Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA TANAH
AGREGAT TANAH

OLEH :
NAMA : ALVIN FAUZAN AL HADDAD
NO. BP : H0221009
KELAS KULIAH : FISIKA TANAH C
KELAS PRAKTIKUM : FISIKA TANAH C
ASISTEN : 1. SHERINA IMELDA (1910232011)
2. FACHRUL RAZI (1910231006)
3. VIOLIN ENGHEL APRILIA H(1910231051)
4. DIMAS GIWA NOVESA (1910231054)
5. ROSI AIFA MILDA (1910232027)
6. NADA AFIFAH (1910233011)
DOSEN PENJAB : Ir. JUNAIDI, MP

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanah ditemukan di mana-mana di sekitar kita dan mempunyai arti
yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebanyakan orang tidak
pernah berusaha menentukan apakah tanah itu, darimana asal dan
sifatnya. Mereka tidak memperhatikan bagaimana tanah di suatu tempat
berbeda dengan tanah di tempat lain. Pasti sedikit saja atau bahkan tidak
mungkin ada di antara kita yang mengetahui sebab perbedaan ini. Air
merupakan sumber daya alam yang cukup banyak di dunia ini, ditandai
dengan adanya lautan, sungai, danau dan lain-lain sebagainya. Tanah
memegang peranan penting dalam melakukan prespitasi air yang masuk
ke dalam tanah, selanjutnya sekitar 70% dari air yang diterima di
evaporasi dan dikembalikan ke atmosfer berupa air, dan tanah memegang
peranan penting dalam refersi dan penyimpanan. Sisanya itulah yang
digunakan untuk kebutuhan tranpirasi,evaporasi dan pertumbuhan
tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk
perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas,
aerasi dan daya menahan air. Tanah yang agregatnya kurang stabil bila
terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-
butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot
isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat.
Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah
terhadap erosi. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak
dari luar stabilitas sehingga dapat ditentukan secara kuantitatif melalui
Aggregate Stability Inde (ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara
kuantitatif terhadap kemantapan agregat. Agregat tanah terbentuk jika
partikel-partikel tanah menyatu membentuk unit-unit yang lebih besar.
Agregat tanah sebagai kesatuan partikel tanah yang melekat satu dengan
lainnya lebih kuat dibandingkan dengan partikel sekitarnya. Dua proses
dipertimbangkan sebagai proses awal dari pembentukan agregat tanah,
yaitu flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang
pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung
membentuk agregat. Sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam
keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih
kecil. Tanah yang teragregasi dengan baik biasanya dicirikan oleh tingkat
infiltrasi, permeabilitas, dan ketersediaan air yang tinggi. Sifat lain tanah
tersebut adalah mudah diolah, aerasi baik, menyediakan media respirasi
akar dan aktivitas mikrobia tanah yang baik. Untuk dapat
mempertahankan kondisi tanah seperti itu, maka perbaikan kemantapan
agregat tanah perlu diperhatikan. Kemantapan agregat tanah dapat
didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk bertahan terhadap gaya-
gaya yang akan merusaknya. Gaya-gaya tersebut dapat berupa kikisan
angin, pukulan hujan, daya urai air pengairan, dan beban pengolahan
tanah. Agregat tanah yang mantap akan mempertahankan sifat-sifat tanah
yang baik untuk pertumbuhan tanaman, seperti porositas dan
ketersediaan air lebih lama dibandingkan dengan agregat tanah tidak
mantap. Semakin mantap suatu agregat tanah, makin rendah kepekaannya
terhadap erosi (erodibilitas tanah) parameter-parameter kemantapan agregat
(berat diameter rata-rata dan ketidakmantapan agregat kering dan basah)
adalah lebih besar korelasinya terhadap erodibilitas dibandingkan dengan
kandungan liat, debu, debu dan pasir sangat halus, bahan organik, struktur
dan permeabilitas.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui
jumlah volume pertetes sampai agregat mulai pecah dan juga untuk
mengetahui jumlah tetesan air sehingga mampu memecahkan dan
sampai menghancurkan agregat tanah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Agregat tanah ialah Partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung dalam


suatu kelompok, yang merupakan satuan dasar struktur tanah. Agregat terbentuk
diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer
membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu
yang dapat mengikat menjadi lebih kuat (sementasi) (Beyer et al., 2019). Tanah
sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes,
fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih
dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah
tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki
peranan yang menguntungan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan
limbah organik, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat,
merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur
hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan
peran-peran penting mikroba tersebut (Hakim, 2016). Kemantapan agregat sangat
penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan
menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat
menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman
melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Tanah
yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah
tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat
pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas
menjadi lambat. Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan
tanah terhadap erosi. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak
dari luar (stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate
Stability Index (ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap
kemantapan agregat (Santi, 2018).

Kemantapan agregat tanah yakni rata-rata agregat tanah yang bertahan


melawan penggenangan karena air hujan. Agregattanah ini terjadi diawali dengan
mekanisme penyatuan partikel primer yang membentuk kelompok bagian dan
selanjutnya akan diikat oelh sesuatu yang lebih kuat atau disebut sementasi. Tanah
memiliki beribu-ribu organisme yang hidup di dalamnya. 100 juta lebih mikroba
per gram tanah pertanian yang subur terkandung dalam tanah pertanian.
Mikrobayang hidup di dalam tanah tersebut memiliki banyak manfaat bagi petani.
Pasalnya, mikroba-mikroba tersebut dapat menghancurkan limbah organik yang
baik sebagai pupuk, mendaur ulang usur hara tanaman, merangsang tanaman untuk
serega tumbuh cepat dan lain sebagainya. Jadi, jangan sampai pertanian dan
perkebunan mengalami stabilitas agregat tanah yakni gaya perusak tanah dari luar.
Stabilitas agregat sendiri dapat diketahui melalui perhitungan kuantitatif degnan
cara ASI atau Aggregate Stability Index. Perbaikan sifat tanah dapat diketahui
melalui pembentukan dari struktur tanah itu sendiri. Perbaikan tersebut seperti
permeabilitas yang terus diperbaiki. Perkembangan akar tanah secara langsung
akan terpengaruh karena perbaikan struktur tanah ini. Akar tanaman yang terdapat
dalam tanah kering dengan adanya perbaikan struktur tanah ini akan membuat
akar tersebut dapat menyerap unsur hara serta air. Lahan yang kering
disebabkan oleh miskinnya bahan organik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapanagregat antara lain


pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, dan penutupan tajuk tanaman
pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan
tinggi. Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi
terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian
bergabung membentuk agregat. Sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam
keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil
(Santi et al., 2018).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum dan penelitian tekstur tanah. Penelitian ini dilaksanakan
pada tanggal 18 November 2022, pada pukul 16.00 sampai dengan 17.40
WIB. Bertempat di laboratorium fisika tanah, Universitas andalas, Padang,
Sumatra Barat.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan untuk menganalisa tekstur tanah ialah
Buret. Dan untuk bahan yang digunakan ialah aquadest, kertas saring, tisu,
sampel tanah kering utuh.
C. Metode Praktikum
Dalam praktikum kali ini akan dikemukakan dua metode penetapkan
kemantapan agregat. Metode pertama adalah metode pengayakan ganda
(multiple-sieve) yang dikemukakan oleh De Leeheer dan De Boodt (2019),
sedangkan yang kedua adalah metode pengayakan tunggal yang
dikemukakan oleh Kemper dan Rosenau (2016). Penentuan kemantapan
agregat menggunakan saringan dikembangkan pertama kali oleh Yoder
(2017). Satu set ayakan, yang terdiri atas enam ayakan, dipasang pada suatu
dudukan, kemudian dimasukkan ke dalam kontainer berisi air. Alat
dilengkapi dengan motor penggerak yang dihubungkan kedudukan ayakan.
Motor ini berfungsi untuk menaik-turunkan ayakan di dalam air. Tanah
yang tertahan pada masing-masing ayakan setelah pengayakan dilakukan,
kemudian dikeringkan dan ditimbang. Kemantapan agregat dihitung
menggunakan berat diameter rata-rata. De Leeheer dan De Boodt (2019)
memodifikasi cara Yoder (2017) dengan melakukan pengayakan kering
sebelum dilakukan pengayakan basah untuk mendekati kondisi lapangan
yang sebenarnya.
Cara pengayakan ganda, selain membutuhkan waktu lama dan
pekerjaan rumit juga memerlukan investasi yang relatif besar dalam
pengadaan alatnya. Beberapa peneliti kemudian mengembangkan metode
pengayakan tunggal. Disimpulkan kemantapan agregat tanah dapat
ditentukan menggunakan satu ukuran ayakan, hasilnya pun lebih erat
korelasinya dengan fenomena-fenomena penting di lapangan. Cara ini
selain lebih mudah karena tidak memerlukan perhitungan yang rumit, juga
relatif murah dalam hal investasi alatnya. Penyaringan merupakan
metode yang biasanya secara langsung untuk menentukan ukuran partikel
dengan didasarkan pada batas-batas bawah ukuran lubang saringan yang
digunakan. Batas terbawah dalam saringan adalah ukuran terkecil untuk
partikel pasir (Handayani dan Sunarminto, 2019).
D. Cara Kerja
Adapun cara kerjanya yang pertama adalah mengisi buret dengan
aquadest sampai angka nol. Membuka buret perlahan-lahan sampai air
menetes. Jangan terlalu cepat, usahakan agar interval waktu antar tetesan
sekitar 2-3 detik. Menghitung jumlah tetesan dan perhatikan penurunan
volume air. Agar lebih mudah . Menghitung tetesan sebanyak 10-20 kali,
kemudian mengamati volume air yang sudah keluar. Lakukan sampai 5-10
kali pengamatan dan kemudian mencatat hasilnya. Menghitung ukuran
rata-rata tiap tetesan air yang keluar dari ujung buret. Meletakkan sebuah
agregat yang berdiameter 2 – 3 mm diatas kertas merang dan ditetesi dengan
air dari buret berjarak 20 cm. Membuka buret dan biarkan air menetes
dengan kecepatan yang sama dan uji coba terdahulu. Usahakan agar setiap
tetesan sampai agregat hancur. Mengulang 10 kali dengan menggunakan
kertas merang yang baru danagregat yang baru juga. Menghitung rata-
ratanya dari hasil yang diperoleh, dihitung pula standar deviasi (SD),
sehingga diketahui nilai rata-rata kemampuan tanah terhadap energi tetesan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hasil analisis indeks kestabilan agregat tanah pada beberapa kelas
lereng dan penggunaan lahan di Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah
adalah sebagai berikut :
Tabel : satuan peta lahan

SPL Lereng (%) Penggunaan Indeks stabilitas Kriteria


Lahan agregat
1 0-8 Kebun kopi 51,95 Agak stabil
2 8-15 Kebun kopi 50,83 Agak stabil
3 15-25 Kebun kopi 52,95 Agak stabil
4 0-8 Kebun campuran 51,07 Agak stabil
5 8-15 Kebun campuran 52,16 Agak stabil
6 15-25 Kebun campuran 53,64 Agak stabil
Sumber : Fadila, I., Khairullah, K., & Manfarizah, M. (2022). Analisis
Indeks Stabilitas Agregat Tanah pada Beberapa Kelas Lereng dan
Penggunaan Lahan di Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 7(2).
B. Pembahasan
Agregat tanah merupakan satu kesatuan dari partikel-partikel tanah
yang saling terikat satu sama lainnya dan melekat lebih kuat dibandingkan
dengan partikel tanah lain disekitarnya. Agregat tanah akan terbentuk jika
partikel-partikel tanah menyatu membentuk unit-unit yang lebih besar.
Kemantapan agregat tanah dapat dianalisis dengan menggunakan metode
ayakan basah dan ayakan kering. Indeks stabilitas agregat tanah merupakan
nilai dari kemampuan tanah dalam bertahan terhadap gaya-gaya yang
merusaknya, indeks stabilitas agregat tanah ini merupakan penilaian secara
kuantitatif terhadap kemantapan agregat tanah. Gaya-gaya tersebut dapat
berupa angin, tumbukan butir hujan dan beban pengolahan tanah.
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada lereng yang sama dengan
penggunaan lahan yang berbeda menunjukkan nilai stabilitas agregat tanah
yang berbeda, meskipun masih tergolong dalam kriteria yang sama. Rata-
rata indeks stabilitas agregat tanah tertinggi terdapat pada penggunaan lahan
kebun campuran dengan lereng 15 - 25%, sedangkan rata-rata indeks
stabilitas agregat tanah terendah terdapat pada penggunaan lahan kebun
kopi dengan lereng 8 - 15%. Pada SPL 1 dan SPL 4 dengan lereng yang
sama yaitu 0 - 8 % rata-rata indeks stabilitas agregat kebun kopi lebih tinggi
dibandingkan dengan kebun campuran, hal ini terjadi karena adanya
pengolahan tanah pada kebun campuran yang dapat memecah agregat tanah
sehingga indeks stabilitas agregat tanah menurun. Perbandingan indeks
stabilitas agregat tanah pada SPL 2 dan SPL 5 dengan lereng yang sama dan
penggunaan lahan yang berbeda menunjukkan bahwa stabilitas agregat pada
SPL 5 lebih tinggi dibandingkan dengan SPL 2, begitu juga dengan
perbandingan pada SPL 3 dan SPL 6 dengan lereng yang sama dan
penggunaan lahan berbeda dimana rata-rata stabilitas agregat tanah pada
SPL 6 lebih tinggi dibandingkan dengan SPL 3. Perbandingan indeks
stabilitas agregat tanah berdasarkan lereng dan penggunaan lahan terlihat
bahwa kebun campuran memiliki indeks stabilitas agregat tanah lebih tinggi
dibandingkan dengan kebun kopi meskipun masih dalam kriteria yang sama
yaitu agak stabil.
Tingginya rata-rata indeks stabilitas agregat tanah pada kebun
campuran dibandingkan dengan perkebunan kopi disebabkan oleh
banyaknya bahan organik yang disumbangkan oleh tanaman pada kebun
campuran. Kebun campuran memiliki keberagaman vegetasi sehingga
sumbangan bahan organik lebih banyak, selain itu masa panen tanaman
semusim yang lebih cepat pada kebun campuran dapat mengembalikan
bahan organik lebih cepat pula ke dalam tanah. Sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yunalfatmawita et al. (2008) dengan
perlakuan penambahan bahan organik BO berupa tithonia (Thitonia
diversifolia), jerami padi (Oryza sativa), alang-alang (Imperata cylindra),
dan petai cina (Laucena glauca sp) masing-masing sebanyak 20 ton/ha
berdasarkan berat kering, dimana terjadi peningkatan indeks stabilitas
agregat tanah sampai bulan ketiga.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Lereng dan penggunaan lahan
berpengaruh terhadap indeks stabilitas agregat tanah meskipun berada
dalam kriteria yang sama yaitu agak stabil. Kebun campuran memiliki
indeks stabilitas agregat tanah lebih tinggi dibandingkan kebun kopi, hal ini
sejalan dengan kandungan bahan organik yang lebih tinggi di kebun
campuran dibandingkan kebun kopi. Tingginya rata-rata indeks stabilitas
agregat tanah pada kebun campuran dibandingkan dengan perkebunan kopi
disebabkan oleh banyaknya bahan organik yang disumbangkan oleh
tanaman pada kebun campuran. Kebun campuran memiliki keberagaman
vegetasi sehingga sumbangan bahan organik lebih banyak, selain itu masa
panen tanaman semusim yang lebih cepat pada kebun campuran dapat
mengembalikan bahan organik lebih cepat pula ke dalam tanah
B. Saran
Untuk praktikum stabilitas agregat karena tidak ada dilakukan
pengamatan secara langsung maka diharapkan kepada praktikan untuk
banyak membaca dan mencari literatur tentang kestabilan agregat tanah agar
lebih mengerti.
DAFTAR PUSTAKA

Beyer, Barry K. (2019). Teaching Tinking in Social Studies. Revished Edition.


Columbia: Charles E. Merril Pub. Co.

Dariah, A., Subagyo, H., Tafakresnanto, C. dan Marwanto, S. 2004. Kepekaan


Tanah terhadap Erosi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat. pp 10-11.

De Leenheer, L., and M. De Boodt. 2019. Determination of aggregate satability by


the change in mean weight diameter. Overdruk Uit Medelingen Van de
Staat te Gent. International Symposium on Soil Structure, Ghent, 1958.

Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S.G., Diha, M.A., Hong,
G.B.,Bailey, H.H. 2016. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung. 488 hal.

Handayani, S. dan B.H. Sunarminto. 2019. Kajian Struktur Tanah Lapis Olah
: I. Agihan ukuran dan dispersitas agregat. Jurnal Ilmu Tanah dan
Lingkungan Vol 3(1): 10-17.

Jambak, M.K., dkk. 2017. Karakteristik sifat fisik tanah pada sistem pengolahan
tanah konservasi (Studi Kasus Kebun Percobaan Cikabayan). Buletin
Tanah dan Lahan. 1(1): 44-50.

Kemper, E.W,and Rosenau, R.C. 2016. Aggregate stability and size distribution.
In: Klute, A. (Ed.) Method of Soil Analysis Part 1.2nd ed.
ASA.Madison.Wisconsin. 425-461.

Yulnafatmawita., Adrinal., and Daulay A. F., 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa


Jenis Bahan Organik Terhadap Stabilitas Agregat Tanah Ultisol Limau
Manis. Jurnal Solum. 5(1), pp.7 - 13.

Yoder, R. E. 2017. Direct method aggregate analysis of soils and a study


of the physical nature of erosion losses. Jour. Amer. Soc.Agron. 28: 337-
351.
LAMPIRAN

No Gambar Keterangan

1. Mengisi buret dengan


aquadest sampai angka nol.

2. Menghitung jari-jari tetesan.


3. Meletakkan tanah agregat di
atas piring kaca yang sudah
dilapisi tisu

4. Menghitung jumlah tetesan


sampai agregat mulai pecah
(dilakukan sebanyak 5 kali
pengulangan)
5. Menghitung jumlah tetesan
sampai agregat mulai hancur
(dilakukan sebanyak 5 kali
pengulangan)

Anda mungkin juga menyukai