Anda di halaman 1dari 15

AGB21-B

LAPORAN MINGGUAN
DASAR-DASAR ILMU TANAH

Praktikum Ke IV : Konsistensi Tanah dan Stabilitas Agregat

Jucky Marzuki Phyty Oryzy


(D1A121038)
Kelompok 1

JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah adalah suatu benda berbentuk tiga dimensi, tersusun dari masa padat,
cair dan gas yang terdapat di permukaan bumi, berasal dari hasil pelapukan batuan
dan atau dekomposisi bahan organik. Dalam mengenal suatu tanah, kita
konsistensi tanah dan stabilitas agregatnya. Kedua hal tersebut merupakan awal
yang sangat penting bagi ilmu tanah.
Konsistensi tanah adalah salah satu sifat fisika tanah yang menggambarkan
ketahanan tanah pada saat memperoleh gaya atau tekanan dari luar yang
menggambarkan bekerjanya gayakohesi (tarik menarik antar partikel) dan adhesi
(tarik menarik antar partikel dan air) dengan berbagai kelembaban tanah.
Konsistensi tanah menunjukan daya kohesi butir-butir tanah atau gaya adhesi
butir- butir tanah dengan benda lainnya. Konsistensi tanah merupakan salah satu
sifat fisika tanah yang menggambarkan ketahanan tanah pada saat memperoleh
gaya atau tekanan dari luar yang menggambarkan bekerjanya gaya kohesi
dan adhesi dengan berbagai kelembapan tanah. Tanah yang mempunyai
konsistensi baik pada umumnya mudah diolah atau tidak melekat pada
pengolahan tanah.
Agregat merupakan kumpulan partikel organik seperti sel-sel mikroba,
kumpulan pasir, debu, serta tanah liat. Berbagai bahan tersebut menggumpal
karena adanya metabolit yang melalui proses disekresi oleh mikroba. Agregat
tanah yang telah terbentuk ditentukan oleh iklim, aktivitas biologi lingkungan,
serta batuan induk yang menyusunnya. Agregat dapat diukur dengan menyatakan
tingkat stabilitas, dimulai dari yang paling stabil hingga agregat tanah yang paling
tidak stabil.
Stabilitas agregat adalah kemampuan tanah untuk menahan tekanan yang dapat
menyebabkan terjadinya pemisahan agregat seperti penggemburan, pengerutan,
penyusutan, dan pembasahan secara cepat oleh hujan. Stabilitas agregat tanah
sangat penting dalam mempertahankan sifat-sifat tanah yang baik seperti porositas
dan ketersediaan air yang dapat bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan
agregat tanah yang tidak mantap sehingga akan membantu pertumbuhan tanaman.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dilaksanakannya praktikum ini yaitu:


1. Untuk mengetahui perbedaan konsistensi pada berbagai kondisi masing-
masing tanah dengan penggunaan lahan dan kelerengan yang berbeda.
2. Untuk mengetahui penetapan stabilitas agregat tanah menggunakan metode
slaking-dispersi.
Manfaat dari praktikum ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada
praktikan mengenai perbedaan konsistensi tanah pada berbagai kondisi masing-
masing tanah penggunaan lahan dan kelerengan yang berbeda. Serta cara
menetapkan stabilitas agregat tanah dengan menggunakan metode slaking-
dispersi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Teori

Konsistensi tanah merupakan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi
butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukan oleh daya tahan terhadap
gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang memiliki konsistensi yang baik
umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah (Rahayu,
2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsistensi tanah antara lain kadar air tanah,
bahan-bahan penyemen agregat tanah, bahan dan ukuran agregat tanah, tingkat
agregasi, dan faktor-faktor penentu struktur tanah seperti tekstur, macam
lempung, dan kadar bahan organic (Holilullah, 2015).
Agregat tanah merupakan satu kesatuan dari partikel-partikel tanah yang saling
terikat satu sama lainnya dan melekat lebih kuat dibandingkan dengan partikel
tanah lain disekitarnya. Agregat tanah akan terbentuk jika partikel-partikel tanah
menyatu membentuk unit-unit yang lebih besar. Kemantapan agregat tanah dapat
dianalisis dengan menggunakan metode ayakan basah dan ayakan kering. Indeks
stabilitas agregat tanah merupakan nilai dari kemampuan tanah dalam bertahan
terhadap gaya-gaya yang merusaknya, indeks stabilitas agregat tanah ini
merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat tanah. Gaya-
gaya tersebut dapat berupa angin, tumbukan butir hujan dan beban pengolahan
tanah (Fadila, 2022).
Stabilitas agregat adalah salah satu sifat fisika tanah terpenting yang menjadi
salah satu indikator dalam mengetahui keadaan kualitas tanah dan penentuan
kemampuan tanah dalam menahan erosi. Tanah dengan nilai indeks stabilitas
agregat yang tinggi akan lebih kuat dalam menahan daya rusak air hujan yang
jatuh ke permukaan tanah, sehingga tanah ini berpotensi kecil untuk bencana
longsor dan banjir (Afner, 2021). Seperti yang disampaikan oleh Li, (2018).
bahwa mempertahankan nilai stabilitas agregat tanah yang tinggi merupakan hal
yang sangat penting untuk menjaga produktivitas tanah dan meminimalisir erosi
akibat dari tanah yang terdegradasi.

2.2. Klasifikasi Konsistensi Tanah dan Stabilitas Agregat

Konsistensi tanah pada


kondisi basah merupakan
penetepan konsistensi
tanah pada kondisi air
tanah pada kapasitas
lapang (field capacity)
(Raziah et al.,
2019). Pada kondisi
basah, konsistensi diukur
dengan parameter
kelekatan dan
plastisitas. Konsistensi
tanah dalam keadaan
yang basah dibedakan
menjadi
kelekatannya dan
plastisitasnya (Taisa, et al.,
2021). Konsistensi basah
berdasarkan
kelekatan mulai dari tidak
lekat sampai lekat, yaitu
tidak lekat, agak lekat,
lekat,
dan sangat lekat (Karahan
& Ersahin, 2016).
Konsistensi tanah pada
kondisi lembab
dilihat berdasarkan
tingkat kepadatannya.
Pengukuran konsistensi
tanah pada
kondisi lembab yang
dilihat berdasarkan
tingkat kepadannya
berupa tanah yang
lepas, sangat remah,
padat, sangat padat, atau
padat sekali (Sanggu,
2019).
Konsistensi tanah pada
saat kondisi kering dilihat
dan diukur berdasarkan
tingkat
kekerasannya. Tingkat
kekerasan pada
pengukuran konsistensi
tanah kondisi
kering, yaitu tanah yang
lepas, lunak, agak keras,
keras, sangat keras, atau
keras
sekali (Kuswara &
Mutiara, 2018).
Penentuan konsistensi tanah meliputi konsistensi basah, lembab, atau kering
(Sanggu, 2019). Konsistensi tanah pada kondisi basah merupakan penetapan
konsistensi tanah pada kondisi air tanah pada kapasistas lapang (field capacity)
(Raziah et al., 2019). Pada kondisi basah, konsistensi diukur dengan parameter
kelekatan dan plastisitas. Konsistensi basah berdasarkan kelekatan mulai dari
tidak lekat sampai lekat, yaitu tidak lekat, agak lekat, lekat, dan sangat lekat
(Karahan dan Ersahin, 2016). Pengukuran konsistensi tanah pada kondisi lembab
yang dilihat berdasarkan tingkat kepadatannya berupa tanah yang lepas, sangat
remah, padat, sangat padat, atau padat sekali (Sanggu, 2019). Konsistensi tanah
pada saat kondisi kering dilihat dan diukur berdasarkan tingkat kekerasannya.
Tingkat kekerasan pada pengukuran konsistensi tanah kondisi kering, yaitu tanah
yang lepas, agak keras, keras, sangat keras, atau keras sekali (Kuswara dan
Mutiara, 2018).
Menurut Yusa, (2018) kemampuan agregat tanah untuk bertahan dari adanya
gaya perusak dari luar dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Agregate
stability index (ASI) dan diameter masa rerata (DMR). Cara ini merupakan
penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat tanah, berikut stabilitas
agregat tanah berdasarkan DMR.
Tabel 2.2.1 Stabilitas Agregat Diameter Masa Rerata (DMR)
No DMR (%) DMR (mm) Kategori
1 >200 >2,00 Sangat stabil sekali
2 80 - 200 0,80 – 2,00 Sangat stabil
3 66 - 80 0,66 – 0,80 Stabil
4 50 - 66 0,50 – 0,66 Agak stabil
5 40 - 50 0,40 – 0,50 Kurang stabil
6 <40 <0,40 Tidak stabil

BAB III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,


Universitas Halu Oleo, Kota Kendari. Dilaksanakan pada hari Rabu, 9 November
2022, pukul 13.00 WITA sampai selesai.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu glass beker dan stop watch.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu air destilat dan
sampel tanah.

3.3. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja dalam kegiatan praktikum ini yaitu :


a) Masukanlah air destialat sebanyak 50 ml ke dalam glass beker 100 ml.
b) Masukanlah 3 agregat tanah kering udara berukuran 3-5 mm.
c) Setelah 2 jam dan 20 jam perendaman, amatilah ada atau tidak pemecahan
agregat (slaking) atau disperse.
d) Bila tidak terjadi slaking, dilanjutkan dengan pelumpuran (amoulding)
agregat tanah dalam keadaan lembab yaitu sekitar kapasitas lapang. Bentuk
“bola-bola” kecil dengan ukuran 3-5 mm.
e) Masukkan ke dalam air destilat seperti pada agregat kering udara.
f) Sambil menunggu pengamatan disperse, lakukan pengamatan konsistensi
dengan jalan meremas, atau memijat tanah pada tiga keadaan kandungan air
yaitu kondisi kering, lembab dan basah.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisis

Tabel 4.1.1 Konsistensi tanah dan stabilitas agregat vegetasi hutan.

No
Lapisan Konsistensi Stabilitas Agregat
.
1. Top Soil F (Gembur) Lemah
2. Sub Soil Vt (Sangat Teguh) Sedang
4.2. Pembahasan

Konsistensi tanah menunjukkan adanya daya kohesi dan daya adhesi pada
tanah dengan berbagai kelembaban yang dapat ditentukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Berdasarkan hasil analisis pada table diatas, diketahui bahwa pada
lapisan top soil mengandung konsistensi tanah yang disimbolkan oleh F(gembur)
yang artinya bila diremas sampel tanah dapat hancur dan apabila digenggam
sampel tanah mudah bergumpal. Sedangkan pada lapisan sub soil mengandung
konsistensi tanah yang disimbolkan oleh Vt (sangat teguh) yang artinya massa
tanah tahan terhadap remasan dan dapat dihancurkan dengan memberikan tekanan
yang kuat.
Stabilitas agregat tanah adalah ketahanan agregat tanah terhadap daya
penghancuran yang diakibatkan oleh air dan manipulasi mekanik, misalnya

pengolahan tanah. Tanah dengan agregat yang tidak stabil mempunyai struktur
yang peka terhadap daya rusak air (slaking dan dispersi) dan manipulasi mekanik
atau kombinasinya (misalnya pengompakan).
Berdasarkan hasil analisis pada tabel diatas, diketahui bahwa pada lapisan
tanah top soil memiliki stabilitas agregat yang lemah. Hal ini ditandai dengan
pecahnya sedikit pinggiran agregat, namun agregat tanah masih tetap bersatu.
Sedangkan pada lapisan tanah sub soil memiliki stabilitas agregat yang sedang.
Hal ini ditandai dengan disintegrasi agregat yang nyata, tetapi sebagian besar
(lebih dari separuh agregat) masih bersatu.

BAB V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa konsistensi tanah pada
lapisan top soil adalah F(gembur), sehingga lebih mudah diolah untuk lahan
pertanian jika dibandingkan dengan tanah pada lapisan sub soil yang memiliki
konsistensi Vt( sangat teguh). Hal ini menunjukan bahwa jenis lapisan tanah
berpengaruh dalam menentukan tingkat konsistensi tanah. Selain itu, jenis lapisan
tanah juga mempengaruhi stabilitas agregat tanah, dimana lapisan top soil
memiliki stabilitas agregat yang lemah. Sedangkan lapisan sub soil memiliki
stabilitas agregat yang sedang.

5.2. Saran

Adapun saran untuk praktikum ini yaitu lebih berhati-hati saat berada di dalam
laboratorium karena banyak barang-barang yang terbuat dari kaca sehingga
mudah pecah, contonya glass beker. Selain itu, selalu ikuti buku panduan dan
instruksi asisten dosen agar praktikum bisa berjalan dengan lancar dan
mengantisipasi terjadinya kecelakaan atau kegagalan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Afner D.D.P , Aprisal dan Yulnafatmawita. 2021. Indeks Stabilitas Agregat Tanah
Pada Perkebunan Teh Berbasis Slope Dan Umur Tanaman Di Kecamatan
Gunung Talang Kabupaten Solok. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan.
8(1) : 75-81.
Fadila I, Khairullah dan Manfarizah. 2022. Analisis Indeks Stabilitas Agregat
Tanah pada Beberapa Kelas Lereng dan Penggunaan Lahan di Kecamatan
Bukit Kabupaten Bener Meriah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian.
7(2) : 705-711.
Holilullah, Afandi dan Novprianyah H. 2015. Karakteristik Sifat Fisik Tanah pada
Lahan Produksi Rendah dan Tinggi di PT Great Giant Pineapple. Jurnal
Agrotek Tropika. 3(2) : 278-282.

Karahan, G., & Ersahin,


S. (2016). Predicting
Saturated Hydraulic
Conductivity
Using Soil Morphological
Properties. Eurasian
Journal of Soil Science
Karahan G and Ersahin S. 2016. Predicting Saturated Hydraulic Conductivity
Using Soil Morphologhical Properties. Eurasian Journal of Soil Science.
Kuswara S dan Mutiara C. 2018. Evaluasai Kesuburab Tanah Di Dusun Kekawii
III Desa Randotonda Kecamatan Ende Kabupaten Ende. AGRICA. 148-
149.
Li T, Wang S and Zheng Z. 2018. Effects of tea plantation age on soil aggregate-
associated C-and N-cycling enzyme activities in the hilly areas of Western
Sichuan, China. Catena 171 : 145- 153.
Raziah R, Sufardi dan Arabia T. 2019. Genesis Dan Klasifikasi Tanah Ultisol Di
Lahan Kering Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pertanian. 640.
Rahayu A, Sri R dan Mochtar L. 2014. Karakteristik dan Klasifikasi Tanah pada
Lahan Kering dan Lahan yang disawahkan di Kecamatan Perak,
Kabupaten Jombang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 1(2) : 81.
Sanggu FR. 2019. Analisis Sifat Fisik Tanah Di Desa Ndetu Ndora 1 Kecamatan
Ende Kabupaten Ende. AGRICA.
Yusa YLP. 2018. Studi Stabilitas Agregat Dan Makroporositas Tanah Pada
Berbagai System Penggunaan Lahan Berbasis Agroforesti. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.
LAMPIRAN

Gamabar 1. Proses penentuan Gambar 2. Penuangan air akuades


konsistensi tanah. sebanyak 50 ml ke dalam gelas beker
100 ml.
Gambar 3. Proses memasukan agregat Gambar 4. Proses pengamatan
tanah ke dalam gelas beker berisi air stabilitas agregat tanah.
akuades.

Anda mungkin juga menyukai