Bali dengan
daerah hukum meliputi wilayah Provinsi Bali , yang membawahi 8 (delapan) Kejaksaan Negeri
dan 1 (satu) Cabjari. Kepala Kejaksaan Tinggi Bali dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh
seorang Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi dan dibantu oleh beberapa orang unsur pembantu
Pimpinan dalam hal ini Asisten dan Kepala Bagian Tata Usaha. Kantor Kejaksaan Tinggi Bali
berada di Jalan Kapten Tantular No.5 , Renon, Denpasar, Bali . telp (0361) 261438 No.Fax.
(0361) 237801. Kejaksaan Tinggi Bali mempunyai capaian untuk melaksanakan tugas dan
wewenang serta fungsi Kejaksaan di daerah hukum Kejaksaan Tinggi Bali sesuai dengan
Perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.Untuk
menyelenggarakan tugas tersebut diatas Kejaksaan Tinggi Bali menyelenggarakan fungsi
berdasarkan ketentuan pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia dan Peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor PER-009/A/JA/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
Republik Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana ketentuan tersebut diatas Kejaksaan Tinggi
Bali menyelenggarakan fungsi seperti Perumusan Kebijaksanaan pelaksanaan dan
Kebijaksanaan teknis pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perijinan sesuai
dengan bidang tugas berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh Jaksa Agung. Penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan sarana dan
prasarana pembinaan manajemen administrasi organisasi dan ketatalaksanaan serta
pengelolaan atas milik Negara yang menjadi tanggung jawabnya. Pelaksanaan penegakkan
hukum baik preventif maupun represif yang berintikan keadilan dibidang pidana. Pelaksanaan
pemberian bantuan dibidang intelejen yustisial,di bidang ketertiban dan ketentraman
umum,pemberian bantuan pertimbangan pelayanan dan penegakkan hukum dibidang perdata
dan tata usaha negara serta tindakan hukum dan tugas lain untuk menjamin kepastian hukum
menegakkan kewibawaan pemerintah dan penyelamatan kekayaan negara berdasarkan
peraturan Perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
1
Penempatan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan
jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan hakim karena tidak mampu berdiri
sendiri atau disebabkan hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya
sendiri. Pemberian pertimbangan hukum kepada lembaga negara,instansi pemerintah, BUMN,
BUMD dalam penyusunan Peraturan Perundang-undangan serta meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat.
B. Kegunaan Laporan
Adapun alasan atau kegunaan dari ditulisnya Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini adalah
untuk memenuhi persyaratan perkuliahan dan kelulusan Mata Kuliah Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) yang ada di semester V. Mata Kuliah KKL ini merupakan mata kuliah wajib bagi
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta setelah menginjak semester V.
Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini juga memiliki kegunaan untuk para mahasiswa dapat
memperluas wawasan dengan bukan hanya dari teori namun juga ilmu dan pembelajaran di luar
kampus, sehingga Mahasiswa selain melaksanakan kegiatan perkuliahan di area kampus namun
juga sekaligus mendapat pembelajaran dan gambaran langsung dari Instansi terkait. Selain itu
kegunaan Laporan ini juga untuk menyampaikan hasil daripada praktik dan observasi yang telah
dilakukan di Bali tepatnya di satu Instansi yaitu Kejaksaan Tinggi Bali serta Desa Adat
Panglipuran.
2
D. Maksud dan Tujuan KKL
Kuliah Kerja Lapangan External yang dilaksanakan di Bali ini memiliki maksud dan tujuan
untuk memberikan bukti nyata mengenai pengetahuan, serta keterampilan dan wawasan baru bagi
Mahasiwa sendiri. Sehingga dengan adanya Kuliah Kerja Lapangan ini dapat memberikan
pemahaman bagi Mahasiswa mengenai interaksi sosial dan hukum yang berlaku di masyarakat
secara langsung.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SEJARAH KEJAKSAAN RI :
Sebelum Reformasi
Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman Kerajaan
Hindu-Jawa di Jawa Timur,yaitu pada masa Kerajaan Majapahit,istilah dhyaksa,adhyaksa, dan
dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan tertentu di Kerajaan. Istilah-istilah ini
berasal dari bahasa kuno,yakni dari kata-kata yang sama dalam Bahasa Sansekerta. Seorang
Peneliti Belanda,W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa adalah pejabat negara di zaman
Kerajaan Majapahit,tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389) M).
Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang
pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa,yakni hakim tertinggi yang
memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi. Pada masa pendudukan Belanda,badan yang ada
relevansinya dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini
yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di
dalam sidang Landraad (Pengadilan Negeri),Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justiti) dan
Hooggerechtshof (Mahkamah Agung) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten Residen.
Hanya saja,pada prakteknya,fungsi tersebut lebih cenderung sebagai perpanjangan tangan Belanda
belaka. Dengan kata lain,Jaksa dan Kejaksaan pada masa Penjajahan Belanda mengemban misi
terselubung yakni antara lain Mempertahankan segala peraturan Negara,Melakukan penuntutan
segala tindak pidana,Melaksanakan putusan Pengadilan Pidana yang berwenang. Fungsi sebagai
alat penguasa itu akan sangat kentara,khususnya dalam menerapkan delik-delik yang berkaitan
dengan hatzaai artikelen yang terdapat dalam Wetboek van Strafrechts (WvS).
4
Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi difungsikan
pertama kali oleh Undang-Undang Pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No.1/1942,yang
kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942,No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi Kejaksaan
itu berada pada semua jenjang Pengadilan,yakni sejak Saikoo Hoooin (pengadilan
agung),Koootooo Hooin (pengadilan tinggi) dan Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Pada masa
itu,secara resmi digariskan bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk mencari (menyidik)
kejahatan dan pelanggaran, Menuntut perkara, Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara
kriminal serta Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum. Begitu Indonesia
merdeka,fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara RI. Hal itu ditegaskan dalam Pasal
II Aturan Peralihan UUD 1945,yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1945.
Isinya mengamanatkan bahwa sebelum Negara RI membentuk badan-badan dan peraturan
negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-undang Dasar,maka segala badan dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku. Karena itulah secara yuridis formal, Kejaksaan RI
telah ada sejak kemerdekaan Indonesia di proklamasikan. Dua hari setelahnya yaitu 19 Agustus
1945,dalam rapat PPKI diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur Negara RI,yakni dalam
lingkungan Departemen Kehakiman.
Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus menerus
sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan.Sejak awal eksistensinya hingga
kini Kejaksaan RI telah mengalami 22 Periode Kepemimpinan Jaksa Agung. Seiring dengan
perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia,kedudukan pimpinan,organisasi,serta tata cara kerja
Kejaksaan RI,juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
masyarakat,serta bentuk negara dan sistem Pemerintahan. Menyangkut UU tentang
Kejaksaan,perubahan mendasar pertama berawal tanggal 30 Juni 1961,saat Pemerintah
mengesahkan UU No.15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan RI. UU ini
menegaskan Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum
(pasal 1),penyelenggaraan tugas departemen kejaksaan dilakukan Menteri/Jaksa Agung (pasal 5)
dan susunan organisasi yang diatur oleh Keputusan Presiden.Terkait keududukan,tugas dan
wewenang Kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan dalam
struktur organisasi departemen,disahkan UU No.16 Tahun 1961 Tentang Pembentukan Kejaksaan
Tinggi.
5
Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut Kejaksaan RI sesuai
dengan perubahan dari UU No.15 Tahun 1961 kepada UU No.5 Tahun 1991,tentang Kejaksaan
RI. Perkembangan itu juga mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara
Institusi Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No.55 Tahun 1991
tertanggal 20 November 1991.
Masa Reformasi
Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan terhadap pemerintah Indonesia
serta lembaga penegak hukum yang ada,khususnya dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi.
Karena itulah,memasuki masa reformasi UU tentang Kejaksaan juga mengalami perubahan,yakni
dengan diundangkannya UU No.16 Tahun 2004 untuk menggantikan UU No.5 Tahun 1991.
Kehadiran UU ini disambut gembira banyak pihak lantaran dianggap sebagai peneguhan eksistensi
Kejaksaan yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuaaan pemerintah,maupun pihak lainnya.
Dalam Undang-undang No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI,Pasal 2 ayat (1) ditegaskan
bahwa Kejaksaan RI adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam
bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan sebagai
pengendali proses perkara (Dominus Litis),mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan
hukum,karena hanya institusi kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat
diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.
Disamping sebagai penyandang Dominus Litis,Kejaksaan juga merupakan satu-satunya Instasi
pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena itulah UU Kejaksaan yang baru ini
dipandang lebih kuat dalam menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga
negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di Bidang Penuntutan. Mengacu pada
UU tersebut,maka pelaksanaan kekuasaan negara yang diemban oleh Kejaksaan,harus
dilaksanakan secara merdeka. Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU No.16 Tahun
2004,bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penuntutan secara merdeka. Artinya bahwa dalam melaksanakan fungsi,tugas dan
wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI juga telah mengatur tugas dan wewenang
Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30 yaitu :
6
1) Di bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
1. Melakukan penuntutan
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,putusan
pidana pengawasan,dan keputusan bersyarat
4. Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan UU
5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
2) Di bidang Perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak
di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum,Kejaksaan turut menyelenggarakan
kegiatan :
1. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat
2. Pengamanan kebijakan penegakan hukum
3. Pengamanan peredaran barang cetakan
4. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara
5. Pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama
6. Penilitian dan pengembangan hukum statistik kriminal
Selain itu, Pasal 31 UU No.16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta
kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan
jiwa,atau tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau
disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain,lingkungan atau dirinya
sendiri. Pasal 32 UU No.16 Tahun 2004 tersebut menetapkan bahwa di samping tugas dan
wewenang tersebut dalam undang-undang ini,Kejaksaan dapat diserahi tugas dan
wewenang lain berdasarkan UU. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya,Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan
badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kemudian
Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan perimbangan dalam bidang
hukum kepada Instansi pemerintah lainnya. Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat
7
bantuan dengan hadirnya berbagai lembaga baru untuk berbagai peran dan tanggungjawab.
Kehadiran lembaga-lembaga baru dengan tanggung jawab yang spesifik ini mestinya
dipandang positif sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi korupsi. Sebelumnya upaya
penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana korupsi,sering mengalami
kendala. Hal itu tidak saja dialami oleh Kejaksaan,namun juga oleh Kepolisian RI serta
badan-badan lainnya. Kendala tersebut antara lain Modus operandi yang tergolong
canggih,Pelaku mendapat perlindungan dari korps,atasan, atau teman-temannya,Objeknya
rumit (compilicated),misalnya karena berkaitan dengan berbagai peraturan,Sulitnya
menghimpun berbagai bukti permulaan,Manajemen sumber daya manusia,Perbedaan
persepsi dan interprestasi (di kalangan lembaga penegak hukum yang ada),Sarana dan
Prasarana yang belum memadai Teror psikis dan fisikancaman,pemberitaan negatif,bahkan
penculikan serta pembakaran rumah penegak hukum.
Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak dulu dengan pembentukan
berbagai lembaga. Kendati demikian,pemerintah tetap mendapat sorotan dari waktu ke
waktu sejak rezim Orde Lama. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang lama yaitu
UU No.31 Tahun 1971,dianggap kurang bergigi sehingga diganti dengan UU N0.31 Tahun
1999. Dalam UU ini diatur pembuktian terbalik bagi pelaku korupsi dan juga
pemberlakuan sanksi yang lebih berat,bahkan hukuman mati bagi koruptor. Belakangan
UU ini juga dipandang lemah dan menyebabkan lolosnya para koruptor karena tidak
adanya Aturan Peralihan dalam UU tersebut. Polemik tentang kewenangan jaksa dan poisi
dalam melaksanakan penyidikan kasus korupsi juga tidak bisa diselesaikan oleh UU ini.
Akhirnya UU No.30 Tahun 2002 dalam penjelasannya secara tegas menyatakan bahwa
penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan secara konvensional selama
ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum
luar biasa melalui pembentukan sebuah badan negara yang mempunyai kewenangan
luas,independen,serta bebas dari kekuasaan manapun dalam melakukan pemberantasan
korupsi,mengingat korupsi sudah dikategorikan sebagai extraordinary crime. Karena itu
UU No.30 Tahun 2002 mengamanatkan pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
yang bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi. Sementara
untuk penuntutannya,diajukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
yang terdiri dari Ketua dan 4 Wakil Ketua yang masing-masing membawahi empat
8
bidang,yakni Pencegahan,Penindakan,Informasi dan Data,Pengawasan internal dan
Pengaduan Masyarakat. Dari ke empat bidang itu,bidang penindakan bertugas melakukan
penyidikan dan penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian dan Kejaksaan
RI. Sementara khusus untuk Penuntutan,tenaga yang diambil adalah pejabat fungsional
Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai perubahan fundamental dalam hukum acara
pidana,antara lain di bidang penyidikan.
9
Timbangan
Timbangan adalah lambang keadilan,keadilan yang diperoleh melalui keseimbangan
antara suratan dan siratan rasa.
Padi dan Kapas
Padi dan Kapas melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang menjadi dambaan
masyarakat.
Seloka “Satya Adhi Wicaksana”
Merupakan Trapsila Adhyaksa yang menjadi landasan jiwa dan raihan cita-cita setiap
warga Adhyaksa dan mempunyai arti serta makna
• Satya : Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur,baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa,terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia
• Adhi : Kesempurnaan dalam bertugas dan yang berunsur utama,bertanggungjawab
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,terhadap keluarga dan terhadap sesama
manusia
• Wicaksana : Bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku,khususnya dalam
penerapan kekuasaan dan kewenangannya.
Makna Tata Warna
• Warna Kuning diartikan luhur,keluhuran makna yang dikandung dalam gambar /
lukisan, keluhuran yang dijadikan cita-cita
• Warna Hijau diberi arti tekun,ketekunan yang menjadi landasan
pengejaran/pengraihan cita-cita
10
C. VISI dan MISI KEJAKSAAN RI :
VISI
Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang bersih,efektif,efisien,transparan,
akuntabel untuk dapat memberikan pelayanan prima dalam mewujudkan supremasi
hukum secara profesional,proporsional dan bermartabat yang berlandaskan
keadilan, kebenaran serta nilai-nilai kepatutan.
MISI
Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaan tugas dan
wewenang,baik dalam segi kualitas maupun kuantitas prnanganan perkara seluruh
tindak pidana,penanganan perdata dan tata usaha negara serta pengoptimalan
kegiatan intelejen Kejaksaan,secara profesional,proposional dan bermartabat
melalui penerapan Standart Operating Procedure (SOP) yang tepat cermat terarah
efektif dan efisien. Mengoptimalkan peranan bidang pembinaan dan pengawasan
dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas bidang-bidang lainnya,terutama
terkait dengan upaya penegakan hukum. Mengoptimalkan tugas pelaksanaan
publik dibidang hukum dengan penuh tanggung jawab taat azas efektif dan efisien
serta penghargaan terhadap hak-hak publik. Melaksanakan pembenahan dan
penataan kembali struktur organisasi Kejaksaan,pembenahan sistem informasi
manajemen terutama penghimpunan program quickwins agar dapat segera diakses
oleh masyarakat,penyusunan cetak biru (blue print) pembangunan sumber daya
manusia Kejaksaan jangka menengah dan jangka panjang Th 2025,menerbitkan
dan menata kembali manajemen administrasi keuangan,peningkatan sarana dan
prasarana serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui tunjangan kinerja dan
remunerasi agar kinerja kejaksaan dapat berjalan lebih efektif efisien transparan
akuntabel serta lebih optimal. Membetuk aparat Kejaksaan yang handal tangguh
profesional bermoral dan beretika guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas
ppkpk,fungsi dan wewenang terutama dalam upaya penegakan hukum yang
berkeadilan serta tugas-tugas lainnya yang terkait.
11
D. KEDUDUKAN , TUGAS dan FUNGSI KEJAKSAAN TINGGI BALI :
KEDUDUKAN
Melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
Undang-Undang. Berkedudukan di Ibukota Provinsi Bali.
TUGAS
Kejaksaan Tinggi Bali memiliki tugas pokok seperti halnya Melakukan pra penuntutan,
pemeriksaan,tambahan,penuntutan,pelaksanaan terhadap hakim dan putusan lepas bersyarat
dan tindakan hukum lainnya dalam perkara tindak pidana umum berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan kebijaksanaan oleh Jaksa Agung.
FUNGSI
Perumusan kebijaksanaan teknis dan kegiatan yustisial pidana umum berupa pemberian
bimbingan dan pembinaan dalam bidang tugasnya.Perencanaan,pelaksanaan dan pengendalian
kegiatan prapenuntutan,pemeriksaan tambahan,penuntutan dalam tindak pidana terhadap
keamanan negara dan ketertiban umum,tindak pidana terhadap orang dan harta benda serta
tindak pidana umum yang diatur didalam dan diluar kitab undang-undang hukum pidana.
Pelaksanaan penetapan hakim dan putusan pengadilan pelaksanaan pengawasan terhadap
pelaksanaan keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lainnya dalam perkara tindak
pidana umum serta pengadministrasianya. Pembinaan kerja sama,pelaksanaan,koordinasi dan
pemberian bimbingan serta petunjuk teknis dalam penanganan perkara tindak pidana umum
dengan instansi terkait berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh Jaksa Agung. Pemberian sarana,konsepsi tentang pendapat dan atau
pertimbangan hukum jaksa agung mengenai perkara tindak pidana umum dan masalah hukum
lainnya dalam kebijakan penegakan hukum.Pembinaan dan peningkatan kemampuan
keterampilan dan intregritas aparat tindak pidana umum di lingkungan kejaksaan. Pengamanan
teknis atas pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang tindak pidana umum
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa
Agung.
12
E. STRUKTUR ORGANISASI KEJAKSAAN TINGGI BALI :
KOORDINATOR KABAG TU
FEBRIYAN SH., MH
13
F. PERATURAN DALAM KEJAKSAAN TINGGI BALI :
Kejaksaan Tinggi adalah lembaga kejaksaan yang berkedudukan di Ibu Kota Provinsi.
Kejaksaan Tinggi dibentuk dengan keputusan presiden atas usul Jaksa Agung. Sebagai
badan yang berwenang dalam penegakkan hukum dan keadilan,dalam menjalankan Tugas
Fungsi dan Wewenang, Kejaksaan Tinggi memiliki beberapa Peraturan atau Dasar Hukum
yang berlaku , yaitu sebagai berikut :
UNDANG-UNDANG
KEPUTUSAN PRESIDEN
1. Keppres No.86 thn 1999 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI
2. Keppres No.87 thn 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil
3. Keppres No.30 thn 1981 tentang Latihan Prajabatan
4. Keppres No.5 thn 1996 tentang Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan
5. Keppres No.9 /1975 tentang Jenjang Pangkat dan Tunjangan Jabatan Struktural
6. Keppres No.158/2000 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Jaksa
7. Keppres No.2/1981 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun Jaksa
8. Perpres No.18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan RI
9. Keppres No.119/M tahun 2009
14
INSTRUKSI PRESIDEN
PERATURAN PEMERINTAH
15
2. DESA ADAT PENGLIPURAN
16
BAB III
LAPORAN HASIL STUDI
17
B. DESA ADAT PENGLIPURAN
Desa Penglipuran ini terletak di Bangli Provinsi Bali. Masyarakat Desa ini menganut
agama Hindu dan selalu menjunjung tinggi adat istiadat nilai gotong royong kekeluargaan
kearifan lokal yang berlandaskan konsep Tri Hitha Karana.Desa Adat Penglipuran sudah ada
sejak zaman Kerajaan Bangli. Arsitektur bangunan dan pengolahan lahan masih mengikuti
konsep Tri Hita Karana filosofi masyarakat Bali mengenai keseimbangan hubungan antara
Tuhan,manusia dan lingkungannya. Mengenal asal mula kata Desa Penglipuran ada dua
presepsi berbeda yang diyakini oleh masyarakatnya. Hampir seluruh warga desa ini percaya
bahwa mereka berasal dari Desa Bayung Gede. Bayung Gede adalah orang-orang yang ahli
dalam kegiatan agama,adat dan pertahanan. Desa Penglipuran ini memiliki area mencapai 112
hektar,berlokasi sekitar 5 km dari kota Bangli atau 45km dari kota Denpasar.Cerita di
masyarakat menyebutkan bahwa Desa Penglipuran merupakan hadiah dari Raja Bangli kepada
masyarakat yang ikut bertempur melawan Kerajaan Gianyar. Selain sistem aturan Pemerintah
mereka masih menerapkan hukum tradisional di masyarakat yakni awig-awig.
Ketua Desa Adat Penglipuran adalah I Wayan Budiarta. Dalam pembuatan hukum adat
atau yang disebut awig-awig dalam Desa Adat Penglipuran disahkan oleh ketua adat
berdasarkan kesepakatan masyarakat. Dalam hal ini ketua adat memiliki peran penting. Seperti
halnya untuk mengatur mengenai hubungan keperdataan seperti perkawinan,perceraian dan
poligami serta pewarisan. Di Desa Adat ini tidak ada yang namanya keputusan ketua adat atau
peraturan ketua adat,karena ketua adat tidak mempunyai kewenangan untuk membuat suatu
aturan. Di desa adat penglipuran ini yang mempunyai kewenangan membuat aturan adalah
warga,sedangkan pemimpin adat tugasnya melakukan pengabdian,melaksanakan atau
menerapkan peraturan yang telah dibuat dan disepakati dari hasil rapat masyarakat adat
setempat. Adapun sub organisasi atau jabatan jabatan dalam Prajuru desa adat penglipuran
adalah yang pertama Bendesa Adat yaitu sebagai Ketua desa adat,lalu Pe tajuk Bendesa
sebagai wakilnya,Penyarikan sebagai juru tulis,Sinoman sebagai juru arah,Jero Mangku atau
Jero Gede untuk jabatan pimpinan pelaksana upacara di Pura Kahyangan Desa dan yang
terakhir yaitu Pekaseh atau Kelian Subak untuk jabatan yang mengurusi pengairan subak.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
19
B. DESA ADAT PENGLIPURAN
Pada hari Selasa,22 November 2022 ,kami para Mahasiswa melaksanakan kegiatan Kunjungan
ke Desa Adat penglipuran. Disana kami disambut dengan sangat baik oleh Ketua Adat setempat
yaitu I Wayan Budiarta. Pada saat kunjungan kami diberi pemaparan materi atau beberapa
wawasan dari Desa Adat Penglipuran itu sendiri.Mulai dari sifatnya yang otonom,desa ini
memiliki sebuah peraturan sendiri sesuai dengan adat istiadat setempat dan tidak bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945 yang disebut dengan Awig-awig.Didalamnya terdapat tiga
konsep yang dikenal dengan istilah “Tri Hita Karana” yang artinya tiga penyebab / sumber adanya
kesejahteraan,kebahagiaan,keselamatan,diantaranya yaitu :
a) Parahyangan
Hubungan manusia dengan Tuhan, diwujudkan dengan melakukan peribadatan di
tempat suci serta penentuan hari suci
b) Pawongan
Hubungan manusia dengan manusia,diwujudkan dengan menjaga hubungan yang
harmonis antar warga maupun dengan masyarakat desa lain,serta dengan orang yang
berbeda agama
c) Palemahan
Hubungan manusia dengan lingkungan,diwujudkan dengan mencintai dan menjaga
kebersihan serta kelestarian lingkungan sekitar dengan baik
Ketua Adat Desa Penglipuran juga menjelaskan bahwa Stratifikasi sosial yang ada di desa
ini hanya ada satu tingkatan kasta yaitu Kasta Sudra,sehingga kedudukan antar warganya setara.
Hanya saja ada seorang Kepala Adat yang bertugas untuk memimpin mereka. Pemilihan Ketua
Adat ini diadakan setiap 5 tahun sekali. Untuk Keorganisasian,masyarakat Desa Penglipuran yang
sudah akhil balig diwajibkan untuk masuk organisasi yang dinamakan Saka Tarune dan harus
masuk organisasi ini sampai mereka menikah. Untuk lingkungan di desa ini diharuskan menjaga
kebersihan dengan amat baik,sehingga tak heran jika desa ini mendapat penghargaan sebagai desa
terbersih di dunia pada tahun 2016 silam.
20
BAB V
A. KESIMPULAN
Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan external oleh Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi
Surakarta ini dilaksanakan di beberapa Instansi di Bali dan Desa Adat Penglipuran. Untuk Instansi
terkait yang penulis kunjungi yaitu Kejaksaan Tinggi Bali, dari kunjungan di Kejaksaan Tinggi
Bali penulis dapat menyimpulkan bahwa Kedudukan Kejaksaan Tinggi Bali ini membawahi
delapan Kejaksaan Negeri dan satu cabjari. Kejaksaan Tinggi Bali sudah menerapkan visi dan misi
dengan sedemikian rupa baiknya sebagai lembaga penegak hukum yang bersih efektif efisien
transparan akuntabel untuk dapat memberikan pelayanan prima dalam mewujudkan supremasi
hukum secara profesional proporsional dan bermartabat yang berlandaskan keadilan kebenaran
serta nilai kepatutan. Lalu untuk Desa Adat Penglipuran penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa Desa tersebut memang patut untuk mendapatkan penghargaan atau sebuah pengakuan
karena sudah menjadi salah satu desa terbersih di dunia. Keunikan yang ada pada Desa ini juga
menjadi daya tarik tersendiri seperti halnya desa ini yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai luhur
nenek moyang,sehingga tata ruang desa ini pun mengusung patokan adat yang sudah turun
temurun. Dan desa ini pun dibangun dengan konsep Tri Mandala.
B. SARAN
Dari hasil pengamatan dan observasi lapangan yang dilakukan kami para Mahasiswa di Pulau
Bali ini,maka disarankan untuk masyarakat Desa Adat Penglipuran agar meningkatkan dalam hal
penggunaan segala sumber daya alam nya,karena bahwasannya di Desa Adat ini sudah memiliki
kondisi sumber daya alam yang kompleks. Dengan begitu kondisi yang demikian dapat
meningkatkan kualitas hidup masyarakat Desa Adat Penglipuran menjadi lebih baik lagi.
Sedangkan untuk Kejaksaan Tinggi Bali diharapkan agar tetap meningkatkan pembangunan zona
integritas menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani . Serta selalu memiliki visi dan misi
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang ada di Kejaksaan Tinggi Bali .
21
LAMPIRAN
22
B. DESA ADAT PENGLIPURAN
23