Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Fisika Tanah

Hari : Selasa
Pukul : 16.00-18.00 WIB
Asisten : 1. Dwi Ajeng Pratiwi
2. Aldi Fahreza

PENETAPAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH

Oleh:
Resma Selviani
2205108010050

LABORATORIUM FISIKA TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2023
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Struktur tanah adalah sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruang dari
partikel-partikel tanah, yang terikat menjadi agregat melalui proses pembentukan tanah.
Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman bersifat langsung.
Struktur tanah yang gembur (ringan) umumnya menghasilkan laju pertumbuhan dan
produksi tanaman hijauan per satuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur
tanah yang padat. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa akar di tanah yang ringan atau gembur
tumbuh lebih cepat per satuan waktu daripada akar tanaman di tanah yang padat. Hal ini
disebabkan akar mudah memulung di dalam setiap pori tanah yang sebenarnya banyak
terdapat pada tanah gembur.
Bumi adalah bagian dari kerak bumi dan tersusun atas mineral dan bahan organik.
Tanah sangat penting bagi semua kehidupan di bumi. Kehidupan mendukung tanaman
dengan menyediakan nutrisi, udara, dan mendukung akar. Struktur tanah yang berongga
memungkinkan akar untuk bernapas dan tumbuh. Ini juga merupakan tempat yang baik.
Tanah juga merupakan habitat berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat,
daratan menyediakan tempat untuk hidup dan menjelajah. Ilmu yang mempelajari berbagai
aspek tanah disebut ilmu tanah. Komposisi tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lain.
Stabilitas agregat adalah ketahanan rata-rata agregat tanah terhadap dispersi oleh air
hujan atau genangan air. Stabilitas tergantung pada ketahanan benturan tanah terhadap
perambatan air dan kekuatan sementasi atau pengikatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
stabilitas agregat meliputi bahan semen dari agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, dan
derajat kohesi. Stabilitas agregat yang terbentuk bergantung pada integritas energi
permukaan agregat dan kekuatan interkoloid selama rehidrasi. Pengikatan partikel dalam
keadaan basah atau aglomerat. Peran penting gusi mikroba sebagai pengikat adalah untuk
memastikan kelangsungan aktivitas mikroba selama proses pembentukan dan agregasi.
Agregat tanah dapat terbentuk ketika adanya partikel tanah yang menyatu dan
membentuk unit lebih besar. Agregat tanah merupakan suatu kesatuan partikel tanah yang
lebih lengket daripada partikel di sekitarnya. Terdapat dua kemungkinan pada proses awal
pembentukannya, yaitu flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi yaitu partikel tanah yang
awalnya dalam keadaan agregat atau terdispersi, kemudian menyatu membentuk agregat.
Sedangkan fragmentasi yaitu ketika tanah dalam kondisi massif dan terpecah membentuk
agregat lebih kecil. Kemantapan agregat merupakan sebuah tingkat ketahanan rata-rata
agregat tanah terhaap transmisi atau pendispersi oleh tetesan air hujan dan banjir.
Kemantapan tanah bergantung pada ketahanan tanah terhadap penyebaran air dan kekuatan
sementasi atau ikatan. Faktor-faktor yang memengaruhi kemantapan agregat antara lain,
bahan semen agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, dan derajat agregat. Peran penting
lendir mikroba (gum) sebagai pengikat adalah untuk menjamin keberlangsungan aktivitas
mikroba selama proses pembentukan dan agregasi ped.
Nilai kerapatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pengolahan
tanah, bahan organik, kompresi dari alat pertanian, tekstur, struktur, dan kadar air tanah.
Nilai ini sering digunakan dalam perhitungan dalam menentukan kebutuhan air irigasi,
pemupukan, budidaya, dan lainnya. Untuk mengetahui nilai kemantapan agregat suatu tanah
diperlukan adanya perlakuan lebih lanjut seperti uji laboratorium dan perhitungan dengan
rumus. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai penetapan kemantapan
agregat. Dalam laporan ini dimuat hasil dan pembahasan mengenai kemantapan agregat
menggunakan metode vilensky untuk mengetahui perhitungan dari uji lab sampel tanah
agregat.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui jumlah volume pertetes
sampai agregat mulai pecah dan juga untuk mengetahui jumlah tetesan air sehingga mampu
memecahkan dan sampai menghancurkan agregat tanah.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Agregat tanah merupakan partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung dalam


suatu kelompok yang dinamakan sebagai agregat tanah, yang merupakan satuan dasar
struktur tanah. Agregat terbentuk diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan
partikel-partikel primer membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan
adanya sesuatu yang dapat mengikat menjadi lebih kuat (sementasi). Pembentukan agregat
tanah melalui proses penjonjotan yang dilanjutkan dengan agregasi dengan atau tanpa diikuti
proses sementasi (Notohadiprawiro, 2001).
Kemantapan agregat merupakan kemampuan agregat tanah untuk bertahan terhadap
pengaruh tetesan air hujan atau pembenaman dalam air. Pengukuran kemantapan agregat
dapat dilakukan dengan metode pengayakan basah dan pengayakan kering (kuantitatif) atau
dengan metode pembenaman dalam air dan alkohol (kualitatif). Kemantapan agregat sangat
penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi
yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang
baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan
daya menahan air. Pada tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka
agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan
menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan
permeabilitas menjadi lambat (Septiawan, 2016).
Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.
Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar (stabilitas) dapat ditentukan
secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks ini merupakan penilaian
secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemantapan agregat antara lain pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, dan
penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion
akibat curah hujan tinggi (Safuanto, 2007).
Agregat tanah adalah partikel primer dalam tanah yang dihubungkan menjadi
kelompok-kelompok, yang merupakan unit dasar struktur tanah. Pembentukan agregat
dimulai dengan mekanisme yang mengikat partikel primer menjadi kelompok atau
kelompok (cluster) dan berlanjut ke yang dapat mengikat lebih kuat (cementing). Kestabilan
agregat adalah kekuatan sementasi atau pengikatan, serta ketahanan agregat tanah terhadap
penghamburan akibat pengaruh air hujan dan genangan air. Faktor-faktor yang
mempengaruhi stabilitas agregat antara lain bahan yang menyatukan agregat, bentuk dan
ukuran agregat, serta derajat aglomerasi. Kestabilan agregat yang terbentuk bergantung pada
integritas permukaan fouling agregat selama rehidrasi dan kekuatan ikatan partikel koloid
agregat saat basah (Rahayu, 2017).
Tanah sangat kaya akan berbagai mikroorganisme seperti bakteri, actinomycetes,
fungi, protozoa, alga dan virus. Lahan pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta
mikroorganisme per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah bergantung pada
aktivitas mikroba. Sebagian besar mikroba tanah terlibat dalam penghancuran limbah
organik, daur ulang nutrisi tanaman, fiksasi nitrogen biologis, pelarutan fosfat, stimulasi
pertumbuhan, pengendalian biologis patogen dan membantu penyerapan nutrisi dalam
pertanian. Bioteknologi mikrobiologi telah dikembangkan dengan memanfaatkan peran
penting mikroorganisme tersebut (Hakim, 2016).
Stabilitas agregat sangat penting untuk tanah garapan dan perkebunan. Agregat yang
stabil menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Agregat
dapat menciptakan lingkungan fisik yang menguntungkan untuk perkembangan akar
tanaman dengan mempengaruhi porositas, permeabilitas udara, dan kapasitas menahan air.
Agregat tanah mudah terganggu pada tanah yang agregatnya tidak stabil saat diganggu.
Partikel- partikel yang ditumbuk halus menyumbat pori-pori tanah, menghasilkan kerapatan
curah tanah yang tinggi, aerasi yang buruk, dan infiltrasi yang lambat. Stabilitas agregat juga
sangat mempengaruhi kerentanan tanah terhadap erosi. Kemampuan keseluruhan untuk
menahan kekuatan destruktif eksternal (stabilitas) dapat diukur dengan Indeks Stabilitas
Keseluruhan (ASI). Indeks ini merupakan penilaian kuantitatif terhadap stabilitas agregat
(Santi, 2018).
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas agregat meliputi pengolahan tanah,
aktivitas mikroba tanah, dan penutupan kanopi tanaman di permukaan tanah. Agregat tanah
terbentuk melalui proses flokulasi dan fragmentasi. Aglomerasi terjadi ketika partikel tanah
yang awalnya tersebar bergabung membentuk agregat. Fragmentasi, di sisi lain, terjadi
ketika tanah berukuran besar dan kemudian terurai membentuk agregat yang lebih kecil
(Kemper et al., 2016).
Nilai porositas dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah lapangan. Dalam
penelitiannya, bahan organik dari sisa tanaman dan organisme makro dan mikroba yang
terurai menciptakan ruang di dalam tanah, sehingga semakin banyak bahan organik di dalam
tanah, semakin besar porositasnya Kami menemukan bahwa hasil ANOVA menunjukkan
bahwa kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah. Ketersediaan
bahan organik dapat mempengaruhi aktivitas mikroba tanah dan membentuk biopori, atau
struktur tanah yang berpori. Nilai bahan organik tanah tidak berbeda pada kedalaman tanah
yang berbeda, menghasilkan porositas tanah yang seragam pada kedalaman yang berbeda.
Stabilitas agregat sangat terkait dengan porositas. Pori-pori tanah mudah hancur, tertutup
atau tersumbat oleh lempung atau debu (erosi internal) bila tanah mudah runtuh atau
memiliki agregat yang tidak stabil, dinyatakan bahwa porositas tanah berkurang akibatnya
(Isnawati dan Listyarini, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, N., Nyakpa, MY., Lubis, AM, Nugroho, S.G., Diha, MA, Hong, G.B.Bailey, H.H.
2016. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. 488 hal.

Isnawati, N. Dan Listyarini, E. 2018. Hubungan antara kemantapan agregat dengan


konduktifitas hidraulik jenuh tanah pada berbagai penggunaan lahan di Desa
Tawangsari Kecamatan Pujon, Malang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan 5(1):
785-791.

Notohadiprawiro, 2001. Dasar-Dasar ilmu tanah. Jakarta: Erlangga.


Safuanto, 2007. Struktur tanah dan Agregat tanah. Bandung : Penerbit Kalam Mulia.
Santi, 2018. Karakteristik sifat fisik tanah pada sistem pengolahan tanah
konservasi (Studi Kasus Kebun Percobaan Cikabayan). Buletin Tanah dan Lahan.
1(1): 44-50.

Septiawan, 2016. Penetapan kemantapan agregat tanah. Jakarta: Erlangga.


Kemper, E.W, and Rosenau, R.C. 2016. Aggregate stability and size distribution. In: Klute,
A. (Ed.) Method of Soil Analysis Part 1.2nd. ASA. Madison. Wisconsin. 425-461.

Rahayu, U. 2017. Pengaruh Pemberian Arang dan Molase Terhadap Kemantapan Agregat
pada Udipsaments Colomadu. Kabupaten Karanganyar. Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret.
BAB III. METODEOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum penetapan ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika Tanah dan
Lingkungan Prodi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, pada hari Senin
09 Oktober 2023, Pukul 16.00-18.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Contoh tanah dengan agregat utuh
2. Timbangan
3. Ayakan
4. Buret
5. Kapur pertanian
6. Oven
7. Eksikator

3.3 Cara Kerja


Adapun langkah kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pengayakan kering
a. Contoh tanah dengan agregat utuh dikering udarakan.
b. Tanah kira-kira 500 g kering udara di atas ayakan ukuran 8 mm. Dibawah ayakan
ini berturut-turut ditempatkan ayakan ukuran 2,0 mm dan 1,0 mm.
c. Tumbuk tanah (no. b) dengan palu kecil sampai semua tanah turun melalui ayakan
8 mm.
d. Gerak-gerakkan ayakan ini dengan tangan.
e. Masing-masing fraksi agregat ditimbang, kemudian nyatakan dalam persen (%).
Persentase agregasi sama dengan 100 persen dikurangi dengan persen agregat yang
lebih kecil dari 2 mm.
f. Ulangi pekerjaan ini sebanyak 4 kali.
2. Pengayakan basah
a. Agregat-agregat yang diperoleh dari pengayakan kering (no. e) kecuali agregat 1,0
mm ditimbang dan masing-masing dimasukkan ke dalam cawan aluminium.
Banyaknya disesuaikan dengan perbandingan ketiga agregat tersebut dan totalnya
harus 100 g.
b. Diteteskan air pada tanah dalam cawan aluminium sampai kapasitas lapang dari
buret setinggi 30 cm dari cawan sampai ujung penetes buret. Simpan dalam
inkubator pada temperatur 20°C dengan kelembapan relatif 98 - 100% selama 1
malam. Dipindahkan tiap agregat dari cawan ke ayakan sebagai berikut:
。 Agregat antara 8 dan 2,0 di atas ayakan 2,0 mm.
。 Agregat antara 2,0 dan 1,0 di atas ayakan 1,0 mm.
c. Dipasang susunan ayakan-ayakan ini pada alat pengayak basah dimana bejana yang
disediakan telah diisi air lebih dahulu. Air yang digunakan harus mengandung ion
Ca2+ sekurang-kurangnya 2 x 10-3 molar, untuk mencegah dispersi yang terlalu
cepat dari partikel kaloid.
d. Pengayakan dilakukan selama lebih kurang 25 menit.
e. Setelah selesai pengayakan dipindahkan agregat-agregat dari tiap ayakan ke cawan
aluminium yang beratnya telah diketahui.
f. Dikeringkan dalam oven lalu masukkan ke dalam eksikator lalu ditimbang.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Adapun hasil yang didapatkan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
Diketahui :
1. Pengayakan kering
Rata-rata diameter agregat dari pengayakan kering
- Agregat antara 8,0 dan 2,0 mm : (8+2,0)/2 = 5,0 mm
- Agregat antara 2,0 dan 1,0 mm : (2,0+1,0)/2 = 1,5 mm
Rata-rata berat diameter pengayakan kering:
(177,2 × 5,0) + (372,8 × 1,5)
=
100

636 + 559,2
=
100

= 11,957
2. Pengayakan basah
Berat agregat tanah kering oven
- Ayakan 2,0 mm : 29,9gr
- Ayakan 1,0 mm : 40,27 gr
- Ayakan 0,5 mm : 15,6 gr
- Ayakan 0,2 mm : 14,7 gr
- Ayakan 0,1 mm : 24,6 gr
Total : 125,07 gr
Rata-rata berat diameter pengayakan basah
(29,9 × 5,0) + (40,27 × 1,5) + (15,6 × 0,75) + (14,7 × 0,375) +× (24,6 × 0,178)
=
100

149,5 + 60,405 + 11,7 + 5,5125 + 4,3788


=
100

231,496
=
100
= 2,31
Indeks instabilitas = 11,957 – 2,314
= 9,63
1
= × 100
𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑠𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
1
= x 100
9,63
= 10,38

4.2 Pembahasan
Agregat Tanah Hampir semua karakteristik sifat fisik tanah ditentukan oleh
keberadaan agregat. Porositas, infiltrasi dan permeabilitas adalah salah satu sifat fisik tanah
yang nilainya sangat ditentukan oleh jumlah, ukuran dan stabilitas agregat tanah. Agregat
tanah terdiri dari pengelompokan erat sejumlah butir-butir primer tanah. Pembentukan
agregat tergantung pada adanya butir-butir primer yang dapat beragregasi, penggumpalan
dan penjonjotan butir-butir tanah, serta sedimentasi dari bahan-bahan yang menggumpal
menjadi agregat yang stabil. Pengukuran nilai agregat tanah di diawali dengan pengambilan
contoh tanah dengan agregat utuh di lokasi percobaan. Setelah itu di bawa ke laboratorium
untuk dilakukan pengayakan. Sebelum dilakukan pengayakan, terlebih dahulu contoh tanah
di kering udarakan. Setelah dikering udarakan, lalu dilakukan pengayakan kering. Pertama,
taruh kurang lebih 500 gram tanah kering udara di atas ayakan 8 mm, di bawah berturut-
turut ayakan 4,76, 2,83, 2 dan 0 mm. Tumbuk tanah dengan menggunakan alu kecil hingga
seluruh tanah turun melalui ayakan 8 mm.
Gerak- gerakan ayakan ini kurang lebih 5 kali, kemudian timbang masing-masing
fraksi agregat, dan diwujudkan dalam %. Persentase agregat adalah 100 % dikurangi dengan
% agregat yang lebih kecil dari 2 mm. Setelah itu lakukan pengayakan basah. Hitung selisih
antara rata-rata berat diameter agregat tanah pada pengayakan kering dan pengayakan basah,
jika selisihnya makin besar berarti makin tidak stabil tanah tersebut.. Nilai agregat tanah di
sekitar lubang resapan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Penambahan
bahan organik berupasampah organik yang banyak mengandung berbagai macam senyawa
seperti lemak, karbohidrat, protein dan lignin berdampak pada meningkatnya aktivitas
organisme sehingga za-zat perekat butiran- butiran tanah seperti getah dan lilin yang berguna
untuk mengikat butir-butir primer ke dalam lubang resapan yang telah dibuat beberapa bulan
sebelumnya telah mempengaruhi kualitas sifat.
Stabilitas atau kemantapan agregat sangat berperan penting bagi tanah bidang
pertanian dan perkebunan. Agregat tanah yang stabil dapat menciptakan kondisi yang baik
bagi pertumbuhan tanaman serta lingkungan fisik yang baik bagi perkembangannya
terutama bagi akar tanaman melalui dampaknya terhadap porositas, aerasim dan daya
tampung menahan air. Untuk mengetahui kemampuan agregat terhadap daya tahan dari gaya
perusak eksternal, dapat ditentukan secara kuantitatid melalui pengukuran Aggregate
Stability Index (ASI).
Salah satu cara untuk menentukan kemantapan agregat adalah dengan menggunakan
metode vilensky, yaitu sebuah pengukuran terhadap kemantapan agregat tanah berdiameter
2-3 mm dengan menghitung volume tetesan air yang dibutuhkan untuk memecahkan dan
menghancurkan agregat tanah yang diukur. Ukuran tetesan air yang diperbesar membuat
volume tetesan air dan massanya semakin besar. Besar massa dapat memengaruhi energi
potensial dan kecepatan agregat untuk pecah dan hancur. Selain itu, perhitungan SD (Standar
Deviasi) digunakan untuk menyebarkan data yang sangat besar terhadap nilai reratanya.
Klasifikasi indeks stabilitas agregat adalah sebagai berikut :
Sangat stabil sekali >200
Sangat stabil 80-200
Stabil 66-80
Agak stabil 50-66
Kurang stabil 40-50
Tidak stabil <40
Agregat Tanah Hampir semua karakteristik sifat fisik tanah ditentukan oleh
keberadaan agregat. Porositas, infiltrasi dan permeabilitas adalah salah satu sifat fisik tanah
yang nilainya sangat ditentukan oleh jumlah, ukuran dan stabilitas agregat tanah. Agregat
tanah terdiri dari pengelompokan erat sejumlah butir-butir primer tanah. Pembentukan
agregat tergantung pada adanya butir-butir primer yang dapat beragregasi, penggumpalan
dan penjonjotan butir-butir tanah, serta sedimentasi dari bahan-bahan yang menggumpal
menjadi agregat yang stabil. Pengukuran nilai agregat tanah di diawali dengan pengambilan
contoh tanah dengan agregat utuh di lokasi percobaan. Setelah itu di bawa ke laboratorium
untuk dilakukan pengayakan. Sebelum dilakukan pengayakan, terlebih dahulu contoh tanah
di kering udarakan. Setelah dikering udarakan, lalu dilakukan pengayakan kering. Pertama,
taruh kurang lebih 500 gram tanah kering udara di atas ayakan 8 mm, di bawah berturut-
turut ayakan 4,76, 2,83, 2 dan 0 mm. Tumbuk tanah dengan menggunakan alu kecil hingga
seluruh tanah turun melalui ayakan 8 mm.
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Adapun hasil dari praktikum porositas tanah adalah:
1. Hasil penetapan kemantapan agregat tanah adalah 10,38
2. Sehingga klasifikasi indeks stabilitas agregat yang didapat adalah tidak stabil.
3. Tingkat kemantapan agregat dapat diketahui dengan cara tanah ditetesi menggunakan
air.
4. Lamanya kehancuran tanah berdasarkan banyaknya tetesan air tersebut.
5. Tanah yang lama hancurnya berarti tanah tersebut memiliki tingkat kemantapan yang
tinggi.
5.2. Saran
Adapun saran pada praktikum ini, sebaiknya cara kerja dalam praktikum harus
dilakukan dengan sesuai dan teliti agar mendapatkan hasil yang benar serta praktikan harus
lebih memerhatikan apa yang disampaikan oleh asisten saat asisten memberikan arahan.
LAMPIRAN

Gambar 1. Menimbang sampel tanah. Gambar 2. Mengayak tanah.

Gambar 3. Menimbang tanah pengayakan Gambar 4. Mengoven sampel tanah. . .


.. basah.

Anda mungkin juga menyukai